demam berdarah dengue
DESCRIPTION
demam berdarah dengueTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan
Aedes albopictus.1 Sekitar 80% dari pasien (atau 8 dari 10 pasien) yang terinfeksi virus
dengue tidak menunjukkan gejala, atau hanya menunjukkan gejala ringan (seperti demam
biasa).2,3,4 Gejala klasik DBD adalah demam yang terjadi secara tiba-tiba, sakit kepala
(biasanya di belakang mata), ruam, nyeri otot dan nyeri sendi.2,5 Gejala akan muncul
antara 4 dan 7 hari setelah seseorang terpajan virus dengue.1,6
Diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kriteria diagnosis World Health Organisation
(WHO) untuk DBD, dimana adanya demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari,
biasanya bifasik serta terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan, yaitu adanya
petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa atau adanya riwayat hematemesis atau
melena atau pada uji rumple leede positif (>10 petekie dalam 2,54 cm2 selama 5 – 10
menit). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya trombositopenia (<100.000/mm3)
atau hematokrit meningkat ≥20 % dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis
kelamin, dan populasi yang sama atau hematokrit turun hingga ≥ 20 % dari hematokrit
awal.2,3
DBD penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia termasuk Indonesia.7
Beberapa dekade terakhir ini, insiden DBD menunjukkan peningkatan yang sangat pesat
diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia
beresiko terserang DBD dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko
tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus
infeksi DBD tiap tahunnya.9
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2011 di Asean, dengan jumlah
kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Pada tahun 2012 kasus DBD di Indonesia
menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang.8,9 Berikut akan
dilaporkan sebuah kasus DBD yang dirawat di RSUP Prof.R.D.Kandou Manado.
LAPORAN KASUS
PR, laki-laki umur 21 tahun, alamat Lolah III jaga I Kecamatan Tombariri, suku
Minahasa, bangsa Indonesia, masuk rumah sakit pada tanggal 25 Januari 2015 dengan
keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi dirasakan pada
perabaan oleh ibu penderita. Penderita diberikan obat penurun demam, tapi demam tidak
turun sampai normal. Penderita tidak menggigil dan tidak kejang. Penderita juga
mengalami mual, muntah dan nyeri perut yang datang hilang timbul, nyeri perut timbul
kadang siang atau sore hari. Muntah 5 x dalam sehari, berisi makanan. Penderita juga
merasakan nyeri otot dan tulang, serta terasa nyeri pada otot belakang mata. Penderita
juga mengeluh sakit kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat buang air
besar dan air kecil dalam batas normal. Penderita tinggal di daerah endemik demam
berdarah.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita demam berdarah
sebelumnya. Riwayat Diabetes Mellitus, kolestrol, asam urat, paru, ginjal, liver, jantung
belum diketahui penderita. Pada riwayat penyakit keluarga, hanya penderita yang sakit
seperti ini dalam keluarga. Pada riwayat kebiasaan diketahui bahwa pasien tidak merokok
dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Riwayat pekerjaan yaitu seorang pemuda
yang belum bekerja, riwayat berpergian jauh tidak ada dalam 1 bulan terakhir ini. Pasien
tinggal di lingkungan rumah yang cukup bersih dan tetangga pasien ada yang sakit
seperti pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu tubuh 36,3˚C, tinggi badan 165 cm, berat badan 51 kg, habitus astletikus.
Pada pemeriksaan kulit didapatkan warna kulit sawo matang, tidak ikterik dan ada ruam
di daerah wajah dan dada. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya positif
normal, gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak tampak tofi, lubang
normal, cairan tidak ada, selaput pendengaran intak. Pada pemeriksaan hidung tidak
didapati deviasi, tidak ada sekret. Pada pemeriksaan mulut didapatkan bibir tidak
sianosis, gigi geligi dalam batas normal, lidah beslag tidak ada, mukosa basah,
pembesaran tonsil tidak ada dan faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan trakea letak tengah.
Pada pemeriksaan toraks, inspeksi dada terlihat simetris, tidak ada retraksi, dan
tidak ada kelainan kulit. Pada inspeksi punggung terlihat simetris, tidak ada kelainan
kulit. Pada pemeriksaan paru dari inspeksi terlihat gerakan pernapasan kiri simetris
dengan gerakan pernafasan kanan. Pada palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan
dan saat diperkusi paru sonor kiri dan kanan. Pada auskultasi paru suara pernapasan
vesikuler kiri dan kanan, ronki tidak ada dan wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan
jantung didapatkan inspeksi, iktus kordis tidak tampak. Pada palpasi, iktus kordis tidak
teraba. Pada perkusi didapatkan batas jantung kanan di sela iga IV linea parasternalis
dekstra, batas jantung kiri di sela iga V linea midklavikularis sinistra. Pada auskultasi
irama teratur, denyut jantung ± 94 x/menit, bunyi jantung I dan II regular, tidak
ditemukan bising dan gallop.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi terlihat datar dan tidak ada kelainan kulit.
Pada palpasi terasa lemas, hepar dan lien tidak teraba, ballottement tidak teraba, ada nyeri
tekan epigastrium. Pada perkusi terdengar timpani, nyeri ketok angulus kostovertebra
tidak ada. Pada auskultasi didapatkan bising usus normal.
Pada ekstremitas tidak ada tremor, tidak ada deformitas pada jari-jari, jari tabuh
tidak ada, kuku sianosis tidak ada, waktu pengisian ulang kapiler kurang dari 2 detik , dan
rumple leede (+). Hasil laboratorium tanggal 25 Januari 2015 leukosit: 4.500 /mm3,
eritrosit: 5,43.106/ul, Hb: 16,4 g/dl, hematokrit 46,3% trombosit 37.000/mm3, dan hasil
malaria negatif (-).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien didiagnosa dengan DHF grade 1I. Terapi yang diberikan adalah bed rest, intra
venous fluid differs (IVFD) Ringer Laktat (RL) 35 gtt/m, paracetamol 500 mg 3x1 tab,
Ranitidin 2x150 mg tab dan pasien diminta untuk banyak minum. Direncanakan untuk
dilakukan pemeriksan darah lengkap serial, Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M
(IgM) anti dengue.
Hari kedua perawatan, pasien mengeluh sakit kepala tapi tidak demam. Tekanan
darah 100/60 mmHg, nadi 70 x/menit, respirasi 18 x/menit, suhu badan 36,3˚C. Pada
pemeriksaan fisik tidak ada kelainan. Hasil lab 26 Januari 2015 leukosit: 8600/mm3,
eritrosit: 5,58.106/ul, Hb: 17,0 g/dl, hematokrit 47,8%, trombosit 31.000/mm3, malaria (-),
IgM (+) anti dengue, IgG (+) anti dengue. Pasien didiagnosa kerja dengan DBD derajat
II. Terapi yang diberikan adalah bed rest, IVFD RL 35 gtt/m, paracetamol 500 mg 3x1 tab
(bila demam), Ranitidin 2x150 mg tab, banyak minum. Direncanakan untuk pemeriksaan
DL serial/ 24 jam.
PEMBAHASAN
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri retroorbita, ruam, manifestasi perdarahan (petekie, tes
rumple leede positif, ekimosis atau purpura, atau perdarahan dari mukosa, traktus
gastrointestinal, dan lokasi lainnya) nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, trombositopenia (≤100.000), dan peningkatan ataupun penurunan hematokrit
≥20% atau terdapat bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hiponatremia/albuminemia.3
DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional
dan lokal. Lebih dari 2,5 milyar penduduk (lebih dari 40 % populasi di dunia) beresiko
terinfeksi DBD. Saat ini DBD menjadi penyakit endemik dilebih dari 100 negara di
Afrika, Amerika, Mediterania Timur, dan Asia Tenggara.4 Beberapa dekade terakhir ini,
insiden DBD menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia.
Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang DBD
dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah
Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi DBD tiap tahunnya.9
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2011 di Asean, dengan jumlah
kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Pada tahun 2012 kasus DBD di Indonesia
menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang.8,9
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ini ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.10,11,12
Manifestasi klinis DBD sama seperti demam dengue (DD) dan ditambah dengan
adanya manifestasi perdarahan (uji rumple leede positif), serta kriteria lab yaitu
trombositopenia (< 100.000 sel/mm3) dan peningkatan hematokrit > 20%. Manifestasi
klinis pada demam dengue yaitu adanya sakit kepala, nyeri retroorbita, nyeri otot, nyeri
sendi/tulang, dan manifestasi perdarahan.6 Dari anamnesis pada pasien ini diketahui,
demam dirasakan tinggi pada perabaan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul
mendadak, terus menerus dan naik turun, adanya ruam di dada dan wajah, badan terasa
lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi/tulang serta pasien berasal dari daerah endemis
DBD. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/60 mmHG, nadi 90 x/menit,
respirasi 24x/m, suhu tubuh 36,40C serta didapatkan rumple leede (+).
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk DBD adalah pemeriksaan darah
lengkap (DL) berupa kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi. Leukosit dapat normal atau menurun, umumnya terdapat
trombositopenia pada hari ke 3-8, adanya peningkatan Ht ≥ 20% dari Ht awal
membuktikan adanya kebocoran plasma yang umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun
IgG.1 Tes IgG atau IgM antidengue merupakan suatu tes cepat dengan teknik pengujian
immunocromatographic untuk mendeteksi sekaligus membedakan antibodi IgG dan IgM
terhadap virus dengue di dalam serum. Antibodi IgM akan muncul pada hari ke 3-5 sejak
gejala dan bertahan untuk jangka waktu 30-60 hari. Antibodi IgG muncul disekitar hari
ke 14 dan bertahan seumur hidup. Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan tingkat
antbodi IgG meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon
antibodi IgM setelah 20 hari infeksi. Adapun pemeriksaan lainnya yaitu nonstructural
protein 1 (NS1), dimana antigen NS1 dapat dideteksi pada hari pertama setelah demam
dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari ke 5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagosis awal menentukan adanya infeksi dengue.5,6,13,14 Adapun
pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yaitu foto toraks PA (posterior anterior)
tegak dan lateral dekubitus kanan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.12,14
Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan leukopenia (4500/mm3),
trombositopenia (37.000/mm3), eritrosit: 5,43.106/ul, Hb: 16,4 g/dl, hematokrit 46,3%,
dan malaria negatif (-), pemeriksaan IgM anti dengue (+) sedangkan Antibodi IgG anti
dengue negatif (+). Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan radiologis.
Berikut ini kriteria diagnosis Demam Dengue (DD) yang terdiri dari probable DD
dan confirm DD serta DBD menurut WHO tahun 2011 :
Diagnosis probable DD 3,6
Demam akut dengan dua gejala atau lebih dari gejala- gejala dibawah ini:
1. Sakit kepala
2. Nyeri retroorbita
3. Nyeri otot
4. Nyeri sendi/tulang
5. Manifestasi perdarahan
6. Lekopenia (leukosit < 5000 sel/mm3
7. Peningkatan hematokrit (5-10%)
Diagnosis confirmed DD:
1. Isolasi virus dengue dari serum , CSF atau sampel otopsi
2. Empat kali lipat atau peningkatan yang lebih besar dalam serum IgG atau
peningkatan IgM
3. Deteksi virus dengue atau antigen di dalam serum jaringan cairan serebrospinal
oleh immunohistokimia, immunofloresensi atau .
4. Deteksi virus dengue urutan genom dengan transkripsi terbalik polymerase chain
reaction.
Diagnosis DBD sesuai dengan kriteria WHO 2011: 4,6
Kriteria klinis :
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, ptekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (< 120
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (< 100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai dasar atau
menurut standar umur dan jenis kelamin.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan:
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit >20%
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda pembesaran plasma (efusi pleura dan hipoalbuminemia)
Perhatian:
- Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis Dengue Shock Syndrome (DSS)
- Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
Berikut ini adalah tabel derajat penyakit infeksi virus dengue 3
DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih
tanda: sakit kepala, nyeri retro
orbital, mialgia, arthralgia
Leukopenia, serologi
dengue positif
DBD I Demam dan manifestasi
perdarahan (uji bendung positif)
dan tanda perembesan plasma.
Trombositopenia
(<100.000 sel/mm3):
peningkatan hematokrit >
20 %
DBD II Seperti derajat 1 ditambah
perdarahan spontan
Trombositopenia
(<100.000/ul): peningkatan
hematokrit >20%
DBD III Seperti derajat 1 atau 2 di
tambah kegagalan sirkulasi
(nadi lemah, tekanan nadi <20
mmHg, hipotensi, gelisah,
Trombositopenia
(<100.000/ul): peningkatan
hematokrit >20%
diuresis menurun.
DBD IV Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi tidak
terukur
Trombositopenia
(<100.000/ul): peningkatan
hematokrit >20%
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan gejala klinis + trombositopenia +
hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau uji
serologi anti dengue positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif). Pada
pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis kerja dengan DBD derajat I.
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Adanya
trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD
dengan penyakit lain.9-5,10 Perbedaan DBD dengan penyakit lainnya. Pada DBD
ditemukan gejala klinis demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif,
ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan pembesaran hati serta kriteria
laboratoris yaitu adanya leukopenia, trombositopenia ataupun peningkatan Hematokrit ≥
20% dari hematokrit awal. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi (< 120 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah. Demam tifoid didapatkan gejala klinis yaitu demam, gangguan saluran
cerna, gangguan pola buang air besar dan didapatkan titer widal 0: 1/160 atau titer H:
1/160 satu kali pemeriksaan. Pada campak didapatkan manifestasi klinis malaise, batuk,
nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis, eritema yang muncul dari belakang telinga. Pada
influenza didapatkan demam, nyeri otot, batuk, pilek, pada pemeriksaan laboratorium
tidak didapatkan trombositopenia maupun leukopenia. Pada cikungunya seluruh anggota
keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan
dengan DBD, cikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam
lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Pada leptospirosis didapatkan gejala
demam yang mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,
hiperestasia kulit, mual, muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus dan injeksi siliar mata. 15-18 Pada pasien tidak ditemukan adanya manifestasi klinis seperti fotofobia,
konjungtivtis, ikterus, eritema di belakang telinga, dan gangguan saluran cerna serta
kriteria laboratoris pasien terdapat leukopeni, trombositopeni dan IgM anti dengue
positif.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda
syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang waktu masuk keadaan umumnya
tampak baik dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada ketrampilan para dokter untuk mengatasi
masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan
baik. 1,9,19
Indikasi rawat inap DBD:1,5,19
DBD derajat II, III, IV
DBD derajat I dengan: hiperpirexia, kejang, intake tidak masuk, cenderung
meningkat, atau
Pada dasarnya penanganan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa.
Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. 5,12
Penanganan DBD secara umum sebagai berikut:6
1. Simptomatik terhadap hiperpireksia -> parasetamol, analgetika
2. Monitoring terjadinya syok, biasanya pd hari ke 3, kontrol tanda vital tiap 1-2
jam, Ht tiap 3-4 jam, monitor produksi urin
3. Cairan/Plasma diberikan bila Ht > 20% yaitu NS, RL/Ringer acetate, D5 in NS
1:1 atau 1:2, Plasma / Dextran 40 atau albumin 5%
4. Koreksi elektrolit & gangguan metabolik
5. Oksigen pada keadaan syok
6. Transfusi darah bila perdarahan banyak
Penanganan DBD derajat I dan II WHO tahun 2011 menurut jumlah total ( oral + intra
venous ) cairan yang diberikan dalam 48 jam adalah :
– maintenance + 5 % defisit : 100 – 120 ml/jam
– maintenance + 7 % defisit : 120 – 150 ml/jam
– maintenance + 10 % defisit : 300 – 500 ml/jam
Jumlah diatas harus ditambah dan disesuaikan dengan derajat kehilangan plasma
berdasarkan tanda vital, urin output, dan kadar hematokrit. Volume cairan kristaloid per
hari yang diperlukan sesuai rumus berikut 1500 + {20x(BB dalam kg – 20)}, transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa koagulasi intravaskular
diseminata (KID). Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan DL tiap 24 jam.1,9,12
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah istirahat, IVFD RL 35 gtt/m, paracetamol
500 mg 3x1 tablet, serta pasien disarankan untuk banyak minum. Kebutuhan cairan
pasien per hari adalah 1900 cc dan maintenance + 5 % defisitnya berjumlah 3900 cc.
Hal – hal yang perlu dipantau pada pasien ini yaitu tingkat kesadaran, tanda vital,
manifestasi perdarahan, muntah dan nyeri perut serta pemeriksaan hematologi lengkap.
Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya DSS ataupun komplikasi yang mungkin
terjadi seperti ensefalopati/ ensefalitis, sindrom uremik hemolitik, edema paru,
kardiomiopati, hepatitis, edema serebral, pankreatitis dan KID.3
Terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang
dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DBD.1,9,12 Prognosis dari pasien ini adalah baik, karena pasien
memberikan respon baik terhadap pengobatan yang diberikan dan tidak ditemukan
adanya komplikasi.
Indikasi rawat jalan DBD, bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan
antipiretik, nafsu makan telah kembali, perbaikan klinis (tidak ada demam, tidak ada
distres pernafasan), diuresis baik, minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok serta tidak
ada kegawatan nafas karena efusi pleura, tidak ada asites, trombosit > 50.000 /mm3. Pada
kasus DBD tanpa komplikasi jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3 –
5 hari).6
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
2. Whitehorn J, Farrar J. Dengue. Br. Med. Bull. 2010; 95 : 161-73
3. Subdirektorat pengendalian arbovirus- Dit ppbb ditjen pp dan pl kementrian Ri,
Tahun 2011
4. WHO 2012. Dengue and Severe Dengue (online) (diupdate januari 2012.
Available from: http://WHO. Int/ medicentre/factsheets/fs 117
5. Centre for disease control and prevention dengue clinical guidance. Update 2010
sep 1. Available from: http:// cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html
6. World Health organization. Southeast asia regional office. Comprehensive
guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemoragic fever.
WHO; 2011. P.l 1-67
7. WHO dengue for diagnosis, treatment and control. 2009:1-146
8. Thomas Suroso, Hadinegro SR, wuryadi dkk (editor): pencegahan dan
penanggulangan penyakit DD & DBD, Depkes RI, Jakarta, 2010
9. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control
of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Searo.
2011.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buletin jendela epidemiologi demam
berdarah dengue, Jakarta. Badan Litbang dan Pengembangan Kesahatan. 2010
11. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Farmaka. 2007; 5:12-29.
12. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
13. Reiter P. Yellow fever and dengue: a threat to europe?. Euro surveil. 2010;15(10):
19509
14. Chen Lh, Wilson ME. Dengue and chikungunya infections in travelers. Oct 2010.
Curr.opin. infect.dis. 2010; 23 (5):438-44
15. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM UI.
2009.
16. Jawa Pos National Network (JPNN). Kasus DBD Relatif Turun. 2011
17. Gasem M.H. Gambaran klinik dan diagnosis Leptospirosis pada manusia.
Kumpulan makalah symposium, leptospirosis. Badan penerbit Universitas
Dipenegoro, 2011.
18. James, Chin. 2010. Diterjemahkan I Nyoman kandun. Cara Manual
pemberantasan penyakit menular, edisi 17.gerakan II.
19. Guzman MG, Halstead SB, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Gubler DJ, et all.
Dengue: a continuing global threat. Nat Rev Microbiol. 2010;8(12 suppl):S7-16.