depresi dan distimia
DESCRIPTION
berisi tentang pengertian depresi dan bagaimana nantinya akan berkembang menjadi distimiaTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah
masyarakat.Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke
fase depresi.Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri
tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir
dengan bunuh diri.1
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan
dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang
universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan
depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering
adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak
menikah dan bercerai atau berpisah.
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan
kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive
disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional.
Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa
tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak
hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat
mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis
lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis
atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis
lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada
pasien.1
Gangguan distimik dinamakan sebagai distimia didalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R).
Istilah terakhir menyatakan bahwa gangguan distimik adalah bentuk ringan dari
gangguan depresif berat dan gangguan bipolar 1. Tetapi, beberapa data penelitian
menyatakan bahwa walaupun gangguan mungkin berhubungan, gangguan tersebut
kemungkinan memiliki perbedaan biologis dan psikososial yang mendasar. Satu
perbedaan utama adalah, apabila gangguan depresif berat ditandai oleh episode
gejala terpisah, gangguan distimik ditandai oleh gejala nonepisodik dan kronis.1
Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik,
karena pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi
mayor. Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja yang perlu diperhatikan
manifestasinya dapat dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluh keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah
marah ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.2
Paling sering pada perempuan ( perempuan : laki-laki = 2-3: 1), sering
muncul untuk pertama kalinya, pada usia akhir 20-an atau 30-an. Prevalensi
selama hidup 6 % dan mulainya berangsur-angsur, sering pada orang yang
mempunyai predisposisi untuk depresi.3
Menurut Freud, faktor psikososial orang rentan terhadap depresi,
tergantung secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus menerus.
Apabila individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang bermakna ia akan
mengalami depresi. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Depresi
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
respon emosional yang berat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap
fisik dan fungsi social seperti perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan
bekepanjangan (Stuart dan Sundeen, 2005).
Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang
disertai komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih putus asa, dan tidak
bahagia serta komponen somatic: anoreksia, konstipasi, kulit lemban(rasa dingin),
tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk
gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) (Iyus Yosep, 2009)
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan
dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat, lama
dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi merupakan reaksi yang
normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus
yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi
merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi
dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat lagi dimengerti oleh
orang lain.
2. Distimia
Suatu depresi kronis dari suasana perasaan (mood) yang pada saat
sekarang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan depresif berulang, ringan, atau
sedang (F33.0 atau F33.1) menurut keparahannya atau lamanya berlangsung
setiap episode.4
Distimia adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh adanya mood
yang terdepresi (atau mudah marah pada anak –anak dan remaja) yang
berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.1
B. Epidemiologi
1. Depresi
Insiden dan Prevalensi. Distimia memiliki prevalensi 6 persen dari
keseluruhan gangguan depresi. Morbiditi dan mortalitas tidak hanya
ditandai dengan adanya kejadian bunuh diri namun juga penyakit fisik
yang berkomorbiditas dengan distimia.
Jenis kelamin. Cyranowski (2001) mengatakan angka kejadian
distimia pada perempuan dan laki-laki sebelum masa pubertas dan
menopause adalah sama. Namun, memasuki masa dewasa, perempuan
memiliki angka kejadian yang lebih besar dibandingkan laki—laki
dengan ratio 2:1.
Usia. Gangguan distimia memiliki onset pada usia muda, yaitu
pada masa kanak-kanak dengan keluhan perasaan tidak bahagia yang
tidak dapat dijelaskan, dan terus berlanjut saat memasuki masa remaja
dan menginjak usia 20 tahun. Pada subtype onset pada usia lanjut, maka
gangguan distimia terjadi pada usia lanjut, maka gangguan distima terjadi
pada usia pertengahan dan usia lanjut.
Faktor Psikososial.Menurut Freud orang rentan terhadapap depresi,
tergantung secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus
menerus. Apabila individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang
bermakna ia akan mengalami depresi. 2
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari distimia adalah apakah gangguan ini
berhubungan dengan diagnosis psikiatrik lain, termasuk gangguan
depresif berat dan gangguan kepribadian ambang. Pada saat ini kita tidak
dapat mencapai kesimpulan akhir, tetapi pasien yang didefenisikan
dengan criteria DSM-IV memiliki bermacam-macam heterogenitas
proses penyakit. Sebagai contoh tidur REM (Rapid Eye Movement) atau
riwayat keluarga adanya gangguan mood.1
Faktor biologik. Ada data yang menunjukkan bahwa dasar biologic
untuk gejala gangguan distimia dan gangguan depresi berat adalah sama,
tetapi dasar biologic untuk psikopatologiknya berbeda. Beberapa
penelitian menunjukkan keterkaitan neurotransmitter serotonin dan
Noradregenik terlibat dalam gangguan distimia. Pada pemeriksaan EEG
dan polisogram, menunjukkan terjadinya gangguan tidur yang ditandai
masa latensi REM, dan meningkatnya densitas REM serta terganggunya
kontinuitas dari tidur. Individu dengan cirri kepribadian antisocial,
ambang, ketergantungan, historic, depresif dan skizotipal memiliki
kecenderungan untuk mengalami distimia.2
Faktor Psikososial. Teori psikodinamika tentang perkembangan
gangguan distimik menyatakan bahwa gangguan disebabkan oleh
kesalahan perkembangan kepribadian dan ego, yang memuncak dalam
kesulitan beradaptasi pada masa remaja dan dewasa muda. Mekanisme
pertahanan utama yang digunakan adalah pembentukan reaksi. Harga diri
yang rendah, anhedonia, dan introversi sering kali disertai dengan
karakter depresif.2
2.1.4 Gejala Klinis
Depresi menimbulkan perubahan dalam pikiran, perasaan perilaku
dan kesehatan fisik.
Perubahan dalam pikiran :
Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan. Beberapa
orang mengeluh masalah dengan ingatan jangka pendek, lupa
berbagai hal sepanjang waktu. Pikiran negative,pesimis, rendah
diri, rasa bersalah, kritik diri.
Perubahan dalam perasaan:
Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas, tidak
dapat menikmati aktivitas yang menyenangkan. Motivasi menurun
sampai apati, merasa lamban dan mudah lelah,sulit mengontrol
amarah. Sering gangguan distimik menunjukkan ketidakmampuan
dan ketidakberdayaan.
Perubahan dalam perilaku.
Pasien terlihat apati. Hal ini sejalan dengan perasaanya.
Mereka merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, hal
ini umumnya menimbulkan penarikan diri dari pergaulan sosial.
Ada perubahan selera makan, dalam bentuk meningkat atau
menurun. Akibat kesedihan berjalan kronik, timbul menangis
secara berlebihan. Mereka sering marah dalam ekspresi kekerasan.
Dorongan seksual menurun, dalam bentuk aktivitas seks yang
berkurang.
Perubahan dalam kesehatan fisik.
Perasaan emosi yang negative sejalan dengan perasaan fisik
yang negative. Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu
yang disia-siakan dan banyak tidur. Beberapa orang banyak
mengalami sulit tidur. Mereka juga mengeluh banyak sakit
dan nyeri. Pada distimia, beberapa gejala ada sepanjang waktu
dapat sampai 2 tahun.
Pada pasien dengan gangguan distimik tidak ditemukan
adanya gejala psikotik. Pasien distimia memiliki gejala yang mirip
dengan gangguan depresi mayor namun lebih banyak bersifat
subjektif. Namun gejala-gejala endogenik sepeti letargi,inersia dan
anhedonia seringkali dapat diamati terutama pagi hari.
Gangguan distimik seringkali dialami oleh pasien yang
menderita gangguan fisik yang kronik terutama pada orang usia
lanjut.2
2.1.5 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis distimia memerlukan adanya mood yang
terdepresi pada sebagian besar waktu untuk sekurang-kurangnya dua tahun (
atau satu tahun untuk anak-anak dan remaja). DSM-IV memungkinkan
klinis untuk menentukan apakah onset adalah awal (sebelum usia 21 tahun)
atau akhir (21tahun dan lebih)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik.
A. Mood terdepresi untuk sebagian besar hari, lebih banyak hari
dibandingkan tidak,seperti yang ditunjukan oleh keterangan subjektif
atau pengamatan orang lain, selama sekurangnya 2 tahun. Catatan:
pada anak-anak dan remaja, mood dapat mudah tersinggung (iritabel)
dan lamanya sekurangnya 1 tahun.
B. Adanya saat terdepresi, dua atau lebih berikut:
Nafsu makan yang buruk atau makan berlebih
Insomnia atau hiperinsomnia.
Energy lemah atau lelah
Harga diri yang rendah
Konsentrasi buruk atau sulit menngambil keputusan
Perasaan putus asa
C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak dan
remaja)gangguan, orang tidak pernah tanpa gejala dalam criteria A
dan B selama lebih dari 2 bulan pada suatu waktu.
D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama
gangguan.
E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode
hipomanik, dan tidak pernah memenuhi criteria untuk gangguan
siklotimik.
F. Gangguan tidak pernah semata-mata selama perjalanan gangguan
psikotik kronis, seperti skizofrenia atau gangguan delisional.
G. Gejala tidak pernah merupaka efek fisiologis langsung dari suatu zat
(missal obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum (missal hipotiroidisme)
H. Gejala menyebabkan penderita bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Sebutkan jika:
Onset awal awal : jika onset sebelum usia 21 tahun
Onset lambat : jika onset pada usia 21 tahun atau lebih
Untuk 2 tahun terakhir gangguan distimik dengan ciri atipikal 1
Berdasarkan Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
di Indonesia III (PPDGJ-III):
Pedoman Diagnostik
Ciri esensial ialah depresi suasana perasaan (mood) yang
berlangsung sangat lama yang tak pernah atau jarang sekali cukup
parah untuk memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan
atau sedang ( F33.0 atau F33.1)
Biasanya mulai dini dalam masa kehidupan dewasa dan
berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang
untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia
lebih lanjut, gangguan ini sering kali merupakan kelanjutan suatu
episode depresif tersendiri (F32.-) dan berhubungan dengan masa
berkabung atau stress nyata lainnya. 4
2.1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk gangguan distimik pada dasranya adalah
sama dengan gangguan depresif berat. Banyak zat dan penyakit medis
dapat menyebabkan gejala depresif kronis. Dua gangguan khususnya
penting untuk dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari distimia
yaitu gangguan depresif ringan dan gangguan depresif singkat rekuren.
Gangguan depresif ringan ditandai oleh episode gejala depresif
yang kurang parah dibandingkan dengan gangguan depresif berat.
Perbedaanya pada sifat episodik gejala pada gangguan depresif
ringan, mood eutimik. Sedangkan pada pasien distimia tidak
memiliki mood eutimik.
Gangguan depresif singkat rekuren ditandai oleh periode
singkat(kurang dari dua minggu) selama mana terdapat episode
depresif. Pasien dengan gangguan depresif singkat rekuren berbeda
dengan pasien distimia dalam dua hal yaitu : memiliki gangguan
episodik dan keparahan gejalanya lebih besar.2
2.1.7 Penatalaksanaan
Penelitian yang telah dilakukan membuktikan efektivitas
penatalaksanaan denngan psikoterapi dan farmakoterapi lebih besar
daripada apabila kedua modalitas tersebut dilakukan terpisah.
Psikoterapi terapi pilihan untuk gangguan distimia. Psikoterapi
diberikan untuk mengatasi masalah yang menimbulkan depresi dengan
berbagai cara. Pertama konseling yang berifat suportif diharapkan dapat
membantu mengatasi nyeri atau mengatasi ketidakmampuannya. Kedua,
terapi kognitif perilaku digunakan untuk mengubah ide pesimistis,
harrapan yang tidak realistic dan kritik diri yang menimbulkan depresi
dan penderitaanya. Ketiga, problem solving therapy biasanya dibutuhkan
untuk mengatasi depresi dengan cara mengubah situasi kehidupan yang
menimbulkan stress yang bermakna.
Farmakoterapi antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan
vegetative yang sering dialami oleh penderita ditimia., seperti gangguan
tidur, rasa lelah, anhedonia, dan rasa nyeri. Dari beberapa pelaporan
diperoleh bahwa SSRIs , tricyclic antidepressant dan monoamine
oksidase inhibitor (MAOIs)sama efekti, tetapi SSRIs yang dapat
ditoleransi lebih baik. Penggunaan antidepresan harus memperhatikan
efek sampingyang ditimbulkan karena obat digunakan dalam jangka
panjang. Antidepresan golongan SSRIs yang sering diberikan adalah
fluoxetin dengan dosis awal 20 mg(untuk dewasa), sekali sehari pada
pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan secara perlahan dalam beberapa
minggu sebesar 20 mg dengan dosis maksimal 80 mg perhari. Selain
fluoxetin, dapat diberikan sertralin dengan dosis awal 50 mg (untuk
dewasa) sekali sehari pada pagi hari, dan dosis dapat ditingkatkan dalam
beberapa minggu sebesar 50 mg, dengan dosis maksimal 200 mg perhari.
Antidepresan diberikan dengan waktu yang tidak ternatas, namun dosis
diturunkan sesuai dengan evaluasi perbaikan gejala. Namun obat tidak
diturunkan terlebih dahulu sampai 6 bulan setelah gejala membaik.
Kegiatan olahraga juga dapat memperbaiki gejala. Pasien disarankan
berolahraga sebanyak 3-4 kali dalam seminggu. Olahraga yang
digunakan adalah bersifat aerobik.2
2.1.8 Prognosis
Prognosisnya bervariasi. Prediksi kedepan tentang prognosis
distimia dengan adanya tatalaksana obat antidepresan yang baru seperti
fluoxetine, bupropion dan terapi kognitif dan perilaku akan memperlihatkan
hasil yang baik.data yang lama menunjukan antara 10-15 persen pasien
gangguan distimik dalam kondisi remisi setelah didiagnosis. Sekitar 25
persen dari gangguan distimia tidak mencapai pemulihan lengkap. Edukasi
yang baik terhadap pasien dan keluarga dapat meningkatkan prognosis yang
baik.2
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi,
dikarakteristikan dengan perjalanan penyakit yang kronik dengan onset yang tiba-
tiba. Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena
pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Pasien dengan distimia sering memiliki pandangan yang suram atau
negative dalam hidupnya dengan perasaan ketidakmampuan dalam dirinya.
Berdasarkan defenisinya, kondisi ini telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
tahun pada dewasa dan 1 tahun pada anak-anak dan remaja. 6
Gejala klinis dari distimia diikuti :
Berfikiran negatif, pesimistik dan berpandangan suram.
Mood terdepresi
Gelisah
Cemas
Gejala Neurovegetative seperti tidur terganggu dan perubahan nafsu
makan,letargi, biasanya kurang ditandai daripada yang terlihat dalam
episode depresi mayor.
Anhedonia
Distimia kemungkinan lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
Keadaan ini juga lebih sering pada keluarga biologis tingkat pertama pasien
dengan riwayat episode depresif daripada populasi umum.
Pada kasus yang lebih berat, pengobatan dengan antidepresan psikopterapi
individual atau terapi kognitif dapat berguna. Rawat inap biasanya tidak
diindikasikan kecuali jika pasien ingin bunuh diri.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Harold I,M.D, Sadock Benjamin J,M.D, Grebb Jack A. M.D. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta, 2010. Hal : 855-860
2. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,2010. Hal 223-229
3. Tomb David a,M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6,Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2004. Hal : 52
4. Departemen Kesehatan direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
pertama, Jakarta: Departemen Kesehatan. 1993. Hal :164-165
5. Puri Basant K, Laking Paul J, Treasaden Ian H. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2,
EGC, Jakarta, 2011. Hal: 180-181
6. http://emedicine.medscape.com/article/290686-overview