depression · web view4.2.1 klasifikasi depresi dsm-iv-tr, membagi depresi menjadi tiga bagian...
TRANSCRIPT
LUNDBECK INSTITUTES
DepressionOxford Psychiatry Library
RAYMOND W. LAMHIRAM MOK
Klasifikasi dan Diagnosis Depresi
4.2.1Klasifikasi Depresi
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major
depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan. Gambar 4.1
memperlihatkan algoritma singkat untuk memisahkan gangguan depresi ini dengan gangguan
bipolar.
4.2.2 Gangguan Deprsi Mayor
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor (Kotak 4.1).
kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering,
sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang
terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan.
Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.
Kotak 4.1 DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor
A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar.
Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang
tidak naik
4. Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)
1
hampir setiap hari
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan
yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau
kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh,
setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan
paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan
pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan, hal ini dapat digunakan untuk membedakan
setiap jenis depresi yang berimplikasi pada pengenalan (gejala-gejala tertentu atau pola
penyakitnya), prognosis dan pemilihan terapi.
4.2.3Distimia
Distimia adalah penyakit kronis, gangguan mood tingkat rendah selama kriteria pada episode
depresi mayor tidak ditemukan (Kotak 4.2). Gejala-gejala distimia berkembang perlahan,
seringkali tidak dikenali oleh pasien, dan menetap untuk waktu minimum 2 tahun (median 5
tahun). Individu dengan distimia sering berkembang menjadi episode depresi mayor (dalam
bentuk “depresi ganda”), dimana hal ini yang akan membuat mereka pergi untuk berobat.
Kotak 4.2 DSM-IV-TR kriteria diagnostic distimiaA. Mood depresi hampir sepanjang hari, untuk beberapa hari lalu tidak, diindikasikan dengan
subjektif atau dilihat oleh orang lain, paling tidak selama 2 tahun. Note : pada anak dan remaja, mood sgt iritabel dan durasinya minimal 1 tahun
B. Kondisi saat depresi, dua atau lebih :1. Nafsu makan yang buruk atau berlebihan2. Insomnia atau hipersomnia3. Sedikit tenaga atau kelelahan4. Harga diri yang rendah5. Sulit berkonsentrasi atau kesulitan dalam membuat suatu keputusan
2
6. Putus asaC. Selama 2 tahun (1 tahun untuk anak) terdapat gangguan, tidak pernah tanpa gejala-gejala
pada kriteria A dan B lebih dari 2 bulan pada satu waktuD. Tidak terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun awal gangguan (1 tahun untuk anak
dan dewasa), gangguan ini lebih baik tidak dihitung sebagai gangguan depresi mayor kronik atau gangguan depresi mayor yang sembuh sebagian
E. Tidak pernah ada episode mania, episode campuran, atau hipomania, dan tidak termasuk dalam gangguan siklotimik
F. Gangguan tidak terjadi saat terdapatnya gangguan psikotik kronis, seperti skizofrenia atau gangguan waham
G. Gejala bukan karena efek fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat-obatan terlarang, obat) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
H. Gejala menunjukkan dengan jelas distress dan gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4.2.4Gangguan Depresi yang Tidak Dapat Dispesifikasikan
Depresi yang tidak dapat dispesifikasikan adalah depresi yang memiliki gejala yang tidak
ditemui pada kriteria gangguan depresi utama (Kotak 4.3). Beberapa kondisi seperti depresi
minor dan depresi kambuhan yang berlangsung tidak lama, masih dalam penelitan untuk masuk
dalam klasifikasi diagnosis dimasa yang akan datang.
Kotak 4.3 contoh-contoh gangguan depresi yang tidak dapat dispesifikasikan Gangguan disforik premenstrual: pada kebanyakan siklus menstruasi yang sudah
berlangsung selama satu tahun, gejala biasanya terjadi pasa minggu akhir fase lutheal dan membaik beberapa hari dari waktu menstruasi
Gangguan depresi minor : episode terjadi selama 2 minggu dari gejala depresi tetapi lebih sedikit dari 5 kategori untuk MDD
Gangguan depresi singkat berulang : episode depresi yang berlangsung 2 hari sampai 2 minggu, paling tidak satu kali dalam satu bulan dalam waktu 12 bulan dan tidak berhubungan dengan siklus menstruasi
Gangguan depresi post psikotik skizofrenia : pada episode depresi mayor yang terjadi saat fase skizofrenia residual
Episode depresi mayor ikutan : gangguan waham, gangguan psikotik yang tidak tergolongkan, atau fase aktif skizofrenia
Keadaan dimana dokter sudah menyimpulkan adalah depresi yang terjadi tetapi tidak secara primer karena suatu kondisi medis atau karena zat
3
4.1 Tipe Depresi
4.3.1Spesifikasi Gangguan Depresi Mayor
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode
depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang
diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 4.2 memperlihatkan kriteria-
kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.
Walaupun tidak terientifikasi dengan DSM-IV-TR, “depresi cemas” dapat terjadi pada pasien
depresi (60-90%) dimana terdapat gejala anxietas (kekhawatiran yang berlebihan, tegang, dan
gejala somatic yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi cemas
memperlihatkan kemampuan fungsi yang lebih besar dan disabilitas psikososial dengan resiko
bunuh diri yang lebih besar dan prognosis yang lebih buruk, walaupun hanya dengan tingkat
kecemasan yang rendah.
Tabel 4.2 DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD
Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci
Depresi melankolis Dengan gambaran melankolis Mood nonreaktif, anhedonia,
kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta
Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak
tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive
pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham) Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham
Depresi katatonik Dengan gambaran katatonik Katalepsi, katatonik, negativism,
mutisme, mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
4
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif musiman Musiman Onset yang seperti biasa dan
kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
postpartum
4.3.2Keparahan
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga :
ringan, sedang, dan berat (Tabel 4.3). DSM-IV-TR membaginya tngkat keparahannya
berdasarkan efek yang dihasilakan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab
individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat
keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang
menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat
keparahan.
Keparahan depresi menentukan pemilihan terapi yang diberikan. Sebagai contoh, psikoterapi
adalah terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan dan sedang, tetapi
depresi berat memperlihatkan respon yang baik terhadap terapi kombinasi. Bukti terbaru
menyatakan bahwa antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya untuk depresi
berat.
Tabel 4.3 Derajat keparahan depresi
Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4
gejala depresi lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
1. 2 gejala tipikal
2. 2 gejala inti lainnya
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4
atau lebih gejala depresi lainnya
1. 2 gejala tipikal
2. 3 atau lebih gejala inti
5
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
bervariasi
lainnya
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4
atau lebih gejala depresi lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang
berat atau ada gambaran psikotik
1. 3 gejala tipikal
2. 4 atau lebih gejala inti
lainnya
Juga dapat dengan atau
tanpa gejala psikotik
4.2 Diagnosis Banding
4.4.1Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan dapat
memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi
dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara
kesedihan yang mendalam dan MDD (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor
Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak pantas Tidak ada Ada
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat
4.4.2 Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum
6
Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus yang terjadi
sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis
yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat
berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang
memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya
dengan penyakit kronis (Tabel 4.5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan
neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).
Tabel 4.5 Kondisi medis umum berhubungan dengan gejala depresi
Gangguan Neurologis
Penyakit Alzheimer
Penyakit serebrovaskular
Neoplasma cerebral
Trauma cerebral
Infeksi SSP
Dementia
Epilepsy
Penyakit Ekstrapiramidal
Penyakit Huntington
Hydrocephalus
Migraine
Multiple sklerosis
Narcolepsy
Penyakit Parkinson
Supranuclear palsy progresif
Sleep apnea
Penyakit Wilson
Gangguan Sistemik
Infeksi virus dan bakteri
Gangguan Endokrin
Adrenal
Cushing
Addison
Hyperaldosteronisme
Berhubungan dengan haid
Penyakit paratiroid
Penyakit tiroid
Defisiensi vitamin
B12/folat
Vitamin C
Niacin
Thiamine
Gangguan lainnya
AIDS
Kanker
Sindrom klinefelter
Infak miokard
Porphyrias
Sebelum operasi
Penyakit ginjal dan uremia
7
Inflamasi
Rheumatoid arthritis
Sindrom Sjogren
Systemic lupus erythematosis
Arteritis temporal
Neoplasma sistemik
4.4.3Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala depresi, jadi suatu zat
yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding
MDD (Kotak 4.4). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat
menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus
obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena
pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat
dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Kotak 4.4 Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan gangguan mood yang dipengaruhi zat
Alcohol Amfetamin Anxiolitik Kokain Zat-zat halusinogen Hipnotik Inhalant Opioid Phencycline Sedative
4.4.4Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar, tetapi
semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar
mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting
8
untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode
hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu
gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal
(pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II
(dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu
kondisi yang abnormal – mereka menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang
mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting
untuk dapat mendiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang valid, seperti kuesioner gangguan
afektif, dapat membantu dalam mengidentifikasi hipomania.
9
Bab 5
Manajemen Klinis
Pokok bahasan:
1. Manajemen klinis depresi meliputi screening, pemeriksaan, mengembangkan lini
pengobatan, memilih pengobatan yang sesuai, pemantauan dan tindak lanjut pengobatan.
2. Pengobatan depresi memiliki dua fase, fase akut untuk mencapai remisi penuh dari gejala,
dan tahap pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan.
3. Manajemen diri merupakan komponen penting dari program manajemen penyakit depresi.
5.1 Pendahuluan
Manajemen klinis untuk pasien dengan depresi melibatkan prinsip-prinsip umum berikut
penilaian hati-hati terhadap perawatan yang diberikan, mengembangkan lini terapi, memilih
pengobatan berbasis bukti, memantau hasil pengobatan, dan melaksanakan program tindak lanjut
yang tepat. Memahami bahwa pengobatan depresi memiliki dua fase, akut dan pemeliharaan,
akan membantu memastikan bahwa pasien tidak hanya sembuh, tetapi juga tetap sehat. Bagi
banyak pasien, depresi dapat dianggap sebagai penyakit kambuhan atau kronis, sehingga dengan
mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan penyakit kronis (CDM – chronic disease management)
akan membantu meningkatkan keberhasilan pengobatan. CDM, yang secara luas digunakan
untuk kondisi medis seperti diabetes dan artritis, juga meliputi screening, manajemen diri,
pengawasan, perawatan kolaboratif, dan rehabilitasi.
10
5.2 Penilaian
5.2.1 Screening
Depresi seringkali tidak mudah didiagnosis, terutama pelayanan kesehatan strata pertama, karena
sering bermanifestasi sebagai keluhan fisik (sakit tubuh misalnya, kelelahan, insomnia, dll).
Beberapa orang yang tertekan tidak menyadari adanya suasana sedih, atau merasa kurang
emosional. Dalam hal ini, pertanyaan mengenai adanya kehilangan minat atau kesenangan bisa
membantu penegakan diagnosis. Orang dengan faktor-faktor risiko tinggi harus di-screening
untuk penyakit depresi (Tabel 5.1)
Tabel 5.1 Pasien dengan faktor-faktor berikut berada pada risiko tinggi untuk Gangguan Depresif Mayor dan harus di-screening
Nyeri kronis Penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, dsb) Gejala somatik yang tidak diketahui sebabnya “Doctor’ shopping” Post-partum Baru mengalami stresor psikososial
Jika terdapat faktor-faktor risiko di atas, dua pertanyaan dapat digunakan sebagai "alat uji cepat".
Penilaian lebih lanjut diperlukan apabila pasien menjawab "Ya" untuk setiap pertanyaan.
1. Dalam sebulan terakhir, apakah minat atau kesenangan Anda dalam melakukan sesuatu
menurun?
2. Dalam sebulan terakhir, apakah Anda pernah merasa sedih, tertekan atau putus asa?
5.2.2 Penegakkan Diagnosis
Tidak ada satupun tes laboratorium khusus untuk menegakkan diagnosis sehingga wawancara
psikiatri tetap merupakan “standar emas”. Namun, wawancara yang semi-terstruktur dan
kuesioner dapat membantu dokter untuk lebih efisien dalam menetapkan kriteria diagnostik dan
untuk memastikan telah dilakukannya penyelidikan fungsional secara menyeluruh. Contoh
instrumen yang dapat digunakan adalah PRIME-MD (berguna untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan strata pertama), Wawancara Klinis Terstruktur untuk DSMIV-TR (SCID, yang
digunakan oleg banyak pusat penelitian psikiatrik), dan Mini International Neuropsychiatric
11
Interview (MINI, lebih mudah digunakan dan tersedia untuk diunduh gratis di www.medical-
outcomes.com).
5.2.3 Penegakkan Diagnosis Resiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan konsekuensi paling tragis dari depresi. Sulit untuk memprediksi resiko
bunuh diri dalam masa penilaian yang singkay. Tabel 5.2 mencantumkan beberapa resiko terkait
bunuh diri berdasarkan episode dan karakteristik demografi, tetapi hal ini hanya memberikan
gambaran umum mengenai potensi untuk bunuh diri. Untuk setiap pasien, terdapat beberapa
faktor penting yang menentukan.
Dalam penegakkan diagnosis resiko bunuh diri, perhatian harus diberikan terhadap ada/tidaknya
dukungan sosial, metode potensial yang akan digunakan, ancaman kematian pada metode dan
kesempatan bunuh diri sebelumnya, dan sifat-sifat kepribadian seperti impulsivitas. Pengobatan
dimulai ketika didapatkan risiko bunuh diri yang lebih tinggi, karena sebagian gejala mungkin
memberat sebelum pasien sempat mencari pertolongan, pasien dapat mengalami efek samping
dini (seperti kecemasan atau agitasi), yang dapat memperburuk bunuh diri, dan gejala fisik
pasien dapat meningkatkan secara nyata (energi misalnya) sebelum gejala kognitif (putus asa
misalnya) dan kesemuanya dapat menjadi impuls untuk bunuh diri.
Table 5.2 Faktor Risiko Bunuh Diri
Faktor yang berhubungan denganEpisode Gejala
Faktor yang Berhubungan denganCiri Demografis
Terdapat rencana bunuh diri Pernah mencoba bunuh diri sebelumnya Depresif berat Adanya rasa putus asa dan bersalah Pasien yang baru keluar dari Rawat Inap Gangguan bipolar Mixed State (dengan agitasi), mania
disforik Gejala psikotik Komorbiditas (anxietas, penyalahgunaan
zat, kondisi medis yang serius
Pria Remaja atau usia tua Gangguan mood usia dini Gangguan kepribadian (terutama Cluster
B) Riwayat keluarga dengan bunuh diri Adverse childhood experience (trauma,
penyakit, perpisahan dengan orang tua) Adverse life circumstances (pemutusan
hubungan kerja, isolasi sosial) Stressor psikososial sebelumnya Kurangnya dukungan
12
Manajemen perilaku bunuh diri, termasuk metode untuk meminimalisir metode untuk bunuh diri
(menghindari senjata, meresepkan obat dengan jumlah terbatas), memberikan aktivitas untuk
mengalihkan perhatian (jalan-jalan, melakukan olah raga relaksasi, dll), membuat daftar alasan
mengapa pasien harus hidup, dan membuat rencana darurat (misalnya menghubungi saluran
telepon pengawas darurat, menghubungi teman, pergi ke instalasi gawat darurat). Meskipun
kontrak untuk melawan keinginan bunuh diri (secara lisan maupun tertulis) banyak digunakan
oleh dokter, kesemuanya tidak terbukti efektif dalam pengelolaan pasien dengan risiko bunuh
diri. Dokumentasi rencana bunuh diri dan manajemen yang diberikan, bagaimanapun tetap
penting. Beberapa pasien dengan keinginan bunuh diri yang akut dan parah akan membutuhkan
komitmen sipil untuk masuk ke rumah rumah sakit yang bernaung di bawah wilayah hukum
kesehatan mental.
5.2.4 Pengawasan Hasil Akhir Pengobatan
Hasil akhir terapi diawasi menggunakan skala penilaian gejala yang telah divalidasi. Manfaat
dari skala penilaian ini meliputi penilaian yang komprehensif dari gejala, pengukuran efek
pengobatan yang dapat diandalkan, memastikan telah terjadi remisi penuh, dan mengedukasi
pasien dan membantunya melakukan manajemen diri.
Skala penilaian dapat berbasis klinisi maupun berbasis pasien. Skala penilaian dapat membantu
meningkatkan efisiensi kerja dokter karena dapat dikerjakan di rumah atau di ruang tunggu
klinik dan juga dapat digunakan oleh pasien untuk mengendalikan suasana hati mereka sendiri.
Skala penilaian depresi yang umum digunakan adalah Hamilton Depression Rating (HAM-D)
Montgomery-Asberg Depression Rating Scale (MDARS). Dapat juga digunakan the Beck
Depression Inventory II, the Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS), Patient Health
Quessionnaire (PHQ-9, yang terutama dibuat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan strata
pertama) , Quick Inventory for Depressive Symptomatology (QIDS-SR, yang digunakan dalam
studi STAR*D, lihat Bab 9) dan skala depresi dari Zung Self-rating. Beberapa skala penilaian
tersebut dapat ditemukan dalam lampiran.
Respon klinis sering didefinisikan sebagai terdapatnya 50% atau lebih penurunan berdasarkan
skala penilaian depresi, yang menunjukkan telah terjadi peningkatan yang substansial dan
signifikan. Namun, meskipun telah terjadi perbaikan klinis, pasien tetap dapat memiliki gejala
13
sisa depresi. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa gejala sisa depresi berhubungan
dengan hasil pengobatan yang lebih buruk, termasuk risiko yang lebih tinggi untuk kambuh,
kecenderungan menjadi kronis, bunuh diri dan perburukan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
Target pengobatan harus meliputi perbaikan dalam gejala, yang didefinisikan sebagai skor
penilaian dalam rentang normal tanpa depresi (misalnya nilai MADRS 10, nilai HAM-D 7,
nilai QIDS-SR 5 )
5.3 Tahap-tahap Pengobatan
Pengobatan depresi dapat dibagi menjadi dua fase, akut dan pemeliharaan dan masing-masing
memiliki kegiatan dan tujuan yang berbeda (tabel 5.3). Pada kebanyakan pasien, keberhasilan
pengelolaan depresi memerlukan setidaknya 1 tahun, bahkan untuk beberapa pasien, pengobatan
harus dilanjutkan selama 2 tahun atau lebih. Pada fase akut, remisi gejala sering dianggap
sebagai target pengobatan. Namun, pemulihan fungsi lebih bermakna bagi pasien dan harus
menjadi tujuan utama pengobatan. pemulihan penuh fungsi sosial, bagaimanapun, mungkin akan
lebih lama untuk mencapai, dan tidak bisa terjadi kecuali remisi gejala terjadi.
Tabel 5.3 Tahap Pengobatan Depresi
Fase Durasi Tujuan Aktivitas yang Dilakukan
Akut 8 – 12
minggu
Remisi dari gejala
Perbaikan fungsi sosial
dan pekerjaan
Menetapkan lini
pengobatan
Edukasi dan promosi
manajemen diri
Memilih pengobatan
Mengatasi efek samping
Tindak lanjut dan
pengawasan hasil
pengobatan
Pemeliharaan 6 – 24 bulan,
atau lebih
Pasien dapat kembali pada
fungsi sosial dan
pekerjaannya seperti
Edukasi dan promosi
manajemen diri
Mengatasi efek samping
Rehabilitasi fungsi sosial
14
sediakala
Mencegah kekambuhan
dan pekerjaan
Mengawasi kemungkinan
terjadinya kekambuhan
15
Tabel 5.4 Farmakoterapi yang dianjurkan selama Tahap Pemulihan
1. Semua pasien harus terus menjalani farmakoterapi setidaknya selama 6 bulan setelah
remisi gejala terjadi
2. Pasien dengan faktor risiko di bawah ini harus dipertahankan untuk menjalani
farmakoterapi setidaknya selama 2 tahun (atau seumur hidup, bagi beberapa pasien):
Episode depresif berat
Episode depresif kronik
Episode depresif dengan komorbiditas penyakit lain
Episode depresif yang tidak berespon terhadap pengobatan
Episode depresif ulangan
Usia tua
Tahap pemeliharaan pengobatan sangat penting untuk farmakoterapi, karena kekambuhan sering
terjadi jika obat dihentikan terlalu cepat. Meta-analisis menunjukkan mempertahankan
penggunaan antidepresan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kekambuhan hingga 10-
20% atau 50% lebih besar dibandingkan dengan placebo. Untuk episode depresi tanpa
komplikasi, pemeliharaan 6 bulan mungkin cukup, namun pemeliharaan selama 2 tahun atau
lebih dianjurkan jika ada faktor risiko (Tabel 5.3)
5.4 Manajemen Klinis
5.4.1 Pemilihan Terapi
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah terjadi,
ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan
16
sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit
bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul
daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan
kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain,
atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.
5.4.2 Optimalisasi Kepatuhan Pengobatan
Metode untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap farmakoterapi, termasuk memberikan
beberapa petunjuk sederhana untuk setiap pasien sebelum memulai pengobatan (Tabel 5.5)
17
Table 5.5 Petunjuk Sederhana untuk Meningkatkan Kepatuhan Pasien
Antidepresan tidak menimbulkan efek ketagihan
Konsumsi obat secara rutin setiap hari sesuai aturan yang diberikan
Mungkin diperlukan 2 sampai 3 minggu agar pasien merasa lebih enak
Efek jangka menengah diharapkan terjadi, namun biasanya gejala akan semakin berkurang
seiring waktu
Hubungi dokter sebelum penghentian pengobatan
5.4.3 Penanganan Kolaboratif
Penanganan kolaboratif mengacu pada pasien yang menerima perawatan untuk depresi dari lebih
dari satu disiplin ilmu. Dalam kebanyakan kasus misalnya pasien dirawat oleh dokter yang
memberikannya resep dan profesional lainnya memberikan psikoterapi (perawat, psikolog, dll.).
Pada beberapa pelayanan kesehatan strata pertama, pasien dapat memiliki akses ke perawatan
yang memberikan pendidikan, dukungan dan kadang-kadang psikoterapi singkat. Perawatan
melalui telepon telah terbukti memiliki efek yang mirip dengan tatap muka dan lebih nyaman
serta efisien dalam segi biaya di beberapa tempat. Penelitian telah menunjukkan bahwa program
perawatan kolaboratif termasuk terapi via telepon, menghasilkan hasil akhir yang lebih baik
dengan biaya yang relatif lebih murah.
Dalam situasi di mana terdapat para profesional kesehatan lainnya yang memberikan psikoterapi,
masih penting bagi dokter untuk memantau hasil akhir pengobatan, sehingga perlakuan lain
(farmakoterapi misalnya) dapat diterapkan jika perbaikan tidak terlihat setelah periode
pemberian psikoterapi.
5.4.4 Tindak Lanjut Pengobatan
Beberapa penelitian yang dilakukan pada pelayanan kesehatan strata pertama, rata-rata
diperlukan tiga kunjungan pada 6 bulan pertama setelah diagnosis depresi ditegakkan. Hal ini
tidak dianggap memadai sebagai tindak lanjut pengelolaan depresi, dan mungkin menjadi faktor
18
terkait dengan kurang optimalnya pengobatan depresi. Kunjungan ini terutama penting bagi
pengawasan pengobatan di minggu pertama, karena karena tingginya risiko tinggi bunuh diri,
sulitnya mencapai kepatuhan, adanya potensi perburukan secara klinis. Kunjungan selama
follow-up mungkin lebih singkat, tapi disarankan kunjungan dilakukan setiap minggu selama 4
minggu pertama, setiap bulan selama 6 bulan, dan setiap 3 bulan sesuai kebutuhan.
5.4.5 Edukasi dan Promosi Manajemen Diri
Pengelolaan diri merupakan fokus integral untuk manajemen penyakit kronis. Salah satu
manajemen, yang paling sederhana, termasuk mengedukasi pasien tentang penyakitnya dan
pengobatan yang sedang dijalankan. Pada yang tingkatan yang lebih kompleks, termasuk
keterlibatan aktif pasien dalam pemulihan diri mereka sendiri, menggunakan teknik pada CBT
dan recovery model. Pasien yang secara swadaya menolong dirinya sendiri dan dukungan
kelompok juga menjadi sumber daya penting bagi pengobatan.
19