deteksi pestisida deltamethrin pada...
TRANSCRIPT
DETEKSI PESTISIDA DELTAMETHRIN PADA MINUMAN TEH
DENGAN SURFACE ENHANCED RAMAN SCATTERING (SERS)
KOLOID NANOPARTIKEL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
Agung Beny Saputra
NIM. 1115097000050
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
DETEKSI PESTISIDA DELTAMETHRIN PADA MINUMAN TEH
DENGAN SURFACE ENHANCED RAMAN SCATTERING (SERS)
KOLOID NANOPARTIKEL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
Agung Beny Saputra
NIM. 1115097000050
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis nanopartikel Au (emas) dan Ag (perak) dengan
menggunakan metode fotoreduksi kimia dengan laser femtosecond.
Nanopartikel Au yang didapat memiliki panjang gelombang ± 520 nm dan
berwarna merah, sedangkan nanopartikel Ag yang didapat memiliki panjang
gelombang ± 400 nm dan berwarna kuning. Nanopartikel Au dan Ag diberikan
untuk mendeteksi pestisida deltamethrin pada minuman teh. Deteksi pestisida
menggunakan raman spectroscopy dengan metode surface enhanced raman
scattering (sers). Terdeteksi pestisida deltamethrin dengan ukuran 500 ppm, 300
ppm, 100 ppm, dan 10 ppm terlihat dari kenaikan puncak hamburan raman
spectroscopy campuran pestisida dengan teh dan yang ditambahkan
nanopartikel. Dilakukan uji TEM dan XRD untuk mengetahui distribusi ukuran
partikel dan struktur kristal.
Kata Kunci: Fotoreduksi Kimia, Nanopartikel, , Pestisida Deltamethrin, Raman
Spectroscopy, SERS,
vi
ABSTRACT
Synthesis of Au (gold) and Ag (silver) nanoparticles was carried out
using photochemical reduction methods using femtosecond lasers. Au
nanoparticles obtained have wavelengths ± 520 nm and are red, while Ag
nanoparticles obtained have wavelengths ± 400 nm and are yellow. Au and Ag
nanoparticles are given to detect deltamethrin pesticides in tea drinks. Detection
of pesticides using raman spectroscopy with surface enhanced raman scattering
(sers) method. Deltamethrin pesticides with sizes of 500 ppm, 300 ppm, 100
ppm, and 10 ppm can be seen from the increase in peak scattering of Raman
spectroscopy of pesticide mixture with tea and added nanoparticles. TEM and
XRD tests were carried out to determine the particle size distribution and crystal
structure.
Keyword: Nanoparticles, Photochemical Reduction, Pesticides Deltamethrin,
Raman Spectroscopy, SERS.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,
guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang mengantarkan manusia dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang saat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materiil
serta doa yang tiada henti- hentinya kepada penulis.
2. Segenap keluarga besar yang telah menyemangati dan mensupport
dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika
dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan kepada
penulis.
4. Bapak Dr. Ir. Agus Budiono, M.T selaku pembimbing I yang telah
sabar membimbing penulis dan memberikan banyak masukan kepada
penulis terkait penulisan skripsi ini.
5. Ibu Affi Nur Hidayah, M.Si selaku pembimbing II yang telah
membimbing penulis dan banyak memberikan pengarahan terkait
penelitian skripsi ini, juga memberikan banyak ilmu-ilmu baru serta
solusi pada setiap permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Para peneliti, teman-teman dan kakak-kakak tenaga lapangan di
Laboratorium Kelompok Penelitian Laser LIPI yang telah banyak
membantu selama proses penelitian.
7. Sahabat seperjuangan: Adya, Redho, Bayu, Andri yang selalu
memberikan support, doa, dan menjadi teman diskusi.
viii
8. Kosan squad: Syarif, Ilham, Candra, Riski yang telah menjadi
pendengar dan teman diskusi bagi penulis, memberikan support serta
doa.
9. Teman-teman Fisika UIN 2015, khususnya Dimas, Qonit, Gizel, Umar,
Zia, Mujadid, Ipulyang senantiasa memberikan semangat dan
bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak yang dapat disampaikan melalui alamat e-mail
penulis [email protected]. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang material.
Jakarta,01 Agustus 2019
Agung Beny Saputra
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.5 Manfaat Penelitian 6
1.6 Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Teh 8
2.2 Pestisida 9
2.3 Nanopartikel 11
2.3.1 Koloid Partikel 11
2.3.2 Sintesis Nanopartikel 11
2.4 Photochemical Reduction 14
2.5 Laser Femtosecond 15
2.5.1 Prinsip Laser Femtosecond Pada Sintesis Logam Nanopartikel 18
2.6 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy 20
2.7 Karakterisasi Transmission Electron Microscope (TEM) 22
2.8 Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) 23
2.9 Raman Spectroscopy 24
x
BAB III METODE PENELITIAN 27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 27
3.2 Alat dan Bahan 27
3.3 Diagram Alir Penelitian 28
3.4 Preparasi Sampel 31
3.5 Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34
4.1 Hasil Nanopartikel 34
4.1.1 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy Nanopartikel Tanpa PVP 35
4.1.2 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy Nanopartikel dengan PVP 40
4.2 Analisa Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) 48
4.3 Hasil dan Pembahasan TEM 53
4.4 Hasil dan Pembahasan XRD 54
BAB V PENUTUP 57
5.1 Kesimpulan 57
5.2 Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Deltamethrin 10
Gambar 2.2 Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up 12
Gambar 2.3 Sebelum dan Sesudah Iradiasi Laser dari Au Nanopartikel 13
Gambar 2.4 Perbandingan SPR Au sebelum (a) dan sesudah (b) 13
Gambar 2.5 Sintesis Nanopartikel Au, Pt, Ag, AuPt, AuAg 14
Gambar 2.6 Skema Sistem Laser Femtosecond 18
Gambar 2.7 Mekanisme Sintesis Nanopartikel dengan Intensitas Tinggi Laser
Femtosecond di Air 19
Gambar 2.8 Skema Percobaan Iradiasi 20
Gambar 2.9 Skema Mekanisme UV-Visible Spectroscopy 21
Gambar 2.10 Skema Mekanisme TEM 22
Gambar 2.11 Mekanisme XRD 24
Gambar 2.12 Interaksi Laser dengan Molekul sampel 25
Gambar 2.13 Komponen Penyusun Raman Spectroscopy 26
Gambar 3.1 Skema Penelitian 28
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian 30
Gambar 3.3 Hasil SERS dari Raman Specroscopy 33
Gambar 4.1 Hasil Sintesis Nanopartikel Tanpa PVP 34
Gambar 4.2 Hasil Sintesis Nanopartikel dengan PVP 34
Gambar 4.3 Grafik Nano Alloy Au-Ag (3:0) 35
Gambar 4.4 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0:3) 35
Gambar 4.5 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,5:2,5) 36
xii
Gambar 4.6 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,5:1,5) 36
Gambar 4.7 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1:2) 37
Gambar 4.8 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,5:0,5) 37
Gambar 4.9 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2:1) 38
Gambar 4.10 Grafik Nano Alloy Au-Ag 15 Menit 39
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Komposisi Au dengan SPR 15 Menit 40
Gambar 4.12 Grafik Nano Alloy Au-Ag (3:0) + PVP 41
Gambar 4.13 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0:3) + PVP 41
Gambar 4.14 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,3:2,7) + PVP 42
Gambar 4.15 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,6:2,4) + PVP 42
Gambar 4.16 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,9:2,1) + PVP 43
Gambar 4.17 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,2:1,8) + PVP 43
Gambar 4.18 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,5:1,5) + PVP 44
Gambar 4.19 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,1:0,9) + PVP 44
Gambar 4.20 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,4:0,6) + PVP 45
Gambar 4.21 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,7:0,3) + PVP 45
Gambar 4.22 Grafik Nano Alloy Au-Ag + PVP 10 Menit 47
Gambar 4.23 Grafik Hubungan Komposisi Au dengan SPR 10 Menit 48
Gambar 4.24 Hasil Pestisida dari Raman Spectroscopy 49
Gambar 4.25 SERS Nanopartikel dengan Teh + Pestisida 51
Gambar 4.26 SERS Perbandingan Rasio Pestisida 52
Gambar 4.27 Hasil Karakterisasi TEM 53
xiii
Gambar 4.28 (a) Hasil TEM Tanpa Campuran PVP (b) Hasil TEM Dengan
Campuran PVP Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.29 Pola Difraksi Sinar X 55
Gambar 4.30 Pola Difraksi Sinar X dengan Kalkulasi 55
Gambar 4.31 Struktur Kristal Au (Kiri) Struktur Kristal Ag (Kanan) 56
Gambar 4.32 Struktur Kristal AuAg 56
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Komposisi Au : Ag (ml) tanpa (PVP) 31
Tabel 3.2 Komposisi Au : Ag (ml) dengan PVP 32
Tabel 4.1 Nilai Puncak Panjang Gelombang Koloid Au-Ag 15 Menit 39
Tabel 4.2 Nilai Titik Puncak Panjang Gelombang AuAg + PVP 10 Menit 47
Tabel 4.3 Nilai Deltamethrin Pestisida 50
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Para petani biasanya menggunakan pestisida untuk melindungi tanamannya
dari hama. Hama adalah hewan yang dapat merusak atau mengganggu pertumbuhan
suatu tanaman.[1] Penggunaan pestisida dapat mencegah terjadi hama, akan tetapi
tanaman yang terkena pestisida tidak terjamin kebersihannya. Pestisida merupakan
racun hama, dimana tidak baik untuk kesehatan manusia. Suatu tanaman yang telah
diberikan pestisida akan tumbuh dengan baik, karena pestisida dapat merangsang
tanaman.
Tanaman yang tumbuh subur akan dipetik oleh para petani untuk diolah
menjadi bahan konsumsi manusia, contoh salah satunya adalah daun teh yang
dipetik dari kebun. Daun teh yang dipetik dari kebun biasanya masih menggandung
residu pestisida. Residu pestisida yang masih tertinggal pada daun teh yang dipanen
dan diproses hingga menjadi teh siap seduh inilah yang dikhawatirkan akan
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan konsumen, karena pestisida merupakan
senyawa yang beracun.
Untuk mengetahui residu pestisida tersebut diperlukan alat pendeteksi
pestisida. Namun sampai saat ini tidak ada cara mudah untuk mengetahui adanya
kandungan pestisida pada daun teh. Jika ada alat pendeteksi pestisida, pasti
harganya tidak murah. Salah satu pendeteksi residu pestisida yang sudah dilakukan
sebelumnya yaitu menggunakan bioassay, gas kromatografi, dan biosensor.
2
Deteksi pestisida menggunakan metode bioassay yaitu Rapid Bioassay of
Pesticide Residues (RBPR).[2] RBPR memanfaatkan enzim asetilkolinesterase
(AChE) yang diisolasi dari kepala lalat rumah Musca Domestica. Kepala lalat
dijadikan sebagai sumber enzim AChE karena menurut penelitian CS Chiu, CH
Kao, dan EY Cheng dari Taiwan Agriculture Research Institute terbukti sangat
sensitif mendeteksi pestisida. AChE RBPR dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi
insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat. Namun metode RBPR tidak
dapat diterapkan pada bawang putih, jahe, dan teh karena mengandung bahan
antibakteri yang mengganggu pertumbuhan enzim asetilkolinesterase AChE.
Deteksi pestisida menggunakan metode gas kromatografi yaitu Gas
Chromatography Spectrofotonetry Massa (GC-MS).[3] Mekanisme kerja gas
kromatografi yaitu gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui
kolom yang berisi fasa diam.[4] Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan,
biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian
cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi
proses pemisahan. Suatu detector diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis
maupun jumlah tiap komponen campuran. Namun metode gas kromatografi
membutuhkan waktu yang lama, banyak tahap yang harus dilakukan (tidak simpel),
banyak alat yang digunakan.
Deteksi pestisida menggunakan biosensor yaitu RAPDE (Rapid Pesticide
Biosensor), RAPDE sendiri dibuat dengan memanfaatkan enzim khusus yang bisa
bereaksi saat terkontaminasi pestisida. Indikatornya berupa perubahan warna,
sebagai sebuah reaksi.[5] Memanfaatkan enzim yang bernama asetilkolinesterase
3
yang bisa dihasilkan oleh belut listrik. Enzim ini bisa mendegradasi asetilkolin,
neurotransmitter pada otak menjadi kolin. Kolin yang selanjutnya akan mengubah
senyawa pewarna dalam biosensor menjadi kuning. Dengan adanya pestisida, maka
reaksi degradasi tadi bisa dihambat dan menyebabkan tidak terjadinya perubahan
warna. Hal inilah yang selanjutnya menjadi dasar penentuan ada tidaknya pestisida
pada sampel atau sayuran. Namun teknologi ini masih membutuhkan
pengembangan lebih lanjut.
Deteksi pestisida metode Surface Enhanced Raman Scattering (SERS)
diharapkan dapat mendeteksi pestisida, dengan memanfaatkan nanopartikel dan
menggunakan alat Raman Spectroscopy.[6] Metode SERS tidak banyak
menggunakan banyak alat, simpel, mudah, dan grren and clean method (ramah
lingkungan).
Kemajuan teknologi saat ini sedang banyak dikembangkan, salah satunya
adalah pengembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti. Semua
peneliti seolah-olah berlomba untuk mewujudkan karya baru dalam dunia
nanoteknologi. Salah satu bidang yang menarik minat banyak peneliti adalah
pengembangan metode sintesis nanopartikel.
Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan partikel dengan ukuran (1 –
100)nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Nanopartikel memiliki nilai
perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika
dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ketika ukuran partikel
menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh
hukum-hukum fisika kuantum. Hukum fisika kuntum sebagai akibat keterbatasan
4
ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel, hal ini berimbas
pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan,
transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik, dan magnetisasi.
Perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah
total atom, hal ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas
kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulan
nanopartikel.[7] Para peneliti juga percaya bahwa kita dapat mengontrol
perubahan-perubahan tersebut ke arah yang diinginkan. Contoh sederhana
bagaimana sifat partikel berubah jika ukurannya direduksi ke skala nanometer
dijumpai pada emas atau aurum (Au), emas yang berukuran Nano akan memiliki
warna merah bukan warna emas yang sering dilihat. Begitu juga dengan perak atau
argentum (Ag), perak yang berukuran Nano akan memiliki warna kuning bukan
warna silver yang sering dilihat.
Pada ukuran nanopartikel Au bisa menjadi sebagai aplikasi untuk
menganalisis keberadaan molekul-molekul kecil seperti DNA, protein termasuk
logam toksik. Sedangkan ukuran nanopartikel Ag memiliki sifat anti bakteri dan
anti virus.
Perubahan ukuran nanopartikel Au dan Ag diperkirakan dapat mendeteksi
residu pestisida yang berada pada teh. Teh yang diseduh akan dicampur dengan
nanopartikel Au atau Ag lalu akan terlihat kenaikan grafik dengan raman
spectroscopy.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan sintesis nanopartikel Au dan Ag
menggunakan metode photochemical reduction dengan laser femtosecond.
5
Pestisida yang diberikan ke minuman teh dengan rasio PPM. Berdasarkan uraian di
atas, penelitian ini mengambil topik Deteksi Pestisida Deltamethrin Pada Minuman
Teh Dengan Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) Koloid Nanopartikel.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana menyintesis koloid nanopartikel Au-Ag ?
2. Bagaimana pengaruh nanopartikel terhadap deteksi pestisida pada
minuman teh?
3. Bagaimana penentuan limit of detection (LOD) pestisida 500 ppm –
10 ppm pada minuman teh?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bahan yang digunakan dalam sintesis ini adalah Pestisida, garam emas
(KauCl4), garam perak (AgNO3) Asam Amoniak (NH4OH),
PolyvinillePloridone (PVP) dan larutan teh.
2. Pembahasan hanya membandingkan kenaikan puncak grafik, struktur
hanya meliputi Fasa, struktur dan ukuran partikel sampel.
3. Sintesis nanopartikel dilakukan dengan menggunakan laser
femtosecond pada material perak dan emas
4. Perbandingan PPM pestisida 500 : 300 : 100 : 10
5. Pengujian dengan UV-Vis
6. Pengujian dengan Raman Spestroscopy
6
7. Pengujian dengan TEM dan XRD
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat nanopartikel emas dan perak.
2. Mendeteksi pestisida pada minuman teh dengan nanopartikel emas dan
perak.
3. Menentukan limit of detection (LOD) pestisida 500 ppm – 10 ppm pada
minuman teh.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendeteksi LOD pestisida pada teh dengan
sintesis nanopartikel Au dan Ag dengan menentukan kenaikan puncak pada raman
Spectroscopy, analisa pengaruh PPM pada pestisida dimana semakin banyak PPM
semakin tinggi atau semakin rendah kenaikan puncak, serta mengetahui ukuran
partikel dari Au dan Ag.
1.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam
lima bab diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang dasar teori mengenai tema penelitian ini.
7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini penulis memaparkan sketsa gambaran rencana penelitian meliputi
lokasi penelitian, daftar bahan dan alat yang digunakan serta prosedur proses
sintesis nanopartikel Au dan Ag dengan menggunakan metode foto reduksi kimia
dan SERS. Selain itu, penulis memaparkan rangkaian pengujian untuk mempelajari
karakterisasi sampel hasil sintesis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menjelaskan data-data yang diperoleh dari pengujian
karakterisasi. Data-data tersebut meliputi hasil karakterisasi Raman Spectroscopy,
UV-Vis, XRD, dan TEM.
BAB V PENUTUP
Bab ini penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian serta menyampaikan
saran-saran yang diperlukan untuk penelitian lanjutan.
8
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Teh adalah minuman yang mengandung kafeina, sebuah infusi yang dibuat
dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari
tanaman Camellia sintesis dengan air panas.[8] Teh yang berasal dari tanaman teh
dibagi menjadi empat kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.
Istilah "teh" juga digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah
atau tanaman obat lain yang diseduh, misalnya, teh rosehip, camomile, krisan dan
jiaogulan. Teh yang tidak mengandung daun teh disebut teh herbal. Teh merupakan
sumber alami kafeina, teofilin, dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat
atau protein mendekati nol persen. Cita rasa sedikit pahit dari teh merupakan
kenikmatan tersendiri dari teh.
Bangsa Cina telah minum teh selama 5000 tahun untuk kesehatan dan
kenikmatan. Asal mula teh pada awalnya masih merupakan legenda. Salah satunya
adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung. Pada suatu hari, ketika Kaisar Shen Nung
akan minum air mendidih, beberapa daun dari pohon yang menjuntai tertiup angin
dan jatuh ke panci berisi air rebusan yang tak menyerupai air tersebut. Sang Kaisar
ingin tahu dan memutuskan untuk mencicipi air rebusan yang tak menyerupai
minuman tersebut. Kaisar pun merasakan air itu sedap dan menyehatkan tubuh.
9
2.2 Pestisida
Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini
berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya
bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau
mikroba yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tetapi tak selalu, beracun.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem.[2]
Produk-produk Deltamethrin adalah salah satu insektisida yang paling
populer dan banyak digunakan di dunia sebagai rujukan dan telah menjadi sangat
populer di kalangan operator pengendalian hama dan individu di Amerika Serikat.
Bahan ini adalah anggota dari salah satu pestisida yang disebut piretroid sintetis.
Pestisida ini sangat beracun bagi kehidupan air, khususnya ikan, dan karenanya
harus digunakan dengan sangat hati-hati di sekitar air. Meskipun secara umum
dianggap aman untuk digunakan di sekitar manusia, itu masih neurotoksik bagi
manusia. Ada banyak kegunaan untuk Deltamethrin, mulai dari kegunaan pertanian
hingga pengendalian hama di rumah. Deltamethrin telah berperan dalam mencegah
penyebaran penyakit yang dibawa oleh anjing padang rumput, tikus dan hewan
lainnya. Sangat membantu dalam menghilangkan dan mencegah berbagai hama
rumah tangga, terutama laba-laba, kutu, kutu, semut tukang kayu, lebah tukang
kayu, kecoak, dan kutu busuk.
10
Gambar 2.1 Struktur Deltamethrin
Nama Umum : Deltamethrin
Nama Kimia : (S)–Cyano (3-phenoxyphenyl ) methyl (1R,3R)–3 –
(2,2-dibromovinyl) – 2,2–dimethyl
cyclopropanecarboxylate
Nama Dagang : Decis
Pemerian : Cairan kuning dengan bau aromatik
Rumus Molekul : C22H19Br2NO3
Berat Molekul Relatif : 505,2 g/mol
Titik Didih : 98-101°C
Massa Jenis : 1,5 g/cm3
Kelarutan : Larut dalam aseton, etanol dan dioxan.
BMR : 0,3 mg/kg
Deltamethrin dilaporkan dapat menimbulkan kejang, ataksia, dermatitis,
diare, tremor, dan muntah. Reaksi alergi terhadap senyawa ini melalui eksposur
kulit juga umum di antara pekerja pertanian. Keracunan oral terjadi pada manusia
pada dosis 2-250 mg/kg, sedangkan konsumsi 100-250 mg/kg dapat menginduksi
koma selain itu menimbulkan efek genotoksik. Menggunakan leukosit darah perifer
manusia, menurunkan sebagian besar organ genital dan motilitas sperma pada tikus
dengan dosis 1 dan 2 mg/kg BB, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
hipoplasia paru-paru, dan dilatasi pelvis ginjal pada janin pada tikus betina yang
diberikan Deltamethrin dengan dosis 1, 2,5 atau 5 mg / kg BB.[9]
11
2.3 Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel yang berukuran (1 – 100) nm. Ketika ukuran
partikel dikurangi hingga kurang dari 100 nm, maka sifat optik partikel tersebut
akan berubah dari sifat yang berukuran makro.[10]
2.3.1 Koloid Partikel
Koloid Nanopartikel adalah suatu zat koloid dispersi jika terdiri dari partikel
dalam ukuran (1 – 100) nm. Meskipun dispersi partikel dapat berupa gas, cairan
atau padatan, tetapi dapat mengacu pada yang tersebar dalam cairan. Fitur yang
paling dibedakan dari dispersi koloid adalah kemampuan mereka untuk menjaga
fase terdispersi berdasarkan panas gerak atau gerak Brownian.[11] Bentuk koloid
nanopartikel lebih menarik dari pada matriks atau bubuk berdiri bebas karena ada
fitur penting termasuk seperti persiapan yang sederhana, pengendalian suatu sifat
fisik dan kimia dengan penambahan elemen lain, stabilitas karena perlindungan
yang tepat dari situs aktif oleh agen pelindung dan lain-lain.
2.3.2 Sintesis Nanopartikel
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam Fasa padat, cair, maupun gas.
Pembuatan nanopartikel dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan,
yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up.[12]
12
Gambar 2.2 Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up[11]
2.3.2.1 Nanopartikel Au
Emas berukuran Nano akan memiliki sifat optik yang berbeda dari
ukuran makro. Sifat optik pada emas dapat dilihat dari nilai Surface Plasmon
Resonance (SPR) berada pada 500 – 600. Emas pada ukuran Nano akan memiliki
warna merah.[13]
13
Gambar 2.3 Sebelum dan Sesudah Iradiasi Laser dari Au
Nanopartikel[13]
Gambar 2.4 Perbandingan SPR Au sebelum (a) dan sesudah (b)[13]
2.3.2.2 Nanopartikel Ag
Perak berukuran Nano akan memiliki sifat optik yang berbeda dari
ukuran makro. Sifat optik pada perak dapat dilihat dari nilai SPR berada pada 350
– 450. Perak pada ukuran Nano akan memiliki warna kuning keemasan. [14]
14
Gambar 2.5 Sintesis Nanopartikel Au, Pt, Ag, AuPt, AuAg[13]
2.4 Photochemical Reduction
Photochemical reduction atau biasa disebut fotokimia reduksi merupakan
gabungan dari kata fotokimia dan reduksi. Fotokimia dari ilmu kimia adalah ilmu
yang mempelajari interaksi antara atom, molekul kecil, dan cahaya (atau radiasi
elektromagnetik). Sedangkan arti kata reduksi adalah pengurangan atau pelepasan.
Jadi fotokimia reduksi adalah suatu proses terjadinya pelepasan atau pengurangan
elektron atau molekul atom. [15]
Dalam fotokimia akan lebih difokuskan pada pembahasan tentang
perubahan kimia yang dihasilkan sebagai akibat absorpsi cahaya. Proses seperti
fluoresens (dimana sinar diemisikan dari suatu molekul), atau khemiluminesensi
(dimana sinar diemisikan sebagai hasil reaksi kimia) dapat dianggap sebagai suatu
proses fotokimia.[16]
Planck mengembangkan teori radiasi benda hitam atas dasar postulat bahwa
“radiasi memiliki sifat partikel, atau foton, yang mempunyai energi sebanding
dengan frekuensinya”, yaitu: 𝐸 = ℎ𝑣 atau 𝐸 = 𝑛ℎ𝑣.
15
Dalam fotokimia reduksi terdapat fenomena - fenomena perubahan
yang terjadi pada larutan. Contohnya ketika air diberikan radiasi berupa pulsa
laser akan mengalami proses reaksi seperti:
H2O + e- eaq- + HO* + H3O
+
H2O + nhv H2O*
H* + OH*
Keterangan: Proses ionisasi
Proses dissociation (senyawa ionik terpisah menjadi ion)
Proses solvation (dikelilingi ion pelarut yang teratur)
2.5 Laser Femtosecond
Laser femtosecond adalah jenis laser tertentu yang menghasilkan pulsa
ultra-pendek yang durasinya hanya beberapa femtosekon hingga beberapa ratus
femtosekon (1 femtosekon = 1 fs = 10-15 detik) dari urutan besarnya periode dari
gelombang elektromagnetik yang terlihat. Jenis laser ini banyak dipelajari dan
digunakan dalam penelitian, di industri dan di bidang aplikasi biomedis.
Sebuah pulsa femtosecond atau ultra-pendek adalah osilasi sinusoidal yang
merambat dari medan elektromagnetik (dari frekuensi variabel yang mungkin
dalam waktu), dimodulasi dalam amplitudo oleh sebuah amplop yang durasinya
khas kecil di depan 1 picosecond (1 picosecond = 1 ps = 10 - 12 detik).[17]
Dalam hal kepadatan spektral, spektrum pulsa semacam itu terdiri dari
sejumlah besar komponen kontinu yang bertambah secara koheren (yaitu dengan
rasio fase tetap yang telah ditentukan) untuk mencapai pulsa pendek. Semakin besar
16
dukungan spektrum, semakin mungkin pulsa yang dihasilkan. Namun, kondisi yang
diperlukan ini, terkait dengan sifat-sifat transformasi Fourier, tidak cukup dan rasio
fase relatif antara masing-masing komponen spektrum memainkan peran
primordial.
Ketika amplop pulsa memiliki lebar urutan kebalikan dari frekuensi
pembawa, itu disebut pulsa jumlah rendah siklus (pulsa laser beberapa siklus. Lebar
pulsa tetap lebih tinggi atau urutan periode optik (secara hipotetis, setengah periode
optik), yang merupakan konsekuensi dari persamaan Maxwell yang mengatur
radiasi elektromagnetik. Dengan demikian, realisasi pulsa sub-femtosecond atau
pulsa attosecond hanya layak pada panjang gelombang ultraviolet (spektrum
cahaya tampak yang memanjang dari 400 nm hingga 800 nm, periode optik masing-
masing 1,3 fs dan 2,6 fs).[18]
Pulsa femto terdiri dari banyak komponen spektral, dalam semua angka
lebih besar karena impulsnya singkat. Dalam ruang hampa, semua komponen
spektral ini merambat dengan kecepatan cahaya dan pulsa mempertahankan
durasinya selama propagasi. Dalam media dipersif, indeks bias n (v) tergantung
pada frekuensi optik (v) komponen spektral yang dibayangkan. Oleh karena itu,
waktu untuk komponen frekuensi v pada jarak L, berbeda dari satu komponen
spektral ke yang lain. Jumlah yang koheren dari komponen spektral yang
menghasilkan, setelah propagasi, pulsa temporal yang durasinya berbeda dari yang
sebelum propagasi.[19]
17
Secara matematis, komponen spektral E0 (ω) . exp(i . ωt) yang menyebar
dalam media indeks n (ω) pada panjang z memperoleh pergeseran fase output yang
mengubahnya menjadi:
𝐸0 (𝜔) . exp(𝑖. 𝜔𝑡) . exp (𝑖. 𝛽(𝜔). 𝑧) (1)
Atau
𝛽(𝜔) = 𝑛(𝜔)𝜔
𝑐⁄ (2)
mencirikan sifat dispersi bahan. Merupakan kebiasaan untuk melakukan
pengembangan terbatas β(ω) sekitar denyut pusat ω0 (biasanya pembawa pulsa
femtosecond):
𝛽𝜔 = 𝛽0 + 𝛽1(𝜔 − 𝜔0) + 𝛽2(𝜔 − 𝜔0) 2/ 2 + 𝛽3(𝜔 − 𝜔0) 3/ 6 + ⋯ (3)
Jadi,
𝛽1 = 𝑛𝑔 / 𝑐 = [𝑛 (𝜔0) + 𝜔 𝑑𝑛/𝑑𝜔 (𝜔0)] / 𝑐 = 1 / 𝑣𝑔 (4)
β1 adalah kebalikan dari kecepatan grup, satuan yang biasanya adalah [fs / mm].
Jumlah β2 sebagai persamaan berikut:
𝛽2 = [2 𝑑𝑛/𝑑𝜔 (𝜔0) + 𝜔0 𝑑2𝑛/𝑑𝜔2] / 𝑐 (5)
β2 disebut dispersi kecepatan grup material (Group Velocity Dispersion - GVD) dan
biasanya dinyatakan dalam [fs² / mm]. Untuk pulsa Gaussian yang dibatasi oleh
transformasi Fourier dan durasi awal τ0, pulsa keluaran kemudian juga Gaussian
dan memiliki durasi τ(z).
𝜏(𝑧) = 𝜏0 [1 + (𝑧 / 𝐿𝐷)2]1/2 (6)
dengan LD = τ02 / β2
18
Aturan perkiraan adalah bahwa, untuk pulsa durasi awal N [fs], perolehan
dispersi keterlambatan grup GDD setelah propagasi dalam media dipersif mulai
signifikan dari N2 [fs²] GDD.
Gambar 2.6 Skema Sistem Laser Femtosecond[13]
2.5.1 Prinsip Laser Femtosecond Pada Sintesis Logam Nanopartikel
Sintesis nanopartikel logam dengan iradiasi laser femtosecond tidak secara
langsung jelas karena energi yang jauh lebih rendah sehubungan dengan X-ray atau
sinkroton X-ray. Pada prinsipnya, selama ionisasi multiphoton dapat diawali dalam
larutan, proses reduksi ion logam dilarutkan dalam solusi dapat terjadi tanpa
hambatan. Namun, reaktivitas dari elektron terlarut tergantung pada sejumlah faktor
seperti sifat intiaktan, pelarut, suhu reaksi dan energi penyerapan optik dari elektron
terlarut. Oleh karena itu, laju reaksi eaq- dengan zat terlarut bervariasi dengan
komposisi larutan. Catatan lain adalah bahwa eaq- pameran sebuah puncak
penyerapan besar dan intens pada 718 nm, yang dekat dengan kerja panjang
gelombang laser femtosecond (800 nm).[17] Akibatnya, terjadi penyerapan linier.
19
Gambar 2.7 Mekanisme Sintesis Nanopartikel dengan Intensitas Tinggi
Laser Femtosecond di Air[13]
dari sinar laser oleh eaq- dapat terjadi sampai batas tertentu dan dapat meningkatkan
energi kinetik dari elektron, yang mengarah ke reaksi energi kinetik dalam sistem.
Jelas, sintesis partikel Nano menggunakan femtosecond intens tinggi laser pulsa
sangat menjanjikan. Terlepas dari kenyataan bahwa ada banyak saluran untuk
elektron terlarut untuk diambil dan dihilangkan.
20
Gambar 2.8 Skema Percobaan Iradiasi[13]
2.6 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy
UV-Visible spectroscopy mengacu pada spektroskopi serapan atau
spektroskopi reflektansi di wilayah spektral yang terlihat ultraviolet. Ini berarti
menggunakan cahaya dalam rentang yang terlihat dan berdekatan. Absorpsi atau
reflektansi dalam rentang yang terlihat secara langsung mempengaruhi warna yang
dirasakan dari bahan kimia yang terlibat. Di wilayah spektrum elektromagnetik ini,
atom dan molekul mengalami transisi elektronik. Spektroskopi absorpsi merupakan
pelengkap spektroskopi fluoresens, karena fluoresens berkaitan dengan transisi dari
keadaan ter eksitasi ke keadaan dasar, sementara penyerapan mengukur transisi dari
keadaan dasar ke keadaan ter eksitasi.[20]
21
Gambar 2.9 Skema Mekanisme UV-Visible Spectroscopy[21]
Spektrometer UV-Vis digunakan sebagai alat karakterisasi utama untuk
logam mulia Nano koloid. Ketika cahaya monokromatik melewati larutan sampel
partikel koloid, sebagian dari berkas cahaya diserap dan sisanya ditransmisikan
melalui solusi.[22] Spektrometer optik merekam intensitas dari cahaya yang
ditransmisikan (I) pada panjang gelombang tertentu dan itu akan dibandingkan
dengan intensitas referensi (Io). Rasio I/Io disebut sebagai "transmisi" dan
dinyatakan dalam persentase,%. Sehubungan dengan ini, bagian dari berkas cahaya
yang diserap oleh larutan, bisa diperoleh secara matematis sebagai (A):
𝐴 = 𝑙𝑜𝑔10 (1/𝑇) = 𝑙𝑜𝑔10 ( 𝐼𝑜/𝐼) (7)
Penyerapan radiasi elektromagnetik dalam sampel koloid mengikuti hukum
Beer-Lambert, yang menyatakan bahwa konsentrasi dalam sampel (tipis film atau
larutan) berbanding lurus dengan absorbansi (A) mengikuti persamaan:
𝐴 = ɛ 𝑁 𝐼 (8)
dimana ɛ adalah absorptivitas molar (atau koefisien kepunahan), N adalah
konsentrasi partikel dan I adalah panjang jalur.
22
UV-Vis spektrometer juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik penyerapan ion logam dalam pelarut tertentu. Dalam proses reduksi,
identifikasi berguna untuk menilai apakah ion terlibat atau telah dikonsumsi oleh
agen pereduksi.
2.7 Karakterisasi Transmission Electron Microscope (TEM)
Mikroskop transmisi elektron atau Transmission Electron Microscope
(TEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan cara
kerja proyektor slide, di mana elektron ditembuskan ke dalam obyek pengamatan
dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar.
Gambar 2.10 Skema Mekanisme TEM[23]
Prinsip kerja dari TEM secara singkat adalah sinar elektron mengiluminasi
spesimen dan menghasilkan sebuah gambar diatas layar pospor. Gambar dilihat
sebagai sebuah proyeksi dari spesimen. sampel yang disiapkan sangat tipis sehingga
23
elektron dapat menembusnya kemudian hasil dari tembusan elektron tersebut yang
diolah menjadi gambar.
2.8 Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X merupakan salah satu pengujian tidak merusak (Non
Destructive) yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana fasa yang kita
inginkan terbentuk atau fasa lain yang tidak diharapkan, selain itu dapat diketahui
struktur kristal dan parameter kisi dari sampel.
Puncak difraksi sinar-x dihasilkan oleh interferensi konstruktif dari sinar-X
monokromatik yang tersebar pada sudut tertentu dari setiap rangkaian bidang kisi
dalam sampel. Intensitas puncak ditentukan oleh distribusi atom dalam kisi.
Akibatnya, pola difraksi sinar-X menjadi sidik jari dari susunan atom periodik yang
diberikan bahan. Sinar-X ini dihasilkan oleh tabung sinar katoda, sinar ini akan
difilter untuk menghasilkan radiasi monokromatik, kemudian sinar tersebut
diarahkan ke sampel.[24] Interaksi sinar dengan sampel menghasilkan interferensi
konstruktif (dan sinar terdifraksi) bila kondisinya memenuhi hukum Bragg:
𝑛 𝜆 = 2 𝑑 𝑠𝑖𝑛 𝜃, 𝑛 = 1,2,3, .. (9)
dimana n adalah bilangan bulat, λ adalah panjang gelombang sinar-x, d adalah jarak
antar planar menghasilkan difraksi, dan 𝜃 adalah sudut difraksi.
24
Gambar 2.11 Mekanisme XRD[25]
Hukum ini menghubungkan panjang gelombang radiasi elektromagnetik
dengan sudut difraksi dan jarak kisi dalam sampel kristal. Sinar-X yang terdifraksi
ini kemudian dideteksi, diproses, dan dihitung. Dengan memindai sampel melalui
kisaran sudut 2𝜃, memungkinkan semua arah difraksi dari kisi harus dicapai karena
orientasi bahan acak. Konversi puncak difraksi untuk jarak d memungkinkan
identifikasi senyawa karena setiap senyawa memiliki jarak d yang unik. Hal ini
dicapai dengan perbandingan jarak d dengan standar pola referensi.
2.9 Raman Spectroscopy
Prinsip Raman Spectroscopy adalah interaksi antara cahaya dan materi,
dengan menggunakan berkas cahaya monokromatis berupa laser. Spektroskopi
Raman didasarkan atas hamburan tak elastik dari laser yang melewati sampel.
Hamburan tak elastik mengandung frekuensi laser akan bergeser setelah
berinteraksi dengan sampel. Pergeseran itu bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari
25
freukeunsi awalnya. Pergeseran frekuensi ini menghasilkan informasi mengenai
vibrasi, rotasi atau transisi frekuensi rendah lain di dalam molekul.
Spektra Raman dihasilkan dengan cara menyinari sampel dengan berkas
laser monokromatis. Sinar laser yang dihamburkan kemudian ditangkap oleh
detektor. Kebanyakan sinar yang dihamburkan memiliki frekuensi yang sama
dengan frekuensi awal laser. Hamburan ini dinamakan hamburan Rayleigh atau
hamburan elastik karena frekuensinya tidak mengalami perubahan. Hamburan jenis
ini tidak berguna untuk identitas molekul. Hanya sebanyak 10-3 % dari cahaya akan
dihamburkan dengan frekuensi yang mengalami pergeseran. Pergeseran ini
disebabkan adanya interaksi antara berkas sinar dengan tingkat energi vibrasi
molekul.
Gambar 2.12 Interaksi Laser dengan Molekul sampel
Tiga Tipe Hamburan[26]
26
Gambar 2.13 Komponen Penyusun Raman Spectroscopy[26]
Pada hamburan Rayleigh, frekuensi akhir sama dengan frekuensi awal. Pada
hamburan Stokes, frekuensi akhir lebih rendah dari pada frekuensi awal. Pada
hamburan anti-Stokes, frekuensi akhir lebih besar dari pada frekuensi awal. Sinyal
hamburan Raman (Stokes dan anti-Stokes) sangat lemah dan susah dideteksi karena
ber-himpitan dengan hamburan Rayleigh yang dominan.
Spektrometer Raman umumnya terdiri dari empat komponen utama, yaitu
sumber laser, sampel, pemilih panjang gelombang dan detektor.
27
3 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian “Deteksi Pestisida Deltamethrin Pada Minuman Teh dengan
Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) Koloid Nanopartikel”
dilaksanakan di Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Kawasan PUSPITEK Serpong Gedung 440-442 Tangerang
Selatan. Adapun waktu pelaksanaan dari bulan Maret – Mei 2019.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Timbangan
2. Labu Erlenmeyer
3. Gelas Beaker
4. Pipet Tetes
5. Pipet Ukur
6. Gelas Kuvet Kuarsa
7. Laser Femtosecond
Alat karakterisasi yang digunakan yaitu:
1. UV-Vis Spectroscopy (Spectra, Maya Pro 2000)
2. Raman Spectroscopy.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. KAuCl4 (Sigma Aldrick) 99,9995% 4,22 x 10-4 M
28
2. AgNO3 (Smart Lab Indonesia) 99,9% 4,22 x 10-4 M
3. NH4OH (Pudar Scientific) 25% 3ml Ag+ 3µl
4. Polyvinylpyrrolidone (PVP)
5. Pestisida
6. Larutan teh
3.3 Diagram Alir Penelitian
Penelitian “Deteksi Pestisida Deltamethrin Pada Minuman Teh dengan
Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) Koloid Nanopartikel” memiliki
beberapa tahapan penelitian, yang dapat dilihat pada skema penelitian dan diagram
alir di bawah ini.
Gambar 3.1 Skema Penelitian
Bahan ion garam Ag dan Au dilarutkan dengan aquades sampai memiliki
konsentrasi 4,22 x 10-4 M. Setelah dilarutkan mencapai 4,22 x 10-4 M diambil 3ml
untuk diberikan iradiasi laser (foto reduksi kimia) dengan laser femtosecond. Laser
29
femtosecond dengan mengatur panjang gelombang 800 nm, FWHM 100 fs,
repetition rate 1 kHz, daya 2,1 Watt, dan lensa fokus aspheric 8 mm.
Pada saat foto reduksi kimia diberikan iradiasi laser femtosecond selama 5
menit, 10 menit, dan 15 menit untuk menjadikan nanopartikel. Setelah dibuat
nanopartikel, disiapkan teh dengan campuran pestisida. Nanopartikel tersebut akan
dicampurkan ke teh yang sudah diberikan pestisida sebanyak 3 ml.
Setelah dicampurkan nanopartikel dengan teh + pestisida, dilakukan SERS
(Surface Enhanced Raman Scattering) dengan Raman Spectroscopy. Mengatur
Raman Spectroscopy dengan laser kontinu 532 nm, waktu akuisisi raman 20 detik,
dan grating 1800.
30
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian
31
3.4 Preparasi Sampel
Proses sintesis pembuatan bahan koloid Nano emas dan perak dengan
menggunakan persamaan reaksi antara KAuCl4 dengan H2O akan menghasilkan Au
(emas) dan AgNO3 dengan NH4OH akan menghasilkan Ag (perak). Berdasarkan
perhitungan stoikoimetri didapat persamaan reaksi sebagai berikut.
KAuCl4 + H2O Au + KO + H2Cl4
AgNO3 + NH4OH Ag + N2H4 + HO4
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah persiapan bahan. Untuk membuat
koloid Au-Ag dari dua bahan yaitu KAuCl4 dan AgNO3. Berdasarkan perhitungan
stoikiometri, besarnya konsentrasi yang digunakan adalah 4,22 x 10-4 M. Masing-
masing diberikan rasio 3 ml dengan perbandingan Au : Ag. Selanjutnya diberikan
dua perlakuan yaitu penambahan Polyvinylpyrrolidone (PVP) dan tanpa
Polyvinylpyrrolidone (PVP) dengan komposisi yang berbeda.
Tabel 3.1 Komposisi Au : Ag (ml) tanpa (PVP)
Au (ml) Ag (ml)
3 0
2,5 0,5
2 1
1,5 1,5
1 2
0,5 2,5
0 3
32
Tabel 3.2 Komposisi Au : Ag (ml) dengan PVP
Au (ml) Ag (ml)
3 0
2,7 0,3
2,4 0,6
2,1 0,9
1,8 1,2
1,5 1,5
1,2 1,8
0,9 2,1
0,6 2,4
0,3 2,7
0 3
Setelah diberi pembeda yaitu dengan PVP dan tanpa PVP, kemudian diuji
dengan diberikan iradiasi laser femtosecond selama variasi waktu 5 menit, 10 menit,
dan 15 menit. Setelah diberikan iradiasi laser terlihat adanya perubahan warna yang
berarti telah dibuat Nano partikel Au NPs dan Ag NPs. Untuk mengetahui sifat
optik, ukuran partikel, distirbusi partikel dilakukan karakterisasi dengan UV-Vis
Spectroscopy, TEM dan XRD.
3.5 Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS)
Setelah dibuat Nanopartikel (Au NPs dan Ag NPs) kemudian dicampurkan
dengan larutan teh + pestisida, dimana konsentrasi pestisida antara lain 500 ppm,
300 ppm, 100 ppm dan 10 ppm. Setelah dicampurkan Nanopartikel dengan larutan
teh + pestisida dilakukan uji Raman Spectroscopy untuk mendapatkan Surface
Enhanced Raman Spectroscopy (SERS).
33
Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS) adalah teknik peningkatan
intensitas Raman, mengatasi kelemahan hamburan Raman kelemahannya yang
melekat. Faktor peningkatan bisa setinggi 1014 sampai 1015, yang cukup untuk
memungkinkan deteksi molekul tunggal menggunakan Raman.
Peningkatan tersebut terjadi pada permukaan logam yang memiliki
kekasaran skala Nano, dan molekul-molekul tersebut teradsorpsi ke permukaan
tersebut yang dapat mengalami peningkatan. Logam khas yang digunakan adalah
emas atau perak, persiapan permukaan dapat melalui pengerasan secara
elektrokimia, pelapisan logam substrat berstruktur Nano, atau pengendapan partikel
Nano logam (sering dalam bentuk koloid).
Gambar 3.3 Hasil SERS dari Raman Specroscopy[27]
Secara praktis, kelebihan SERS dapat dieksplorasi pada sistem Raman apa
pun, dan pengukuran aktual dibuat dengan cara standar. Biasanya perlu
menggunakan panjang gelombang laser yang kompatibel dengan logam SERS yang
dipilih. Spektrum SERS terkadang berbeda dari spektrum Raman 'normal' dari
bahan yang sama, sehingga interpretasi data harus dipertimbangkan.
34
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Nanopartikel
Hasil sintesis koloid Au-Ag setelah di iradiasikan oleh laser akan
mendapatkan perubahan warna dari Au akan berwarna emas, Ag akan berwarna
kuning, dan campuran 50 : 50 dari Au : Ag akan berwarna kuning keemasan.
Gambar 4.1 Hasil Sintesis Nanopartikel Tanpa PVP
Gambar 4.2 Hasil Sintesis Nanopartikel dengan PVP
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4 2.7 3
Ag Au
Au
Ag
35
4.1.1 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy Nanopartikel Tanpa PVP
Hasil Karakterisasi UV-Vis Nano Alloy Au-Ag tanpa PVP ditunjukkan
pada Gambar 4.3 sampai 4.9.
Gambar 4.3 Grafik Nano Alloy Au-Ag (3:0)
Berdasarkan Gambar 4.3 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 3 ml dan Ag 0 ml, terlihat pada waktu 15 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
Gambar 4.4 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0:3)
36
Berdasarkan Gambar 4.4 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0 ml dan Ag 3 ml, terlihat pada waktu 15 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0A
bso
rban
ce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.5 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,5:2,5)
Berdasarkan Gambar 4.5 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0,5 ml dan Ag 2,5 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Abs
orba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.6 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,5:1,5)
37
Berdasarkan Gambar 4.5 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 1,5 ml dan Ag 1,5 ml, terlihat pada waktu 10
menit memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Abs
orba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.7 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1:2)
Berdasarkan Gambar 4.7 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 01 ml dan Ag 2 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Abs
orba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.8 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,5:0,5)
38
Berdasarkan Gambar 4.8 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 2,5 ml dan Ag 0,5 ml, terlihat pada waktu 15
menit memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0A
bso
rban
ce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.9 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2:1)
Berdasarkan Gambar 4.9 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 2 ml dan Ag 1 ml, terlihat pada waktu 15 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
Analisa berdasarkan Gambar 4.3 dan 4.4 yaitu menunjukkan bahwa titik
puncak optimum berada pada waktu 15 menit dengan nilai puncak Au-Ag (0-3)
sebesar 411,38 nm dan untuk Au-Ag (3-0) sebesar 514,87 nm. Hal ini membuktikan
bahwa untuk nanopartikel Au memiliki Surface Plasmon Resonance berada pada
range 500 – 600 nm dan untuk nanopartikel Ag memiliki Surface Plasmon
Resonance berada pada range 350 – 450 nm. Pada koloid Au-Ag komposisi 1,5 :
1,5 yang paling bagus dari komposisi lainnya, karena pada koloid komposisi 1,5 :
1,5 merupakan perpaduan dari setengah sifat Nano Au dan setengah sifat dari Nano
39
Ag, dan memerlukan lama radiasi untuk mencapai maksimum hanya 10 menit
dibandingkan Au dan Ag memerlukan waktu 15 menit untuk mencapai maksimum.
Tabel 4.1 Nilai Puncak Panjang Gelombang Koloid Au-Ag 15 Menit
Gambar 4.10 Grafik Nano Alloy Au-Ag 15 Menit
Gambar 4.10 merupakan gambar grafik dari setiap komposisi Au-Ag yang
diberikan radiasi laser selama 15 menit. Berdasarkan grafik membuktikan bahwa
Komposisi Au SPR
0 411,38
0,5 417,89
1 455,9
1,5 480,37
2 513,5
2,5 517,17
3 514,87
40
ketika komposisi Au-Ag (1,5 – 1,5) nilai puncak 480,37 nm. Hal ini membuktikan
bahwa ketika komposisi Au-Ag 50% akan memiliki nilai tengah dari SPR Ag (350
– 450) nm dan Au (500 – 600) nm.
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Komposisi Au dengan SPR 15 Menit
Berdasarkan Gambar 4.11 grafik pada SPR dengan komposisi Au
menjelaskan bahwa pada grafik tersebut tidak linier dan tidak berbanding lurus. Hal
ini karena tidak semua elektron dapat ter-eksitasi dengan baik.
4.1.2 Karakterisasi UV-Visible Spectroscopy Nanopartikel dengan PVP
Hasil Karakterisasi UV-Vis Nano Alloy Au-Ag ditambah
Polyvinylpyrrolidone (PVP) sebanyak 0,01% ditunjukkan pada Gambar 4.12
sampai 4.21.
41
Gambar 4.12 Grafik Nano Alloy Au-Ag (3:0) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.12 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 3 ml dan Ag 1 ml, terlihat pada waktu 10 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
Gambar 4.13 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0:3) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.13 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0 ml dan Ag 3 ml, terlihat pada waktu 10 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
42
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.14 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,3:2,7) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.14 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0,3 ml dan Ag 2,7 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.15 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,6:2,4) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.15 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0,6 ml dan Ag 2,4 ml, terlihat pada waktu 10
menit memiliki nilai puncak yang tertinggi.
43
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.16 Grafik Nano Alloy Au-Ag (0,9:2,1) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.16 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 0,9 ml dan Ag 2,1 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
sorb
an
ce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.17 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,2:1,8) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.17 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 1,2 ml dan Ag 1,8 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
44
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.18 Grafik Nano Alloy Au-Ag (1,5:1,5) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.18 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 1,5 ml dan Ag 1,5 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.19 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,1:0,9) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.19 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 2,1 ml dan Ag 0,9 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
45
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.20 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,4:0,6) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.20 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 2,4 ml dan Ag 0,6 ml, terlihat pada waktu 10
menit memiliki nilai puncak yang tertinggi.
300 400 500 600 700 800
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Ab
so
rba
nce
Wavelength (nm)
5 menit
10 menit
15 menit
Gambar 4.21 Grafik Nano Alloy Au-Ag (2,7:0,3) + PVP
Berdasarkan Gambar 4.21 merupakan grafik dari hasil UV-Vis nanopartikel
Au : Ag dengan perbandingan Au 2,7 ml dan Ag 0,3 ml, terlihat pada waktu 5 menit
memiliki nilai puncak yang tertinggi.
46
Hasil analisa berdasarkan Gambar 4.12 dan 4.13 hal ini menunjukkan bahwa
titik puncak optimum berada pada waktu 10 menit dengan nilai puncak Au-Ag (0-
3) sebesar 403,47 nm dan untuk Au-Ag (3-0) sebesar 529,55 nm. Hal ini masih
membuktikan bahwa untuk nanopartikel Au memiliki Surface Plasmon Resonance
berada pada range 500 – 600 nm dan untuk nanopartikel Ag memiliki Surface
Plasmon Resonance berada pada range 350 – 450 nm. Pada koloid Au-Ag
komposisi 1,5 : 1,5 yang paling bagus dari komposisi lainnya, karena pada koloid
komposisi 1,5 : 1,5 merupakan perpaduan dari setengah sifat Nano Au dan setengah
sifat dari Nano Ag, dan memerlukan lama radiasi untuk mencapai maksimum hanya
5 menit dibandingkan Au dan Ag memerlukan waktu 10 menit untuk mencapai
maksimum. Dalam komposisi ini penambahan PVP berdampak lebih cepat waktu
untuk mencapai titik maksimum panjang gelombang.
Sedangkan berdasarkan variasi komposisi Au:Ag (ml) didapatkan nilai
puncak tertinggi pada menit yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan kestabilan daya
laser yang tidak tetap. Walaupun setiap komposisi Au:Ag (ml) memiliki waktu nilai
puncak tertinggi yang berbeda-beda, tetapi nilai panjang gelombang di setiap
komposisi Au:Ag didapat hampir sama di setiap menit yang diberikan iradiasi laser.
47
Tabel 4.2 Nilai Titik Puncak Panjang Gelombang AuAg + PVP 10 Menit
Gambar 4.22 Grafik Nano Alloy Au-Ag + PVP 10 Menit
Gambar 4.22 merupakan gambar grafik dari setiap komposisi Au-Ag yang
diberikan radiasi laser selama 10 menit. Berdasarkan grafik membuktikan bahwa
ketika komposisi Au-Ag (1,5 – 1,5) nilai puncak 451,74 nm. Hal ini membuktikan
bahwa ketika komposisi Au-Ag 50% akan memiliki nilai tengah dari SPR Ag (350
– 450) nm dan Au (500 – 600) nm.
Komposisi Au SPR
0 403,47
0,3 414,03
0,6 416,03
0,9 426,25
1,2 434,6
1,5 451,74
1,8 475,76
2,1 485,44
2,4 510,28
2,7 515,79
3 529,55
48
Gambar 4.23 Grafik Hubungan Komposisi Au dengan SPR 10 Menit
Berdasarkan Gambar 4.23 grafik pada SPR dengan komposisi Au
menjelaskan bahwa pada grafik tersebut linier dan berbanding lurus. Hal ini karena
adanya penambahan PVP membuat suatu elektron dapat diselimuti, sehingga
elektron dapat ter-eksitasi dengan baik. Terbukti pada penambahan PVP pada
waktu 10 menit koloid Nano Alloy Au-Ag sudah mencapai puncak optimum.
4.2 Analisa Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS)
Berdasarkan hasil karakterisasi Raman Spectroscopy didapat kenaikan
sinyal raman yang berupa Surface Enhanced Raman Spectroscopy (SERS).
Nanopartikel yang dipakai menggunakan Polyvinylpyrrolidone (PVP) yang
dicampurkan larutan teh dan pestisida dengan variasi ppm.
Hasil analisa dari UV-Vis terlihat bahwa penggunaan PVP pada
nanopartikel lebih bagus, terlihat berdasarkan SPR yang membentuk garis linier.
49
Pada penelitian SERS ini digunakan PVP supaya mendapatkan hasil yang
maksimal. Nanopartikel yang diiradiasi laser femtosecond digunakan waktu 10
menit.
Untuk mendapatkan nilai pestisida Deltamethrin diukur terlebih dahulu
pestisida dengan Raman Spectroscopy.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Inte
nsitn
y (
a.u
.)
Raman shift (/cm)
Pestisida
Gambar 4.24 Hasil Pestisida dari Raman Spectroscopy
Terdapat nilai puncak dari kenaikan setiap hamburan Raman untuk sebagai
acuan (ditandai warna merah) kenaikan dari campuran teh + pestisida dengan
nanopartikel.
50
Tabel 4.3 Nilai Deltamethrin Pestisida
Pestisida
Raman Shift (/cm) Intensitas (a.u.)
238,363 455,209
295,88 1003,71
438,697 2014,78
475,953 3386,79
544,082 5133,76
627,377 4118,69
707,341 6473,03
777,436 1123,84
892,48 1903,7
971,163 3879,63
1114,95 2482,01
1219,4 6044,08
1349,2 15059,8
1430 4367,59
1588,29 3612,74
1809,08 1315,82
2052,82 869,602
2216 1642,38
2459,58 1085,47
2700,86 1258,85
2890,33 13298,2
3012,09 4580,59
51
0 1000 2000 3000
0
2000
4000
2890,33
1588,29
1430
1349,2
1114,95
892,48In
ten
sity (
a.u
.)
Raman shift (/cm)
teh+pep
sers Au
sers Au-Ag
sers Ag
Gambar 4.25 SERS Nanopartikel dengan Teh + Pestisida
Berdasarkan Gambar 4.25 sebagai preliminary terlihat kenaikan hamburan
Raman pada nanopartikel Ag cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
nanopartikel Au dan Nano Alloy Au-Ag. Hal ini dikarenakan nanopartikel Au yang
digunakan merupakan produk 1 tahun yang lalu, mengakibatkan kualitas dari Au
sudah tidak maksimum atau sudah kadaluwarsa.
Maka dengan demikian untuk menentukan perbandingan rasio pestisida
pada SERS digunakan nanopartikel Ag saja. Karena dengan nanopartikel Ag
memiliki kenaikan (enhanced) yang paling tinggi.
52
0 2000
0
5000
10000
2890,33
1588,2914301349,2
1114,95In
ten
sity (
a.u
)
Raman shift (/cm)
500 ppm
300 ppm
100 ppm
10 ppm
teh+pes
Gambar 4.26 SERS Perbandingan Rasio Pestisida
Berdasarkan Gambar 4.26 merupakan gambar perbandingan rasio pestisida
500 ppm, 300 ppm, 100 ppm dan 10 ppm + larutan teh dicampur dengan
nanopartikel Ag. Terlihat kenaikan hamburan Raman di setiap rasio pestisida
(ppm), tetapi kenaikan hamburan di setiap rasio pestisida tidak signifikan. Terlihat
pemberian pestisida 100 ppm lebih tinggi (naik) dari pada pemberian pestisida 500
ppm, seharusnya pestisida 500 ppm yang lebih tinggi dibandingkan pestisida 100
ppm. Karena semakin banyak pemberian pestisida semakin terdeteksi (kenaikan
puncak) semakin terlihat (tinggi). Hal ini dikarenakan kemungkinan kualitas laser
pada Raman Spectroscopy yang tidak stabil, ketidakstabilan laser inilah yang
menyebabkan detektor menangkap hamburan Raman yang kurang baik.
53
4.3 Hasil dan Pembahasan TEM
Hasil karakterisasi morfologi sampel dari TEM untuk variasi campuran Au
50% dan Ag 50 % terlihat pada Gambar 4.27
Gambar 4.27 Hasil Karakterisasi TEM
Terlihat sampel terdiri dari partikel-partikel kecil yang membentuk partikel
yang beragam seperti bentuk bulat dan tidak beraturan. Untuk menentukan ukuran
partikel dari nanopartikel AuAg dalam pengolahan data digunakan software Image-
J dengan menggunakan gambar yang diperoleh dari hasil pengujian TEM, hasil
pengolahan ditampilkan dalam grafik berupa histogram pada Gambar 4.28 sebagai
berikut:
54
4.4 Hasil dan Pembahasan XRD
Berdasarkan hasil karakterisasi pengujian XRD untuk sampel nanopartikel
yang dilakukan untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari masing-masing
sampel. Identifikasi ini dilakukan dengan membandingkan harga sudut 2θ antara
sampel yang diuji dengan data referensi dengan rentang pengukuran pada sudut 10o
– 90o. Dari hasil pengujian ini diperoleh kurva yang menunjukkan besarnya
intensitas terhadap sudut 2θ, kurva XRD material nanopartikel Au, Ag, AuAg.
55
Gambar 4.28 Pola Difraksi Sinar X
Gambar 4.29 Pola Difraksi Sinar X dengan Kalkulasi
56
Terlihat bahwa pola difraksi sinar X yang dilakukan dengan hasil
berdasarkan kalkulasi memiliki pola yang sama, hal ini membuktikan bahwa
struktur yang didapat berdasarkan penelitian dengan teori mendekati sama.
Gambar 4.30 Struktur Kristal Au (Kiri) Struktur Kristal Ag (Kanan)
Gambar 4.31 Struktur Kristal AuAg
57
5 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil sintesis nanopartikel dan analisis penelitian didapat
kesimpulan bahwa:
1. Nanopartikel Au memiliki panjang gelombang ± 520 nm ditandai warna
merah, sedangkan nanopartikel Ag memiliki panjang gelombang ± 400
nm ditandai warna kuning.
2. Nanopartikel emas dan perak dapat mendeteksi pestisida pada minuman
teh.
3. Terdeteksi pestisida Deltamethrin untuk ukuran 500 ppm, 300 ppm, 100
ppm dan 10 ppm.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini yaitu perlu diperluas
campuran nanopartikel dengan tembaga (Cu) agar menghasilkan penelitian baru.
Alat yang digunakan harus benar-benar steril bersih, alat harus dikalibrasi dengan
benar. Deteksi pestisida Deltamethrin bisa diperkecil lagi ukuran PPM nya, seperti
0.01 PPM.
58
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Sumiati and R. Prakoso Dwi Julianto, “Analisa Residu Pestisida di
Wilayah Malang dan Penanggulanganya untuk Keamanan Pangan Buah
Jeruk,” Buana Sains, vol. 18, pp. 125–130, 2018.
[2] H. S. Lubis, “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida
Golongan Organofosfat Pada Tenaga Kerja,” pp. 1–9, 2002.
[3] E. Pradina Lia, “Aplikasi Metode GC-MS untuk Penetapan Kadar Residu
Profenofos Pada Buah Stroberi,” 2012.
[4] Y. Alen and N. Suharti, “Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada
Selada ( Lactuca sativa L .) dengan Metode Kromatografi Gas,” J. Sains
Farm. Klin., vol. 01, no. 02, pp. 140–149, 2015.
[5] Muliadi, A. Arief, and Khadijah, “Biosintensis Nanopartikel Logam
Menggunakan Media Ekstrak Tanaman,” vol. 3, 2015.
[6] C. J. Lee, J. S. Kang, Y. Park, K. M. Rezaul, and M. S. Lee, “Study of
Substitution Effect of Anthraquinone by SERS Spectroscopy,” vol. 25, no.
12, pp. 1779–1783, 2004.
[7] A. Indriani Putri, A. Sundaryono, and I. N. Candra, “Karakterisasi
Nanopartikel Kitosan Ekstrak Daun Ubijalar (Ipomoea batatas L.)
Menggunakan Metode Gelasi Ionik,” J. Pendidik. dan Ilmu Kim., vol. 2, pp.
203–207, 2018.
[8] R. Yusiasih, D. Styarini, and Y. Susanto, “Penentuan Kandungan Residu
Pestisida dalam Teh Komersial di Indonesia Menggunakan Kromatografi
Gas dengan Detektor Penangkap Elektron,” pp. 59–66, 2014.
[9] S. Nazmatullaila, “Analisis Residu Pestisida Pada Tomat Menggunakan
Metode QuEChERS dengan Perlakuan Sebelum dan Setelah Dicuci,” 2015.
[10] V. Amendola, M. Meneghetti, V. Amendola, and M. Meneghetti, “Size
Evaluation of Gold Nanoparticles by UV-vis Spectroscopy Size Evaluation
of Gold Nanoparticles by UV-vis Spectroscopy,” J. Phys. Chem., vol. 113,
pp. 4277–4285, 2009.
[11] M. Abdullah, Y. Virgus, Nirmin, and Khairurrijal, “Review : Sintesis
Nanomaterial,” J. Nanosains Nanoteknologi, vol. 1, pp. 33–57, 2008.
59
[12] M. Zakir, N. Hariani, and Marlinda, “Sintesis Nanopartikel Perak
Menggunakan Bioreduktor Ekstrak Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn)
dan Potensinya Sebagai Tabir SUrya.”
[13] Y. Herbani, T. Nakamura, and S. Sato, “Femtosecond Laser-Induced
Formation of Gold-Rich Nanoalloys from the Aqueous Mixture of Gold-
Silver Ions,” J. Nanomater., vol. 2010, 2010.
[14] A. Haryono, D. Sondari, S. H. Budi, and M. Randy, “Sintesa Nanopartikel
Perak dan Potensi Aplikasinya,” J. Ris. Ind., vol. 2, pp. 156–163, 2008.
[15] R. Martien, A. Adhyatmika, V. Farida, and D. P. Sari, “Perkembangan
Teknologi Nanopartikel dalam Sistem Penghantaran Obat,” no. January,
2012.
[16] M. Ronny, Adhyatmika, F. Verda, Iramie, Irianto, and D. P. Saro,
“Perkembangan Teknologi Nanopatikel Sebagai Sistem Penghantaran
Obat,” Majalah Farmaseutik, vol. 8, pp. 133–144, 2012.
[17] A. Nur Hidayah, Y. Herbani, Isnaeni, Triyono, Suliyanti, and A. Beny
Saputra, “Stabilization of Au-Ag Nanoalloys with Polyvinylpyrrolidone (
PVP ) as Capping Agent Stabilization of Au-Ag Nanoalloys with
Polyvinylpyrrolidone ( PVP ) as Capping Agent,” J. Phys., 2019.
[18] M. Sree, S. Bharati, C. Byram, and V. R. Soma, “Femtosecond Laser
Fabricated Ag @ Au and Cu @ Au Alloy Nanoparticles for Surface
Enhanced Raman Spectroscopy Based Trace Explosives Detection,” Front.
Phys., vol. 6, pp. 6–28, 2018.
[19] T. V. Roberts et al., “Femtosecond laser cataract surgery: Response,” Clin.
Exp. Ophthalmol., vol. 42, pp. 290–291, 2014.
[20] M. D. Purnamasari, “Sintesis Antibakteri Nanopartikel Perak Menggunakan
Bioreduktor Daun Sirih (Piper Bettle Linn) dengan Irradiasi Microwave,”
2015.
[21] A. C. E, O. N. N, and I. G. O, “Basic Calibration of UV/ Visible
Spectrophotometer,” Int. J. Sci. Technol., vol. 2, pp. 247–251, 2013.
[22] N. Noviarty and D. Anggraini, “Analisis Neodimium Menggunakan Metoda
Spektrofotometri Uv-Vis,” no. 11, pp. 9–17, 2014.
[23] M. T. Asri, S. R. Chaelani, B. T. Rahardjo, and S. B. Sumitro, “Mechanism
of Infection Spodoptera Litura Multiple Nucleopolyhedrosis Virus
(SpltMNPV) on Midgut Epithelial Cell Army Worm (Spodoptera litura)
Observed by TEM,” Agrivita, vol. 35, pp. 88–94, 2013.
60
[24] M. Munasir, T. Triwikantoro, M. Zainuri, and D. Darminto, “Uji XRD dan
XRF Pada Bahan Meneral (Batuan dan Pasir) Sebagai Sumber Material
Cerdas (CaCO3 DAN SiO2),” J. Penelit. Fis. dan Apl., vol. 2, no. 1, p. 20,
2012.
[25] S. J. Chipera and D. L. Bish, “Fitting Full X-Ray Diffraction Patterns for
Quantitative Analysis: A Method for Readily Quantifying Crystalline and
Disordered Phases,” Adv. Mater. Phys. Chem., vol. 03, no. 01, pp. 47–53,
2013.
[26] S. Marcet, M. Verhaegen, S. Blais-Ouellette, and R. Martel, “Raman
spectroscopy hyperspectral imager based on Bragg tunable filters,” 2012.
[27] T. Dong, L. Lin, and Y. He, “Density Functional Theory Analysis of
Deltamethrin and Its Determination in Strawberry by Surface,” J. Mol., pp.
1–15.