determinan pertumbuhan kredit modal kerja …repository.ub.ac.id/8645/1/raisa akbar.pdf · seminar...

96
DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI INDONESIA DI INDONESIA PERIODE 2012 2016 SKRIPSI Disusun oleh : RAISA AKBAR 135020407111025 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 02-Dec-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI INDONESIA DI INDONESIA

PERIODE 2012 – 2016

SKRIPSI

Disusun oleh :

RAISA AKBAR 135020407111025

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

CURRICULUM VITAE

Data Pribadi

Nama : Raisa Akbar

Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 3 April 1995

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Domisili di Malang : Jalan A.Yani No. 1 Sukopuro – Jabung

Nomor Telepon : +62-822-579-802-99

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

Institusi Tahun

MI Islamiyah Sukopuro 2001-2007

SMP Negeri 1 Tumpang 2007-2010

SMA Negeri 1 Tumpang 2010-2013

Universitas Brawijaya Jurusan Ilmu Ekonomi

(Ekonomi, Keuangan dan Perbankan)

2013-2017

Sertifikat dan Penghargaan

Jenis Kegiatan Tahun

Seminar Traning Of Communication 2014

Seminar Enterprenuerdan Business Plan Competion 2014

Pengalaman Kepanitiaan Kampus

Acara Bagian Tahun

ECOLYMPICS Staff Divisi Keamanan Transportasi 2015

Pengalaman Lain

Pengalaman Tahun

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN-P) di Bank Indonesia Kantor Perewakilan Jember

2016

Founder ex Project 2016- Sekarang

viii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:

DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI

INDONESIA PERIODE 2012 – 2016. Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk

melengkapi persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada Jurusan

Ilmu Ekonomi Keuangan Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya.

Dalam selesainya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan rasa

hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada:

1. Keluarga penulis (Ayah Agus, Mami Indah, Aushilna Rahma dan Nenek

Sholicha) yang telah memberikan dukungan dan doa dalam kelancaran

mengerjakan skripsi.

2. Prof. Dr. Ghozali Maski, SE., MS. Selaku dosen pembimbing yang telah sabar

dalam proses bimbingan skripsi dan memberi dorangan moral dalam

menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu

3. Prof. Dr. Khusnul Ashar, SE., MA. Selaku dosen penguji satu yang tealah

memberikan saran pada perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Setyo Tri Wahyu, SE., MEc., Ph.D. Selaku dosen Penguji dua yang

telah memberikan saran perbaikan pada skripsi ini.

5. Bapak Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya

6. Keluarga Bapak M. Illyin yang telah memberikan semangat pada pengerjaan

skripsi sertra dukungan moral doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi

dengan tepat waktu.

ix

7. Rosa Lia Annisa yang selalu memberikan waktu dalam proses pengerjaan

skripsi. Terimakasih, telah mau saya repotkan dan terimakasih atas

kesabarannya. Semoga di tahun 2018 lulus tepat waktu.

8. Teman Teman angkatan 2013 di jurusan Ilmun Ekonomi yang turut

memberikan dukungan dan motivasi. Kalian merupakan teman yang sering

saya repotkan dalam pemecahan revisi dosen.

9. Teman teman (Abah Lovers dan Geng Kapak Om-om) terimakasih mau dan

rela menunggu dan memberikan semangat dan motivas pada saat ujian

komprehensif.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi

kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini

bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Malang, 2 Januari 2018

Penulis

Raisa Akbar, SE.

ABSTRAKSI

Akbar, Raisa. 2017. Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan Di

Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

Universitas Brawijaya. Prof. Dr. Ghozali Maski, S.E., M.S

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, pertumbuhan

dana pihak ketiga, kredit bermasalah dan kredit modal kerja terhadap pertumbuhan

kredit modal kerja. Penelitian ini menggunakan analisis Error Corection Model (ECM)

Eangle Granger. Dengan menggunakan metode ini dampak jangka pendek dan

jangka panjang antara variabel dependen dan variabel independen dapat diketahui

dengan teknik analisis ini adalah untuk mengoreksi kecepatan penyesuaian dalam

jangka pendek terhadap jangka panjang. Hasil penelitian, dalam jangka pendek hanya

suku bunga pinjaman modal kerja yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit

modal kerja. Untuk jangka panjang sebagian besar dari variabel independen hanya

signifikan tingkat suku bunga pinjaman modal kerja tidak dapat signifikan terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka panjang. Untuk hubungan jangka

panjang, suku bunga pinjaman modal kerja memiliki pengaruh yang tidak signifikan

dan bernilai negatif, pertumbuhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan dan

signifikan terhadap inflasi dan memiliki pengaruh negatif yang signifikan dan Non

Performing Loan memiliki pengaruhyang signifikandan memiliki nilai positif.

Kata kunci: Pertumbuhan Kredit, Non Performing Loan, Dana Pihak Ketiga, Inflasi,

ECM Eangle -Granger

ABSTRACT

Akbar, Raisa. 2017. Determinant of Growth of Working Capital Loan Banking In

Indonesia. Minor Thesis. Department of Economics, Faculty of Economics and

Business, Brawijaya University. Prof. Dr. Ghozali Maski, S.E., M.S

This research aims to find out the effect of Inflation, third party funds growth,

non performing loan and working capital loan rates on working capital loans growth.

Ini the research, analysis using Error Corection Model (ECM) Eangle Granger. Using

thiis method. It cand be analyzed impact of short-term and long –term amongst

dependent variabel and independent variabel with analytical techniques for correcting

speed of adjustment in the short-term. Results of the research, in the short – term only

working capital loan rates can’t significan on working capital loans growth. For the long

–term most of them from variabel independent significant only working capital loan

rates can’t significan on working capital loans growth in long- term. For long-term

relationship, working capital loan interest rates have a not significant and negative

effect , third party funds growth have and significant positive effect and inflation have

a significant negative effect and Non Performing loand have a significant and positive

effect

Keyword : Credit Growth, Non Performing Loans, Third Party Funds, Inflation, ECM

Eangle –Granger

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... iv

CURRICULUM VITAE ......................................................................................... v

QUOTES ........................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii

HALAMAN ABSTRAKSI ................................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 10

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori .................................................................................... 12

2.1.1 Teori Market or Loanable Funds ............................................... 12

2.1.2 Teori Penawaran dan Permintaan Kredit .................................. 13

2.1.2.1 Teori Melitz dan Pardue ............................................. 13

xi

2.1.2.2 Teori Stiglitz dan Weiss .............................................. 15

2.1.2.3 Teori Bernake dan Blinder .......................................... 16

2.1.2.4 Teori Blundell – Wignall dan Gizycki .......................... 17

2.1.2.5 Teori Hakim et al., ...................................................... 18

2.1.3 Hubungan Antar Variabel ......................................................... 18

2.1.3.1 Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Kredit Modal

Kerja .......................................................................... 18

2.1.3.2 Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Kredit

Modal Kerja ................................................................ 20

2.1.3.3 Hubungan Non Performing Loan (NPL) dengan Kredit

Modal Kerja ................................................................ 21

2.1.3.4 Hubungan Antara Inflasi dengan Kredit Modal Kerja .. 21

2.1.4 Penelitian Terdahulu ............................................................... 23

2.1.5 Kerangka Pemikiran ............................................................... 25

2.1.6 Hipotesis ................................................................................. 26

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ......................................................................... 27

3.2 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 27

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 27

3.3.1 Populasi ................................................................................ 27

3.3.2 Sampel .................................................................................. 28

3.4 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 28

3.5 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 29

3.5.1. Definisi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................... 29

xii

3.5.2. Definisi Operasional Inflasi ..................................................... 30

3.5.3. Definisi Operasional DPK ....................................................... 30

3.5.4. Definisi Operasional NPL ........................................................ 30

3.5.5. Definisi Operasional Suku Bunga Kredit ................................. 31

3.6 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 31

3.7 Metode Analisis Data ........................................................................... 31

3.7.1. Spesifikasi Model ..................................................................... 32

3.7.2. Uji Stasioneritas ....................................................................... 32

3.7.3. Uji Drajat Integrasi ................................................................... 33

3.7.4. Uji Kointegrasi ........................................................................ 34

3.7.5. Spesifikasi Model Error Correction Model (ECM) ..................... 36

3.8 Pengujian Hipotesis ............................................................................. 37

3.8.1. Uji Koefisien Determinasi .......................................................... 37

3.8.2. Uji Koefisien Regresi Indivi (Uji t) ............................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Variabel Penelitian .................................................. 39

4.1.1 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Melambat ............................. 39

4.1.2 Pergerakan Inflasi di Indonesia ................................................ 41

4.1.3 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia ......................... 43

4.1.4 Pergerakan Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di

Indonesia ................................................................................. 45

4.1.5 Suku Bunga Kredit Modal Kerja ............................................... 46

4.2 Analisis Hasil Pengujian ....................................................................... 48

4.2.1 Uji Stasioneritas ....................................................................... 48

xiii

4.2.2 Uji Kointegrasi.......................................................................... 49

4.2.3 Uji Error Correction Model........................................................ 50

4.3 Analisis Ekonomi .................................................................................. 53

4.3.1 Perspektif Jangka Pendek dan Jangka Panjang Ekonomi ....... 54

4.3.2 Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ... 55

4.3.3 Pengaruh Pertumbuhan DPK Terhadap Pertumbuhan Kredit

Modal Kerja ............................................................................. 58

4.3.4 Pengaruh Perubahan Non Performing Loan (NPL) Terhadap

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................................. 62

4.3.5 Pengaruh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Terhadap

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................................. 66

4.3.6 Penentu Lain Pertumbuhan Kredit Perspektif Penawaran dan

Permintaan .............................................................................. 69

4.3.7 Implikasi Hasil Penelitian ......................................................... 71

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73

5.2 Saran .................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76

LAMPIRAN ...................................................................................................... 79

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................................. 23

Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Sumber Data dan Periode ......................................................... 29

Tabel 4.1 Hasil Ujian Stasioneritas Augmented Dickey Fuller Test .......................................... 48

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Stasioneritas Residual ..................................................................... 49

Tabel 4.3 Hasil Estimasi Error Correction Model....................................................................... 50

Tabel 4.4 Hasil estimasi Koefisien Jangka Panjang .................................................................. 51

Tabel 4.5 Hasil Estimasi Variabel Inflasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK

.................................................................................................................................... 55

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Variabel DPK Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK

.................................................................................................................................... 58

Tabel 4.7 Hasil Estimasi Variabel NPL Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK 62

Tabel 4.8 Hasil Estimasi Variabel SBDK Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK

.................................................................................................................................... 66

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pertumbuhan Total Kredit Indonesia Tahun 2008 – 2010 ......... 2

Gambar 1.2 Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2008 –

2016 ............................................................................................ 3

Gambar 1.3 Pertumbuhan Total Kredit Menurut Jenis Penggunaan Tahun

2008 – 2016 ................................................................................ 4

Gambar 1.4 Inflasi dan BI Rate Indonesia Tahun 2015 – 2016 .................... 7

Gambar 4.1 Pertumbuhan Modal Kerja Tahun 2015 – 2017 ......................... 39

Gambar 4.2 Penyaluran Kredit Modal Kerja tahun 2012 – 2014 ................... 40

Gambar 4.3 Prosentase Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Tahun 2015 – 2016

.................................................................................................... 41

Gambar 4.4 Pergerakan Inflasi di Indonesia Periode 2012 - 2016 ................ 42

Gambar 4.5 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia Tahun 2014 –

2017 ............................................................................................ 43

Gambar 4.6 Prosentase Pertumbuhan DPK Indonesia Tahun 2014 – 2017 44

Gambar 4.7 Perumbuhan NPL di Indonesia Tahun 2014 – 2017 ................. 45

Gambar 4.8 Pertumbuhan Suku Bunga Kredit Modal Kerja 2013 – 2016 ..... 47

Gambar 4.9 Pergerakan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Inflasi Tahun

2013 – 2017 ................................................................................ 56

Gambar 4.10 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Pertumbuhan DPK

Indonesia 2012 – 2016 ............................................................... 59

Gambar 4.11 Perubahan NPL dan KMK Tahun 2012 – 2016 ......................... 63

Gambar 4.12 Perubahan SBDK dan Pertumbuhan KMK 2012 – 2016 ........... 67

xv

Gambar 4.13 Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR) Indonesia Tahun

2012 – 2016 ................................................................................ 70

1

BAB I

PEDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peran Perbankan sangat penting dalam perekonomian, sebagai

lembaga intermediasi (Financial Intermediary) fungsi perbankan

diharapkan mampu mendorong perekonomian. Sebagai pihak intermediasi

bank dituntut dapat menyerap dana di masyarakat pada pihak yang

kebihan dana (Unit Surplus) dan dapat menyalurkan dana pada pihak yang

membutuhkan dana (Unit Deficit). Sebagai agen dari pembangunan,

perbankan dituntut dapat melakukan sebuah pembangunan perekonomian

melalui intermediasi dana yang baik, alokasi penyaluran dana yang tepat

kepada pihak-pihak yang dianggap mampu dan layak dapat memanfaatkan

dana diharapkan dapat menjalankan sektor-sektor ekonomi produktif dan

dapat meningkatkan perekonomian.

Oleh karena fungsinya sebagai lembaga penghimpun dana dan

penyalur dana ke masyarakat, bank mempunyai peranan penting bagi

suatu perekonomian negara. Bank menjadi lembaga keuangan yang

mampu memberi dukungan berupa dana atau kredit bagi perkembangan

usaha. Kredit yang tersedia oleh perbankan memungkinkan rumah tangga

dapat melakukan kosumsi, rumah tangga produksi juga dapat melakukan

kegiatan produksi karena adanya modal dan memungkinkan perusahan-

perusahan dapat melakukan investasi yang tidak dapat dilakukan dengan

karena terbatasnya dana. Berdasarkan hal tersebut kredit perbankan

sangat penting bagi perekonomian akan tetapi kemampuan bank dalam

2

0

5E+09

1E+10

1,5E+10

2E+10

2,5E+10

3E+10

3,5E+10

S E P - 0 8 D E S - 0 8 M A R - 0 9 J U L - 0 9 O K T - 0 9 J A N - 1 0 M E I - 1 0 A G U - 1 0 N O V - 1 0

menghadapi shock atau permasalahan seperti adverse selection dan moral

hazard juga sangat penting menginggat peran pemantauan menyaluran

modal kepada masyarakat dapat memberikan benefit optimal (Utari et al.,

2010).

Berjalanya penyaluran kredit dengan baik oleh perbankan akan

memberikan dampak positif berupa berjalanya roda perekonomian, namun

kredit juga memiliki potensi menganggu stabilitas keuangan yang pada

akhirnya berdampak pada stabilitas perekonomian. Oleh karena itu,

pertumbuhan kredit harus seimbang dan dijaga. Pertama, pertumbuhan

kredit yang cepat dan berlebih dapat dapat mengancam kestabilan

keuangan dan kestabilan perekonomian. Selain itu pertumbuhan kredit

yang cepat merupakan salah satu pemicu terjadinya krisis keuangan

(Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart, 1998). Kedua pertumbuhan kredit yang

lambat dapat menimbulkan keadaan ekonomi yang tidak kondusif,

Indonesia merupakan negara berkembang, dimana penyaluran kredit

sangat dibutuhkan dalam melakukan pembangunan ekonomi dan

menggerakan perekonomian, menginggat sumber pembiayaan usaha

pada negara berkembang adalah kredit.

Gambar 1.1: Pertumbuhan Total Kredit Indonesia Tahun 2008-2010

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

3

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Kosumsi

Pada tahun 2008, merupakan terjadinya krisis suprime mortage. Indonesia

merupakan negara yang mengalami dampak krisis global tahun 2008. Meskipun

domino effect dari krisis tidak terlalu besar, kebijakan tight money dilakukan

indonesia hal ini terlihat dari grafik 1.1 pertumbuhan total kredit periode 2008-2010

tidak mengalami kenaikan signifikan kredit hanya berada pada kisaran

27.289.410.316 - 30.195.321.450 Milliayrd Rupiah dalam periode Desember 2008-

Januari 2010 . Hal ini di sebabkan terjadi kenaikan BI rate dari 8.00% menjadi

9,5% pada periode september 2008 sampai akhir tahun 2009. Ketatnya likuiditas

di pasar uang mengakibatkan dorongan penundaan investasi dan peningkatan

effisiensi dari investor. Keadaan ini yang membuat pertumbuhan kredit lambat

karena penurunan pada sektor investasi dan kenaikan suku bunga yang cukup

tinggi membuat pengambilan kredit modal kerja cukup riskan bagi debitur.

Gambar 1.2: Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2008-2016

Sumber : Bank Indonesia, 2017

Menurut jenis penggunaan, kredit di bagi menjadi 3. Pertama adalah kredit

investasi. Kedua kredit modal kerja dan Ketiga kredit kosumsi. Berdasarkan

diagram di atas pada tahun 2008- 2016, kredit di Indonesia didominasi oleh kredit

4

modal kerja. Terlihat bahwa jumlah penyaluran kredit modal kerja pada periode

2008 sampai periode 2016 hampir mencapai 200 Milliard Rupiah sedangkan pada

kredit kosumsi dan investasi hanya pada kisaran 150 Milliard Rupiah. Penggunaan

kredit modal kerja yang lebih besar diantara kredit kosumsi dan kredit investasi

tidak terlepas dari penyaluran pihak perbankan yang lebih memilih menyalurkan

dana pada sektor produktif. Karena penyaluran kredit modal kerja oleh perbankan

diharapkan mampu menggerakan roda perekonomian dan mampu diserap dengan

baik oleh sektor produktif. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam

pengembangan usaha dan peningkatkan perekonomian masyarakat. Selain hal

tersebut, porsi kredit usaha yang besar sebabkan oleh fokus penyaluran dana dari

perbankan. Perbankan lebih memilih modal kerja, karena kredit modal kerja

memberi efek multiplier, Efek bagi perbankan kredit modal kerja merupakan kredit

yang beresiko namun memberi keuntungan. Sementera pada sisi sektor rill kredit

modal kerja memberikan efek positif pada pembangunan ekonomi khususnya

dalam penciptaan lapangan kerja. Untuk itu penyaluran kredit modal kerja perlu di

tingkatakan karena memiliki peran yang sangat besar.

Gambar 1.3: Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2009-2016

Sumber : Bank Indonesia, 2017

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Kosumsi

5

Apabila dibandingkan gambar 1.3 dan gambar 1.2 dapat ditarik kesimpulan

bahwa proporsi penggunaan penyaluran kredit di dominasi oleh kredit modal kerja

namun pada gambar 1.3 kredit modal kerja mengalami perlambatan dan

penurunan pertumbuhan yang cukup signifikan pada awal tahun 2012 dan awal

tahun 2017. Sehingga apabila dihubungkan dengan perekonomian dampak dari

penurunan kredit modal kerja akan cukup terasa menginggat jumlah proporsi kredit

modal kerja yang terbesar dan menjadi penggerak sektor ekonomi. Perlambatan

dan penurunan pertumbuhan kredit modal kerja tentunya mempengaruhi

produktifitas dunia usaha yang akan berimbas pada kondisi perekonomian makro.

Gambar 1.3 menunjukan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan pada

awal tahun 2012 hingga Desember 2015. Pada tahun 2012 penurunan

pertumbuhan kredit modal kerja disebabkan ketatnya peraturan Bank Indonesia.

Menurut Dody Afrianto Kepala Ekonomi Divisi Menejemen Resiko Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS) perlambatan kredit yang disalurkan akibat naiknya SBI

dari 4 persen menjadi 4,61 di tambah ketatnya Fasilitas Simpanan BI dalam

Rupiah diperketat. Selain itu naiknya NPL yang mencapai 2,5 dan naiknya Loans

to Value (LTV) membuat Bank Indonesia bersifiat conterclycal dalam mengerem

laju kredit . pada tahun 2013 sampai 2014 perlembatan dan penurunan kredit

akibat naiknya Suku bunga atau BI rate hal ini disebabkan oleh fluktuatifnya inflasi,

dimana BI rate mencapai 8% yang mengakibatkan naiknya suku bunga suku

bunga pinjaman pada kisaran 13-15 persen. Adanya kenaikan suku bunga

pinjaman membuat masyarakat berfikir bahwa harga dari dana yang dipinjam

mahal. Pada tahun 2015 Berdasarkan data Analisisi Uang Beredar Bank

Indonesia disampaikan kredit modal kerja (KMK) tumbuh 8,5% (year on year)

menjadi Rp2.050,6 triliun. Persentase ini melambat dibandingkan perolehan pada

6

April yang mencapai pertumbuhan 10% (yoy), hal ini disebabkan oleh eksspansi

dari perekonomian yang lebah akibat perlambatan perekonomian global.

Permintaan dan penawaran kredit adalah faktor-faktor yang membuat

memperlembat pertumbuhan kredit. Menurut Agung et al (2001) terdapat dua sisi

yang dapat memperlambat pertumbuhan kredit. Pertama sisi permintaan,

menurunya kualitas nasabah karena underprecing kredit, tingginya suku bunga

kredit yang melebihin kemampuan debitur dan belum kondusifnya perekonomian

yang membuat pengambilan kredit oleh debitur dianggap sebagai resiko. Kedua

sisi penawaran, pada sisi penawaran perlambatan kredit dapat ditinjau dari

profitabilitas bank, seperti Non Performing Loans (NPL) atau resiko gagal bayar,

tingkat loanable funds (ketersediaan dana) atau likuiditas. Penurunan dan

melambatnya kredit yang cukup signifikan dan cepat saat ini cukup mengkhatirkan

menggingat perubahan yang cepat dapat memberikan rush debitur dan dapat

menyebabnkan NPL yang tingggi pada perbankan.selain itu tingginya fluktuatif

perekonomian yang tidak dapat ditebak membuat membuaat enggan dalam

melakukan kegiatan usaha sehingga permintaan akan kredit berkurang. Kondisi

ini dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan credit crunch yang

disebabkan tidak kondusifnya perekonomian sehingga timbul ketidak percayaan

dalam melakukan investasi dan pengambilan kredit. Ketidak percayaan atau kredit

crunch pernah dialami Indonesia pasca krisis tahun 1998-1999 dimana terjadi

penurunan kredit yang signifikan diikuti keengganan masyaraakat dalam

mengambil kredit untuk usaha atau investasi yang di sebabkan penilaian

masyrakat tentang tidak kondusifnya perekonomian dan menganggap

pengambilan kredit saat itu beresiko.

Menurut Bank Indonesia perlambatan pertumbuhan kredit. Khususnya

kredit modal kerja di sebabkan karena adanya kenaikan suku bunga serta

7

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2015/q1

2015/q2

2015/q3

2015/q4

2016/q1

2016/q2

2016/q3

2016/q4

PER

IODE

BI RATE INFLASI

kenaikan resiko kredit. Inflasi tidak terpungkiri juga memberikan dampak pada

penurunan kredit modal kerja dari sisi makroekonomi. Pada tahun 2015-2017

tingkat inflasi sangat berfluktuatif . tingginya inflasi mendorong otoritas moneter

untuk menaikan BI rate guna mengendalikan inflasi, naiknya BI rate turut

menderek naik suku bungan kredit. Hal ini yang merupakan kenaikan biaya modal

bagi sektor produktif dalam mendapatkan kredit perbankan. Tentunya dengan

adanya kenaikan ini terjadi penurunan terhadap ekpansi kredit. Naiknya inflasi juga

mendorong naiknya Giro Wajib Minimum yang membuat modal perbankan

berkurang sehingga kredit menurun. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan inflasi

melalui Jumlah Uang Beredar (JUB ).

Gambar 1.4: Inflasi dan Suku Bunga BI RATE Indonesia Tahun 2015- 2016

Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)

BI rate, merupakan instrumen yang digunakan dalam pengendalian Inflasi

oleh Bank Indonesia. Saat inflasi tinggi maka Bank Indonesia juga akan menaikan

BI rate yang di tujukan menekan jumlah uang beredar dan diharapakan dapat

menurunkan inflasi. Pada tahun 2015-2016 BI rate tidak mengalami fluktuatif yang

cukup signifikan namun pada tahun 2015 BI rate mencapai 7,5% pada quartal 2 –

quartal 3 hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi disepanjang tahun

8

2015. Pada tahun 2016 bi rate mengalami penurunan dan berada pada posisi 75

dan diikuti oleh penurunan inflasi, namun BI rate tidak mengalmi penurunan

signifkan sedangkan inflasi pada periode tersebut cenderung stabil. Hal ini yang

membuat pertumbuhan kredit usaha tetap melambat dan menurun.

Selanjutnya dalam faktor internal perbankan terdapat faktor yang

mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit. Dana Pihak Ketiga (DPK) dan

Non Performing Loans (NPL) merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

kredit khususnya dari sisi penawaran. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan

sumber utama dalam penyaluran kredit perbankan. Menurut laporan triwulan Bank

Indonesia Prosentase dari Loans Deposite Ratio (LDR) mencapai 93% pada akhir

triwulan 2016 lebih tinggi 1% dari tahun 2015. Namun pada tahun 2007 LDR

menjadi turun pada kisaran 83%-87%. Hal ini menandakan bahwa DPK pada

tahun 2016 dapat tersalurkan secara maksimal namun pada periode 2007. Bank

Indonesia memprediksi DPK tahun 2017 akan mengalami kenaikan namun tidak

pada pertumbuhan kredit karena pada sat ini Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

munurun pada triwulan I 2007 sebesar 74,1% lebih rendah dari pada triwulan IV

2016 yang sebesar 85.6.

Penyaluran kredit oleh perbankan selalu memberikan resiko bagi

perbankan. Salah satunya adalah resiko gagal bayar, indikator yang sering

digunakan adalah Non Performing Loans (NPL). Non Performing Loans (NPL)

merupakan rasio dari total gagal bayar di bagi dari total kredit yang di salurkan.

Dari Non Performing Loans (NPL) ini dapat dilihat seberapa besar rasio gagal

bayar suatu bank. Menurut Tan Sau Eng(2013) mengatakan bahwa Non

Performing Loans (NPL) berpangruh negatif terhadap laba dan penyaluran kredit.

Hal ini sejalan dengan penelitian Christy Sugiarty (2013) yang menyatakan bahwa

Non Performing Loans (NPL) berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit.

9

Berdasarkan hal tersebut Non Performing Loans (NPL) yang tingg sebuah bank,

maka bank akan mengalami kesulitan keuangan dalam menyalurkan dan atau

kredit (Bagus et.al.,2011). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia batas wajar

NPL sebuah bank adalah 5% dari total kredit yang di salurkan. Adanya kebijakan

batas wajar Non Performing Loans (NPL) juga merupakan barrier perbankan

dalam penyaluran kredit sehingga lebih berhati hati.

Beberapa penelitian terdahulu memiliki hasil yang berbeda-beda. Hasil

penelitian dari(I Putu Eka Saputra et.al.,(2014), Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki

pengaruh signifikan dan positif terhadap penyaluran kredit. Semakin tinggi bank

dapat menyerap dana dari masyarakah (DPK) maka penyaluran kredit juga tinggi.

Sejalan dengan penelitian I Gde Oggy Pratama (2014) yang mentakan bahwa ),

Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap

penyaluran kredit. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria (2009)

yang menyatakan bahwa DPK tidak memberikan pengaruh signifikan yang positif,

karena DPK merupakan penghimpunan dana dalam jangka pendek yang beresiko

apabila disalurkan kembali menjadi kredit. Namun dari ketiga peneliti mempunyai

kesamaan dimana NPL memberikan dapak signifikan negatif terhadap kredit.

Sementara penelitian dari Ni Made Junita Sari (2016) sejalan dengan pnelitian

Astuti (2012) dan Haryati (2009) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh

signifikan positif terhadap kredit perbankan.

Berdasarkan fenomena perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja dan

faktor – faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan

kredit modal kerja tersebut. Sehingga fenomena pertumbuhan kredit modal kerja

yang melambat menarik untuk diteliti kembali dengan judul “Determinan

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia”

10

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh faktor internal DPK dan NPL terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di

Indonesia ?

2. Bagaimana pengaruh faktor eksternal Inflasi dan SBDK terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di

Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di

Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat secara akademis maupun praktis yang diharapkan

mengenai penelitian ini, yaitu:

1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran

mengenai pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja di Indonesia dalam jangka pendek

dan jangka panjang.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran

terhadap masalah yang berkaitan dengan pengaruh faktor internal

dan eksternal terhadap pertumbuhan kredit modal kerja di

Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Market for Loanable Funds

Dalam interaksi antara permintaan dan penawaran dan pinjaman

atau kredit dapat dikenal dengan istilah Pasar Dana Pinjaman (Market for

Loanable Funds) yang akan mempengaruhi jumlah pinjaman dan tingkat

suku bunga. Awal dasar munculnya penawaran dan permintaan dan

pinjaman datang dari orang orang yang memiliki dana lebih kemudian di

simpan di bank dalam bentuk saving atau tabungan, jadi tabungan adalah

sumber panwaran dana pinjaman. Sementara dari sisi permintaan datang

dari rumah tangga atau perusahaan yang membutuhkan dana untuk

kegiatan produksi atau investasi. Dari penjelasan di atas menunjukan

investasi merupakan sumber permintaan akan dana pinjaman (Mankiw,

2012).

Kredit tak lepas dari suku bunga. Suku bunga adalah dana yang

harus dibayar oleh pihak peminjam dana untuk pinjaman dan yang diterima

oleh pihak pemberi pinjaman dari tabungan. Suku bunga yang tinggi

mengakibatkan menurunya jumlah permintaan akan kredit, seiring dengan

naiknya suku bunga jumlah saving atau tabungan akan naik, jadi naiknya

suku bunga jumlah dana yang tersipan dan yang dapat di tawarkan juga

mengalami kenaikan. Dengan kata lain terdapat trade off, dimana kurva

permintaan dana akan melandai kebawah, sedangkan kurva penwaran

akan melandai keatas (Mankiw, 2012).

12

2.1.2 Teori Penawaran dan Permintaan Kredit

Terdapat banya teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi penawaran dan permntaan kredit selain suku bunga Berikut

akan dipaparkan beberapa teori dan asumsi yang akan berkaitan dengan

permintaan dan penawaran kredit yang akan digunakan dalam penelitian

ini:

2.1.2.1. Teori Melitz dan Pardue

Menurut Melitz dan Pardue (1973), terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi keputusan bank dalam memberikan pinjaman atau kredit

kepada masyarakat, teori ini merumuskan model penawaran dan

permintaan kredit sebagai berikut :

SK = g(S,ic,ib,BD)

SK = Jumlah kredit yang ditawarkan

S = Cadangan Bank wajib (Kententuan dari Bank Indonesia)

ic = Tingkat suku bunga kredit

ib = biaya opurtinitas meminjam uang

DB = Deposito

Berdasarkan model di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kredit dari sisi

penawaran, yaitu pertama adalah tingkat cadangan wajib bank (S). Dana

cadangan bank adalah dana cadangan minimum bank yang disimpan

dalam bentuk giro atau rupiah yang disimpan pada Bank Indonesia.

Cadangan wajib ini merupakan bagian dari DPK yang di setorkan ke Bank

13

Indonesia. Tingkat cadangan bank akan mempengaruhi berapa jumlah

kredit yang akan disalurkan kepada nasabah, menginggat bahwa

cadangan bank adalah sebagian dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) dan

Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah sumber dana dalam pemberian kredit.

Jadi semakin tinggi cadangan yang berada pada Bank Indonesia maka

penyaluran kredit juga akan semakin sedikit begitu juga dengan

sebaliknya.

Ic dalam model tersebut adalah suku bunga kredit. Suku bunga

kredit adalah suku bunga yang di bebankan oleh bank terdahap peminjam

dana. Dimana semakin tinggi penyaluran kredit maka semakin tinggi

pendapatan bank melalui suku bunga kredit. Bank menginginkan spread

yang tinggi pada bunga kredit karena tingginya spread maka keuntungan

bank akan tercapai dimana biaya marginal dari pemberian kredit lebih

tinggi dari pada biaya pengimpunan dana, selain itu biaya marginal dari

pemberian kredit juga diharapkan sama dengan manfaat marginal yang

diperoleh oleh bank dari jumlah kredit yang ditawarkan.

Faktor berikutnya adalah biaya opportunitas atau (ib). Pendapatan

bank paling besar berasal dari pemberian kredit, namun bank juga

mempunyai pendapatan lain dengan mengalokasikan dana untuk

investasi. Investasi yang yang dilakukan bank adalah dengan pembelian

Surat Berharga Bank Indonesia (SBI) atau pembelian obligasi pemerintah.

Pengalokasian dana bank dalam investasi dapat mempengaruhi kredit

yang disalurkan, hal ini dikarenakan bank akan menghitung opportinity cost

dari pengalokasian dana innvestasi atau kredit. Apabila dinilai opportinity

cost pemberian kredit lebih besar karena terkendala NPL yang tinggi dan

di saat bersamaan tingkat suku bunga SBI atau obligasi lebih tinggi, maka

14

bank akan lebih memilih pengalokasian dana yang lebih besar pada

investasi SBI atau obligasi. Pemilihan obligasi dan SBI di sebabkan nilai

resiko yang rendah serta tingkat keuntungan yang sudah dapat dipastikan.

Faktor yang terakhir pada model ini adalah Biaya Deposito (BD).

Bank tidak hanya memberikan bunga pada kredit namun juga memberikan

bunga pada deposan atau orang yang menyimpan dana pada bank

sebagai bentuk balas jasa atas dana yang di simpannya. Semakin tinggi

bunga deposito tentunya berdampak pada tingginya bunga kredit yang

ditawarkan, hal ini dikarenakan biaya pengimpunan dana cukup tinggi serta

spread keuntungan yang diinginkan bank untuk mendapat keuntungan.

Sehingga semakin tinggi bunga deposito maka akan mempengaruhi jumlah

kredit yang ditawarkan oleh perbanakan

2.1.2.2. Teori Stiglitz dan Weiss

Stiglitz dan Weiss(1981) mengatakan bahwa asumsi dasar yang

harus dipahami untuk mengukur besarnya kredit yang disalurkan adalah

adanya resiko kredit. Resiko kredit muncul dari bank ketika bank

menetapkan tingkat suku bunga kredit sebagai tingkat keuntungan bank

dalam menyalurkan kredit, tingakat bunga kredit merupakan tingkat

harapan bank dalam mendapatkan keuntungan, maka hal tersebut

tergantung pada kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban

pengembalian dana beserta bungan serta pada besarnya tingkat bunga

yang di tetapkan. Kenaikan bunga dapat menjadi keuntungan bagi bank,

disisi lain kenaikan suku bunga kredit menyebabkan turunya permintaan

kredit dan naiknya resiko sendiri bagi bank tersebut. Berdasarkan dua

dampak tersebut maka kenaikan suku bunga tidak selalu memberikan

15

dampak posiif atau keuntungan bagi bank melainkan juga dampak

memberikan resiko terhadap bank itu sendiri.

2.1.2.3. Bernake dan Blinder .

Asumsi Bernake dan Blinder (1988) menyatakan bahwa peminjam

dan pemberi pinjaman memilih suku bunga sebagai instrumen dalam

memilih obligasi atau kredit. Jika p adalah tingkat suku bunga pinjaman, i

adalah tingkat suku bunga obligasi dan y adalah GNP, maka permintaan

kredit (Ld) adalah

𝐿𝑑 = 𝐿(𝜌, 𝑖, 𝑦)

Sedangkan untuk penawaran kredit dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐵𝑏 + 𝐿𝑠 + 𝐸 = 𝐷(1 − 𝜏)

Dengan demikian, kondisi keseimbangan pada pasar kredit adalah:

𝐿(𝜌, 𝑖, 𝑦) = λ(𝜌, 𝑖)𝐷(1 − 𝜏) di mana: 𝐵𝑏 + 𝐿𝑠 + 𝐸 = λ(𝜌, 𝑖)

Keterangan :

Ls = Penawaran Kredit

Ld = Permintaan Kredit

p = Suku Bunga Kredit

i = Suku Bungan Obligasi

y = GNP

gb = Pinjaman

D = Deposito

16

r = Rasio Cadangan Minimum Bank

Model Persamaan di atas menunjukan bahwa kredit merupakan subtitusi tidak

sempurna bagi obligasi, karena rumah tangga dan perusahaan dengan ukuran

kecil tidak mampu mendapatkan dana dari penerbitan obligasi sehingga, untuk

skala kecil seperti rumah tangga dan perusahaan kecil masih sangat tergantung

pada kredit yang disalurkan oleh perbankan.

2.1.2.4. Teori Blundell – Wignall dan Gizycki

Spesifikasi umum fungsi penawaran kredit menurut Blundell-Wignall dan

Gizycki (1992) adalah sebagai berikut:

𝐿𝑡 𝑆 = 𝐹(𝐷𝑡−1), (𝑒𝑏/𝑒) 𝑡−1, 𝐸𝑡−1, (𝑖𝐿 − 𝑖𝑓 )𝑡 , (𝑖𝐿 − 𝑖)𝑡 , 𝜎𝑡, 𝜋𝑡 ]

F1

1, , F

1

2, > 0; F

1

5, , F

1

6, < 0

Komponen persamaan pertama menunjukan bahwa penawaran kredit

tergantung jumlah simpanan dan nilai buku modal yang dimiliki oleh bank pada

awal periode (𝐷𝑡−1). Dalam persamaan kedua ), (𝑒𝑏/𝑒) 𝑡−1 merupakan

perbandingan harga saham sektor perbankan terhadap harga saham rata-rata di

pasar yang menunjukan penentuan profit yang diharapakan dari bank dan lebaga

intermediasi lainya yang didapat di pasar saham sehingga mempengaruhi jumlah

modal baru yang akan disalurkan sebagai kredit periode yang akan datang.

Komponen persamaan ketiga (𝐸𝑡−1), adalah kapitalisasi pasar dari modal

perusahaan pada awal periode yang mempengaruhi nilai kekayaan perusahaan

dan jaminan yang tersedia bagi perbankan. Komponen persamaan keempat (𝑖𝐿 −

𝑖𝑓 ) 𝑡 , adalah tingkat bunga kredit dikurangi biaya dana, semakin tinggi tingkat

bunga kredit daripada biaya dana maka semakin tinggi pula margin keuntungan

bank. Komponen persamaan kelima (𝑖𝐿 − 𝑖)𝑡, merupakan tingkat bunga kredit

dikurangi tingkat bunga deposito yang menggambarkan resiko siklis. Komponen

17

persamaan keenam (𝜎𝑡 ), adalah pengembaliaan yang diharapkan pada portofolio

kredit bank. Komponen terakhir (𝜋𝑡), adalah yang merupakan tingkat inflasi yang

diharapkan. Pengaruh dari tingkat inflasi ini dipertimbangkan dalam jangka

panjang dan berhubungan dengan resiko kredit. Tingkat inflasi yang tinggi akan

mengakibatkan spekulasi harga asset sehingga bank akan cenderung lebih

berhati-hati dalam memberikan kredit.

2.1.2.5. Hakim et.al.,

Menurut Hakim et.al., dalam menentukan jumlah besaran kredit yang

ditawarkan, tidak hanya meliha pada bagian sisi dalam perbankan atau faktor

melainkan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah kebijakan bank sentral atau

efek dari kebijakan bank sentral.

Kebijakan bank sentral dalam mengedalikan stabilitas perekonomian dapat

mempengaruhi penyaluran kredit. Seperti kebijakan pengendalian inflasi, dimana

bank sentral dengan instrument dapat mempengaruhi jumlah permintaan dan

penawaran pada pasar dana dengan menggunkan surat berharga Bank Indonesia

pada oprasi pasar terbuka. Dikeluarkanya Surat berharga Bank Indonesia

membuat naik suku bunga pasar dana dan menyerap jumlah uang beredar pada

masyarakat sehingga dapat menekan inflasi. Berdasarkan hal tersebut maka pada

saat bank mengeluarkan SBI pada Operasi Pasar Terbuka (OPT) jumlah

permintaan kredit akan berkurang karena masyrakat lebih tertarik pada

penyimpanan dana karena saving lebih menguntungkan.

2.2 Hubungan antar Variabel

2.2.1. Hubungan Inflasi dengan Penyaluran kredit

Inflasi merupakan indikator terdapatnya pertumbuhan ekonomi atau

dapat dikatakan sabagai tanda bergeraknya ekonomi. Terdapat beberapa

faktor yang menyebabkan inflasi, yaitu konsumsi masyarakat yang

18

meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau

bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran

distribusi barang. Inflasi juga bisa diartikan menurunnya sebuah nilai mata

uang secara continue. Artinya apabila inflasi disebabkan oleh kosumsi dan

berlebihmya likuiditas maka inflasi merupakan cerminan kosumsi di

masyarakat yang tinggi dan membuat permintaan uang meningkat seperti

kredit yang meningkat dan menimbulkan inflasi.

Bagi dunia usaha , inflasi memyebabkan ketidak pastian dan spekulasi

sehingga dapat menggangu perencanaan dan perncapaian target kredit

perbankan. Menurut Haryati (2000), hubungan inflasi dan penyaluran kredit

adalah negatif, menurut Haryanti tingginya inflasi menyebabkan naiknya

suku bunga sehingga saat terjadi kenaikan suku bunga masyrakat lebih

memilih saving dari pada pengambilan kredit menginggat pengambilan

kredit memiliki biaya yang lebih mahal dan kurang menguntungkan, di sisi

lain saat inflasi tinggi membuat resiko pengambilan kredit cukup tinggi dan

keadan perekonomian cenderung tidak kondusif dalam menjalankan usaha

sehingga inflasi berkorelasi negatif terhahap kredit.

Sedangkan menurut Eller et al (2010, dalam Utari), hubungan negatif

inflasi dan permintaan kredit dapat dilihat dari dua aspek, pertama, saat

inflasi telah menyentuh batas tertentu akan berasosiasi dengan volatilitas

inflasi yang secara signifikan dapat menganggu fungsi pasar keuangan

dengan meningkatkan ketidakpastian. Kedua, jika suku bunga normal

tingggi, akan membuat debitur memilih kredit dengan durasi yang pendek,

yang pada gilirannya membatasi volume kredit yang dipinjam.

11

2.2.2. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Penyaluran Kredit

Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dan yang dihimpun dari

masyarakat berupa giro, deposito dan tabungan. DPK bagi perbankan

sangat memiliki peran penting, karena todal dari DPK menentukan besar

kecilnya jumlah kredit yang ditawarkan dan DPK merupakan sumber

modal utama dalam penyaluran kredit. Menurut Kasmir (2000) Dana Pihak

Ketiga (DPK) merupaka sumber terpenting dalam kegiatan operasional

perbankan dan merupakan ukuran keberhasilan bank apabila mampu

membiayai operasinya dari sumber dana ini.

Teori Bernake dan Blinder (1987) menjelaskan bahwa penawaran

kredit di pengaruhi oleh jumlah DPK yang dapat diserap oleh bank tersebut.

Semakin tinggi total DPK yang diserap maka semakin tinggi pula jumlah

kredit yang ditawarkan oleh bank tersebut. Teori ini sejalan dengan

enelitian dari I Made Pratista Yuda (2010) dengan hasil peneliian baahwa

DPK memiliki pengauh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.

Haryati (2009) juga menyatakan bahwa total DPK memiliki pengaruh positif

signifikan terhadap penyaluran kredit, dimana ketika DPK mengalami

kenaikan maka akan di ikuti oleh keiakann kredit yang di tawarkan. Namun

Satria (2010) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu DPK tidak memiliki

pengaruh positif terhadap penyaluran kredit hal ini disebabkan oleh DPK

yang memiliki tanggal jatuh tempo yang pendek, sehingga apabila

digunkan sebagai dan untuk penyaluran kredit cuku beresiko bagi

perbankan. Namun haasil penelitian secara genera menyatakan bahwa

DPK memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit.

12

2.2.3. Hubungan antara Non Performing Loans (NPL) dengan

Penyaluran Kredit

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio antara jumlah gagal

bayar dibagi jumlah total kredit. Rasio ini untuk mengukur kemampuan

bank dalam meng-cover resiko ketidak mampuan debitur dalam melunasi

kewajibannya. Besar kecilnya NPL sangat mempengarahui jumlah kredit

yang disalurkan, hal ini dikarenakan apaila NPL tinggi maka bank harus

membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar, dengan kata lain

modal akan berkurang untuk meng-cover kerugian sehingga penyaluran

kredit akan menurun karena turunya modal.

Menurut Stiglitz dan Weiss (1992) mengatakan bahwa asumsi

dasar yang harus dipahami mengukur besar kredit adalah dapat mengukur

dan menetapkan resiko yang muncul akibat penetapan bunga kredit yang

disalurkan serta dapat mengukur kemampuan nasabah dalam melakukan

pengembalian. Dari penelitian Pratama (2011) mengatakan bahwa NPL

yang tinggi menyebabkan penurunan terhadap kredit yang di salurkan. Hal

ini disebabkan tingginya NPL menandakan bahwa modal tergerus guna

mengcover kerugian dan bank pada posisi kurang liquid sehingga terjadi

penurunan kredit. Namun berbeda penelitian dari Amalia Y (2014) yang

menyatakan bahwa NPL tidak memiliki pengaruh negatif terhadap

penyaluran kredit, hal ini bisa jadi tidak terpengaruh karena adanya implicit

guarantee yang merupakan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

2.2.4. Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Penyaluran Kredit

Suku Bunga merupakan pendapatan yang diperoleh bank dari

penyaluran kredit. Suku bunga kredit digunakan sebagai bentuk penjualan

13

atas kredit sementara bagi masyarakat merupakan harga pembelian dari

kredit. Menurut Kasmir (2000) mengatakan bahwa dalam penentuan suku

bunga kredit , bank perlu pandai dalam menentukan komponen pembentuk

suku bunga kredit agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Suku bunga

kredit yang di tetapkan maksimum 5% di atas BI rate yang di tetapkan oleh

Bank Indonesia .

Menurut Melitz dan Pardue (1973). Jumlah kredit yang diberikan di

pengaruhi oleh tingkat bunga kredit bank yang ditetapkan sebagai profit

untuk bank. Teori ini sejalan dengan teori yang di kemukakan Bernake dan

Blinder (1987) yang menyatakan bahwa besar permintaan kredit salah

satunya ditentukan oleh suku bunga. Jadi semakin tingkat suku bunga

kredit yang diberikan maka permintaan akan kredit akan berkurang hal ini

karena masyrakat akan lebih memilih menabung atau saving karena biaya

opportunitas dari pengambilan kredit lebih tinggi dari pada saving, selain

itu resiko yang diambil cukup besar ketika mengambil kredit dengan tingkat

bunga yang tinggi.

Hasil dari penelitian yang menunjukan bahwa tinggkat bunga

memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran permintaan kredit adalah

penelitia dari I Gde Oggy (2014) yang menyakan bahwa suku bunga

memberikan pengaruh signifikan terhadap pada penyaluran kredit. Sejalan

dengan penelitian Igde Oggy, penelitian dari Haas (2006) juga menyatakan

bahwa suku bunga berpenran negatif dalam penyaluran kredit. Namun

pada penelitiaan Agung et.al., (2001) bahwa mendapatkan hasil yang

berbeda, dimana bunga memiliki hubungan positif. Berdasarkan penelitian

agung dapat ditrik kesimpulan bahwa bunga tidak lagi menjadi masalah

utama bagi masyrakat dalam pengambilan kredit.

14

2.3 Penelitian Terdahulu

No Peneliti & Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Tahun

1 Bagus Budiman et.al., (2012) Pengaruh NPL, CAR, Tingkat Suku bunga Terhadap Penyaluran Kredit pada Perusahaan Perbankan

Jumlah Kredit, NPL,CAR, Tingkat Suku Bunga

Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)

(-)Tingakat Suku Bunga berpengaruh postif dan signifikan (-) NPL dan CAR tidak memiliki pengaruh atau tidak berpengaruh signifikan terhadap Total Kredit yang di Salurkan

2012

2 Yoga Lingga (2013) Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), NPL, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja , Kosumsi, Investasi dan Kosumsi Pada Bank Pembangunan Daerah

Jumlah Kredit, DPK, NPL dan Suku Bunga Pinjaman

Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)

(-) Secara parsial variabel DPK, Suku Bunga dan NPL memiliki pengaruh signfikan terhadap kredit ketiga modal

2013

3 Billy A. Pratama (2010) Analisis yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan

DPK,NPL,SBI, CAR dan Suku Bunga

Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)

(-) DPK berpengaruh signifikan Positif terhadap Kredit, begitu juga CAR. NPL berpengaruh negatif terhadap Kredit Sementara untuk suku bunga

2010

15

berpengaruh positif namun tidak signifikan

4 I Gde Oggy P (2014) Pengaruh BI RATE, DPK, NPL terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada Bank Perkreditan Rakyat

BIRATE, DPK, NPL dan Total Kredit Modal Kerja BPR pulau BALI

Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)

(-) DPK, NPL, BI RATE mempunyai pengaruh signifikan secara serempak terhadap penyaluran kredit begitu juga secara parsial

2014

5 Imam Mukhlis (2010) Penyaluran Kredit Bank di Tinjau Dari Jumlah DPK dan Tingkat NPL

Jumlah Kredit, NPL dan DPK

Error Correction Model (ECM)

(-) DPK dalam jangkan pendek dan jangka panjang tidak memiliki pengaruh (-) NPL berpengaruh pada jangka pendek namun tidak pada jangka panjang

2010

6 Yana Raudhatul J (2014) Determinan Kredit Modal Kerja Perbankan

DPK, PDB,INFLASI, SBI , SBK

Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)

(-) Secara simultan Uji F variabel DPK, PDB, INFLASI, SBI dan SBK berpengaruh signifikan terhadap KMK (-) Secara Parsial DPK , SBK, Inflasi dan PDB berpengaruh signifikan akan tetapi untuk inflasi dan SBK memiliki pengaruh yang negatif.

2014

16

Sementara SBI tidak memiliki pengaruh

7 Dias Satria (2009) Determinasi Kredit Penyluran Bank Umum

Jumlah Kredit, Market Share, BOPO, CAR,NPL DPK,ROA dan SBI

Data Panel, Regresi Berganda

(-) BOPO,CAR, dan Penempatan SBI berpengaruh signifikan pada penyaluran kredit (-) NPL, DPK dan Market Share tidak berpengaruh

2009

17

2.4 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

1. Tejadi Perlamabatan kredit Modal Kerja setelah krisis Suprime

Mortage (2008)

2. Kredit Modal Kerja Memiliki proporsi lebih besar pada kredit lainya 3. Penurunan Kredit modal kerja dapat menggangu perekonomian

negara karena kredit modal kerja sebagai kredit penyangga sektor

produktif di indonesia

4. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan pertumbuhan

Kredit Modal Kerja (KMK)

Suku Bunga

Kredit NPL DPK INFLASI

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK)

Y(KMK) = INFLASI(X1), DPK(X2), NPL (X3) dan

SBDK(X4)

18

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap batasan masalah yaang

telah dikemukankan. Setelah adanya kerangkat teori , maka hipotesis dapat di

jabarkan sebagai berikut :

H1 : Diduga Inflasi memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang

dan jangka pendek

H2 : Diduga DPK memiliki pengaruh singifikan negatif dalam jangka panjang

dan jangka pendek

H3: Diduga NPL memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang

dan jangka pendek

H4: Diduga Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) memiliki pengaruh positif

dalam jangka panjang dan jangka pendek

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini

menekankan pada pengujian pada teori-teori melalui pengukuran variabel –

variabel penelitian dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Metode

penelitian ini adalah metode ex post facto. Metode ini menjelaskan kausal atau

sebab akibat antara variabel – variabel dalam penelitian yang tidak dimanipulasi

oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas kajian teoritis,

bahwa suatu variable tertentu mengakibatkan variable tertentu.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup penelitian yang ditetapkan oleh penulis yaitu meneliti

tentang Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan dalam Jangka

Pendek dan Jangka Panjang di Indonesia Periode 2012-2016. Objek analisis

adalah Pertumbuhan Kredit modal kerja , Suku Bunga Kredit, Pertumbuhan Dana

Pihak Ketiga, Non Performing Loan (NPL) dan Inflasi di Indonesia periode 2012-

2016.

3.3. Populasi dan Sample

3.3.1. Populasi

Pada Penelitian ini generalisasi wilayah penelitian atau populasi yang

diambil adalah laporan keuangan tentang penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK),

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL) pada Bank Umum

28

Konvensional yang meliputi Bank Swasta Nasional, Bank Persero, Bank Asing dan

Bank Campuran pada periode tahun 2012-2016.

3.3.2. Sample

Pada penelitian ini sample atau objek yang dipilih peneliti dalam melakukan

penelitian adalah Bank Umum Konvensional dengan kategori Buku IV. Kategori

Buku IV adalah Kategori Bank yang memiliki modal diatas 30 Triliun dengan

pembiayaan produktif atau kredit produktif paling sedikit 70% dimana 20% dari

70% penyaluran dana disalurkan kepada UMKM. Buku IV dipilih karena Kategori

Bank IV memiliki proporsi penyaluran kredit yang besar dan dinaggap relevan

dengan penelitian yang diambil oleh peneliti.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

data time series merupakan data runtut waktu yang dapat digunakan untuk

melihat pergerakan secara berkala . data time series digunakan oleh peneliti untuk

melihat hubungan antar variabel dalam waktu kurun tertentu. Berdasarkan

sumbernya data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Dan

dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan data sekunder.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder variabel

inflasi, Suku Bunga Kredit , Pertumbuhan Kredit, NPL dan Pertumbuhan Dana

Pihak Ketiga. Data tersebut diambil dalam bentuk data bulanan rentan waktu 2012-

2016. Berikut tabel mengenai jenis data, satuan yang digunakan, dan sumber data

dari masing-masing variabel.

29

Tabel 3.1. : Variabel Penelitan dan Sumber Data

NO Variabel Sumber Data Satuan

1 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Bank Indonesia (SPI) %

2 Inflasi BPS %

3 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Bank Indonesia (SPI) %

4 NPL Bank Indonesia (SPI) %

5 Suku Bunga Dsar Kredit Bank Indonesia (SPI) %

3.5. Definisi Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2007) Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk

apa saja yang menjadi titik perhatian atau objek yang di tentukan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi

2. Pertama variabel terikat atau variabel dependen. Kedua variabel : bebas atau

variabel independent. Untuk variabel dependen. adalah Pertumbuhan kredit Modal

Kerja (KMK). Kemudian untuk variabel independen adalah NPL, Inflasi,

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga Kredit.

Definisi operasional dari masing –masing variabel dalam penelitian ini

sebagai berikut

3.5.1. Definisi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja

Pertumbuhan kredit adalah pertumbuhan kredit jumlah penyaluran kredit

oleh bank umum. Penelitian ini menggunakan data kredit modal kerja atau KMK.

Periode data yang digunakan pada tahn 2012-2016 dengan bentuk data bulanan

Bank umum dengan mengacu pengelompokan bank dengan kegiatan usaha di

buku IV

30

Buku IV merupakan pengelompokan kegiatan usaha bank dengan modal

inti paling sedikit 30 trilliun, dengan pembiayaan produktif atau kredit produktif

paling sedikit 70% dari total kredit dan 35% batas atas penyertaan modal. Rumus

dari menghitung pertumbuhan kredit sebagai berikut :

Pertumbuhan kredit =jumlah kreditt – Jumlah kredit t−1

Jumlah kredit t−1 x 100

3.5.2. Definisi Operasional Inflasi (X3)

Data yang digunakan untuk variabel inflasi adalah data inflasi dengan proxy

Indek Harga Konsumen (IHK) di Indonesia data inflasi yang digunkan adalah pada

periode 2012-2016, satuan data persen (%) dengan data bentuk bulanan. Rumus

dalam mengitung inflasi dapat ditulis sebagai berikut :

Laju Inflasi (IHK) = IHKt−IHKt−1

IHK t−1 x 100

3.5.3. Definisi Operasional Pertumbuhan DPK

Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang di himpun dari masyarakat

dalam bentuk depositi, giro dan tabungan. DPK ini merupakan sumber

pembiayaan bagiperbankan. Pada penelitian ini data DPK yang digunakan berupa

data time series pada tahun 2012-2016 dengan bentuk data bulanan. Satuan data

dalam penelitian ini adalah prosentase (%). Dalam menghitung pertumbuhan DPK

dapat menggunakan rumus :

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) = jumlah DPKt – Jumlah DPK t−1

Jumlah DPK t−1 x 100

3.5.4. Definisi Operasonal Non Performing Loan

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan dalam

mengukur tinggi rendahnya gagal bayar kredit suatu bank. Data NPL yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data NPL seluruh bank atau keseluruhan.

Periode data yang digunakan adalah tahun 2012-2016 dengan bentuk data

31

bulanan dengan satuan persen (%). Rumus untuk menghitung pertumbuhan NPL

adalah sebagai berikut

Rasio Non Performing Loan (NPL) = Jumlah NPL

Jumlah Kredit yang Disalurkan x 100

3.5.5. Definisi Operasional Suku Bunga Kredit

Suku Bunga Kredit adalah besaran biaya yang di tentukan lembaga

intermediasi seperti perbankan dalam pemberian kredit terhadap masyarakat.

Pada penelitian ini variabel suku bunga diukur dalam persen (%) dan periode data

mulai tahun 2012-2016.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data

adalah metode Dokumentasi Lembaga, karena data yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari arsip-arsip yang dipublikasikan oleh suatu lembaga

yaitu laporan - laporan statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Badan

Pusat Statistik.

3.7. Metode Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor

eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan modal kerja Sehubungan dengan hal

tersebut, metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan model

koreksi kesalahan (Error Correction Model). Data yang tidak stasioner seringkali

menunjukkan hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi ada

kecenderungan terjadinya keseimbangan hubungan jangka panjang. Selanjutnya

dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang

di dalam variabel ekonomi yang diteliti. Kemudian akan diterapkan model koreksi

kesalahan (ECM) untuk mengoreksi adanya ketidakseimbangan tersebut.

32

Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Error Correction Model

(ECM). Menurut Sargan, Engle dan Granger, error corrrection model merupakan

teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju jangka

panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara peubah terikat dengan peubah

bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau. Error Correction Model atau yang

juga dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah suatu model yang digunakan

untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek masing-masing

variabel bebas terhadap variabel terikat (Satria, 2004).

3.7.1. Spesifikasi Model

Pada penelitian ini akan melihat bagaimana dampak dari variabel Inflasi,DPK,

NPL dan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadapa pertumbuhan kredit modal

kerja. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah variabel

pertumbuhan kredit modal kerja dan variabel independen terdiri dari Inflasi,

DPK,NPL dan suku bunga kredit. maka dari itu dapat di buat persamaan sebagai

berikut:

KMKt = α + β1Inflasi + β2DPK + β3NPL + β4SBDK + et (3.1)

Dimana : KMK = Pertumbuhan Kredit Modal Kerja

Inflasi = Variabel Inflasi

DPK = Variabel Dana Pihak Ketiga

NPL = Variabel Non Performing Loan

SBDK = Variabel Suku Bunga Dasar Kredit

α = Intercept / konstanta

β = Koefisien

33

e = Error

t = waktu

Error Correction Model untuk mengoreksi ketidakseimbangan dalam jangka

pendek (yang mungkin terjadi) menuju keseimbangan jangka panjang. Untuk

mempermudah dan mengurangi kesalahan secara manual, pengolahan data

dalam analisis ini menggunakan alat bantu software pengolah data Eviews 9.0.

3.7.2. Uji Stasioneritas

Uji stasioneritas merupakan langkah awal dalam membangun sebuah

estimasi yang menggunakan Error Correction Model (ECM). Secara historis,

gagasan mengenai proses stasioneritas telah menjadi peran penting dalam

analisis data times series. Konsep dasar times series adalah suatu rangkaian atau

seri dari nilai nilai suatu variabel atau observasi, yang dicatat dalam jangka waktu

yang berurutan. (Atmaja, 2009: 29).

Proses stasioneritas ini termasuk dalam proses stokastik dari variabel

random berdasar waktu. Dapat dikatakan sebuah variabel stokastik stasioner jika

nilai rerata () dan variannya (2) adalah konstan antar waktu dan nilai dari

kovarian antara dua periode waktu bergantung hanya pada kelambanan (lag)

antara dua periode waktu dan bukan pada waktu aktual dimana kovariansnya

dihitung (Gujarati, 2012). Secara statistik dapat dinyatakan dengan equation

berikut:

E(Yt) = Rata – rata dari Y konstan (3.2)

Var(Yt) = E(Yt - )2 = 2 yakni varian dari Y konstan (3.3)

k = E(Yt - )(Yt+k - ) Kovarian (3.4)

34

Sebuah data time series belum tentu menunjukan data yang stasioner.

Menurut Gujarati, 2012) mengatakan sebuah regresi akan menunjukan spurius

regresion atau regresi rancu dapat di indikasikan melaui nilai d Durbin-Watson

yang sangat rendah, yang artinya terdapat autokorelasi tingkat pertama yang

sangat kuat. Selain itu kondisi ini ditunjukkan dengan nilai R2 atau koefisien

determinasi yang tinggi. Fenomena ini dapat terjadi apabila data times series yang

bersifat stokastik namun tidak stasioner.

Menurut Widarjono (2012) unit root test atau stasioneritas dapat dilakukan

dengan uji Augmented Dickey-Fuller atau Phillips-Perron. Hasil uji tersebut sangat

dipengaruhi oleh panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan uji unit akar

ADF maupun PP bisa dilakukan melalui kriteria dari Akaike Information Criterion

(AIC) maupun Schwartz Information Criterion (SIC) atau kriteria lainnya.

Panjangnya kelambanan yang dipilih didasarkan pada nilai AIC dan SIC yang

paling minimum dengan mengambil nilai absolutnya.

Asumsi penting dari uji DF bahwa error term ut bersifai independent dan

terdistribusi secara identik. Uji ADF menyesuaikan uji DF dengan mengatasi

adanya hubungan autokorelasi pada ut dengan menambahakan lag dari bentuk

difference dari variabel dependen. Persamaan dari uji ADF sebagai berikut:

Yt = 1 + 2t + Yt-1 + ∑ αi∆Yt−imi=1 + t (3.5)

Dimana Error Term White Noisy (terpengaruh masa lalu) yang murni yang

dapat ditulis persamaan

Yt-1 = (Yt-1 - Yt-2), Yt-2 = (Yt-2 - Yt-3) .. dst. (3.6)

Dalam menentukan data stasioner atau tidak dalam uji ADF dapat dilihat

melalui nilai t-statistik koefisien Yt-1 pada persamaan (3.5). apabilai nilai (trace

statistik) ADF lebih besar dari nilai kristis (Critical Value), maka data tersebut

35

menunjukan stasioner dan apabila sebaliknya maka data tidak stasioner

(Widarjono, 2012).

3.7.3. Uji Drajat Integrasi

Uji Drajat Integrasi merupakan uji yang harus dilakukan sebagai

konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada drajat nol atau

level. Uji drajat integrasi dilakukan pada variabel yang tidak stasioner pada level,

sehingga perlu untuk uji lagi pada drajat yang lebih tinggi yaiti 1stDifference atau

2stDifference sehingga variabel dalampenelitian dapat stasioner pada drajat yang

sama. Data yang stasioner pada darjat yang sama akan memungkinkan adanya

hubungan kointegrasi antar variabel.

3.7.4. Uji Kointegrasi

Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap adanya

kemungkinan hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel – variabel

ekonomi. Kointegrasi merupakan suatu hubungan keseimbangan jangka panjang

antara variabel – variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linear

tersebut harus stasioner. Metode yang digunakan untuk uji kointegrasi pada

penelitian ini adalah metode Engle-Granger Cointegration Test. Metode ini terdiri

dari dua tahap. Pertama, melakukan estimasi persamaan variabel dependen dan

variabel independen dengan menggunakan regresi OLS yang kemudian akan

didapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, melakukan uji ADF terhadap

residual tersebut dengan hipotesis yang sama seperti uji ADF sebelumnya. Jika

signifikan maka variabel residual adalah stasioner. Model dikatakan mempunyai

hubungan keseimbangan jangka panjang apabila variabel residual stasioner pada

level. Sehingga hasil regresi atau pengujian residual OLS yang stasioner pada

level , membuat prasyarat untuk pemodelan ECM menjadi terpenuhi (Sari, 2016).

36

3.7.5. Spesifikasi Model Error Correction Model (ECM)

Estimasi persamaan menggunakan metode ECM bertujuan mencari

keseimbangan jangka pendek atau mengkoreksi ketidakseimbangan jangka

panjang. ECM dapat menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan jangka

pendek dengan melibatkan lebih banyak variabel dan mengkaji konsistensi

tidaknya model empirik atau teori ekonomi. Model ini juga merupakan salah satu

dari pemecahan terhadap persoalan data time series yang tidak stasioner dan

regresi rancung dalam analisis ekonometrika (Sari, 2016). Pada penelitian model

ECM menggunkaan model koreksi Engle Grager.

Setelah memastikan bahwa residual berpengaruh dalam jangka panjang.

Kemudian estimasi ECM dapat diajukan dengan menguji persamaan jangka

pendek. Residual jangka panjang tidak hanya digunakan untuk mengetahui ada

atau tidaknya kointegrasi, tetapi juga digunakan sebagai variabel dalam

persamaan jangka pendek. Persamaan dasar yang disusun dalam penelitian ini

seperti persamaan (3.1).

KMKt = α + β1Inflasi + β2DPK + β3NPL + β4SBDK + et

Selanjutnya, persamaan di atas diestimasi menggunakan metode Error

Correction Model (ECM) yang disertai dengan residual jangka panjang sebagai

variabel Error Correction Term (ECT). Secara umum model ECM jangka pendek

sebagai berikut:

DKMKt = α + βDInflasi + βDDPK + βDNPL + βDSBDK + + γECT + εt (3.7)

Dimana ECT = Yt – α – βXt

selanjutnya. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan telah valid,

koefisien γ harus bertanda negatif dan signifikan yaitu p-value < ɑ (5%).

37

3.8. Pengujian Hipotesis

Hipotesis adalah asumsi atau dugaaan mengenani sesuatu hal yang

dibuat untuk menjelaskan hal yang sering dituntut untuk melakukan

pengecekanya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu

diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak Langkah atau

prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis dinamakan

pengujian hipotesis. Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui secara

individu bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

serta untuk mengetahui proporsi variabel independen dalam menjelaskan

perubahan variabel dependen.

3.8.1. Uji Koefisien Determinasi (r2)

Koefisien Determinasi/ Goodn es Of Fit merupakan ukuran presentase total

variansi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi . Nilai R2 berkisar 0 sampai

satu. Semakin tinggi atau mendekati 1 maka model tersebut dapat dikatakan baik

atau dapat diandalkan, untuk model yang mempunyai nilai mendekati nol maka

model tersebut tidak dapat digunakan karena tinggat kepercyaaan model sangat

rendah atau buruk. Model dikatakan baik apabia r2 mendekati 1.

3.8.2. Uji Koefisien Regresi Individu (Uji t)

Pada pengujian hipotesis secara individu, notasi hipotesis yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1. H0: β ≤ 0 artinya variabel independen tidak berpengaruh positif terhadap

variabel dependen

2. Ha: β > 0 artinya variabel independen berpengaruh positif terhadap

variabel dependen

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung terhadap nilai t

tabel. Kriteria pengambilan keputusan adalah:

38

1. Apabila nilai t hitung > nilai t tabel maka Ha diterima (H0 ditolak) artinya

variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen.

2. Apabila nilai t hitung ≤ nilai t tabel maka Ha ditolak (H0 diterima) artinya

variabel independen tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen.

39

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

trill

iun

Ru

pia

h

Axis Title

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Variabel Penelitian

Variabel dalam peneltian ini terdiri dari variabel dependen dan independen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kredit modal kerja

Bank Umum. Sedangkan untuk variabel independen adalah inflasi, pertumbuhan

DPK, NPL dan Tingkat Suku Bunga Kredit (SBDK). Periode peneliti yaitu Januari

2012 sampai 2016, berikut data dan perkembangan tiap variabel-variabel yang

digunakan peneliti.

4.1.1. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Melambat

Memiliki proporsi pernyaluran paling besar dari kredit investasi dan

kosumsi, kredit modal kerja justru mengalami perlambatan dari sisi jumlah kredit

modal kerja yang disalurkan pada tiap bulanya pada periode 2012-2016.

Gambar 4.1: Pertumbuhan Modal Kerja Tahun 2015-2017

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2016)

40

0,00

2.000.000,00

4.000.000,00

6.000.000,00

8.000.000,00

10.000.000,00

12.000.000,00

14.000.000,00

16.000.000,00

18.000.000,00

20.000.000,00

Jan

-12

Mar

-12

Me

i-1

2

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

Me

i-1

3

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

Jan

-14

Mar

-14

Me

i-1

4

Jul-

14

Sep

-14

No

v-1

4

Pada grafik di atas, dapat dijelaskan mulai tahun 2015 -2017 kredit yang

disalurkan tidak dapat melebihi 20 trilliun. Penyaluran kredit modal kerja hanya

berfluktuatif pada kisaran 15-18 triliiun. Hal ini berbanding terbalik dengan periode

2012-2014 dimana penyaluran kredit modal kerja dapat tumbuh cepat dan

signifikan Apabila dibandingkan dengan perode 2015-2016, pertubuhan kredit

pada tahun 2012-2014 mengalami trend naik, sebagai contoh pertumbuhan

penyaluran kredit modal kerja pada tahun 2012-2014, pada 2012 penyaluran

kredit modal kerja hanya berkisar pada 10-11 trilliiun, namun berselang 4 tahun

kredit modal kerja bertambah menjadi 17 trilliiun tepatnya pada tahun 2014 bulan

November tahun 2014 kredit modal kerja mencapai 17,225 Trilliun .

Gambar 4.2: Penyaluran Kredit Modal Kerja Tahun 2012-2014

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Apabila dibandingkan dengan perode 2015-2016, pertubuhan kredit pada

tahun 2012-2014 mengalami trend naik, sebagai contoh pertumbuhan penyaluran

kredit modal kerja pada tahun 2012-2014, pada 2012 penyaluran kredit modal

kerja hanya berkisar pada 10-11 trilliiun, namun berselang 4 tahun kredit modal

kerja bertambah menjadi 17 trilliiun tepatnya pada tahun 2014 bulan November

41

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Feb

-12

Me

i-1

2

Agu

-12

No

v-1

2

Feb

-13

Me

i-1

3

Agu

-13

No

v-1

3

Feb

-14

Me

i-1

4

Agu

-14

No

v-1

4

Feb

-15

Me

i-1

5

Agu

-15

No

v-1

5

Feb

-16

Me

i-1

6

Agu

-16

No

v-1

6

tahun 2014 kredit modal kerja mencapai 17,225 Trilliun. Hal ini menandakan

bahwa pada tahun 2015-2017 kredit modal kerja mengalami pertumbuhan yang

melambat, menginggat tingginya pertubuhan penyaluran kredit pada tahun 2012-

2014. Hal ini dapat dibuktikan dengan pertumbuhan kredit modal kerja pada tahun

2015-2016 hanya berkisar pada 18.908 Trilliun.

Gambar 4.3: Prosentase Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Tahun 2015-2016

Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)

Pertumbuhan kredit modal kerja selama periode 2012-2016 cukup

fluktuatif, apabila dilihat dari gambar trend negatif paling besar berada pada januari

2016 dimana penyaluran kredit modal kerja turun sebesar 3 trilliun dari bulan

sebelumnya dimana pada desember 2015 mencapai 19 trilliun menjadi 16 trilliun

pada januari 2016. Sehingga pada bulan januari 2016 merupakan titik penurunan

prosentase pertumbuhan kredit modal kerja paling tinngi dengan mencapai -4%.

Sementara untuk titik tertinggi pada pertumbuhan kredit modal kerja berada pada

bulan Mei di tahun 2012 dan 2014 dimana kredit modal kerja tumbuh hingga

mendekati 5%.

42

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Inflasi

4.1.2. Pergerakan Inflasi di Indonesia

Petumbuhan ekonom di Indonesia tidak lepas dari masalah inflasi. Masalah

inflasi tidak hanya mempengaruhi individu dan pemerintah saja, melainkan juga

berpengaruh pada dunia usaha. Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus – menerus. Inflasi yang tinggi menyebabkan

ketidakpastian dan spekulasi pada dunia usaha sehingga dapat menggangu

perencanaan dan pencapaian target kredit perbankan. Berikut ini pergerakan

inflasi pada periode Januari 2012 – Desember 2016.

Gambar 4.4: Pergerakan Inflasi di Indonesia periode 2012-2016

Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa inflasi indonesia pada tahun

2012-2016 cenderung fluktuatif dari tahun ketahun. Pada tahun 2015 inflasi

mengalami kenaikan yang cukup signifikan, menurut BPS penyebab inflasi pada

tahun 2015 disebabkan oleh administered price dari kenaikan harga Bahan Bakar

Mesin (BBM). Selain itu terdapat kenaikan harga barang dan elpiji per April 2015

yang mendorong inflasi tumbuh naik pada tahun 2015. Pada tahun 2016 pada

bulan oktober tercatat sebagai inflasi tinggi pada tahun 2016, penyokong inflasi

43

Jan

-14

Mar

-14

Me

i-1

4

Jul-

14

Sep

-14

No

v-1

4

Jan

-15

Mar

-15

Me

i-1

5

Jul-

15

Sep

-15

No

v-1

5

Jan

-16

Mar

-16

Me

i-1

6

Jul-

16

Sep

-16

No

v-1

6

Jan

-17

Mar

-17

Trill

iun

pada bulan ini adalah administered price dari perubahan tarif listrik serta naiknya

harga komoditi cabai. Pada tahun 2017 inflasi disebabkan akibat volatilitas harga

komoditi pada jangka yang cukup panjang yaitu pada triwulan I, hal ini

menyebabkan inflasi tumbuh naik,prediksi dari Bank Indonesia inflasi akan tumbuh

0,4 dimana pada tahun 2016 0,42 menjadi 0,46 (mtm).

4.1.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia

Perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi, sebagai

lembaga perantara keuangan aktifitas perbankan adalah menghimpun dana dari

masyarakat untuk disalurkan kebali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dana

yang dihimpun dari masyarakat oleh perbankan adalah sumber pendaan bank

dalam menyalurkan kredit atau yang disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK),

DPK merupakan gabungan dari tabungan, giro dan deposito. Secara teori apabila

fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi berjalan lancar maka

pengimpunan dana akan tinggi dan selaras dengan itu kredit yang disalurkan tinggi

pula. Berikut Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada periode 204-2017

Gambar 4.5: Pertumbuahan DPK Indonesia tahun 2014-2017

Sumber: Bank Indonesia, data diolah(2017)

44

-0,03

-0,02

-0,01

0

0,01

0,02

0,03

0,04

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Apabila ditinjau dari gambar 4.5. tentang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga

(DPK) pada tahun 2012-2016 terus mengalami kenaikan, namun cenderung stabil

seperti halnya pada periode September 2015 – Juli 2016 selama periode ini, pada

September 2015 total DPK bank umum sebesar 44,64 trilliun dan terus tumbuh

naik pada bulan Maret, April hingga Junli 2017 dengan mencapai total DPK yang

terserap pada kisaran 45,85. trilliun. Dari data diatas memang terjadi kenaikan dari

total DPK yang diserap dari masyarakat, namun pertumbuhan atau kenaikan DPK

yang diserap tidak signifikan karena dari September 2015-Juli 2016 atau sebelas

bulan kenaikan total DPK hanya 121.299 Milliyar. Selain itu pertumbuhan DPK

selama 2012-2016 tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan menggigat DPK

bank umuM pada tiap tahunya hanya dapat meningkatkan penyerapan DPK

sebesar 10 Trilliun. Pada tahun 2014-2015 penyerapan DPK dari masyrakat

cenderung stabil atau mengalami erlambatan dengan total DPK yang di serap

pada kisaran 40 Trilliun. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan dari Total DPK

yang diserap pada periode 2012-2016 mengalami perlambatan. Berikut

prosentase pertumbuhan DPK indonesia 2014-2017.

Gambar 4.6: Prosentase Pertumbuhan DPK Indonesia Tahun 2014-2017

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

45

Dari gambar 4.6. dapat kita lihat bahwa penyerapan DPK di Indonesia

berfluktuatif, naamun apabila di lihat average prosentse pertumbuhan dilihat dari

titik tengah sering atau behaviour pada kisaran 0,004 selama periode 2012-2016

terlihat pada awal tahun 2012 DPK mengalami kenaikan hal ini terlihat pada

periode Maret dengan DPK 28,79 trilliun lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya Februari dengan 28,09 Trilliun. Pada Agustus 2014 pertumbuhan

DPK dari Juni 2014 sebesar 38,34. Trilliun dan tumbuh sebsar 0,015 menjadi

38,55 Trilliun. Selanjutnya pada peridoe Januri 2016 – Maret 2017, pada periode

ini berfluktuatif prosetanse pertumbuhan DPK namun pada periode Januari sampai

Agustus 2016 pertumbuhan DPK tidak sampai 0,005 atau menyamai periode

2015, selanjutnya pada akhir tahun 2016 sampai awal tahun Maret 2017 terdapat

kenaikan prosentase DPK namun tidak sampai 0,01 atau 1%. Berdasarkan hal

tersebut maka dapat di simpulkan bahwa DPK indonesia mengalami perlambatan.

Perlambatan ini dapat di sebabkan beberapa hal salah satunya dalah lemahnya

output ekonomi.

4.1.4. Pergerakan Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di Indonesia

Perbankan dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit selalu memiliki

resiko gagal bayar oleh debitur atau yang sering disebut dengan Non Performing

Loan (NPL). Tingginya NPL sebuah bank megindikasi bahwa bank menghadapi

masalah likuiditas menginggat terdapat beberapa debitur yang gagal bayar.

NPL yang tinggi tentunya juga mempengaruhi penyaluran kredit, NPL yang

tinggi menggangu perencanaan dan pertumbuhan kredit karena sebagai dana dari

total DPK yang tersalurkan kredit tidak kembali dan bank menanggung bunga dari

penyimpan dana yang di salurkan sehingga bank mengalami kerugian. Berikut

pertumbuhan NPL indonesia tahun 2014-2017.

46

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Gambar 4.7: Pertumbuhan NPL di Indonesia tahun 2014-2017

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Apabila dilihat dari Gambar 4.7, NPL Indonesia mengalami pergerakan

yang fluktuatif, hal ini terlihat bahwa terjadi penurunan NPL pada tahun 2012

hingga Oktober 2012, selah itu pada bulan Januari 2013 sampai oktober 2013

NPL cenderung stabil pada kisaran 2%. Namun pada awal tahun 2014 NPL

melambung hingga menyetuh batas 2,5%, hal ini di sebabkan oleh kenaikan BBM

pada pertengahan 2013 yang membuat beberapa spekulan dan menyebabkan

perekonomian tidak stabil atau naiknya beberapa bahan pkok dan naiknya suku

bunga, oleh sebab itu NPL berkisar 2,5% cukup lama pada awal tahun 2014 yakni

pada bula Januari hingga Agustus. Pada November 2014 dan naik kembali pada

bulan Januari 2016 sampai bulan Maret 2016 namun turun kembali pada periode

April dan selanjutnya NPL terus meningkat hingga awal 2017. Penurunan yang

terjadi pada bulan awal tahun 2016 disebabkan turunya jumlah kredit yang

disalurkan oleh bank umum dimana pada akhir tahun 2015 kredit mencapai

19.142.999,6 turun menjadi 18.389.611,6 Penurunan ini di sebabkan oleh turunya

perekonomian global yang berdampak pada perekonomian domestic dimana total

47

output pada wal tahun 2016 mengalami penurunan, hal ini terlihat dari turunya

prosentase kredit modal kerja sebesar 0,7% dari bulan sebelumnya. Selain itu

tinggi tingkat Inflasi dan Suku bunga pada awal tahun 2016 juga ditenggarai

memiliki dampak pada penurunan permintaan akan kredit sehingga NPL turun.

4.1.5. Suku Bunga Kredit Modal Kerja

Suku bunga modal kerja merupakan biaya yang diambil atau biaya yang

harus di bayarkan oleh debitur ke kreditur atas pinjaman dana. Perubahan suku

bunga tentunya sangat berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Tingginya suku

akan mengurangi permintaan kredit, karena masyarakat lebih memilih menabung

dari pada karena mengambil kredit. Hal ini di sebabkan opportunity dari menabung

lebih besar dan lebih minim resiko dari pada mengambil kredit pada saat suku

bunga yang tinggi. Bagi perbankan pemberian bunga yang tinggi akan

mempengaruhi pendapatan bank, dimana semaki tinggi bunga yang diberikan

terhadap debitur maka semakin tinggi pendapatan bank tersebut. Pendapatan ini

yang digunakan sebagai pengganti cost dari penghimpunan dana.

Bagi dunia usaha, naiknya suku bunga, membuat para pengusaha

mencari altermatif sumber pembiayaan yang lebih murah dan mengguntungkan.

Karena bagi dunia usaha suku bunga yang tinggi dianggap sebagai beban pada

perusahan dalam pengembalian dana, selain hal tersebut tingginya suku bunga

juga memberikan resiko gagal bayar yang cukup tinggi bagi dunia usaha.

Bagi perbankan naiknya suku merupakan bentuk perlindungan dari

penurunan nilai mata uang akibat tingginya inflasi atau jumlah uang beredar.

Tindakan ini merupakan tujuan bank dalam mengurangi kerugian , dan antisipasi

dari menjemen resiko. Antisipasi ini yang mengakibatkan perbankan bersifat

contercyclical terhadap laju perekonomian

48

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

Jan

-13

Mar

-13

Me

i-1

3

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

Jan

-14

Mar

-14

Me

i-1

4

Jul-

14

Sep

-14

No

v-1

4

Jan

-15

Mar

-15

Me

i-1

5

Jul-

15

Sep

-15

No

v-1

5

Jan

-16

Mar

-16

Me

i-1

6

Jul-

16

Sep

-16

No

v-1

6

Gambar 4.8: Pertumbuhan Suku Bunga Kredit Modal Kerja

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Suku bunga kredit modal kerja pada tahun 2012-2016 cukup fluktuatif,

pada tahun 2013 keadaan perekonomian cukup stabil hal ini tercermin dari tingkat

suku bunga yang stabil mengikuti inflasi. Pada tahun 2014 suku bunga kredit

modal kerja cenderung tinggi hal ini disebabkan pada patokan BI rate yang tinggi

mengikuti Inflasi yang sebabkan oleh pembatasan subsidi BBM. Pada tahun 2015

suku bunga masih tinggi hal ini dikarenakan inflasi Indonesia pada kisaran 7%.

Pada 2016 ekonomi cenderung stabil dimana inflasi hanya berkisaran 3,5% - 4%

dan terjadi kenaikan pada penyaluran kredit modal kerja pada triwulan I – triwulan

IV yanga pada triwulan I penyaluran kredit sebesar 17 trilliun menjadi 20 trilliun

pada triwulan IV naik sebesar 30 trilliun. Namun pada awal 2017 suku bunga kedit

mengalami kenaikan dan menurunkan permintaan kredit pada awal periode 2017.

4.2 Analisis Hasil Pengujian

Metode analisis yang digunakan pada penelitianan ini adalah metode Error

Correction Model Eangle-granger . Berikut ini tahap – tahap yang dilakukan dalam

menggunakan metode ECM Eangle –Granger tersebut :

49

4.2.1. Uji Stasioneritas / Drajad Integrasi

Penguian ini dilakukan pada semua data atau variabel dalam penelitian.

Pengujian stasioneritas mennggunakan Augmented Dickey Fuller Test. Variabel

dapat dikatakan stasioner atau tidak apabila nilai absolut Augmented Dickey Fuller

Statistic dari variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis (MacKinnon Critical

Value) dan nilai probabilitasnya < 5% (0,05).

Tabel 4.1: Hasil Pengujian Stasioneritas Augmented Dickey Fuller Test

Sumber: Data diolah (2017)

Berdasarkan hasil pengujian Augmented Dickey Fuller Test, dapat

diketahui stasioneritas variabel –variabel yang diamati. Pada penelitian ini untuk

variabel Ln modal kerja, Non Performing Loan (NPL) dan r(SBDK) stasioner pada

level. Sedangkan untuk DPK dan Inflasi stasioner pada (1st Difference). Dalam

metode analisis ECM untuk mendapatkan hasil yang baik maka drajat

stasioneritas harus sama hal ini menghindari regresi rancung. Oleh sebab itu

peneliti memilih drajat tertinggi dari hasil uji ADF (1st Difference) untuk semua

variabel penelitian.

4.2.2. Uji Kointegrasi

Setelah uji stasioneritas pada semua variabel dan diyakini bahwa semua

variabel terlah stasioner pada drajat yang sama , maka tahap selanjutnya adalah

uji kointegrasi. Uji ini digunakan karena dimungkinkan adanya hubungan

keseimbangan jangka panjang antara variabel- variabel yang digunakan dalam

No Variabel Sig Level Sig (1st Difference) Keterangan

1 KMK 0.000 0.000 Sig in Level

2 Inflation 0.000 0.000 Sig in Level

3 DPK 0.2550 0.000 Sig (1st Difference)

4 NPL 0.0042 0.000 Sig in Level

5 r (SBDK) 0.000 0.000 Sig in Level

50

penelitian. Variabel variabel dapat dikatakan memiliki kombinasi linear jangka

panjang apabila nilai dari residual pada derajat level. Uji kointegrasi pada

penelitian ini adalah metode Engle – Garnger Cointegration. Metode ini terdiri dari

dua tahap. Pertama, melakukan uji OLS dengan tujuan mendapatkan residual dari

estimasi tersebut. Kedua, melakukan uji tastioneritas ADF pada residual yang

didapat pada estimasi OLS dengan hipotesis sama seperti uji stasioneritas

sebelumnya. Model dapat dikatakan memiliki keseimbangan jangka panjang

apabila variabel residual dalam uji ADF stasioner pada drajat level dengan nilai

probabilitas lebih kecil dari alpha (0.005).

Tabel 4.2: Hasil Pengujian Stasioneritas Residual

Sumber: Data diolah (2017)

Berdasarkan hasil pengujian stasioneritas pada residual, maka dapat

dinyataka terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. hal ini

berdasar pada nilai signifikansi 0.000 < 0.005 pada uji ADF, selain itu hasil tersebut

menujukan bahwa terdapat keseimbangan jangka panjang antara variabel

Pertumbuhan kredit modal kerja, suku bunga kredit, pertumbuhan dana pihak

ketiga, non performing loan dan inflasi. Pada setiap periode jangka pendek, setiap

variabel cenderung menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan jangka

panjang.

Variabel Signifikansi Level Keterangan

Resid01 0.000 Stasioner Level

51

4.2.3.Pengujian Uji Error Correction Model (ECM)

Tabel 4.3: Hasil Estimasi Erorr Corection Model (ECM)

Sumber : Data diolah (2017)

Berdasarkan tabel 4.3. hasil estimasi ECM dapat ditulis persamaan model

sebagai berikut :

DKMK = -0.582666 - 0.150002INF + 0.184650DPK -1.458138NPL + 0.108188R -

0.60638ECT

Dari hasil regresi di atas, nilai koefisien jangka panjang dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Dependent : D (KMK)

Variabel Coefficient Std.Error t-Statistic Prob Keterangan

D(Inflation) -0.150002 0.054979 -2.728335 0.0088**

Sig

D(DPK) 0.184650 0.063692 -2.899086 0.0054**

Sig

D(NPL) -1.458138 0.250385 -5.823595 0.0000*

Sig

D (R) 0.010146 0.092180 0.110072 0.9128

Tidak Sig

Inflation(-1) 0.002116 0.023401 0.090404 0.9283

Sig

DPK(-1) -0.011211 0.005936 -1.888699 0.0649

Sig

NPL(-1) 0.410918 0.117141 3.507903 0.0010*

Sig

R(-1) 0.108188 0.101082 1.070302 0.2897

Tidak Sig

ECT -0.606385 0.141086 -7.133125 0.0000*

Sig

C -0.582666 0.530723 -1.097872 0.2776 Sig

R-Square 0.661657

Prob (F-statistic)

0.00000

F-statistic 10.64705

Ket *Signifikan tingkat 5% **Singnifikan tingkat 10%

52

Tabel 4.4: Perhitungan Estimasi Jangka Panjang

Sumber: Data diolah (2017)

Dari hasil estimasi di atas dapat disimpulakan bahwa variabel-variabel

independent (Inflasi, DPK,NPL dan Suku Bunga) secara serentak atau simultan

mempengaruhi variabel dependent (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) dalam

jangka pendek dan jangka panjang hal ini terlihat pada nilai R-square 0.661657

atau 66% yang artinya bahwa variasi pertumbuhan kredit modal kerja dapat

dijelaskan oleh variabel independent (Inflasi, DPK,NPL dan Suku Bunga) sebesar

0.661657 % atau 66% dalam jangka pendek dan jangka panjang, sisanya sebesar

34% dapat dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian. Model ECM

mempunyai ciri khas dengan memasukan unsur ECT dalam model . nilai koefisien

ECT dapat mempengaruhi seberapa cepat atau lambat keseimbangan dapat

tercapai kembali. Pada penelitian ini nilai ECT( Error Corection Term) adalah

0.60638 dengan probabilitas 0.000 dimana nilai probabilitas 0,000 < 0,010(Alpha)

yang menandakan signifikan. Nilai Koefisien ECT yang negatif dengan nilai

signifikansi 0,000 menandakan bahwa ECM model Engle Grager yang digunakan

dalam penelitian valid. Nilai ECT sebesar 0.60638 merupakan perbedaan antara

nilai aktual variabel pertumbuhan kredit modal kerja dengan nilai keseimbangan.

Variabel Rumus Penghitungan Hasil

Inflation β5 + β9

β9

0.002116 + −1.006385

−1.006385

1.002116

DPK β6 + β9

β9

−0.011211 + −1.006385

−1.006385

0.988789

NPL β7 + β9

β9

0.410918 + −1.006385

−1.006385

-1.410918

R β8 + β9

β9

0.108188 + −1.006385

−1.006385

1.108188

C β10 + β9

β9

−0.606385 + −1.006385

−1.006385

0,417334

53

Jadi nilai keseimbangan 0.60638 akan disesuaikan dalam waktu 6 bulan atau

dapat diartikan bahwa sebesar 0.60638 % dari ketidaksesuaian yang dapat

dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang selama 6 bulan

Koefisien jangka pendek menunjukan -0.582666, yang menandakan

bahwa tanpa adanya pengaruh variabel independent, maka pertumbuhan kredit

modal kerja akan bernilai negatif -0.582666. Dalam tabel 4.3 juga dijelaskan

pengaruh antar variabel independent dan dependen secara parsial. Variabel

inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja,

dengan nilai koefisien -0.150002, hal ini menyatakan bahwa kenaikan inflasi 1%,

maka pertumbuhan kredit modal kerja rata-rata turun sebesar -0.150002 persen

atau rata rata turun sebesar 15,002%. Variabel dana pihak ketiga (DPK) Tidak

berpengaruh signifikan, dengan nilai koefisien 0.184650, hal ini menyatakan

bahwa kenaikan 1% DPK akan menambah pertumbuhan kredit modal kerja

sebesar rata-rata 0.184650% atau turun rata rata sebesar 18.46%.

Variabel NPL memiliki koefisien sebesar -1.458138 nilai koefisien bertanda

negatif menyatakan bahwa kenaikan 1 % NPL kan menyebabkan penurunan

pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar rata-rata -1.458138%. Sementara

untuk suku bunga (R) nilai koefisien 0.108188, koefisien bertanda negatif

menandakan bahwa setiap kenaikan 1% suku bunga akan menyebabkan

penurunan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 0.108188%.

Hasil estimasi jangka panjang adalah sebagai berikut :

Dkredit : -1.006385+ 1.002116INFt-1 + 0.988789DPKt-1 - 1.410918NPLt-1 +

0,417334Rt-1 + et

Besarnya koefisien konstanta sebesar -1.006385 menandakan bahwa

tanpa adanya pengaruh dari variabel independent maka pertumbuhan kredit

54

modal kerja bernilai sebesar -1.006385 persen. Dari persamaan diatas, dapat

dijelaskan pengaruh dalam jangaka panjang setiap variabel independent (Inflasi,

DPK,NPL dan R(Suku Bunga) terhadap variabel dependen (Pertumbuhan Kredit

Modal Kerja) secara parsial atau sendiri-sendiri. Variabel Inflasi mempengaruhi

secara signifikan dengan nilai koefisien 1.002116. Koefisien inflasi bernilai positif

menyatakan bahwa setiap peningkatan Inflasi 1% maka menyebabkan kenaikan

Modal kerja sebesar 1.002116%. Variabel DPK memiliki pengaruh positif hal ini

terlihat dari nilai koefisien DPK yang bernilai 0.988789 persen , jadi setiap

kenaikan DPK 1% akan memberikan dampak kenaikan pada modal kerja sebesar

rata rata 0.988789%. Untuk Variabel NPL berpengaruh signifikan dengan nilai

koefisien negatif atau sebesar -1.410918, berdasarkan nilai koefisien NPL yang

bertanda negatif maka dapat diartikan bahwa setiap kenaikan NPL sebesar 1 %

maka akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit modal kerja

sebesar rata rata 1.410918%. untuk variabel R atau suku bunga dalam jangka

panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,417334 yang menyatakan bahwa setiap

kenaikan 1% pada suku bunga akan meningkatkan pertumbuhan kredit modal

kerja sebesar 0.41%.

4.3. Analisis Ekonomi

Dalam perekonomian terdapat proses dimana input dirubah menjadi

output. Kegiatan tersebut dinamakan dengan kegiatan produksi, pada penelitian

ini terdapat sebuah kegiatan produksi dari perbankan yaitu Kredit Modal Kerja.

Setiap produksi memerlukan faktor –faktor produksi, faktor tersebut adalah

DPK,NPL, Suku Bunga dan Inflasi. Dalam Teori Produksi terdapat hubungan

antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi

yang digunakan. Konsep utama yang dikenal dalam teori ini adalah memproduksi

output semakismal mungkin dengan input tertentu, serta memproduksi sejumlah

55

output tertentu dengan biaya produksi seminimal mungkin. Dalam melakukan

kegiatan produksi terdapat 2 jangka waktu produksi yaitu, pertama jangka pendek

dan kedua jangka panjang.

4.3.1. Prespektif Jangka Pendek dan Panjang Ekonomi

Dalam ekonomi , konsep jangka pendek mengacu pada teori produksi,

yaitu kondisi dimana terdapat minimal 1 atau lebih input produksi yang bersifat

tetap. Pada jangka pendek penambahan input produksi sangat mempengaruhi

output oleh karena itu pada jangka pendek yang dihitung adalah seberapa besar

dampak atau keuntungan dari menambah input. Namun menambah input tidak

selalu memberikan peningkatan pada produksi karena penambahan iput secara

terus menerus akan berakibat pada jumlah input yang melebihi kapasitas produksi

sehingga produktivitas tidak lagi maksimal. Pada penelitian ketidaksuaian dari

perubahan varaibel atau input menjadi nilai keseimbangan atau ketidaksesuaian

yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang

Jangka panjang adalah kondisi variabel input satu waktu berubah atau

semua input pada faktor produksi dapat dirubah atau dapat dikatakan tidak tetap.

pada jngka panjang keadaan ini dimaksudkan untuk meminimumkan biaya

produksi. Pada penelitian ini perubahan variabel atau input pada jangka pendek

akan menyebakan ketidakseimbangan sehingga memunculkan hubungan jangka

panjang atau koitegrasi. Hubungan koitegrasi yaitu terciptanya suatu kondisi

stasioner dalam jangka panjang melalui kombinasi linier variabelnya. dan

dikatakan terkointegrasi jika dalam jangka panjang akan tercapai titik

keseimbangan (ekuilibrium).

56

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

Jan

-11

Ap

r-1

1

Jul-

11

Okt

-11

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Modal Kerja (KK) Inflation

4.3.2. Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja

Tabel 4.5: Hasil Variabel Inflasi Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK

No Variabel Coefficient Probability Signifikansi

1 D(Inflation) -0.150002 0.0088 Sig

2 Inflation(-1) -1.002116 0.0088 Sig

3 ECT -0.606385 0.0000 Sig

Sumber: Data diolah (2017)

Berdasarkan hasil estimasi penelitian ini menunujukan bahwa inflasi

berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja dengan nilai koefisien -

0.150002. dan inflasi memiliki pengaruh yang negatif . Dalam jangka panjang

inflasi juga berpengaruh signifikan terhadap modal kerja dan memiliki pengaruh

negatif. Hal ini tersebut terlihat dari nilai probabilitas yang bernilai di bahwa alpha

(0,010) yaitu 0.0088 < 0,010 untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang juga

bernilai negatif dan signifikan dengan nilai koefisien -1.002116. Selain hal tersebut

nilai ECT yang menunujukan -0.606385, menandakan bahwa nilai keseimbangan

atau ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka

panjang sebesar -0.606385.

Gambar 4.9: Pergerakan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Inflasi Tahun

2012-2017

57

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Dalam jangka pendek pertumbuhan kredit modal kerja langsung merespon

adanya perubahan pergerakan inflasi, meskipun pada tahun 2012 inflasi Indonesia

cukup stabil dan masih dalam batas wajar, namun inflasi pada bulan April hingga

Juli memberikan dampak pada pertumbuhan kredit modal kerja, penyokong

kenaikan inflasi pada tahun 2012 adalah naiknya bahan pokok. Menurut Suryamin,

komposisi inflasi lebih banyak karena bahan makanan. Beras memberikan

dorongan kepada inflasi sebesar 0,3%, ikan segar 0,22%, emas perhiasan 0,2%,

rokok kretek filter 0,19%, daging sapi 0,17%, gula pasir 0,15%, tarif sewa ruma

0,15% (Financial.detik.com). hal ini menyebabkan permintaan kredit modal kerja

menurun, karena masyarakat menilai inflasi naik atau naiknya bahan baku

produksi akan memberikan keuntungan yang kecil atau bahkan memberikan

kerugian sehingga mengambil kredit merupakan keputusan yang beresiko. Oleh

sebab itu pada jangka pendek inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal

kerja.

Dalam jangka panjang inflasi cenderung stabil dan sedikit berfluktuatif,

namun dalam jangka panjang pertumbuhan kredit modal kerja merespon

pergerakan Inflasi, laju inflasi yang mulai tinggi pada tahun 2013 tepatnya pada

bulan Juli, dimana Bank Indonesia menetapkan BI rate hingga 7,5%, naiknya suku

bunga acuan tentunya menderek Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) hal ini yang

menyebabkan menurunya pertumbuhan kredit modal kerja karena suku bunga

yang tinggi yang membuat kredit tidak menarik bagi masyarakat. Selain itu pada

tahun 2013-2014 Bank Indonesia dalam mengatasi inflasi yang tinggi melakukan

penguatan moneter atau stabilitas moneter dengan melakukan Operasi Pasar

Terbuka (OPT) dengan menjual Surat berharga Bank Indonesia (SBI) yang

58

berjuan untuk mengurangi porsi dana yang disalurkan bank umum atau megurangi

jumlah uang yang beredar dengan tujuan pengendalian inflasi.

Sementara pada tahun 2016 inflasi cenderung stabil pada grafik namun

terjadi lonjakan pada awal tahun, menurut Bank Indo nesia naiknya inflasi pada

awal tahun 2016 akibat kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food)

mencapai 2,40 persen (mtm) atau 6,77 persen (yoy), terutama bersumber dari

kenaikan harga pada komoditas daging ayam ras dan bawang merah. Kredit

modal kerja juga mengalami perlambatan, menurut BPS tahun 2016 perlambatan

kredit modal kerja disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Penurunan

ini merupakan imbas dari perlambatan ekonomi nasional yang diakibatkan oleh

pelemahan ekonomi dunia yang (Bisnis.liputan6.com).Dengan demikian dalam

jangka panjang inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja. penelitian

ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Utari et al. (2010) yang menyatakan

bahwa nflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit dalam jangka panjang.

Bagi perbankan dengan modal inti di atas 30 Trilliun dan kemampuan

penyaluran kredit 75% dari DPK dan kemampuan 35% penyertaan modal (

Penggolongan BUKU 4 ), kenaikan inflasi dalam jangka pendek akan memberikan

keutungan bank dalam jangka pendek melalui kenaikan suku bunga, keadaan ini

akan memberikan spread margin profit, hal ini di sebabkan oleh kenaikan harga

mendahului kenaikan upah. Jadi perusahaan atau masyarakat di dunia usaha

akan berekspansi dengan menaikan produksi dengan cara pengambilan kredit

modal kerja dengan penjelasan tersebut maka inflasi dalam jangka pendek dapat

menaikan keutungan bank dalam menyalurkan kredit namun dengan catatan

inflasi dalam batas wajar.

Dalam Jangka Panjang pergerakan inflasi akan mempengaruhi

pertumbuhan kredit modal kerja pada perbankan dengan penggolongan buku 4.

59

Hal ini inflasi dalam jangka panjang akan mempengaruhi profitabilitas perbankan.

Bahaya inflasi dalam jangka panjang adalah penurunan nilai mata uang yang

diikuti oleh penurunan output yang yang dibarengi oleh penurunan uang kas yang

berada di masyarakat . keadaan ini yang membuat daya beli turun, dan harga

barang melambung yang menyebabkan perusahan atau masyarakat tidak dapat

menjalankan usaha dan menurunakan permintaan kredit, disisi lain perbankan

juga tidak dapat menyalurkan kredit modal kerja karena terhalang tingginya bunga

untuk melindungi penurunan nilai mata uang. Berdasarkan perjelasan di atas

tingginya inflasi dalam jangka panjang akan menghabat kredit yang berdapak pada

pertumbuhan ekonomi.

4.3.3. Pengaruh Pertumbuhan DPK terhadap Pertumbuhan Kredit

Modal Kerja

Tabel 4.6: Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK

No Variabel Coefficient Probability Signifikansi

1 D(DPK) 0.184650 0.0054 Sig**

2 DPK (-1) 0.988789 0.0054 Sig**

3 ECT 0.488842 0.0003 Sig*

Sumber: data diolah (2017)

Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian ini menunjukan bahwa

pertumbuhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan dalam dalam jangka

panjang dan bernilai positif. Dalam arti bahwa pertumbuhan DPK searah dengan

pertumbuhan kredit modal kerja. Dalam jangka pendek pertumbuhan DPK

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja kredit modal kerja. Hal

ini terlihat dari nilai probabilitas pada D(DPK) yang bernilai 0.0054 atau dibawah

60

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

KMK dpk

alpa (0.010) yang berarti pada jangka pendek DPK bengaruh terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja, nilai koefisien positif menandakan bahwa dalam

jangka pendek Kenaikan DPK akan menambah pertumbuhan kredit modal kerja

secara signifikan, begitu juga dengan jangka panjang DPK memiliki pengaruh

signifikan dengan nilai koefisien negatif hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas

yang berada diawah alpha 0.0054 < 0.010 dengan nilai koefisien positif yang

berarti kenaikan DPK tidakakan memberikan dapak pertambahan terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja . selain itu nilai ECT menunujukan 0.60638,

mendakan bahwa nilai keseimbangan atau ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi

jangka pendek terhadap jangka panjang sebesar 0.60638. Nilai ECT yang masih

dibawah dari 0.05% menunjukan bahwa ketidaksusaian yang dikoreksi cukup

cepat yaitu sekitar 6 bulan.

Gambar 4.10: Pertumbuhan KMK dan Pertumbuhan DPK Indonesia (2012-

2016)

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Dalam jangka pendek, perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK) memberi

respon terhadap pertumbuhan kredit Modal kerja yang melambat. Pada periode

2012-2016 terlihat bahwa pertumbuhan kredit model kerja cenderung searah atau

61

mengikuti pertumbuhan DPK. Hal ini menyebabkan dalam jangka pendek

pertumbuhan DPK mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja, hal ini karena

DPK yang terserap mampu disalurkan dengan baik oleh perbankan meski DPK

mengalami perlambatan, hal ini dapat dilihat dari Rasio LDR tahun 2012 yang

masih mencapai 85-92%.

Selain itu muncul instrumen Medium tern Notes (MTN) atau surat hutang

jangka menengah, instrument ini merupakan instrument perbankan dalam

memperoleh sumber pendanaan dalam jangka pendek. Munculnya MTN ini

diakibatkan karena melambatnya pertumbuhan DPK oleh sebab itu perbankan

menggunakan sumber pendanaan MTN sebagai pengganti DPK yang melambat.

Sehingga perlambatan DPK tidak menjadi masalah bagi perbankan oleh karena

itu DPK dalam jangka pendek memiliki pengaruh signifikan terhadap kredit modal

kerja.

Perlambatan DPK dalam jangka pendek akan memberikan dampak pada

kesulitan likuiditas pada perbankan yang mengakibatkan perlambatan penyaluran

kredit. oleh karena itu perlu upaya berupa kebijakan be MTN dan inklusi keuangan

yang diharapkan merangsang atau akselerasi DPK hal ini karena apabila kredit

mengalami penurunan karena bank kekurangan dana maka tentunya dapat

menggangu perekonomian dan dunia usaha sektor rill menginggat sumber

pendanaan usaha berasal dari kredit.

Dalam jangka panjang, melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga

(DPK) telah direspon oleh Pertumbuhan kredit modal kerja, sehingga

Pertumbuhan DPK berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja dalam

jangka panjang. Hal ini disebabkan bank tidak lagi kesulitan liquiditas akibat

melambatnya pertumbuhan DPK karena munculnya kebijakan MTN, jadi bank

dapat menyalurkan dana secara opitimal dengan berkurangnya resiko liquiditas,

62

oleh karena itu dalam jangka panjang DPK memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja. Namun perlambatan DPK tetap mengurangi

kemampuan bank dalam menyalurkan kredit meskipun dalam jangka pendek

dapat mengantinya dengan MTN .

Bagi Perbankan dengan kategori Buku 4 perlambatan DPK merupakan

kendala yang harus segera di atasi oleh perbankan mengingat bank dalam

kategori 4 wajib menyalurkan dana atau kredit sebesar 70% dan 20% wajib

disalukan ke UMKM atau kredit produktif. Pada negara berkembang peran

perbankan sangat perlu dalam membantu pembangunan perekonomian apabila

bank katagori 4 mengalami perlambatan DPK maka dunia usaha atau kegiatan

usaha di sektor rill akan mengalami penurunan hal ini karena sumber pendanaan

di negara berkembang adalah kredit dan dominasi penyaluran kredit berasal dari

bank kategori 4.

Perlambatan DPK dalam jangka panjang akan memberikan dampak yang

buruk bagi perekonomian, perlambatan DPK secara terus menerus akan

mengurangi jumlah kredit yang disalurkan, apibila dalam jangka panjang keadaan

perekonomian dunia usaha lambat dan berhenti karena jumlah kredit yang

disalurkan tidak maksimal, hal ini tentunya cukup berbahaya dimana apabila dunia

usaha tidak memiliki modal untuk bergerak maka, tidak terbukanya lapangan

pekerjaan, tingginya pengguran hingga turunya perekonomian secara rill.

63

4.3.4. Pengaruh Perubahan Non Performing Loan terhadap Pertumbuhan

Kredit Modal Kerja

Tabel 4.7 Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK

No Variabel Coefficient Probability Signifikansi

1 D(NPL) -1.458138 0.0000

Sig

2 NPL(-1) -1.410918 0.0000 Sig

3 ECT -0.606385 0.0000 Sig

Sumber : data diolah(2017)

Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa Non

Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit

modal kerja dengan dampak negatif atau berlawanan arah dalam jangka pendek

maupun panjang. Hal tersebut terlihat pada nilia probabilitas 0.000 < 0.005 dengan

nilai koefisien bertanda --1.458138yang berarti pada jangka pendek tiap kenaikan

NPL 1 persen maka akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit

modal kerja sebesar -1.458138 atau - 1,45%. Sementara dalam jangka panjang

nilai probabilitas 0.0010 < 0.000 dengan nilai koefisien -1.410918. hal ini

menandakan pada jangka panjang bahwa dalam jangaka panjang perubahan npl

berpengaruh signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja. Niali koefisien

negatif menandakan bahwa perubahan npl mengurangi kredit modal kerja. selain

itu nilai ECT menunujukan -0.606385, mendakan bahwa nilai keseimbangan atau

ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang

sebesar -0.606385. Nilai ECT yang masih dibawah dari 0.5% menunjukan bahwa

ketidaksusaian yang dikoreksi cukup cepat yaitu sekitar 6 bulan.

64

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

NPL KMK

Gambar 4.11: Perubahan NPL dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Dalam jangka pendek non performing loan mempengaruhi pertumbuhan

kredit modal kerja seperti ditunjukan pada gambar 4.10 dimana apabila NPL

hampir menyetuh batas atas NPL perbankan yaitu 2,5 maka pertumbuhan kredit

modal kerja akan menurun seperti contoh pada tahun 2014 pada bulan April NPL

menyentuh 2,51 dan langsung memberikan dampak pada penurunan pada bulan

Mei dan Juni 2014 dengan penurunan 2,08% akibat kenaikan NPL. NPL

merupakan salah satu dari indikator kesehatan bank, dalam jangka pendek naik

NPL akan mempengaruhi kesehatan bank khususnya pada perolehan laba. Selain

hal tersebut, NPL yang tinggi menyebabkan bank harus menyiapkan lebih

cadangan lebih yang disimpan di Bank Indonesia sehingga dapat mengurangi DPK

dan mengurangi kredit pada jangka pendek (Billy A Pratama,2010). Berdasarkan

statistik perbankan Indonesia (SPI), April tahun 2012 lalu ada beberapa sektor

yang mencatatkan peningkatan NPL. Kenaikan NPL tertinggi di sektor

pertambangan dan penggalian, mencapai sekitar Rp 1,13 triliun atau tumbuh 96

persen dibandingkan periode yang sama pada 2012. Padahal kredit sektor ini

hanya tumbuh 22 persen jadi Rp 114 triliun. Menurut Direktur Risiko Bisnis Bank

BNI, Sutirta Budiman, menduga kenaikan NPL pada beberapa sektor tersebut

65

lantaran pelambatan ekonomi global dan domestik. Ini mempengaruhi kapasitas

bisnis perusahaan sehingga menjadi kredit bermasalah bagi bank, dan tekanan

NPL akan berlanjut hingga periode 2013 -2014 karena akan terjadi kenaikan BI

rate dan LPS rate. Kenaikan suku bunga ini akan mengurangi kemampuan debitur

mencicil pinjaman sehingga bank perlu menyisihakan cadangan kerugian dari

DPK sehingga kredit yang akan disalurkan semakin kecil selain itu kenaikan suku

bunga juga memberikan dampak pada penurunan permintaan kredit. berdasarkan

ulasan di atas maka hasil penelitian sesuai dengan ulasan, bahwa dalam jangka

pendek NPL memiliki pengaruh yang signifikan dan memberikan dampak pada

pertumbuhan kredit modal kerja.

Bagi Bank Kategori 4 NPL yang tinggi dapat menimbulkan masalah bagi

perekonomian. hal ini apabila NPL tinggi hingga terjadi kebangkrutan maka akan

mengakibatkan gejolak perekonomian penarikan karena bank akan kesulitan

likuiditas. Selain hal tersebut bank kategori 4 adalah bank yang memiliki porsi

pemberian kredit yang cukup besar sehingga apabila NPL tinggi hingga

kebangkrutan maka fungsi intermediasi dapat tidak berjalan dan perekonomian

menjadi berhenti karena sumber pendanaan berkurang atau tidak ada sumber

pendanaan. Namun bank kategori 4 adalah bank yang memiliki stadart kualitas

yang bagus akan manjemen resiko pemberian kredit sehingga tingkat NPL bank

dengan Kategori 4 tidak melebih 2,5. Namun apabila terjadi NPL yang tinggi

tentunya langsung terasa terhadap perkonomian karena bank Kategori 4 adalah

bank yang memiliki proporsi paling banyak dalam penyaluran kredit terhadap

masyarakat,

NPL yang tinggi dalam jangka pendek tentunya memberikan dampak yang

buruk bagi perekonomian, dalam jangka pendek tingkat NPL akan mempengaruhi

solvabilitas perbankan, naiknya NPL jangka pendek akan mengurangi jumlah

66

kredit yang disalurkan hal ini disebabkan tindakan bank dalam mengurangi resiko.

Turunya kredit modal kerja dalam jangka pendek akan berdampak pada

perekonomian sperti pertumbuhan ekonomi yang melambat. Hal ini di sebabkan

karena melambatnya sektor rill dalam memproduksi output karena kekurangan

modal.

NPL dalam jangka panjang juga memberikan dampak signifikan pada

pertumbuhan kredit modal kerja. Turunnya modal kerja jangka panjang akibat NPL

yang tinggi dalam jangka panjang merupakan dampakkarena kondisi

perekonomian yang semakin terbuka, dimana dalam sistem perbankan nasional

telah mengizinkan bank asing masuk, hal ini yang semakin membuat kopetensi

semakin ketat sehingga membuat turunyna kualitas debitur yang disebabkan oleh

persaingan mendapatkan debitur yang semakin ketat. Berdasarkan hal tersebut

maka turunnya kulaitas debitur akan mendorong naiknya NPL yang berdampak

pada kekurangan likuiditas dan berkungnya DPK, sehingga turunya penawaran

terhadap kredit oleh karena itu hasil penelitian sesuai dengan ulasan, dimna pada

jangka NPL mempengaruhi signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja

dang berpengaruh negatif, atau mengurangi pertumbuhan kredit modal kerja.

NPL yang tinggi dalam jangka panjang, akan berdampak pada

perekonomian, tingginya NPL dalam jangka panjang akan mengakibatkan

kebankrutan bagi bank. keadaan ini yang mengkibatkan rush lembaga keungan

dimana tidak ada kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan, yang

berdampak pada pengambilan dana secara besar besarn oleh masyrakat yang

mengkibatkan bank kekurangan likuiditas dan berdampak pada berhentinya fungsi

intermediasi dimana roda perekonomian tidak berjalan dan Jumlah Uang Beredar

menjadi tinggi dan perekonomian akan semakin memburuk.

67

4.3.5. Pengaruh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadap Pertumbuhan

Kredit Modal Kerja Tahun 2012-2016

Tabel 4.8: Hasil Variabel SBDK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK

No Variabel Coefficient Probability Signifikansi

1 D(R) 0.010146 0.2897 Tdk.Sig

2 R(-1) 1.108188 0.2897 Tdk. Sig

3 ECT -0.606385 0.0000 Sig

Sumber: Data diolah (2017)

Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa dalam

jangka pendek maupun dalam jangaka panjang variabel R atau suku bunga dasar

kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan kredit modal

kerja.hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yakni sebesar -0.006394 atau >

0.0005 (alpha) yang menunjukan bahwa dalam jangka pendek suku bunga dasar

kredit tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja, begitu

juga pada jangka panjang yang menunjukan nilai probabilitas yang berada di atas

alpha (0.2722 > 0.0005). Namun nilai koefisien pada jangka pendek bernilai negatif

atau -0.006394 sementara pada jangka panjang koefisien bernilai 0.7667734. hal

ini mendakan bahwa dalam jangka pendek suku bunga tidak memiliki pengaruh

yang signifikan namun memberiakan dampak pada pengurangan pertumbuhan

kredit modal kerja. Sementara dalam jangka panjang tidak memiliki pengaruh

signifikan namun membrikan dampak postif atau pertambahan pada pertumbuhan

kredit modal kerja.

68

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

Jan

-12

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

KMK SBDK

Gambar 4.12: Perubahan SBDK dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016

Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)

Terlihat bahwa SBDK mengalami fluktuatif sementara kredit modal kerja

cenderung stabil. Dalam jangka pendek kredit modal kerja tidak memiliki pengaruh

dari SBDK, hal ini disebabkan karena kredit modal kerja merupakan kredit dengan

kredit jatuh tempo menengah dan pendek., kredit modal kerja juga memiliki

rekening koran. Selain itu hitungan bunga kredit modal kerja lebih cenderung stabil

per periode dan untuk kredit modal kerja yang jatuh tempo pendek UMKM

cenderung hitungan harian sesuai rekening koran sehingga dalam jangka pendek

tidak berpengaruh. Kredit modal kerja di dominasi oleh UMKM dimana kemudahan

dari proses pengajuan kredit merupakan tolak ukur bagi pengaju kredit UMKM di

bandingkan dengan tingkat suku bunga kreditnya (Infobanknews), dalam hasil

penenlitian suku bunga tidak memiliki pengaruh namun bernilai koefisien negatif

hal ini disebabkan pada jangka pendek seperti periode 2012 -2013 terjadi kenaikan

inflasi yang signifikan hingga Bank Indoensia meningkatkan Bi rate hingga 7,5%

dan mengakibatkan penurunan pada kemampuan debitur untuk membayar kredit

atau keengganan mengambil kredit sehingga meskipun tidak berpengaruh

signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja namun kenaikan suku bunga

tetap memberikan dampak berupa pengurangan pada pertumbuhan kredit.

69

Suku Bunga Bank Kategori 4 adalah suku bunga yang kompetitif apabila

dibandingakan dengan bank kategori lainya hal ini karena dari 70% penyaluran

kredit, 20% penyaluran kredit wajib disalurkan kepada kredit produktif termasuk

pada kredit modal kerja. Namun untuk kredit modal kerja suku bunga dari bank

kategori 4 tidak memiliki pengaruh terhadap kredit modal kerja, hal ini karena

kemudahan dan administrasi yang cepat merupakan tolak ukur. Hal ini

dikarenakan dominasi permintaan terhadap kredit modal kerja dalah UMKM.

Selain hal tersebut kebijakan inklusi keuangan yang belum maksimal

mengakibatkan bank sulit menjangkau masyrakat . sehingga masyrakat masih

mengandalkan sumber pendanaan dari lembaga keuangan seperti BPR atau

lainya. Dimana suku bunga yang kompetitif dari bank kategori 4 tidak memiliki

pengaruh.

Dalam jangka pendek naiknya suku bunga cukup memberikan keuntungan

bagi bank dengan catatan kenaikan suku bunga masih dalam batas wajar, namun

apabila terjadi shock atau keniakan yang upnormal dari suku bunga hal ini yang

dapat membahayakan perekonomian karena naiknya suku bunga dapat menjadi

resiko berupa gagal bayar dan turunya permintaan kredit. hal ini yang

menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah turunya yang di indikator output yang

rendah akibat kredit yang menurun, selain itu suku bunga yang tinggi juga

mengakibatkan penurunan pada sektor investasi yang mengkibatkan sedikitnya

lapangan pekerjaan hingga menumpuknya pengangguran. Berdasarkan

penjelasan di atas suku bunga yang tinggi dalam jangka pendek dapat menganggu

perekonomian .

Dalam jangka panjang, SBDK dari kredit juga tidak memiliki pengaruh dan

bernilai negatif,hal ini disebabkan oleh jangka waktu kredit mikro yang pendek,

perubahan suku bunga dalam jangka panjang tidak akan memberikan dapak yang

70

signifikanpada debitur atau kreditur menginggat jumlah kredit modal kerja

umumnya dalam jumlah kecil sehingga meskipun terdapat shock atau keniakan

suku bunga yang signifikan dampak yang dirasakan dari kerugian tidak terlalu

terasa. Namun naiknya suku bunga tetap memberikan penurunan pada

pertumbuhan modal kerja namun tidak signifkan. Hasil penelitian ini di dukung

oleh penelitian dari G Diah Utari et al (2010) yang menyatakan bahwa suku bunga

kredit memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan pertumbuhan kredit

dalam jangka panjang.

Suku bunga kredit yang tinggi dalam jangka panjang akan mempengaruhi

perekonomian yang dapat dilihat dari turunya kredit yang disalurkan, rendahnya

kredit yang disalurkan akan berbahaya bagi perekonomia, dimana roda

perekonomia masih begantung kredit, disisi lain investasi akan mengalami

penurunan akibat suku bunga yang tinggi sehingga secara makro suku bunga

tinggi dala jangka panjang akan berdampak buruk pada perekonomian.

4.3.6 Penentu Lain Pertumbuhan Kredit : Prespektif Penawaran dan

Permintaan

Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa determinan pertumbuhan

kredit modal kerja dari sisi penawaran dan permintaan didominasi oleh pengaruh

jangka panjang. Sehingga penting menganalisis faktor-faktor lain yang

mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja dari sisi penawaran maupun sisi

permintaan. Rasio Loans Deposite Ratio ( LDR) merupakan rasio yang dpat

menggambarkan permintaan dan penawaran kredit. Berikut grafik ini adalah

perkembangan LDR bank umum selama periode 2012-2016.

71

0

20

40

60

80

100Ja

n-1

2

Ap

r-1

2

Jul-

12

Okt

-12

Jan

-13

Ap

r-1

3

Jul-

13

Okt

-13

Jan

-14

Ap

r-1

4

Jul-

14

Okt

-14

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Gambar 4.13: Pertumbuhan Loan to Deposite Ratio Indonesia Tahun 2012-

2016

Sumber : Data diolah (2017)

Berdasarkan pada gambar 4.13, dapat dilihat bahwa LDR Indonesia

selama periode 2012-2016 berkisar pada 80-92%. Bank Indonesia sebagai

otoritas makropudensial dan moneter menerapkan batas bawah dan atas LFR

(LDR) sesuai dengan PBI No. 12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015, dimana

batas bawah adalah 78% dan batas atas adalah 92%. Namun pada Juni 2016

Bank Indonesia menaikan batas bawah LFR menjadi 80% guna mendorong

pertumbuhan kredit dengan kebijakan PBI yang baru (Infobanknews).

Apabila dilihat dari grafik diatas, maka batas bawah darri peraturan PBI No.

12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015 telah tercapai dimana pada periode 2012

LFR telah mencapi 80%. LFR indonesia mulai mengalami peningkatan mulai

Januari 2013 sampai Juli 2014, dima juli LFR Bank Umum di Indonesia mencapai

92%. Namun di bulan periode Juli 2014 LFR indonesia mengalami fluktuatif hingga

plaing rendah mencapai 78% pada bulan Januari 2016. Rendahnya LFR

mendekati batas atau melebihi batas bawah menandakan bahwa perbankan tidak

menyalurkan sumber pendanaan mereka pada pemberian kredit, tetapi juga

dialokasikan pada pembelian surat berharga, atau instrument pasar modal yang

dianggap lebih minim resiko dan mendapatkan keuntungan atau return yang lebih

besar bila dibandingkan dengan kredit. Namun pada intinya perbankan membagi

72

sumber pendanaan untuk diversifikasi resiko agar resiko tidak terkumpul pada satu

titik yaitu kredit.

Pada sisi permintaan, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

pemintaan kredit. seperti, jangkauan bank atau inklusif keuangan, kualitas

pelayanan bank, kualitas debitur pengelolaan sumber daya alam atau manusia .

berdasarkan survei BPS tahun 2015 hanya sekitar 60 juta dari total 250 juta orang

Indonesia yang memiliki rekening bank. Hambatannya adalah sulitnya

menjangkau layanan jasa keuangan formal dari perbankan seperti kuranganya

branches-branches pada pelosok desa. Kualitas debitur juga merupakan

hambatan bank dalam menyalurkan kredit, hal ini berkenaan dengan usaha yang

dilakukan debitur dimana kebanyakan masih belum bankable sehingga cukup sulit

mencairkan kredit untuk menambah modal. Masyarakat desa juga memiliki potensi

sumber daya alam yang melimpah namun, sumber pendanaan masih belum ada

dan bank sulit menjangkau.

4.4 Implikasi Hasil Penelitian

1. Pengendalian inflasi merupakan hal yang berada di luar batas bank. hasil

dari penelitiain ini menunjukan bahwa inflasi memiliki pengaruh signifikan

pada pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi

bahwa bank perlu memperhatikan pergerakan inflasi agar ketika terjadi

shock inflasi bank tidak langsung bersifat contercyclycal terhadap

pertumbuhan ekonomi dengan pengereman secara langsung terhadap

penyaluran kredit kredit. bagi bank dengan kategori 4 inflasi dalam jangka

pendek akan memberikan keutungan dengan catatan inflasi masih dalam

batas wajar.

2. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan kumpulan dari tabungan, giro dan

deposito. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa DPK mengalAmi

73

perlambatan, namun DPK tetap berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa

bank memiliki sebuah instrument penambah sumber pendanaan modal

bank seperti MTN (Surat Hutang Jangka Pendek) yang mengakibatkan

bank tetap dapat menyalurkan kredit tanpa mengahdapi resiko liquiditas.

Selain itu perlu kebijakan inklusif agar dapar merangsang pertumbuhan

DPK dengan menyerap dana yang berada dimasyarakat yang selama ini

belum terjangkau oleh perbankan.

3. NPL merupakan Rasio Gagal Bayar atau tolak ukur kesehatan bank Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa NPL yang tinggi mempengaruhi

signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja bank kategori buku 4

. Hal ini mengandung implikasi bahwa bank perlu meningkatkan

menjemen resiko terhadap penyaluran kredit seperti pengetatan

pengajuan kredit dengan 5C atau Pembobotan resiko usaha dengan

pengetatan pengajuan kredit , maka dapat menekan NPL dan kredit yang

disalurkan tepat pada sektor produktif. Hal ini penting karena pada bank

buku 4 sebesar 20% dari 70% pemberian kredit adalah ke sektor produktif

jadi apabila salah penyaluran maka roda perekonomian tidak berjalan

malah memberikan efek perlambatan roda perekonomian.

4. Suku Bunga adalah instrumen penting dalam penyaluran dana atau kredit

karena suku merupakan harga dari pengembalian dana atau kredit yang

di salurkan atau sebagai instrument yang digunakan bank dalam mancari

spread margin. Pada penelitian ini suku bunga tidak memiliki pengaruh

terhadap kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa kredit

modal kerja merupakan kredit tenor pendek dengan begitu, suku bunga

dasar tidak mempengaruhi penyaluran kredit.

74

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya yang menganalisis

determinan pertumbuhan kredit modal kerja perbankan di Indonesia, maka

kesimpulan dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan

adalah sebagai berikut :

1. Inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja,

namun bagi perbankan dengan modal inti 30 trilliun (kategori buku 4)

inflasi dalam jangkan pendek memiliki pengaruh positif hal ini karena

dalam jangka pendek inflasi cenderung stabil, dan inflasi memberikan

kenaikan harga dimana kenaikan harga akan memberikan keutungan

bagi dunia usaha sehingga dunia usaha akan berekspansi dengan

mengambil kredit oleh sebab itu dalam jangka pendek inflasi

memberikan dampak positif terhadap kenaikan kredit modal kerja.

2. Dana Pihak Ketiga adalah sumber pendanaan bank dalam melakukan

kredit. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah hal terpenting

agar bank terhindar dari missmatch kredit atau krisis liquiditas.

Perlambatan DPK juga memberikan dampak pada penurunan kredit

modal kerja namun , bagi bank dengan kategori 4 penurunaan DPK

dapat teratasi dengan munculnya Surat Hutang Jangka pendek (MTN)

yaitu dana penambah DPK sehingga pelambatan DPK dapat diatasi

dengan melihat rasio LDR yang amsih menyentuh kisaran 88%-92%.

75

3. Non Performing Loan merupakan indikator kesehatan, NPL merupakan

indikator yang perlu diperhatikan perbankan dalam menyalurkan kredit

, NPL yang tinggi mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan kredit

modal kerja hal ini disebabkan oleh perkenomian yang terbuka

sehingga kompetisi perbankan yang cukup ketat dalam mendapatkan

nasabah, sehingga membuat penurunan kualitas debitur yang

berdampak pada naiknya NPL. Bagi bank dengan BUKU kategori 4

naiknya NPL cukup mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja

karena dalam buku kategori 4 kredit yang disalurkan wajib palling

rendah 70% dari DPK dan 20%nya kredit wajib disalurkan terhadap

UMKM atau kredit produktif oleh karena itu apabila NPL tinggi maka

tentunya penyaluran kredit modal kerja terganggu

4. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan suku bunga acuan atau

suku bunga dasar pemberian kredit, SBDK memiliki peran yang vital

pada pemberian kredit modal kerja, namun proporsi kredit modal kerja

sebagai besar adalah UMKM dan kredit jangka pedek maka

kemudahan administrasi dan kemudahan pencairan dana merupakan

tolak ukur.

5. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kredit dari sisi

penawaran adalah LDR Bank Umum yang masih mendekati batas

bawah akibat adanya alternatif investasi lain seperti pasar modal. Pada

sisi permintaan dipengaruhi oleh jangkauan dan pelayanan perbankan

kepada masyarakat serta pengelolaan sumber daya alam yang kurang

optimal sehingga permintaan kredit masih rendah.

76

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut:

a. Bank dengan kategori buku 4 perlu menjalankan Inklusi Keuangan secara

optimal untuk mengurangi perlambatan Dana Pihak. Sebagai bank dengan

tingkat tingkat penyaluran kredit paling besar 70% maka Bank harus

menambah proporsi penerbitan instrumen lain untuk sumber pendanaan

kredit selain dana pihak ketiga. Selain itu bank – bank yang memiliki idle

funds sebaiknya menempatkan dananya pada instrumen yang jangka

waktunya lebih pendek untuk menjaga likuiditas bank.

b. Bank perlu menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menyalurkan kredit

agar kredit bermasalah dapat ditekan sehingga target ekspansi kredit bank

dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pada bank dengan kategori buku 4

penyaluran kredit mencapai 20% dari 70% kredit yang disalurkan sehingga

perlu penerapkan prisnsip kehati-hatian seperti prinsip 5 C agar

pertumbuhan kredit modal kerja tidak terganggu

c. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan variabel -

variabel independen yang digunakan terhadap pertumbuhan dua jenis

kredit lainnya yaitu kredit investasi dan kredit konsumsi karena masing –

masing jenis kredit memiliki karakteristik dan respon yang berbeda – beda.

76

DAFTAR PUSTAKA

Agung, J. (2001). Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Bulletin Moneter Bank Indonesia. Dipetik may 08, 2017, dari www. bi.go.id/id/publikasi

Ahmad, K. (2010). Determinan Permintaan Kredit Pada Bank Umum di Jawa Tengah. Economics Development Analysis Journal, 8 No 2.

Amelia, N., Aimon, H., & Efrizal, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penwaran dan Permintaan Kredit Modal Kerja di Sumatra Barat. 1-40.

Anshori, F. A., & Chalid, D. A. (2011). Analisis Pengaruh Penyaluran Kredit terhadap Struktur Modal. 1-18.

Ascarya. (2012). Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 14 No 3.

Astuti, A. (2013). Pengaruh Inflasi , BI RATE , DPK , NPL dan CAR terhadap Penyaluran kredit. SkripsiUIN JKT. Dipetik May 09, 2017

BA, P. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan(Tesis). Unerversitas Diponegoro UNDIP.

Badan Pusat Statistik. (2016). Data Inflasi Bulanan. www.bps.go.id diakses pada

25 Juli 2017

Bank Indonesia. (2016). Statistik Perbankan Indonesia. www.bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017

Bank Indonesia. (2015). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses

pada 20 Juli 2017

Bank Indonesia. (2014).Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017

Bank Indonesia. (2013). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses

pada 21 Juli 2017

Bank Indonesia. (2012). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017

Bank Indonesia. (2013). Laporan Tahunan Perekonomian: Bauran III Respon Kebijakan. www.bi.go.id diakses pada 14 Mei 2017.

Bank Indonesia. 2014. Laporan Pengawasan Perbankan. www.bi.go.id diakses pada 16 Mei 2017

Bernake , S, B., & Blinder, A. S. (1988). Credit Money and Aggregate Demand. Economic Assosition, 78 No. 2. Dipetik Februari 07, 2017

Binangkit, Y. L. (2013). Analisis Pengatuh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Loan, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja, Investasi, dan Kosumsi Bank Pembangunan Daerah. 1-26.

77

Blundell-Wignall, & Gizycki, M. (t.thn.). Credit Supply and Demand and The Australian Economy. Research Discussion Papper, 9208. Dipetik May 11,

2017, dari http://www.centralbank.org.bb/webbc

Bulanan, D. I. (2017, May 15). Inflasi . Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik: wwww.bps.go.id

Dariyanti, Ningsih, & Zuhroh, I. (2010). Analisis Permintaan Kredit Pada Bank Swasta Nasional di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan , 8, 1-12.

Dewi, A. (2013). Peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI) . Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 105-116. Dipetik may 17, 2017

Ditria, Y. (2008). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Jumlah Ekspor Tehadap Tingkat Kredit Perbankan. Journal Of Applied Finance and Accounting, 1, 166-192. Dipetik April 03, 2017

Engle, & Granger, C. W. (t.thn.). Cointegration and Error Correction. Jurnal Ekonometrika, Volume 55, 251-276. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.med.openn.edu/beat/docs

Hariyanti, S. (2009). Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 299-310. Dipetik Juli 5, 2017, dari www.jerkubank.files.wordpress.com

Hooy, & D, D. (2007). The Non Performing Loan Some Bank Level Evidence, 105-139. Dipetik Juli 5, 2017, dari http://cba.upd.edu.ph/asialink

Ibrahim, Mardiana;. (2014). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Penyaluran Kredit Konsumtif Pada Bank Rayat Indonesia (Tbk) Cabang Gowa. Jurnal STIE, 1-12.

Irma, A. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi Pada Bank Umum Swasta Nasional Periode 2003-2010). Journal Manjemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Dipetik May 15, 2017

Kasmir. (2000). Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kaunang, G. (2013). Tingkat Suku Bunga Pinjaman dan Kredit Macet Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit UMKM di Indonesia. Journal EMBA, 1 No 3, 841-959.

Lellyved, Ralph, & Haas. (2006). Internal Capital Market and Landing By Multinational Bank Subsident. Journal of Financial Intermediation, 119, 1-25. Dipetik Juni 30, 2017, dari http://ideas.repec.org.com

Mellitz, & Pardue. (1973). The Demand and Supply of Commercial Bank Loans. Journal of Money, Credits and Banking, 5, 669-692. Dipetik Juli 17, 2017,

dari http://libgan.org/scimme/get.php

Muklis, I. (2010). Penyaluran Kredit Bank Ditinjau dari Jumlah Dna Pihak Ketiga dan Non Performing Loan. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 115, 130-138.

78

Panggalih, D. N. (2013). Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia(SBI), Suku Bunga Kredir Usaha Rakyat Terhadap Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) . Journaal Universitas Brawijaya , 1-24.

Pasha, R. (2009). Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit dan Identifikasi serta Peluang ekspansi pembiayaan kredit sektoral di wilayah kerja KBI Mlanag. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 148-164.

Pratama, B. (2010). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Perbankan. Jurnal Ilmiah. Dipetik Juli 7, 2017, dari http://eprints.undip.ac.id

Purba, N. N., Syaukat, Y., & Maulana, T. N. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penyaluran Kredit Pada BPR konvesional di Indonesia. Journal Ipb, 1-13. Dipetik May 06, 2017, dari http://Journal.ipb.ac.id//index.php/jabem

Purnomo, P., & Wibowo. (2013). Branchless Banking Setelah Multilisence atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Bank Indonesia. Buletin Bank Indonesia. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.bi.go.id

Satria, Rangga, D., & Subegti. (2010). Determinasi Penyaluran Kredit Bank Umum Di indonesia Periode 2006-2009. Journal Kuangan dan Perbankan, 14 No 3.

Sitompul, K. (2010). Pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA dan Tngkat Suku Bunga SBI Terhadap Pertumbuhan Kredit. Skripsi. Dipetik Juni 26, 2017,

dari www.eprints.undip.ac.id

Sugiarto, A. (2004). Mencari Structur Perbankan yang Ideal. Journal Bankk Indoensia.

Tunisman, T. (2014, September). Likuiditas Mengganjal Perbankan. Dipetik Juni

15, 2017, dari Info Bank News: www.infobanknews.com

Utari, Amurti, D., & Kurniati, T. (2010). Pertumbuhan Kredit Optimal dan Kebijakan Makroprudensial untuk Pengendalian Kredit. Working Paper BI. Diambil kembali dari www.bi.go.id/publikasi

Waljianah, R. (2013). Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Perbankan di Indonesia Periode Juli 2005 - Des 2011. 1-12.

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi. Yogyakarta: PT. Ekonista Kampus FE UII.

Widyawati, S. (2014). Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia . Jurnal Keuangan dan Perbankan , 1-19.

Y, P., & RD, S. (2013). Analisis Pengaruh LDR, CAR, ROA, dan Faktor Eksternal Perbankan terhadap Volume KPR pada Bank Persero Periode 2009-2012. Diponegoro Journal Of Management, 2 No 3, 1-15.