DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI INDONESIA DI INDONESIA
PERIODE 2012 – 2016
SKRIPSI
Disusun oleh :
RAISA AKBAR 135020407111025
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
CURRICULUM VITAE
Data Pribadi
Nama : Raisa Akbar
Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 3 April 1995
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Domisili di Malang : Jalan A.Yani No. 1 Sukopuro – Jabung
Nomor Telepon : +62-822-579-802-99
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
Institusi Tahun
MI Islamiyah Sukopuro 2001-2007
SMP Negeri 1 Tumpang 2007-2010
SMA Negeri 1 Tumpang 2010-2013
Universitas Brawijaya Jurusan Ilmu Ekonomi
(Ekonomi, Keuangan dan Perbankan)
2013-2017
Sertifikat dan Penghargaan
Jenis Kegiatan Tahun
Seminar Traning Of Communication 2014
Seminar Enterprenuerdan Business Plan Competion 2014
Pengalaman Kepanitiaan Kampus
Acara Bagian Tahun
ECOLYMPICS Staff Divisi Keamanan Transportasi 2015
Pengalaman Lain
Pengalaman Tahun
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN-P) di Bank Indonesia Kantor Perewakilan Jember
2016
Founder ex Project 2016- Sekarang
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:
DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI
INDONESIA PERIODE 2012 – 2016. Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk
melengkapi persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Ilmu Ekonomi Keuangan Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya.
Dalam selesainya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada:
1. Keluarga penulis (Ayah Agus, Mami Indah, Aushilna Rahma dan Nenek
Sholicha) yang telah memberikan dukungan dan doa dalam kelancaran
mengerjakan skripsi.
2. Prof. Dr. Ghozali Maski, SE., MS. Selaku dosen pembimbing yang telah sabar
dalam proses bimbingan skripsi dan memberi dorangan moral dalam
menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu
3. Prof. Dr. Khusnul Ashar, SE., MA. Selaku dosen penguji satu yang tealah
memberikan saran pada perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Setyo Tri Wahyu, SE., MEc., Ph.D. Selaku dosen Penguji dua yang
telah memberikan saran perbaikan pada skripsi ini.
5. Bapak Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya
6. Keluarga Bapak M. Illyin yang telah memberikan semangat pada pengerjaan
skripsi sertra dukungan moral doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan tepat waktu.
ix
7. Rosa Lia Annisa yang selalu memberikan waktu dalam proses pengerjaan
skripsi. Terimakasih, telah mau saya repotkan dan terimakasih atas
kesabarannya. Semoga di tahun 2018 lulus tepat waktu.
8. Teman Teman angkatan 2013 di jurusan Ilmun Ekonomi yang turut
memberikan dukungan dan motivasi. Kalian merupakan teman yang sering
saya repotkan dalam pemecahan revisi dosen.
9. Teman teman (Abah Lovers dan Geng Kapak Om-om) terimakasih mau dan
rela menunggu dan memberikan semangat dan motivas pada saat ujian
komprehensif.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Malang, 2 Januari 2018
Penulis
Raisa Akbar, SE.
ABSTRAKSI
Akbar, Raisa. 2017. Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan Di
Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Brawijaya. Prof. Dr. Ghozali Maski, S.E., M.S
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, pertumbuhan
dana pihak ketiga, kredit bermasalah dan kredit modal kerja terhadap pertumbuhan
kredit modal kerja. Penelitian ini menggunakan analisis Error Corection Model (ECM)
Eangle Granger. Dengan menggunakan metode ini dampak jangka pendek dan
jangka panjang antara variabel dependen dan variabel independen dapat diketahui
dengan teknik analisis ini adalah untuk mengoreksi kecepatan penyesuaian dalam
jangka pendek terhadap jangka panjang. Hasil penelitian, dalam jangka pendek hanya
suku bunga pinjaman modal kerja yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit
modal kerja. Untuk jangka panjang sebagian besar dari variabel independen hanya
signifikan tingkat suku bunga pinjaman modal kerja tidak dapat signifikan terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka panjang. Untuk hubungan jangka
panjang, suku bunga pinjaman modal kerja memiliki pengaruh yang tidak signifikan
dan bernilai negatif, pertumbuhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan dan
signifikan terhadap inflasi dan memiliki pengaruh negatif yang signifikan dan Non
Performing Loan memiliki pengaruhyang signifikandan memiliki nilai positif.
Kata kunci: Pertumbuhan Kredit, Non Performing Loan, Dana Pihak Ketiga, Inflasi,
ECM Eangle -Granger
ABSTRACT
Akbar, Raisa. 2017. Determinant of Growth of Working Capital Loan Banking In
Indonesia. Minor Thesis. Department of Economics, Faculty of Economics and
Business, Brawijaya University. Prof. Dr. Ghozali Maski, S.E., M.S
This research aims to find out the effect of Inflation, third party funds growth,
non performing loan and working capital loan rates on working capital loans growth.
Ini the research, analysis using Error Corection Model (ECM) Eangle Granger. Using
thiis method. It cand be analyzed impact of short-term and long –term amongst
dependent variabel and independent variabel with analytical techniques for correcting
speed of adjustment in the short-term. Results of the research, in the short – term only
working capital loan rates can’t significan on working capital loans growth. For the long
–term most of them from variabel independent significant only working capital loan
rates can’t significan on working capital loans growth in long- term. For long-term
relationship, working capital loan interest rates have a not significant and negative
effect , third party funds growth have and significant positive effect and inflation have
a significant negative effect and Non Performing loand have a significant and positive
effect
Keyword : Credit Growth, Non Performing Loans, Third Party Funds, Inflation, ECM
Eangle –Granger
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... iv
CURRICULUM VITAE ......................................................................................... v
QUOTES ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
HALAMAN ABSTRAKSI ................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .................................................................................... 12
2.1.1 Teori Market or Loanable Funds ............................................... 12
2.1.2 Teori Penawaran dan Permintaan Kredit .................................. 13
2.1.2.1 Teori Melitz dan Pardue ............................................. 13
xi
2.1.2.2 Teori Stiglitz dan Weiss .............................................. 15
2.1.2.3 Teori Bernake dan Blinder .......................................... 16
2.1.2.4 Teori Blundell – Wignall dan Gizycki .......................... 17
2.1.2.5 Teori Hakim et al., ...................................................... 18
2.1.3 Hubungan Antar Variabel ......................................................... 18
2.1.3.1 Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Kredit Modal
Kerja .......................................................................... 18
2.1.3.2 Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Kredit
Modal Kerja ................................................................ 20
2.1.3.3 Hubungan Non Performing Loan (NPL) dengan Kredit
Modal Kerja ................................................................ 21
2.1.3.4 Hubungan Antara Inflasi dengan Kredit Modal Kerja .. 21
2.1.4 Penelitian Terdahulu ............................................................... 23
2.1.5 Kerangka Pemikiran ............................................................... 25
2.1.6 Hipotesis ................................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ......................................................................... 27
3.2 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 27
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 27
3.3.1 Populasi ................................................................................ 27
3.3.2 Sampel .................................................................................. 28
3.4 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 28
3.5 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 29
3.5.1. Definisi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................... 29
xii
3.5.2. Definisi Operasional Inflasi ..................................................... 30
3.5.3. Definisi Operasional DPK ....................................................... 30
3.5.4. Definisi Operasional NPL ........................................................ 30
3.5.5. Definisi Operasional Suku Bunga Kredit ................................. 31
3.6 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 31
3.7 Metode Analisis Data ........................................................................... 31
3.7.1. Spesifikasi Model ..................................................................... 32
3.7.2. Uji Stasioneritas ....................................................................... 32
3.7.3. Uji Drajat Integrasi ................................................................... 33
3.7.4. Uji Kointegrasi ........................................................................ 34
3.7.5. Spesifikasi Model Error Correction Model (ECM) ..................... 36
3.8 Pengujian Hipotesis ............................................................................. 37
3.8.1. Uji Koefisien Determinasi .......................................................... 37
3.8.2. Uji Koefisien Regresi Indivi (Uji t) ............................................. 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Variabel Penelitian .................................................. 39
4.1.1 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Melambat ............................. 39
4.1.2 Pergerakan Inflasi di Indonesia ................................................ 41
4.1.3 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia ......................... 43
4.1.4 Pergerakan Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di
Indonesia ................................................................................. 45
4.1.5 Suku Bunga Kredit Modal Kerja ............................................... 46
4.2 Analisis Hasil Pengujian ....................................................................... 48
4.2.1 Uji Stasioneritas ....................................................................... 48
xiii
4.2.2 Uji Kointegrasi.......................................................................... 49
4.2.3 Uji Error Correction Model........................................................ 50
4.3 Analisis Ekonomi .................................................................................. 53
4.3.1 Perspektif Jangka Pendek dan Jangka Panjang Ekonomi ....... 54
4.3.2 Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ... 55
4.3.3 Pengaruh Pertumbuhan DPK Terhadap Pertumbuhan Kredit
Modal Kerja ............................................................................. 58
4.3.4 Pengaruh Perubahan Non Performing Loan (NPL) Terhadap
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................................. 62
4.3.5 Pengaruh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Terhadap
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja ............................................. 66
4.3.6 Penentu Lain Pertumbuhan Kredit Perspektif Penawaran dan
Permintaan .............................................................................. 69
4.3.7 Implikasi Hasil Penelitian ......................................................... 71
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73
5.2 Saran .................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76
LAMPIRAN ...................................................................................................... 79
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................................. 23
Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Sumber Data dan Periode ......................................................... 29
Tabel 4.1 Hasil Ujian Stasioneritas Augmented Dickey Fuller Test .......................................... 48
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Stasioneritas Residual ..................................................................... 49
Tabel 4.3 Hasil Estimasi Error Correction Model....................................................................... 50
Tabel 4.4 Hasil estimasi Koefisien Jangka Panjang .................................................................. 51
Tabel 4.5 Hasil Estimasi Variabel Inflasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK
.................................................................................................................................... 55
Tabel 4.6 Hasil Estimasi Variabel DPK Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK
.................................................................................................................................... 58
Tabel 4.7 Hasil Estimasi Variabel NPL Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK 62
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Variabel SBDK Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terhadap KMK
.................................................................................................................................... 66
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pertumbuhan Total Kredit Indonesia Tahun 2008 – 2010 ......... 2
Gambar 1.2 Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2008 –
2016 ............................................................................................ 3
Gambar 1.3 Pertumbuhan Total Kredit Menurut Jenis Penggunaan Tahun
2008 – 2016 ................................................................................ 4
Gambar 1.4 Inflasi dan BI Rate Indonesia Tahun 2015 – 2016 .................... 7
Gambar 4.1 Pertumbuhan Modal Kerja Tahun 2015 – 2017 ......................... 39
Gambar 4.2 Penyaluran Kredit Modal Kerja tahun 2012 – 2014 ................... 40
Gambar 4.3 Prosentase Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Tahun 2015 – 2016
.................................................................................................... 41
Gambar 4.4 Pergerakan Inflasi di Indonesia Periode 2012 - 2016 ................ 42
Gambar 4.5 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia Tahun 2014 –
2017 ............................................................................................ 43
Gambar 4.6 Prosentase Pertumbuhan DPK Indonesia Tahun 2014 – 2017 44
Gambar 4.7 Perumbuhan NPL di Indonesia Tahun 2014 – 2017 ................. 45
Gambar 4.8 Pertumbuhan Suku Bunga Kredit Modal Kerja 2013 – 2016 ..... 47
Gambar 4.9 Pergerakan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Inflasi Tahun
2013 – 2017 ................................................................................ 56
Gambar 4.10 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Pertumbuhan DPK
Indonesia 2012 – 2016 ............................................................... 59
Gambar 4.11 Perubahan NPL dan KMK Tahun 2012 – 2016 ......................... 63
Gambar 4.12 Perubahan SBDK dan Pertumbuhan KMK 2012 – 2016 ........... 67
xv
Gambar 4.13 Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR) Indonesia Tahun
2012 – 2016 ................................................................................ 70
1
BAB I
PEDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peran Perbankan sangat penting dalam perekonomian, sebagai
lembaga intermediasi (Financial Intermediary) fungsi perbankan
diharapkan mampu mendorong perekonomian. Sebagai pihak intermediasi
bank dituntut dapat menyerap dana di masyarakat pada pihak yang
kebihan dana (Unit Surplus) dan dapat menyalurkan dana pada pihak yang
membutuhkan dana (Unit Deficit). Sebagai agen dari pembangunan,
perbankan dituntut dapat melakukan sebuah pembangunan perekonomian
melalui intermediasi dana yang baik, alokasi penyaluran dana yang tepat
kepada pihak-pihak yang dianggap mampu dan layak dapat memanfaatkan
dana diharapkan dapat menjalankan sektor-sektor ekonomi produktif dan
dapat meningkatkan perekonomian.
Oleh karena fungsinya sebagai lembaga penghimpun dana dan
penyalur dana ke masyarakat, bank mempunyai peranan penting bagi
suatu perekonomian negara. Bank menjadi lembaga keuangan yang
mampu memberi dukungan berupa dana atau kredit bagi perkembangan
usaha. Kredit yang tersedia oleh perbankan memungkinkan rumah tangga
dapat melakukan kosumsi, rumah tangga produksi juga dapat melakukan
kegiatan produksi karena adanya modal dan memungkinkan perusahan-
perusahan dapat melakukan investasi yang tidak dapat dilakukan dengan
karena terbatasnya dana. Berdasarkan hal tersebut kredit perbankan
sangat penting bagi perekonomian akan tetapi kemampuan bank dalam
2
0
5E+09
1E+10
1,5E+10
2E+10
2,5E+10
3E+10
3,5E+10
S E P - 0 8 D E S - 0 8 M A R - 0 9 J U L - 0 9 O K T - 0 9 J A N - 1 0 M E I - 1 0 A G U - 1 0 N O V - 1 0
menghadapi shock atau permasalahan seperti adverse selection dan moral
hazard juga sangat penting menginggat peran pemantauan menyaluran
modal kepada masyarakat dapat memberikan benefit optimal (Utari et al.,
2010).
Berjalanya penyaluran kredit dengan baik oleh perbankan akan
memberikan dampak positif berupa berjalanya roda perekonomian, namun
kredit juga memiliki potensi menganggu stabilitas keuangan yang pada
akhirnya berdampak pada stabilitas perekonomian. Oleh karena itu,
pertumbuhan kredit harus seimbang dan dijaga. Pertama, pertumbuhan
kredit yang cepat dan berlebih dapat dapat mengancam kestabilan
keuangan dan kestabilan perekonomian. Selain itu pertumbuhan kredit
yang cepat merupakan salah satu pemicu terjadinya krisis keuangan
(Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart, 1998). Kedua pertumbuhan kredit yang
lambat dapat menimbulkan keadaan ekonomi yang tidak kondusif,
Indonesia merupakan negara berkembang, dimana penyaluran kredit
sangat dibutuhkan dalam melakukan pembangunan ekonomi dan
menggerakan perekonomian, menginggat sumber pembiayaan usaha
pada negara berkembang adalah kredit.
Gambar 1.1: Pertumbuhan Total Kredit Indonesia Tahun 2008-2010
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
3
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Kosumsi
Pada tahun 2008, merupakan terjadinya krisis suprime mortage. Indonesia
merupakan negara yang mengalami dampak krisis global tahun 2008. Meskipun
domino effect dari krisis tidak terlalu besar, kebijakan tight money dilakukan
indonesia hal ini terlihat dari grafik 1.1 pertumbuhan total kredit periode 2008-2010
tidak mengalami kenaikan signifikan kredit hanya berada pada kisaran
27.289.410.316 - 30.195.321.450 Milliayrd Rupiah dalam periode Desember 2008-
Januari 2010 . Hal ini di sebabkan terjadi kenaikan BI rate dari 8.00% menjadi
9,5% pada periode september 2008 sampai akhir tahun 2009. Ketatnya likuiditas
di pasar uang mengakibatkan dorongan penundaan investasi dan peningkatan
effisiensi dari investor. Keadaan ini yang membuat pertumbuhan kredit lambat
karena penurunan pada sektor investasi dan kenaikan suku bunga yang cukup
tinggi membuat pengambilan kredit modal kerja cukup riskan bagi debitur.
Gambar 1.2: Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2008-2016
Sumber : Bank Indonesia, 2017
Menurut jenis penggunaan, kredit di bagi menjadi 3. Pertama adalah kredit
investasi. Kedua kredit modal kerja dan Ketiga kredit kosumsi. Berdasarkan
diagram di atas pada tahun 2008- 2016, kredit di Indonesia didominasi oleh kredit
4
modal kerja. Terlihat bahwa jumlah penyaluran kredit modal kerja pada periode
2008 sampai periode 2016 hampir mencapai 200 Milliard Rupiah sedangkan pada
kredit kosumsi dan investasi hanya pada kisaran 150 Milliard Rupiah. Penggunaan
kredit modal kerja yang lebih besar diantara kredit kosumsi dan kredit investasi
tidak terlepas dari penyaluran pihak perbankan yang lebih memilih menyalurkan
dana pada sektor produktif. Karena penyaluran kredit modal kerja oleh perbankan
diharapkan mampu menggerakan roda perekonomian dan mampu diserap dengan
baik oleh sektor produktif. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam
pengembangan usaha dan peningkatkan perekonomian masyarakat. Selain hal
tersebut, porsi kredit usaha yang besar sebabkan oleh fokus penyaluran dana dari
perbankan. Perbankan lebih memilih modal kerja, karena kredit modal kerja
memberi efek multiplier, Efek bagi perbankan kredit modal kerja merupakan kredit
yang beresiko namun memberi keuntungan. Sementera pada sisi sektor rill kredit
modal kerja memberikan efek positif pada pembangunan ekonomi khususnya
dalam penciptaan lapangan kerja. Untuk itu penyaluran kredit modal kerja perlu di
tingkatakan karena memiliki peran yang sangat besar.
Gambar 1.3: Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2009-2016
Sumber : Bank Indonesia, 2017
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Kosumsi
5
Apabila dibandingkan gambar 1.3 dan gambar 1.2 dapat ditarik kesimpulan
bahwa proporsi penggunaan penyaluran kredit di dominasi oleh kredit modal kerja
namun pada gambar 1.3 kredit modal kerja mengalami perlambatan dan
penurunan pertumbuhan yang cukup signifikan pada awal tahun 2012 dan awal
tahun 2017. Sehingga apabila dihubungkan dengan perekonomian dampak dari
penurunan kredit modal kerja akan cukup terasa menginggat jumlah proporsi kredit
modal kerja yang terbesar dan menjadi penggerak sektor ekonomi. Perlambatan
dan penurunan pertumbuhan kredit modal kerja tentunya mempengaruhi
produktifitas dunia usaha yang akan berimbas pada kondisi perekonomian makro.
Gambar 1.3 menunjukan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan pada
awal tahun 2012 hingga Desember 2015. Pada tahun 2012 penurunan
pertumbuhan kredit modal kerja disebabkan ketatnya peraturan Bank Indonesia.
Menurut Dody Afrianto Kepala Ekonomi Divisi Menejemen Resiko Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) perlambatan kredit yang disalurkan akibat naiknya SBI
dari 4 persen menjadi 4,61 di tambah ketatnya Fasilitas Simpanan BI dalam
Rupiah diperketat. Selain itu naiknya NPL yang mencapai 2,5 dan naiknya Loans
to Value (LTV) membuat Bank Indonesia bersifiat conterclycal dalam mengerem
laju kredit . pada tahun 2013 sampai 2014 perlembatan dan penurunan kredit
akibat naiknya Suku bunga atau BI rate hal ini disebabkan oleh fluktuatifnya inflasi,
dimana BI rate mencapai 8% yang mengakibatkan naiknya suku bunga suku
bunga pinjaman pada kisaran 13-15 persen. Adanya kenaikan suku bunga
pinjaman membuat masyarakat berfikir bahwa harga dari dana yang dipinjam
mahal. Pada tahun 2015 Berdasarkan data Analisisi Uang Beredar Bank
Indonesia disampaikan kredit modal kerja (KMK) tumbuh 8,5% (year on year)
menjadi Rp2.050,6 triliun. Persentase ini melambat dibandingkan perolehan pada
6
April yang mencapai pertumbuhan 10% (yoy), hal ini disebabkan oleh eksspansi
dari perekonomian yang lebah akibat perlambatan perekonomian global.
Permintaan dan penawaran kredit adalah faktor-faktor yang membuat
memperlembat pertumbuhan kredit. Menurut Agung et al (2001) terdapat dua sisi
yang dapat memperlambat pertumbuhan kredit. Pertama sisi permintaan,
menurunya kualitas nasabah karena underprecing kredit, tingginya suku bunga
kredit yang melebihin kemampuan debitur dan belum kondusifnya perekonomian
yang membuat pengambilan kredit oleh debitur dianggap sebagai resiko. Kedua
sisi penawaran, pada sisi penawaran perlambatan kredit dapat ditinjau dari
profitabilitas bank, seperti Non Performing Loans (NPL) atau resiko gagal bayar,
tingkat loanable funds (ketersediaan dana) atau likuiditas. Penurunan dan
melambatnya kredit yang cukup signifikan dan cepat saat ini cukup mengkhatirkan
menggingat perubahan yang cepat dapat memberikan rush debitur dan dapat
menyebabnkan NPL yang tingggi pada perbankan.selain itu tingginya fluktuatif
perekonomian yang tidak dapat ditebak membuat membuaat enggan dalam
melakukan kegiatan usaha sehingga permintaan akan kredit berkurang. Kondisi
ini dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan credit crunch yang
disebabkan tidak kondusifnya perekonomian sehingga timbul ketidak percayaan
dalam melakukan investasi dan pengambilan kredit. Ketidak percayaan atau kredit
crunch pernah dialami Indonesia pasca krisis tahun 1998-1999 dimana terjadi
penurunan kredit yang signifikan diikuti keengganan masyaraakat dalam
mengambil kredit untuk usaha atau investasi yang di sebabkan penilaian
masyrakat tentang tidak kondusifnya perekonomian dan menganggap
pengambilan kredit saat itu beresiko.
Menurut Bank Indonesia perlambatan pertumbuhan kredit. Khususnya
kredit modal kerja di sebabkan karena adanya kenaikan suku bunga serta
7
0 1 2 3 4 5 6 7 8
2015/q1
2015/q2
2015/q3
2015/q4
2016/q1
2016/q2
2016/q3
2016/q4
PER
IODE
BI RATE INFLASI
kenaikan resiko kredit. Inflasi tidak terpungkiri juga memberikan dampak pada
penurunan kredit modal kerja dari sisi makroekonomi. Pada tahun 2015-2017
tingkat inflasi sangat berfluktuatif . tingginya inflasi mendorong otoritas moneter
untuk menaikan BI rate guna mengendalikan inflasi, naiknya BI rate turut
menderek naik suku bungan kredit. Hal ini yang merupakan kenaikan biaya modal
bagi sektor produktif dalam mendapatkan kredit perbankan. Tentunya dengan
adanya kenaikan ini terjadi penurunan terhadap ekpansi kredit. Naiknya inflasi juga
mendorong naiknya Giro Wajib Minimum yang membuat modal perbankan
berkurang sehingga kredit menurun. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan inflasi
melalui Jumlah Uang Beredar (JUB ).
Gambar 1.4: Inflasi dan Suku Bunga BI RATE Indonesia Tahun 2015- 2016
Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)
BI rate, merupakan instrumen yang digunakan dalam pengendalian Inflasi
oleh Bank Indonesia. Saat inflasi tinggi maka Bank Indonesia juga akan menaikan
BI rate yang di tujukan menekan jumlah uang beredar dan diharapakan dapat
menurunkan inflasi. Pada tahun 2015-2016 BI rate tidak mengalami fluktuatif yang
cukup signifikan namun pada tahun 2015 BI rate mencapai 7,5% pada quartal 2 –
quartal 3 hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi disepanjang tahun
8
2015. Pada tahun 2016 bi rate mengalami penurunan dan berada pada posisi 75
dan diikuti oleh penurunan inflasi, namun BI rate tidak mengalmi penurunan
signifkan sedangkan inflasi pada periode tersebut cenderung stabil. Hal ini yang
membuat pertumbuhan kredit usaha tetap melambat dan menurun.
Selanjutnya dalam faktor internal perbankan terdapat faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit. Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
Non Performing Loans (NPL) merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
kredit khususnya dari sisi penawaran. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan
sumber utama dalam penyaluran kredit perbankan. Menurut laporan triwulan Bank
Indonesia Prosentase dari Loans Deposite Ratio (LDR) mencapai 93% pada akhir
triwulan 2016 lebih tinggi 1% dari tahun 2015. Namun pada tahun 2007 LDR
menjadi turun pada kisaran 83%-87%. Hal ini menandakan bahwa DPK pada
tahun 2016 dapat tersalurkan secara maksimal namun pada periode 2007. Bank
Indonesia memprediksi DPK tahun 2017 akan mengalami kenaikan namun tidak
pada pertumbuhan kredit karena pada sat ini Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
munurun pada triwulan I 2007 sebesar 74,1% lebih rendah dari pada triwulan IV
2016 yang sebesar 85.6.
Penyaluran kredit oleh perbankan selalu memberikan resiko bagi
perbankan. Salah satunya adalah resiko gagal bayar, indikator yang sering
digunakan adalah Non Performing Loans (NPL). Non Performing Loans (NPL)
merupakan rasio dari total gagal bayar di bagi dari total kredit yang di salurkan.
Dari Non Performing Loans (NPL) ini dapat dilihat seberapa besar rasio gagal
bayar suatu bank. Menurut Tan Sau Eng(2013) mengatakan bahwa Non
Performing Loans (NPL) berpangruh negatif terhadap laba dan penyaluran kredit.
Hal ini sejalan dengan penelitian Christy Sugiarty (2013) yang menyatakan bahwa
Non Performing Loans (NPL) berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit.
9
Berdasarkan hal tersebut Non Performing Loans (NPL) yang tingg sebuah bank,
maka bank akan mengalami kesulitan keuangan dalam menyalurkan dan atau
kredit (Bagus et.al.,2011). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia batas wajar
NPL sebuah bank adalah 5% dari total kredit yang di salurkan. Adanya kebijakan
batas wajar Non Performing Loans (NPL) juga merupakan barrier perbankan
dalam penyaluran kredit sehingga lebih berhati hati.
Beberapa penelitian terdahulu memiliki hasil yang berbeda-beda. Hasil
penelitian dari(I Putu Eka Saputra et.al.,(2014), Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki
pengaruh signifikan dan positif terhadap penyaluran kredit. Semakin tinggi bank
dapat menyerap dana dari masyarakah (DPK) maka penyaluran kredit juga tinggi.
Sejalan dengan penelitian I Gde Oggy Pratama (2014) yang mentakan bahwa ),
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap
penyaluran kredit. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria (2009)
yang menyatakan bahwa DPK tidak memberikan pengaruh signifikan yang positif,
karena DPK merupakan penghimpunan dana dalam jangka pendek yang beresiko
apabila disalurkan kembali menjadi kredit. Namun dari ketiga peneliti mempunyai
kesamaan dimana NPL memberikan dapak signifikan negatif terhadap kredit.
Sementara penelitian dari Ni Made Junita Sari (2016) sejalan dengan pnelitian
Astuti (2012) dan Haryati (2009) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh
signifikan positif terhadap kredit perbankan.
Berdasarkan fenomena perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja dan
faktor – faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan
kredit modal kerja tersebut. Sehingga fenomena pertumbuhan kredit modal kerja
yang melambat menarik untuk diteliti kembali dengan judul “Determinan
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia”
10
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh faktor internal DPK dan NPL terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di
Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh faktor eksternal Inflasi dan SBDK terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di
Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang di
Indonesia
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat secara akademis maupun praktis yang diharapkan
mengenai penelitian ini, yaitu:
1) Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran
mengenai pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja di Indonesia dalam jangka pendek
dan jangka panjang.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran
terhadap masalah yang berkaitan dengan pengaruh faktor internal
dan eksternal terhadap pertumbuhan kredit modal kerja di
Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Market for Loanable Funds
Dalam interaksi antara permintaan dan penawaran dan pinjaman
atau kredit dapat dikenal dengan istilah Pasar Dana Pinjaman (Market for
Loanable Funds) yang akan mempengaruhi jumlah pinjaman dan tingkat
suku bunga. Awal dasar munculnya penawaran dan permintaan dan
pinjaman datang dari orang orang yang memiliki dana lebih kemudian di
simpan di bank dalam bentuk saving atau tabungan, jadi tabungan adalah
sumber panwaran dana pinjaman. Sementara dari sisi permintaan datang
dari rumah tangga atau perusahaan yang membutuhkan dana untuk
kegiatan produksi atau investasi. Dari penjelasan di atas menunjukan
investasi merupakan sumber permintaan akan dana pinjaman (Mankiw,
2012).
Kredit tak lepas dari suku bunga. Suku bunga adalah dana yang
harus dibayar oleh pihak peminjam dana untuk pinjaman dan yang diterima
oleh pihak pemberi pinjaman dari tabungan. Suku bunga yang tinggi
mengakibatkan menurunya jumlah permintaan akan kredit, seiring dengan
naiknya suku bunga jumlah saving atau tabungan akan naik, jadi naiknya
suku bunga jumlah dana yang tersipan dan yang dapat di tawarkan juga
mengalami kenaikan. Dengan kata lain terdapat trade off, dimana kurva
permintaan dana akan melandai kebawah, sedangkan kurva penwaran
akan melandai keatas (Mankiw, 2012).
12
2.1.2 Teori Penawaran dan Permintaan Kredit
Terdapat banya teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran dan permntaan kredit selain suku bunga Berikut
akan dipaparkan beberapa teori dan asumsi yang akan berkaitan dengan
permintaan dan penawaran kredit yang akan digunakan dalam penelitian
ini:
2.1.2.1. Teori Melitz dan Pardue
Menurut Melitz dan Pardue (1973), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan bank dalam memberikan pinjaman atau kredit
kepada masyarakat, teori ini merumuskan model penawaran dan
permintaan kredit sebagai berikut :
SK = g(S,ic,ib,BD)
SK = Jumlah kredit yang ditawarkan
S = Cadangan Bank wajib (Kententuan dari Bank Indonesia)
ic = Tingkat suku bunga kredit
ib = biaya opurtinitas meminjam uang
DB = Deposito
Berdasarkan model di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kredit dari sisi
penawaran, yaitu pertama adalah tingkat cadangan wajib bank (S). Dana
cadangan bank adalah dana cadangan minimum bank yang disimpan
dalam bentuk giro atau rupiah yang disimpan pada Bank Indonesia.
Cadangan wajib ini merupakan bagian dari DPK yang di setorkan ke Bank
13
Indonesia. Tingkat cadangan bank akan mempengaruhi berapa jumlah
kredit yang akan disalurkan kepada nasabah, menginggat bahwa
cadangan bank adalah sebagian dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah sumber dana dalam pemberian kredit.
Jadi semakin tinggi cadangan yang berada pada Bank Indonesia maka
penyaluran kredit juga akan semakin sedikit begitu juga dengan
sebaliknya.
Ic dalam model tersebut adalah suku bunga kredit. Suku bunga
kredit adalah suku bunga yang di bebankan oleh bank terdahap peminjam
dana. Dimana semakin tinggi penyaluran kredit maka semakin tinggi
pendapatan bank melalui suku bunga kredit. Bank menginginkan spread
yang tinggi pada bunga kredit karena tingginya spread maka keuntungan
bank akan tercapai dimana biaya marginal dari pemberian kredit lebih
tinggi dari pada biaya pengimpunan dana, selain itu biaya marginal dari
pemberian kredit juga diharapkan sama dengan manfaat marginal yang
diperoleh oleh bank dari jumlah kredit yang ditawarkan.
Faktor berikutnya adalah biaya opportunitas atau (ib). Pendapatan
bank paling besar berasal dari pemberian kredit, namun bank juga
mempunyai pendapatan lain dengan mengalokasikan dana untuk
investasi. Investasi yang yang dilakukan bank adalah dengan pembelian
Surat Berharga Bank Indonesia (SBI) atau pembelian obligasi pemerintah.
Pengalokasian dana bank dalam investasi dapat mempengaruhi kredit
yang disalurkan, hal ini dikarenakan bank akan menghitung opportinity cost
dari pengalokasian dana innvestasi atau kredit. Apabila dinilai opportinity
cost pemberian kredit lebih besar karena terkendala NPL yang tinggi dan
di saat bersamaan tingkat suku bunga SBI atau obligasi lebih tinggi, maka
14
bank akan lebih memilih pengalokasian dana yang lebih besar pada
investasi SBI atau obligasi. Pemilihan obligasi dan SBI di sebabkan nilai
resiko yang rendah serta tingkat keuntungan yang sudah dapat dipastikan.
Faktor yang terakhir pada model ini adalah Biaya Deposito (BD).
Bank tidak hanya memberikan bunga pada kredit namun juga memberikan
bunga pada deposan atau orang yang menyimpan dana pada bank
sebagai bentuk balas jasa atas dana yang di simpannya. Semakin tinggi
bunga deposito tentunya berdampak pada tingginya bunga kredit yang
ditawarkan, hal ini dikarenakan biaya pengimpunan dana cukup tinggi serta
spread keuntungan yang diinginkan bank untuk mendapat keuntungan.
Sehingga semakin tinggi bunga deposito maka akan mempengaruhi jumlah
kredit yang ditawarkan oleh perbanakan
2.1.2.2. Teori Stiglitz dan Weiss
Stiglitz dan Weiss(1981) mengatakan bahwa asumsi dasar yang
harus dipahami untuk mengukur besarnya kredit yang disalurkan adalah
adanya resiko kredit. Resiko kredit muncul dari bank ketika bank
menetapkan tingkat suku bunga kredit sebagai tingkat keuntungan bank
dalam menyalurkan kredit, tingakat bunga kredit merupakan tingkat
harapan bank dalam mendapatkan keuntungan, maka hal tersebut
tergantung pada kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban
pengembalian dana beserta bungan serta pada besarnya tingkat bunga
yang di tetapkan. Kenaikan bunga dapat menjadi keuntungan bagi bank,
disisi lain kenaikan suku bunga kredit menyebabkan turunya permintaan
kredit dan naiknya resiko sendiri bagi bank tersebut. Berdasarkan dua
dampak tersebut maka kenaikan suku bunga tidak selalu memberikan
15
dampak posiif atau keuntungan bagi bank melainkan juga dampak
memberikan resiko terhadap bank itu sendiri.
2.1.2.3. Bernake dan Blinder .
Asumsi Bernake dan Blinder (1988) menyatakan bahwa peminjam
dan pemberi pinjaman memilih suku bunga sebagai instrumen dalam
memilih obligasi atau kredit. Jika p adalah tingkat suku bunga pinjaman, i
adalah tingkat suku bunga obligasi dan y adalah GNP, maka permintaan
kredit (Ld) adalah
𝐿𝑑 = 𝐿(𝜌, 𝑖, 𝑦)
Sedangkan untuk penawaran kredit dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐵𝑏 + 𝐿𝑠 + 𝐸 = 𝐷(1 − 𝜏)
Dengan demikian, kondisi keseimbangan pada pasar kredit adalah:
𝐿(𝜌, 𝑖, 𝑦) = λ(𝜌, 𝑖)𝐷(1 − 𝜏) di mana: 𝐵𝑏 + 𝐿𝑠 + 𝐸 = λ(𝜌, 𝑖)
Keterangan :
Ls = Penawaran Kredit
Ld = Permintaan Kredit
p = Suku Bunga Kredit
i = Suku Bungan Obligasi
y = GNP
gb = Pinjaman
D = Deposito
16
r = Rasio Cadangan Minimum Bank
Model Persamaan di atas menunjukan bahwa kredit merupakan subtitusi tidak
sempurna bagi obligasi, karena rumah tangga dan perusahaan dengan ukuran
kecil tidak mampu mendapatkan dana dari penerbitan obligasi sehingga, untuk
skala kecil seperti rumah tangga dan perusahaan kecil masih sangat tergantung
pada kredit yang disalurkan oleh perbankan.
2.1.2.4. Teori Blundell – Wignall dan Gizycki
Spesifikasi umum fungsi penawaran kredit menurut Blundell-Wignall dan
Gizycki (1992) adalah sebagai berikut:
𝐿𝑡 𝑆 = 𝐹(𝐷𝑡−1), (𝑒𝑏/𝑒) 𝑡−1, 𝐸𝑡−1, (𝑖𝐿 − 𝑖𝑓 )𝑡 , (𝑖𝐿 − 𝑖)𝑡 , 𝜎𝑡, 𝜋𝑡 ]
F1
1, , F
1
2, > 0; F
1
5, , F
1
6, < 0
Komponen persamaan pertama menunjukan bahwa penawaran kredit
tergantung jumlah simpanan dan nilai buku modal yang dimiliki oleh bank pada
awal periode (𝐷𝑡−1). Dalam persamaan kedua ), (𝑒𝑏/𝑒) 𝑡−1 merupakan
perbandingan harga saham sektor perbankan terhadap harga saham rata-rata di
pasar yang menunjukan penentuan profit yang diharapakan dari bank dan lebaga
intermediasi lainya yang didapat di pasar saham sehingga mempengaruhi jumlah
modal baru yang akan disalurkan sebagai kredit periode yang akan datang.
Komponen persamaan ketiga (𝐸𝑡−1), adalah kapitalisasi pasar dari modal
perusahaan pada awal periode yang mempengaruhi nilai kekayaan perusahaan
dan jaminan yang tersedia bagi perbankan. Komponen persamaan keempat (𝑖𝐿 −
𝑖𝑓 ) 𝑡 , adalah tingkat bunga kredit dikurangi biaya dana, semakin tinggi tingkat
bunga kredit daripada biaya dana maka semakin tinggi pula margin keuntungan
bank. Komponen persamaan kelima (𝑖𝐿 − 𝑖)𝑡, merupakan tingkat bunga kredit
dikurangi tingkat bunga deposito yang menggambarkan resiko siklis. Komponen
17
persamaan keenam (𝜎𝑡 ), adalah pengembaliaan yang diharapkan pada portofolio
kredit bank. Komponen terakhir (𝜋𝑡), adalah yang merupakan tingkat inflasi yang
diharapkan. Pengaruh dari tingkat inflasi ini dipertimbangkan dalam jangka
panjang dan berhubungan dengan resiko kredit. Tingkat inflasi yang tinggi akan
mengakibatkan spekulasi harga asset sehingga bank akan cenderung lebih
berhati-hati dalam memberikan kredit.
2.1.2.5. Hakim et.al.,
Menurut Hakim et.al., dalam menentukan jumlah besaran kredit yang
ditawarkan, tidak hanya meliha pada bagian sisi dalam perbankan atau faktor
melainkan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah kebijakan bank sentral atau
efek dari kebijakan bank sentral.
Kebijakan bank sentral dalam mengedalikan stabilitas perekonomian dapat
mempengaruhi penyaluran kredit. Seperti kebijakan pengendalian inflasi, dimana
bank sentral dengan instrument dapat mempengaruhi jumlah permintaan dan
penawaran pada pasar dana dengan menggunkan surat berharga Bank Indonesia
pada oprasi pasar terbuka. Dikeluarkanya Surat berharga Bank Indonesia
membuat naik suku bunga pasar dana dan menyerap jumlah uang beredar pada
masyarakat sehingga dapat menekan inflasi. Berdasarkan hal tersebut maka pada
saat bank mengeluarkan SBI pada Operasi Pasar Terbuka (OPT) jumlah
permintaan kredit akan berkurang karena masyrakat lebih tertarik pada
penyimpanan dana karena saving lebih menguntungkan.
2.2 Hubungan antar Variabel
2.2.1. Hubungan Inflasi dengan Penyaluran kredit
Inflasi merupakan indikator terdapatnya pertumbuhan ekonomi atau
dapat dikatakan sabagai tanda bergeraknya ekonomi. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan inflasi, yaitu konsumsi masyarakat yang
18
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang. Inflasi juga bisa diartikan menurunnya sebuah nilai mata
uang secara continue. Artinya apabila inflasi disebabkan oleh kosumsi dan
berlebihmya likuiditas maka inflasi merupakan cerminan kosumsi di
masyarakat yang tinggi dan membuat permintaan uang meningkat seperti
kredit yang meningkat dan menimbulkan inflasi.
Bagi dunia usaha , inflasi memyebabkan ketidak pastian dan spekulasi
sehingga dapat menggangu perencanaan dan perncapaian target kredit
perbankan. Menurut Haryati (2000), hubungan inflasi dan penyaluran kredit
adalah negatif, menurut Haryanti tingginya inflasi menyebabkan naiknya
suku bunga sehingga saat terjadi kenaikan suku bunga masyrakat lebih
memilih saving dari pada pengambilan kredit menginggat pengambilan
kredit memiliki biaya yang lebih mahal dan kurang menguntungkan, di sisi
lain saat inflasi tinggi membuat resiko pengambilan kredit cukup tinggi dan
keadan perekonomian cenderung tidak kondusif dalam menjalankan usaha
sehingga inflasi berkorelasi negatif terhahap kredit.
Sedangkan menurut Eller et al (2010, dalam Utari), hubungan negatif
inflasi dan permintaan kredit dapat dilihat dari dua aspek, pertama, saat
inflasi telah menyentuh batas tertentu akan berasosiasi dengan volatilitas
inflasi yang secara signifikan dapat menganggu fungsi pasar keuangan
dengan meningkatkan ketidakpastian. Kedua, jika suku bunga normal
tingggi, akan membuat debitur memilih kredit dengan durasi yang pendek,
yang pada gilirannya membatasi volume kredit yang dipinjam.
11
2.2.2. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Penyaluran Kredit
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dan yang dihimpun dari
masyarakat berupa giro, deposito dan tabungan. DPK bagi perbankan
sangat memiliki peran penting, karena todal dari DPK menentukan besar
kecilnya jumlah kredit yang ditawarkan dan DPK merupakan sumber
modal utama dalam penyaluran kredit. Menurut Kasmir (2000) Dana Pihak
Ketiga (DPK) merupaka sumber terpenting dalam kegiatan operasional
perbankan dan merupakan ukuran keberhasilan bank apabila mampu
membiayai operasinya dari sumber dana ini.
Teori Bernake dan Blinder (1987) menjelaskan bahwa penawaran
kredit di pengaruhi oleh jumlah DPK yang dapat diserap oleh bank tersebut.
Semakin tinggi total DPK yang diserap maka semakin tinggi pula jumlah
kredit yang ditawarkan oleh bank tersebut. Teori ini sejalan dengan
enelitian dari I Made Pratista Yuda (2010) dengan hasil peneliian baahwa
DPK memiliki pengauh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.
Haryati (2009) juga menyatakan bahwa total DPK memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap penyaluran kredit, dimana ketika DPK mengalami
kenaikan maka akan di ikuti oleh keiakann kredit yang di tawarkan. Namun
Satria (2010) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu DPK tidak memiliki
pengaruh positif terhadap penyaluran kredit hal ini disebabkan oleh DPK
yang memiliki tanggal jatuh tempo yang pendek, sehingga apabila
digunkan sebagai dan untuk penyaluran kredit cuku beresiko bagi
perbankan. Namun haasil penelitian secara genera menyatakan bahwa
DPK memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit.
12
2.2.3. Hubungan antara Non Performing Loans (NPL) dengan
Penyaluran Kredit
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio antara jumlah gagal
bayar dibagi jumlah total kredit. Rasio ini untuk mengukur kemampuan
bank dalam meng-cover resiko ketidak mampuan debitur dalam melunasi
kewajibannya. Besar kecilnya NPL sangat mempengarahui jumlah kredit
yang disalurkan, hal ini dikarenakan apaila NPL tinggi maka bank harus
membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar, dengan kata lain
modal akan berkurang untuk meng-cover kerugian sehingga penyaluran
kredit akan menurun karena turunya modal.
Menurut Stiglitz dan Weiss (1992) mengatakan bahwa asumsi
dasar yang harus dipahami mengukur besar kredit adalah dapat mengukur
dan menetapkan resiko yang muncul akibat penetapan bunga kredit yang
disalurkan serta dapat mengukur kemampuan nasabah dalam melakukan
pengembalian. Dari penelitian Pratama (2011) mengatakan bahwa NPL
yang tinggi menyebabkan penurunan terhadap kredit yang di salurkan. Hal
ini disebabkan tingginya NPL menandakan bahwa modal tergerus guna
mengcover kerugian dan bank pada posisi kurang liquid sehingga terjadi
penurunan kredit. Namun berbeda penelitian dari Amalia Y (2014) yang
menyatakan bahwa NPL tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
penyaluran kredit, hal ini bisa jadi tidak terpengaruh karena adanya implicit
guarantee yang merupakan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
2.2.4. Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Penyaluran Kredit
Suku Bunga merupakan pendapatan yang diperoleh bank dari
penyaluran kredit. Suku bunga kredit digunakan sebagai bentuk penjualan
13
atas kredit sementara bagi masyarakat merupakan harga pembelian dari
kredit. Menurut Kasmir (2000) mengatakan bahwa dalam penentuan suku
bunga kredit , bank perlu pandai dalam menentukan komponen pembentuk
suku bunga kredit agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Suku bunga
kredit yang di tetapkan maksimum 5% di atas BI rate yang di tetapkan oleh
Bank Indonesia .
Menurut Melitz dan Pardue (1973). Jumlah kredit yang diberikan di
pengaruhi oleh tingkat bunga kredit bank yang ditetapkan sebagai profit
untuk bank. Teori ini sejalan dengan teori yang di kemukakan Bernake dan
Blinder (1987) yang menyatakan bahwa besar permintaan kredit salah
satunya ditentukan oleh suku bunga. Jadi semakin tingkat suku bunga
kredit yang diberikan maka permintaan akan kredit akan berkurang hal ini
karena masyrakat akan lebih memilih menabung atau saving karena biaya
opportunitas dari pengambilan kredit lebih tinggi dari pada saving, selain
itu resiko yang diambil cukup besar ketika mengambil kredit dengan tingkat
bunga yang tinggi.
Hasil dari penelitian yang menunjukan bahwa tinggkat bunga
memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran permintaan kredit adalah
penelitia dari I Gde Oggy (2014) yang menyakan bahwa suku bunga
memberikan pengaruh signifikan terhadap pada penyaluran kredit. Sejalan
dengan penelitian Igde Oggy, penelitian dari Haas (2006) juga menyatakan
bahwa suku bunga berpenran negatif dalam penyaluran kredit. Namun
pada penelitiaan Agung et.al., (2001) bahwa mendapatkan hasil yang
berbeda, dimana bunga memiliki hubungan positif. Berdasarkan penelitian
agung dapat ditrik kesimpulan bahwa bunga tidak lagi menjadi masalah
utama bagi masyrakat dalam pengambilan kredit.
14
2.3 Penelitian Terdahulu
No Peneliti & Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Tahun
1 Bagus Budiman et.al., (2012) Pengaruh NPL, CAR, Tingkat Suku bunga Terhadap Penyaluran Kredit pada Perusahaan Perbankan
Jumlah Kredit, NPL,CAR, Tingkat Suku Bunga
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-)Tingakat Suku Bunga berpengaruh postif dan signifikan (-) NPL dan CAR tidak memiliki pengaruh atau tidak berpengaruh signifikan terhadap Total Kredit yang di Salurkan
2012
2 Yoga Lingga (2013) Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), NPL, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja , Kosumsi, Investasi dan Kosumsi Pada Bank Pembangunan Daerah
Jumlah Kredit, DPK, NPL dan Suku Bunga Pinjaman
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) Secara parsial variabel DPK, Suku Bunga dan NPL memiliki pengaruh signfikan terhadap kredit ketiga modal
2013
3 Billy A. Pratama (2010) Analisis yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan
DPK,NPL,SBI, CAR dan Suku Bunga
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) DPK berpengaruh signifikan Positif terhadap Kredit, begitu juga CAR. NPL berpengaruh negatif terhadap Kredit Sementara untuk suku bunga
2010
15
berpengaruh positif namun tidak signifikan
4 I Gde Oggy P (2014) Pengaruh BI RATE, DPK, NPL terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada Bank Perkreditan Rakyat
BIRATE, DPK, NPL dan Total Kredit Modal Kerja BPR pulau BALI
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) DPK, NPL, BI RATE mempunyai pengaruh signifikan secara serempak terhadap penyaluran kredit begitu juga secara parsial
2014
5 Imam Mukhlis (2010) Penyaluran Kredit Bank di Tinjau Dari Jumlah DPK dan Tingkat NPL
Jumlah Kredit, NPL dan DPK
Error Correction Model (ECM)
(-) DPK dalam jangkan pendek dan jangka panjang tidak memiliki pengaruh (-) NPL berpengaruh pada jangka pendek namun tidak pada jangka panjang
2010
6 Yana Raudhatul J (2014) Determinan Kredit Modal Kerja Perbankan
DPK, PDB,INFLASI, SBI , SBK
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) Secara simultan Uji F variabel DPK, PDB, INFLASI, SBI dan SBK berpengaruh signifikan terhadap KMK (-) Secara Parsial DPK , SBK, Inflasi dan PDB berpengaruh signifikan akan tetapi untuk inflasi dan SBK memiliki pengaruh yang negatif.
2014
16
Sementara SBI tidak memiliki pengaruh
7 Dias Satria (2009) Determinasi Kredit Penyluran Bank Umum
Jumlah Kredit, Market Share, BOPO, CAR,NPL DPK,ROA dan SBI
Data Panel, Regresi Berganda
(-) BOPO,CAR, dan Penempatan SBI berpengaruh signifikan pada penyaluran kredit (-) NPL, DPK dan Market Share tidak berpengaruh
2009
17
2.4 Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Sumber : Olahan Peneliti (2017)
1. Tejadi Perlamabatan kredit Modal Kerja setelah krisis Suprime
Mortage (2008)
2. Kredit Modal Kerja Memiliki proporsi lebih besar pada kredit lainya 3. Penurunan Kredit modal kerja dapat menggangu perekonomian
negara karena kredit modal kerja sebagai kredit penyangga sektor
produktif di indonesia
4. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan pertumbuhan
Kredit Modal Kerja (KMK)
Suku Bunga
Kredit NPL DPK INFLASI
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK)
Y(KMK) = INFLASI(X1), DPK(X2), NPL (X3) dan
SBDK(X4)
18
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap batasan masalah yaang
telah dikemukankan. Setelah adanya kerangkat teori , maka hipotesis dapat di
jabarkan sebagai berikut :
H1 : Diduga Inflasi memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H2 : Diduga DPK memiliki pengaruh singifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H3: Diduga NPL memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H4: Diduga Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) memiliki pengaruh positif
dalam jangka panjang dan jangka pendek
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini
menekankan pada pengujian pada teori-teori melalui pengukuran variabel –
variabel penelitian dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Metode
penelitian ini adalah metode ex post facto. Metode ini menjelaskan kausal atau
sebab akibat antara variabel – variabel dalam penelitian yang tidak dimanipulasi
oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas kajian teoritis,
bahwa suatu variable tertentu mengakibatkan variable tertentu.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian yang ditetapkan oleh penulis yaitu meneliti
tentang Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan dalam Jangka
Pendek dan Jangka Panjang di Indonesia Periode 2012-2016. Objek analisis
adalah Pertumbuhan Kredit modal kerja , Suku Bunga Kredit, Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga, Non Performing Loan (NPL) dan Inflasi di Indonesia periode 2012-
2016.
3.3. Populasi dan Sample
3.3.1. Populasi
Pada Penelitian ini generalisasi wilayah penelitian atau populasi yang
diambil adalah laporan keuangan tentang penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK),
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL) pada Bank Umum
28
Konvensional yang meliputi Bank Swasta Nasional, Bank Persero, Bank Asing dan
Bank Campuran pada periode tahun 2012-2016.
3.3.2. Sample
Pada penelitian ini sample atau objek yang dipilih peneliti dalam melakukan
penelitian adalah Bank Umum Konvensional dengan kategori Buku IV. Kategori
Buku IV adalah Kategori Bank yang memiliki modal diatas 30 Triliun dengan
pembiayaan produktif atau kredit produktif paling sedikit 70% dimana 20% dari
70% penyaluran dana disalurkan kepada UMKM. Buku IV dipilih karena Kategori
Bank IV memiliki proporsi penyaluran kredit yang besar dan dinaggap relevan
dengan penelitian yang diambil oleh peneliti.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
data time series merupakan data runtut waktu yang dapat digunakan untuk
melihat pergerakan secara berkala . data time series digunakan oleh peneliti untuk
melihat hubungan antar variabel dalam waktu kurun tertentu. Berdasarkan
sumbernya data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Dan
dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan data sekunder.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder variabel
inflasi, Suku Bunga Kredit , Pertumbuhan Kredit, NPL dan Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga. Data tersebut diambil dalam bentuk data bulanan rentan waktu 2012-
2016. Berikut tabel mengenai jenis data, satuan yang digunakan, dan sumber data
dari masing-masing variabel.
29
Tabel 3.1. : Variabel Penelitan dan Sumber Data
NO Variabel Sumber Data Satuan
1 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Bank Indonesia (SPI) %
2 Inflasi BPS %
3 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Bank Indonesia (SPI) %
4 NPL Bank Indonesia (SPI) %
5 Suku Bunga Dsar Kredit Bank Indonesia (SPI) %
3.5. Definisi Operasional Variabel
Menurut Sugiyono (2007) Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang menjadi titik perhatian atau objek yang di tentukan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi
2. Pertama variabel terikat atau variabel dependen. Kedua variabel : bebas atau
variabel independent. Untuk variabel dependen. adalah Pertumbuhan kredit Modal
Kerja (KMK). Kemudian untuk variabel independen adalah NPL, Inflasi,
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga Kredit.
Definisi operasional dari masing –masing variabel dalam penelitian ini
sebagai berikut
3.5.1. Definisi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Pertumbuhan kredit adalah pertumbuhan kredit jumlah penyaluran kredit
oleh bank umum. Penelitian ini menggunakan data kredit modal kerja atau KMK.
Periode data yang digunakan pada tahn 2012-2016 dengan bentuk data bulanan
Bank umum dengan mengacu pengelompokan bank dengan kegiatan usaha di
buku IV
30
Buku IV merupakan pengelompokan kegiatan usaha bank dengan modal
inti paling sedikit 30 trilliun, dengan pembiayaan produktif atau kredit produktif
paling sedikit 70% dari total kredit dan 35% batas atas penyertaan modal. Rumus
dari menghitung pertumbuhan kredit sebagai berikut :
Pertumbuhan kredit =jumlah kreditt – Jumlah kredit t−1
Jumlah kredit t−1 x 100
3.5.2. Definisi Operasional Inflasi (X3)
Data yang digunakan untuk variabel inflasi adalah data inflasi dengan proxy
Indek Harga Konsumen (IHK) di Indonesia data inflasi yang digunkan adalah pada
periode 2012-2016, satuan data persen (%) dengan data bentuk bulanan. Rumus
dalam mengitung inflasi dapat ditulis sebagai berikut :
Laju Inflasi (IHK) = IHKt−IHKt−1
IHK t−1 x 100
3.5.3. Definisi Operasional Pertumbuhan DPK
Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang di himpun dari masyarakat
dalam bentuk depositi, giro dan tabungan. DPK ini merupakan sumber
pembiayaan bagiperbankan. Pada penelitian ini data DPK yang digunakan berupa
data time series pada tahun 2012-2016 dengan bentuk data bulanan. Satuan data
dalam penelitian ini adalah prosentase (%). Dalam menghitung pertumbuhan DPK
dapat menggunakan rumus :
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) = jumlah DPKt – Jumlah DPK t−1
Jumlah DPK t−1 x 100
3.5.4. Definisi Operasonal Non Performing Loan
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan dalam
mengukur tinggi rendahnya gagal bayar kredit suatu bank. Data NPL yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data NPL seluruh bank atau keseluruhan.
Periode data yang digunakan adalah tahun 2012-2016 dengan bentuk data
31
bulanan dengan satuan persen (%). Rumus untuk menghitung pertumbuhan NPL
adalah sebagai berikut
Rasio Non Performing Loan (NPL) = Jumlah NPL
Jumlah Kredit yang Disalurkan x 100
3.5.5. Definisi Operasional Suku Bunga Kredit
Suku Bunga Kredit adalah besaran biaya yang di tentukan lembaga
intermediasi seperti perbankan dalam pemberian kredit terhadap masyarakat.
Pada penelitian ini variabel suku bunga diukur dalam persen (%) dan periode data
mulai tahun 2012-2016.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode Dokumentasi Lembaga, karena data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari arsip-arsip yang dipublikasikan oleh suatu lembaga
yaitu laporan - laporan statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Badan
Pusat Statistik.
3.7. Metode Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan modal kerja Sehubungan dengan hal
tersebut, metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan model
koreksi kesalahan (Error Correction Model). Data yang tidak stasioner seringkali
menunjukkan hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi ada
kecenderungan terjadinya keseimbangan hubungan jangka panjang. Selanjutnya
dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang
di dalam variabel ekonomi yang diteliti. Kemudian akan diterapkan model koreksi
kesalahan (ECM) untuk mengoreksi adanya ketidakseimbangan tersebut.
32
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Error Correction Model
(ECM). Menurut Sargan, Engle dan Granger, error corrrection model merupakan
teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju jangka
panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara peubah terikat dengan peubah
bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau. Error Correction Model atau yang
juga dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah suatu model yang digunakan
untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat (Satria, 2004).
3.7.1. Spesifikasi Model
Pada penelitian ini akan melihat bagaimana dampak dari variabel Inflasi,DPK,
NPL dan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadapa pertumbuhan kredit modal
kerja. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah variabel
pertumbuhan kredit modal kerja dan variabel independen terdiri dari Inflasi,
DPK,NPL dan suku bunga kredit. maka dari itu dapat di buat persamaan sebagai
berikut:
KMKt = α + β1Inflasi + β2DPK + β3NPL + β4SBDK + et (3.1)
Dimana : KMK = Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Inflasi = Variabel Inflasi
DPK = Variabel Dana Pihak Ketiga
NPL = Variabel Non Performing Loan
SBDK = Variabel Suku Bunga Dasar Kredit
α = Intercept / konstanta
β = Koefisien
33
e = Error
t = waktu
Error Correction Model untuk mengoreksi ketidakseimbangan dalam jangka
pendek (yang mungkin terjadi) menuju keseimbangan jangka panjang. Untuk
mempermudah dan mengurangi kesalahan secara manual, pengolahan data
dalam analisis ini menggunakan alat bantu software pengolah data Eviews 9.0.
3.7.2. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas merupakan langkah awal dalam membangun sebuah
estimasi yang menggunakan Error Correction Model (ECM). Secara historis,
gagasan mengenai proses stasioneritas telah menjadi peran penting dalam
analisis data times series. Konsep dasar times series adalah suatu rangkaian atau
seri dari nilai nilai suatu variabel atau observasi, yang dicatat dalam jangka waktu
yang berurutan. (Atmaja, 2009: 29).
Proses stasioneritas ini termasuk dalam proses stokastik dari variabel
random berdasar waktu. Dapat dikatakan sebuah variabel stokastik stasioner jika
nilai rerata () dan variannya (2) adalah konstan antar waktu dan nilai dari
kovarian antara dua periode waktu bergantung hanya pada kelambanan (lag)
antara dua periode waktu dan bukan pada waktu aktual dimana kovariansnya
dihitung (Gujarati, 2012). Secara statistik dapat dinyatakan dengan equation
berikut:
E(Yt) = Rata – rata dari Y konstan (3.2)
Var(Yt) = E(Yt - )2 = 2 yakni varian dari Y konstan (3.3)
k = E(Yt - )(Yt+k - ) Kovarian (3.4)
34
Sebuah data time series belum tentu menunjukan data yang stasioner.
Menurut Gujarati, 2012) mengatakan sebuah regresi akan menunjukan spurius
regresion atau regresi rancu dapat di indikasikan melaui nilai d Durbin-Watson
yang sangat rendah, yang artinya terdapat autokorelasi tingkat pertama yang
sangat kuat. Selain itu kondisi ini ditunjukkan dengan nilai R2 atau koefisien
determinasi yang tinggi. Fenomena ini dapat terjadi apabila data times series yang
bersifat stokastik namun tidak stasioner.
Menurut Widarjono (2012) unit root test atau stasioneritas dapat dilakukan
dengan uji Augmented Dickey-Fuller atau Phillips-Perron. Hasil uji tersebut sangat
dipengaruhi oleh panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan uji unit akar
ADF maupun PP bisa dilakukan melalui kriteria dari Akaike Information Criterion
(AIC) maupun Schwartz Information Criterion (SIC) atau kriteria lainnya.
Panjangnya kelambanan yang dipilih didasarkan pada nilai AIC dan SIC yang
paling minimum dengan mengambil nilai absolutnya.
Asumsi penting dari uji DF bahwa error term ut bersifai independent dan
terdistribusi secara identik. Uji ADF menyesuaikan uji DF dengan mengatasi
adanya hubungan autokorelasi pada ut dengan menambahakan lag dari bentuk
difference dari variabel dependen. Persamaan dari uji ADF sebagai berikut:
Yt = 1 + 2t + Yt-1 + ∑ αi∆Yt−imi=1 + t (3.5)
Dimana Error Term White Noisy (terpengaruh masa lalu) yang murni yang
dapat ditulis persamaan
Yt-1 = (Yt-1 - Yt-2), Yt-2 = (Yt-2 - Yt-3) .. dst. (3.6)
Dalam menentukan data stasioner atau tidak dalam uji ADF dapat dilihat
melalui nilai t-statistik koefisien Yt-1 pada persamaan (3.5). apabilai nilai (trace
statistik) ADF lebih besar dari nilai kristis (Critical Value), maka data tersebut
35
menunjukan stasioner dan apabila sebaliknya maka data tidak stasioner
(Widarjono, 2012).
3.7.3. Uji Drajat Integrasi
Uji Drajat Integrasi merupakan uji yang harus dilakukan sebagai
konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada drajat nol atau
level. Uji drajat integrasi dilakukan pada variabel yang tidak stasioner pada level,
sehingga perlu untuk uji lagi pada drajat yang lebih tinggi yaiti 1stDifference atau
2stDifference sehingga variabel dalampenelitian dapat stasioner pada drajat yang
sama. Data yang stasioner pada darjat yang sama akan memungkinkan adanya
hubungan kointegrasi antar variabel.
3.7.4. Uji Kointegrasi
Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap adanya
kemungkinan hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel – variabel
ekonomi. Kointegrasi merupakan suatu hubungan keseimbangan jangka panjang
antara variabel – variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linear
tersebut harus stasioner. Metode yang digunakan untuk uji kointegrasi pada
penelitian ini adalah metode Engle-Granger Cointegration Test. Metode ini terdiri
dari dua tahap. Pertama, melakukan estimasi persamaan variabel dependen dan
variabel independen dengan menggunakan regresi OLS yang kemudian akan
didapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, melakukan uji ADF terhadap
residual tersebut dengan hipotesis yang sama seperti uji ADF sebelumnya. Jika
signifikan maka variabel residual adalah stasioner. Model dikatakan mempunyai
hubungan keseimbangan jangka panjang apabila variabel residual stasioner pada
level. Sehingga hasil regresi atau pengujian residual OLS yang stasioner pada
level , membuat prasyarat untuk pemodelan ECM menjadi terpenuhi (Sari, 2016).
36
3.7.5. Spesifikasi Model Error Correction Model (ECM)
Estimasi persamaan menggunakan metode ECM bertujuan mencari
keseimbangan jangka pendek atau mengkoreksi ketidakseimbangan jangka
panjang. ECM dapat menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan jangka
pendek dengan melibatkan lebih banyak variabel dan mengkaji konsistensi
tidaknya model empirik atau teori ekonomi. Model ini juga merupakan salah satu
dari pemecahan terhadap persoalan data time series yang tidak stasioner dan
regresi rancung dalam analisis ekonometrika (Sari, 2016). Pada penelitian model
ECM menggunkaan model koreksi Engle Grager.
Setelah memastikan bahwa residual berpengaruh dalam jangka panjang.
Kemudian estimasi ECM dapat diajukan dengan menguji persamaan jangka
pendek. Residual jangka panjang tidak hanya digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya kointegrasi, tetapi juga digunakan sebagai variabel dalam
persamaan jangka pendek. Persamaan dasar yang disusun dalam penelitian ini
seperti persamaan (3.1).
KMKt = α + β1Inflasi + β2DPK + β3NPL + β4SBDK + et
Selanjutnya, persamaan di atas diestimasi menggunakan metode Error
Correction Model (ECM) yang disertai dengan residual jangka panjang sebagai
variabel Error Correction Term (ECT). Secara umum model ECM jangka pendek
sebagai berikut:
DKMKt = α + βDInflasi + βDDPK + βDNPL + βDSBDK + + γECT + εt (3.7)
Dimana ECT = Yt – α – βXt
selanjutnya. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan telah valid,
koefisien γ harus bertanda negatif dan signifikan yaitu p-value < ɑ (5%).
37
3.8. Pengujian Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaaan mengenani sesuatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekanya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu
diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak Langkah atau
prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis dinamakan
pengujian hipotesis. Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui secara
individu bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
serta untuk mengetahui proporsi variabel independen dalam menjelaskan
perubahan variabel dependen.
3.8.1. Uji Koefisien Determinasi (r2)
Koefisien Determinasi/ Goodn es Of Fit merupakan ukuran presentase total
variansi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi . Nilai R2 berkisar 0 sampai
satu. Semakin tinggi atau mendekati 1 maka model tersebut dapat dikatakan baik
atau dapat diandalkan, untuk model yang mempunyai nilai mendekati nol maka
model tersebut tidak dapat digunakan karena tinggat kepercyaaan model sangat
rendah atau buruk. Model dikatakan baik apabia r2 mendekati 1.
3.8.2. Uji Koefisien Regresi Individu (Uji t)
Pada pengujian hipotesis secara individu, notasi hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. H0: β ≤ 0 artinya variabel independen tidak berpengaruh positif terhadap
variabel dependen
2. Ha: β > 0 artinya variabel independen berpengaruh positif terhadap
variabel dependen
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung terhadap nilai t
tabel. Kriteria pengambilan keputusan adalah:
38
1. Apabila nilai t hitung > nilai t tabel maka Ha diterima (H0 ditolak) artinya
variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen.
2. Apabila nilai t hitung ≤ nilai t tabel maka Ha ditolak (H0 diterima) artinya
variabel independen tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen.
39
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
trill
iun
Ru
pia
h
Axis Title
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Variabel Penelitian
Variabel dalam peneltian ini terdiri dari variabel dependen dan independen.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kredit modal kerja
Bank Umum. Sedangkan untuk variabel independen adalah inflasi, pertumbuhan
DPK, NPL dan Tingkat Suku Bunga Kredit (SBDK). Periode peneliti yaitu Januari
2012 sampai 2016, berikut data dan perkembangan tiap variabel-variabel yang
digunakan peneliti.
4.1.1. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Melambat
Memiliki proporsi pernyaluran paling besar dari kredit investasi dan
kosumsi, kredit modal kerja justru mengalami perlambatan dari sisi jumlah kredit
modal kerja yang disalurkan pada tiap bulanya pada periode 2012-2016.
Gambar 4.1: Pertumbuhan Modal Kerja Tahun 2015-2017
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2016)
40
0,00
2.000.000,00
4.000.000,00
6.000.000,00
8.000.000,00
10.000.000,00
12.000.000,00
14.000.000,00
16.000.000,00
18.000.000,00
20.000.000,00
Jan
-12
Mar
-12
Me
i-1
2
Jul-
12
Sep
-12
No
v-1
2
Jan
-13
Mar
-13
Me
i-1
3
Jul-
13
Sep
-13
No
v-1
3
Jan
-14
Mar
-14
Me
i-1
4
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Pada grafik di atas, dapat dijelaskan mulai tahun 2015 -2017 kredit yang
disalurkan tidak dapat melebihi 20 trilliun. Penyaluran kredit modal kerja hanya
berfluktuatif pada kisaran 15-18 triliiun. Hal ini berbanding terbalik dengan periode
2012-2014 dimana penyaluran kredit modal kerja dapat tumbuh cepat dan
signifikan Apabila dibandingkan dengan perode 2015-2016, pertubuhan kredit
pada tahun 2012-2014 mengalami trend naik, sebagai contoh pertumbuhan
penyaluran kredit modal kerja pada tahun 2012-2014, pada 2012 penyaluran
kredit modal kerja hanya berkisar pada 10-11 trilliiun, namun berselang 4 tahun
kredit modal kerja bertambah menjadi 17 trilliiun tepatnya pada tahun 2014 bulan
November tahun 2014 kredit modal kerja mencapai 17,225 Trilliun .
Gambar 4.2: Penyaluran Kredit Modal Kerja Tahun 2012-2014
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Apabila dibandingkan dengan perode 2015-2016, pertubuhan kredit pada
tahun 2012-2014 mengalami trend naik, sebagai contoh pertumbuhan penyaluran
kredit modal kerja pada tahun 2012-2014, pada 2012 penyaluran kredit modal
kerja hanya berkisar pada 10-11 trilliiun, namun berselang 4 tahun kredit modal
kerja bertambah menjadi 17 trilliiun tepatnya pada tahun 2014 bulan November
41
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Feb
-12
Me
i-1
2
Agu
-12
No
v-1
2
Feb
-13
Me
i-1
3
Agu
-13
No
v-1
3
Feb
-14
Me
i-1
4
Agu
-14
No
v-1
4
Feb
-15
Me
i-1
5
Agu
-15
No
v-1
5
Feb
-16
Me
i-1
6
Agu
-16
No
v-1
6
tahun 2014 kredit modal kerja mencapai 17,225 Trilliun. Hal ini menandakan
bahwa pada tahun 2015-2017 kredit modal kerja mengalami pertumbuhan yang
melambat, menginggat tingginya pertubuhan penyaluran kredit pada tahun 2012-
2014. Hal ini dapat dibuktikan dengan pertumbuhan kredit modal kerja pada tahun
2015-2016 hanya berkisar pada 18.908 Trilliun.
Gambar 4.3: Prosentase Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Tahun 2015-2016
Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)
Pertumbuhan kredit modal kerja selama periode 2012-2016 cukup
fluktuatif, apabila dilihat dari gambar trend negatif paling besar berada pada januari
2016 dimana penyaluran kredit modal kerja turun sebesar 3 trilliun dari bulan
sebelumnya dimana pada desember 2015 mencapai 19 trilliun menjadi 16 trilliun
pada januari 2016. Sehingga pada bulan januari 2016 merupakan titik penurunan
prosentase pertumbuhan kredit modal kerja paling tinngi dengan mencapai -4%.
Sementara untuk titik tertinggi pada pertumbuhan kredit modal kerja berada pada
bulan Mei di tahun 2012 dan 2014 dimana kredit modal kerja tumbuh hingga
mendekati 5%.
42
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Inflasi
4.1.2. Pergerakan Inflasi di Indonesia
Petumbuhan ekonom di Indonesia tidak lepas dari masalah inflasi. Masalah
inflasi tidak hanya mempengaruhi individu dan pemerintah saja, melainkan juga
berpengaruh pada dunia usaha. Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus – menerus. Inflasi yang tinggi menyebabkan
ketidakpastian dan spekulasi pada dunia usaha sehingga dapat menggangu
perencanaan dan pencapaian target kredit perbankan. Berikut ini pergerakan
inflasi pada periode Januari 2012 – Desember 2016.
Gambar 4.4: Pergerakan Inflasi di Indonesia periode 2012-2016
Sumber : Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa inflasi indonesia pada tahun
2012-2016 cenderung fluktuatif dari tahun ketahun. Pada tahun 2015 inflasi
mengalami kenaikan yang cukup signifikan, menurut BPS penyebab inflasi pada
tahun 2015 disebabkan oleh administered price dari kenaikan harga Bahan Bakar
Mesin (BBM). Selain itu terdapat kenaikan harga barang dan elpiji per April 2015
yang mendorong inflasi tumbuh naik pada tahun 2015. Pada tahun 2016 pada
bulan oktober tercatat sebagai inflasi tinggi pada tahun 2016, penyokong inflasi
43
Jan
-14
Mar
-14
Me
i-1
4
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
Me
i-1
5
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
Me
i-1
6
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Mar
-17
Trill
iun
pada bulan ini adalah administered price dari perubahan tarif listrik serta naiknya
harga komoditi cabai. Pada tahun 2017 inflasi disebabkan akibat volatilitas harga
komoditi pada jangka yang cukup panjang yaitu pada triwulan I, hal ini
menyebabkan inflasi tumbuh naik,prediksi dari Bank Indonesia inflasi akan tumbuh
0,4 dimana pada tahun 2016 0,42 menjadi 0,46 (mtm).
4.1.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di Indonesia
Perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi, sebagai
lembaga perantara keuangan aktifitas perbankan adalah menghimpun dana dari
masyarakat untuk disalurkan kebali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dana
yang dihimpun dari masyarakat oleh perbankan adalah sumber pendaan bank
dalam menyalurkan kredit atau yang disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK),
DPK merupakan gabungan dari tabungan, giro dan deposito. Secara teori apabila
fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi berjalan lancar maka
pengimpunan dana akan tinggi dan selaras dengan itu kredit yang disalurkan tinggi
pula. Berikut Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada periode 204-2017
Gambar 4.5: Pertumbuahan DPK Indonesia tahun 2014-2017
Sumber: Bank Indonesia, data diolah(2017)
44
-0,03
-0,02
-0,01
0
0,01
0,02
0,03
0,04
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Apabila ditinjau dari gambar 4.5. tentang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) pada tahun 2012-2016 terus mengalami kenaikan, namun cenderung stabil
seperti halnya pada periode September 2015 – Juli 2016 selama periode ini, pada
September 2015 total DPK bank umum sebesar 44,64 trilliun dan terus tumbuh
naik pada bulan Maret, April hingga Junli 2017 dengan mencapai total DPK yang
terserap pada kisaran 45,85. trilliun. Dari data diatas memang terjadi kenaikan dari
total DPK yang diserap dari masyarakat, namun pertumbuhan atau kenaikan DPK
yang diserap tidak signifikan karena dari September 2015-Juli 2016 atau sebelas
bulan kenaikan total DPK hanya 121.299 Milliyar. Selain itu pertumbuhan DPK
selama 2012-2016 tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan menggigat DPK
bank umuM pada tiap tahunya hanya dapat meningkatkan penyerapan DPK
sebesar 10 Trilliun. Pada tahun 2014-2015 penyerapan DPK dari masyrakat
cenderung stabil atau mengalami erlambatan dengan total DPK yang di serap
pada kisaran 40 Trilliun. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan dari Total DPK
yang diserap pada periode 2012-2016 mengalami perlambatan. Berikut
prosentase pertumbuhan DPK indonesia 2014-2017.
Gambar 4.6: Prosentase Pertumbuhan DPK Indonesia Tahun 2014-2017
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
45
Dari gambar 4.6. dapat kita lihat bahwa penyerapan DPK di Indonesia
berfluktuatif, naamun apabila di lihat average prosentse pertumbuhan dilihat dari
titik tengah sering atau behaviour pada kisaran 0,004 selama periode 2012-2016
terlihat pada awal tahun 2012 DPK mengalami kenaikan hal ini terlihat pada
periode Maret dengan DPK 28,79 trilliun lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya Februari dengan 28,09 Trilliun. Pada Agustus 2014 pertumbuhan
DPK dari Juni 2014 sebesar 38,34. Trilliun dan tumbuh sebsar 0,015 menjadi
38,55 Trilliun. Selanjutnya pada peridoe Januri 2016 – Maret 2017, pada periode
ini berfluktuatif prosetanse pertumbuhan DPK namun pada periode Januari sampai
Agustus 2016 pertumbuhan DPK tidak sampai 0,005 atau menyamai periode
2015, selanjutnya pada akhir tahun 2016 sampai awal tahun Maret 2017 terdapat
kenaikan prosentase DPK namun tidak sampai 0,01 atau 1%. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat di simpulkan bahwa DPK indonesia mengalami perlambatan.
Perlambatan ini dapat di sebabkan beberapa hal salah satunya dalah lemahnya
output ekonomi.
4.1.4. Pergerakan Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di Indonesia
Perbankan dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit selalu memiliki
resiko gagal bayar oleh debitur atau yang sering disebut dengan Non Performing
Loan (NPL). Tingginya NPL sebuah bank megindikasi bahwa bank menghadapi
masalah likuiditas menginggat terdapat beberapa debitur yang gagal bayar.
NPL yang tinggi tentunya juga mempengaruhi penyaluran kredit, NPL yang
tinggi menggangu perencanaan dan pertumbuhan kredit karena sebagai dana dari
total DPK yang tersalurkan kredit tidak kembali dan bank menanggung bunga dari
penyimpan dana yang di salurkan sehingga bank mengalami kerugian. Berikut
pertumbuhan NPL indonesia tahun 2014-2017.
46
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Gambar 4.7: Pertumbuhan NPL di Indonesia tahun 2014-2017
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Apabila dilihat dari Gambar 4.7, NPL Indonesia mengalami pergerakan
yang fluktuatif, hal ini terlihat bahwa terjadi penurunan NPL pada tahun 2012
hingga Oktober 2012, selah itu pada bulan Januari 2013 sampai oktober 2013
NPL cenderung stabil pada kisaran 2%. Namun pada awal tahun 2014 NPL
melambung hingga menyetuh batas 2,5%, hal ini di sebabkan oleh kenaikan BBM
pada pertengahan 2013 yang membuat beberapa spekulan dan menyebabkan
perekonomian tidak stabil atau naiknya beberapa bahan pkok dan naiknya suku
bunga, oleh sebab itu NPL berkisar 2,5% cukup lama pada awal tahun 2014 yakni
pada bula Januari hingga Agustus. Pada November 2014 dan naik kembali pada
bulan Januari 2016 sampai bulan Maret 2016 namun turun kembali pada periode
April dan selanjutnya NPL terus meningkat hingga awal 2017. Penurunan yang
terjadi pada bulan awal tahun 2016 disebabkan turunya jumlah kredit yang
disalurkan oleh bank umum dimana pada akhir tahun 2015 kredit mencapai
19.142.999,6 turun menjadi 18.389.611,6 Penurunan ini di sebabkan oleh turunya
perekonomian global yang berdampak pada perekonomian domestic dimana total
47
output pada wal tahun 2016 mengalami penurunan, hal ini terlihat dari turunya
prosentase kredit modal kerja sebesar 0,7% dari bulan sebelumnya. Selain itu
tinggi tingkat Inflasi dan Suku bunga pada awal tahun 2016 juga ditenggarai
memiliki dampak pada penurunan permintaan akan kredit sehingga NPL turun.
4.1.5. Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Suku bunga modal kerja merupakan biaya yang diambil atau biaya yang
harus di bayarkan oleh debitur ke kreditur atas pinjaman dana. Perubahan suku
bunga tentunya sangat berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Tingginya suku
akan mengurangi permintaan kredit, karena masyarakat lebih memilih menabung
dari pada karena mengambil kredit. Hal ini di sebabkan opportunity dari menabung
lebih besar dan lebih minim resiko dari pada mengambil kredit pada saat suku
bunga yang tinggi. Bagi perbankan pemberian bunga yang tinggi akan
mempengaruhi pendapatan bank, dimana semaki tinggi bunga yang diberikan
terhadap debitur maka semakin tinggi pendapatan bank tersebut. Pendapatan ini
yang digunakan sebagai pengganti cost dari penghimpunan dana.
Bagi dunia usaha, naiknya suku bunga, membuat para pengusaha
mencari altermatif sumber pembiayaan yang lebih murah dan mengguntungkan.
Karena bagi dunia usaha suku bunga yang tinggi dianggap sebagai beban pada
perusahan dalam pengembalian dana, selain hal tersebut tingginya suku bunga
juga memberikan resiko gagal bayar yang cukup tinggi bagi dunia usaha.
Bagi perbankan naiknya suku merupakan bentuk perlindungan dari
penurunan nilai mata uang akibat tingginya inflasi atau jumlah uang beredar.
Tindakan ini merupakan tujuan bank dalam mengurangi kerugian , dan antisipasi
dari menjemen resiko. Antisipasi ini yang mengakibatkan perbankan bersifat
contercyclical terhadap laju perekonomian
48
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
Jan
-13
Mar
-13
Me
i-1
3
Jul-
13
Sep
-13
No
v-1
3
Jan
-14
Mar
-14
Me
i-1
4
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
Me
i-1
5
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
Me
i-1
6
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Gambar 4.8: Pertumbuhan Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Suku bunga kredit modal kerja pada tahun 2012-2016 cukup fluktuatif,
pada tahun 2013 keadaan perekonomian cukup stabil hal ini tercermin dari tingkat
suku bunga yang stabil mengikuti inflasi. Pada tahun 2014 suku bunga kredit
modal kerja cenderung tinggi hal ini disebabkan pada patokan BI rate yang tinggi
mengikuti Inflasi yang sebabkan oleh pembatasan subsidi BBM. Pada tahun 2015
suku bunga masih tinggi hal ini dikarenakan inflasi Indonesia pada kisaran 7%.
Pada 2016 ekonomi cenderung stabil dimana inflasi hanya berkisaran 3,5% - 4%
dan terjadi kenaikan pada penyaluran kredit modal kerja pada triwulan I – triwulan
IV yanga pada triwulan I penyaluran kredit sebesar 17 trilliun menjadi 20 trilliun
pada triwulan IV naik sebesar 30 trilliun. Namun pada awal 2017 suku bunga kedit
mengalami kenaikan dan menurunkan permintaan kredit pada awal periode 2017.
4.2 Analisis Hasil Pengujian
Metode analisis yang digunakan pada penelitianan ini adalah metode Error
Correction Model Eangle-granger . Berikut ini tahap – tahap yang dilakukan dalam
menggunakan metode ECM Eangle –Granger tersebut :
49
4.2.1. Uji Stasioneritas / Drajad Integrasi
Penguian ini dilakukan pada semua data atau variabel dalam penelitian.
Pengujian stasioneritas mennggunakan Augmented Dickey Fuller Test. Variabel
dapat dikatakan stasioner atau tidak apabila nilai absolut Augmented Dickey Fuller
Statistic dari variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis (MacKinnon Critical
Value) dan nilai probabilitasnya < 5% (0,05).
Tabel 4.1: Hasil Pengujian Stasioneritas Augmented Dickey Fuller Test
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan hasil pengujian Augmented Dickey Fuller Test, dapat
diketahui stasioneritas variabel –variabel yang diamati. Pada penelitian ini untuk
variabel Ln modal kerja, Non Performing Loan (NPL) dan r(SBDK) stasioner pada
level. Sedangkan untuk DPK dan Inflasi stasioner pada (1st Difference). Dalam
metode analisis ECM untuk mendapatkan hasil yang baik maka drajat
stasioneritas harus sama hal ini menghindari regresi rancung. Oleh sebab itu
peneliti memilih drajat tertinggi dari hasil uji ADF (1st Difference) untuk semua
variabel penelitian.
4.2.2. Uji Kointegrasi
Setelah uji stasioneritas pada semua variabel dan diyakini bahwa semua
variabel terlah stasioner pada drajat yang sama , maka tahap selanjutnya adalah
uji kointegrasi. Uji ini digunakan karena dimungkinkan adanya hubungan
keseimbangan jangka panjang antara variabel- variabel yang digunakan dalam
No Variabel Sig Level Sig (1st Difference) Keterangan
1 KMK 0.000 0.000 Sig in Level
2 Inflation 0.000 0.000 Sig in Level
3 DPK 0.2550 0.000 Sig (1st Difference)
4 NPL 0.0042 0.000 Sig in Level
5 r (SBDK) 0.000 0.000 Sig in Level
50
penelitian. Variabel variabel dapat dikatakan memiliki kombinasi linear jangka
panjang apabila nilai dari residual pada derajat level. Uji kointegrasi pada
penelitian ini adalah metode Engle – Garnger Cointegration. Metode ini terdiri dari
dua tahap. Pertama, melakukan uji OLS dengan tujuan mendapatkan residual dari
estimasi tersebut. Kedua, melakukan uji tastioneritas ADF pada residual yang
didapat pada estimasi OLS dengan hipotesis sama seperti uji stasioneritas
sebelumnya. Model dapat dikatakan memiliki keseimbangan jangka panjang
apabila variabel residual dalam uji ADF stasioner pada drajat level dengan nilai
probabilitas lebih kecil dari alpha (0.005).
Tabel 4.2: Hasil Pengujian Stasioneritas Residual
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan hasil pengujian stasioneritas pada residual, maka dapat
dinyataka terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. hal ini
berdasar pada nilai signifikansi 0.000 < 0.005 pada uji ADF, selain itu hasil tersebut
menujukan bahwa terdapat keseimbangan jangka panjang antara variabel
Pertumbuhan kredit modal kerja, suku bunga kredit, pertumbuhan dana pihak
ketiga, non performing loan dan inflasi. Pada setiap periode jangka pendek, setiap
variabel cenderung menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan jangka
panjang.
Variabel Signifikansi Level Keterangan
Resid01 0.000 Stasioner Level
51
4.2.3.Pengujian Uji Error Correction Model (ECM)
Tabel 4.3: Hasil Estimasi Erorr Corection Model (ECM)
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan tabel 4.3. hasil estimasi ECM dapat ditulis persamaan model
sebagai berikut :
DKMK = -0.582666 - 0.150002INF + 0.184650DPK -1.458138NPL + 0.108188R -
0.60638ECT
Dari hasil regresi di atas, nilai koefisien jangka panjang dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Dependent : D (KMK)
Variabel Coefficient Std.Error t-Statistic Prob Keterangan
D(Inflation) -0.150002 0.054979 -2.728335 0.0088**
Sig
D(DPK) 0.184650 0.063692 -2.899086 0.0054**
Sig
D(NPL) -1.458138 0.250385 -5.823595 0.0000*
Sig
D (R) 0.010146 0.092180 0.110072 0.9128
Tidak Sig
Inflation(-1) 0.002116 0.023401 0.090404 0.9283
Sig
DPK(-1) -0.011211 0.005936 -1.888699 0.0649
Sig
NPL(-1) 0.410918 0.117141 3.507903 0.0010*
Sig
R(-1) 0.108188 0.101082 1.070302 0.2897
Tidak Sig
ECT -0.606385 0.141086 -7.133125 0.0000*
Sig
C -0.582666 0.530723 -1.097872 0.2776 Sig
R-Square 0.661657
Prob (F-statistic)
0.00000
F-statistic 10.64705
Ket *Signifikan tingkat 5% **Singnifikan tingkat 10%
52
Tabel 4.4: Perhitungan Estimasi Jangka Panjang
Sumber: Data diolah (2017)
Dari hasil estimasi di atas dapat disimpulakan bahwa variabel-variabel
independent (Inflasi, DPK,NPL dan Suku Bunga) secara serentak atau simultan
mempengaruhi variabel dependent (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) dalam
jangka pendek dan jangka panjang hal ini terlihat pada nilai R-square 0.661657
atau 66% yang artinya bahwa variasi pertumbuhan kredit modal kerja dapat
dijelaskan oleh variabel independent (Inflasi, DPK,NPL dan Suku Bunga) sebesar
0.661657 % atau 66% dalam jangka pendek dan jangka panjang, sisanya sebesar
34% dapat dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian. Model ECM
mempunyai ciri khas dengan memasukan unsur ECT dalam model . nilai koefisien
ECT dapat mempengaruhi seberapa cepat atau lambat keseimbangan dapat
tercapai kembali. Pada penelitian ini nilai ECT( Error Corection Term) adalah
0.60638 dengan probabilitas 0.000 dimana nilai probabilitas 0,000 < 0,010(Alpha)
yang menandakan signifikan. Nilai Koefisien ECT yang negatif dengan nilai
signifikansi 0,000 menandakan bahwa ECM model Engle Grager yang digunakan
dalam penelitian valid. Nilai ECT sebesar 0.60638 merupakan perbedaan antara
nilai aktual variabel pertumbuhan kredit modal kerja dengan nilai keseimbangan.
Variabel Rumus Penghitungan Hasil
Inflation β5 + β9
β9
0.002116 + −1.006385
−1.006385
1.002116
DPK β6 + β9
β9
−0.011211 + −1.006385
−1.006385
0.988789
NPL β7 + β9
β9
0.410918 + −1.006385
−1.006385
-1.410918
R β8 + β9
β9
0.108188 + −1.006385
−1.006385
1.108188
C β10 + β9
β9
−0.606385 + −1.006385
−1.006385
0,417334
53
Jadi nilai keseimbangan 0.60638 akan disesuaikan dalam waktu 6 bulan atau
dapat diartikan bahwa sebesar 0.60638 % dari ketidaksesuaian yang dapat
dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang selama 6 bulan
Koefisien jangka pendek menunjukan -0.582666, yang menandakan
bahwa tanpa adanya pengaruh variabel independent, maka pertumbuhan kredit
modal kerja akan bernilai negatif -0.582666. Dalam tabel 4.3 juga dijelaskan
pengaruh antar variabel independent dan dependen secara parsial. Variabel
inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja,
dengan nilai koefisien -0.150002, hal ini menyatakan bahwa kenaikan inflasi 1%,
maka pertumbuhan kredit modal kerja rata-rata turun sebesar -0.150002 persen
atau rata rata turun sebesar 15,002%. Variabel dana pihak ketiga (DPK) Tidak
berpengaruh signifikan, dengan nilai koefisien 0.184650, hal ini menyatakan
bahwa kenaikan 1% DPK akan menambah pertumbuhan kredit modal kerja
sebesar rata-rata 0.184650% atau turun rata rata sebesar 18.46%.
Variabel NPL memiliki koefisien sebesar -1.458138 nilai koefisien bertanda
negatif menyatakan bahwa kenaikan 1 % NPL kan menyebabkan penurunan
pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar rata-rata -1.458138%. Sementara
untuk suku bunga (R) nilai koefisien 0.108188, koefisien bertanda negatif
menandakan bahwa setiap kenaikan 1% suku bunga akan menyebabkan
penurunan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 0.108188%.
Hasil estimasi jangka panjang adalah sebagai berikut :
Dkredit : -1.006385+ 1.002116INFt-1 + 0.988789DPKt-1 - 1.410918NPLt-1 +
0,417334Rt-1 + et
Besarnya koefisien konstanta sebesar -1.006385 menandakan bahwa
tanpa adanya pengaruh dari variabel independent maka pertumbuhan kredit
54
modal kerja bernilai sebesar -1.006385 persen. Dari persamaan diatas, dapat
dijelaskan pengaruh dalam jangaka panjang setiap variabel independent (Inflasi,
DPK,NPL dan R(Suku Bunga) terhadap variabel dependen (Pertumbuhan Kredit
Modal Kerja) secara parsial atau sendiri-sendiri. Variabel Inflasi mempengaruhi
secara signifikan dengan nilai koefisien 1.002116. Koefisien inflasi bernilai positif
menyatakan bahwa setiap peningkatan Inflasi 1% maka menyebabkan kenaikan
Modal kerja sebesar 1.002116%. Variabel DPK memiliki pengaruh positif hal ini
terlihat dari nilai koefisien DPK yang bernilai 0.988789 persen , jadi setiap
kenaikan DPK 1% akan memberikan dampak kenaikan pada modal kerja sebesar
rata rata 0.988789%. Untuk Variabel NPL berpengaruh signifikan dengan nilai
koefisien negatif atau sebesar -1.410918, berdasarkan nilai koefisien NPL yang
bertanda negatif maka dapat diartikan bahwa setiap kenaikan NPL sebesar 1 %
maka akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit modal kerja
sebesar rata rata 1.410918%. untuk variabel R atau suku bunga dalam jangka
panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,417334 yang menyatakan bahwa setiap
kenaikan 1% pada suku bunga akan meningkatkan pertumbuhan kredit modal
kerja sebesar 0.41%.
4.3. Analisis Ekonomi
Dalam perekonomian terdapat proses dimana input dirubah menjadi
output. Kegiatan tersebut dinamakan dengan kegiatan produksi, pada penelitian
ini terdapat sebuah kegiatan produksi dari perbankan yaitu Kredit Modal Kerja.
Setiap produksi memerlukan faktor –faktor produksi, faktor tersebut adalah
DPK,NPL, Suku Bunga dan Inflasi. Dalam Teori Produksi terdapat hubungan
antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi
yang digunakan. Konsep utama yang dikenal dalam teori ini adalah memproduksi
output semakismal mungkin dengan input tertentu, serta memproduksi sejumlah
55
output tertentu dengan biaya produksi seminimal mungkin. Dalam melakukan
kegiatan produksi terdapat 2 jangka waktu produksi yaitu, pertama jangka pendek
dan kedua jangka panjang.
4.3.1. Prespektif Jangka Pendek dan Panjang Ekonomi
Dalam ekonomi , konsep jangka pendek mengacu pada teori produksi,
yaitu kondisi dimana terdapat minimal 1 atau lebih input produksi yang bersifat
tetap. Pada jangka pendek penambahan input produksi sangat mempengaruhi
output oleh karena itu pada jangka pendek yang dihitung adalah seberapa besar
dampak atau keuntungan dari menambah input. Namun menambah input tidak
selalu memberikan peningkatan pada produksi karena penambahan iput secara
terus menerus akan berakibat pada jumlah input yang melebihi kapasitas produksi
sehingga produktivitas tidak lagi maksimal. Pada penelitian ketidaksuaian dari
perubahan varaibel atau input menjadi nilai keseimbangan atau ketidaksesuaian
yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang
Jangka panjang adalah kondisi variabel input satu waktu berubah atau
semua input pada faktor produksi dapat dirubah atau dapat dikatakan tidak tetap.
pada jngka panjang keadaan ini dimaksudkan untuk meminimumkan biaya
produksi. Pada penelitian ini perubahan variabel atau input pada jangka pendek
akan menyebakan ketidakseimbangan sehingga memunculkan hubungan jangka
panjang atau koitegrasi. Hubungan koitegrasi yaitu terciptanya suatu kondisi
stasioner dalam jangka panjang melalui kombinasi linier variabelnya. dan
dikatakan terkointegrasi jika dalam jangka panjang akan tercapai titik
keseimbangan (ekuilibrium).
56
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Jan
-11
Ap
r-1
1
Jul-
11
Okt
-11
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Modal Kerja (KK) Inflation
4.3.2. Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Tabel 4.5: Hasil Variabel Inflasi Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(Inflation) -0.150002 0.0088 Sig
2 Inflation(-1) -1.002116 0.0088 Sig
3 ECT -0.606385 0.0000 Sig
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan hasil estimasi penelitian ini menunujukan bahwa inflasi
berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja dengan nilai koefisien -
0.150002. dan inflasi memiliki pengaruh yang negatif . Dalam jangka panjang
inflasi juga berpengaruh signifikan terhadap modal kerja dan memiliki pengaruh
negatif. Hal ini tersebut terlihat dari nilai probabilitas yang bernilai di bahwa alpha
(0,010) yaitu 0.0088 < 0,010 untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang juga
bernilai negatif dan signifikan dengan nilai koefisien -1.002116. Selain hal tersebut
nilai ECT yang menunujukan -0.606385, menandakan bahwa nilai keseimbangan
atau ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka
panjang sebesar -0.606385.
Gambar 4.9: Pergerakan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Inflasi Tahun
2012-2017
57
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dalam jangka pendek pertumbuhan kredit modal kerja langsung merespon
adanya perubahan pergerakan inflasi, meskipun pada tahun 2012 inflasi Indonesia
cukup stabil dan masih dalam batas wajar, namun inflasi pada bulan April hingga
Juli memberikan dampak pada pertumbuhan kredit modal kerja, penyokong
kenaikan inflasi pada tahun 2012 adalah naiknya bahan pokok. Menurut Suryamin,
komposisi inflasi lebih banyak karena bahan makanan. Beras memberikan
dorongan kepada inflasi sebesar 0,3%, ikan segar 0,22%, emas perhiasan 0,2%,
rokok kretek filter 0,19%, daging sapi 0,17%, gula pasir 0,15%, tarif sewa ruma
0,15% (Financial.detik.com). hal ini menyebabkan permintaan kredit modal kerja
menurun, karena masyarakat menilai inflasi naik atau naiknya bahan baku
produksi akan memberikan keuntungan yang kecil atau bahkan memberikan
kerugian sehingga mengambil kredit merupakan keputusan yang beresiko. Oleh
sebab itu pada jangka pendek inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal
kerja.
Dalam jangka panjang inflasi cenderung stabil dan sedikit berfluktuatif,
namun dalam jangka panjang pertumbuhan kredit modal kerja merespon
pergerakan Inflasi, laju inflasi yang mulai tinggi pada tahun 2013 tepatnya pada
bulan Juli, dimana Bank Indonesia menetapkan BI rate hingga 7,5%, naiknya suku
bunga acuan tentunya menderek Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) hal ini yang
menyebabkan menurunya pertumbuhan kredit modal kerja karena suku bunga
yang tinggi yang membuat kredit tidak menarik bagi masyarakat. Selain itu pada
tahun 2013-2014 Bank Indonesia dalam mengatasi inflasi yang tinggi melakukan
penguatan moneter atau stabilitas moneter dengan melakukan Operasi Pasar
Terbuka (OPT) dengan menjual Surat berharga Bank Indonesia (SBI) yang
58
berjuan untuk mengurangi porsi dana yang disalurkan bank umum atau megurangi
jumlah uang yang beredar dengan tujuan pengendalian inflasi.
Sementara pada tahun 2016 inflasi cenderung stabil pada grafik namun
terjadi lonjakan pada awal tahun, menurut Bank Indo nesia naiknya inflasi pada
awal tahun 2016 akibat kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food)
mencapai 2,40 persen (mtm) atau 6,77 persen (yoy), terutama bersumber dari
kenaikan harga pada komoditas daging ayam ras dan bawang merah. Kredit
modal kerja juga mengalami perlambatan, menurut BPS tahun 2016 perlambatan
kredit modal kerja disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Penurunan
ini merupakan imbas dari perlambatan ekonomi nasional yang diakibatkan oleh
pelemahan ekonomi dunia yang (Bisnis.liputan6.com).Dengan demikian dalam
jangka panjang inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja. penelitian
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Utari et al. (2010) yang menyatakan
bahwa nflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit dalam jangka panjang.
Bagi perbankan dengan modal inti di atas 30 Trilliun dan kemampuan
penyaluran kredit 75% dari DPK dan kemampuan 35% penyertaan modal (
Penggolongan BUKU 4 ), kenaikan inflasi dalam jangka pendek akan memberikan
keutungan bank dalam jangka pendek melalui kenaikan suku bunga, keadaan ini
akan memberikan spread margin profit, hal ini di sebabkan oleh kenaikan harga
mendahului kenaikan upah. Jadi perusahaan atau masyarakat di dunia usaha
akan berekspansi dengan menaikan produksi dengan cara pengambilan kredit
modal kerja dengan penjelasan tersebut maka inflasi dalam jangka pendek dapat
menaikan keutungan bank dalam menyalurkan kredit namun dengan catatan
inflasi dalam batas wajar.
Dalam Jangka Panjang pergerakan inflasi akan mempengaruhi
pertumbuhan kredit modal kerja pada perbankan dengan penggolongan buku 4.
59
Hal ini inflasi dalam jangka panjang akan mempengaruhi profitabilitas perbankan.
Bahaya inflasi dalam jangka panjang adalah penurunan nilai mata uang yang
diikuti oleh penurunan output yang yang dibarengi oleh penurunan uang kas yang
berada di masyarakat . keadaan ini yang membuat daya beli turun, dan harga
barang melambung yang menyebabkan perusahan atau masyarakat tidak dapat
menjalankan usaha dan menurunakan permintaan kredit, disisi lain perbankan
juga tidak dapat menyalurkan kredit modal kerja karena terhalang tingginya bunga
untuk melindungi penurunan nilai mata uang. Berdasarkan perjelasan di atas
tingginya inflasi dalam jangka panjang akan menghabat kredit yang berdapak pada
pertumbuhan ekonomi.
4.3.3. Pengaruh Pertumbuhan DPK terhadap Pertumbuhan Kredit
Modal Kerja
Tabel 4.6: Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(DPK) 0.184650 0.0054 Sig**
2 DPK (-1) 0.988789 0.0054 Sig**
3 ECT 0.488842 0.0003 Sig*
Sumber: data diolah (2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pertumbuhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan dalam dalam jangka
panjang dan bernilai positif. Dalam arti bahwa pertumbuhan DPK searah dengan
pertumbuhan kredit modal kerja. Dalam jangka pendek pertumbuhan DPK
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja kredit modal kerja. Hal
ini terlihat dari nilai probabilitas pada D(DPK) yang bernilai 0.0054 atau dibawah
60
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
KMK dpk
alpa (0.010) yang berarti pada jangka pendek DPK bengaruh terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja, nilai koefisien positif menandakan bahwa dalam
jangka pendek Kenaikan DPK akan menambah pertumbuhan kredit modal kerja
secara signifikan, begitu juga dengan jangka panjang DPK memiliki pengaruh
signifikan dengan nilai koefisien negatif hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas
yang berada diawah alpha 0.0054 < 0.010 dengan nilai koefisien positif yang
berarti kenaikan DPK tidakakan memberikan dapak pertambahan terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja . selain itu nilai ECT menunujukan 0.60638,
mendakan bahwa nilai keseimbangan atau ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi
jangka pendek terhadap jangka panjang sebesar 0.60638. Nilai ECT yang masih
dibawah dari 0.05% menunjukan bahwa ketidaksusaian yang dikoreksi cukup
cepat yaitu sekitar 6 bulan.
Gambar 4.10: Pertumbuhan KMK dan Pertumbuhan DPK Indonesia (2012-
2016)
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dalam jangka pendek, perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK) memberi
respon terhadap pertumbuhan kredit Modal kerja yang melambat. Pada periode
2012-2016 terlihat bahwa pertumbuhan kredit model kerja cenderung searah atau
61
mengikuti pertumbuhan DPK. Hal ini menyebabkan dalam jangka pendek
pertumbuhan DPK mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja, hal ini karena
DPK yang terserap mampu disalurkan dengan baik oleh perbankan meski DPK
mengalami perlambatan, hal ini dapat dilihat dari Rasio LDR tahun 2012 yang
masih mencapai 85-92%.
Selain itu muncul instrumen Medium tern Notes (MTN) atau surat hutang
jangka menengah, instrument ini merupakan instrument perbankan dalam
memperoleh sumber pendanaan dalam jangka pendek. Munculnya MTN ini
diakibatkan karena melambatnya pertumbuhan DPK oleh sebab itu perbankan
menggunakan sumber pendanaan MTN sebagai pengganti DPK yang melambat.
Sehingga perlambatan DPK tidak menjadi masalah bagi perbankan oleh karena
itu DPK dalam jangka pendek memiliki pengaruh signifikan terhadap kredit modal
kerja.
Perlambatan DPK dalam jangka pendek akan memberikan dampak pada
kesulitan likuiditas pada perbankan yang mengakibatkan perlambatan penyaluran
kredit. oleh karena itu perlu upaya berupa kebijakan be MTN dan inklusi keuangan
yang diharapkan merangsang atau akselerasi DPK hal ini karena apabila kredit
mengalami penurunan karena bank kekurangan dana maka tentunya dapat
menggangu perekonomian dan dunia usaha sektor rill menginggat sumber
pendanaan usaha berasal dari kredit.
Dalam jangka panjang, melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) telah direspon oleh Pertumbuhan kredit modal kerja, sehingga
Pertumbuhan DPK berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja dalam
jangka panjang. Hal ini disebabkan bank tidak lagi kesulitan liquiditas akibat
melambatnya pertumbuhan DPK karena munculnya kebijakan MTN, jadi bank
dapat menyalurkan dana secara opitimal dengan berkurangnya resiko liquiditas,
62
oleh karena itu dalam jangka panjang DPK memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja. Namun perlambatan DPK tetap mengurangi
kemampuan bank dalam menyalurkan kredit meskipun dalam jangka pendek
dapat mengantinya dengan MTN .
Bagi Perbankan dengan kategori Buku 4 perlambatan DPK merupakan
kendala yang harus segera di atasi oleh perbankan mengingat bank dalam
kategori 4 wajib menyalurkan dana atau kredit sebesar 70% dan 20% wajib
disalukan ke UMKM atau kredit produktif. Pada negara berkembang peran
perbankan sangat perlu dalam membantu pembangunan perekonomian apabila
bank katagori 4 mengalami perlambatan DPK maka dunia usaha atau kegiatan
usaha di sektor rill akan mengalami penurunan hal ini karena sumber pendanaan
di negara berkembang adalah kredit dan dominasi penyaluran kredit berasal dari
bank kategori 4.
Perlambatan DPK dalam jangka panjang akan memberikan dampak yang
buruk bagi perekonomian, perlambatan DPK secara terus menerus akan
mengurangi jumlah kredit yang disalurkan, apibila dalam jangka panjang keadaan
perekonomian dunia usaha lambat dan berhenti karena jumlah kredit yang
disalurkan tidak maksimal, hal ini tentunya cukup berbahaya dimana apabila dunia
usaha tidak memiliki modal untuk bergerak maka, tidak terbukanya lapangan
pekerjaan, tingginya pengguran hingga turunya perekonomian secara rill.
63
4.3.4. Pengaruh Perubahan Non Performing Loan terhadap Pertumbuhan
Kredit Modal Kerja
Tabel 4.7 Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(NPL) -1.458138 0.0000
Sig
2 NPL(-1) -1.410918 0.0000 Sig
3 ECT -0.606385 0.0000 Sig
Sumber : data diolah(2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa Non
Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit
modal kerja dengan dampak negatif atau berlawanan arah dalam jangka pendek
maupun panjang. Hal tersebut terlihat pada nilia probabilitas 0.000 < 0.005 dengan
nilai koefisien bertanda --1.458138yang berarti pada jangka pendek tiap kenaikan
NPL 1 persen maka akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit
modal kerja sebesar -1.458138 atau - 1,45%. Sementara dalam jangka panjang
nilai probabilitas 0.0010 < 0.000 dengan nilai koefisien -1.410918. hal ini
menandakan pada jangka panjang bahwa dalam jangaka panjang perubahan npl
berpengaruh signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja. Niali koefisien
negatif menandakan bahwa perubahan npl mengurangi kredit modal kerja. selain
itu nilai ECT menunujukan -0.606385, mendakan bahwa nilai keseimbangan atau
ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang
sebesar -0.606385. Nilai ECT yang masih dibawah dari 0.5% menunjukan bahwa
ketidaksusaian yang dikoreksi cukup cepat yaitu sekitar 6 bulan.
64
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
NPL KMK
Gambar 4.11: Perubahan NPL dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dalam jangka pendek non performing loan mempengaruhi pertumbuhan
kredit modal kerja seperti ditunjukan pada gambar 4.10 dimana apabila NPL
hampir menyetuh batas atas NPL perbankan yaitu 2,5 maka pertumbuhan kredit
modal kerja akan menurun seperti contoh pada tahun 2014 pada bulan April NPL
menyentuh 2,51 dan langsung memberikan dampak pada penurunan pada bulan
Mei dan Juni 2014 dengan penurunan 2,08% akibat kenaikan NPL. NPL
merupakan salah satu dari indikator kesehatan bank, dalam jangka pendek naik
NPL akan mempengaruhi kesehatan bank khususnya pada perolehan laba. Selain
hal tersebut, NPL yang tinggi menyebabkan bank harus menyiapkan lebih
cadangan lebih yang disimpan di Bank Indonesia sehingga dapat mengurangi DPK
dan mengurangi kredit pada jangka pendek (Billy A Pratama,2010). Berdasarkan
statistik perbankan Indonesia (SPI), April tahun 2012 lalu ada beberapa sektor
yang mencatatkan peningkatan NPL. Kenaikan NPL tertinggi di sektor
pertambangan dan penggalian, mencapai sekitar Rp 1,13 triliun atau tumbuh 96
persen dibandingkan periode yang sama pada 2012. Padahal kredit sektor ini
hanya tumbuh 22 persen jadi Rp 114 triliun. Menurut Direktur Risiko Bisnis Bank
BNI, Sutirta Budiman, menduga kenaikan NPL pada beberapa sektor tersebut
65
lantaran pelambatan ekonomi global dan domestik. Ini mempengaruhi kapasitas
bisnis perusahaan sehingga menjadi kredit bermasalah bagi bank, dan tekanan
NPL akan berlanjut hingga periode 2013 -2014 karena akan terjadi kenaikan BI
rate dan LPS rate. Kenaikan suku bunga ini akan mengurangi kemampuan debitur
mencicil pinjaman sehingga bank perlu menyisihakan cadangan kerugian dari
DPK sehingga kredit yang akan disalurkan semakin kecil selain itu kenaikan suku
bunga juga memberikan dampak pada penurunan permintaan kredit. berdasarkan
ulasan di atas maka hasil penelitian sesuai dengan ulasan, bahwa dalam jangka
pendek NPL memiliki pengaruh yang signifikan dan memberikan dampak pada
pertumbuhan kredit modal kerja.
Bagi Bank Kategori 4 NPL yang tinggi dapat menimbulkan masalah bagi
perekonomian. hal ini apabila NPL tinggi hingga terjadi kebangkrutan maka akan
mengakibatkan gejolak perekonomian penarikan karena bank akan kesulitan
likuiditas. Selain hal tersebut bank kategori 4 adalah bank yang memiliki porsi
pemberian kredit yang cukup besar sehingga apabila NPL tinggi hingga
kebangkrutan maka fungsi intermediasi dapat tidak berjalan dan perekonomian
menjadi berhenti karena sumber pendanaan berkurang atau tidak ada sumber
pendanaan. Namun bank kategori 4 adalah bank yang memiliki stadart kualitas
yang bagus akan manjemen resiko pemberian kredit sehingga tingkat NPL bank
dengan Kategori 4 tidak melebih 2,5. Namun apabila terjadi NPL yang tinggi
tentunya langsung terasa terhadap perkonomian karena bank Kategori 4 adalah
bank yang memiliki proporsi paling banyak dalam penyaluran kredit terhadap
masyarakat,
NPL yang tinggi dalam jangka pendek tentunya memberikan dampak yang
buruk bagi perekonomian, dalam jangka pendek tingkat NPL akan mempengaruhi
solvabilitas perbankan, naiknya NPL jangka pendek akan mengurangi jumlah
66
kredit yang disalurkan hal ini disebabkan tindakan bank dalam mengurangi resiko.
Turunya kredit modal kerja dalam jangka pendek akan berdampak pada
perekonomian sperti pertumbuhan ekonomi yang melambat. Hal ini di sebabkan
karena melambatnya sektor rill dalam memproduksi output karena kekurangan
modal.
NPL dalam jangka panjang juga memberikan dampak signifikan pada
pertumbuhan kredit modal kerja. Turunnya modal kerja jangka panjang akibat NPL
yang tinggi dalam jangka panjang merupakan dampakkarena kondisi
perekonomian yang semakin terbuka, dimana dalam sistem perbankan nasional
telah mengizinkan bank asing masuk, hal ini yang semakin membuat kopetensi
semakin ketat sehingga membuat turunyna kualitas debitur yang disebabkan oleh
persaingan mendapatkan debitur yang semakin ketat. Berdasarkan hal tersebut
maka turunnya kulaitas debitur akan mendorong naiknya NPL yang berdampak
pada kekurangan likuiditas dan berkungnya DPK, sehingga turunya penawaran
terhadap kredit oleh karena itu hasil penelitian sesuai dengan ulasan, dimna pada
jangka NPL mempengaruhi signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja
dang berpengaruh negatif, atau mengurangi pertumbuhan kredit modal kerja.
NPL yang tinggi dalam jangka panjang, akan berdampak pada
perekonomian, tingginya NPL dalam jangka panjang akan mengakibatkan
kebankrutan bagi bank. keadaan ini yang mengkibatkan rush lembaga keungan
dimana tidak ada kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan, yang
berdampak pada pengambilan dana secara besar besarn oleh masyrakat yang
mengkibatkan bank kekurangan likuiditas dan berdampak pada berhentinya fungsi
intermediasi dimana roda perekonomian tidak berjalan dan Jumlah Uang Beredar
menjadi tinggi dan perekonomian akan semakin memburuk.
67
4.3.5. Pengaruh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadap Pertumbuhan
Kredit Modal Kerja Tahun 2012-2016
Tabel 4.8: Hasil Variabel SBDK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(R) 0.010146 0.2897 Tdk.Sig
2 R(-1) 1.108188 0.2897 Tdk. Sig
3 ECT -0.606385 0.0000 Sig
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
jangka pendek maupun dalam jangaka panjang variabel R atau suku bunga dasar
kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan kredit modal
kerja.hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yakni sebesar -0.006394 atau >
0.0005 (alpha) yang menunjukan bahwa dalam jangka pendek suku bunga dasar
kredit tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja, begitu
juga pada jangka panjang yang menunjukan nilai probabilitas yang berada di atas
alpha (0.2722 > 0.0005). Namun nilai koefisien pada jangka pendek bernilai negatif
atau -0.006394 sementara pada jangka panjang koefisien bernilai 0.7667734. hal
ini mendakan bahwa dalam jangka pendek suku bunga tidak memiliki pengaruh
yang signifikan namun memberiakan dampak pada pengurangan pertumbuhan
kredit modal kerja. Sementara dalam jangka panjang tidak memiliki pengaruh
signifikan namun membrikan dampak postif atau pertambahan pada pertumbuhan
kredit modal kerja.
68
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
KMK SBDK
Gambar 4.12: Perubahan SBDK dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Terlihat bahwa SBDK mengalami fluktuatif sementara kredit modal kerja
cenderung stabil. Dalam jangka pendek kredit modal kerja tidak memiliki pengaruh
dari SBDK, hal ini disebabkan karena kredit modal kerja merupakan kredit dengan
kredit jatuh tempo menengah dan pendek., kredit modal kerja juga memiliki
rekening koran. Selain itu hitungan bunga kredit modal kerja lebih cenderung stabil
per periode dan untuk kredit modal kerja yang jatuh tempo pendek UMKM
cenderung hitungan harian sesuai rekening koran sehingga dalam jangka pendek
tidak berpengaruh. Kredit modal kerja di dominasi oleh UMKM dimana kemudahan
dari proses pengajuan kredit merupakan tolak ukur bagi pengaju kredit UMKM di
bandingkan dengan tingkat suku bunga kreditnya (Infobanknews), dalam hasil
penenlitian suku bunga tidak memiliki pengaruh namun bernilai koefisien negatif
hal ini disebabkan pada jangka pendek seperti periode 2012 -2013 terjadi kenaikan
inflasi yang signifikan hingga Bank Indoensia meningkatkan Bi rate hingga 7,5%
dan mengakibatkan penurunan pada kemampuan debitur untuk membayar kredit
atau keengganan mengambil kredit sehingga meskipun tidak berpengaruh
signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja namun kenaikan suku bunga
tetap memberikan dampak berupa pengurangan pada pertumbuhan kredit.
69
Suku Bunga Bank Kategori 4 adalah suku bunga yang kompetitif apabila
dibandingakan dengan bank kategori lainya hal ini karena dari 70% penyaluran
kredit, 20% penyaluran kredit wajib disalurkan kepada kredit produktif termasuk
pada kredit modal kerja. Namun untuk kredit modal kerja suku bunga dari bank
kategori 4 tidak memiliki pengaruh terhadap kredit modal kerja, hal ini karena
kemudahan dan administrasi yang cepat merupakan tolak ukur. Hal ini
dikarenakan dominasi permintaan terhadap kredit modal kerja dalah UMKM.
Selain hal tersebut kebijakan inklusi keuangan yang belum maksimal
mengakibatkan bank sulit menjangkau masyrakat . sehingga masyrakat masih
mengandalkan sumber pendanaan dari lembaga keuangan seperti BPR atau
lainya. Dimana suku bunga yang kompetitif dari bank kategori 4 tidak memiliki
pengaruh.
Dalam jangka pendek naiknya suku bunga cukup memberikan keuntungan
bagi bank dengan catatan kenaikan suku bunga masih dalam batas wajar, namun
apabila terjadi shock atau keniakan yang upnormal dari suku bunga hal ini yang
dapat membahayakan perekonomian karena naiknya suku bunga dapat menjadi
resiko berupa gagal bayar dan turunya permintaan kredit. hal ini yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah turunya yang di indikator output yang
rendah akibat kredit yang menurun, selain itu suku bunga yang tinggi juga
mengakibatkan penurunan pada sektor investasi yang mengkibatkan sedikitnya
lapangan pekerjaan hingga menumpuknya pengangguran. Berdasarkan
penjelasan di atas suku bunga yang tinggi dalam jangka pendek dapat menganggu
perekonomian .
Dalam jangka panjang, SBDK dari kredit juga tidak memiliki pengaruh dan
bernilai negatif,hal ini disebabkan oleh jangka waktu kredit mikro yang pendek,
perubahan suku bunga dalam jangka panjang tidak akan memberikan dapak yang
70
signifikanpada debitur atau kreditur menginggat jumlah kredit modal kerja
umumnya dalam jumlah kecil sehingga meskipun terdapat shock atau keniakan
suku bunga yang signifikan dampak yang dirasakan dari kerugian tidak terlalu
terasa. Namun naiknya suku bunga tetap memberikan penurunan pada
pertumbuhan modal kerja namun tidak signifkan. Hasil penelitian ini di dukung
oleh penelitian dari G Diah Utari et al (2010) yang menyatakan bahwa suku bunga
kredit memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan pertumbuhan kredit
dalam jangka panjang.
Suku bunga kredit yang tinggi dalam jangka panjang akan mempengaruhi
perekonomian yang dapat dilihat dari turunya kredit yang disalurkan, rendahnya
kredit yang disalurkan akan berbahaya bagi perekonomia, dimana roda
perekonomia masih begantung kredit, disisi lain investasi akan mengalami
penurunan akibat suku bunga yang tinggi sehingga secara makro suku bunga
tinggi dala jangka panjang akan berdampak buruk pada perekonomian.
4.3.6 Penentu Lain Pertumbuhan Kredit : Prespektif Penawaran dan
Permintaan
Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa determinan pertumbuhan
kredit modal kerja dari sisi penawaran dan permintaan didominasi oleh pengaruh
jangka panjang. Sehingga penting menganalisis faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja dari sisi penawaran maupun sisi
permintaan. Rasio Loans Deposite Ratio ( LDR) merupakan rasio yang dpat
menggambarkan permintaan dan penawaran kredit. Berikut grafik ini adalah
perkembangan LDR bank umum selama periode 2012-2016.
71
0
20
40
60
80
100Ja
n-1
2
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Gambar 4.13: Pertumbuhan Loan to Deposite Ratio Indonesia Tahun 2012-
2016
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan pada gambar 4.13, dapat dilihat bahwa LDR Indonesia
selama periode 2012-2016 berkisar pada 80-92%. Bank Indonesia sebagai
otoritas makropudensial dan moneter menerapkan batas bawah dan atas LFR
(LDR) sesuai dengan PBI No. 12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015, dimana
batas bawah adalah 78% dan batas atas adalah 92%. Namun pada Juni 2016
Bank Indonesia menaikan batas bawah LFR menjadi 80% guna mendorong
pertumbuhan kredit dengan kebijakan PBI yang baru (Infobanknews).
Apabila dilihat dari grafik diatas, maka batas bawah darri peraturan PBI No.
12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015 telah tercapai dimana pada periode 2012
LFR telah mencapi 80%. LFR indonesia mulai mengalami peningkatan mulai
Januari 2013 sampai Juli 2014, dima juli LFR Bank Umum di Indonesia mencapai
92%. Namun di bulan periode Juli 2014 LFR indonesia mengalami fluktuatif hingga
plaing rendah mencapai 78% pada bulan Januari 2016. Rendahnya LFR
mendekati batas atau melebihi batas bawah menandakan bahwa perbankan tidak
menyalurkan sumber pendanaan mereka pada pemberian kredit, tetapi juga
dialokasikan pada pembelian surat berharga, atau instrument pasar modal yang
dianggap lebih minim resiko dan mendapatkan keuntungan atau return yang lebih
besar bila dibandingkan dengan kredit. Namun pada intinya perbankan membagi
72
sumber pendanaan untuk diversifikasi resiko agar resiko tidak terkumpul pada satu
titik yaitu kredit.
Pada sisi permintaan, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pemintaan kredit. seperti, jangkauan bank atau inklusif keuangan, kualitas
pelayanan bank, kualitas debitur pengelolaan sumber daya alam atau manusia .
berdasarkan survei BPS tahun 2015 hanya sekitar 60 juta dari total 250 juta orang
Indonesia yang memiliki rekening bank. Hambatannya adalah sulitnya
menjangkau layanan jasa keuangan formal dari perbankan seperti kuranganya
branches-branches pada pelosok desa. Kualitas debitur juga merupakan
hambatan bank dalam menyalurkan kredit, hal ini berkenaan dengan usaha yang
dilakukan debitur dimana kebanyakan masih belum bankable sehingga cukup sulit
mencairkan kredit untuk menambah modal. Masyarakat desa juga memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah namun, sumber pendanaan masih belum ada
dan bank sulit menjangkau.
4.4 Implikasi Hasil Penelitian
1. Pengendalian inflasi merupakan hal yang berada di luar batas bank. hasil
dari penelitiain ini menunjukan bahwa inflasi memiliki pengaruh signifikan
pada pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi
bahwa bank perlu memperhatikan pergerakan inflasi agar ketika terjadi
shock inflasi bank tidak langsung bersifat contercyclycal terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan pengereman secara langsung terhadap
penyaluran kredit kredit. bagi bank dengan kategori 4 inflasi dalam jangka
pendek akan memberikan keutungan dengan catatan inflasi masih dalam
batas wajar.
2. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan kumpulan dari tabungan, giro dan
deposito. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa DPK mengalAmi
73
perlambatan, namun DPK tetap berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa
bank memiliki sebuah instrument penambah sumber pendanaan modal
bank seperti MTN (Surat Hutang Jangka Pendek) yang mengakibatkan
bank tetap dapat menyalurkan kredit tanpa mengahdapi resiko liquiditas.
Selain itu perlu kebijakan inklusif agar dapar merangsang pertumbuhan
DPK dengan menyerap dana yang berada dimasyarakat yang selama ini
belum terjangkau oleh perbankan.
3. NPL merupakan Rasio Gagal Bayar atau tolak ukur kesehatan bank Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa NPL yang tinggi mempengaruhi
signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja bank kategori buku 4
. Hal ini mengandung implikasi bahwa bank perlu meningkatkan
menjemen resiko terhadap penyaluran kredit seperti pengetatan
pengajuan kredit dengan 5C atau Pembobotan resiko usaha dengan
pengetatan pengajuan kredit , maka dapat menekan NPL dan kredit yang
disalurkan tepat pada sektor produktif. Hal ini penting karena pada bank
buku 4 sebesar 20% dari 70% pemberian kredit adalah ke sektor produktif
jadi apabila salah penyaluran maka roda perekonomian tidak berjalan
malah memberikan efek perlambatan roda perekonomian.
4. Suku Bunga adalah instrumen penting dalam penyaluran dana atau kredit
karena suku merupakan harga dari pengembalian dana atau kredit yang
di salurkan atau sebagai instrument yang digunakan bank dalam mancari
spread margin. Pada penelitian ini suku bunga tidak memiliki pengaruh
terhadap kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa kredit
modal kerja merupakan kredit tenor pendek dengan begitu, suku bunga
dasar tidak mempengaruhi penyaluran kredit.
74
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya yang menganalisis
determinan pertumbuhan kredit modal kerja perbankan di Indonesia, maka
kesimpulan dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan
adalah sebagai berikut :
1. Inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja,
namun bagi perbankan dengan modal inti 30 trilliun (kategori buku 4)
inflasi dalam jangkan pendek memiliki pengaruh positif hal ini karena
dalam jangka pendek inflasi cenderung stabil, dan inflasi memberikan
kenaikan harga dimana kenaikan harga akan memberikan keutungan
bagi dunia usaha sehingga dunia usaha akan berekspansi dengan
mengambil kredit oleh sebab itu dalam jangka pendek inflasi
memberikan dampak positif terhadap kenaikan kredit modal kerja.
2. Dana Pihak Ketiga adalah sumber pendanaan bank dalam melakukan
kredit. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah hal terpenting
agar bank terhindar dari missmatch kredit atau krisis liquiditas.
Perlambatan DPK juga memberikan dampak pada penurunan kredit
modal kerja namun , bagi bank dengan kategori 4 penurunaan DPK
dapat teratasi dengan munculnya Surat Hutang Jangka pendek (MTN)
yaitu dana penambah DPK sehingga pelambatan DPK dapat diatasi
dengan melihat rasio LDR yang amsih menyentuh kisaran 88%-92%.
75
3. Non Performing Loan merupakan indikator kesehatan, NPL merupakan
indikator yang perlu diperhatikan perbankan dalam menyalurkan kredit
, NPL yang tinggi mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan kredit
modal kerja hal ini disebabkan oleh perkenomian yang terbuka
sehingga kompetisi perbankan yang cukup ketat dalam mendapatkan
nasabah, sehingga membuat penurunan kualitas debitur yang
berdampak pada naiknya NPL. Bagi bank dengan BUKU kategori 4
naiknya NPL cukup mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja
karena dalam buku kategori 4 kredit yang disalurkan wajib palling
rendah 70% dari DPK dan 20%nya kredit wajib disalurkan terhadap
UMKM atau kredit produktif oleh karena itu apabila NPL tinggi maka
tentunya penyaluran kredit modal kerja terganggu
4. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan suku bunga acuan atau
suku bunga dasar pemberian kredit, SBDK memiliki peran yang vital
pada pemberian kredit modal kerja, namun proporsi kredit modal kerja
sebagai besar adalah UMKM dan kredit jangka pedek maka
kemudahan administrasi dan kemudahan pencairan dana merupakan
tolak ukur.
5. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kredit dari sisi
penawaran adalah LDR Bank Umum yang masih mendekati batas
bawah akibat adanya alternatif investasi lain seperti pasar modal. Pada
sisi permintaan dipengaruhi oleh jangkauan dan pelayanan perbankan
kepada masyarakat serta pengelolaan sumber daya alam yang kurang
optimal sehingga permintaan kredit masih rendah.
76
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
a. Bank dengan kategori buku 4 perlu menjalankan Inklusi Keuangan secara
optimal untuk mengurangi perlambatan Dana Pihak. Sebagai bank dengan
tingkat tingkat penyaluran kredit paling besar 70% maka Bank harus
menambah proporsi penerbitan instrumen lain untuk sumber pendanaan
kredit selain dana pihak ketiga. Selain itu bank – bank yang memiliki idle
funds sebaiknya menempatkan dananya pada instrumen yang jangka
waktunya lebih pendek untuk menjaga likuiditas bank.
b. Bank perlu menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menyalurkan kredit
agar kredit bermasalah dapat ditekan sehingga target ekspansi kredit bank
dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pada bank dengan kategori buku 4
penyaluran kredit mencapai 20% dari 70% kredit yang disalurkan sehingga
perlu penerapkan prisnsip kehati-hatian seperti prinsip 5 C agar
pertumbuhan kredit modal kerja tidak terganggu
c. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan variabel -
variabel independen yang digunakan terhadap pertumbuhan dua jenis
kredit lainnya yaitu kredit investasi dan kredit konsumsi karena masing –
masing jenis kredit memiliki karakteristik dan respon yang berbeda – beda.
76
DAFTAR PUSTAKA
Agung, J. (2001). Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Bulletin Moneter Bank Indonesia. Dipetik may 08, 2017, dari www. bi.go.id/id/publikasi
Ahmad, K. (2010). Determinan Permintaan Kredit Pada Bank Umum di Jawa Tengah. Economics Development Analysis Journal, 8 No 2.
Amelia, N., Aimon, H., & Efrizal, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penwaran dan Permintaan Kredit Modal Kerja di Sumatra Barat. 1-40.
Anshori, F. A., & Chalid, D. A. (2011). Analisis Pengaruh Penyaluran Kredit terhadap Struktur Modal. 1-18.
Ascarya. (2012). Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 14 No 3.
Astuti, A. (2013). Pengaruh Inflasi , BI RATE , DPK , NPL dan CAR terhadap Penyaluran kredit. SkripsiUIN JKT. Dipetik May 09, 2017
BA, P. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan(Tesis). Unerversitas Diponegoro UNDIP.
Badan Pusat Statistik. (2016). Data Inflasi Bulanan. www.bps.go.id diakses pada
25 Juli 2017
Bank Indonesia. (2016). Statistik Perbankan Indonesia. www.bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2015). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses
pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2014).Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2013). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses
pada 21 Juli 2017
Bank Indonesia. (2012). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2013). Laporan Tahunan Perekonomian: Bauran III Respon Kebijakan. www.bi.go.id diakses pada 14 Mei 2017.
Bank Indonesia. 2014. Laporan Pengawasan Perbankan. www.bi.go.id diakses pada 16 Mei 2017
Bernake , S, B., & Blinder, A. S. (1988). Credit Money and Aggregate Demand. Economic Assosition, 78 No. 2. Dipetik Februari 07, 2017
Binangkit, Y. L. (2013). Analisis Pengatuh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Loan, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja, Investasi, dan Kosumsi Bank Pembangunan Daerah. 1-26.
77
Blundell-Wignall, & Gizycki, M. (t.thn.). Credit Supply and Demand and The Australian Economy. Research Discussion Papper, 9208. Dipetik May 11,
2017, dari http://www.centralbank.org.bb/webbc
Bulanan, D. I. (2017, May 15). Inflasi . Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik: wwww.bps.go.id
Dariyanti, Ningsih, & Zuhroh, I. (2010). Analisis Permintaan Kredit Pada Bank Swasta Nasional di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan , 8, 1-12.
Dewi, A. (2013). Peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI) . Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 105-116. Dipetik may 17, 2017
Ditria, Y. (2008). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Jumlah Ekspor Tehadap Tingkat Kredit Perbankan. Journal Of Applied Finance and Accounting, 1, 166-192. Dipetik April 03, 2017
Engle, & Granger, C. W. (t.thn.). Cointegration and Error Correction. Jurnal Ekonometrika, Volume 55, 251-276. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.med.openn.edu/beat/docs
Hariyanti, S. (2009). Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 299-310. Dipetik Juli 5, 2017, dari www.jerkubank.files.wordpress.com
Hooy, & D, D. (2007). The Non Performing Loan Some Bank Level Evidence, 105-139. Dipetik Juli 5, 2017, dari http://cba.upd.edu.ph/asialink
Ibrahim, Mardiana;. (2014). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Penyaluran Kredit Konsumtif Pada Bank Rayat Indonesia (Tbk) Cabang Gowa. Jurnal STIE, 1-12.
Irma, A. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi Pada Bank Umum Swasta Nasional Periode 2003-2010). Journal Manjemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Dipetik May 15, 2017
Kasmir. (2000). Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kaunang, G. (2013). Tingkat Suku Bunga Pinjaman dan Kredit Macet Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit UMKM di Indonesia. Journal EMBA, 1 No 3, 841-959.
Lellyved, Ralph, & Haas. (2006). Internal Capital Market and Landing By Multinational Bank Subsident. Journal of Financial Intermediation, 119, 1-25. Dipetik Juni 30, 2017, dari http://ideas.repec.org.com
Mellitz, & Pardue. (1973). The Demand and Supply of Commercial Bank Loans. Journal of Money, Credits and Banking, 5, 669-692. Dipetik Juli 17, 2017,
dari http://libgan.org/scimme/get.php
Muklis, I. (2010). Penyaluran Kredit Bank Ditinjau dari Jumlah Dna Pihak Ketiga dan Non Performing Loan. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 115, 130-138.
78
Panggalih, D. N. (2013). Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia(SBI), Suku Bunga Kredir Usaha Rakyat Terhadap Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) . Journaal Universitas Brawijaya , 1-24.
Pasha, R. (2009). Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit dan Identifikasi serta Peluang ekspansi pembiayaan kredit sektoral di wilayah kerja KBI Mlanag. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 148-164.
Pratama, B. (2010). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Perbankan. Jurnal Ilmiah. Dipetik Juli 7, 2017, dari http://eprints.undip.ac.id
Purba, N. N., Syaukat, Y., & Maulana, T. N. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penyaluran Kredit Pada BPR konvesional di Indonesia. Journal Ipb, 1-13. Dipetik May 06, 2017, dari http://Journal.ipb.ac.id//index.php/jabem
Purnomo, P., & Wibowo. (2013). Branchless Banking Setelah Multilisence atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Bank Indonesia. Buletin Bank Indonesia. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.bi.go.id
Satria, Rangga, D., & Subegti. (2010). Determinasi Penyaluran Kredit Bank Umum Di indonesia Periode 2006-2009. Journal Kuangan dan Perbankan, 14 No 3.
Sitompul, K. (2010). Pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA dan Tngkat Suku Bunga SBI Terhadap Pertumbuhan Kredit. Skripsi. Dipetik Juni 26, 2017,
dari www.eprints.undip.ac.id
Sugiarto, A. (2004). Mencari Structur Perbankan yang Ideal. Journal Bankk Indoensia.
Tunisman, T. (2014, September). Likuiditas Mengganjal Perbankan. Dipetik Juni
15, 2017, dari Info Bank News: www.infobanknews.com
Utari, Amurti, D., & Kurniati, T. (2010). Pertumbuhan Kredit Optimal dan Kebijakan Makroprudensial untuk Pengendalian Kredit. Working Paper BI. Diambil kembali dari www.bi.go.id/publikasi
Waljianah, R. (2013). Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Perbankan di Indonesia Periode Juli 2005 - Des 2011. 1-12.
Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi. Yogyakarta: PT. Ekonista Kampus FE UII.
Widyawati, S. (2014). Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia . Jurnal Keuangan dan Perbankan , 1-19.
Y, P., & RD, S. (2013). Analisis Pengaruh LDR, CAR, ROA, dan Faktor Eksternal Perbankan terhadap Volume KPR pada Bank Persero Periode 2009-2012. Diponegoro Journal Of Management, 2 No 3, 1-15.