dhf gr ii

37
DEMAM BERDARAH DENGUE I. Pendahuluan Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai dengan sakit kepala, nyeri pada retro-orbital, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, ruam dan manifestasi perdarahan yang disertai leukopenia, dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 1 II. Etiologi dan Transmisi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 . 1 Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN- 3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe 1

Upload: erinmowoka

Post on 19-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

DEMAM BERDARAH DENGUE

I. PendahuluanDemam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai dengan sakit kepala, nyeri pada retro-orbital, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, ruam dan manifestasi perdarahan yang disertai leukopenia, dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1

II. Etiologi dan TransmisiDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.1Vektor virus dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes betina yang terinfeksi. Nyamuk betina tersebut mendapatkan infeksi virus dengue saat sedang mencari makanan dalam darah manusia yang terinfeksi. Setelah melewati masa inkubasi yang biasanya sekitar 8-10 hari, nyamuk tersebut dapat menularkan infeksi virus dengue kepada manusia lain hingga seumur hidupnya saat sedang mencari makanan dalam darah manusia tersebut. Nyamuk betina tersebut juga dapat menularkan infeksi virus melalui telur yang dikeluarkannya, tetapi mekanisme transmisi tersebut hingga saat ini belum diketahui secara rinci.2

III. PatogenesisPatogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah danmerembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris3,

Gambar 1. Hiotesis secondary heterologus infecton (dikutip dari kepustakaan 1)

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.1

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktorHageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

IV. Perjalanan dan Manifestasi Klinis Demam BerdarahManifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).1Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1

1. Fase FebrisPasien biasanya demam tinggi tiba-tiba. Fase demam akut ini berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah, eritema kulit, sakit seluruh badan, mialgia, arthralgia, sakit mata retro-orbital, fotofobia dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengeluh sakit tenggorokan. Pasien juga biasanya mengeluh tidak nafsu makan, mual dan muntah.5Di fase awal demam, bisa jadi sulit untuk membedakan klinis DBD dari penyakit demam non-dengue.Tes tourniquet positif dalam fase ini menunjukkan peningkatan probabilitas dengue. Namun, gambaran klinis tidak memprediksi tingkat keparahan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk memantau tanda-tanda peringatan dan parameter klinis lain untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.5Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membrane mukosa (misalnya dari hidung dan gusi) dapat ditemukan. Perdarahan massif per vaginam (pada wanitausia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun hal ini tidak umum ditemukan. Pembesaran hepar bisa saja terjadi setelah beberapa hari demam. Awal kelainan pada hitung darah lengkap adalah penurunan progresif jumlah sel darah putih, yang harus diwaspadai oleh dokter untuk probabilitas tinggi dengue.5

2. Fase KritisSelama transisi dari fase demam ke fase penyembuhan, pasien dengan tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan mengalami perbaikan tanpa melalui fase kritis.Pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat bermanifestasi dengan tanda-tanda peringatan, sebagian besar sebagai akibat dari kebocoran plasma.5Tanda-tanda peringatan menandai awal dari fase kritis. Keadaan pasienmenjadi lebih buruk pada waktu penurunan suhu badan sampai yang normal, saat suhu turun menjadi 37,5-38 C atau kurang dan tetap berda pada fase ini, biasanya pada hari 3-8 sakit. Leukopenia progresif yang diikuti oleh penurunan cepat jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit menjadi salah satu tanda tambahan awal. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah dan denyut nadi.5Tingkat hemokonsentrasi mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.Namun hal ini dapat dikurangi dengan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pemeriksaan pengukuran hematokrit sesering mungkin penting karena sebagai tanda perlunya kemungkinan penyesuaian terapi cairan intravena. Selain kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar sering terjadi.5Jika syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, seringkali didahului oleh tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh bisa subnormal ketika syok terjadi. Dengan syok mendalam dan/atau berkepanjangan, hipoperfusi mengakibatkan asidosis metabolik dan gangguan organ progresif. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang menyebabkan hematokrit menurun. Peningkatan leukosit biasanya ditemukan pada fase ini, total jumlah sel putih mungkin meningkat sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien maju ke fase kritis yaitu mengalami kebocoran plasma dan syok sebelum penurunan suhu badan sampai yg normal. Pada pasien ini mengalami peningkatan hematokrit dan timbulnya trombositopenia atau tanda-tanda peringatan, menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Pasien dengue dengan tanda peringatan biasanya akan membaik dengan rehidrasi intravena. Beberapa pasien memburuk menjadi dengue berat.5

Tanda Peringatan DengueTanda-tanda peringatan biasanya mendahului manifestasi syok dan muncul menjelang akhir fase demam, biasanya antara hari 3-7 sakit. Muntah dan nyeri perut hebat adalah indikasi awal kebocoran plasma dan menjadi semakin memburuk karena kondisi pasien berkembang menjadi syok. Pasien menjadi semakin lesu tapi biasanya tetap waspada secara mental. Gejala ini dapat menetap sampai ke tahap syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural terjadi selama keadaan shock. Perdarahan mukosa spontan merupakan manifestasi penting. Pembesaran hepar sering dijumpai. Namun akumulasi cairan klinis hanya dapat dideteksi jika kehilangan plasmasecara signifikan atau setelahpengobatan dengan cairan intravena. Peningkatan platelet secara cepat dan progresif menjadi 100.000/mm3 dan kenaikan hematokrit melebihi batas normal menjadi tanda awal kebocoran plasma. Hal ini biasanya didahului dengan leukopenia ( 5000 sel/mm3).5

3. Fase PenyembuhanSetelah pasien berada pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien memiliki eritematosa konfluen atau petekie dengan daerah kecil kulit normal, digambarkan sebagai "pulau putih di laut merah". Beberapa mungkin mengalami generalized pruritus. Bradikardi dan perubahan EKG sering terjadi pada fase ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi penyerapan cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yang normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lambat dibandingkan dengan jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika diberikan cairan intravena yang berlebihan.5Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (