diare case report
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan
banyak kematian (Adisasmito,2007).
Diare dapat di sebabkan oleh beberapa factor diantaranya disebabkan oleh
factor infeksi, factor malabsorbsi, factor makanan, maupun factor psikologis. Sebagian
besar factor diare di sebabkan oleh factor infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain : pengeluaran toksin yang dapat menenimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit yang mengakibatkan dehidrasi,
gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Dengan
demikian, dari beberapa factor di atas akan menimbulkan tanda dan gejala yang
berbeda. Manifestasi atau tanda dan gejala diare pada orang dewasa biasanya di tandai
dengan Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering, muntah
(umumnya tidak lama) , demam (mungkin ada, mungkin tidak), kram abdomen,
membrane mukosa kering, berat badan menurun. Selama proses terjadi diare tanda dan
gejalanya juga lain lagi seperti kulit sekitar anus biasanya akan mengalami iritasi atau
lecet akibat seringnya defekasi. Maka sangat dibutuhkan perhatian dan perawatan yang
maksimal pada pasien dewasa ( Sudoyo, 2009).
Hasil kajian Mordibitas Diare di Masyarakat 2010, oleh Subdit Diare dan
Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI, menunjukkan episode kejadian diare pada
semua golongan umur masih cukup tinggi, yakni 411 orang per 1000 penduduk. Angka
2
kejadian diare di Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 1,86% mengalami penurunan bila
dibanding tahun 2007 sebesar 1,93%. Angka kematian balita akibat diare tahun 2008
sebesar 0,006%, juga mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak
0,007 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Jumlah penderita diare balita di
Semarang pada tahun 2008 sebanyak 12.264. Pada tahun 2009 angka kejadian diare
pada balita menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 10.443. Penderita diare
tahun 2010 pada anak usia kurang dari 1 tahun sebanyak 4. 402. Anak usia 1-4 tahun
sebanyak 10.194, dan lebih dari 5 tahun sebanyak 19.895. Jumlah kasus diare tertinggi
di Puskesmas Kedungmundu (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan
konsistensi tinja penderita (Sutanto,2004; Winardi, 2007). Dikenal diare akut yang
timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang
berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang disebabkan oleh
makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 2007).
Penyakit diare bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang
mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan
bahwa diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di
Indonesia setelah radang paru atau pneumonia.
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare di
Indonesia. Salah satu faktor resiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang
meliputi sarana air bersih, sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah, kualitas
bakteriologis air, dan kondisi rumah. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air
minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk (Harianto, 2004).
1.2 Tujuan
3
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap Diare berdasarkan pendekatan HL Blum.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.3.Untuk memperoleh informasi mengenai faktor kependudukan yang
mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.5. Mengetahui dan memperbaiki pengetahuan mengenai penyakit diare
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Diare
2.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali sehari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan atau lendir
(Suraatmaja, 2005).
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan
atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu
diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut
Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih
dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan,
bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan
tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan
berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara
satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan
(Soegijanto, 2002).
2.2 Penyebab
2.2.1. Infeksi:4
5
Golongan bakteri penyebab diare antara lain Shigella, Salmonella, E.
colli, Golongan Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens,
Stafilokokus aureus, dan Campylobacter aeromonas. Sedangkan dari
golongan virus antara lain Rotavirus, Norwalk/Norwalk like agent,
Adenovirus. Golongan parasit yang dapat menyebabkan diare adalah
cacing perut, Ascaris, Trichius, Strogyloides, Jamur, dan Candida.
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidiun coli.
2.2.2. Malabsorbsi
a. Karbohidrat: disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa).
Terdapat 4 proses yang mempengaruhi malabsorbsi karbohidrat,
yaitu:
- Fase hidrolisis intralumen yaitu hidrolisis 1-4 glukoside link
dari tepung oleh amilase saliva dan pankreas untuk menjadi
maltosa, maltotriosa dan limit dextrin.
- Fase hidrolisis di Brush Border usus, hidrolisis oligosakarida
(maltosa, lato-triosa, limit dextrin, laktosa, sukrosa) oleh
disakarida Brush Border (maltase, sukrase, isomaltase,
laktase).
- Translokasi monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa)
melalui membran Brush Border.
- Keluarnya monosakarida dari enterosit melalui vena porta.
b. Lemak: terutama Long Chain Triglyceride.
6
Malabsobrsi lemak adalah gangguan absorbsi lemak dalam usus
sehingga terjadi pengeluaran lemak yang berlebihan dalam tinja.
2.2.3. Makanan basi ataupun makanan yang belum waktunya diberikan.
Pemberian makanan terlalu dini memberikan efek pada kejadian
diare (Suyatno, 2000).
2.2.4. Keracunan.
a. Makanan beracun : makanan beracun (bakteri: Clostridium
botulinum, Stafillokokus).
b. Makanan tercampur racun (bahan kimia).
2.2.5. Penyakit gangguan gizi.
a. Kwashiorkor.
b. Marasmus.
2.2.6. Alergi.
Alergi susu, alergi makanan, Cow’s Milk Protein Sensitive Enteropaty
(CMPSE) (Suraatmaja, 2005). Mekanisme diare alergi susu terjadi
melalui perantaraan reaksi imunologik tubuh (zat anti dari sistem
pertahanan tubuh) terhadap protein susu. Reaksi ini akan melepaskan
bahan-bahan yang disebut dengan mediator (seperti histamin,
prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan gejala klinis tergantung dari
organ tempat terjadinya reaksi tersebut. Bila menyerang saluran cerna,
gejala yang paling sering muncul adalah diare yang dapat terjadi
berkepanjangan selama meminum atau memakan makanan yang berasal
7
dari susu sapi, dapat pula disertai gejala kolik, kram, mual, dan muntah
(Sayoeti, 2007).
2.2.7. Immunodefisiensi.
2.2.8. Sebab lain (Psikis) (Suraatmaja, 2005).
2.3 Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi.
Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara
makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis
didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan
darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama
sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja
secara rutin tidak ditemukan leukosit.
8
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat
dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan
motilitas.
Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari
plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi
karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik
absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini
dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau
laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa
baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat
terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten
sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang
mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi
pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes
melitus.
9
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi
usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan
inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya
leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme
tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Rani, 2002).
2.4 Cara Penularan
Penularan diare adalah kontak dengan tinja terinfeksi langsung, seperti:
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini
dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar
Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
10
Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi
perabotan dan alat-alat yang dipegang (Surininah, 2005)
2.5 Faktor Resiko
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada
balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar
daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak
bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang
panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat
tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
11
f. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar.
2.6 Gejala Diare
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas,
perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas
lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga
rendah, pCO2 normal.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
12
ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali (Nelwan, 2001).
2.7 Pencegahan
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum
yakni : pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi
promosi kesehatan danpencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua
(Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang
tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliput i
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai
13
upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air
bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa
dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya
akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah
dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare.
Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan
klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan
kejang perut yang tidak menyenangkan.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
14
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan
cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap
memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental
kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik
juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
2.8 Akibat-akibat yang Ditimbulkan oleh Diare
Diare dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain
dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat. Selain itu, diare juga
mengakibatkan berkurangnya cairan tubuh (hipovolemik), kadar natrium dalam
tubuh (hiponatremia), dan kadar gula gula dalam tubuh (hipoglikemia). Diare
terjadi karena adanya kuman yang masuk ke dalam usus halus, kemudian
berkembang biak di dalamnya. Kuman yang menempel pada dinding usus ini
menyebabkan dinding usus rusak. Usus yang terinfeksi akan mengeluarkan
cairan dan lendir (Wulan, 2006).
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat kuman-kuman ini juga dapat
menyebabkan perdarahan. Kuman juga mengeluarkan racun diaregenik
penyebab hipersekresi (peningkatan volume buangan) yang menganggu
transportasi cairan dan elektrolit sehingga cairan menjadi encer. Selain encer,
tinja orang yang mengalami diare kadang juga mengandung darah. Jika diare
terus berlangsung akan menyebabkan kematian terutama pada pasien balita.
Akibat kekurangan elektrolit (terutama natrium dan kalium), tubuh akan
bertambah lemas dan tidak bertenaga yang berujung pada penurunan
15
kesadaran, bahkan kematian. Kondisi akan semakin parah jika diare disertai
oleh muntah-muntah (Wulan, 2006).
BAB III
STATUS PRESENT
3.1 IDENTITAS
3.1.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.S
Umur : 52 th
Jenis Kelamin :Perempuan
Alamat : Bringin Ngalian Rt3/4
Agama : Islam
Tanggal Berobat : 21 Agustus 12
16
3.1.2 KELUHAN PASIEN
Keluhan Utama : BAB cair 3x sehari
3.1.3 ANAMNESIS
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang ibu datang dengan keluhan BAB ± 3 kali sebanyak ¼ gelas
belimbing, sejak ± 2 hari yang lalu. Konsistensi cair, warna kekuningan, tidak
ada ampas, agak berlendir,tidak ada darah, saat BAB tidak nyemprot dan
tidak berbau asam. Disertai muntah 3 kali pada hari pertama. Minum menjadi
lebih sering dan banyak. Kencing tetap seperti biasa, warna kuning jernih,
cukup banyak, lancar. Nafsu makan menurun. Setiap kali habis makan pasien
muntah. Sehari sebelum sakit pasien piknik ke jepara dan makan lontong
yang dibuat 2 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah menderita diare namun tidak pernah seberat ini.
Biasanya pasien hanya diobati dengan obat warung dan segera sembuh.
Pasien sebelumnya juga sering menderita maag dan tidak pernah berobat,
hanya diberi promag.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Anak pasien yang tinggal serumah juga mengalami keluhan yang sama.
d. Riwayat Sosial Ekonomi
14
14
17
Pasien tinggal serumah dengan anak, menantu dan seorang cucu. Pasien
bekerja sehari hari sebagai penjual sayur di pasar. penghasilan tidak menentu.
Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas.
3.1.4 PEMERIKSAAN FISIK
Seorang ibu usia 52 tahun.
Kesan umum : lemah
Kesadaran: Somnolen
Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88 x/ menit
- Laju nafas : 26 x/ menit
- Suhu : 37,2° C (axilla)
Status Internus :
a. Kepala : mesocephale
b. Mata : cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
d. Telinga : bentuk normal, discharge (-/-)
e. Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), bibir sianosis (-)
f. Tenggorok : faring hiperemis (-)
g. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
h. Dinding thorax :
Paru
Inspeksi : tidak ada retraksi
18
Palpasi : pergerakan hemithorak yang tertinggal (-),
stem fremitus: tidak dinilai
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar : Vesikuler
suara tambahan : -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : normal
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : cekung
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit < 2 detik
j. Ekstremitas : Superior Inferior
a. Akral dingin -/- -/-
b. Akral sianosis -/- -/-
c. Oedem -/- -/-
d. Capillary refill < 2” < 2”
k. Kulit : Turgor kembali < 2 detik
3.1.5 DIAGNOSA
Dasar diagnosa :
19
- Anamnesis : BAB ± 3 kali sebanyak ¼ gelas belimbing, konsistensi
cair, warna kekuningan, ampas sedikit
- Pemeriksaan fisik: mata cekung dan konjungtiva anemis (+/+) bibir kering
(+), peristaltik meningkat
3.1.6 TERAPI
R/ Infus RL grojog
Cotrimoxazol syr 2x1 cth
Antasida
Dimenhydrinate
Tetracyclin 4x2
Nodiar
Paracetamol 3x1
Data Perkesmas
a. Identitas keluarga
Tabel 3.1. Data Identitas Anggota Keluarga
20
No. Anggota Keluarga Hub. dgn KK
Jenis Kelamin
Umur Pendidikan Pekerjaan Agama
1. Tn. S Kepala Keluarga
Laki - laki 30 th SLTA Buruh serabutan
Islam
2. Ny. S Istri Perempuan 30 th SLTA Ibu Rumah Tangga
Islam
3. An. S Anak Laki-laki 3 th Belum sekolah
Islam
b. Data Lingkungan
Data Individu :
Pasien anak ke 2, pasien tinggal serumah dengan anak bungsunya, menantu
dan cucunya.
c. Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pedagang sayur di pasar, menantunya bekerja sebagai
buruh serabutan dan anaknya tidak bekerja. Pendapatan tidak menentu.
Pasien berobat dengan jamkesmas.
Lingkungan Rumah
Rumah pasien luasnya ± 5 m x 10 m = 50 m2 yang dihuni oleh 4 orang
sehingga didapatkan kepadatan rumah 12,5 m2/orang. Rumah pasien disertai
ventilasi dibagian depan, tetapi ventilasi pada daerah dapur dan kamar tidur
tidak ada. Lantai rumah bagian depan keramik dan lantai rumah bagian
belakang semen. Pintu rumah pasien selalu tertutup. Lingkungan sekitar
21
rumah tidak padat. Pada halaman depan rumah terdapat selokan. Terdapat
kandang ayam di dalam rumah. Pasien tidur di kasur di depan TV bukan di
kamar. Pembuangan sampah dibakar dibelakang. Pengambilan air bersih dari
sumur artretis dari pabrik. Pasien tidak memiliki WC/jamban.
Masyarakat
Keluarga pasien hubungan dengan tetangganya baik, dan hubungan dengan
orang lain baik. Tetangga pasien tidak ada yang menderita sakit diare.
d. Data Perilaku
Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayur dari jam 12 malam
sampai jam 4 sore, istirahat kurang, sering lupa makan, sering beli makanan di
pasar. Memasak air dari sumur artretis dan bahan makanan dari pasar. Sebelum
sakit pasien makan lontong yang sudah dimasak 2 hari sebelumnya.
e. Data Akses Pelayanan yang Terdekat
Akses pelayanan terdekat adalah Puskesmas Ngaliyan. Cara tempuh dengan
kendaran pribadi (motor).
Gambar 3.1. Data Genetika
: laki - laki: perempuan: tinggal dalam satu rumah: Pasien
22
f. Data Genetika
Keterangan:
23
3.2 HL BLUM
Genetik:
Tidak ada masalah
Pelayanan Kesehatan:
Tidak ada masalah
Perilaku
Sibuk bekerja
Istirahat kurang
Jarang makan
Makan sembarangan
Makan lontong yang sudah 2 hari dimasak
Lingkungan
Luas rumah ± 5 m x 10 m = 50 m2 yang dihuni oleh 4 orang rumah 12,5 m2/orang.
Kebersihan rumah cukup, kandang yaam dalam rumah, tidak memiliki WC/jamban, dan pertukaran udara cukup
Diare
Gambar 3.2. Analisis HL Blum
24
BAB IV
ANALISA
Berdasarkan perjalanan penyakit pasien, yaitu sejak ± 2 hari yang lalu, pasien
datang dengan keluhan BAB ± 3 kali sebanyak ¼ gelas belimbing, konsistensi cair,
warna kekuningan, ampas tidak ada, tidak ada darah dan tidak ada lendir, saat BAB
tidak nyemprot dan tidak berbau asam. Pada pemeriksaan didapatkan bibir kering, dan
peristaltik usus meningkat. Pasien diberikan pengobatan dimenhydrinat, antasida,
nodiar, paracetamol, dan tetracyclin.
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kasus diare maupun
timbulnya penyakit diare pada kasus ini:
a. Perilaku
Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayur dari jam 12 malam
sampai jam 4 sore, istirahat kurang, sering lupa makan, sering beli makanan di
pasar. Memasak air dari sumur artretis dan bahan makanan dari pasar. Sebelum
sakit pasien makan lontong yang sudah dimasak 2 hari sebelumnya.
2. Kepadatan hunian rumah
25
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat
kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10
m2/ orang.
Berdasarkan data hasil laporan kasus didapatkan luas rumah ± 5 m x 10 m = 50 m 2
yang dihuni oleh 4 orang sehingga didapatkan kepadatan rumah 12,5 m2/orang. Hal
ini menunjukkan kepadatan rumah dalam kasus ini memenuhi syarat yang
seharusnya. Dalam 1 kamar tidur pasien ada yang dihuni oleh lebih dari 2 orang.
Akan tetapi pasien tidur diluar kamar yaitu di depan TV.
b. Sosial ekonomi
Pendapatan keluarga tidak menentu. Pendapatan yang kecil membuat orang
tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat - syarat kesehatan, misalnya
kurang asupan gizi yang cukup pada pasien kasus ini dapat menyebabkan rendahnya
ketahanan tubuh.
Berdasarkan data hasil laporan didapatkan pasien sebagi pedagang sayur dipasar,
menantu bekerja sebagai buruh serabutan dan anaknya tidak bekerja. Pasien berobat
dengan menggunakan jamkesmas.
c. Keadaan lingkungan rumah
Berdasarkan dari hasil pengamatan lingkungan rumah keluarga pasien tidak
mencerminkan lingkungan rumah yang sehat, karena terdapat kandang ayam dalam
rumah, lantai sebagian ada yang masih semen, ventilasi masih kurang. Sedangkan
26
salah satu syarat rumah sehat yaitu penataan kandang ternak yang berjarak minimal
10 meter dari rumah. Rumah pasien juga tidak dilengkapi WC/jamban tetapi ikut
tetangga. Dari kondisi tersebut, maka lingkungan rumah maupun sekitar dapat
berpengaruh terhadap kejadian diare.
d. Ventilasi dan pencahayaan rumah
Menurut indikator pengawasan rumah luas ventilasi yang memenuhi syarat
kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (dengan luas ventilasi 0,5m x 1m
dibandingkan dengan luas lantai rumah 3m x 10m).
Pada kasus ini, di rumah penderita diketahui memiliki jendela pada bagian depan
sedangkan bagian belakang rumah tidak terdapat jendela, udara kotor dari luar dapt
bebas masuk. Di sebelah pintu ada bagian jendela yang seharusnya terbuka tetapi
oleh keluarga pasien selalu ditutup, sehingga tidak ada cahaya matahari yang masuk
kedalam rumah menyebabkan udara dalam rumah lembab, gelap dan berbau pengap,
di dalam rumah tidak ada pintu hanya berupa bagian yang terbuka saja. Lantai
rumah pasien sudah berubin dibagian depan tetapi bagian belakang masih memakai
semen dan cukup bersih.
e. Genetika
Diare bukan penyakit genetik melainkan penyakit infeksi menular, sumber
penularan pasien berasal dari lingkungan yang tidak baik dan perilaku yang kurang
bersih. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya diare pada kasus ini
berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
5.1.1 Perilaku
o Sibuk bekerja
o Istirahat kurang
o Jarang makan
o Makan sembarangan
o Makan lontong yang sudah 2 hari dimasak
5.1.2 Lingkungan
Luas rumah ± 5 m x 10 m = 50 m2 yang dihuni oleh 4 orang rumah
12,5 m2/orang.
Kebersihan rumah cukup, terdapat kandang ayam dalam rumah,
tidak memiliki WC/jamban, dan kurangnya pertukaran udara.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk pasien
27
28
o Makan teratur
o Istirahat cukup
o Tidak makan sembarangan dan makan makanan yang sehat.
o Memotivasi pasien untuk menjaga perilaku hidup bersih (menjaga
kebersihan rumah, tempat makan, tempat tidur, pakaian)
o Selalu mencuci tangan sebelum makan.
5.2.2 Untuk Keluarga
Memberikan minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi.
Awasi tanda-tanda dehidrasi pada anak
Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
Mengingatkan ibunya untuk makan teratur, jangan terlalu sibuk
bekerja, dan istirahat cukup.
Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah.
Membangun kandang ayam diluar rumah dengan jarak >10m.
Menambah ventilasi udara dan dibuka setiap pagi.
Selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan.
Tidak membeli jajan sembarangan.
5.2.3 Untuk Puskesmas
Agar lebih meningkatkan kegiatan kunjungan rumah yang dirasa efektif
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai
29
penyebab, akibat dan cara penanganan pertama diare pada anak dan dampak
buat lingkungan.
Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang resiko dan bahaya
diare.
30
BAB VI
PENUTUP
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan pada penderita
diare di Puskesmas Ngaliyan. Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat penting dan
bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun di masyarakat
sebagai Health Provider, Decision Maker, dan Communicator sebagai wujud peran serta
dalam pembangunan kesehatan.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ngaliyan.
DAFTAR PUSTAKA29
31
Amiruddin, Ridwan. Identifikasi Masalah Kesehatan. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/04/26/bab-v-identifikasi-masalah-kesehatan/. Pada Selasa, 22 Agustus 2012, 14.05.
Deparetemen Kesehatan, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Depkes RI.
Departemen kesehatan RI, 2006, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128 /Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan Kesehatan Tahun 2004, Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan, 2005, Paradigma Sehat Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2007, ARRIF : Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat, Jakarta.
Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.
Notoatmojo, Soekidjo Prof, DR, Ilmu Kesehatan Masyarakat,Jakarta, Rineka Cipta, 2007
Profil Kesehatan Jawa Tengah 2008
Profil Kesehatan Semarang 2010
Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
Soehardi R, Karnaini, Tedjo Saputro W, et al, Ed : Pedoman Praktis Pelaksanaan Puskesmas, Balai Pelatihan Kesehatan Salaman, Magelang.
32
DAFTAR LAMPIRAN
Teras rumah pasien Tempat tidur pasien
Lantai rumah, hanya sebagian yang dikeramik Langit-langit rumah
33
Dapur rumah pasien Kamar mandi pasien
Tempat pembuangan sampah Meja makan pasien
Dapur rumah pasien Tempat cuci piring