diktat komputasi 2012

176
DIKTAT KULIAH KOMPUTASI ELEKTRO

Upload: rizki0402

Post on 27-Jan-2016

277 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

akprind

TRANSCRIPT

Page 1: Diktat Komputasi 2012

DIKTAT KULIAHKOMPUTASI ELEKTRO

Oleh:

MUHAMMAD ANDANG NOVIANTA, ST., MT

Page 2: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO/FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIINSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

2012

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 2

Page 3: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan diktat kuliah Komputasi Elektro.

Diktat ini diharapkan dapat membantu para pembaca khususnya mahasiswa Program Studi

Teknik Elektro Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta untuk lebih mengenal

dan memahami penerapan teknik elektro yang berurusan dengan pemecahan masalah atau

hampir sama dengan notasi solusi atas pemecahan yang diungkapkan dalam urusan

matematik. Diktat ini dapat diselesaikan atas bantuan banyak pihak, untuk itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam diktat ini untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan diktat ini. Akhirnya semoga

diktat ini bermanfaat bagi proses belajar mengajar pada Program Studi Teknik Elektro

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Yogyakarta, Januari 2012

Penulis

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta ii

Page 4: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------ i

KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------- ii

DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------------- iii

DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------- v

DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------------ vi

BAB 1. PENDAHULUAN -------------------------------------------------------- 1

1.1 Matriks --------------------------------------------------------------- 1

1.2 Transformasi Elementer ------------------------------------------- 6

1.3 Determinan ----------------------------------------------------------- 7

1.4 Invers Matriks -------------------------------------------------------- 10

1.5 Metode Invers Matriks ---------------------------------------------- 12

BAB 2. PENYELESAIAN PERSAMAAN LINIER ----------------------- 13

2.1 Metode Eliminasi Gauss ----------------------------------------- 13

2.2 Metode Gauss-Jordan --------------------------------------------- 17

2.3 Matriks Tridiagonal (Metode Sapuan Ganda Choleski) ------- 21

2.4 Matriks Inversi ------------------------------------------------------ 24

2.5 Metode Iterasi -------------------------------------------------------- 26

BAB 3. AKAR-AKAR PERSAMAAN --------------------------------------- 31

3.1 Metode Setengah Interval ---------------------------------------- 32

3.2 Metode Interpolasi Linier ---------------------------------------- 34

3.3 Metode Newton-Raphson ---------------------------------------- 36

3.4 Metode Secant ------------------------------------------------------ 37

3.5 Metode Iterasi ------------------------------------------------------- 38

BAB 4. PERHITUNGAN NUMERIK --------------------------------------- 42

4.1. Kesalahan (error) Pada Penyelesaian Numerik --------------- 42

4.2. Kesalahan Absolut dan Relatif ---------------------------------- 42

4.3. Deret Taylor --------------------------------------------------------- 45

4.4. Diferensial Numerik ------------------------------------------------ 47

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta iii

Page 5: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BAB 5. ANALISIS REGRESI -------------------------------------------------- 54

5.1. Metode Kuadrat Terkecil (least square method) -------------- 54

5.2. Metode Kuadrat Terkecil Untuk Kurve Linier ----------------- 56

5.3. Linierisasi Kurve Tidak Linier ----------------------------------- 59

5.4. Regresi Polinomial ------------------------------------------------ 63

5.5. Regresi Linier Dengan Banyak Variabel ----------------------- 65

BAB 6. INTERPOLASI ---------------------------------------------------------- 67

6.1 Interpolasi Linier ----------------------------------------------------- 68

6.2 Interpolasi Kuadrat --------------------------------------------------- 70

6.3 Bentuk Umum Interpolasi Polinomial ----------------------------- 73

6.4 Interpolasi Polinomial Lagrange ----------------------------------- 75

BAB 7. INTEGRASI NUMERIK ---------------------------------------------- 78

7.1 Metode Trapesium --------------------------------------------------- 79

7.2 Metode Trapesium Dengan Banyak Bias ------------------------- 81

7.3 Metode Simpson ----------------------------------------------------- 84

7.4 Integral Dengan Panjang Pias Tidak Sama ----------------------- 89

7.5 Metode Kuadratur ---------------------------------------------------- 90

BAB 8. PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ---------------------------- 95

8.1 Metode Satu Langkah ----------------------------------------------- 97

8.2 Metode Euler --------------------------------------------------------- 97

8.3 Kesalahan Metode Euler -------------------------------------------- 99

8.4 Deret Taylor Dengan Order Lebih Tinggi ----------------------- 101

8.5 Metode Heun --------------------------------------------------------- 102

8.6 Metode Poligon ------------------------------------------------------- 104

8.7 Metode Runge-Kutta ------------------------------------------------ 105

BAB 9. PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL ------------------------- 112

9.1 Beberapa Bentuk Persamaan Diferensial Parsiil ---------------- 113

9.2 Perkiraan Diferensial Dengan Beda Hingga --------------------- 113

9.3 Penyelesaian Persamaan Parabola -------------------------------- 115

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------- 118

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta iv

Page 6: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Hasil hitungan metode setengah interval (contoh soal no 1) ------- 33

Tabel 3.2. Hasil hitungan metode setengah interval (contoh soal no 2) ------- 34

Tabel 3.3. Hasil hitungan metode interpolasi linier ------------------------------ 36

Tabel 3.4. Hasil hitungan metode Newton-Raphson ----------------------------- 37

Tabel 3.5. Hasil hitungan metode Secant ------------------------------------------ 38

Tabel 3.6. Hasil hitungan dengan metode Iterasi --------------------------------- 39

Tabel 3.7. Hasil hitungan metode Iterasi ------------------------------------------ 40

Tabel 4.1. Hasil hitungan kesalahan ----------------------------------------------- 45

Tabel 5.1. Hitungan regresi linier -------------------------------------------------- 58

Tabel 5.2. Hitungan regresi linier dengan transformasi log --------------------- 61

Tabel 5.3. Hitungan regresi linier dengan trasnformasi ln ---------------------- 62

Tabel 5.4. Hitungan regresi polinomial order dua -------------------------------- 64

Tabel 5.5. Hitungan regresi linier dengan banyak variabel --------------------- 66

Tabel 6.1. Langkah skematis pembagian beda hingga --------------------------- 74

Tabel 7.1. Nilai c dan x pada rumus Gauss kuadratur --------------------------- 92

Tabel 8.1. Hasil hitungan dengan metode Euler ---------------------------------- 100

Tabel 8.2. Hasil hitungan dengan metode Heun ---------------------------------- 104

Tabel 8.3. Hasil hitungan dengan metode Poligon ------------------------------- 105

Tabel 8.4. Perbandingan penyelesaian persamaan dengan berbagai metod ---- 111

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta v

Page 7: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Menentukan akar persamaan secara grafis -------------------------- 31

Gambar 3.2. Prosedur hitungan metode setengah interval ----------------------- 32

Gambar 3.3. Metode interpolasi linier ------------------------------------------------ 35

Gambar 3.4. Prosedur metode Newton-Raphson secara grafis ------------------- 36

Gambar 3.5. Metode Secant ---------------------------------------------------------- 37

Gambar 3.6. Penjelasan konvergensi dan divergensi pada metode Iterasi ----- 41

Gambar 4.1. Penjelasan konvergensi dan divergensi pada metode Iterasi ----- 45

Gambar 4.2. Perkiraan garis singgung suatu fungsi ------------------------------- 47

Gambar 4.3. Jaringan titik hitungan dalam sistem dua dimensi (x-y) ----------- 49

Gambar 4.4. Jaringan titik hitungan sistem ruang-waktu (x-t) ------------------- 50

Gambar 4.5. Perkiraan fungsi dengan deret Taylor ------------------------------- 50

Gambar 4.6. Perkiraan kemiringan fungsi ------------------------------------------ 53

Gambar 5.1. Plot data pengukuran --------------------------------------------------- 54

Gambar 5.2. Kurve mewakili titik-titik data --------------------------------------- 55

Gambar 5.3. Sebaran titik-titik data pada sistem koordinat ----------------------- 58

Gambar 5.4. Titik data didekati dengan garis lurus dan lengkung -------------- 59

Gambar 5.5. Transformasi fungsi logaritma ---------------------------------------- 60

Gambar 5.6. Transformasi fungsi eksponensial ------------------------------------ 60

Gambar 5.7. Sebaran data dan kurve lengkung -------------------------------------- 61

Gambar 6.1. Perbedaan antara regresi (a) dan interpolasi (b, c) -------------------- 67

Gambar 6.2. Interpolasi polinomial --------------------------------------------------- 68

Gambar 6.3. Interpolasi linier --------------------------------------------------------- 68

Gambar 6.4. Interpolasi linier mencari ln 2 ---------------------------------------- 70

Gambar 6.5. Interpolasi polinomial order 2 ----------------------------------------- 72

Gambar 7.1. Integral suatu fungsi --------------------------------------------------- 78

Gambar 7.2. Metode integral numerik ---------------------------------------------- 79

Gambar 7.3. Metode trapesium ------------------------------------------------------ 80

Gambar 7.4. Metode trapesium dengan banyak pias ------------------------------- 81

Gambar 7.5. Aturan Simpson -------------------------------------------------------- 84

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta vi

Page 8: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 7.6. Penurunan metode Simpson ------------------------------------------- 85

Gambar 7.7. Metode Simpson dengan banyak pias ------------------------------- 86

Gambar 7.8. Integral dengan panjang pias tidak sama ---------------------------- 89

Gambar 7.9. Bentuk grafik metode trapesium dan Gauss kuadratur ------------ 90

Gambar 7.10. Integrasi Gauss kuadratur --------------------------------------------- 91

Gambar 8.1. Penyelesaian persamaan -------------------------------------- 96

Gambar 8.2. Penyelesaian numerik persamaan diferensial ----------------------- 97

Gambar 8.3. Metode Euler ------------------------------------------------------------ 98

Gambar 8.4. Metode Euler ------------------------------------------------------------ 102

Gambar 8.5. Metode Euler yang dimodifikasi (Poligon) ------------------------- 104

Gambar 9.1. Penyelesaian persamaan diferensial parsiil ------------------------- 112

Gambar 9.2. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-y ---------------------------- 114

Gambar 9.3. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-t ----------------------------- 115

Gambar 9.4. Skema eksplisit --------------------------------------------------------- 116

Gambar 9.5. Langkah-langkah hitungan dengan skema eksplisit ----------------- 116

Gambar 9.6. Stabilitas numerik -------------------------------------------------------- 117

Gambar 9.7. Skema implisit ----------------------------------------------------------- 117

Gambar 9.8. Skema implisit ----------------------------------------------------------- 117

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta vii

Page 9: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BAB 1PENDAHULUAN

Teknik Komputasi: disebut juga dengan teknik numerik, jadi teknik yang meliputi bidang yang berurusan dengan pemecahan masalah atau hampir sama dengan notasi solusi atas pemecahan yang diungkapkan dalam urusan matematik.

1.1 Matriks

Adalah suatu larikan bilangan-bilangan yang berbentuk empat persegi panjang.Bentuk umumnya:

A =

A adalah notasi matriks sedang amn adalah elemen matriks. Deretan horisontal elemen-elemen disebut baris dan deretan vertikal disebut kolom. Indeks m menunjukkan nomor baris elemen berada, indeks n menunjukkan nomor kolom elemen berada, misal a23 artinya elemen a berada pada baris 2 dan kolom 3.Matriks diatas memiliki m baris dan n kolom, dan disebut juga dimensi m kali n (mn). Matriks dengan dimensi baris m = 1, seperti:

B = [ b1 b2 bn],

disebut dengan vektor baris atau matriks baris. Sedang dengan dimensi kolom n = 1, seperti:

C =

Matriks yang semua unsurnya bernilai 0, seperti:

A = disebut dengan matriks nol.

1. Macam-Macam Matriks

a) Matriks bujur sangkar (MBS) adalah sebuah matriks dimana m = n, misal matriks 33, adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 1

Page 10: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

A =

Diagonal yang terdiri dari a11, a22, dan a33 adalah diagonal utama matriks.MBS banyak digunakan pada penyelesaian sistem persamaan linier, dalam sistem ini jumlah persamaan (baris) dan jumlah bilangan tak diketahui (kolom) harus sama untuk mendapatkan penyelesaian tunggal.

b) Matriks diagonal adalah matrik bujur sangkar dimana semua elemen kecuali diagonal utama adalah 0, dan berbentuk:

A =

c) Matriks saklar, adalah matriks diagonal yang unsur-unsurnya sama besar tetapi bukan nol atau satu.

d) Matriks identitas, adalah matriks diagonal yang semua elemen pada diagonal utama bernilai 1 atau dapat juga disebut matriks satuan, seperti bentuk berikut ini:

I =

e) Matriks segitiga atas (MSA), adalah matriks yang semua elemen dibawah diagonal bernilai 0, bentuknya sebagai berikut:

A =

f) Matriks segitiga bawah (MSB), adalah matriks yang semua elemen diatas diagonal bernilai 0, bentuknya sebagai berikut:

A =

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 2

Page 11: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

g) Matriks simetris, bila aij = aji, misalnya matriks simetris 33:

A =

h) Matriks simetris diagonal nol, bila aij = -aji, misalnya matriks simetris 33 yang semua unsur diagonalnya aji = 0.

A =

i) Matriks pita, adalah matriks yang mempunyai elemen sama dengan 0, kecuali pada satu jalur yang berpusat pada diagonal utama, bentuknya sebagai berikut:

A = , disebut juga dengan matriks tridiagonal.

j) Matriks transpose, adalah matriks yang terbentuk dengan mengganti baris menjadi kolom dan kolom menjadi baris (notasinya AT).

Untuk matriks: A = ,

maka transposenya (AT) adalah AT =

k) Matriks ortogonal adalah matrik bujur sangkar yang memenuhi aturan:

[A]T . [A] = [A] [A]T = [I]

l) Peningkatan matriks Matriks dapat ditingkatkan dengan menambahkan kolom (kolom-kolom) pada matriks asli, misalnya suatu matriks koefisien berdimensi 33,

A =

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 3

Page 12: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

bila matriks ini akan ditingkatkan dengan menambahkan matriks identitas sehingga menjadi matriks 36, yang mempunyai bentuk sebagai berikut:

bentuk ini lebih menguntungkan bila dilakukan operasi pada dua matriks, dengan demikian operasi tidak dilakukan untuk dua matriks, tetapi hanya pada satu matriks yang ditingkatkan.

2. Aljabar Matriks

MBS dapat dikenakan suatu operator matematika seperti penjumlahan, pengalian, dan pengurangan.

a) Kesamaan dua matriks Dua matriks A dan B dikatakan sama bila elemen-elemen matriks A sama dengan elemen-elemen matriks B dan ukuran keduanya adalah sama, aij = bji

untuk semua nilai i dan j.

b) Penjumlahan dan pengurangan matriks Bila A = [aij] dan B = [bij] merupakan dua matriks dengan dimensi mn, maka untuk operasi penjumlahan atau pengurangan (A B) dari kedua matriks tersebut, adalah sama dengan matriks C = [cij] dengan dimensi mn, dimana setiap elemen matriks C adalah jumlah (selisih) dari elemen-elemen yang berkaitan dari A dan B.

C = A B = [aij bij] = [cij]

Contoh soal:

Jika A = dan B =

Maka:

A + B = =

A B = =

A + A + A = + + =

c) Perkalian matriks Perkalian matriks A dengan skalar g didapat dengan mengalikan semua elemen dari A dengan skalar g, jika gA = C, maka cij = gaij.

Contoh soal:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 4

Page 13: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Jika A = dan g = 5, maka C = gA = 5 =

Perkalian dua matriks A dan B dapat dilakukan bila cacah kolom A sama dengan cacah baris B, dan kedua matriks disebut dengan conformable.Perkalian suatu matriks 1m, yaitu A = [ a11 a12 a1m] dengan matriks m1 yaitu:

B = adalah sebuah matriks C berukuran 11, yang berbentuk:

C = [a11b11 + a12b21 + + a1mbm1] atau

[a11 a12 a1m] = [a11b11 + a12b21 + + a1mbm1]

Operasi perkalian adalah baris dengan kolom, tiap elemen dari baris dikalikan dengan elemen dari kolom dan kemudian dijumlahkan.

Contoh soal:

[2 3 4] = [2(1) + 3(2) + 4(3)] = [2 + (6) + 12] = [8]

Perkalian antara matriks mp, yaitu A = [aij] dan matriks pn, yaitu B = [bij] adalah matriks mn, yaitu C = [cij] dengan nilai cij = ai1b1j + ai2b2j + … + aipbpj =

aikbkj.

Dimana untuk i = 1, 2, …, m dan j = 1, 2, …, n

Contoh soal:

A = , B = dan X =

AB = =

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 5

Page 14: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BA = =

AX = =

1.2 Transformasi ElementerTransformasi elementer pada sebuah matrik tidak mengubah baik orde maupun bentuk matriks.Transformasi elementer ialah:a) Pertukaran tempat baris ke-i dengan baris ke-j diberi simbol Hij, pertukaran tempat

kolom ke-i dengan kolom ke-j diberi simbol Kij.

Contoh: [A] = H32 → [A] = K31 → [A] =

b) Perkalian setiap unsur baris ke-i dengan bilangan skalar k (k ≠ 0) diberi simbol Hi(k) perkalian setiap unsur kolom ke-i dengan bilangan skalar k (k ≠ 0) diberi simbol Ki(k)

Contoh soal: [A] =

H2 (2) → [A] = setiap baris ke-2 dikalikan dengan 2

K3 (-2) → [A] = setiap kolom ke-3 dikalikan dengan -2

c) Penambahan pada setiap unsur baris ke-i dengan k kali (k skalar) unsur yang sesuai dari baris ke-j diberi simbol Hij(k). Penambahan unsur yang sesuai dari kolom j pada setiap unsur kolom ke-i dengan k kali (k skalar) diberi simbol Kij(k).

Contoh soal: [A] =

H32 (-1) → [A] = baris ke-2 dikalikan (-1) lalu dijumlahkan baris ke-3.

K31 (1) → [A] = kolom ke-1 dikalikan (1) lalu dijumlahkan kolom ke-3.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 6

Page 15: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

TUGAS:

Selesaikan dengan menggunakan metode transformasi elementer berdasarkan baris (H)

menjadi Matriks Segitiga Bawah (MSB): [A] = →

1.3 DeterminanAdalah sekumpulan bilangan-bilangan yang disusun secara teratur dalam sebuah bujur sangkar, yang letaknya horisontal dan vertikal serta mempunyai satu harga tertentu.

1. Sifat-sifat determinan

a) Apabila semua unsur dalam suatu baris atau suatu kolom sama dengan nol, maka harga determinan = 0

D = = 0 D = = 0

b) Harga determinan tidak berubah, bila semua baris diubah menjadi kolom atau semua kolom diubah menjadi baris.

D = = 1 D = = 1

c) Pertukaran tempat diantara baris dengan baris atau kolom dengan kolom pada suatu determinan akan mengubah tanda determinan.

D = = 1 → ditukar baris D = = –1

→ ditukar kolom D = = –1

d) Bila suatu determinan terdapat dua baris atau kolom yang sama (identik), maka harga determinan itu = 0

D = = 0 D = = 0

Ada 2 baris yang sama Ada 2 kolom yang sama

e) Bila semua unsur sembarang baris atau kolom dikalikan dengan sebuah faktor tidak bernilai 0, maka harga determinan dikalikan dengan bilangan itu.

D = = 1 ↔ baris 1 dikalikan 2 → D = = 6 – 4 = 2

↔ kolom 1 dikalikan 2 → D = = 6 – 4 = 2

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 7

Page 16: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

f) Tanpa mengubah harga determinan, semua unsur sembarang baris atau kolom dapat dikalikan dengan sebuah faktor (≠ 0) dan menambahkannya pada atau mengurangi dari sembarang baris (kolom) yang lain.

D = = –2 ↔ ekspansi baris H21 (-2) D = =

D = = –2

↔ ekspansi kolom K21 (-1) D = = –2

2. Perhitungan nilai determinan

a) Metode SarrusMetode ini hanya berlaku untuk menghitung harga determinan tingkat atau orde tiga saja.

D =

D = (a11 . a22 . a33) + (a12 . a23 . a31) + (a13 . a21 . a32) – (a13 . a22 . a31) – (a11 . a23 . a32) – (a12 . a21 . a33)

Contoh soal:

[A] = → →

= (1.(– 3).1) + (2.1.(– 2)) + ((– 4).1.4) – ((– 4).(– 3).(–2)) – (1.1.4) – (2.1.1) = (– 3) + (– 4) + (– 16) + 24 – 4 – 2 = – 5.

b) Metode ChioHarus dibuat MSA

A =

= Harga determinannya menjadi = 1 .1.(– 7) = – 7 (Kalikan diagonal utamanya)

Contoh soal:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

H21 (1)~

H31 (-2)

H21 (2)~

H31 (3)~

H41 (–1) 8

Page 17: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

A =

Karena tidak boleh ada bilangan 0 pada a22 maka diadakan pertukaran baris dengan baris (baris ke 2 dan ke 3 ditukar)Setelah diadakan pertukaran baris, maka dikalikan (–1).

(–1) → → (–1)

(–1) → → (–1)

[A] = (–1) . 1 . (–1) . 2 . = 15.

c) Metode minor (ekspansi)Jika di dalam suatu determinan tingkat atau orde n, elemen-elemen pada baris ke-i dan kolom ke-j diambil (dihapus) terdapat suatu determinan tingkat (m–1), simbol yang ditulis Mij.

Contoh soal:

1). A = → → Minor (M23) =

→ → Minor (M41) =

2). D =

Harga determinannya adalah:

D = [(a11 . a22 . a33) + (a12 . a23 . a31) + (a13 . a21 . a32)] – [(a13 . a22 . a31) + (a11 . a23 . a32) + (a12 . a21 . a33)]

= [a11(a22 . a33 – a23 . a32)] – [a12 (a21 . a33 – a23 . a31)] + [a13 (a21 . a32 – a22 . a31)]

= a11 – a12 + a13

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

H42 (–1)~

H43

~

9

Page 18: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

= (a11 . M11) – (a12 . M12) + (a13 . M13)

1.4 Invers MatriksPada aljabar biasa bila terdapat hubungan antara dua besaran a dan x ialah kebalikan.

Contoh soal:

1) Menggunakan determinan, hitung [A]-1 bila [A] =

Penyelesaian:

Nilai determinan A = |A| = –17.

Dengan algoritma [A]-1 = adj [A]

A11 (baris 1 dan kolom 1 ditutup) = (+1) = –3

A12 = (–1) = 10, A13 = (+1) = 2, A21 = (–1) = 2

A22 = (+1) = –18, A23 = (–1) = –7, A31 = (+1) = – 8

A32 = (–1) = 21, A33 = (+1) = 11

[A] = → → [A] =

→ → [A]T =

[A]-1 = adj [A] → → [A]-1 = → → =

2) Menggunakan transformasi elementer, hitung [A]-1 bila [A] =

~

Penyelesaian:

~

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

H1

~ H21 (-1)

10

Page 19: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

= =

Tugas:

Hitung [A]-1 bila [A] = , dengan:

a) Menggunakan determinan, dengan algoritma [A]-1 = adj [A]

b) Menggunakan transformasi elementer, dengan algoritma ~

1.5 Metode Invers Matriks

Persamaan umum:

a11 x1 + a12 x2 + + a1n xn = b1

a21 x1+ a22 x2 + + a2n xn = b2

:

:

an1 x1 + an2 x2 + + ann xn = bn

dapat ditulis dalam bentuk matriks, menjadi sebagai berikut:

atau AX = B

dengan: A adalah matriks koefisien nn. X adalah kolom vektor n1 dari bilangan tak diketahui. B adalah kolom vektor n1 dari konstanta.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

H2

~

H12

~

11

Page 20: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Nilai pada vektor kolom X dapat dicari dengan cara mengalikan kedua ruas persamaan dengan matriks inversi, yaitu A1AX = A1B, karena A1A = I, maka nilai-nilai dari elemen X = A1B,

Contoh soal:

Diketahui suatu persamaan, yaitu: 2x + y = 4 2x + 3y = 8

Maka persamaan diatas dapat ditulis = + = → A + X = B → X =

A X B

Untuk nilai A = → [A]-1 = adj [A] = =

Sehingga nilai dapat dicari yaitu: = ,

Jadi nilai x = 1 dan y = 2.

BAB 2PENYELESAIAN PERSAMAAN LINIER

Bentuk umum dari persamaan linier sebagai berikut:

a11 x1 + a12 x2 + + a1n xn = b1

a21 x1+ a22 x2 + + a2n xn = b2

:

:

an1 x1+ an2 x2 + + ann xn = bn

dengan a adalah koefisien konstan, b adalah konstan, dan x1, x2, , xn adalah bilangan tak diketahui, serta n adalah jumlah persamaan.Suatu sistem persamaan linier dapat ditulis dalam bentuk matriks, misalnya:

a11 x1 + a12 x2 + + a1n xn = b1

a21 x1+ a22 x2 + + a2n xn = b2

:

:

an1 x1 + an2 x2 + + ann xn = bn

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 12

Page 21: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dapat ditulis dalam bentuk matriks, menjadi sebagai berikut:

atau AX = B

dengan: A adalah matriks koefisien nn. X adalah kolom vektor n1 dari bilangan tak diketahui. B adalah kolom vektor n1 dari konstanta.

Nilai pada vektor kolom X dapat dicari dengan cara mengalikan kedua ruas persamaan dengan matriks inversi, yaitu A1AX = A1B, karena A1A = I, maka nilai-nilai elemen X = A1B.Penyelesaian sistem persamaan linier juga sering digunakan matriks yang ditingkatkan, misalnya matriks (33) akan ditingkatkan dengan matriks C (31), sehingga berbentuk

matriks 34 menjadi:

2.1 Metode Eliminasi GaussAdalah metode yang paling awal dikembangkan dan banyak digunakan dalam penyelesaian sistem persamaan linier, prosedur penyelesaian dari metode ini adalah mengurangi sistem persamaan ke dalam bentuk segitiga atas, sehingga salah satu dari persamaan-persamaan tersebut hanya mengandung satu bilangan tak diketahui, dan setiap persamaan berikutnya hanya terdiri dari satu tambahan bilangan tak diketahui baru. Bentuk segitiga diselesaikan dengan penambahan dan pengurangan dari beberapa persamaan, setelah persamaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor (konstan).Prosedur hitungan metode eliminasi Gauss, yaitu:

Lebih jelasnya kita pandang suatu sistem dari 3 persamaan dengan 3 bilangan tak diketahui berikut ini:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 = b1 (2.1a)

a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 = b2 (2.1b)

a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 = b3 (2.1c)

Persamaan pertama dari sistem dibagi koefisien pertama dari persamaan pertama (a11), sehingga menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 13

Page 22: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

x1 + x2 + x3 = (2.2)

Persamaan (2.2) dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan kedua:

a21 x1 + a21 x2 + a21 x3 = a21 (2.3)

Persamaan (2.1b) dikurangi persamaan (2.3), sehingga didapat:

(a22 a21 ) x2 + (a23 a21 ) x3 = (b2 a21 ) atau x2 + x3 =

Selanjutnya persamaan yang telah dinormalkan persamaan (2.2) dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan ketiga, dan hasilnya dikurangkan dari persamaan ketiga dari sistem persamaan asli (persamaan 2.1c), hasilnya adalah:

x2 + x3 =

Dengan melakukan prosedur diatas, maka didapat sistem persamaan sebagai berikut:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 = b1 (2.4a)

x2 + x3 = (2.4b)

x2 + x3 = (2.4c)

Persamaan 2.4, ekivalen dengan persamaan aslinya, tetapi variabel x1 hanya muncul pada persamaan pertama, sedang dua persamaan terakhir hanya mengandung dua bilangan tak diketahui, bila kedua persamaan terakhir dapat diselesaikan untuk nilai x2

dan x3, maka hasilnya dapat disubstitusikan ke dalam persamaan pertama untuk mendapatkan nilai x1. Permasalahan menjadi lebih sederhana, dari menyelesaikan 3 persamaan dengan 3 bilangan tak diketahui menjadi penyelesaian 2 persamaan dengan 2 bilangan tak diketahui.Prosedur berikutnya adalah mengeliminasi x2 dari salah satu dua persamaan terakhir, untuk itu persamaan (2.4b) dibagi dengan koefisien pertama dari persamaan (2.4b), yaitu sehingga menjadi:

x2 + x3 = (2.5)

Persamaan 2.5, dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan (2.4c):

x2 + x3 = (2.6)

Persamaan (2.4c) dikurangi persamaan (2.6), sehingga menjadi:

( ) x3 = ( ) atau x3 =

Dengan demikian sistem persamaan menjadi:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 = b1 (2.7a)

x2 + x3 = (2.7b)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 14

Page 23: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

x3 = (2.7c)

Sistem persamaan diatas mempunyai koefisien matriks yang berbentuk segitiga atas (aij

= 0 untuk i > j), dari persamaan tersebut akan dapat dihitung nilai x1, x2 dan x3, yaitu:

(2.8a)

(2.8b)

(2.8c)

dengan demikian sistem persamaan telah dapat diselesaikan.

Contoh soal:

1) Selesaikan sistem persamaan berikut ini:

3x + y – z = 5 (c1.a)

4x + 7y – 3z = 20 (c1.b)

2x – 2y + 5z = 10 (c1.c)

Penyelesaian:

a) Menormalkan persamaan (c1.a) dengan membagi persamaan tersebut dengan koefisien pertama persamaan (c1.a) yaitu 3, sehingga:

x + 0,3333 y – 0,3333 z = 1,6666 (c2)

b) Persamaan (c2) dikalikan dengan elemen pertama dari persamaan (c1.b):

4x + 1,3333 y – 1,3333 z = 6,6666 (c3)

c) Persamaan (c1.b) dikurangi persamaan (c3), menjadi:

5,6667 y – 1,6666 z = 13,3334 (c4)

d) Persamaan (c2) dikalikan dengan elemen pertama dari persamaan (c1.c), yaitu 2, sehingga menjadi:

2x + 0,6666 y – 0,6666 z = 3,3333 (c5)

e) Persamaan (c1.c) dikurangi persamaan (c5), menjadi:

–2,6666 y + 5,6666 z = 6,6667 (c6)

f) Sistem persamaan menjadi:

3x + y – z = 5 (c7.a) 5,6667 y – 1,6666 z = 13,3334 (c7.b) – 2,6666 y + 5,6666 z = 6,6667 (c7.c)

g) Berikutnya mengeleminasi variabel x2 dari persamaan (c7.c), untuk itu persamaan (c7.b) dinormalkan dengan membaginya dengan elemen pertama dari persamaan tersebut yaitu 5,6667 sehingga menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 15

Page 24: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

y – 0,2941 z = 2,3529 (c8)

h) Persamaan (c8) dikalikan dengan elemen pertama dari persamaan (c7.c), yaitu dengan – 2,6666 sehingga menjadi:

–2,6666 y + 0,7842 z = –6,2742 (c9)

i) Persamaan (c7.c) dikurangi persamaan (c9), menjadi:

4,8824 z = 12,9409

j) Setelah dilakukan 3 kali manipulasi sistem persamaan, menjadi:

3x + y – z = 5 (c10.a) 5,6667 y – 1,6666 z = 13,3334 (c10.b) 4,8824 z = 12,9409 (c10.c)

k) Dari persamaan (c10.c), dapat dihitung nilai z, yaitu: z = = 2,6505.

l) Dari persamaan (c10.b) dan nilai z yang didapat, maka nilai y dapat dihitung yaitu:

y = = 3,1325.

m) Dengan persamaan (c10.a) serta nilai y dan z yang didapat, maka nilai x dapat

dihitung, yaitu: x = = = 1,506.

Jadi hasil penyelesaian sistem persamaan adalah:

x = 1,506 ; y = 3,1325 dan z = 2,6505.

Untuk mengetahui benar tidaknya hasil yang didapat, nilai x, y dan z yang didapat disubstitusikan ke sistem persamaan asli:

3(1,506) + 3,1325 – 2,6505 = 5 (= 5)

4(1,506) + 7(3,1325) – 3(2,6505) = 20 (= 20)

2(1,506) – 2(3,1325) + 5(2,6505) = 9,9995 ( 10)

2) Berapakah nilai x, y, z dari persamaan ini: x + y + 2z = 9 2x + 4y 3z = 13x + 6y 5z = 0

Penyelesaian:

a) Mengubah persamaan ke dalam matriks yang diperbesar:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 16

Page 25: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

b) Matriks tersebut dijadikan ke bentuk eselon baris:

c) Sistem yang bersesuaian dengan matriks adalah: x + y + 2z = 9

y z =

z = 3

d) Nilai z telah diketahui, maka elemen y dapat pula diketahui, yaitu:

y (3) = y = + (3) y = + y = y = 2

e) Dengan diketahui nilai z = 3 dan y = 2, maka nilai x dapat pula diketahui, yaitu:

x + y + 2z = 9 x = 9 y 2z x = 9 2 2(3) x = 9 2 6 x = 1

Jadi nilai x, y, z dari persamaan diatas adalah x = 1, y = 2, dan z = 3.

2.2 Metode Gauss-JordanMetode ini hampir sama dengan metode eliminasi Gauss, metode ini selain untuk menyelesaikan sistem persamaan linier, juga dapat digunakan untuk menghitung matriks inversi. Pada metode ini bilangan tak diketahui dieliminasi dari semua persamaan, yang dalam metode Gauss bilangan tersebut dieliminasi dari persamaan berikutnya, dengan demikian langkah-langkah eliminasi menghasilkan matriks identitas.

Prosedur hitungan metode Gauss-Jordan, yaitu:

Lebih jelasnya kita pandang suatu sistem dari 4 persamaan dengan 4 bilangan tak diketahui berikut ini:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 + a14 x4 = b1 (2.9a)a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 + a24 x4 = b2 (2.9b)a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 + a34 x4 = b3 (2.9c)a41 x1 + a42 x2 + a43 x3 + a44 x4 = b4 (2.9d)

Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks, yaitu:

(2.10)

Pada metode Gauss-Jordan, dipilih secara berurutan elemen pertama tidak 0 dari setiap baris matriks.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 17

Page 26: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

1) Pertama kali baris pertama dari persamaan (2.10) dibagi dengan elemen pertama dari persamaan pertama, yaitu a11, sehingga didapat:

Elemen pertama dari semua baris lainnya dihilangkan dengan cara berikut ini:a) Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan kedua (a21) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan kedua.b) Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan ketiga (a31) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan ketiga.c) Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan keempat (a41) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan keempat.Operasi ini menghasilkan sistem persamaan sebagai berikut:

(2.11)

2) Kemudian dipilih elemen pertama tidak 0 dari baris kedua yaitu , dan prosedur diatas diulangi lagi untuk baris kedua.Baris kedua dari persamaan diatas dibagi dengan elemen , sehingga didapat:

Elemen kedua dari semua baris lainnya dihilangkan dengan cara berikut ini:a) Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan pertama ( ) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan pertama.b) Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan ketiga ( ) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan ketiga.c) Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan keempat ( ) dan

kemudian dikurangkan terhadap persamaan keempat.Operasi ini menghasilkan sistem persamaan sebagai berikut:

(2.12)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 18

Page 27: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

3) Langkah selanjutnya dipilih elemen pertama tidak 0 dari baris ketiga yaitu , dan prosedur diatas diulangi lagi untuk baris ketiga. Dengan prosedur seperti sebelumnya, akhirnya didapat sistem persamaan sebagai berikut:

(2.13)

Dari sistem persamaan (2.13) dapat dihitung nilai x1, x2, x3 dan x4:

x1 = ; x2 = ; x3 = dan x4 =

Contoh soal:

Selesaikan sistem persamaan berikut dengan metode Gauss-Jordan:

3x + y – z = 5 (c1.a)4x + 7y – 3z = 20 (c1.b)2x – 2y + 5z = 10 (c1.c)

Penyelesaian:Sistem persamaan diatas ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

(c2)

Baris pertama dari persamaan (c2) dibagi dengan elemen pertama dari persamaan (c1.a) yaitu 3, sehingga persamaan menjadi:

(c3)

Persamaan (c1.a) dikalikan elemen pertama dari persamaan (c1.b) yaitu 4, dan kemudian dikurangkan terhadap persamaan (c1.b), dengan cara yang sama untuk persamaan (c1.c), sehingga didapat:

(c4)

Baris kedua dari persamaan (c4) dibagi dengan elemen pertama tidak 0 dari baris kedua, yaitu 5,6668 sehingga sistem persamaan menjadi:

(c5)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 19

Page 28: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Baris kedua persamaan (c5) dikalikan dengan elemen kedua dari baris pertama, yaitu 0,3333 dan kemudian dikurangkan terhadap persamaan baris pertama. Kemudian dengan cara yang sama untuk persamaan baris ketiga, sehingga didapat:

(c6)

Baris ketiga persamaan (c6) dibagi dengan elemen pertama tidak 0 dari baris ketiga, yaitu 4,8824 sehingga menjadi:

(c7)

Persamaan baris ketiga dikalikan elemen ketiga dari persamaan (c7) baris pertama kemudian dikurangkan persamaan (c7) baris pertama. Kemudian dengan cara yang sama untuk persamaan (c7) baris kedua, sehingga didapat:

Dari sistem persamaan diatas, didapat nilai x, y dan z berikut ini:

x = 1,5061; y = 3,1324 dan z = 2,6505.

2.3 Matriks Tridiagonal (Metode Sapuan Ganda Choleski)Disebut juga metode penyelesaian langsung, karena pemakaiannya mudah dan matriks tridiagonal banyak dijumpai dalam berbagai permasalahan terutama dalam penyelesaian persamaan diferensial order dua.

Dipandang sistem persamaan sebagai berikut:

(2.14)

Baris pertama pada persamaan (2.14) dari sistem memungkinkan untuk menulis bilangan tak diketahui x1 sebagai fungsi bilangan tak diketahui x2 dalam bentuk:

x1 = x2 + atau x1 = P1 x2 + Q1 (2.15)

dengan P1 = dan Q1 = , bila nilai x1 disubstitusikan ke dalam baris kedua

persamaan (2.14), maka didapat:

a2 ( x2 + ) + b2 x2 + c2 x3 = d2 atau ( + b2 ) x2 = c2 x3 + (d2 a2 )

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 20

Page 29: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dapat pula ditulis sebagai: x2 = P2 x3 + Q2

dengan P2 = dan Q2 = , persamaan ini menunjukkan bahwa

x2 merupakan fungsi dari x3, langkah seperti tadi dapat diulangi lagi untuk semua baris pada persamaan berikutnya. Dengan demikian setiap bilangan tak diketahui dapat dinyatakan sebagai bilangan tak diketahui berikutnya.Misalnya telah diperoleh persamaan sebagai berikut:

xi – 1 = Pi – 1 xi + Qi – 1

Apabila nilai xi – 1 disubstitusikan ke dalam baris ke i dari sistem persamaan (2.14), maka:

ai (Pi – 1 xi + Qi – 1) + bi xi + ci xi + 1 = di

(ai Pi – 1 + bi ) xi + ci xi + 1 = di (ai Qi – 1)

xi = +

Persamaan tersebut diatas dapat ditulis dalam bentuk:

xi = Pi xi + 1 + Qi (2.16a)

dengan: Pi = dan (2.16b)

Qi = (2.16c)

Untuk i = 1, maka persamaan (2.16a), menjadi:

x1 = P1x2 + Q1 (2.17a)

dengan: P1 = dan (2.17b)

Q1 = (2.17c)

Perbandingan persamaan (2.17) dan (2.15), menunjukkan bahwa:

P0 = 0 dan Q0 = 0 (2.18)

Persamaan (2.17) dan (2.18), memungkinkan untuk menghitung koefisien Pi serta Qi

dari nilai i = 1 sampai i = n, langkah ini merupakan sapuan pertama. Setelah sampai titik ke n hitungan dilakukan dalam arah kebalikannya, yaitu dari n ke 1, untuk menghitung bilangan tak diketahui xi. Untuk itu persamaan terakhir dari sistem persamaan (2.14) ditulis dalam bentuk:

an xn – 1 + bn xn = dn (2.19)

Pada sistem persamaan (2.16), apabila i = n 1, maka:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 21

Page 30: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

xn – 1 = Pn – 1 xn + Qn – 1 (2.20)

Substitusi dari persamaan (2.20) ke dalam persamaan (2.19), akan memberikan:

an(Pn – 1 xn + Qn – 1) + bnxn = dn

(anPn – 1 + bn ) xn = dn an Qn – 1

xn =

Sesuai dengan persamaan (2.16a), maka: xn = Qn.

Nilai xn dapat diperoleh, berdasarkan nilai xn yang didapat maka nilai xn – 1 dapat dihitung pula dengan persamaan sebagai berikut: xn – 1 = Pn – 1 xn + Qn – 1.

Dari nilai xn – 1 kemudian dihitung nilai xn – 2, xn – 3, dan seterusnya hingga ke nilai x1.

Contoh soal:

Selesaikan sistem persamaan berikut ini dengan menggunakan metode sapuan ganda.

(c1)

Penyelesaian:Sistem persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks tridiagonal, yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

xi = Pi xi + 1 + Qi (c2)

dengan: Pi = dan (c3)

Qi = (c4)

Skema penyelesaian sistem persamaan dengan metode sapuan ganda sebagai berikut:

Langkah pertama dihitung nilai Pi dan Qi (i = 1, 2, 3, 4) dari kiri ke kanan. Setelah sampai ke titik i = n = 4, dihitung nilai xn = Qn. Berdasarkan nilai xn tersebut, kemudian hitungan dilanjutkan dari kanan ke kiri untuk mendapatkan nilai xi (i = 4, 3, 2, 1).

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

x1

i = 4 i = 3 i = 2 i = 1

P4 , Q4 P3 , Q3 P2 , Q2 P1 , Q1

Pi , Qi (i = 1,2,3,4)

x2 x3 x4

xi (i = 4,3,2,1)

22

Page 31: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

a) Menghitung koefisien Pi dan Qi (i = 1, 2, 3, 4) Koefisien Pi dan Qi dihitung dengan menggunakan persamaan (c3) dan (c4), berdasarkan sistem persamaan (c1).Untuk i = 1, P0 = 0 dan Q0 = 0.

P1 = = = = 0,5.

Q1 = = = = 3,5.

Untuk i = 2, P1 = 0,5 dan Q1 = 3,5.

P2 = = = 6.

Q2 = = = = 27.

Untuk i = 3, P2 = 6 dan Q2 = 27.

P3 = = = = 0,02941.

Q3 = = = = 4,97059.

Untuk i = n = 4, Pn = 0 dan Qn = , maka:

x4 = Q4 = = = = 1,00.

Setelah nilai Pi dan Qi (i = 1, 2, 3, 4) didapat, lalu dihitung nilai xi (i = 4, 3, 2, 1).

b) Menghitung xi (i = 4, 3, 2, 1)

Variabel xi (i = 4, 3, 2, 1) dihitung dengan menggunakan persamaan (c2):

xi = Pi xi + 1 + Qi

Untuk i = 4, maka x4 = Q4 = 1,00.Untuk i = 3, maka x3 = P3x4 + Q3 = (0,02941(1,00)) + 4,97059 = 5,00.Untuk i = 2, maka x2 = P2x3 + Q2 = (6(5,00)) + (27) = 3,00.Untuk i = 1, maka x1 = P1x2 + Q1 = (0,5(3,00)) + 3,5 = 2,00.

Dengan demikian hasil yang diperoleh adalah:

x1 = 2,00; x2 = 3,00; x3 = 5,00; x4 = 1,00.

Untuk mengetahui benar atau tidaknya hasil yang diperoleh, maka nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan yang telah diselesaikan.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 23

Page 32: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

2 (2,00) + 3,00 = 7 (= 7)2,00 + 3,00 3 (5,00) = 10 (= 10) 6 (3,00) 2 (5,00) + (1,00) = 7 (= 7)

2 (5,00) 3 (1,00) = 13 (= 13)

2.4 Matriks InversiPada matriks, operasi pembagian matriks tidak didefinisikan, akan tetapi operasi matriks yang serupa dengan pembagian adalah matriks inversi. Bila A adalah MBS, maka matriks inversinya adalah A1, sedemikian sehingga:

AA1 = A1A = I, dengan I adalah matriks identitas.

Selain itu matriks inversi dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem yang berbentuk:

AX = C atau A-1C (2.21)

Nilai X dapat dihitung dengan mengalikan matriks inversi dari koefisien matriks A dengan ruas kanan dari sistem persamaan yaitu C.Metode Gauss-Jordan dapat digunakan untuk mencari matriks inversi, untuk itu koefisien matriks ditingkatkan dengan matriks identitas. Metode Gauss-Jordan dipakai untuk mereduksi koefisien matriks menjadi matriks identitas, setelah selesai, sisi kanan dari matriks yang ditingkatkan merupakan matriks inversi.Prosedur dari hitungan matriks inversi:

A I I A-1

Contoh soal:

Cari matriks inversi dari matriks sebagai berikut: A =

Penyelesaian:Dilakukan dengan menggunakan metode Gauss-Jordan, dengan terlebih dahulu dilakukan peningkatan matriks dengan matriks identitas.

a) Matriks ditingkatkan, menjadi:

b) Baris pertama dibagi 3 (nilai yang akan dijadikan 1), menjadi:

c) Baris kedua dikurangi hasil dari baris pertama dikali 4, dan baris ketiga dikurangi hasil dari baris pertama dikali 2, menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 24

Page 33: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

d) Baris kedua dibagi 5,6667 (nilai yang akan dijadikan 1), menjadi:

e) Baris pertama dikurangi hasil dari baris kedua dikali 0,3333 dan baris ketiga ditambah hasil dari baris kedua dikali 2,6667 menjadi:

f) Baris ketiga dibagi 4,8824 (nilai yang akan dijadikan 1), menjadi:

g) Baris pertama ditambah hasil dari baris ketiga dikali 0,2353 dan baris kedua ditambah hasil dari baris ketiga dikali 0,2941 menjadi:

maka matriks inversnya adalah =

2.5 Metode IterasiMetode ini lebih baik dibanding dengan metode langsung, misalnya untuk matriks yang tersebar yaitu matriks dengan banyak elemen nol dan juga dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan tidak linier.

1. Metode Jacobi Dipandang sistem dengan 3 persamaan dan 3 bilangan tak diketahui:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 = b1

a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 = b2 (2.22) a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 = b3

Persamaan pertama dari sistem diatas dapat digunakan untuk menghitung x1 sebagai fungsi dari x2 dan x3. Demikian juga persamaan kedua dan ketiga untuk menghitung x2 dan x3 sehingga didapat:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 25

Page 34: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(2.23)

Hitungan dimulai dengan nilai perkiraan awal sembarang untuk variabel yang dicari (biasanya semua variabel diambil sama dengan nol). Nilai perkiraan awal disubstitusikan ke dalam ruas kanan dari sistem persamaan (2.23). Selanjutnya nilai variabel yang didapat tersebut disubstitusikan ke ruas kanan dari sistem (2.23) lagi untuk mendapatkan nilai perkiraan kedua. Prosedur tersebut diulangi lagi sampai nilai setiap variabel pada iterasi ke n mendekati nilai pada iterasi ke n 1. Apabila indeks n menunjukkan jumlah iterasi, maka persamaan (2.23) dapat ditulis menjadi:

(2.24)

Iterasi hitungan berakhir setelah:

dan

atau telah dipenuhi kriteria berikut:

dengan adalah batasan ketelitian yang dikehendaki.

Contoh soal:

Selesaikan sistem persamaan berikut dengan metode iterasi Jacobi:

3x + y – z = 54x + 7y – 3z = 20 (c1)2x – 2y + 5z = 10

Penyelesaian:Sistem persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:

(c2)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 26

Page 35: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Langkah pertama dicoba nilai x = y = z = 0 dan dihitung nilai x', y', dan z'.

Nilai x', y', dan z' yang diperoleh tidak sama dengan nilai pemisalan. Iterasi dilanjutkan dengan memasukkan nilai x', y', dan z' kedalam persamaan (c2) untuk menghitung x'', y'', dan z'' dan kesalahan yang terjadi.

Hitungan dilanjutkan dengan prosedur diatas, sampai akhirnya diperoleh kesalahan yang relatif kecil (terhadap ketelitian yang diharapkan). Untuk mempercepat dan memudahkan hitungan, dibuat program untuk menghitung sistem persamaan linier dengan menggunakan metode Jacobi. Dengan tingkat ketelitian sebesar 0,1%, maka hasil hitungan adalah x1 = 1,5063; x2 = 3,1328; x3 = 2,6504.

2. Metode Gauss-Seidel Didalam metode Jacobi, nilai x1 yang dihitung dari persamaan pertama tidak digunakan untuk menghitung nilai x2 dengan persamaan kedua. Demikian juga nilai x2 tidak digunakan untuk mencari x3, sehingga nilai-nilai tersebut tidak dimanfaatkan. Sebenarnya nilai-nilai baru tersebut lebih baik dari nilai-nilai yang lama. Di dalam metode Gauss-Seidel nilai-nilai tersebut dimanfaatkan untuk menghitung variabel berikutnya.

Seperti dalam metode Jacobi sistem persamaan (2.22) diubah menjadi sistem persamaan (2.23). Kemudian ke dalam persamaan pertama dari sistem, disubstitusikan nilai sembarang (biasanya diambil nol ), sehingga:

(2.25a)

Nilai baru dari tersebut kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan kedua dari sistem (2.23), sehingga:

(2.25b)

Demikian juga ke dalam persamaan ketiga dari sistem (2.23) disubstitusikan nilai baru dan , sehingga didapat:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 27

Page 36: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(2.25c)

Dengan cara seperti ini nilai x1, x2, x3 akan diperoleh lebih cepat dari pada metode Jacobi.

Contoh soal:

Selesaikan sistem persamaan berikut dengan metode iterasi Gauss Seidel:

3x + y – z = 54x + 7y – 3z = 20 (c1)2x – 2y + 5z = 10

Penyelesaian:Langkah pertama dicoba nilai y = z = 0 dan dihitung x' dengan menggunakan persamaan (2.25a).

Persamaan (2.25b) digunakan untuk menghitung nilai y':

Nilai z' dihitung dengan persamaan (2.25c):

Nilai x', y', dan z' yang diperoleh tidak sama dengan nilai pemisalan. Iterasi dilanjutkan dengan prosedur diatas untuk menghitung x'', y'', dan z'' serta kesalahan yang terjadi.

Hitungan dilanjutkan dengan prosedur diatas, sampai akhirnya diperoleh kesalahan yang relatif kecil (terhadap yang diharapkan). Untuk mempercepat dan memudahkan hitungan, dibuat program komputer untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dengan menggunakan metode Jacobi dengan tingkat ketelitian yaitu sebesar 0,1%, maka hasil hitungan diperoleh yaitu x1 = 1,5066; x2 = 3,1311; x3 = 2,6498.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 28

Page 37: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BAB 3AKAR-AKAR PERSAMAAN

Untuk persamaan polinomial derajat dua, persamaan dapat diselesaikan dengan rumus ABC (misalnya bentuk: ax2 + bx + c = 0, persamaan ini dapat dicari akar-akarnya secara analitis):

Sedang untuk persamaan polinomial derajat tiga atau empat, rumus-rumus yang ada sangatlah kompleks dan jarang sekali digunakan, sedang untuk persamaan dengan derajat yang lebih tinggi tidak ada rumus yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Bentuk persamaan tersebut misalnya, adalah:

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.f (x) = x5 + 2x4 + 3x3 + 4x2 – 3x – 1 = 0.f (x) = ex – 3x = 0.f (x) = 3x + sin x – ex = 0, dan sebagainya.

Metode numerik memberikan cara-cara untuk menyelesaikan bentuk persamaan tersebut secara perkiraan hingga didapat hasil yang mendekati penyelesaian secara benar (eksak). Penyelesaian numerik dilakukan dengan perkiraan yang berurutan (iterasi), maka tiap hasil akan lebih teliti dari perkiraan sebelumnya. Dengan berbagai iterasi yang dianggap cukup, akan didapat hasil perkiraan yang mendekati hasil yang benar (eksak) dengan toleransi yang diijinkan.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 29

Page 38: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Salah satu cara yang sederhana untuk penyelesaian perkiraan, yaitu dengan menggambarkan fungsi tersebut lalu dicari titik potongnya dengan sumbu-x yang menunjukkan akar dari persamaan tersebut, seperti pada Gambar 3.1. Tapi cara ini hanya memberikan hasil yang sangat kasar, karena sulit untuk menetapkan nilai sampai beberapa digit dibelakang koma, hanya dengan membaca gambar.

Cara lain yaitu dengan cara coba banding, yaitu dengan mencoba nilai x sembarang kemudian dievaluasi apakah nilai f (x) = 0, jika nilai x tidak sama dengan nol lalu dicoba nilai x yang lain, cara ini diulang terus menerus hingga didapat nilai f (x) = 0, untuk suatu nilai x tertentu, yang merupakan akar dari persamaan yang diselesaikan.

Gambar 3.1. Menentukan akar persamaan secara grafisKedua cara tersebut tidak efisien dan tidak sistematis, sehingga ada beberapa metode yang juga merupakan penyelesaian perkiraan, tetapi lebih sistematis untuk menghitung akar-akar persamaan.

3.1 Metode Setengah IntervalMetode ini merupakan bentuk yang paling sederhana diantara metode-metode numerik lainnya dalam menyelesaikan akar-akar persamaan.Langkah-langkah yang dilakukan pada penyelesaian persamaan dengan metode ini adalah sebagai berikut:

1) Hitung fungsi pada interval yang sama dari x hingga ada perubahan tanda dari fungsi f (xi) dan f (xi + 1), yaitu bila f (xi) f (xi + 1) < 0.

2) Perkiraan pertama dari akar xt dihitung dari rerata nilai xi dan xi + 1:

(3.1)

3) Buat evaluasi berikut untuk menentukan di dalam sub-interval mana akar persamaan berada:a) jika f (xi) f (xt) < 0, akar persamaan berada pada sub interval pertama, lalu

tetapkan xi + 1 = xt dan teruskan pada langkah ke 4.b) jika f (xi) f (xt) > 0, akar persamaan berada pada sub interval kedua, lalu

tetapkan nilai xi = xt dan teruskan pada langkah ke 4.c) jika f (xi) f (xt) = 0, akar persamaan adalah xt dan hitungan selesai.

4) Hitung perkiraan baru dari akar dengan menggunakan persamaan (3.1).

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 30

Page 39: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

5) Apabila perkiraan baru sudah cukup kecil (sesuai dengan batasan yang ditentukan), maka hitungan selesai dan xt adalah akar persamaan yang dicari, jika belum maka hitungan kembali ke langkah 3.

Gambar 3.2. Prosedur hitungan metode setengah interval

Contoh soal:

1) Hitung salah satu akar dari persamaan pangkat tiga berikut ini:

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.

Penyelesaian:Dihitung nilai f (x) pada interval antara dua titik, misalnya x = 1 dan x = 2.

Untuk x = 1; f (x = 1) = (1)3 + (1)2 – 3(1) – 3 = – 4.

Untuk x = 2; f (x = 2) = (2)3 + (2)2 – 3(2) – 3 = 3.

Mengingat fungsi mempunyai bentuk kontinu, maka perubahan tanda dari fungsi antara nilai x = 1 dan x = 2 akan memotong sumbu x paling tidak satu kali. Titik perpotongan antara sumbu x dan fungsi merupakan akar-akar persamaan.

Dihitung nilai xt, lalu dihitung fungsi f (xt):

= = 1,5.

f (xt = 1,5) = (1,5)3 + (1,5)2 – 3(1,5) – 3 = –1,875.

Karena fungsi berubah tanda antara x = 1,5 dan x = 2, maka akar persamaan terletak diantara kedua nilai tersebut. Dengan menggunakan pemrograman komputer maka hasil hitungan akar persamaan dengan metode setengah interval didapat pada iterasi 13 (lihat Tabel 3.1, yang merupakan keluaran dari program komputer), yaitu sebesar xt = 1,73206.

Tabel 3.1. Hasil hitungan metode setengah interval (contoh soal no 1)

I xi xi + 1 xt f (xi) f (xi + 1) f (xt)1 1.00000 2.00000 1.50000 - 4.00000 3.00000 - 1.87500

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 31

Page 40: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

2 1.50000 2.00000 1.75000 - 1.87500 3.00000 0.171883 1.50000 1.75000 1.62500 - 1.87500 0.17188 - 0.943364 1.62500 1.75000 1.68750 - 0.94336 0.17188 - 0.409425 1.68750 1.75000 1.71875 - 0.40942 0.17188 - 0.124796 1.71875 1.75000 1.73438 - 0.12479 0.17188 0.02203- - - - - - -- - - - - - -- - - - - - -

12 1.73193 1.73242 1.73218 - 0.00111 0.00351 0.0012013 1.73193 1.73218 1.73206 - 0.00111 0.00120 0.00005

2) Hitung salah satu akar dari persamaan berikut ini:

f (x) = tg x – x – 1 = 0

Penyelesaian:Dihitung nilai f (x) pada interval antara dua titik, misalnya x = 1 dan x = 1,5. Dalam menghitung fungsi tg x, nilai x dinyatakan dalam radian seperti dalam hitungan berikut ini.

Untuk x = 1; f (x = 1) = tg ( 180) – x – 1 = tg ( 180) – 1 – 1 = –0,44259.

Untuk x = 1,5; f (x = 1,5) = tg ( 180) – 1,5 – 1 = 11,60142.

Perubahan tanda nilai f (x) menunjukkan bahwa akar persamaan berada antara nilai x = 1 dan x = 1,5. Dihitung nilai xt, lalu hitung fungsi f (xt):

= = 1,25.

f (xt = 1,25) = tg ( 180) – 1,25 – 1 = 0,75957.

Langkah selanjutnya membuat setengah interval berikutnya, untuk membuat interval yang semakin kecil, di mana akar persamaan berada. Dengan pemakaian program metode setengah interval dimana bentuk persamaan (fungsi) diganti. Untuk soal ini, pertambahan interval (untuk mencari lokasi dimana akar persamaan berada) adalah x = 0,5. Hasil pemrograman nampak pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Hasil hitungan metode setengah interval (contoh soal no 2)

I xi xi + 1 xt f (xi) f (xi + 1) f (xt)1 1.00000 1.50000 1.25000 - 0.44259 11.60142 0.759572 1.00000 1.25000 1.12500 - 0.44259 0.75957 - 0.032433 1.12500 1.25000 1.18750 - 0.03243 0.75957 0.292414 1.12500 1.18750 1.15625 - 0.03243 0.29241 0.116235 1.12500 1.15625 1.14063 - 0.03243 0.11623 0.03884- - - - - - -- - - - - - -

12 1.13208 1.13232 1.13220 - 0.00085 0.00026 - 0.0003013 1.13220 1.13232 1.13226 - 0.00030 0.00026 - 0.00002

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 32

Page 41: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

3.2 Metode Interpolasi LinierMetode ini dikenal juga dengan metode false position, metode ini ada untuk menutupi kekurangan pada metode setengah interval yang mudah tetapi tidak efisien (untuk mendapatkan hasil yang mendekati nilai eksak diperlukan langkah iterasi cukup panjang). Dengan metode ini nilai akar dari suatu fungsi dapat lebih cepat diperoleh daripada dengan metode setengah interval, metode ini didasarkan pada interpolasi antara dua nilai dari fungsi yang mempunyai tanda berlawanan.

Mula-mula dicari nilai fungsi untuk setiap interval x, yang sama hingga didapat dua nilai fungsi f (xi) dan f (xi + 1) berurutan dengan tanda berlawanan (Gambar 3.3). Kedua nilai fungsi tersebut ditarik garis lurus hingga terbentuk suatu segitiga, dengan menggunakan sifat segitiga sebangun didapat persamaan berikut:

=

x = xi + 1 (xi + 1 xi) (3.2)

Gambar 3.3. Metode interpolasi linier

Nilai fungsi untuk setiap interval x, digunakan untuk menghitung nilai fungsi f (x) yang kemudian digunakan lagi untuk interpolasi linier dengan nilai f (xi) atau f (xi + 1) sedemikian sehingga kedua fungsi mempunyai tanda berbeda, prosedur ini diulang sampai nilai f (x) yang didapat mendekati nol.

Contoh soal:

1) Hitung salah satu akar dari persamaan berikut ini:

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.

Penyelesaian:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 33

Page 42: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Langkah pertama adalah menghitung nilai f (x) pada interval antara dua titik sedemikian sehingga nilai f (x) pada kedua titik tersebut berlawanan tanda.Dihitung nilai f (x) pada interval antara dua titik, misalnya x = 1 dan x = 2.

Untuk x1 = 1; f (x1 = 1) = (1)3 + (1)2 – 3(1) – 3 = – 4.

Untuk x2 = 2; f (x2 = 2) = (2)3 + (2)2 – 3(2) – 3 = 3.

Dengan menggunakan persamaan (3.2), didapat:

x = xi + 1 (xi + 1 xi) = 2 (2 1) = 1,57142.

f (x) = (1,57142)3 + (1,57142)2 – 3(1,57142) – 3 = –1,36449.

Karena f (x) bertanda negatif maka akar terletak antara x = 1,57142 dan x = 2, selanjutnya dihitung nilai x:

x = 2 (2 1,57142) = 1,70540.

f (x) = (1,70540)3 + (1,70540)2 – 3(1,70540) – 3 = –0,24787.

Dengan menggunakan pemrograman komputer, hasil hitungan tersebut diatas ada pada Tabel 3.3 dan didapat pada iterasi ke 7, yaitu x = 1,73205.

Tabel 3.3. Hasil hitungan metode interpolasi linier

I xi xi + 1 x f (xi) f (xi + 1) f (x)1 1.00000 2.00000 1.57143 - 4.00000 3.00000 - 1.364432 1.57143 2.00000 1.70541 - 1.36443 3.00000 - 0.247743 1.70541 2.00000 1.72788 - 0.24774 3.00000 - 0.039344 1.72788 2.00000 1.73141 - 0.03934 3.00000 - 0.006115 1.73141 2.00000 1.73195 - 0.00611 3.00000 - 0.000946 1.73195 2.00000 1.73204 - 0.00094 3.00000 - 0.000147 1.73204 2.00000 1.73205 - 0.00014 3.00000 - 0.00002

3.3 Metode Newton-RaphsonMetode ini paling banyak digunakan dalam mencari akar-akar persamaan, jika perkiraan awal dari akar adalah xi, maka suatu garis singgung dapat dibuat dari titik (xi, f (xi)). Titik dari garis singgung tersebut memotong sumbu-x, biasanya memberikan perkiraan yang lebih dekat dari nilai akar.

Pada Gambar 3.4, nampak bahwa turunan pertama pada xi adalah ekivalen dengan kemiringan, yaitu:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 34

Page 43: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

atau (3.3)

Gambar 3.4. Prosedur metode Newton-Raphson secara grafis

Contoh soal:

1) Hitung salah satu akar dari persamaan berikut ini, dengan metode Newton-Raphon.

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.

Penyelesaian:Turunan pertama dari persamaan tersebut adalah: f (x) = 3x2 + 2x – 3,

Dengan menggunakan persamaan (3.3), yaitu:

Pada awal hitungan ditentukan nilai xi sembarang, misalnya x1 = 1, maka:

f (x1 = 1) = (1)3 + (1)2 – 3(1) – 3 = – 4.

f (x1 = 1) = 3(1)2 + 2(1) – 3 = 2.

Langkah berikutnya nilai x2 = 3, tersebut digunakan untuk hitungan pada iterasi berikutnya.

f (x2 = 3) = (3)3 + (3)2 – 3(3) – 3 = 24.

f (x2 = 3) = 3(3)2 + 2(3) – 3 = 30.

Hitungan dilanjutkan dengan menggunakan program komputer dan hasilnya nampak pada Tabel 3.4, serta hasil hitungan didapat pada iterasi ke 6.

Tabel 3.4. Hasil hitungan metode Newton-Raphson

I xi xi + 1 f (xi) f (xi + 1)1 1.00000 3.00000 - 4.0000 24.000002 3.00000 2.20000 24.0000 5.88800

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 35

Page 44: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

3 2.20000 1.83015 5.88800 0.989004 1.83015 1.73780 0.98900 0.054575 1.73780 1.73207 0.05457 0.000216 1.73207 1.73205 0.00021 0.00000

3.4 Metode SecantKekurangan metode Newton-Raphson adalah diperlukannya turunan pertama (diferensial) dari f (x) dalam hitungan, mungkin sulit untuk mencari turunan dari persamaan yang diselesaikan, maka bentuk diferensial didekati dengan nilai perkiraan berdasarkan diferensial beda hingga.

Gambar 3.5. Metode Secant

Nampak pada Gambar 3.5, garis singgung di titik xi didekati oleh bentuk berikut:

Apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (3.3), maka didapat:

(3.4)

Pada metode ini pendekatan memerlukan dua nilai awal dari x, yang digunakan untuk memperkirakan kemiringan dari fungsi.

Contoh soal:

1) Hitung salah satu akar dari persamaan berikut ini, dengan metode Secant.

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.

PenyelesaianIterasi pertama, diambil dua nilai awal yaitu x = 1 dan x = 2.Untuk x1 = 1, f (x1 = 1) = 4, dan x2 = 2, f (x2 = 2) = 3.Dengan menggunakan persamaan (3.4), didapat:

= = 1,57142.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 36

Page 45: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Pada iterasi kedua, hitungan dilakukan berdasar nilai x2 = 2 dan x3 = 1,57142.

Untuk x2 = 2, f (x2 = 2) = 3, dan x3 = 1,57142, f (x3 = 1,57142) = 1,36449.

Dengan menggunakan persamaan (3.4), didapat:

= = 1,70540.

Dengan menggunakan pemrograman komputer, hasilnya diberikan pada Tabel 3.5, dan iterasi ke 5 merupakan hasil hitungan yang diperoleh yaitu x = 1,73205.

Tabel 3.5. Hasil hitungan metode Secant

I xi – 1 xi xi + 1 f (xi – 1) f (xi) f (xi + 1)1 1.00000 2.00000 1.57143 - 4.00000 3.00000 - 1.364432 2.00000 1.57143 1.70541 3.00000 - 1.36443 - 0.247743 1.57143 1.70541 1.73514 - 1.36443 - 0.24774 0.029254 1.70541 1.73514 1.73200 - 0.24774 0.02925 - 0.000515 1.73514 1.73200 1.73205 0.02925 - 0.00051 0.00000

3.5 Metode IterasiMetode ini menggunakan suatu persamaan untuk memperkirakan nilai akar persamaan. Persamaan tersebut dikembangkan dari fungsi f (x) = 0, sehingga parameter x berada pada sisi kiri dari persamaan, yaitu:

x = g(x) (3.5)

Transformasi ini dapat dilakukan dengan manipulasi aljabar atau dengan menambahkan parameter x pada kedua sisi dari persamaan aslinya.Sebagai contoh, persamaan berikut:

x3 + x2 – 3x – 3 = 0, dapat ditulis menjadi bentuk

Persamaan (3.5) menunjukkan bahwa nilai x merupakan fungsi dari x, sehingga dengan memberi nilai perkiraan awal dari akar xi dapat dihitung perkiraan baru xi + 1 dengan rumus iteratif berikut:

xi + 1 = g(xi) (3.6)

Besarnya kesalahan dihitung dengan rumus berikut:

Contoh soal:

1) Hitung akar dari persamaan berikut ini, dengan metode iterasi.

f (x) = x3 + x2 – 3x – 3 = 0.

Penyelesaian:Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk:

x3 = –x2 + 3x + 3 x = (–x2 + 3x + 3)1/3

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 37

Page 46: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dalam bentuk persamaan (3.6), persamaan diatas menjadi:

xi + 1 = (–xi2 + 3xi + 3)1/3

Apabila ditentukan perkiraan awal x1 = 2, didapat:

x2 = (–x12 + 3x1 + 3)1/3 = (–22 + 3(2) + 3)1/3 = 1,70998.

Besar kesalahan:

= 16,96 %.

Selanjutnya, nilai x2 = 1,70998 tersebut digunakan untuk menghitung nilai x3 pada iterasi berikutnya, sehingga:

x3 = (–x22 + 3x2 + 3)1/3 = (–(1,709982) + 3(1,70998) + 3)1/3 = 1,73313.

= 1,34 %.

Hasil hitungan berdasarkan program komputer untuk metode iterasi ini diberikan pada Tabel 3.6, dan hasilnya diperoleh pada iterasi ke 5, yaitu x = 1,73205.

Tabel 3.6. Hasil hitungan dengan metode Iterasi

I xi xi + 1 a (%)1 2.00000 1.70998 16.962 1.70998 1.73313 1.336223 1.73313 1.73199 0.065794 1.73199 1.73205 0.00340

Pada Tabel 3.6, nampak bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin dekat dengan akar persamaan yang benar, dengan kata lain kesalahan yang terjadi semakin kecil. Penyelesaian persamaan seperti ini disebut konvergen.Persamaan x3 + x2 – 3x – 3 = 0, dapat pula diubah dalam bentuk berikut:

Dalam bentuk iterasi persamaan diatas menjadi:

Untuk perkiraan awal x1 = 2, didapat: = 3.

Besar kesalahan:

= 33,3333 %.

Hitungan dilanjutkan dengan program yang sama yaitu program metode iterasi, dengan menggantikan bentuk fungsi yang diselesaikan, dan hasilnya diberikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Hasil hitungan metode Iterasi

I xi a (%)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 38

Page 47: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

1 2.00000 -2 3.00000 33.33333 11.00000 72.72734 483.00000 97.72265 37637290.0 99.9987

Nampak bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin menjauhi nilai akar persamaan yang benar, keadaan hitungan seperti ini disebut divergen. Mengenai konvergen dan divergen pada metode iterasi yaitu, persamaan (3.5) dapat ditulis menjadi satu pasang persamaan yaitu y1 = x dan y2 = g (x). Kedua persamaan itu dapat digambarkan bersama-sama dalam satu sistem koordinat, akar persamaan adalah sama dengan nilai absis dari titik potong antara kedua kurve. Fungsi y1 = x dan empat macam bentuk dari y2 = g (x) nampak pada Gambar 3.6. Pada keadaan pertama (Gambar 3.6a), perkiraan awal x0 digunakan untuk menentukan titik pada kurve y2 yaitu A. Panjang garis OA adalah g (x0). Garis y1 = x membentuk sudut 450

terhadap kedua sumbu, sehingga titik pada kedua garis tersebut mempunyai koordinat x dan y yang sama. Dari titik A bergerak secara horisontal ke kanan sehingga memotong titik B. Absis dari titik B, yaitu (x1), adalah sama dengan g (x0); atau (x1) = g (x0), dengan demikian nilai awal x0 digunakan untuk mencari perkiraan berikutnya yaitu x1.

Selanjutnya, dari titik x1 bergerak vertikal sehingga memotong kurve y2 = g (x), dan kemudian bergerak horisontal ke kanan memotong kurve y1 = x di suatu titik yang mempunyai absis x2. Demikian seterusnya hingga akhirnya penyelesaian pada Gambar 3.6a. adalah konvergen, karena perkiraan x bergerak mendekati perpotongan kedua kurve.

Keadaan yang sama terjadi pada Gambar 3.6b, sebaliknya pada Gambar 3.6c dan 3.6d, penyelesaian iterasi semakin menjauhi nilai akar yang benar (divergen). Dari penjelasan Gambar 3.6, dapat disimpulkan bahwa konvergensi akan terjadi apabila

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 39

Page 48: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

nilai absolut dari kemiringan y2 = g (x) adalah lebih kecil dari kemiringan y1 = x, atau: g (x)< 1.

Gambar 3.6. Penjelasan konvergensi dan divergensi pada metode Iterasi

BAB 4PERHITUNGAN NUMERIK

4.1 Kesalahan (error) Pada Penyelesaian NumerikPenyelesaian secara numeris dari suatu persamaan matematis kadang-kadang hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai yang benar (eksak) daripada penyelesaian analitis, sehingga dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan terhadap nilai eksak, ada tiga macam kesalahan yaitu:

1) Kesalahan bawaan Kesalahan dari nilai data, hal ini terjadi karena kesalahan dalam mencatat data, salah membaca skala atau kurang mengerti mengenai hukum-hukum fisik dari data yang diukur.

2) Kesalahan pembulatan Karena tidak diperhitungkannya beberapa angka terakhir dari suatu bilangan, hal ini terjadi bila bilangan perkiraan digunakan untuk menggantikan bilangan eksak, contoh:

754278 dapat dibulatkan menjadi 754000.3,142857143 dapat dibulatkan menjadi 3,14.

3) Kesalahan pemotongan Karena tidak dilakukannya hitungan sesuai dengan prosedur matematik yang benar (misalnya suatu proses tak terhingga diganti dengan proses berhingga), padahal di matematika, suatu fungsi dapat direpresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga, misalnya:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 40

Page 49: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

ex = 1 + x + + + +

Nilai eksak dari ex didapat bila semua suku dari deret tersebut diperhitungkan.

4.2 Kesalahan Absolut dan RelatifHubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan kesalahan dapat direpresentasikan dalam bentuk berikut:

p = p* + Ee

dengan:p = nilai eksak.p* = nilai perkiraan.Ee = kesalahan terhadap nilai eksak.

Indeks e adalah kesalahan dibandingkan nilai eksak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kesalahan adalah perbedaan antara nilai eksak dan nilai perkiraan, yaitu:

Ee = p – p* (4.1)

Persamaan ini disebut juga kesalahan absolut, karena tidak menunjukkan besarnya tingkat kesalahan. Sebagai contoh, kesalahan satu cm pada pengukuran panjang pena, akan sangat terasa dibandingkan dengan kesalahan yang sama nilainya pada pengukuran panjang jembatan.Sedang kesalahan relatif, yaitu besarnya tingkat kesalahan dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak.

εe = (4.2)

dengan εe adalah kesalahan relatif terhadap nilai eksak.Kesalahan relatif sering diberikan dalam bentuk persen seperti berikut ini:

εe = x 100 % (4.3)

Dalam metode numerik, biasanya nilai eksak tidak diketahui, untuk itu kesalahan dinyatakan berdasarkan nilai perkiraan terbaik dari nilai eksak, sehingga kesalahan mempunyai bentuk berikut:

εa = x 100 % (4.4)

dengan:p* = nilai perkiraan terbaik.Ea = kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik.

Indeks a menunjukkan kesalahan dibandingkan terhadap nilai perkiraan (approximate value).Pada metode numerik, sering dilakukan pendekatan secara iteratif, pada pendekatan tersebut perkiraan sekarang dibuat berdasarkan perkiraan sebelumnya. Dalam hal ini, kesalahan adalah perbedaan antara perkiraan sebelumnya dengan perkiraan sekarang, dan kesalahan relatif diberikan dalam bentuk berikut:

εa = x 100 % (4.5)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 41

Page 50: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dengan: = nilai perkiraan pada iterasi ke n.

= nilai perkiraan pada iterasi ke n+1.

Contoh soal:

1) Pengukuran panjang jembatan dan pensil memberikan hasil 9999 cm dan 9 cm. Apabila panjang yang benar (eksak) berturut-turut adalah 10.000 cm dan 10 cm, hitung kesalahan absolut dan relatif.

Penyelesaian:a. Kesalahan absolut: - Jembatan: Ee = 10.000 – 9999 = 1 cm.

- Pensil: Ee = 10 – 9 = 1 cm.

b. Kesalahan relatif: - Jembatan: εe = x 100 % = x 100 % = 0,01 %.

- Pensil: εe = x 100 % = 10 %.

Nampak bahwa pada kesalahan absolut keduanya bernilai sama, akan tetapi kesalahan relatif pada pensil jauh lebih besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran jembatan memberikan hasil yang baik (memuaskan), sementara hasil pengukuran pensil tidak memuaskan.

2) Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai ex dengan x = 0,5. Apabila hanya diperhitungkan beberapa suku pertama saja. Nilai eksak dari e0,5 = 1,648721271.

Penyelesaian:Untuk menunjukkan pengaruhnya, yang diperhitungkan hanya beberapa suku pertama saja dari deret terhadap besarnya kesalahan pemotongan, maka hitungan dilakukan untuk beberapa keadaan. Keadaan pertama apabila hanya diperhitungkan satu suku pertama, keadaan kedua hanya dua suku pertama, dan seterusnya sampai memperhitungkan 6 suku pertama. Nilai ex dapat dihitung berdasarkan deret berikut ini.

ex = 1 + x + + + +

a) Diperhitungkan satu suku pertama: (ex 1) Kesalahan relatif terhadap nilai eksak dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

εe = x 100 % = x 100 % = 39,35 %.

b) Diperhitungkan dua suku pertama: (ex = 1 + x)Untuk x = 0,5 maka: e0,5 = 1 + 0,5 = 1,5.Kesalahan relatif terhadap nilai eksak adalah:

εe = x 100 % = 9,02 %.

Kesalahan berdasarkan perkiraan terbaik dihitung dengan persamaan (4.4):

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 42

Page 51: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

εa = x 100 % = x 100 % = 33,33 %.

c) Diperhitungkan tiga suku pertama:

ex = 1 + x + = 1 + 0,5 + = 1,625.

εe = x 100 % = 1,44 %.

εa = x 100 % = x 100 % = 7,69 %.

Hitungan dilanjutkan dengan memperhitungkan sampai 6 suku pertama, dan hasilnya diberikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil hitungan kesalahan

Suku Hasil e (%) a (%)1 1 39,3 -2 1,5 9,02 33,33 1,625 1,44 7,694 1,645833333 0,175 1,275 1,648437500 0,0172 0,1586 1,648697917 0,00142 0,0158

4.3 Deret TaylorDeret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial.

1) Persamaan deret Taylor

Bila suatu fungsi f (x) diketahui di titik xi dan semua turunan dari f terhadap x diketahui pada titik tersebut, maka dengan deret Taylor (persamaan 4.6) dapat dinyatakan nilai f pada titik xi + 1 yang terletak pada jarak x dari titik xi.

f (xi + 1) = f (xi) + f (xi) + f (xi) + + f n (xi) + Rn (4.6)

dengan:f (xi) = fungsi di titik xi.

f (xi + 1) = fungsi di titik xi + 1.

f , f , …, f n = turunan pertama, kedua, . . ., ke n dari fungsi.x = langkah ruang, yaitu jarak antara xi dan xi + 1.

Rn = kesalahan pemotongan.! = operator faktorial, misalkan bentuk 2! = 1 x 2; 3! = 1 x 2 x 3.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 43

Page 52: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 4.1. Perkiraan suatu fungsi dengan deret Taylor

Kesalahan pemotongan (Rn) diberikan oleh bentuk berikut:

(4.7)

Persamaan (4.6) yang mempunyai suku sebanyak tak berhingga akan memberikan perkiraan nilai suatu fungsi sesuai dengan penyelesaian eksaknya, dalam prakteknya sulit memperhitungkan semua suku tersebut dan biasanya hanya diperhitungkan beberapa suku pertama saja.a) Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)

Bila yang diperhitungkan hanya satu suku pertama dari ruas kanan, maka dapat ditulis sebagai berikut:

f (xi + 1) f (xi) (4.8)

Persamaan ini disebut juga sebagai perkiraan order nol, nilai f pada titik xi + 1

sama dengan nilai pada xi, perkiraan tersebut adalah benar jika fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstan, jika fungsi tidak konstan, maka harus diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.

b) Memperhitungkan dua suku pertama (order 1)Bentuk deret Taylor order satu, yang memperhitungkan dua suku pertama, dapat ditulis dalam bentuk:

f (xi + 1) f (xi) + f (xi) (4.9)

yang merupakan bentuk persamaan linier (garis lurus).

c) Memperhitungkan tiga suku pertama (order 2)Deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan dapat ditulis menjadi:

f (xi + 1) f (xi) + f (xi) + f (xi) (4.10)

persamaan ini disebut juga perkiraan order dua.

2) Kesalahan pemotongan ( truncation error )

Adanya kesalahan karena tidak diperhitungkannya suku-suku terakhir dari deret Taylor.Pada deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika semua suku dari deret tersebut diperhitungkan, dalam prakteknya hanya beberapa suku pertama saja yang diperhitungkan sehingga hasil perkiraan tidak tepat seperti pada penyelesaian analitik.Bentuk kesalahan pemotongan (truncation error,Rn) sebagai berikut:

Rn = O (xn + 1)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 44

Page 53: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Indeks n menunjukkan bahwa deret yang diperhitungkan adalah sampai pada suku ke n, sedang n + 1 menunjukkan bahwa kesalahan pemotongan mempunyai order n + 1. Notasi O (xn + 1) berarti bahwa kesalahan pemotongan mempunyai order xn + 1, atau kesalahan sebanding dengan langkah ruang pangkat n + 1, sehingga kesalahan pemotongan tersebut adalah kecil apabila:a) Interval x adalah kecil.b) Memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor.

Pada perkiraan order satu, besarnya kesalahan pemotongan adalah:

O (x2) = f (xi) + f (xi) + (4.11)

4.4 Diferensial NumerikDigunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial kontinu menjadi bentuk diskrit dan banyak digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial, bentuk tersebut dapat diturunkan berdasar deret Taylor.

1) Diferensial turunan pertama

Deret Taylor pada persamaan (4.6) dapat ditulis dalam bentuk:

f (xi + 1) = f (xi) + f (xi) x + O (x2) (4.12)

atau

(4.13)

Seperti nampak pada Gambar 4.2 dan persamaan (4.13), turunan pertama dari f terhadap x di titik xi didekati oleh kemiringan garis yang melalui titik B (xi, f (xi)) dan di titik C (xi + 1, f (xi + 1)).

Gambar 4.2. Perkiraan garis singgung suatu fungsi

Bentuk diferensial dari persamaan (4.13) disebut diferensial maju order satu, karena menggunakan data pada titik xi dan xi + 1 untuk memperhitungkan diferensial, jika data yang digunakan adalah di titik xi dan xi – 1 , maka disebut diferensial mundur, dan deret Taylor menjadi:

f (xi – 1) = f (xi) – f (xi) + f (xi) – f (xi) + (4.14)

atau

f (xi – 1) = f (xi) – f (xi) x + O (x2) (4.15)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 45

Page 54: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(4.16)

Bila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi adalah pada titik xi – 1 dan xi + 1, maka perkiraannya disebut diferensial terpusat.Bila persamaan (4.6) dikurangi dengan persamaan (4.14) didapat:

atau

atau

(4.17)

Dari persamaan (4.17) terlihat bahwa kesalahan pemotongan berorder x2, sedang pada diferensial maju dan mundur berorder x, untuk interval x kecil, nilai kesalahan pemotongan yang berorder dua (x2) lebih kecil dari order satu (x), hal ini menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebih teliti dibandingkan diferensial maju atau mundur. Keadaan ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.2. Kemiringan garis yang melalui titik A dan C (diferensial terpusat) hampir sama dengan kemiringan garis singgung dari fungsi di titik xi, dibanding dengan kemiringan garis singgung yang melalui titik A dan B (diferensial mundur) atau titik B dan C (diferensial maju).

2) Diferensial turunan kedua

Turunan kedua dari suatu fungsi dapat diperoleh dengan menambahkan persamaan (4.6) dengan persamaan (4.14):

atau

atau

(4.18)

Bentuk diferensial (biasa ataupun parsiil) dapat diubah dalam bentuk diferensial numerik (beda hingga).

3) Diferensial turunan lebih tinggi

Dengan cara serupa maka dapat diturunkan diferensial turunan yang lebih tinggi seperti berikut ini.a) Diferensial turunan ketiga

(4.19)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 46

Page 55: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

b) Diferensial turunan keempat

(4.20)

4) Turunan terhadap variabel lain

Bila fungsi mengandung lebih dari satu variabel bebas seperti f (x,y), maka bentuk deret Taylor menjadi:

(4.21)

Dengan cara yang sama dari persamaan yang lainnya, turunan pertama terhadap variabel x dan y berturut-turut dapat ditulis dalam bentuk (diferensial maju):

(4.22)

(4.23)

Untuk menyederhanakan penulisan, selanjutnya bentuk f (xi , yj) dapat ditulis menjadi fi, j dengan i dan j menunjukkan komponen dalam arah sumbu-x dan sumbu-y, bila fungsi berada dalam sistem tiga dimensi (sistem koordinat x, y, z), maka f (xi , yj , zk) ditulis menjadi fi, j, k. Maka persamaan (4.22) dan (4.23) dapat ditulis menjadi:

(4.24)

(4.25)

Untuk diferensial terpusat, bentuknya menjadi:

(4.26)

(4.27)

Dengan cara yang sama, turunan kedua terhadap x dan y dapat ditulis menjadi:

(4.28)

(4.29)

Gambar 4.3, menunjukkan jaringan titik hitungan untuk fungsi yang berada dalam sistem koordinat x dan y (dua dimensi).

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 47

Page 56: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 4.3. Jaringan titik hitungan dalam sistem dua dimensi (x-y)

Permasalahan suatu fungsi selain tergantung pada ruang juga tergantung pada waktu, misalnya pada aliran tidak permanen seperti banjir atau pasang surut dan perambatan panas, dalam hal ini turunan fungsi f (x,t) terhadap waktu (t) dapat ditulis dalam bentuk:

(4.30)

Indeks n menunjukkan bahwa variabel f merupakan fungsi waktu, pada Gambar 4.4, jaringan titik hitungan yang digunakan untuk memperkirakan diferensial parsiil fungsi f terhadap x dan t.

Gambar 4.4. Jaringan titik hitungan sistem ruang-waktu (x-t)

Contoh soal:

1) Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Dengan menggunakan deret Taylor order nol, satu, dua, dan tiga. Perkirakan fungsi tersebut pada titik xi + 1

= 1, berdasar nilai fungsi pada titik xi = 0. Titik xi + 1 = 1 berada pada jarak x = 1 dari titik xi = 0.

Penyelesaian:Karena bentuk fungsi sudah diketahui, maka dapat dihitung nilai f (x) antara 0 dan 1. Gambar 4.5, menunjukkan fungsi tersebut.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 48

Page 57: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 4.5. Perkiraan fungsi dengan deret Taylor

Untuk xi = 0 maka f (x = 0) = 0,25 (0)3 + 0,5 (0)2 + 0,25 (0) + 0,5 = 0,5.

Untuk xi + 1 = 1 maka f (x = 1) = 0,25 (1)3 + 0,5 (1)2 + 0,25 (1) + 0,5 = 1,5.

Jadi nilai eksak untuk f (x = 1) adalah 1,5. Apabila digunakan deret Taylor order nol, maka berdasar persamaan (4.8) didapat:

f (xi + 1 = 1) f (xi = 0) 0,5.

Nampak pada Gambar 4.5, perkiraan order nol adalah konstan, dan kesalahan pemotongannya adalah:

Ee = p – p* = 1,5 – 0,5 = 1,0.

Apabila digunakan deret Taylor order satu, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.9). Pertama kali dihitung turunan fungsi di titik xi = 0.

f (xi = 0) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0)2 + 0 + 0,25 = 0,25.

Sehingga diperoleh:

f (xi + 1 = 1) f (xi) + f (xi) 0,5 + 0,25 = 0,75.

Dalam Gambar 4.3, perkiraan order satu adalah garis lurus, dan kesalahan pemotongannya adalah:

Ee = p – p* = 1,5 – 0,75 = 0,75.

Bila digunakan deret Taylor order dua, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.11). Dihitung turunan kedua dari fungsi di titik xi = 0:

f (xi = 0) = 1,5x + 1 = 1,5 (0) + 1 = 1,0.

Sehingga diperoleh:

f (xi + 1 = 1) f (xi) + f (xi) + f (xi) 0,5 + 0,25 + 1 = 1,25.

Dalam Gambar 4.5, perkiraan order dua adalah garis lengkung, dan kesalahan pemotongannya adalah:

Ee = p – p* = 1,5 – 1,25 = 0,25.

Apabila digunakan deret Taylor order tiga, persamaan (4.6) menjadi:

f (xi + 1) = f (xi) + f (xi) + f (xi) + f (xi)

Turunan ketiga dari fungsi adalah:

f (xi = 0) = 1,5.

sehingga diperoleh:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 49

Page 58: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Kesalahan pemotongannya adalah:

Ee = p – p* = 1,5 – 1,5 = 0,0.

Terlihat bahwa dengan menggunakan deret Taylor order tiga, hasil penyelesaian numerik sama dengan penyelesaian eksak.

2) Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Perkirakan turunan pertama (kemiringan kurve) dan turunan kedua dari persamaan tersebut di titik x = 0,5 dengan menggunakan langkah ruang x = 0,5.

Penyelesaian:Secara analitis turunan pertama dan kedua dari fungsi adalah:

f (xi = 0,5) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0,52) + 0,5 + 0,25 = 0,9375.

f (xi = 0,5) = 1,5x + 1 = 1,5 (0,5) + 1 = 1,75.

Dengan x = 0,5 dapat dihitung nilai fungsi pada titik xi – 1 , xi, dan xi + 1:

xi – 1 = 0 f (xi – 1) = 0,5.xi = 0,5 f (xi) = 0,78125.xi + 1 = 1,0 f (xi + 1) = 1,5.

Perkiraan turunan pertama dengan diferensial mundur:

Kesalahan terhadap nilai eksak:

εe = x 100 % = x 100 % = 40 %.

Perkiraan turunan pertama dengan diferensial maju:

Kesalahan terhadap nilai eksak:

e = x 100 % = 53,3 %.

Perkiraan turunan pertama dengan diferensial terpusat:

Kesalahan terhadap nilai eksak:

e = x 100 % = 6,7 %.

Perkiraan turunan kedua:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 50

Page 59: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Kesalahan terhadap nilai eksak:

e = x 100 % = 0,0 %.

Gambar 4.6, menunjukkan kemiringan analitis di titik x = 0,5 dan perkiraan turunan fungsi di titik tersebut.

Gambar 4.6. Perkiraan kemiringan fungsi

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 51

Page 60: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BAB 5ANALISIS REGRESI

Dalam analisis data sering dilakukan pembuatan suatu kurve yang dapat mewakili suatu rangkaian data yang diberikan dalam suatu sistem koordinat x-y. Data tersebut dapat berupa hasil percobaan di laboratorium atau pengamatan di lapangan. Karena adanya kesalahan-kesalahan atau ketidakpastian dalam pengujian, pengukuran atau variasi perubahan data dari waktu ke waktu, maka titik-titik data tersebar dalam koordinat x-y.Dalam analisis regresi akan dibuat kurve atau fungsi berdasarkan sebaran titik data. Kurve yang terbentuk diharapkan dapat mewakili titik-titik data tersebut. Seringkali, setelah kurve terbentuk, dilakukan pula ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai y yang berkaitan dengan nilai x yang berada di luar rangkaian data yang ada. Metode yang akan digunakan untuk membuat kurve tersebut adalah metode kuadrat terkecil (least square method). Metode tersebut memungkinkan untuk membuat kurve yang paling mendekati titik-titik data.Gambar 5.1, adalah penyebaran titik-titik data hasil dari suatu percobaan pada sistem koordinat x-y. Penetapan bentuk kurve, apakah linier (garis lurus) atau lengkung (logaritmik atau berpangkat), tergantung dari kecenderungan (trend) dari penyebaran titik data, seperti pada Gambar 5.1a. dan 5.1b. Seringkali dijumpai adanya beberapa data yang mempunyai kesalahan sangat besar seperti titik A dan titik B pada Gambar 5.1. Pembuatan kurve dengan menggunakan titik A dan B pada gambar akan menghasilkan nilai yang juga mempunyai kesalahan, oleh karena itu data A dan B dapat dihilangkan.

Gambar 5.1. Plot data pengukuran

5.1 Metode Kuadrat Terkecil (least square method)Gambar 5.2, menunjukkan sebaran dari titik-titik data hasil pengukuran pada bidang x-y. Akan dicari suatu kurve g (x) yang dapat mewakili titik percobaan tersebut. Cara termudah adalah membuat kurve secara visual yang merupakan fungsi terbaik g (x) yang digambarkan oleh titik-titik data. Tetapi cara ini tidak bisa memberikan hasil yang memuaskan, terutama apabila penyebaran titik data cukup besar. Diinginkan suatu metode yang lebih pasti untuk mendapatkan kurve tersebut, yaitu dengan membuat kurve yang meminimumkan perbedaan (selisih) antara titik-titik data dan kurve. Teknik untuk mendapatkan kurve tersebut dikenal dengan regresi kuadrat terkecil.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 52

Page 61: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 5.2. Kurve mewakili titik-titik data

Teknik tersebut dilakukan dengan prosedur berikut ini:

1) Titik-titik percobaan digambar pada suatu sistem koordinat. Dari gambar sebaran titik data tersebut dapat diketahui trend (pola) secara umum dari kumpulan titik data, sehingga dapat ditentukan apakah kurve yang mewakili berupa garis lurus (linier) atau lengkung.

2) Dipilih suatu fungsi g (x) yang dianggap bisa mewakili f (x) yang mempunyai bentuk umum berikut ini:

g (x) = a0 + a1 x + a2 x2 + … + ar xr (5.1)

Fungsi tersebut tergantung pada parameter a0, a1, …, ar.

3) Ditentukan parameter a0, a1, …, ar sedemikian rupa sehingga g (xi ; a0, a1, …, ar) melalui sedekat mungkin titik-titik data. Bentuk g (xi ; a0, a1, …, ar) mempunyai arti fungsi g (xi) dengan parameter a0, a1, …, ar.

4) Apabila koordinat dari titik-titik percobaan adalah M (xi , yi), dengan nilai i = 1, 2, …, n maka selisih ordinat antara titik-titik tersebut dengan fungsi g (xi ; a0, a1, …, ar) adalah:

Ei = Mi Gi = yi – g (xi ; a0, a1, …, ar)

= yi – (a0 + a1 xi + a2 xi 2 + a3 xi

3 + … + ar xi r)

5) Dipilih suatu fungsi g (x) yang mempunyai kesalahan Ei terkecil. Dalam metode ini jumlah kuadrat dari kesalahan adalah terkecil.

(5.2)

6) Dicari parameter a0, a1, …, ar sedemikian sehingga D2 adalah minimum. Nilai D2

akan minimum apabila turunan pertamanya terhadap a0, a1, …, ar adalah nol, sehingga:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 53

Page 62: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(5.3)

7) Penyelesaian dari persamaan (5.3) akan memberikan hasil parameter a0, a1, …, ar.

Dengan demikian persamaan kurve terbaik yang mewakili titik-titik data telah diperoleh.

5.2 Metode Kuadrat Terkecil Untuk Kurve LinierBentuk paling sederhana dari regresi kuadrat terkecil adalah apabila kurve yang mewakili titik-titik data merupakan garis lurus, sehingga persamaannya adalah:

g (x) = a + bx (5.4)

Dalam hal ini, a0 = a dan a1 = b.Jumlah kuadrat dari kesalahan dihitung dengan persamaan (5.2):

(5.5)

Agar nilai D2 adalah minimum, maka persamaan (5.5) diturunkan terhadap parameter a dan b, kemudian disama-dengankan nol.Turunan pertama terhadap parameter a adalah:

(5.6)

Turunan pertama terhadap parameter b adalah:

(5.7)

Penjumlahan masing-masing suku persamaan (5.6) dan (5.7) adalah dari 1 hingga n.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 54

Page 63: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Persamaan (5.6) dan (5.7) dapat ditulis dalam bentuk:

(5.8)

(5.9)

dengan a = n aSelanjutnya persamaan (5.8) dapat ditulis menjadi:

n a = yi xi b

a = (5.10)

a =

atau

a = (5.11)

Interpolasi persamaan (5.10) ke dalam persamaan (5.9),

atau

(5.12)

Dengan menggunakan persamaan (5.11) dan persamaan (5.12) untuk menghitung koefisien a dan b, maka fungsi g (x) dapat dicari.Persamaan garis lain, selain persamaan (5.4) memberikan jumlah kuadrat kesalahan yang lebih besar, namun persamaan (5.4) adalah perkiraan terbaik dari data. Untuk mengetahui derajat kesesuaian dari persamaan yang didapat, dihitung nilai koefisien korelasi yang berbentuk:

(5.13)

dengan r adalah koefisien korelasi, sedang D2 dan Dt2 diberikan oleh bentuk:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 55

Page 64: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Nilai r bervariasi antara 0 dan 1, untuk perkiraan yang sempurna nilai r = 1, bila r = 0 perkiraan suatu fungsi sangat jelek. Koefisien korelasi ini juga dapat digunakan untuk memilih suatu persamaan dari beberapa alternatif yang ada, terutama di dalam regresi garis tidak lurus. Kurve lengkung dapat didekati dengan beberapa tipe persamaan, misalnya bentuk y = a xb; y = a eb; y = a0 + a1 x + a2 x2, atau persamaan lain. Dari beberapa alternatif tersebut dipilih persamaan yang mempunyai nilai koefisien korelasi terbesar (paling mendekati 1).

Contoh soal:

Tentukan persamaan garis yang mewakili data berikut.

x 4 6 8 10 14 16 20 22 24 28

y 30 18 22 28 14 22 16 8 20 8 PenyelesaianPenggambaran titik-titik data pada sistem koordinat x-y diberikan dalam Gambar 5.3, yang dapat diwakili oleh garis lurus. Penyelesaian dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.1.

Gambar 5.3. Sebaran titik-titik data pada sistem koordinat

Dari hitungan dalam Tabel 5.1, nilai rerata dari x dan y adalah:

Persamaan garis yang mewakili titik-titik data adalah:

y = a + bx

Tabel 5.1. Hitungan regresi linier

No xi yi xi yi xi2

123

468

301822

120108176

163664

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 56

Page 65: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

45678910

10141620222428

281422168208

280196352320176480224

100196256400484576784

152 186 2432 2912dengan:

Jadi persamaan garis adalah:

5.3 Linierisasi Kurve Tidak LinierDalam praktek sering dijumpai bahwa sebaran titik-titik pada sistem koordinat mempunyai kecenderungan (trend) yang berupa kurve lengkung, sehingga persamaan (5.4) tidak bisa langsung digunakan. Gambar 5.4, menunjukkan sebaran data pada sistem koordinat x-y. Dalam Gambar 5.4a, titik data diwakili oleh kurve linier, sedang Gambar 5.4b, diwakili oleh kurve lengkung. Terlihat bahwa pendekatan dengan kurve lengkung memberikan hasil yang lebih baik daripada garis lurus (kurve linier). Agar persamaan regresi linier dapat digunakan untuk mempresentasikan kurve lengkung, maka perlu dilakukan transformasi koordinat sedemikian rupa sehingga sebaran titik data bisa dipresentasikan dalam kurve linier.Berikut ini diberikan dua fungsi transformasi data yang bisa digunakan, yaitu fungsi eksponensial dan fungsi berpangkat.

1) Persamaan berpangkat

Persamaan berpangkat diberikan oleh bentuk berikut ini.

(5.14)

dengan a2 dan b2 adalah koefisien konstan.

Gambar 5.4. Titik data didekati dengan garis lurus dan lengkung

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 57

Page 66: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Persamaan tersebut dapat dilinier-kan dengan menggunakan fungsi logaritmik sehingga didapat:

log y = b2 log x + log a2 (5.15)

yang merupakan hubungan log-log antara log y dan log x. Persamaan tersebut mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan b2 dan memotong sumbu log y pada log a2. Gambar 5.5, menunjukkan transformasi dari fungsi asli menjadi fungsi logaritmik.

2) Fungsi exponensial

Contoh lain dari kurve tak linier adalah fungsi eksponensial seperti diberikan oleh bentuk berikut:

(5.16)

dengan a1 dan b1 adalah konstanta.Persamaan tersebut dapat dilinier-kan dengan menggunakan logaritma natural sehingga menjadi:

ln y = ln a1 + b1x ln e

Karena ln e = 1, maka:

ln y = ln a1 + b1x (5.17)

Persamaan (5.15) merupakan hubungan semi logaritmik antara ln y dan x. Persamaan tersebut mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan b1 dan memotong sumbu ln y pada ln a1. Gambar 5.6, menunjukkan transformasi dari fungsi asli menjadi fungsi logaritmik.

Gambar 5.5. Transformasi fungsi logaritma

Gambar 5.6. Transformasi fungsi eksponensial

Contoh soal:

Tentukan persamaan kurve lengkung yang mewakili data berikut ini.

x 1 2 3 4 5

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 58

Page 67: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

y 0,5 1,7 3,4 5,7 8,4

Penyelesaian:Gambar 5.7, menunjukkan sebaran titik data pada sistem koordinat x-y, untuk mencari kurve dengan menggunakan dua bentuk transformasi, yaitu transformasi log dan ln.

Gambar 5.7. Sebaran data dan kurve lengkung

a). Transformasi log

Misalkan persamaan kurve yang dicari adalah:

y = a xb

Transformasi dengan menggunakan fungsi log, sehingga:

log y = log a xb log y = log a + b log x

Dilakukan transformasi berikut:

p = log y B = b

A = log a q = log x

Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:

= A + B

Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.2, dari hitungan dalam Tabel 5.2, didapat beberapa parameter berikut ini.

Tabel 5.2. Hitungan regresi linier dengan transformasi log

No xi yi qi = log xi pi = log yi qi pi qi2

1234

1234

0,51,73,45,7

00,30100,47710,6020

-0,30100,23040,53150,7559

00,06930,25360,4550

00,09060,22760,3624

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 59

Page 68: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

5 5 8,4 0,6990 0,9243 0,6461 0,4886 15 19,7 2,0791 2,1411 1,4240 1,1692

Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan (5.11) dan (5.12).

Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A:

Dengan demikian persamaan transformasi adalah:

Mengingat:

A = log a 0,3001 = log a a = 0,5011

B = b b = 1,7517

maka persamaan yang dicari adalah:

y = 0,5011 x1,7517

b). Transformasi In

Misalkan persamaan kurve mempunyai bentuk:

y = a ebx

Transformasi dengan menggunakan fungsi ln, sehingga persamaan diatas menjadi:

ln y = ln a ebx = ln a + ln ebx

ln y = ln a + bx

Dilakukan transformasi berikut:

p = ln y A = ln a

q = x B = b

Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:

p = A + B q

Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.3.Dari hitungan Tabel 5.3, didapat beberapa parameter berikut ini:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 60

Page 69: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Tabel 5.3 Hitungan regresi linier dengan trasnformasi ln

No xi = qi yi qi2 = xi

2 pi = ln yi qi pi

12345

12345

0,51,73,45,78,4

1491625

-0,6931 0,53061,22381,74052,1282

-0,69311,06123,67146,96210,641

15 19,7 55 4,93 21,6425Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan (5.11) dan (5.12).

Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A, yaitu:

Dengan demikian persamaan transformasi adalah:

P = 1,06975 + 0,68525 q

Mengingat:

A = ln a 1,06975 = ln a a = 0,3431

B = b b = 0,68525

Maka persamaan yang dicari adalah:

y = 0,3431 e0,68525x

5.4 Regresi PolinomialUntuk kurve lengkung persamaannya dapat diturunkan dengan melakukan transformasi data asli ke bentuk lain yang sesuai. Selain dengan menggunakan regresi polinomial. Penurunan persamaan dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.Persamaan polinomial order r mempunyai bentuk:

y = a0 + a1 x + a2 x2 + … + ar xr

Jumlah kuadrat dari kesalahan adalah:

Persamaan diatas diturunkan terhadap tiap koefisien dari polinomial dan kemudian disama-dengankan nol, sehingga diperoleh:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 61

Page 70: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(5.18)

Persamaan (5.18) dapat ditulis dalam bentuk:

= (5.19)

Dengan semua penjumlahan adalah dari i = 1 sampai n. Dari r + 1 persamaan tersebut akan dicari bilangan tak diketahui a0, a1, a2, …, ar dengan metode yang telah dibicarakan dalam pembahasan sistem persamaan linier. Koefisien matriks dari persamaan tersebut biasanya sangat padat (sangat sedikit koefisien nol) dan masing-masing koefisien sangat berbeda. Namun demikian biasanya nilai r adalah kecil sehingga sistem persamaan tersebut masih mudah diselesaikan.

Contoh soal: Cari persamaan kurve polinomial order dua yang mewakili data berikut:

xi 0 1 2 3 4 5

yi 2,1 7,7 13,6 27,2 40,9 61,1

Penyelesaian:Persamaan polinomial dari order 2 mempunyai bentuk:

g (x) = a0 + a1 x + a2 x2 (c.1)

Ei = yi – g (x)

Ei2 = ( yi – a0 – a1 x – a2 x2 )2

D2 = Ei 2

Untuk polinomial order dua, diferensial dari D2 terhadap tiap koefisien dari polinomial dan kemudian disama-dengankan nol menghasilkan bentuk:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 62

Page 71: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

= (c.2)

Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hitungan regresi polinomial order dua

No xi yi xi2 xi

3 xi4 xi yi xi

2 yi

123456

012345

2,17,713,627,240,961,1

01491625

0182764125

011681256625

07,727,281,6163,6305,5

07,754,4244,8654,41527,5

15 152,6 55 225 979 585,6 2488,8

Dengan melakukan hitungan dalam Tabel 5.4, maka sistem persamaan (c.2) menjadi:

6 a0 + 15 a1 + 55 a2 = 152,6

15 a0 + 55 a1 + 225 a2 = 585,6 (c.3)

55 a0 + 225 a1 + 979 a2 = 2488,8

Dengan menggunakan sistem persamaan linier, maka penyelesaian dari persamaan diatas adalah a2 = 1,860714; a1 = 2,359286; dan a0 = 2,478571.Dengan demikian persamaan kurve adalah:

y = 2,478571 + 2,359286 x + 1,860714 x2

5.5 Regresi Linier Dengan Banyak VariabelMetode regresi linier dapat dikembangkan untuk kasus dimana y adalah fungsi linier dari dua atau lebih variabel. Misalnya, y merupakan fungsi linier terhadap x1 dan x2

dalam bentuk:

y = a0 + a1 x1 + a2 x2

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mempresentasikan data pengamatan dimana variabel yang dipelajari merupakan fungsi dari dua variabel.Nilai terbaik dari koefisien a0, a1, dan a2 diperoleh dengan mencari kuadrat dari kesalahan yang dihitung dengan persamaan berikut:

Persamaan diatas diturunkan terhadap tiap koefisien dari polinomial, dan kemudian disama-dengankan nol, sehingga diperoleh:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 63

Page 72: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(5.20)

Persamaan (5.20) dapat ditulis dalam bentuk:

n a0 + x1,i a1 + x2,i a2 = yi

x1,i a0 + x1,i2 a1 + x1,i x2,i a2 = x1,i yi

x2,i a0 + x1,i x2,i a1 + x2,i 2 a2 = x2,i yi

atau dalam bentuk matriks menjadi:

= (5.21)

Sistem persamaan (5.21) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode pada sistem persamaan linier untuk mendapatkan koefisien a0, a1, dan a2.Secara umum persamaan regresi linier dengan m variabel mempunyai bentuk berikut:

y = a0 + a1 x1 + a2 x2 + … + am xm

di mana koefisien a0, a1, a2 sampai am dapat dihitung dari sistem persamaan berikut:

= (5.22)

Koefisien korelasi dapat dihitung dengan persamaan (5.13).

Contoh soal:

Buat persamaan kurve yang mewakili data berikut:

x1 0 2 2,5 1 4 7

x2 0 1 2 3 6 2

y 5 10 9 0 3 27

Penyelesaian:Penyelesaian dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Hitungan regresi linier dengan banyak variabel

y x1 x2 x12 x2

2 x1x2 x1 y x2 y

510

02

01

04

01

02

020

010

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 64

Page 73: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

90327

2,5147

2362

6,2511649

49364

532414

22,5012189

1801854

54 16,5 14 76,25 54 48 243,5 100

Nilai-nilai yang diperoleh dalam Tabel 5.5, dimasukkan dalam sistem persamaan (5.21), sehingga diperoleh:

= (c.1)

Persamaan (c.1) dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sistem persamaan linier, dan hasilnya adalah a0 = 5, a1 = 4, a2 = 3.

Persamaan kurve yang dihasilkan adalah: y = 5 + 4 x1 – 3 x2

BAB 6INTERPOLASI

Pada analisis regresi, kurve atau fungsi yang dibuat digunakan untuk mempresentasikan suatu rangkaian titik data dalam koordinat x-y. Kurve atau garis lurus yang terbentuk tidak melalui semua titik data akan tetapi hanya kecenderungan (trend) saja dari sebaran data, sedang pada interpolasi dicari suatu nilai yang berada diantara beberapa titik data yang telah diketahui nilainya. Untuk dapat memperkirakan nilai tersebut, pertama kali dibuat suatu fungsi atau persamaan yang melalui titik-titik data, setelah persamaan garis atau kurve terbentuk, kemudian dihitung nilai fungsi yang berada di antara titik-titik data.Pada Gambar 6.1, menunjukkan sket kurve yang dibuat dari data yang sama dengan cara regresi (Gambar 6.1a) dan interpolasi (Gambar 6.1b dan Gambar 6.1c). Kurve pada Gambar 6.1a, tidak melalui semua titik pengukuran, tetapi hanya mengikuti trend dari data menurut garis lurus. Gambar 6.1b, menggunakan segmen garis lurus atau interpolasi linier untuk menghubungkan titik-titik data, sedang Gambar 6.1c, menggunakan kurve untuk menghubungkan titik-titik data.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 65

Page 74: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 6.1. Perbedaan antara regresi (a) dan interpolasi (b, c)

Metode interpolasi yang sering digunakan adalah interpolasi polinomial. Persamaan polinomial adalah persamaan aljabar yang hanya mengandung jumlah dari variabel x berpangkat bilangan bulat (integer). Bentuk umum persamaan polinomial order n adalah:

f (x) = a0 + a1 x + a2 x2 + … + an xn (6.1)

dengan a0, a1, a2, …, an adalah parameter yang akan dicari berdasarkan titik data, n adalah derajat (order) dari persamaan polinomial, dan x adalah variabel bebas.Untuk (n + 1) titik data, hanya terdapat satu atau kurang polinomial order n yang melalui semua titik. Misalnya, hanya ada satu garis lurus (polinomial order 1) yang menghubungkan dua titik (Gambar 6.2a), demikian juga tiga buah titik dapat dihubungkan oleh fungsi parabola (polinomial order 2), sedang untuk 4 titik dapat dilalui kurve polinomial order 3, seperti terlihat dalam Gambar 6.2b dan Gambar 6.2c. Di dalam operasi interpolasi ditentukan suatu persamaan polinomial order n yang melalui (n + 1) titik data, yang kemudian digunakan untuk menentukan suatu nilai diantara titik data tersebut.Pada polinomial berderajat satu, diperoleh bentuk interpolasi linier yang sudah banyak dikenal. Interpolasi linier memberikan hasil yang kurang teliti, sedang interpolasi polinomial dengan derajat lebih besar dari satu yang merupakan fungsi tidak linier memberikan hasil yang lebih baik.

6.1 Interpolasi LinierBentuk paling sederhana dari interpolasi adalah menghubungkan dua buah titik data dengan garis lurus. Metode ini disebut dengan interpolasi linier yang dapat dijelaskan dengan Gambar 6.3.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 66

Page 75: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 6.2. Interpolasi polinomial

Gambar 6.3. Interpolasi linier

Diketahui nilai suatu fungsi di titik x0 dan x1, yaitu f (x0) dan f (x1). Dengan metode interpolasi linier akan dicari nilai fungsi di titik x, yaitu f1(x). Indeks 1 pada f1(x) menunjukkan bahwa interpolasi dilakukan dengan interpolasi polinomial order satu.Dari dua segitiga sebangun ABC dan ADE seperti tampak dalam Gambar 6.3, terdapat hubungan berikut:

(6.2)

Persamaan (6.2) adalah rumus interpolasi linier, yang merupakan bentuk interpolasi polinomial order satu. Suku [f (x1) f (x0)] / (x1 x0) adalah kemiringan garis yang menghubungkan dua titik data dan merupakan perkiraan beda hingga dari turunan pertama. Semakin kecil interval antara titik data, hasil perkiraan akan semakin baik.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 67

Page 76: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Contoh soal:

Dicari nilai ln 2 dengan metode interpolasi linier berdasar data ln 1 = 0 dan ln 6 = 1,7917595. Hitung juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan ln 4 = 1,3862944. Untuk membandingkan hasil yang diperoleh, dihitung besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).

Penyelesaian:Dengan menggunakan persamaan (6.2), dihitung dengan interpolasi linier nilai ln pada x = 2 berdasar nilai ln di x0 = 1 dan x1 = 6.

f1(2) = 0 + (2 1) = 0,3583519.

Besar kesalahan adalah:

Et = 100 % = 48,3 %.

Apabila digunakan interval yang lebih kecil, yaitu nilai x0 = 1 dan x1 = 4, maka:

f1(2) = 0 + (2 1) = 0,46209813.

Besar kesalahan adalah:

Et = 100 % = 33,3 %.

Dari contoh nampak bahwa dengan menggunakan interval yang lebih kecil didapat hasil yang lebih baik (kesalahan lebih kecil). Gambar 6.4, menunjukkan prosedur

hitungan dalam contoh secara grafis.Gambar 6.4. Interpolasi linier mencari ln 2

6.2 Interpolasi Kuadrat

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 68

Page 77: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi, maka perkiraan dilakukan dengan menggunakan garis lengkung yang menghubungkan titik-titik data. Apabila terdapat tiga titik data, maka perkiraan dapat dilakukan dengan polinomial order dua. Untuk maksud tersebut persamaan polinomial order dua dapat ditulis dalam bentuk:

f2(x) = b0 + b1(x – x0) + b2(x – x0)(x – x1) (6.3)

meskipun tampaknya persamaan (6.3) berbeda dengan persamaan (6.1), tetapi sebenarnya kedua persamaan adalah sama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mengalikan suku-suku persamaan (6.3) sehingga menjadi:

f2(x) = b0 + b1 x – b1 x0 + b2 x2 + b2 x0 x1 – b2 x x0 – b2 x x1

atau

f2(x) = a0 + a1 x + a2 x2

dengan

a0 = b0 – b1 x0 + b2 x0 x1

a1 = b1 – b2 x0 – b2 x1

a2 = b2

terlihat bahwa persamaan (6.3) sama dengan persamaan (6.1).

Selanjutnya untuk keperluan interpolasi, persamaan polinomial ditulis dalam bentuk persamaan (6.3). Berdasarkan titik data yang ada kemudian dihitung koefisien b0, b1, dan b2. Berikut ini diberikan prosedur untuk menentukan nilai dari koefisien-koefisien tersebut.

Koefisien b0 dapat dihitung dari persamaan (6.3), dengan memasukan nilai x = x0.

f (x0) = bo + b1 (xo – x0) + b2 (x0 – x0) (x0 – x1)

bo = f (x0) (6.4)

bila persamaan (6.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (6.3), kemudian dimasukkan ke dalam nilai x = x1, maka akan diperoleh koefisien b1:

f (x1) = f (x0) + b1(x1 – x0) + b2(x1 – x0)(x1 – x1)

b1 = (6.5)

bila persamaan (6.4) dan persamaan (6.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (6.3) dan nilai x = x2, maka akan diperoleh koefisien b2:

f (x2) = f (x0) + (x2 – x0) + b2(x2 – x0)(x2 – x1)

b2(x2 – x0)(x2 – x1) = f (x2) – f (x0) – [(x2 – x1) + (x1 – x0)]

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 69

Page 78: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

= f (x2) – f (x0) – (x2 – x1) – f (x1) + f (x0)

= f (x2) – f (x1) – (x2 – x1)

atau

b2 =

b2 = (6.6)

Dengan memperhatikan persamaan (6.3), persamaan (6.4), persamaan (6.5) dan persamaan (6.6) terlihat bahwa dua suku pertama dari persamaan (6.3) adalah ekivalen dengan interpolasi linier dari titik x0 ke x1 seperti yang diberikan oleh persamaan (6.2).Sedangkan suku terakhir, b2(x – x0)(x – x1) merupakan tambahan karena digunakannya kurve order 2. Koefisien b1 dan b2 dari interpolasi polinomial order 2 persamaan (6.5) dan persamaan (6.6) adalah mirip dengan bentuk beda hingga untuk turunan pertama dan kedua, dengan demikian penyelesaian interpolasi polinomial dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk beda hingga.

Contoh soal:

Dicari nilai ln 2 dengan metode polinomial order dua berdasar data nilai ln 1 = 0 dan nilai dari ln 6 = 1,7917595. Hitung juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan ln 4 = 1,3862944. Untuk membandingkan hasil yang diperoleh, dihitung pula besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).

Penyelesaian:

x0 = 1 f (x0) = 0

x1 = 4 f (x1) = 1,3862944

x2 = 6 f (x2) = 1,7917595

Interpolasi polinomial dihitung dengan menggunakan persamaan (6.3), dan koefisien b0, b1, dan b2, dihitung dengan persamaan (6.4), persamaan (6.5) dan persamaan (6.6).Dengan menggunakan persamaan (6.4) diperoleh nilai b0, yaitu (b0 = 0), koefisien b1

dapat dihitung dengan persamaan (6.5):

b1 =

b1 = = 0,46209813.

Persamaan (6.6) digunakan untuk menghitung koefisien b2:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 70

Page 79: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

b2 =

b2 = = –0,051873116.

Nilai-nilai tersebut disubstitusikan ke persamaan (6.3):

f2(x) = b0 + b1(x – x0) + b2(x – x0)(x – x1)

f2(x) = 0 + 0,46209813(x – 1) + (–0,051873116)(x – 1)(x – 4)

Untuk x = 2, maka diperoleh nilai fungsi interpolasi:

f2(2) = 0 + 0,46209813(2 – 1) + (–0,051873116)(2 – 1)(2 – 4) = 0,56584436.

Besar kesalahan adalah:

Et = 100 % = 18,4 %.

Dari contoh tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan interpolasi polinomial order 2 didapat hasil yang lebih baik (kesalahan lebih kecil).

Gambar 6.5. Interpolasi polinomial order 2

6.3 Bentuk Umum Interpolasi PolinomialProsedur seperti dijelaskan diatas dapat digunakan untuk membentuk polinomial order n dari (n + 1) titik data. Bentuk umum polinomial order n adalah:

fn(x) = bo + b1(x – x0) + … + bn(x – x0)(x – x1) ... (x – xn – 1) (6.7)

Seperti yang dilakukan interpolasi linier dan kuadrat, titik-titik data dapat dilakukan dengan evaluasi koefisien b0, b1, ..., bn.Untuk polinomial order n, diperlukan (n + 1) titik data x0, x1, x2, ..., xn. Dengan menggunakan titik-titik data tersebut, maka persamaan berikut digunakan untuk mengevaluasi koefisien b0, b1, ..., bn.

b0 = f (x0) (6.8)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 71

Page 80: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

b1 = f [x1, x0] (6.9)

b2 = f [x2, x1, x0] (6.10)

bn = f [xn, xn – 1, ..., x2, x1, x0] (6.11)

Dengan definisi fungsi berkurung ([….]) adalah pembagian beda hingga.Misalnya, pembagian beda hingga pertama adalah:

f [xi, xj] = (6.12)

Pembagian beda hingga kedua adalah:

f [xi, xj, xk] = (6.13)

Pembagian beda hingga ke n adalah:

f [xn, xn – 1, ..., x2, x1, x0] =

(6.14)

Bentuk pembagian beda hingga tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi koefisien-koefisien dalam persamaan (6.8) sampai persamaan (6.11) yang kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (6.7) untuk mendapatkan interpolasi polinomial order n.

fn(x) = f (x0) + f [x1, x0](x – x0) + f [x2, x1, x0](x – x0)(x – x1) + … +

f [xn, xn – 1, ..., x2, x1, x0](x – x0)(x – x1) … (x – xn – 1) (6.15)

Persamaan (6.12) sampai persamaan (6.14) adalah berurutan, artinya pembagian beda yang lebih tinggi terdiri dari pembagian beda hingga yang lebih rendah, secara skematis bentuk yang berurutan tersebut ditunjukkan dalam Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Langkah skematis pembagian beda hingga

Contoh soal:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 72

Page 81: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dalam contoh sebelumnya, titik data x0 = 1, x1 = 4 dan x2 = 6 digunakan untuk memperkirakan ln 2 dengan fungsi parabola. Sekarang dengan menambah titik ke empat yaitu x3 = 5 dengan nilai f (x3 = 5) = 1,6094379, hitung ln 2 dengan interpolasi polinomial order tiga.

Penyelesaian:

x0 = 1 f (x0) = 0

x1 = 4 f (x1) = 1,3862944

x2 = 6 f (x2) = 1,7917595

x3 = 5 f (x3) = 1,6094379

Persamaan polinomial order tiga didapat dengan memasukkan nilai n = 3 ke dalam persamaan (6.7):

f3(x) = bo + b1(x – x0) + b2(x – x0)(x – x1) + b3(x – x0)(x – x1)(x – x2) (c.1)

Pembagian beda hingga pertama dihitung dengan persamaan (6.12):

f [xi, xj] = (c.2)

f [x1, x0] = = 0,46209813.

f [x2, x1] = = 0,20273255.

f [x3, x2] = = 0,1823216.

Pembagian beda hingga kedua dihitung dengan persamaan (6.13):

f [xi, xj, xk] = (c.3)

f [x2, x1, x0] = = –0,051873116.

f [x3, x2, x1] = = –0,020410950. (c.4)

Pembagian beda hingga ketiga dihitung dengan persamaan (6.14):

f [xn, xn – 1, ..., x2, x1, x0] =

f [x3, x2, x1, x0] = = 0,007865541.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 73

Page 82: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Nilai f [x1, x0], f [x2, x1, x0] dan f [x3, x2, x1, x0] adalah koefisien b1, b2, dan b3 dari persamaan (6.7). Dengan nilai-nilai tersebut dan b0 = f (x0) = 0, maka persamaan (6.7) menjadi:

fn(x) = bo + b1(x – x0) + … + bn(x – x0)(x – x1) ... (x – xn – 1)

f3(x) = 0 + 0,46209813(x – 1) + (–0,051873116)(x – 1)(x – 4) +

0,007865541(x – 1)(x – 4)(x – 6) (c.5)

Hasil interpolasi polinomial order 3 di titik x = 2, akan didapat dengan memasukkan nilai dari x = 2 ke dalam persamaan (c.5) sehingga akhirnya didapat:

f3(2) = 0 + 0,46209813(2 – 1) + (–0,051873116)(2 – 1)(2 – 4) +

0,007865541(2 – 1)(2 – 4)(2 – 6)

= 0,62876869.

Besar kesalahan adalah:

Et = 100 % = 9,3 %.

6.4 Interpolasi Polinomial LagrangeInterpolasi polinomial Lagrange hampir sama dengan polinomial Newton, tetapi tidak menggunakan bentuk pembagian beda hingga. Interpolasi polinomial Lagrange dapat diturunkan dari persamaan Newton.Bentuk polinomial Newton order satu:

f1(x) = f (x0) + (x – x0) f [x1, x0] (6.16)

Pembagian beda hingga yang ada dalam persamaan diatas mempunyai bentuk:

f [x1, x0] =

f [x1, x0] = (6.17)

Substitusi persamaan (6.17) ke dalam persamaan (6.16) memberikan:

f1(x) = f (x0) + f (x1) + f (x0)

Dengan mengelompokkan suku-suku di ruas kanan maka persamaan diatas menjadi:

f1(x) = f (x0) + f (x1)

atau

f1(x) = f (x0) + f (x1) (6.18)

Persamaan (6.18) dikenal dengan interpolasi polinomial Lagrange order satu.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 74

Page 83: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dengan prosedur diatas, untuk interpolasi order dua akan didapat:

f1(x) = f (x0) + f (x1) + f (x2) (6.19)

Bentuk umum interpolasi polinomial Lagrange order n adalah:

fn(x) = f (xi) (6.20)

dengan

Li (x) = (6.21)

Simbol merupakan perkalian.

Dengan menggunakan persamaan (6.20) dan persamaan (6.21) dapat dihitung interpolasi Lagrange order yang lebih tinggi, misalnya untuk interpolasi Lagrange order 3, persamaan tersebut adalah:

f3(x) = f (xi) = L0(x) f (x0) + L1(x) f (x1) + L2(x) f (x2) + L3(x) f (x3)

L0(x) =

L1(x) =

L2(x) =

L3(x) =

Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 3 adalah:

f3(x) = f (x0) + f (x1)

+ f (x2) + f (x3) (6.22)

Contoh soal:

Dicari nilai ln 2 dengan metode interpolasi polinomial Lagrange order satu dan dua berdasar data ln 1 = 0 dan data ln 6 = 1,7917595. Hitung juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan data ln 4 = 1,3862944. Untuk membandingkan hasil yang diperoleh, hitung pula besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).

Penyelesaian:

x0 = 1 f (x0) = 0

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 75

Page 84: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

x1 = 4 f (x1) = 1,3862944

x2 = 6 f (x2) = 1,7917595

Penyelesaian order satu menggunakan persamaan (6.18):

f1(x) = f (x0) + f (x1)

Untuk x = 2 dan dengan data yang diketahui maka:

f1(2) = (0) + (1,3862944) = 0,462098133.

Untuk interpolasi polinomial Lagrange order dua digunakan persamaan (6.19):

f1(x) = f (x0) + f (x1) + f (x2)

f1(2) = (0) + (1,3862944) + (1,7917595)

= 0,56584437.

Terlihat bahwa kedua hasil diatas memberikan hasil yang hampir sama dengan contoh sebelumnya.

BAB 7INTEGRASI NUMERIK

Integral suatu fungsi adalah operator matematik yang dipresentasikan dalam bentuk:

(7.1)

dan merupakan integral suatu fungsi f (x) terhadap variabel x dengan batas-batas integrasi adalah dari x = a sampai x = b. Seperti pada Gambar 7.1 dan persamaan (7.1), yang dimaksud dengan integral adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f (x) dan sumbu-x, serta antara batas x = a dan x = b. Dalam integral analitis, persamaan (7.1) dapat diselesaikan menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 76

Page 85: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dengan F (x) adalah integral dari f (x) sedemikian sehingga F ' (x) = f (x). Sebagai contoh:

Gambar 7.1. Integral suatu fungsi

Integral numerik dilakukan apabila:1) Integral tidak dapat (sukar) diselesaikan secara analisis.2) Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara numerik

dalam bentuk angka (tabel).

Metode integral numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan perkiraan. Hitungan perkiraan tersebut dilakukan dengan fungsi polinomial yang diperoleh berdasar data tersedia. Bentuk paling sederhana adalah apabila tersedia dua titik data yang dapat dibentuk fungsi polinomial order satu yang merupakan garis lurus (linier). Seperti pada Gambar 7.2a, akan dihitung:

yang merupakan luasan antara kurve f (x) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b, bila nilai f (a) dan f (b) diketahui maka dapat dibentuk fungsi polinomial order satu f1(x).Dalam gambar tersebut fungsi f (x) didekati oleh f1(x), sehingga integralnya dalam luasan antara garis f1(x) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b. Bidang tersebut merupakan bentuk trapesium yang luasannya dapat dihitung dengan rumus geometri, yaitu:

Dalam integral numerik, pendekatan tersebut dikenal dengan metode trapesium. Dengan pendekatan ini integral suatu fungsi adalah sama dengan luasan bidang yang diarsir (Gambar 7.2), sedang kesalahannya adalah sama dengan luas bidang yang tidak diarsir.Apabila hanya terdapat dua data f (a) dan f (b), maka hanya bisa dibentuk satu trapesium dan cara ini dikenal dengan metode trapesium satu pias. Jika tersedia lebih dari dua data, maka dapat dilakukan pendekatan dengan lebih dari satu trapesium, dan luas total adalah jumlah dari trapesium-trapesium yang terbentuk. Cara ini dikenal dengan metode

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 77

Page 86: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

trapesium banyak pias. Seperti pada Gambar 7.2b, dengan tiga data dapat dibentuk dua trapesium, dan luas kedua trapesium (bidang yang diarsir) adalah pendekatan dari integral fungsi. Hasil pendekatan ini lebih baik dari pada pendekatan dengan satu pias. Apabila digunakan lebih banyak trapesium hasilnya akan lebih baik.Fungsi yang diintegralkan dapat pula didekati oleh fungsi polinomial dengan order lebih tinggi, sehingga kurve yang terbentuk tidak lagi linier, seperti dalam metode trapesium, tetapi kurve lengkung. Seperti pada Gambar 7.2c, tiga data yang ada dapat digunakan untuk membentuk polinomial order tiga. Metode Simpson merupakan metode integral numerik yang menggunakan fungsi polinomial dengan order lebih tinggi. Metode Simpson 1/3 menggunakan tiga titik data (polinomial order dua) dan Simpson 3/8 menggunakan empat titik data (polinomial order tiga). Jarak antara titik data tersebut adalah sama.

Gambar 7.2. Metode integral numerik

7.1 Metode TrapesiumMetode trapesium merupakan metode pendekatan integral numerik dengan persamaan polinomial order satu. Dalam metode ini kurve lengkung dari fungsi f (x) digantikan oleh garis lurus. Seperti pada Gambar 7.2, luasan bidang di bawah fungsi f (x) antara nilai x = a dan nilai x = b didekati oleh luas satu trapesium yang terbentuk oleh garis lurus yang menghubungkan f (a) dan f (b) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b. Pendekatan dilakukan dengan satu pias (trapesium). Menurut rumus geometri, luas trapesium adalah lebar kali tinggi rerata, yang berbentuk:

(7.2)

Pada Gambar 7.3, penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung menyebabkan terjadinya kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir.Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut:

(7.3)

dengan adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 78

Page 87: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Persamaan (7.3) menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linier, maka metode trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linier adalah nol. Sebaliknya untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan metode trapesium akan memberikan kesalahan.

Gambar 7.3. Metode trapesium

Contoh soal:

Gunakan metode trapesium satu pias untuk menghitung,

Penyelesaian:Bentuk integral diatas dapat diselesaikan secara analitis:

Hitungan integral numerik dilakukan dengan menggunakan persamaan (7.2):

Untuk mengetahui tingkat ketelitian dari integral numerik, hasil hitungan numerik dibandingkan dengan hitungan analitis. Kesalahan relatif terhadap nilai eksak adalah:

Terlihat bahwa penggunaan metode trapesium satu pias memberikan kesalahan sangat besar (lebih dari 100 %).

7.2 Metode Trapesium Dengan Banyak BiasDari contoh soal diatas terlihat bahwa pendekatan dengan menggunakan satu pias (trapesium) menimbulkan kesalahan sangat besar. Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi maka kurve lengkung didekati oleh sejumlah garis lurus, sehingga terbentuk banyak pias (Gambar 7.4). Luas bidang adalah jumlah dari luas beberapa pias tersebut. Semakin kecil pias yang digunakan, hasil yang didapat menjadi semakin teliti.Dalam Gambar 7.4, panjang tiap pias adalah sama yaitu x. Apabila terdapat n pias, berarti panjang masing-masing pias adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 79

Page 88: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Batas-batas pias diberi notasi:

xo = a, x1, x2, …, xn = b

Integral total dapat ditulis dalam bentuk:

(7.4)

Gambar 7.4. Metode trapesium dengan banyak pias

Substitusi persamaan (7.2) ke dalam persamaan (7.4) akan didapat:

atau

(7.5)

atau

(7.6)

Besarnya kesalahan yang terjadi pada penggunaan banyak pias adalah:

(7.7)

yang merupakan kesalahan order dua. Apabila kesalahan tersebut diperhitungkan dalam hitungan integral, maka akan didapat hasil yang lebih teliti.Bentuk persamaan trapesium dengan memperhitungkan koreksi adalah:

(7.8)

Untuk kebanyakan fungsi, bentuk f ''( ) dapat didekati oleh:

(7.9)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 80

Page 89: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Substitusi persamaan (7.9) ke dalam persamaan (7.8) didapat:

(7.10)

Bentuk persamaan (7.10) disebut dengan persamaan trapesium dengan koreksi ujung, karena memperhitungkan koreksi pada ujung interval a dan b.Metode trapesium dapat digunakan untuk integral suatu fungsi yang diberikan dalam bentuk numerik pada interval diskret. Koreksi pada ujung-ujungnya dapat didekati dengan mengganti diferensial f '(a) dan f '(b) dengan diferensial beda hingga.

Contoh soal:

Gunakan metode trapesium empat pias dengan lebar pias adalah x = 1 untuk menghitung:

Penyelesaian:Metode trapesium dengan 4 pias, sehingga panjang pias adalah:

Luas bidang dihitung dengan persamaan (7.6):

Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:

Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, maka integral dihitung dengan persamaan (7.10). Dalam persamaan tersebut koreksi ujung mengandung turunan pertama dari fungsi. Apabila f (x) = ex, turunan pertamanya adalah f ' = ex; sehingga:

Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 81

Page 90: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Contoh soal:

Diberikan tabel data berikut:

x 0 1 2 3 4f (x) 1 3 9 19 33

Hitung luasan di bawah fungsi f (x) dan di antara x = 0 dan x = 4, dengan menggunakan metode trapesium dan trapesium dengan koreksi ujung.

Penyelesaian:Integral numerik dihitung dengan persamaan (7.6):

Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, integral dihitung dengan persamaan (7.10):

Turunan pertama pada ujung-ujung dihitung dengan diferensial beda hingga:

7.3 Metode SimpsonDi samping menggunakan rumus trapesium dengan interval yang lebih kecil, cara lain untuk mendapatkan perkiraan yang lebih teliti adalah menggunakan polinomial order lebih tinggi untuk menghubungkan titik-titik data. Misalnya, apabila terdapat satu titik tambahan di antara f (a) dan f (b), maka ketiga titik dapat dihubungkan dengan fungsi parabola (Gambar 7.5a). Apabila terdapat dua titik tambahan dengan jarak yang sama antara f (a) dan f (b), maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan dengan polinomial order tiga (Gambar 7.5b). Rumus yang dihasilkan oleh integral di bawah polinomial tersebut dikenal dengan metode (aturan) Simpson.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 82

Page 91: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 7.5. Aturan Simpson

1) Aturan Simpson 1/3

Di dalam aturan Simpson 1/3 digunakan polinomial order dua (persamaan parabola) yang melalui titik f (xi – 1), f (xi) dan f (xi + 1) untuk mendekati fungsi. Rumus Simpson dapat diturunkan berdasarkan deret Taylor. Untuk itu, dipandang bentuk integral berikut ini.

(7.11)

Apabila bentuk tersebut didiferensialkan terhadap x, akan menjadi:

(7.12)

Dengan memperhatikan Gambar 7.6. dan persamaan (7.12) maka persamaan deret Taylor adalah:

(7.13)

(7.14)

Pada Gambar 7.6, nilai I (xi + 1) adalah luasan dibawah fungsi f (x) antara batas a dan xi + 1. Sedangkan nilai I (xi 1) adalah luasan antara batas a dan I (xi 1). Dengan demikian luasan di bawah fungsi antara batas xi 1 dan xi + 1 yaitu (Ai), adalah luasan I (xi + 1) dikurangi I (xi 1) atau persamaan (7.13) dikurangi persamaan (7.14).

Ai = I (xi + 1) – I (xi 1)

atau

(7.15)

Gambar 7.6 Penurunan metode Simpson

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 83

Page 92: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Nilai f ''(xi) ditulis dalam bentuk diferensial terpusat:

Kemudian bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan (7.15). Untuk memudahkan penulisan, selanjutnya notasi f (xi) ditulis dalam bentuk fi, sehingga persamaan (7.15) menjadi:

atau

(7.16)

Persamaan (7.16) dikenal dengan metode Simpson 1/3. Diberi tambahan nama 1/3

karena x dibagi dengan 3. Pada pemakaian satu pias, , sehingga

persamaan (7.16) dapat ditulis dalam bentuk:

(7.17)

dengan titik c adalah titik tengah antara a dan b.Kesalahan pemotongan yang terjadi dari metode Simpson 1/3 untuk satu pias adalah:

Oleh karena , maka:

Contoh soal:

Hitung dengan aturan Simpson 1/3.

Penyelesaian:Dengan menggunakan persamaan (7.17) maka luas bidang adalah:

Kesalahan terhadap nilai eksak:

Terlihat bahwa pada pemakaian satu pias, metode Simpson 1/3 memberikan hasil lebih baik dari rumus trapesium.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 84

Page 93: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

2) Aturan Simpson 1/3 dengan banyak pias

Seperti dalam metode trapesium, metode Simpson dapat diperbaiki dengan membagi luasan dalam sejumlah pias dengan panjang interval yang sama (Gambar 7.6):

dengan n adalah jumlah pias.

Gambar 7.7. Metode Simpson dengan banyak pias

Luas total diperoleh dengan menjumlahkan semua pias, seperti pada Gambar 7.7.

(7.18)

Dalam metode Simpson ini jumlah interval adalah genap. Apabila persamaan (7.16) disubstitusikan ke dalam persamaan (7.18) akan diperoleh:

atau

(7.19)

Seperti pada Gambar (7.7), dalam penggunaan metode Simpson dengan banyak pias ini jumlah interval adalah genap. Perkiraan kesalahan yang terjadi pada aturan Simpson untuk banyak pias adalah:

dengan adalah rerata dari turunan keempat untuk setiap interval.

Contoh soal:

Hitung dengan metode Simpson dengan x = 1.

Penyelesaian:Dengan menggunakan persamaan (7.19) maka luas bidang adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 85

Page 94: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Kesalahan terhadap nilai eksak:

3) Metode Simpson 3/8

Metode Simpson 3/8 diturunkan dengan menggunakan persamaan polinomial order tiga yang melalui empat titik.

Dengan cara yang sama pada penurunan aturan Simpson 1/3, akhirnya diperoleh:

(7.20)

dengan:

Persamaan (7.20) disebut dengan metode Simpson 3/8 karena x dikalikan dengan 3/8. Metode Simpson 3/8 dapat juga ditulis dalam bentuk:

(7.21)

Metode Simpson 3/8 mempunyai kesalahan pemotongan sebesar:

(7.22a)

Mengingat , maka:

(7.22b)

Metode Simpson 1/3 biasanya lebih disukai karena mencapai ketelitian order tiga dan hanya memerlukan tiga titik, dibandingkan metode Simpson 3/8 yang membutuhkan empat titik. Dalam pemakaian banyak pias, metode Simpson 1/3 hanya berlaku untuk jumlah pias genap. Apabila dikehendaki jumlah pias ganjil, maka dapat digunakan metode trapesium. Tetapi metode ini tidak begitu baik karena adanya kesalahan yang cukup besar. Untuk itu kedua metode dapat digabung, yaitu sejumlah genap pias digunakan metode Simpson 1/3 sedang 3 pias sisanya digunakan metode Simpson 3/8.

Contoh soal:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 86

Page 95: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dengan aturan Simpson 3/8 hitung . Hitung pula integral tersebut dengan

menggunakan gabungan dari metode Simpson 1/3 dan 3/8, apabila digunakan 5 pias dengan x = 0,8.

Penyelesaian:a) Metode Simpson 3/8 dengan satu pias

Integral dihitung dengan menggunakan persamaan (7.21):

Besar kesalahan adalah:

b) Apabila digunakan 5 pias, maka data untuk kelima pias tersebut adalah:

f (0) = e0 = 1 f (2,4) = e2,4 = 11,02318.f (0,8) = e0,8 = 2,22554f (3,2) = e3,2 = 24,53253.f (1,6) = e1,6 = 4,9530 f (4) = e4 = 54,59815.

Integral untuk 2 pias pertama dihitung dengan metode Simpson 1/3 (persamaan 7.17):

Tiga pias terakhir digunakan aturan Simpson 3/8:

Integral total adalah jumlah dari kedua hasil diatas:

Kesalahan terhadap nilai eksak:

7.4 Integral Dengan Panjang Pias Tidak Sama

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 87

Page 96: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Beberapa rumus diatas didasarkan pada titik data yang berjarak sama. Di dalam prakteknya sering dijumpai suatu keadaan dimana diperlukan pembagian pias dengan panjang tidak sama, seperti terlihat pada Gambar 7.8. Pada kurve yang melengkung dengan tajam diperlukan jumlah pias yang lebih banyak sehingga panjang pias lebih kecil dibanding dengan kurve yang relatif datar.

Gambar 7.8. Integral dengan panjang pias tidak sama

Di antara beberapa aturan yang telah dibicarakan, yang dapat digunakan untuk keadaan ini adalah metode trapesium dengan banyak pias, dan bentuk persamaannya adalah:

(7.23)

dengan xi = xi – xi – 1.

7.5 Metode KuadraturDi dalam metode trapesium dan Simpson, fungsi yang diintegralkan secara numerik terdiri dari dua bentuk yaitu tabel data atau fungsi. Pada metode kuadratur, yang akan dibahas adalah metode Gauss Kuadratur, data yang diberikan berupa fungsi.Pada aturan trapesium dan Simpson, integral didasarkan pada nilai-nilai di ujung-ujung pias. Seperti pada Gambar 7.9a, metode trapesium didasarkan pada luasan di bawah garis lurus yang menghubungkan nilai-nilai dari fungsi pada ujung-ujung interval integrasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung luasan adalah:

(7.24)

dengan a dan b adalah batas integrasi dan (b – a) adalah lebar dari interval integrasi. Karena metode trapesium harus melalui titik-titik ujung, maka seperti terlihat pada Gambar 7.9a. rumus trapesium memberikan kesalahan cukup besar.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 88

Page 97: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 7.9. Bentuk grafik metode trapesium dan Gauss kuadratur

Di dalam metode Gauss kuadratur dihitung luasan di bawah garis lurus yang menghubungkan dua titik sembarang pada kurve. Dengan menetapkan posisi dari kedua titik tersebut secara bebas, maka akan bisa ditentukan garis lurus yang dapat menyeimbangkan antara kesalahan positif dan negatif, seperti pada Gambar 7.9b.Dalam metode trapesium, persamaan integral seperti diberikan oleh persamaan (7.24) dapat ditulis dalam bentuk:

(7.25)

dengan c adalah konstanta. Dari persamaan tersebut akan dicari koefisien c1 dan c2.Seperti halnya dengan metode trapesium, dalam metode Gauss Kuadratur juga akan dicari koefisien-koefisien dari persamaan yang berbentuk:

(7.26)

Dalam hal ini variabel x1 dan x2 adalah tidak tetap, dan akan dicari seperti pada Gambar 7.10. Persamaan (7.26) mengandung 4 bilangan tak diketahui, yaitu c1, c2, x1, dan x2, sehingga diperlukan 4 persamaan untuk menyelesaikannya. Untuk itu persamaan (7.26) dianggap harus memenuhi integral dari empat fungsi, yaitu dari nilai f ( x ) = 1, f ( x ) = x, f ( x ) = x2 dan f ( x ) = x3, sehingga untuk:

(7.27)

(7.28)

(7.29)

(7.30)

Sehingga didapat sistem persamaan:

; ; ;

Penyelesaian dari sistem persamaan diatas adalah:

c1 = c2 = 1; x1 = = –0,577350269; x2 = = 0,577350269.

Substitusi dari hasil tersebut ke dalam persamaan (7.26) menghasilkan:

(7.31)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 89

Page 98: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 7.10. Integrasi Gauss kuadratur

Batas-batas integral dalam persamaan (7.27) hingga persamaan (7.30) adalah –1 sampai 1, sehingga lebih memudahkan hitungan dan membuat rumus yang didapat bisa digunakan secara umum. Dengan melakukan transformasi batas-batas integrasi yang lain dapat diubah ke dalam bentuk tersebut. Untuk itu dianggap terdapat hubungan antara variabel baru xd dan variabel asli x secara linier dalam bentuk:

x = a0 + a1xd (7.32)

Bila batas bawah adalah x = a, untuk variabel baru batas tersebut adalah xd = –1. Kedua nilai tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan (7.32), sehingga diperoleh:

a = a0 + a1(–1) (7.33)

dan batas baru xd = 1, memberikan:

b = a0 + a1(1) (7.34)

Persamaan (7.33) dan (7.34) dapat diselesaikan secara simultan dan hasilnya adalah:

(7.35)

dan

(7.36)

Substitusikan persamaan (7.35) dan (7.36) ke persamaan (7.32) menghasilkan:

(7.37)

Diferensial dari persamaan tersebut menghasilkan:

(7.38)

Persamaan (7.37) dan persamaan (7.38) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan yang diintegralkan.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 90

Page 99: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Bentuk rumus Gauss Kuadratur untuk dua titik dapat dikembangkan untuk lebih banyak titik, yang secara umum mempunyai bentuk:

I = c1 f (x1) + c2 f (x2) + … + cn f (xn) (7.39)

Nilai c dan x untuk rumus sampai dengan enam titik diberikan dalam Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Nilai c dan x pada rumus Gauss kuadratur

Jumlah titik Koefisien c Variabel x

2c1 = 1,000000000c2 = 1,000000000

x1 = 0,577350269x2 = 0,577350269

3c1 = 0,555555556c2 = 0,888888889c3 = 0,555555556

x1 = 0,774596669 x2 = 0,000000000x3 = 0,774596669

4

c1 = 0,347854845c2 = 0,652145155c3 = 0,652145155c4 = 0,347854845

x1 = 0,861136312x2 = 0,339981044x3 = 0,339981044x4 = 0,861136312

5

c1 = 0,236926885c2 = 0,478628670c3 = 0,568888889c4 = 0,478628670c5 = 0,236926885

x1 = 0,906179846 x2 = 0,538469310x3 = 0,000000000 x4 = 0,538469310x5 = 0,906179846

6

c1 = 0,171324492 c2 = 0,360761573c3 = 0,467913935c4 = 0,467913935c5 = 0,360761573c6 = 0,171324492

x1 = 0,932469514x2 = 0,661209386x3 = 0,238619186x4 = 0,238619186x5 = 0,661209386x6 = 0,932469514

Contoh soal:

Hitung integral dengan menggunakan metode Gauss kuadratur.

Penyelesaian:Dengan menggunakan persamaan (7.37) untuk a = 0 dan b = 4 didapat:

Turunan dari persamaan tersebut adalah:

dx = 2 dxd

Kedua bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan asli, sehingga didapat:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 91

Page 100: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Ruas kanan dari persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung luasan dengan metode Gauss Kuadratur, dengan memasukkan nilai xd = x1 = –0,577350269 dan nilai xd = x2 = 0,577350269.

Untuk x1 = –0,577350269

Untuk x2 = 0, 577350269

Luas total seperti diberikan oleh persamaan (7.30):

I = 4,6573501 + 46,8920297 = 51,549380.

Kesalahan:

Contoh soal:

Hitung integral dengan menggunakan metode Gauss Kuadratur 3 titik.

Penyelesaian: Untuk 3 titik persamaan (7.26) menjadi:

(c1)

Seperti terlihat dalam Tabel 7.1, untuk 3 titik, koefisien c dan x adalah:

c1 = 0,555555556. x1 = 0,774596669.c2 = 0,888888889. x2 = 0,000000000.c3 = 0,555555556. x3 = 0,774596669.

Dari contoh soal sebelumnya didapat persamaan yang telah dikonversi adalah:

Untuk x1 = –0,774596669

Untuk x2 = 0,000000000

Untuk x3 = 0,774596669

Persamaan (c1) menjadi:

I = (0,555555556 3,13915546) + (0,888888889 14,7781122) + (0,555555556 69,5704925) = 53,5303486.

Kesalahan:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 92

Page 101: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

BAB 8PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua macam tergantung pada jumlah variabel bebas. Apabila persamaan tersebut mengandung hanya satu variabel bebas, persamaan disebut dengan persamaan diferensial parsial. Derajat (order) dari persamaan ditentukan oleh derajat tertinggi dari turunannya.Sebagai contoh persamaan diferensial biasa di bawah ini adalah berorder satu, karena turunan tertingginya adalah turunan pertama.

Sedang persamaan diferensial biasa berorder dua mengandung turunan kedua sebagai turunan tertingginya, seperti bentuk di bawah ini:

Contoh persamaan diferensial parsial dengan variabel bebas x dan t adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 93

Page 102: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Penyelesaian persamaan diferensial adalah suatu fungsi yang memenuhi persamaan diferensial dan juga memenuhi kondisi awal yang diberikan pada persamaan tersebut. Di dalam penyelesaian persamaan diferensial secara analitis, biasanya dicari penyelesaian umum yang mengandung konstanta sembarang dan kemudian mengevaluasi konstanta tersebut sedemikian sehingga hasilnya sesuai dengan kondisi awal. Metode penyelesaian persamaan diferensial secara analitis terbatas pada persamaan-persamaan dengan bentuk tertentu, dan biasanya hanya untuk menyelesaikan persamaan linier dengan koefisien konstan.Misalkan suatu persamaan diferensial biasa berorder satu, sebagai berikut:

(8.1)

Penyelesaian dari persamaan tersebut adalah:

(8.2)

yang memberikan banyak fungsi untuk berbagai nilai koefisien C. Gambar 8.1, menunjukkan beberapa kemungkinan dari penyelesaian persamaan (8.2), yang tergantung pada nilai C.Untuk mendapatkan penyelesaian tunggal diperlukan informasi tambahan, misalnya nilai y (x) dan atau turunannya pada nilai x tertentu. Untuk persamaan order n biasanya diperlukan n kondisi untuk mendapatkan penyelesaian tunggal y (x). Apabila semua n kondisi diberikan pada nilai x yang sama (misalnya x0), maka permasalahan disebut dengan problem nilai awal. Apabila dilibatkan lebih dari satu nilai x, permasalahan disebut dengan problem nilai batas. Misalnya persamaan (8.1), disertai kondisi awal yaitu x = 0, nilai y = 1 atau:

(8.3)

Substitusikan persamaan (8.3) ke dalam persamaan (8.2) memberikan:

atau

C = 1

Dengan demikian penyelesaian tunggal yang memenuhi persamaan:

adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 94

Page 103: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 8.1. Penyelesaian persamaan

Metode penyelesaian numerik tidak ada batasan mengenai bentuk persamaan diferensial. Penyelesaian berupa tabel nilai-nilai numerik dari fungsi untuk berbagai variabel bebas. Penyelesaian suatu persamaan diferensial dilakukan pada titik-titik yang ditentukan secara berurutan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti maka jarak (interval) antara titik-titik yang berurutan tersebut dibuat semakin kecil.Penyelesaian persamaan (8.1) dan persamaan (8.3) adalah mencari nilai y sebagai fungsi dari x. Persamaan diferensial memberikan kemiringan kurve pada setiap titik sebagai fungsi x dan y. Hitungan dimulai dari nilai awal yang diketahui, misalnya di titik (x0, y0). Kemudian dihitung kemiringan kurve (garis singgung) di titik tersebut. Berdasar nilai y0 di titik x0 dan kemiringan fungsi di titik-titik tersebut dapat dihitung nilai y1 di titik x1 yang berjarak x dari x0. Selanjutnya titik (x1, y1) yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung nilai y2 di titik x2 yang berjarak x dari x1. Prosedur hitungan tersebut diulangi lagi untuk mendapatkan nilai y selanjutnya, seperti pada Gambar 8.2.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 95

Page 104: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Gambar 8.2. Penyelesaian numerik persamaan diferensial

8.1 Metode Satu LangkahAkan diselesaikan persamaan diferensial biasa dengan bentuk sebagai berikut:

Persamaan tersebut dapat didekati dengan bentuk berikut:

atau

atau

(8.4)

dengan adalah perkiraan kemiringan yang digunakan untuk ekstrapolasi dari nilai yi

ke yi + 1 yang berjarak x yaitu selisih antara x = xi + 1 xi. Persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung langkah nilai y secara bertahap.Semua metode satu langkah dapat ditulis dalam bentuk umum tersebut. Perbedaan dari beberapa metode yang ada adalah didalam cara mengestimasi kemiringan .

8.2 Metode EulerMetode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Di banding dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti.Metode Euler dapat diturunkan dari Deret Taylor:

Apabila nilai x kecil, maka suku yang mengandung pangkat lebih tinggi dari 2 adalah sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga persamaan diatas dapat ditulis menjadi:

(8.5)

Dengan membandingkan persamaan (8.4) dan persamaan (8.5) dapat disimpulkan bahwa pada metode Euler, kemiringan = = f (xi , yi), sehingga persamaan (8.5) dapat ditulis menjadi:

(8.6)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 96

Page 105: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dengan i = 1, 2, 3, … Persamaan (8.6) adalah metode Euler, nilai yi + 1 diprediksi dengan menggunakan kemiringan fungsi (sama dengan turunan pertama) di titik xi untuk diekstrapolasikan secara linier pada jarak sepanjang pias x. Gambar 8.3, adalah penjelasan secara grafis dari metode Euler.

Gambar 8.3. Metode Euler

Contoh soal:Selesaikan persamaan di bawah ini:

dari x = 0 sampai x = 4 dengan panjang langkah x = 0,5 dan x = 0,25.

Penyelesaian:Penyelesaian eksak dari persamaan diatas adalah:

Penyelesaian numerik dilakukan secara bertahap pada beberapa titik yang berurutan. Dengan menggunakan persamaan (8.6), dihitung nilai yi + 1 yang berjarak x = 0,5 dari titik awal yaitu x = 0. Untuk i = 0 maka persamaan (8.6), menjadi:

Dari kondisi awal, pada x = 0 nilai fungsi y (0) = 1, sehingga:

Kemiringan garis di titik (x0 ; y0) adalah:

sehingga:

Nilai eksak pada titik x = 0,5 adalah:

Jadi kesalahan dengan metode Euler adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 97

Page 106: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Pada langkah berikutnya, yaitu untuk i = 1, persamaan (8.6) menjadi:

Hitungan dilanjutkan dengan prosedur diatas dan hasilnya diberikan dalam Tabel 8.1, Untuk x = 0,25, hitungan dilakukan dengan prosedur diatas dan hasilnya juga diberikan dalam Tabel 8.1. Dalam contoh tersebut dengan nilai x berbeda, dapat disimpulkan bahwa penggunaan x yang lebih kecil akan memberikan hasil yang lebih teliti. Tetapi konsekuensinya waktu hitungan menjadi lebih lama.

8.3 Kesalahan Metode EulerPenyelesaian numerik dari persamaan diferensial biasa menyebabkan terjadinya dua tipe kesalahan, yaitu:1) Kesalahan pemotongan, yang disebabkan oleh cara penyelesaian yang digunakan

untuk perkiraan nilai y,2) Kesalahan pembulatan, yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah angka (digit)

yang digunakan dalam hitungan.

Kesalahan pemotongan terdiri dari dua bagian. Pertama adalah kesalahan pemotongan lokal yang terjadi dari pemakaian suatu metode pada satu langkah. Kedua adalah kesalahan pemotongan menyebar yang ditimbulkan dari perkiraan yang dihasilkan pada langkah-langkah berikutnya. Gabungan dari kedua kesalahan tersebut dikenal dengan kesalahan pemotongan global.Besar dan sifat kesalahan pemotongan pada metode Euler dapat dijelaskan dari deret Taylor. Untuk itu dipandang persamaan diferensial berbentuk:

(8.7)

dengan , sedang x dan y adalah variabel bebas dan tak bebas.

Penyelesaian dari persamaan tersebut dapat diperkiraan dengan deret Taylor:

(8.8)

Apabila persamaan (8.7) disubstitusikan ke persamaan (8.8), akan menghasilkan:

(8.9)

Tabel 8.1. Hasil hitungan dengan metode Euler

x y eksakx = 0,5 x = 0,25

y perk t (%) y perk t (%)0,000,250,50

1,000002,560553,21875

1,00000

5,25000

-

63,11

1,000003,125004,17969

-22,0429,85

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 98

Page 107: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

0,751,001,251,501,752,002,252,502,753,003,253,503,754,00

3,279303,000002,591802,218751,998052,000002,248052,718753,341804,000004,529304,718754,310553,00000

5,87500

5,12500

4,50000

4,75000

5,87500

7,12500

7,00000

95,83

130,99

125,00

74,71

46,88

50,99

133,33

4,492194,343753,968753,554693,242193,125003,250003,617194,179694,843755,468755,867195,804695,00000

36,9944,7953,1360,2162,2756,2544,5733,0525,0721,0920,7424,3434,6666,67

Perbandingan antara persamaan (8.6) dan persamaan (8.9) menunjukkan bahwa metode Euler hanya memperhitungkan dua suku pertama dari ruas kanan persamaan (8.9).Kesalahan yang terjadi dari metode Euler adalah karena tidak memperhitungkan suku-suku terakhir dari persamaan (8.9) yaitu sebesar:

(8.10)

dengan t adalah kesalahan pemotongan lokal eksak. Untuk x yang sangat kecil, kesalahan seperti yang diberikan oleh persamaan (8.10), adalah berkurang dengan bertambahnya order (order yang lebih tinggi). Dengan demikian suku yang mengandung pangkat lebih besar dari dua dapat diabaikan, sehingga persamaan (8.10) menjadi:

(8.11)

dengan a adalah perkiraan kesalahan pemotongan lokal.

Contoh soal:

Hitung kesalahan yang terjadi dari penggunaan metode Euler dalam contoh sebelumnya pada langkah pertama.

Penyelesaian:Kesalahan eksak dihitung dengan persamaan (8.10). Oleh karena persamaan yang diselesaikan adalah polinomial order 3 maka kesalahan yang diperhitungkan hanya sampai suku ke tiga, karena turunan keempat dari persamaan pangkat tiga adalah nol, sehingga persamaan (8.10) menjadi:

Pada langkah pertama berarti x1 = 0, sehingga nilai turunan pertama, kedua dan ketiga adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 99

Page 108: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dengan demikian kesalahan yang terjadi untuk x = 0,5 adalah:

Sedang x = 0,25 kesalahannya adalah:

Dengan menggunakan x = 0,25 kesalahan yang terjadi lebih kecil dibanding dengan penggunaan x = 0,5. Kesalahan tersebut terjadi pada langkah pertama, dan akan merambat pada langkah-langkah berikutnya, karena nilai perkiraan pada langkah pertama (yang mempunyai kesalahan) digunakan sebagai dasar hitungan pada langkah selanjutnya.

8.4 Deret Taylor Dengan Order Lebih TinggiSetelah mengetahui kesalahan yang terjadi pada metode Euler, dapat disimpulkan bahwa metode tersebut dapat diperbaiki dengan memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor (dengan deret Taylor order yang lebih tinggi). Deret Taylor orde dua mempunyai bentuk:

(8.12)

Persamaan (8.12) akan memberikan hasil yang lebih baik dari persamaan (8.5), tetapi penyelesaian menjadi lebih sulit karena harus memperhitungkan turunan pertama

, terutama bila fungsi sulit untuk diturunkan.

8.5 Metode HeunMetode Heun merupakan modifikasi dari metode Euler. Modifikasi dilakukan dalam memperkirakan kemiringan . Metode ini memperkirakan dua turunan pada interval, yaitu pada ujung awal dan akhir. Kedua turunan tesebut kemudian diratakan untuk mendapatkan perkiraan kemiringan yang lebih baik (Gambar 8.4).Berdasarkan metode Euler, kemiringan pada ujung awal dari interval adalah:

(8.13)

Kemiringan tesebut digunakan untuk menghitung nilai yi + 1 dengan ekstrapolasi linier sehingga:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 100

Page 109: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(8.14)

Gambar 8.4. Metode Heun

Nilai dari persamaan (8.14) tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan kemiringan pada ujung akhir interval, yaitu:

(8.15)

Kedua kemiringan yang diberikan oleh persamaan (8.13) dan persamaan (8.15), kemudian diratakan untuk memperoleh kemiringan pada interval, yaitu:

Kemiringan rerata tersebut kemudian digunakan untuk ekstrapolasi linier dari yi ke yi + 1

dengan menggunakan metode Euler:

(8.16)

Metode Heun ini disebut juga metode prediktor-korektor. Persamaan (8.14) disebut dengan persamaan prediktor, sedang persamaan (8.16) disebut dengan persamaan korektor.Contoh soal:

Selesaikan persamaan berikut:

(c.1)

(c.2)

dengan menggunakan metode Heun dan t = 0,1.

Penyelesaian:

Penyelesaian eksak dari persamaan diatas adalah:

Penyelesaian numerik dengan menggunakan metode Heun.Persamaan (c.1) dapat ditulis dalam bentuk:

(c.3)

Untuk i = 0, persamaan (c.3) menjadi:

Kemiringan fungsi di titik ( t0 , y0 ) adalah:

Perkiraan nilai awal dari y di titik i = 1 adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 101

Page 110: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Kemiringan fungsi di titik i = 1 adalah:

Kemiringan rerata:

Perkiraan nilai y dititik i = 1 adalah:

Untuk i = 1, persamaan (3) menjadi:

Kemiringan fungsi di titik ( t1, y1 ) adalah:

Perkiraan nilai awal dari y di titik i = 1 adalah:

Kemiringan fungsi dititik i = 2 adalah:

Kemiringan rerata:

Perkiraan nilai y dititik i = 2 adalah:

y1 = 0,9095 – (0,75538 0,1) = 0,83396.

Hitungan selanjutnya dilakukan dengan prosedur diatas dan hasilnya diberikan dalam Tabel 8.2.

Tabel 8.2. Hasil hitungan dengan metode Heun

ti y eksak y perkiraan t (%)

0,00 1,000000 1,00000 -0,10 0,909090 0,90950 0,050,20 0,833333 0,83396 0,080,30 0,769231 0,76977 0,10,40 0,714286 0,71507 0,110,50 0,666666 0,66746 0,12

8.6 Metode PoligonMetode Poligon dapat juga disebut sebagai modifikasi dari metode Euler. Metode Euler digunakan untuk memprediksi kemiringan nilai y pada titik tengah interval. Untuk itu

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 102

Page 111: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

pertama kali dihitung nilai yi + 1/2 berikut ini. Gambar 8.5 adalah penjelasan dari metode tersebut.

Gambar 8.5. Metode Euler yang dimodifikasi (Poligon)

Kemudian nilai tersebut digunakan untuk mengestimasi kemiringan pada titik tengah interval, yaitu :

(8.17)

Kemiringan tersebut merupakan perkiraan dari kemiringan rerata pada interval, yang kemudian digunakan untuk ekstrapolasi linier dari xi ke xi + 1 dengan menggunakan metode Euler:

(8.18)

Contoh soal:

Selesaikan persamaan berikut dengan metode Poligon untuk x = 0,1.

(c.1)

(c.2)

Penyelesaian:Persamaan (c.1) dapat ditulis dalam bentuk:

(c.3)

Perkiraan nilai y pada titik tengah interval adalah:

Kemiringan fungsi pada titik tengah interval adalah:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 103

Page 112: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Perkiraan nilai y di titik i = 1 adalah:

Prosedur hitungan tersebut diatas diulangi lagi untuk langkah-langkah berikutnya, dan hasilnya diberikan dalam Tabel 8.3.

Tabel 8.3. Hasil hitungan dengan metode Poligon

xi y eksak y perkiraan t (%)

0,0 1,000000 1,00000 -0,1 1,105171 1,105127 0,0040,2 1,221403 1,221310 0,0080,3 1,349859 1,349713 0,0110,4 1,491825 1,491619 0,0140,5 1,648721 1,648452 0,016

8.7 Metode Runge-KuttaPada metode Euler memberikan hasil yang kurang teliti maka untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti perlu diperhitungkan suku yang lebih banyak dari deret Taylor atau dengan menggunakan interval x yang kecil. Kedua cara tersebut tidak menguntungkan. Penghitungan suku yang lebih banyak memerlukan turunan yang lebih tinggi dari fungsi nilai y (x), sedang penggunaan x yang kecil menyebabkan waktu hitungan lebih panjang.Metode Runge-Kutta memberikan hasil ketelitian yang lebih besar dan tidak memerlukan turunan dari fungsi, bentuk umum dari metode Runge-Kutta adalah:

(8.19)

dengan (xi, yi, x) adalah fungsi pertambahan yang merupakan kemiringan rerata pada interval. Fungsi pertambahan dapat ditulis dalam bentuk umum:

(8.20)

dengan a adalah konstanta dan k adalah:

k1 = f (xi, yi) (8.21a)k2 = f (xi + p1x, yi + q11 k1x) (8.21b)k3 = f (xi + p2x, yi + q21 k1x + q22 k2x) (8.21c)

kn = f (xi + pn – 1x, yi + qn – 1, 1 k1x + qn – 1, 2 k2x + + qn – 1, n – 1 kn – 1x) (8.21d)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai k mempunyai hubungan berurutan.Nilai k1 muncul dalam persamaan untuk menghitung k2, yang juga muncul dalam persamaan untuk menghitung k3, dan seterusnya. Hubungan yang berurutan ini membuat metode Runge-Kutta adalah efisien dalam hitungan.Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang digunakan.Untuk n = 1, yang disebut Runge-Kutta order satu, persamaan (8.20) menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 104

Page 113: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Untuk a1 = 1 maka persamaan (8.19) menjadi:

yang sama dengan metode Euler.

Di dalam metode Runge-Kutta, setelah nilai n ditetapkan, kemudian nilai a, p dan q dicari dengan menyamakan persamaan (8.19) dengan suku-suku dari deret Taylor.

1) Metode Runge-Kutta order 2

Metode Runge-Kutta order 2 mempunyai bentuk:

(8.22a)

dengan:

(8.22b)

(8.22c)

Nilai a1, a2, p1 dan q11 dievaluasi dengan menyamakan persamaan (8.22a) dengan deret Taylor order 2, yang mempunyai bentuk:

(8.23)

dengan dapat ditentukan dari hukum berantai (chain rule) berikut:

(8.24)

Substitusi persamaan (8.24) ke dalam persamaan (8.23) menghasilkan:

(8.25)

Dalam metode Runge-Kutta ini dicari nilai a1, a2, p1 dan q11 sedemikian sehingga persamaan (8.22a) ekivalen dengan persamaan (8.25). Untuk itu digunakan deret Taylor untuk mengembangkan persamaan (8.22c). Deret Taylor untuk fungsi dengan dua variabel mempunyai bentuk:

Dengan cara tersebut, persamaan (8.22c) dapat ditulis dalam bentuk:

Bentuk diatas dan persamaan (8.22b) disubstitusikan ke dalam persamaan (8.22a) sehingga menjadi:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 105

Page 114: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

atau

(8.26)

Dengan membandingkan persamaan (8.25) dan persamaan (8.26), dapat disimpulkan bahwa kedua persamaan akan ekivalen apabila:

a1 + a2 = 1. (8.27a)

a2 p1 = . (8.27b)

a2 q11 = . (8.27c)

Sistem persamaan diatas yang terdiri dari tiga persamaan mengandung empat bilangan tak diketahui, sehingga tidak bisa diselesaikan. Untuk itu salah satu bilangan tak diketahui ditetapkan, dan kemudian dicari ketiga bilangan yang lain. Dianggap bahwa a2 ditetapkan, sehingga persamaan (8.27a) sampai persamaan (8.27c) dapat diselesaikan dan menghasilkan:

(8.28a)

(8.28b)

Karena nilai a2 dapat dipilih sembarang, maka akan terdapat banyak metode Runge-Kutta order 2.Dibawah ini merupakan 3 metode Runge-Kutta order 2 yang sering digunakan.

a) Metode Heun

Apabila a2 dianggap , maka persamaan (8.28a) dan persamaan (8.28b) dapat

diselesaikan dan diperoleh:

Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (8.22a) akan menghasilkan:

(8.29a)

dengan:

(8.29b)

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 106

Page 115: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(8.29c)

dimana k1 adalah kemiringan fungsi pada awal interval dan k2 adalah kemiringan fungsi pada akhir interval. Dengan demikian metode Runge-Kutta order 2 adalah sama dengan metode Heun.

b) Metode Poligon ( a 2 = 1)

Apabila a2 dianggap 1, maka persamaan (8.28a) dan persamaan (8.28b) dapat diselesaikan dan diperoleh:

Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (8.22a) akan menghasilkan:

(8.30a)

dengan:

(8.30b)

(8.30c)

c) Metode Ralston

Dengan memilih a2 = , akan menghasilkan kesalahan pemotongan minimum

untuk metode Runge-Kutta order 2. Dengan a2 = , didapat:

sehingga :

(8.31a)

dengan:

(8.31b)

(8.31c)

Contoh soal:

Selesaikan persamaan diferensial berikut ini dengan metode Raltson.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 107

Page 116: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.

Peyelesaian:Langkah pertama adalah menghitung k1 dan k2 dengan menggunakan persamaan (8.31b) dan persamaan (8.31c):

Kemiringan rerata adalah :

Nilai y (0,5) dihitung dengan persamaan (8.31a):

2) Metode Runge-Kutta Order 3

Metode Runge-Kutta Order 3 diturunkan dengan cara yang sama dengan order 2 untuk nilai n = 3. Hasilnya adalah 6 persamaan dengan 8 bilangan tak diketahui. Oleh karena itu 2 bilangan tak diketahui harus ditetapkan untuk mendapatkan 6 bilangan tak diketahui lainnya. Hasil yang biasa digunakan adalah:

(8.32a)

dengan:

(8.32b)

(8.32c)

(8.32d)

Contoh soal:

Selesaikan persamaan berikut dengan metode Runge-Kutta order 3.

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.

Penyelesaian:Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 3 yaitu menghitung k1, k2 dan k3.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 108

Page 117: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Dengan menggunakan persamaan (8.32a), dihitung nilai y (x):

3) Metode Runge-Kutta Order 4

Metode Runge-Kutta order 4 banyak digunakan karena mempunyai ketelitian lebih tinggi. Metode ini mempunyai bentuk:

(8.33a)

dengan:

(8.33b)

(8.33c)

(8.33d)

(8.33e)

Contoh soal:

Selesaikan persamaan berikut dengan metode Runge-Kutta order 4.

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.

Penyelesaian:Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 4 yaitu menghitung k1, k2, k3 dan

k4.

Dengan menggunakan persamaan (8.33a), dihitung nilai y (x):

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 109

Page 118: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Tabel 8.4. Perbandingan penyelesaian persamaan dengan berbagai metode

I X YEEULER HEUN POLIGON RALSTON RUNGE-KUTTA

Y t (%) Y t (%) Y t (%) Y t (%) Y t (%)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

1.00000

3.21875

3.00000

2.21875

2.00000

2.71875

4.00000

4.71875

3.00000

1.00000

5.25000

5.87500

5.12500

4.50000

4.75000

5.87500

7.12500

7.00000

-

63.11

95.83

130.99

125.00

74.71

46.88

50.99

133.33

1.00000

3.43750

3.37500

2.68750

2.50000

3.18750

4.37500

4.93750

3.00000

-

6.80

12.50

21.13

25.00

17.24

9.38

4.64

0.00

1.00000

3.27734

3.10156

2.34766

2.14063

2.85547

4.11719

4.80078

3.03125

-

1.82

3.39

5.81

7.03

5.03

2.93

1.74

1.04

1.00000

3.27734

3.10156

2.34766

2.14063

2.85547

4.11719

4.80078

3.03125

-

1.82

3.39

5.81

7.03

5.03

2.93

1.74

1.04

1.00000

3.21875

3.00000

2.21875

2.00000

2.71875

4.00000

4.71875

3.00000

-

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

BAB 9PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL

Kebanyakan permasalahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipresentasikan dalam bentuk persamaan diferensial parsiil. Persamaan tersebut merupakan laju perubahan terhadap dua atau lebih variabel bebas yang biasanya adalah waktu dan jarak (ruang). Bentuk umum persamaan diferensial parsiil order 2 dan dua dimensi adalah:

(9.1)

dengan a, b, c, d, e, f dan g merupakan fungsi dari variabel x dan y dan variabel tidak bebas .Persamaan diferensial parsiil dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:1) Persamaan Ellips jika : b2 – 4ac < 02) Persamaan Parabola jika : b2 – 4ac = 03) Persamaan Hiperbola jika : b2 – 4ac > 0

Persamaan parabola biasanya merupakan persamaan yang tergantung pada waktu (tidak permanen). Penyelesaian persamaan tersebut memerlukan kondisi awal dan batas. Persamaan ellips biasanya berhubungan dengan masalah keseimbangan atau kondisi permanen (tidak tergantung waktu), dan penyelesaiannya memerlukan kondisi batas di sekeliling daerah tinjauan. Persamaan hiperbola biasanya berhubungan dengan getaran, atau permasalahan di mana terjadi ketidak-kontinuean dalam kecepatan, tekanan dan rapat massa. Penyelesaian dari persamaan hiperbola mirip dengan penyelesaian persamaan parabola, yang menghitung nilai untuk nilai x dan t yang diberikan.Penyelesaian persamaan diferensial parsiil dengan kondisi awal dan batas dapat diselesaikan dengan metode beda hingga. Untuk itu dibuat jaringan titik hitungan pada daerah tinjauan. Sebagai contoh penyelesaian persamaan ellips pada daerah S yang dibatasi oleh kurve C seperti tampak pada Gambar 9.1. Daerah tinjauan S dibagi menjadi sejumlah

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 110

Page 119: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

pias (titik hitungan P) dengan jarak antara pias adalah x dan y. Kondisi di mana variabel tidak bebas () harus memenuhi di sekeliling kurve C disebut dengan kondisi batas. Penyelesaian persamaan diferensial merupakan perkiraan dari nilai pada titik-titik hitungan P11, P12, …, Pij, … Perkiraan dilakukan dengan mengganti turunan dari persamaan diferensial parsiil dengan menggunakan perkiraan beda hingga.

Gambar 9.1. Penyelesaian persamaan diferensial parsiil

9.1 Beberapa Bentuk Persamaan Diferensial ParsiilBerikut ini diberikan beberapa bentuk persamaan diferensial parsiil.

a) Persamaan Ellips

Persamaan yang termasuk dalam tipe ini adalah persamaan Poisson:

(9.2)

dan persamaan Laplace:

(9.3)

b) Persamaan Parabola

Permasalahan yang mengandung waktu sebagai variabel bebas biasanya termasuk dalam persamaan parabola. Persamaan parabola yang paling sederhana adalah perambatan panas dan difusi polutan, yang mempunyai bentuk:

Dalam persamaan perambatan panas, T (temperatur), K (koefisien konduktivitas), serta variabel t (waktu) dan x (jarak).

c) Persamaan Hiperbola

Persamaan hiperbola yang paling sederhana adalah persamaan gelombang yang mempunyai bentuk berikut:

(9.4)

dengan y adalah perpindahan fluktuasi pada jarak x dari ujung tali yang bergetar yang mempunyai panjang L sesudah waktu t.

9.2 Perkiraan Diferensial Dengan Beda HinggaGambar 9.2, adalah jaringan titik hitungan pada bidang x-y yang dapat dibagi menjadi sejumlah pias segi empat dengan sisi x dan y. Panjang pias dalam arah x adalah x dan dalam arah y adalah y. Dengan menggunakan jaringan titik hitungan pada Gambar 9.2, semua diferensial ditulis pada titik hitungan (i,j). bentuk turunan pertama dan kedua didekati oleh:

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 111

Page 120: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(9.5a)

(9.6a)

(9.7a)

(9.8a)

Gambar 9.2. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-y

Bentuk Persamaan (9.5a), (9.6a) dan (9.7a) disebut dengan diferensial maju, mundur dan terpusat. Diferensial terhadap y juga dapat ditulis dalam bentuk seperti di atas, yaitu :

(9.5b)

(9.6b)

(9.7b)

(9.8b)

Bentuk diferensial melintang dapat didekati dengan :

(9.9)

Untuk persamaan yang mengandung variabel x dan t, perkiraan beda hingga dilakukan dengan membuat jaringan titik hitungan pada bidang x-t (Gambar 9.3), yang dibagi dalam sejumlah pias dengan interval ruang dan waktu adalah x dan t. Bentuk turunan pertama dan kedua terhadap waktu dan ruang adalah :

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 112

Page 121: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

(9.10)

(9.11)

Gambar 9.3. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-t

Dalam bentuk beda hingga di atas superskrip n dan n+1 menunjukkan nilai pada waktu n dan n+1. Penulisan n sebagai superskrip, yang menunjukkan waktu, untuk membedakan dengan subskrip untuk i, j dan k yang menunjukkan notasi ruang.

9.3 Penyelesaian Persamaan ParabolaPenyelesaian persamaan tipe parabola dengan menggunakan metode beda hingga dapat dibedakan menjadi dua metode (skema) dasar, yaitu skema eksplisit dan skema implisit. Pada skema eksplisit, variabel (temperature) pada suatu titik dihitung secara langsung dari variabel di beberapa titik disekitarnya pada waktu sebelumnya, yang sudah diketahui nilainya. Dengan metode ini, penurunan persamaan diferensial parsiil ke dalam bentuk beda hingga adalah mudah. Namun kendala utamanya adalah kemungkinan terjadinya ketidakstabilan hitungan, apabila digunakan langkah waktu yang besar. Dalam skema implisit, untuk menghitung variabel di suatu titik perlu dibuat suatu sistem persamaan yang mengandung variabel di titik tersebut dan titik-titik di sekitarnya pada waktu yang sama. Salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah metode sapuan ganda dari Choleski. Berdasarkan kedua skema dasar tersebut telah dikembangkan skema lainnya, seperti skema Crank-Nicholson, Preissman, Leap Frog, dan sebagainya. Skema Crank-Nicholson merupakan pengembangan dari skema eksplisit dan implisit. Skema Preissman merupakan pengembangan dari skema implisit, sedang skema Leap Frog adalah pengembangan dari skema eksplisit. Dalam bab ini, selain skema eksplisit dan implisit juga akan dipelajari skema Crank-Nicholson. Penjelasan lebih rinci dari ketiga skema tersebut diberikan berikut ini.

1) Skema Eksplisit

Metode beda hingga skema ekplisit banyak digunakan dalam penyelesaian persamaan parsiil. Skema ini sangat sederhana dan mudah untuk memahaminya. Penggunaan skema tersebut untuk menurunkan persamaan diferensial parsiil

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 113

Page 122: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

menjadi persamaan beda hingga juga mudah. Namun skema ini mempunyai kelemahan, yaitu langkah waktu t dibatasi berdasarkan bilangan Courant yaitu dimana nilai dari Cr = (U t) / x1. Apabila nilai Cr>1 maka hitungan menjadi tidak stabil. Penggunaan langkah waktu t yang kecil tersebut menyebabkan prosedur dan waktu hitungan menjadi sangat panjang dan lama.

a) Bentuk skema eksplisit

Pada skema eksplisit, variabel pada waktu n + 1 dihitung berdasarkan variabel pada waktu n yang sudah diketahui (Gambar 9.4). Dengan menggunakan skema seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.4, fungsi variabel (temperature) T (x,t) dan turunannya dalam ruang dan waktu didekati oleh bentuk berikut:

Gambar 9.4. Skema eksplisit

Gambar 9.5. Langkah-langkah hitungan dengan skema eksplisit

b) Stabilitas skema eksplisit

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar (9.6), dalam skema eksplisit,

tergantung pada tiga titik sebelumnya yaitu: Ketiga titik ini juga hanya tergantung pada 5 titik pada waktu sebelumnya. Bidang ketergantungan dari penyelesaian numerik (bidang A) lebih kecil dari pada bidang ketergantungan penyelesaian analitik (A+B). Misalnya penyelesaian analisis dari Ti tergantung di antaranya pada titik dan , sedang pada hitungan numerik tidak tergantung pada titik-titik tersebut.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 114

Page 123: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

Keadaan ini dapat menyebabkan ketidak stabilan dari skema tersebut, yang berupa terjadinya amplifikasi hasil hitungan dari kondisi awal.

Gambar 9.6. Stabilitas numerik

2) Skema Implisit

Gambar 9.7, menunjukkan jaringan titik hitungan dari skema implisit.

Gambar 9.7. Skema implisit

3) Skema Crank-Nicholson

Dalam sub bab ini akan dijelaskan salah satu pengembangan dari skema eksplisit dan implisit, yaitu skema Crank-Nicholson.

Gambar 9.8. Skema Crank-Nicholson

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 115

Page 124: Diktat Komputasi 2012

Mata kuliah KOMPUTASI ELEKTRO

DAFTAR PUSTAKA

1. Bambang Triatmojo, 1992, Metode Numerik, Beta Offset, Yogyakarta.

2. Chapra, S.P., Canale, R.P., 1994, Metode Numerik, Erlangga, Jakarta.

3. Shoup, T. E., 1983, Numerical Methods for the Personal Computer, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

4. Buku-buku tentang metode numerik dan internet.

Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 116