dinamika masyarakat suku baduy dalam dan baduy luar
TRANSCRIPT
Dinamika Kelompok Masyarakat Baduy Dalam dan
Baduy Luar
Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Kepemimpinan dan Dinamika
Kelompok”
Dosen: Atif Nurlatif N., S.Pd
Disusun Oleh:
Andini Nusufa : 2221132128
Ahmad Jusman : 2221132614
Ayu Lestari : 2221130674
Hikmawatin : 2221130732
Wulan Rahmawati : 2221131832
Yuda Setia Laksana : 2221132416
Yunita Sari : 2221131021
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Prodi Pendidikan Luar Sekolah
Serang – 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwr.wb.
Dengan mengucap puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan dan kemampuan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang “Dinamika Kelompok Masyarakat
Baduy Dalam dan Baduy Luar”. Sholawat dan salam semoga selalu di limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Beserta para sahabat dan keluarganya.
Pada kesempatan yang baikinikami kelompok 4inginmengucapkan terimakasih
kepada BapakAtif Nurlatif N., S.Pd. selaku dosen pada mata kuliah Kepemimpinan dan
Dinamika Kelompok.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari dosen dan teman-teman yang bersifat membangun ,selalu kami harapkan demi
lebih baiknya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Aamiin.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.
Serang, 16 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................................................... 2
Bab II Kajian Teori ................................................................................................................. 3
Bab III Pembahasan
3.1 Konsep – konsep Dasar Mengenai Kelompok .......................................................... 6
3.2 Definisi Dinamika Kelompok..................................................................................... 6
3.3 Suku baduy ................................................................................................................. 8
3.4 Baduy Kompol dan Cicakal Girang ............................................................................ 15
3.5 Sistem Sosial dan Budaya di Baduy ........................................................................... 19
Kesimpulan.............................................................................................................................. 36
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelompok memiliki tujuan berdasarkan hal tersebut kelompok dapat di definisikan
seperti yang dikemukan Mills bahwa kelompok adalah suatu unit yang terdiri dari dua
orang atau lebih, dan berada pada satu kelompok untuk satu tujuan dan mereka
mempertimbangkan bahwa kontaknya mempunyai arti (Iskandar, 1990:120).
Suku Baduy merupakan kelompok yang memiliki ciri khas dan perbedaan, namun
mampu mengikat menjadi satu kesatuan Baduy yang utuh. Pertama, Suku Baduy Dalam
(Tangtu) atau di sebut Baduy asli, di mana pola kehidupan sehari – harinya benar – benar
sangat kuat memegang hukum adat serta kukuh pengukuh dalam melaksanakan amanat
leluhurnya. Baduy Dalam lebih menunjukkan pada replika Baduy masa lalu. Kedua,
komunitas yang menamakan dirinya Suku Baduy Luar yang pada kegiatan kehidupan
sehari – harinya mereka itu diberika suatu kebijakan atau kelonggaran dalam
melaksanakan ketentuan – ketentuan hukum adat, tetapi ada batas – batas tertentu yang
tetap mengikat mereka sebagai suatu komunitas adat khas Suku Baduy.
Pada kesempatan ini penulis tertarik dengan dinamika kelompok di masyarakat baduy
karena masyarakat Suku Baduy adalah satu kelompok masyarakat yang unik, keunikan
itu tampak dalam berbagai aspek kehidupan.
Keberadaan orang Baduy tidak lepas dari tradisi sebagai pikukuhnya. Untuk menjaga
pikukuh tersebut dan pengendalian agar tetap terpelihara, maka dilaksanakan aturan
untuk mempertahankannya yang disebut Buyut (dalam Bahasa Indonesia disebut Tabu,
dalam Bahasa Sunda disebut Pamali). Buyut adalah larangan bagi warga Baduy. Inti dari
pikukuh Baduy itu adalah Lojor teu menang dipotong, pondok teu meunang
disambung, artinya segala sesuatu yang ada dalam kehidupan, tidak boleh dikurangi
maupun ditambah, harus tetap utuh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja Konsep – konsep dasar mengenai Kelompok?
2. Apa yang dimaksud Dinamika Kelompok?
3. Siapa Suku Baduy?
4. Apa yang di maksud Baduy Kompol dan Cicakal Girang
5. Bagaimana Sistem Sosial dan Budaya di Baduy?
1.3 Tujuan
1. Mencari tahu tentang dinamika kelompok yang ada di Suku Baduy
2. Untuk mengetahui ciri khas kelompok Suku Baduy
3. Mencari tahu tentang Sistem Sosial dan Budaya di Baduy
1.4 Manfaat
1 Mengetahui dinamika kelompok suku Baduy
2. Mengetahui tentang Baduy
3. Mengetahui sosial dan budaya di Baduy
BAB II
KAJIAN TEORI
Banyak kajian yang menghasilkan teori yang menelaah mengapa orang berkelompok.
Karena kelompok merupakan gejala sosial, maka telaah yang banyak dilakukan, bergerak
dari teori ilmu – ilmu sosial, seperti: sosiologi, psikologi sosial, dan komunikasi.
Teori yang dapat dianggap sebagai teori awal dan sederhana dalam melihat keinginan
manusia untuk bergabung dalam pengertian kelompok sebagaimana yang dijelaskan Yusuf
(1988:70 – 73) dengan mengutip beberapa ahli salah satunya adalah teori alasan praktis
(Practical Theory). Teori yag diajukan Reitz ini adalah menekankan segi motif/maksud orang
berkelompok. Teori ini mengacu pada teori kebutuhan Maslow, yang menurut practical
theory ini ”the group it self is the source of needs” (kelompok itu sendiri mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri). Menurut teori ini kelompok – kelompok tersebut cenderung
memberikan kepuasan kebutuhan – kebutuhan sosial yang mendasar dari orang berkelompok.
Letak nilai praktis dari teori ini, disebabkan oleh alasan – alasan tertentu, misalnya: alasan
ekonomi, status sosial, keamanan, politis, dan alasan sosial lainnya.
Begitu juga dengan masyarakat baduy yang hidup berkelompok dan secara sengaja
mengasingkan diri dari dunia luar.
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup,
mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan
kelengkapan jasmaninya serta sumber - sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan
boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan - tantangan yang
dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk
memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka
landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini,
kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan
manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia" (Keesing &
Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan,
petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas
serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang
memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang
bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi
manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk,
sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa
terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai
moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai
oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan
setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan menginterpretasi
berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam lingkungannya sehingga
kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para warga masyarakat di mana dia
hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam kehidupan sosial warga masyarakat
tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan dan hasil kelakuan yang harus saling mereka
pahami agar keteraturan sosial dan kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat
tetap mereka pertahankan.
Teori tentang kebudayaan tersebut dihubungkan dengan Suku baduy (Kanekes)
merupakan sebuah suku yang ada di Indonesia, Suku ini berada di Kabupaten Lebak, Banten.
Suku baduy memiliki populasi antara 6000 hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaan antara suku baduy dalam
dan suku baduy luar adalah suku baduy dalam hingga saat ini masih mempertahankan budaya
mereka yaitu dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh dunia luar, sedangkan untuk
suku baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau tidak terlalu mengisolasi diri dari
pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih mau menerima budaya-budaya modern namun
tidak semua budaya tersebut mereka terima. Sedangkan untuk masyarakat suku baduy dalam
tidak mau menerima budaya yang datang dari luar daerahnya, mereka berpendapat bahwa
budaya tersebut dapat merusak budaya dari leluhurnya.
Bahasa yang digunakan oleh suku Baduy adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten.
Tapi kelompok suku baduy dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi
dengan para pendatang, meskipun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah. Orang Baduy dalam tidak mengenal budaya menulis, sehingga adat-istiadat ataupun
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan melalui tutur lisan saja.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam bangku sekolah, karena mereka berpendapat
bahwa pendidikan tersebut berlawanan dengan adat-istiadat mereka Sehingga mereka
menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Baduy dalam merupakan bagian ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak
seperti Kanekes Luar, warga Kanekes dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek
moyang mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
a. Larangan menggunakan alas kaki
b. Larangan menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
c. Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
d. Tidak diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
e. Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri
serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Adapun beberapa alasan yang menyebabkan di keluarkannya warga baduy dalam menjadi
warga baduy luar yaitu :
a. Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
b. Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
c. Menikah dengan anggota Kanekes Luar
Kelompok masyarakat baduy yang kedua disebut panamping atau yang lebih dikenal
dengan Suku Baduy Luar, mereka tinggal di berbagai tempat yang tersebar dan mengelilingi
wilayah Suku Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan
lain sebagainya. Masyarakat Suku Baduy Luar memiliki ciri khas khusus yaitu mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar adalah orang-orang yang telah
keluar dari adat dan wilayah Suku Baduy dalam.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konsep – konsep Dasar Mengenai Kelompok
A. Pengertian Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri paling tidak sebanyak dua
atau lebih yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan
yang saling mempengaruhi pada setiap anggotanya. Dengan demikian, pada
kelompok akan dijumpai berbagai proses seperti persepsi, adanya kebutuhan setiap
anggota, interaksi, dan sosialisasi. Proses – proses tersebut akan merupakan sesuatu
yang dinamis, ketika terjadi interaksi antar anggota kelompok. Dengan demikian,
kelompok terjadi karena adanya suatu energi kelompok yang diarahkan pada tujuan
kelompok.
B. Ciri – ciri Kelompok
1. Adanya motif yang sama
2. Adanya sikap In – Group dan Out – Group
3. Adanya solidaritas
4. Adanya struktur kelompok
5. Adanya Norma Kelompok
C. Bentuk – bentuk Kelompok
1. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
2. Gemeinschaft dan Gesellschaft
3. Formal Group dan Informal Group
4. Membership Group dan Reference Group
5. In-Group dan Out-Group
3.2 Definisi Dinamika Kelompok
Pengertian dinamika kelompok dapat diartikan melalui asal katanya, yaitu dinamika dan
kelompok.
1. Pengertian Dinamika Kelompok
Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung memengaruhi
warga yang lain cara timbal balik. Jadi, dinamika berarti adanya interaksi dan
interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok
yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara
keseluruhan.
Dynamic is facts or concepts which refer to conditions of change, expecially
to forcec. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat
kelompok (group spirit) terus menerus berada dalam kelompok itu. Oleh karena
itu, kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang
bersangkutan dapat berubah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu
kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan
psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain. Dengan kata
lain, antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung
dalam situasi yang diambil secara bersama – sama.
2. Persoalan Dalam Dinamika Kelompok
Di depan telah disebutkan pengertian dinamika kelompok secara jelas yang
ditarik atas dasar berbagai pendapat para ahli, baik dari ahli psikologi, ahli sosiologi,
dan ahli psikologi sosial sehingga pengertian ini menjadi lebih sempurna.
Dari pokok pengertian dinamika kelompok dapat ditarik berbagai persoalan
yang menjadi objek studi dinamika kelompok. Lebih lanjut secara ringkas dapat
disebutkan bahwa persoalan dinamika kelompok adalah semua gejala kejiwaan yang
disebabkan oleh kehidupan bersama dalam kelompok yang face to face.
a. Kohesi/persatuan
Dalam persoalan kohesi akan dilihat tingkah laku anggota dalam kelompok, seperti
proses pengelompokan, intensitas anggota, arah pilihan, nilai kelompok dan
sebagainya.
b. Motif/dorongan
Persoalan motif ini berkisar pada interes anggota terhadap kehidupan kelompok,
seperti kesatuan kelompok, tujuan bersama, orientasi diri terhadap kelompok dan
sebagainya.
c. Struktur
Persoalan ini terlihat pada bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan
kedudukan antar anggota, pembagian tugas dan sebagainya.
d. Pimpinan
Persoalan pimpinan tidak kalah pentingnya pada kehidupan kelompok, hal ini
terlihat pada bentuk - bentuk kepemimpinan, tugas pimpinan, sistem
kepemimpinan dan sebagainya.
e. Perkembangan kelompok
Persoalan perkembangan kelompok dapat pula menentukan kehidupan kelompok
selanjutnya, dan ini terlihat pada perubahan dalam kelompok, senangnya anggota
tetap berada dalam kelompok, perpecahan kelompok, dan sebagainya.
3.3 Suku Baduy
Baduy termasuk kedalam Kelompok etnik atau suku bangsa yaitu suatu golongan
manusia yang anggota – anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya,
biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh
pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya,
bahasa, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.
Baduy adalah sebutan yang melekat pada orang – orang yang tinggal di sekitar kaki
pegunungan Kendeng di desa kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten dengan ciri – ciri yang khas dan unik dibanding dengan orang – orang
yang ada di sekitar mereka, demikian juga dengan orang – orang daerah Banten lainnya.
Keunikan mereka terlihat jelas dalam cara berpakaian, keseragaman bentuk rumah,
penggunaan bahasa, kepercayaan, dan adat istiadat.
a. Baduy Dalam dan Baduy Luar
Baduy dalam dapat dikatakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu
yang mendekati pada pewaris asli budaya dan amanat leluhur kesukuan mereka.
Penetapan secara khusus wilayah perkampungan Baduy Dalam yang hanya berlokasi
di tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik dengan batasan hukum yang
tetap, tegas, serta mengikat ke semua pihak dan semua aspek kehidupannya.
Sedangkan Baduy Luar adalah komunitas Baduy yang dipersiapkan sebagai
penjaga, penyangga, penyaring, pelindung sekaligus penyambung silaturahmi yang
intensif dengan pihak luar sebagai bentuk penghargaan, kerja sama, dan partisipasi
aktif dalam kegiatan kenegaraan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu
suku bangsa yang sama – sama memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga
negara Indonesia lainnya.
Mereka sangat memegang teguh pikukuh karuhun, yakni suatu doktrin yang
mewajibkan mereka melakukan berbagai hal sebagai amanat leluhurnya. Pikukuh
karuhun tersebut antara lain mewajibkan mereka untuk:
1. Betapa bagi kesejahteraan dan keselamatan pusat dunia dan alam semesta,
2. Memelihara sasaka pusaka buana,
3. Mengasuh ratu memelihara menak,
4. Menghormati guriang dan melaksanakan muja,
5. Melakukan serba setahun sekali,
6. Menyelenggarakan dan menghormati upacara adat ngalaksa,
7. Mempertahankan dan menjaga adat bulan kawalu.
Masyarakat Baduy meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan dan dipelihara
oleh kekuasaan Tunggal Maha Pencipta yang mereka sebut Adam Tunggal. Mereka
juga mempercayai roh – roh nenek moyang mereka dengan sebutan guriang yang
selalu menjaga dan mendampingi kehidupan mereka. Di samping itu, mereka
menganggap bahwa Nabi Adam adalah leluhur dan diakui sebagai Nabinya.
Sedangkan Nabi Muhammad dipandang sebagai saudara muda dari keturunan mereka
yang memiliki amanat sebagai penutup kesempurnaan perjalanan sejarah keyakinan
manusia untuk mengkiblati Ka’bah, sehingga pada upacara tertentu mereka mengenal
dan membaca Dua Kalimah Sahadat sebagai penyempurna dari sahadat – sahadat
lainnya. Keyakinan dan kepercayaan semua itu mereka namakan Agama Islam Sunda
Wiwitan.
Dua komunitas kesukuan baduy yang ada sekarang dengan jalinan kehidupan
yang harmonis antara keduanya, saling membantu, saling menghargai dan saling
menyelamatkan, hidup rukun dan damai jauh dari perselisihan, persengketaan, dan
kegaduhan secara filosofi adalah gambaran dan petunjuk pada kita bahwa Yang Maha
Kuasa menciptakan alam semesta dan kehidupan ini selalu berpasang – pasangan
untuk menjadi satu kesatuan yang kokoh, untuk direnungi, dihayati, dan ditafakuri.
Masyarakat Baduy Dalam dengan segala ketaatan, kepatuhan, serta keikhlasan
untuk selalu menunaikan amanat leluhur serta berani menerima konsekuensi atas
piliha hidupnya adalah salah satu contoh potret kehidupan masyarakat yang
kehidupan kesehariannya dilandasi oleh kesadaran, keteguhan, dan kejujuran atas
keyakinan yang mereka yakini kebenarannya.
Sedangkan Baduy Luar adalah salah satu contoh dan potret nyata masyarakat
yang setia sebagai saudara untuk selalu menjaga, melindungi, serta membantu
berbagai kebutuhan, harapan, dan permasalahan Baduy Dalam walaupun mereka
memiliki perbedaan dalam arti kebebasan atau keringanan pelaksanaan hukum adat
dalam bentuk kegiatan gotong royong dan/ atau dalam bentuk musyawarah di
lembaga adat.
b. Perbandingan Antara Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar
Perbedaan Persamaan/ Keseragaman
Baduy Dalam Baduy Luar
1. Bentuk Rumah
- Kontur tanah tidak
diubah dibiarkan sesuai
dengan aslinya.
- Pembuatan tidak
menggunakan paku da
tidak menggunakan alat
modern seperti gergaji,
hanya menggunakan
pasak dan tali bambu/
rotan.
- Hanya memiliki satu
pintu dan tidak ada
jendela.
- Bentuk bilik sederhana
tidak pakai corak/ model.
- Lantai hanya boleh pakai
bambu/talupuh (amben)
- tata ruang terdiri dari
taraje,
papanggelgolodog,
sosoro, tepas, dan imah.
- Tidak diperkenankan
adanya variasi tambahan.
- Di setiap kampung
memiliki bangunan yang
disebut imah balai adat.
- Posisi rumah tidak boleh
menghalangi antara
rumah Puun dengan Balai
Adat.
1. Bentuk Rumah
- Tanah diubah/diratakan
sesuai keinginan.
- Pembuatan boleh
meggunakan paku dan
menggunakan alat – alat
modern.
- pintu boleh lebih dari
satu dan sudah memiliki
jendela, tetapi tidak
memakai kaca.
- Baik yang digunakan
boleh pakai corak/model
sesuai dengan
kemampuan dan
keinginan.
- Boleh pakai talupuh,
tetapi boleh pakai papan
kayu.
- Tata ruang sudah ada
tambahan sesuai dengan
keperluan, kamar tidur
lebih dari satu.
- Boleh memakai variasi
seni sesuai dengan
keinginan dan
kemampuan.
- Tidak ada Imah Balai
Adat.
- Posisi atau penempatan
rumah bebas yang
penting rapi sesuai
dengan arah Utara-
1. Bentuk Rumah
- Rumah berbentuk
nyulah nyanda
menghadap Utara-
Selatan.
- Atap memakai
rumbia dan injuk.
- Berbentuk
panggung tidak
menggunakan
tembok atau cat
yang berwarna –
warna.
- Dibuat/dibangun
dengan cara gotong
royong (rereongan).
- Pemukiman selalu
berada di dekat
sumber air (sungai)
2. Pakaian
- Hanya dua warna, yaitu
hitam atau putih balacu,
umumnya memakai putih.
- Ikat kepala warna putih
- Pakaian wanita kebaya
dan samping pakai
selendang, laki – laki
tidak menggunakan celana
tetapi sarung yang dilipat.
- Perhiasan/ asesorisnya
manik – manik berwarna
– warni, tidak boleh
memakai emas/ murni.
- Memiliki tempat khusus
untuk menyimpan pakaian
(kepek atau tolok)
4. Peralatan Masak Makan,
dan Minum
- Tidak boleh menggunakan
peralatan modern, yang
ada dan diperbolehkan di
antaranya: dangdang
(seeng), kuali,
(kekenceng), kukusan
(aseupan), hihid, lumpang
(pangarih), kuluwung,
boboko, pinggan/mangkuk,
Selatan.
2. Pakaian
- Warna hitam dan putih,
tetapi lebih umum
memakai warna hitam
- Ikat kepala/lomar
berwarna corak biru
hitam
- Wanita pakai kebaya
biru renda atau hitam.
Sudah mulai memakai
batik khusus warna
sesuai dengan warna
lomar.
- Perhiasan wanita sudah
memakai gelang atau
kalung dan emas murni
- Sudah umum memiliki
lemari pakaian.
3. Peralatan Masak Makan,
dan Minum
- Penggunaan alat – alat
semi modern sudah
banyak digunakan, baik
untuk memasak maupun
alat – alat untuk makan
dan minum.
2. Pakaian
- Pakaian hanya
menggunakan dua
warna
- Wanita memakai
kebaya, laki – laki
memakai ikat kepala
somong (gelas bambu) dan
botol besar tempat air
minum.
- Memasak menggunakan
tungku (hawu)
- Tidak boleh menggunakan
minyak tanah, hanya
minyak kelapa.
- Makanan dimasak secara
sederhana sekali tidak
memakai bumbu masak.
5. Alat Kesenian
- alat yang boleh
dipergunakan antara lain
angklung, kecapi,
karinding, kumbang,
tarawelet, calintu (kolecer).
- Tidak mengenal nyanyian
yang ada pembacaan
pantun – pantun.
6. Hukum Adat
- Dilarang menggunakan
sabun mandi, sikat gigi,
dan odol serta minyak
wangi (parfum).
- Dilarang menggunaka
alas kaki
- Dilarang berpergian
- Selain pakai tungku, juga
sudah banyak yang
menggunakan minyak
tanah.
- Penggunaan bumbu
masakan sudah biasa,
serta menu makanan
sudah bernilai gizi.
4. Alat Kesenian
- Selain angklung, kecapi,
karinding, kumbang,
tarawelet, calintu ada
juga gamelan tanpa
gendang , rendo (rebab),
talinting (bedug leutik)
dan suling.
- Tidak mengenal
nyanyian atau lagu syair
hanya pelantun
pantunan.
5. Hukum Adat
- Semua larangan adat
yang berlaku di Baduy
Dalam di Baduy Luar
diberikan kelonggaran
atau diperbolehkan
kecuali poligami,
menggunakan kendaraan
- Dilarang memiliki alat –
alat elektronik seperti
radio, HP, foto, dan lain –
lain.
- Dilarang poligami dan
tindakan asusila
- Dilarang memiliki dan
menggunakan perhisan
emas buat wanita,
merokok bagi laki – laki
- Warga tidak
diperkenankan membuka
warung untuk berdagang.
7. Pola Hidup
- dengan segala
keterbatasan, ketat, dan
banyaknya larangan
hukum adat, maka pola
hidup sehari – hari warga
baduy dalam sangat
sederhana dan simple,
ikhlas dan menerima
hidup apa adanya,
ketaatan dan kepatuhan
kepada hukum adat tinggi
sekali, sikap tolerasi dan
budaya gotong royong
masih kuat, disiplin
terhadap waktu.
memiliki alat elektronik
modern terutama radio,
televisi, sampai saat ini
masih dilarang.
6. Pola hidup
- Mengingat kelonggaran
hukum adat maka pola
hidup baduy luar sudah
mengadopsi model atau
gaya hidup modern,
tetapi masih dalam batas
– batas normal
disesuaikan dengan
hukum adat yang
berlaku. Beberapa
individu dan kelompok
sudah memulai menjalin
kerjasama dalam
berdagang juga sudah
berorientasi pada bisnis
(pola hidup konsumtif).
- di setiap kampung sudah
tumbuh atau
3.4 Baduy Kompol dan Cikakal Girang
Seperti yang kita ketahui bahwa pemukiman suku Baduy berada dan tersebar di dua
wilayah, yaitu di wilayah Baduy Dalam dan wilayah Baduy Luar. Akan tetapi mash ada
pemukiman Baduy yang lainnya yaitu pemukiman Baduy Kompol dan pemukiman
khusus Kampung Cikakal Girang, yang sebenarnya kedua perkampungan tersebut
merupaka perkampungan yang diakui dan termasuk pada pemukiman Suku Baduy yang
sangat legal.
A. Baduy Kompol
Kompol adalah sebutan nama dan wilayah yang didiami oleh sekelompok
Etnis Baduy yang berada di tanah Ulayat Baduy, tetapi secara resmi tetap diakui
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kesukuan Baduy. Secara administratif
Kampung Kompol tersebut berada di wilayah Pemerintahan Desa Sangkanwangi
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak dengan menempati ruang dan tempat di
RW 08 yang terbagi menjadi 5 RT, yaitu RT 01 di Kompol 1, RT 02 di Kompol 2, RT
03 Kampung Cikareo, RT 04 di Kampung Cepak Buah, dan RT 05 di kampung
Cicengal. Luas wilayah pemukiman khusus untuk warga Baduy tersebut + 25 hektar
dengan jumlah penduduk 423 jiwa, jumlah KK 174 (data akhir tahun 2008). Jarak dari
8. Hak Lainnya
- Huma Serang hanya ada
di baduy dalam
- puncak acara kawalu
hanya dilakukan di
wilayah baduy dalam
- tempat muja hanya ada di
baduy dalam.
bermunculan kios/
warung kecil yang
menyediakan kebutuhan
hidup manusia seperti
yang terjadi di luar
masyarakat Baduy.
7. Hak Lainnya
- Di baduy luar tidak
dikenal adanya Huma
Serang.
kampung Kaduketug sebagai pusat pemerintahan Desa Kanekes ke Kompol + 5 Km
dan berada di posisi sebelah Utara tanah ulayat Baduy.
Pemukiman Baduy Kompol ini sekarang tidak hanya dihuni oleh warga Baduy
saja, tetapi telah bercampur dengan warga masyarakat luar Baduy yang berkeyakinan
berbeda dengan mereka, maka tidaklah heran dan wajar di pemukiman ini sedang
terjadi akulturas budaya.
Secara khusus warga Baduy yag diakui keberadaannya sebagai bagian dari
kesukuan Baduy adalah warga yang masih taat dan patuh melaksanakan segala
amanat wiwitan Baduy. Dalam hal ini, baik dalam pola kehidupan sehari – hari,
kegiatan, dan upacara adat serta keyakinan agama Sunda Wiwitan sesuai dengan
“Kesepakatan & Perjanjian” antara pemuka adat kepuunan Cikeusik dengan Nini
Hujung Galuh sebagai leluhur awal Baduy Kompol yang meminta izin hidup mandiri
dengan cara memisahkan diri dari wilayah Cikeusik keluar wilayah tanah adat,
dengan catatan segala tata cara dan pola kehidupan tetap mengabdi dan menginduk
pada adat istiadat dan budaya Baduy kepuunan Cikeusik. Keturunan Nini Hujung
Galuh ini kini bermukim di lingkungan RT 01 yang disebut Kompol satu dan di RT
02 yang disebut Kompol dua.
Menurut cerita babad tanah leluhur Baduy tentang Baduy Kompol memang
cukup panjang dan menarik karena merupakan cerita rakyat yang diakui
kebenarannya dan ada faktanya. Komunitas Baduy Kompol itu adalah keturunan asli
dari seorang anak tokoh adat kepuunan Cikeusik yang bernama Nyi Hujung Galuh
yang memiliki sifat dan perilaku yang berbeda dengan warga perempuan lainnya serta
memiliki kelebihan – kelebihan. Sepak terjangnya kadang memusingkan,
membingungkan, dan membuat gaduh situasi karena perilakunya sering bertentangan
dengan hukum adat. Maka demi keselamatan dan kenyamanan situasi dan kondisi di
kepuunan Cikeusik maka Nyi Hujung dipanggi dan ditanya oleh pemuka adat tentang
keinginan dan harapannya. Hasil dari pertemuan dan musyawarah tersebut terungkap
3 hal penting, yaitu Nyi Hujung merasa pikiran, keinginan dan perasaannya tidak
sejalan dan tidak sesuai dengan kebiasaan – kebiasaan yang ada (adanya pertentangan
Batin), Nyi Hujung dianggap memiliki kelebihan dan kemampuan untuk hidup
mandiri dengan keyakinannya. Demi kebaikan, dan menghormati keinginan dan
harapannya maka tokoh adat bersepakat dan memutuskan untuk mengizinkan dan
merestui Nyi Hujung Galuh untuk keluar dari wilayah hukum adat Cikeusik ke
wilayah di luar Baduy dengan beberapa syarat dan perjanjian.
Beberapa kesepakatan dan perjanjian tersebut yang penting di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Nyi Hujung Galuh bersama pengikutnya direstui dan diizinkan keluar dari
komunitas adat Baduy dalam kepuunan Cikeusik ke luar Baduy dengan syarat:
- Tetap menjalanka syariat atau tatanan hukum adat seperti warga Baduy Luar
misalnya hidup sederhaa, bentuk rumah nyulah nyanda, melakukan kegiatan
dan upacara Adat, dan tetap taat patuh terhadap Agama Sunda Wiwitan.
- Tempat bermukim harus di wilayah ke-Dangka-an yang diakui komunitas adat
Baduy yaitu di Dangka Garukgak (Kompol Sekarang).
- Penertiban terhadap pelanggaran adat dan hukuman dilaksanakan/ diurus oleh
Jaro Tujuh.
- Kehidupan tidak bebas seperti masyarakat umum, harus tetap menghormati
nilai – nilai adat istiadat Baduy.
2. Khusus untuk pelaksanaan upacara adat kawalu, 2 kali pelaksanaan menginduk ke
Baduy Dalam Cikeusik sebagai leluhurnya, yaitu pada Bulan Kasa tanggal 17 dan
Bulan Karo tanggal 18, dan satu kali dilaksanaka sendiri, yaitu pada bulan Katiga
pada penanggalan Baduy.
3. Pada acara seba tahunan mereka pun diwajibkan untuk ikut serta, baik perorangan
maupun perwakilan.
4. Untuk kasus – kasus atau kebutuhan – kebutuhan tertentu misalnya tentang
pernikahan, proses pindah keluar – masuk ke kampung pemukiman Baduy Luar
diserahkan pada kemufakatan.
B. Cicakal Girang
Ciacakal Girang adalah salah satu pemukiman yang tercatat resmi secara
administrasi di Desa Kanekes sebagai tempat bermukimnya 11.000 jiwa Etnis Baduy
dengan menempati urutan RW 08/RT 1,2 dan 3 serta tercantum pula pada Peta Tanah
Ulayat Baduy yang dikukuhkan oleh PERDA No. 32 Tahun 2001. Perihal Cicakal
Girang ini di catatan perjalanan sejarah Kesukuan Baduy memiliki cerita dan
keunikan yang sangat berbeda dengan kampung – kampung lain yang berada di
wilayah Tanah Ulayat Baduy dan dinyatakan sebagai kampung khusus yang direstui
perbedaannya oleh tokoh adat Baduy.
Di Cicakal Girang ini sudah ada sekolah formal, yaitu Madarasah Ibtidaiyah
Masyarikul Huda (MI), ada bangunan Mesjid karena warganya beragama Islam,
perumahan sudah berorientasi rumah permanen, cara berpakaian sudah tidak lagi
terikat seperti pakaian Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pendek kata Cicakal Girang
adalah Pemukiman Baduy Modern yang resmi diakui dan dilindungi oleh Etnis
Baduy.
Pemukiman Baduy Kompol dengan pemukiman Cicakal Girang, sebenarnya
kedua – duanya itu adalah jawaban yang sengaja dipersiapkan oleh leluhur Etnis
Baduy untuk membuktikan sifat dan jiwa toleransi mereka dan berorientasi jauh ke
depan, serta membuktikan bahwa tugas kesukuan mereka adalah Memelihara
Keharmonisan dan Keseimbangan Alam Ngasuh Ratu Nyayak Menak.
Kisah dan fakta Baduy Kompol adalah sebagai pembuktian bahwa sejak
dahulu Baduy sudah berpikir secara demokrasi, di mana perbedaan pendapat dan
proses untuk saling menghargai pendapat sudah menjadi tradisi dalam kehidupan etnis
mereka. Tokoh adat tidak memaksakan kehendak pada warganya yang memiliki
pandangan berbeda, tetapi juga tidak membiarkan pendapat itu merusak tatanan
hukum adat maka jalan tengahnya adalah melalui musyawarah. Walaupun pada
akhirnya harus terjadi kepahitan pada satu pihak atau warga dan keturunannya, tetapi
hasil keputusan itu mereka terima dan legowo untuk dilaksanakan dan dipatuhi
bahkan mengikat kedua belah pihak untuk menjalankan, melaksanakan serta
mengamankan keputusan tersebut.
Lain halnya dengan Cicakal Girang, pemukiman ini dibentuk oleh leluhur
mereka untuk membuktikan bahwa etnis Baduy sejak dulu komitmen denga tugas
yang diembannya yaitu Memelihara Keharmonisan dan Keseimbangan Alam, Ngasuh
Ratu Nyayak Menak. Di dalam tugas tersebut terkandung makna bahwa Baduy siap
untuk saling menghormati dan bekerja sama dengan para penguasa demi
keharmonisan dan keseimbangan hubungan dengan Dunia Luar.
Komentar para tokoh adat yang ada sekarang tentang tujuan serta asal usul
dibentuknya Pemukiman Cicakal Girang dengan memperbolehkan adanya perbedaan
pola hidup dan keyakinan yang diadopsi dari budaya luar untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari – hari mereka di atas sebuah kesepakatan dan perjanjian. Itu semua
telah teruji kebenarannya dengan tetap terbinanya kerukunan, tetap saling
menghargai, saling membantu, bahkan saling tolong – menolong, hidup saling
berdampingan jauh dari percekcokan, dan pertentangan walau hidup dengan
keyakinan yang berbeda. Toleransi, sikap persatuan dan kesatuan, kerja sama, hormat
– menghormati dan harga menghargai di Etnis Baduy ternyata bukan hanya dalam
teori, tetapi sudah diimplementasikan sejak lama pada kehidupan sehari – hari
mereka.
Cicakal Girang menunjukkan pada kita bahwa etnis Baduy adalah satu etnis
yang memiliki perangkat nilai dan filosofi hidup, yang lengkap dan menjaga
keharmonisan. Kedamaian, ketaatan, kebersamaan, kerja sama, saling menghormati,
dan ketegasan, adalah enam pilar sikap hidup yang membawa etnis Baaduy tetap
diperhitungkan eksistensi sampai sekarang. Oleh karena itu, buanglah jauh – jauh dari
pikiran kita tentang Baduy yang kaku, Baduy yang susah diajak kerja sama, dan
pandangan Baduy tidak mau menerima perubahan.
3.5 Sistem Sosial dan Budaya Baduy
Aspek paling kuat dalam pengelolaan kehidupan yang berkelanjutan di Baduy adalah
terciptanya sistem sosial dan budaya yang diturunkan dari agama dan keyakinan mereka.
Pemimpin Baduy harus dapat menjaga aspek ini. Siapa saja yang melanggar aturan-aturan
dan nilai-nilai adat maka akan mendapatkan hukuman dari pemimpin. Adanya pikukuh
yang berarti nilai-nilai kepatuhan yang harus dipatuhi oleh semua masyarakat merupakan
landasan hidup Baduy.
A. Sistem Pemerintahan
Struktur pemerintahan adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercayai oleh
masyarakat.
Tugas dan Wewenang Pemimpin Adat Suku Baduy
a. PUUN
Dilihat dari struktur pemerintahan adat, maka kedudukan puun sudah jelas
yaitu sebagai pemimpin tertinggi adat di Baduy. Fungsi dan tugas utamanya adalah
pengambil keputusan dan menetapkan hukum adat yang berlaku atas dasar hasil
musyawarah lembaga adat dan sekaligus penjamin keberlangsungan pelaksanaan
hukum adat di masyarakat Baduy. Puun sedikitnya ada 7 hal yang penting, yaitu
sebagai berikut.
1. Puun dipandang sebagai kepala adat, pemimpin tertinggi adat, atau pemberi
restu hukum adat.
2. Puun adalah raja yang memberi mandat atau tugas tentang mengelola
pemerintahan pada wakilnya yang disebut jaro tangtu.
3. Puun adalah pimpinan yang mengurus segala urusan amanat secara batiniah
untuk mendoakan keselamatan alam, lingkungan dan kehidupan seluruh umat
manusia termasuk bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Ngabaratapakeun ngabaratanghikeun dan ngasuh ratu nyayak menak).
4. Puun tidak langsung mengurus dan/ atau memimpin semua kegiatan
kemasyarakatan secara operasional.
5. Puun adalah sebagai pemberi keputusan tertinggi terhadap hukum adat dalam
rangka menjalankan amanah wiwitan.
6. Puun dipandang juga sebagai pemimpin spiritual karena keputusan akhir
dipilih berdasarkan wangsit (petunjuk gaib).
7. Ruang lingkup dan gerak kehidupan puun lebih sederhana dan terbatas
dibanding dengan kehidupan anggota masyarakatnya, kehidupan puun lebih
mendekati pada kehidupan seorang begawan/ resi yang jauh dari nafsu
kematerian.
Puun di wilayah Baduy jumlahnya ada tiga orang, di mana masing – masing
puun itu memiliki tugas dan wewenang yang berlainan, tetapi merupakan satu
kesatuan kekuatan yang utuh dalam mengambil keputusan dan secara bersama –
sama memegang kekuasaan pemerintahan tradisional di wilayahnya masing –
masing. Konsep ini sering diistilahkan konsep pemerintahan Tri Tunggal. Berbeda
dengan konsep Trias Politikanya Montesquieu di mana konsep ini lebih
menitikberatkan pada konsep pembagian kekuasaan negara pada lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang pada praktiknya menumbuhkan persaingan politis
kurang sehat. Di Baduy sangat jauh dari timbulnya persaingan kekuasaan apalagi
perebutan kekuasaan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa pemimpin/ kekuasaan
hanyalah sebuah kepercayaan dan amanat dari leluhurnya bukan karena semata –
mata didorong oleh keinginan pribadi.
Tiga Kepuunan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda. Wewenang
kepuunan Cikeusik lebih menyangkut pada aspek/ bidang keagamaan, penentuan
pelaksanaan upacara – upacara adat (misalnya acara seba, kawalu, ngalaksa), da
kewenangan dalam memutuskan hukuman bagi para pelanggar adat. Kewenangan
ini sering dipandang kepuunan Cikeusik sebagai Ketua Pengadilan Hukum Adat
Baduy. Wewenang kepuunan Cikartawana menyangkut urusan keamanan dan
ketertiban, urusan kesejahteraan, pembinaan warga atau sebagai badan pelaksana
langsung di lapangan untuk memonitor, merespons permasalahan yang timbul di
wilayah Baduy. Wewenang ini lebih dipandang sebagai saksi atau Penasihat.
Adapun wewenang kepuunan Cibeo menyangkut urusan pelayanan kepada warga
masyarakat Baduy serta pelayanan dunia luar (pemerintahan), urusan sosial
kemasyarakatan termasuk urusan pengadministrasian wilayah. Cibeo dipersiapkan
untuk melayani masyarakat luar yang berkepentingan dengan informasi yang
berhubungan dengan masyarakat Baduy.
Pada acara rapat adat tangtu tilu jaro tujuh tentang keagamaan, yang di
dalamnya membahas hukum adat, pergantian pemimpin, persiapan untuk upacara
adat kawalu dan ngaseuk serang penentuan penanggalan adat Baduy, puun wajib
hadir untuk membuka dan menyaksikan jalannya musyawarah adat tersebut.
Tempat pelaksanaan musyawarah di balai adat Kampung Cibeo atau Cikeusik,
sedangkan Cikartawana hanya dipakai sebagai tempat musyawarah dalam
merencanakan dan menentukan waktu/ tanggal pelaksanaan rapat adat tersebut
sebab posisi Cikartawana dalam tatanan lembaga adat hanya bertindak sebagai
saksi atau penasihat. Rapat – rapat tangtu tilu jaro tujuh di Baduy Luar tidak
disaksikan oleh puun karena adanya larangan atau pembatasan ruang gerak puun ke
Baduy luar sehingga biasanya mengutus jaro tangtu atau tokoh adat lainnya, dan
hasil rapat tersebut dilaporkan pada Puun.
Tempat – tempat rapat adat di Baduy di antaranya di Baduy Dalam di Cibeo,
dan Cikeusik. Cikartawana hanya dipakai untuk membuat rancangan saja karena
kedudukan tangtu cikartawaa dianggap sebagai penengah atau penasihat.
Sedangkan tempat musyawarah/ rapat lembaga adat di wilayah Baduy Luar hanya
di tangkesan, tanggungan duabelas, pusat jaro tujuh (warega), dan di Desa (jaro
pamarentah).
Tahapan musyawarah tangtu tilu jaro tujuh di Baduy Dalam, musyarawah
diawali dengan:
1. Pembukaan oleh jaro tangtu Cikeusik.
2. Sambutan atau pengarahan oleh puun Cikeusik, dilanjutkan oleh puun
Cikartawana, dan terakhir oleh puun Cibeo.
3. Tanggapan dan masukan dari jaro tangtu dilanjut jaro tujuh.
4. Tanggapan dan saran dari tangkesan.
5. Tanggapan dan saran dari taggungan duabelas.
6. Masukan dan informasi dari jaro pamarentah.
7. Musyawarah untuk mengambil keputusan.
8. Hasil musyawarah dilaksanakan sesuai denngan tugas dan fungsi masing –
masing.
9. Tutup dan berdoa.
b. Jaro Tangtu
Jaro tangtu adalah wakil puun yang memiliki mandat untuk melaksanakan
roda pemerintahan dan segala amanat hukum adat dengan kedudukan, tugas, dan
wewenangnya sebagai berikut.
1. Jaro tangtu kedudukannya adalah sebagai tangan kanan puun yang berkaitan
dengan pelaksanaan seluruh aspek kehidupan (seluruh kegiatan adat), baik
yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, pelaksanaan dan penerapan
hukum adat (rule of law) beserta penerapan sanksi, penentuan dan pengaturan
waktu kegiatan upacara – upacara adat, sosalisasi seputar tatanan hukum adat
pada masyarakat (pendidikan sederhana), penataan keamanan dan ketertiban.
2. Jaro tangtu adalah mandataris puun.
3. Jaro tangtu merupakan pusat pemecahan masalah (problem solving) dan
berkewajiban untuk mengambil sikap demi terjaminnya pelaksanaan hukum
adat dan keselamatan masyarakat Baduy.
4. Jaro tangtu berhak mengambil keputusan untuk menugskan jajaran aparat
(tokoh adat) baik jajaran aparat di Baduy Dalam maupun jajaran aparat di
Baduy Luar, baik ke tangkesan, tanggungan duabelas, maupun jaro tujuh dan
jaro pamarentah kaitannya dengan tugas urusan keluar Baduy.
5. Jaro tangtu berkewajiban mengawasi secara umum tentang pelanggaran
pelaksanaan hukum adat di masyarakat Baduy dalam maupun di Baduy luar.
c. Girang Seurat
Dalam struktur lembaga hukum adat Baduy posisi girang seurat sejajar dengan
jaro tangtu, tetapi girang seurat memiliki tugas khusus yang spesifik yaitu sebagai
pendahulu dalam menentukan waktu pelaksanaan acara ngaseuk huma serang
(huma gotong royong seluruh masyarakat Baduy) dari awal pembukaan nyacar,
nuaran, ngaduruk, ngaseuk, ngored, ngubaran huma sampai pada proses panen
yang diamanatkan oleh Dewi Sri (dewi padi) bukan petugas adat yang bertanggung
jawab di bidang keamanan. Girang seurat tidak memiliki kewenangan dan hak
seperti jaro tangtu dalam pengambilan keputusan hukum adat, tetapi dalam setiap
acara musyawarah adat beliau selalu hadir menyaksikan termasuk memberikan
saran atau nasihat. Ruang lingkup kerjanya terbatas hanya mengurus huma serang
di sekitar Baduy Dalam. Menurut hukum adat girang seurat tidak diperkenankan
bepergian keluar tanah ulayat sama halnya dengan para puun yang sedang
menjabat karena bukan tugasnya, tetapi bila sudah pensiun dari jabatannya atau
sudah mantan sesekali dapat mengikuti acara keluar Baduy biasanya pada saat
acara adat seba tahunan ke kabupaten dari provinsi.
d. Wakil Jaro Tangtu (Jaro Parawari)
Tugas utama jaro parawari adalah membantu jaro tangtu dalam
mempersiapkan alat dan akomodasi untuk pelaksanaan – pelaksanaan musyawarah
adat terutama sekali dalam mempersiapkan alat dan kebutuhan untuk upacara –
upacara adat misalnya upacara adat kawalu, ngalaksa, dan upacara keagamaan
lainnya. Tugas kemasyarakatannya tergantung dari tugas/ mandat yang diberikan
oleh jaro tangtu. Posisi jaro parawari adalah merupakan tangan kanan jaro tangtu
sekaligus merupakan pelengkap pelaksanaan persiapan berbagai acara – acara adat.
Dalam hal atau keadaan tertentu wakil jaro tangtu dapat mengambil keputusan
berupa sanksi langsung bersama dengan baresan dan hasilnya harus dilaporkan
pada jaro tangtu. Selain tugas khusus tadi wakil jaro tangtu juga membantu
mensosialisasikan hukum adat pada masyarakat termasuk memberikan jawaban
atau penjelasan pada para pengunjung tentang adat istiadat maupun hal lain tentang
Baduy dengan seizin jaro tangtu.
Dari ketiga wakil jaro tangtu yang ada di Baduy Dalam, wakil jaro tangtu
kepuunan Cibeo memiliki tugas dan beban yang lebih berat dibanding dengan
wakil jaro tangtu lainnya mengingat bahwa kepuunan Cibeo memiliki tugas dan
wewenang dalam hal mengurus segi pemerintahan dan pelayanan dengan
masyarakat luar Baduy.
e. Baresan
Tugas dan wewenang baresan setara dengan jaro parawari yaitu sama – sama
membantu jaro tangtu dalam acara – acara upacara adat. Perbedaannya adalah
parawi lebih mempersiapkan alat dan akomodasi, kedua baresan lebih pada
membantu proses pelaksanaan kegiatannya agar lancar. Membantu seputar
kebutuhan adat atau kepuunan termasuk doa bersama untuk kepentingan adat
kepentingan umum. Pada saat tertentu bersama – sama dengan jaro parawari atas
dasar perintah dan tugas dari jaro tangtu mengontrol dan mengawasi pelaksanaan
hukum adat di Baduy Dalam maupun di Baduy Luar. Jika dalam keadaan darurat
atau mendesak mereka bisa langsung memberikan teguran, arahan bahkan sanksi
pada warga yang melanggar adat dan hasilnya harus dilaporkan ke jaro tangtu.
Di tatanan lembaga hukum adat Baduy dikenal dua nama baresan, yaitu ada
yang disebut baresan salapan dan ada yang disebut baresan tujuh. Selain sebagai
simbol adat, disebut baresan salapan karena jumlah anggotanya sembilan orang
disebut baresan tujuh karena anggotanya berjumlah tujuh orang. Baresan salapan
adanya di Baduy Dalam di Cibeo dan Cikeusik, sedangkan baresan tujuh adanya di
Baduy Dalam Cikartawana. Menurut jaro sami, jaro tangtu Cibeo, adanya istilah
tujuh dan salapan waktu itu didasarkan pada perbandingan sedikit banyaknya
jumlah penduduk di kampung tersebut, kebetulan pada saat itu di Cikartawana
jumlah penduduknya lebih sedikit bila dibandingkan dengan Cibeo dan Cikeusik.
Ada hal lain secara khusus yang membedakan tentang hal ikhwal kepuunan
Cikartawana.
f. Tangkesan
Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal dari warga
Baduy luar berkedudukan di kampung Cicatang, tangkesan ini memiliki kharisma,
wibawa yang cukup tinggi bahkan disegani oleh seluruh warga Baduy, baik Baduy
Dalam maupun Baduy Luar termasuk dihormati oleh para pemimpin adat Baduy.
Kewibawaan itu timbul karena tugas dan wewenang tangkesan cukup besar,
termasuk salah satunya adalah memberikan saran dan nasihat pada puun – puun
dalam hal adat. Tangkesan adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh kuat dalam
mengangkat, melantik, dan memberhentikan para petugas adat yang berada di
Baduy Luar, tetapi tidak untuk pemangku adat Baduy Dalam, tangkesan juga
memiliki kelebihan dan kemampuan berdoa dalam hal yang bersifat transendental
(supranatural) untuk keselamatan bumi alam, bangsa dan negara juga bagi warga/
masyarakat yang tertimpa masalah termasuk mendoakan tentang masalah yang
dihadapi puun. Ada hubungan timbal – balik bila ada kesusahan yang dialami
puun, puun akan meminta doa kepada tangkesan, dan sebaliknya bila tangkesan
mengalami kesulitan tangkesan akan meminta doa pada puun.
Tugas dan wewenang lain yang melekat dalam kegiatan sehari – hari
tangkesan adalah sebagai berikut.
1. Memberikan petunjuk, saran, nasihat ke tokoh – tokoh adat yang ada di Baduy
Dalam, tetapi tidak bisa memberhentikan tokoh – tokoh di dalam.
2. Mengatur dan penentu waktu kegiatan upacara – upacara adat termasuk
upacara perkawinan dan sunatan di wilayah Baduy Luar.
3. Penasihat lembaga adat di Baduy Luar terutama pada seluruh aparat jaro tujuh,
jaro warega juga jaro pamarentah.
4. Pengatur, pembimbing dan mengawasi kinerja tugas jaro tujuh karena
tangkesan adalah pusatnya atau pemimpin jaro tujuh.
5. Bersama dengan jaro tanggungan duabelas memberikan bimbingan dan
sekaligus pengawasan kepada seluruh masyarakat Baduy untuk tetap
meneguhkan dan mematuhkan pelaksanaan amanat wiwitan.
6. Melayani dan/ atau menolong warga Baduy maupun masyarakat luar Baduy
melalui pendekatan doa dan jampe – jampe.
g. Jaro Tanggungan Duabelas
Dalam struktur lembaga adat kedudukan jaro tanggungan duabelas sejajar
dengan tangkesan dan sama – sama merupakan pimpinan dari jaro tujuh.
Tangkesan bertindak sebagai Bapaknya jaro tujuh,sedangkan tanggungan duabelas
lebih berfungsi sebagai saksi jaro tujuh. Tugas utamanya adalah mengurus bidang
keamanan dengan memberikan perlingdungan dan tindakan hukum kepada seluruh
masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran hukum adat baik di
wilayah Baduy maupun di luar batas wilayah Baduy yang dilakukan oleh warga
Baduy ataupun warga luar Baduy. Penulis mengistilahkannya sebagai Jaksa.
Tugas dan wewenang lain yang merupakan tanggung jawab jaro taggungan
ini adalah sebagai berikut.
1. Bersama dengan tangkesan memberikan nasihat dan saran pada puun berkaitan
dengan hukum adat.
2. Wajib hadir dalam acara musyawarah lembaga adat tangtu tilu jaro tujuh.
3. Memberikan penjelasan, bimbingan, arahan kepada seluruh masyarakat Baduy
tentang larangan, buyut pantangan ulah pamali dan sekaligus mengajak untuk
tetap menjaga sikap, dan perilaku yang menunjukkan taat dan patuh pada
seluruh pikukuh karuhun/ amanat wiwitan.
4. Mengontrol leuweung pangauban (hutan atau gunung penyimpangan) di luar
Baduy beserta kejadian dan permasalahannya bersama dengan jaro tujuh dan
jaro pamarentahan agar tidak dirusak manusia demi keselamatan alam sekitar.
Lokasi pangauban yang dititipkan karuhun-nya itu antara lain: Gunung
Pulosari, Gunung Honje, Gunung Bangkok, Gunung Madur, Daerah Ujung
Kulon, Gunung Karang, Aseupan, Gunung Liman, tempat – tempat pertapaan
dan Pegunungan Kandeng. Hasil dari pengontrola itu biasanya dilaporkan dan
diajukan ke pihak pemerintahan pada saat acara seba untuk segera diambil
jalan keluarnya.
h. Jaro Tujuh
Jaro tujuh adalah petugas adat yang diangkat dari warga Baduy Luar dengan
tugas utamanya lebih dititikberatkan pada pelaksanaan kebijakan/ keputusan
hukum adat dan sekaligus mengawasi pelaksanaan hukum adat pada masyarakat
Baduy termasuk mengawasi pelanggaran – pelanggaran terhadap hukum adat, baik
yang dilakukan oleh masyarakat Baduy sendiri ataupun pelanggaran yang
dilakukan oleh orang luar Baduy. Disebut jaro tujuh karena jumlah personilnya
adalah 7 orang di maa masing – masing orang memiliki tanggung jawab untuk
mengurus, membina masyarakat Dangka – Dangka yag ada di wilayah Baduy. Jadi,
jaro yang berjumlah tujuh orang ini sering diistilahkan jaro dangka. Sedangkan
jaro warega adalah khusus sebutan untuk jaro tujuh yang bertugas dan bertaggung
jawab untuk mengurus dangka Kamancing yang sekarang dipindahkan ke
Kampung Cipondoh Baduy, dan Dangka ini dipandang sebagai pusatnya jaro tujuh
Dangka istilah yang digunakan oleh masyarakat.baduy tentang pembagian
wilayah atau batasan-batasan wilayah untuk mempermudah
pembinaan,pengontrolan, dan pengawasan kegiatan masyarakat baduy, baik yag
berada di wilayah baduy dan/ atau masyarakat baduy yang berada di luar wilayah
baduy dalam melaksanakan amanat wiwitan, termasuk aspek keselamatan
warganya. Ayah mursid memberikan batasan bahwa dangka dipandang sebagai
paku-paku alam penegakan hukum adat. Jumlah dangka yang ada dan diakui
keberadaannya adalah sembilan.semula empat dangka berada di luar wilayah
baduy dan lima dangka berada di dalam wilayah baduy. Oleh karena berbagai
hambatan, tantangan serta perubahan situasi dan kondisi sekarang tinggal dua
dangka yang masih bertahan diluar wilayah baduy.
Dari sembilan dangka ini masing-masing ada pemimpinnya atau jaro-nya.
Khusus untuk dangka sangiang asuh dan singa layang memiliki tugas khusus
sehingga tidak dimasukan/dicantumkan secara konkret dalam struktur lembaga
adat.
Tugas dan wewenang jaro tujuh adalah sebagai berikut.
1. Mempertanggungjawabkan amanat perjalanan pelaksanaan hukum adat, aturan
wiwitan di masyarakat masing – masing dangka.
2. Mengurus pelaksanaan hukum adat di Baduy Luar dan Luar Baduy.
3. Memberika usulan – usulan seputar seputar pelaksanaan adat dan sosial
kemasyarakatan lainnya.
4. Mengawasi, mengontrol jaro pamarentahan bersama tangkesan, jaro
tanggungan duabelas yang diapantau oleh perangkat tokoh adat Baduy Dalam,
karena secara adat jaro pamarentahan harus tunduk, patuh dan taat terhadap
keputusan lembaga adat.
5. Memberikan kebijakan – kebijakan atau menyeleksi dengan tegas terhadap
bentuk program – program pemerintahan dan/ atau lembaga lain dari pihak
luar dengan tidak harus melihat masukan dari pihak lain (bersifat independen)
atau dengan kata lain menyeleksi dan menyimpulkan keputusan yang rasional
untuk kedua belah pihak.
6. Para jaro tujuh berkewajiban meminta bantuan, petunjuk kepada tangkesan
dan jaro tanggungan duabelas bila ada permasalahan sebelum mengambil
keputusan.
i. Jaro Pamarentah
Posisi jaro pamarentah sebelumnya ada pada kekuatan dan tugas jaro tujuh
yang berpusat di Cibeo di bawah pembinaan jaro tangtu cibeo sebagai tokoh adat
yang membidangi hubungan dengan pemerintahan Belanda pada saat itu. Demi
keselamatan dan kelangsungan hukum adat dari pengaruh dan dorongan Belanda
sebagai penjajah, maka sebagai langkah penyelamatan adat dibentuklah jaro
pamarentahan di Baduy luar yang ditempatkan di Cihulu (Dangka Cipatik) dan
orang pertama yang ditugaskan untuk menjabat adalah juragan Tarpi yang berasal
dari Cibeo. Maka sejak itulah di Baduy terbentuk lembaga adat jaro pamarentah
yang sekarang disertakan dengan tingkatan kepala Desa.
B. Pola Kehidupan Masyarakat Baduy
Hubungan antar aspek kehidupan di Baduy memiliki integrasi yang
sinergis dalam menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Visi yang tersirat
dalam ideologi kehidupan mereka dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh
masyarakat di Baduy. Pandangan masyarakat Baduy relatif sama terhadap
hubungan antara kehidupan sosial budaya, ekonomi, serta pengelolaan
lingkungan. Mereka mampu membuat instrumen-instrumen yang menjamin
keberlanjutan kehidupan disana. Mereka tidak pernah mengenal istilah
pembangunan berkelanjutan yang dideklarasikan oleh Negara-negara anggota UN
di Rio de Janerio atau Education for Sustainable Development yang dibawa oleh
UNESCO. Meskipun demikian dengan belajar dari keyakinan dan tata nilai
mereka mampu membuat intrumen-instrumen untuk menciptakan sustainable
development di wilayah mereka.
Ada tiga aspek kehidupan yang diciptakan oleh masyarakat Baduy untuk
menciptakan keberlanjutan kehidupan mereka, yaitu sistem sosial dan budaya
yang sangat kuat, pengaturan sistem ekonomi berbasis pada pemenuhan
kebutuhan primer, dan pengaturan pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga aspek
tersebut ditata oleh mereka untuk menjamin terciptanya kehidupan yang layak
bagi masyarakat Baduy.
C. Agama, Ideologi dan Budaya
Baduy adalah masyarakat yang meyakini Nabi Adam sebagai leluhur langsung
mereka da mengklaim mereka sebagai komunitas paling tua di dunia atau suatu
kelompok keturuan dari manusia pertama yang diturunkan Allah ke muka bumi
ini dengan sebutan Adam Tunggal, kemudian tanah ulayat yang sekarang mereka
tempati diyakini juga sebagai tanah awal diturunkannya Adam Tunggal ke muka
bumi ini sehingga wilayah tersebut mereka anggap sebagai intinya jagat dan cikal
adanya manusia di muka bumi ini. Seluruh keyakinan itu mereka namakan Agama
Slam Sunda Wiwitan.
Agama Slam Sunda Wiwitan adalah ajaran khusus yang diperuntukkan untuk
kesukuan mereka dan tidak untuk disebarkan kepada masyarakat luar. Ajaran ini
juga melekat pada kehidupan sehari – hari mereka dalam bentuk kegiatan –
kegiatan adat, ajaran ini lebih menekankan pada bagaimana manusia ini menjaga
dan memelihara dan lingkungan.
Keyakinan dalam kehidupan yang menghargai alam sebagai pelindung
kehidupan mereka, memunculkan banyak ritual-ritual serta aturan-aturan untuk
menjaga kelestarian alam. Mereka berpendapat kerusakan pada alam berarti
kerusakan pada manusia yang ada di dalamnya. Bencana alam hanya akan muncul
ketika manusia mulai mengusik ketenangan alam. Ketakutan mereka pada
bencana-bencana alam yang muncul justru semakin mendekatkan mereka pada
alam dan menghindari dari kerusakan-kerusakan.
Dikatakan oleh pemimpin mereka bahwa alam bukanlan sumber daya yang
harus dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, tetapi alam
merupakan titipan dari Tuhan untuk dijaga manusia untuk generasi yang akan
datang. Dengan filosofi seperti itu mereka menjaga kelestarian lingkungan di Desa
Kanekes secara turun temurun.
Masyarakat Baduy memiliki kepercayaan, bahwa mereka tercipta di bumi
sebagai kelompok penjaga alam baik hutan dan air di lingkungannya. Mereka
beranggapan bahwa Desa Kanekes merupakan salah titik pusat alam di dunia,
sehingga jika titik pusat tersebut rusak karena ulah manusia maka Pulau Jawa
akan terjadi bencana dan kehancuran.
Kepercayaan dan anggapan tersebut mendorong masyarakat Baduy untuk
secara mati-matian menjaga kelestarian lingkungannya. Dari alam mereka mampu
memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, yaitu makan, tempat tinggal, dan pakaian.
Bagi mereka kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup di dunia adalah tiga hal
tersebut, sehingga selebihnya bukanlah kebutuhan tetapi keinginan atau nafsu
manusia. Tidak ada usaha masyarakat Baduy untuk memperkaya diri, tetapi hanya
memenuhi kebutuhan dasar mereka saja. Meskipun hidup dalam kondisi seperti
itu, masyarakat Baduy hidup sangat mandiri tidak pernah berharap atau meminta
bantuan dari luar.
Kemandirian untuk menolak bantuan terutama dari luar ini berhubungan
dengan dua hal, pertama mereka memiliki prinsip bahwa lebih baik menolong
daripada ditolong dan kedua mereka mencoba melakukan filter terhadap
modernisasi. Prinsip lebih baik menolong ini bukan sekedar slogan tetapi benar-
benar merupakan spirit yang diterapkan diseluruh aspek kehidupan. Sementara
penolakan atau penerimaan bantuan dari luar harus mendapatkan izin dari
pemimpin tertinggi mereka. Masyarakat Baduy sangat ketat sekali untuk
melakukan filterisasi budaya dari luar.
Pemerintah Indonesia pernah menawarkan bantuan untuk melakukan
perkerasan terhadap jalan di Baduy, tetapi mereka menolaknya dengan alasan
bahwa perkerasan jalan akan mengubah kondisi alam yang juga akan memberikan
dampak perubahaan kebiasaan hidup mereka. Proteksi nilai-nilai di Baduy
terhadap pengaruh dari luar ini sejalan dengan kepercayaan dalam agama Sunda
Wiwitan yang mereka anut, yaitu adanya konsep “tanpa perubahan apapun”, atau
“perubahan sesedikit mungkin”.
D. PERKAWINAN MASYARAKAT BADUY (NGAHALIMPUKEUN)
Di setiap etnis manapun upacara pelaksanaan perkawinan pasti sesuai dengan
budaya, aturan, dan kepercayaan masing-masing kesukuannya. Etnis baduy
memandang dan menempatkan perkawinan adalah sesuatu yang sangat penting
dan wajib di laksanakan oleh seluruh warga karena merupakan salah satu hukum
alam yang harus terjadi dan di lakukan oleh setiap manusia yang normal. Mereka
biasa menyebutkannya sebagai suatu rukun hirup. Maknanya bila perkawinan ini
tidak di laksanakan oleh manusia maka manusia tersebut menyalahi kodratnya.
Sistem perkawinan di masyarakat baduy di kenal dua jenis, yaitu perkawinan
yang berlaku di masyarakat baduy dalam dan perkawinan di masyarakat baduy
luar. Kedua sistem perkawinan tersebut memiliki perbedaan dan persamaan.
Pernikahan di masyarakat baduy dalam adalah pernikahan yang di jodohkan oleh
kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak dengan restu serta petunjuk tokoh
adat masing-masing kampung dengan melalui proses dan tahapan tertentu yaitu
tiga tahapan lamaran. Secara singkat dan jelas ayah mursid mengatakan bahwa:
“perkawinan yang berlakuy di adat baduy ada dua, pertama, perkawinan di baduy
dalam sistemnya di jodohkan, proses pelaksanaannya tiga tahapan lamaran, dari
lamaran kesatu sampai lamaran ketiga lamanya satu tahun. Di baduy dalam tidak
mengenal adanya masa pacaran seperti umumnya di luar baduy. Sedangkan di
baduy luar caranya ada dua, pertama dengan dijodohkan, dan yang kedua memilih
sendiri, tetapi harus di setujui oleh orang tuanya”.
a. PROSES PERKAWINAN DI BADUY DALAM
Seperti penjelasan di atas proses perkawinan di baduy dalam melalui
tiga tahapan lamaran, yaitu lamaran yang pertama pihak keluarga laki-laki
mendatangi pihak keluarga perempuan, untuk bermusyawarah membicarakan
rencana perjodohan, sampai di temukannya titik kesepakatan antara kedua
belah pihak tersebut. Kemudian pihak laki-laki mendatangi jaro tangtu untuk
bermusyawarah kembali mengenai hasil kesepakatan dengan pihak
perempuan. Kedatangan pihak laki-laki menemui jaro tangtu itu dengan
membawa perlengkapan nyirih sebagai syarat yang harus di laksanakan dalam
proses lamaran pertama ini.
Setelah tahapan lamaran pertama selesai di lakukan, maka di lanjutkan
dengan proses lamaran kedua. Untuk lamaran kedua ini langkah atau
tahapannya tidak berbeda jauh dengan proses lamaran pertama, hanya saja
pada tahapan ini di lengkapi dengan acara tukar cincin yang di siapkan oleh
pihak laki-laki yang di sebut dengan tunangan atau dalam bahasa aslinya
disebut nyereuhan. Perlengkapan nyirih disiapkan kedua belah pihak secara
bersama-sama tidak seperti pada lamaran pertama yang hanya dilakukan pihak
laki-laki saja. Proses lamaran kedua ini merupakan acara yang tergolong cukup
besar karena di dalamnya melibatkan semua pihak dan perangkat adat serta
puun sebagai pimpinan mereka.
Ada ketentuan khusus bagi pihak laki-laki, dan merupakan keharusan
yang wajib di lakukan setelah selesai melaksanakan lamaran kedua, yaitu
selama tiga hari tiga malam pihak laki-laki harus membantu kerja di ladang
atau di kebun calon mertuanya. Adapun bentuk bantuan yang harus di kerjakan
sesuai dengan perintah calon mertuanya misalnya membersihkan rumput di
ladang atau kebun dan tidak boleh membantah. Kemudian dalm kurun waktu
tersebut pihak laki-laki harus mengumpulkan kayu bakar untuk khusus
memasak nasi pengantin yang akan di lakukan pada lamaran ketiga.
Tahapan proses lamaran yang ketiga ini cukup penting, karena di
dalamnya terdiri dari syarat yang di lakukan dalam proses yang di lakukan
dalam proses lamaran sebelumnya di tambah syarat pada lamaran ketiga.
Penekanannya adalah kedua belah pihak sama-sama mempersiapkan syarat-
syarat dalam proses ini. Di antaranya, kedua belah pihak sama-sama
mempersiapkan baju nikah. Pihak laki-laki mempersiapkan baju untuk pihak
perempuan, begitupun sebaliknya.dan pihak laki-laki harus memprsiapkan
perlengkapan & peralatan rumah tangga. Lamaran yang ketiga juga acaranya
di laksanakan di balai adat yang di pimpin oleh puun serta di hadiri kedua
belah pihak dan perangkat adat, yang di saksikan oleh seluruh masyarakat
baduy dalam. Acara tadi di namakan seserahan.
b. PROSES PERKAWINAN DI BADUY LUAR
Untuk tata cara perkawinan masyarakat baduy luar ada dua cara, yang
pertama caranya sama persis dengan cara perkawinan masyarakat baduy
dalam. Sedangkan untuk langkah yang kedua, yaitu dengan cara mencari jodoh
sendiri ada sedikit perbedaan.letak perbedaan tersebut adalah pihak laki-laki
boleh mencari jodoh sendiri dengan bebas, baik yang satu kampung maupun
beda kampung tanpa di jodohkan. Ada sedikit perbedaan bahwa pada proses
perkawinan di baduy luar, calon mempelai laki-laki satu hari sebelum
perkawinan di wajibkan membaca dahulu syahadat kanjeng nabi muhammad
SAW di hadapan penghulu terdekat. Kalau di baduy dalam tidak di kenal
perceraian, di baduy luar di kenal adanya perceraian, tetapi bukan berarti
poligami di perbolehkan.
c. WAKTU PELAKSANAAN UPACARA PERKAWINAN
Sama halnya dengan masyarakat lain, perihal waktu pelaksanaan
perkawinan tentu memiliki budaya dan aturan masing-masing sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya. Sesuai dengan aturan sistem penanggalan adat
baduy maka waktu pelaksanaan perkawinan di suku baduy harus mengikuti
penjadwalan yang sudah di tentukan dan bersifat baku. Upacara perkawinan
masyarakat baduy dalam di laksanakan pada bulan kelima, ke enam, dan bulan
ke tujuh.
d. DETAIL TAHAPAN RITUAL PELAKSANAAN PERKAWINAN
Secara umum dan menyeluruh acara proses pelaksanaan perkawinan suku
baduy sama dan seragam, baik tentang penetapan waktu, tata caranya dan
tahapan proses ritualnya, termasuk syarat-syarat yang harus di penuhi serta
hal-hal yang menjadi pantangan/larangan.
1. Waktu pernikahan
Waktu pernikahan ini di laksanakan pada bulan kelima, ke enam, ke
tujuh pada penanggalan adat baduy. Waktu ini berlaku untuk warga baduy
dalam dan baduy luar. Pada ketiga waktu bulan tersebut di yakini
merupakan bulan barokah bagi pelaksanaan perkawinan.
2. Proses pelaksanaan perkawinan
Proses pelaksanaan perkawinan di laksanakan selama 3 hari berturut-
turut. Aturan ini pun berlaku di baduy dalam dan baduy luar. Tradisi ini
sudah baku di laksanakan secara turun temurun sejak mereka lahir.
Penetapan jadwal di atur oleh tokoh adat khusus yang menangani masalah
perkawinan, yaitu tangkesan, para kaum dalem beserta rencang (wakil
atau utusa) di Baduy Luar dan para puun di Baduy Dalam dengan cara
dimusyawarahkan berdasarkan dari data calon pengantin yang masuk dan
diusulkan 2 atau 3 bulan sebelumnya.
3. Isi acara/kegiatan
Pada tiga hari yang menjadi jadwal baku pelaksanaan perkawinan
berbeda-beda. Hari pertama merupakan hari persiapan untuk memulai
acara dengan terlebih dahulu di niatkan melalui acara ritual berdo’a oleh
pemuka adat termasuk mengumpulkana dan menyediakan berbagai
makanan dan minuman sebagai hidangan untuk para tamu undangan. Hari
kedua lebih di khususkan untuk menerima kunjungan para tetangga dan
kerabat, juga para tamu undangan, yang ingin mengucapkan selamat pada
pengantin dan keluarga yang mengadakan hajatan.
Pada hari kedua ini sore sampai malam lebih kurang jam21.00
dilaksanakan akad nikah yang dilakukan khusus oleh Penghulu yang
beragama Islam dari luar Baduy untuk memimpin akad dan membimbing
calon pengantin membacakan sahadat Nabi Muhammad sebagai salah satu
syarat perkawinan di Baduy Luar. Menurut hukum adat Baduy dalam,
calon pengantin tidak di wajibkan untuk membacakan dua kalimat
syahadat, cukup di sahkan oleh puun.
Hari ketiga adalah Puncak Ritual Acara Perkawinan Adat Baduy.
Disebut puncak acara karena pada hari ketiga inilah pasangan calon
pengantin dinyatakan syah kawin apabila sudah melalui acara yang
mereka sebut turun penganten atau acara panghurip sampai acara
dibubarkan oleh tokoh adat di rumah pegantin. Bila acara ini tidak di ikuti
dan dilaksanakan oleh pasangan perkawinan maka perkawinan bagi warga
Baduy tersebut di nyatakan tidak sempurna.
Ada beberapa hal atau catatan khusus yang harus kita pahami dan
menjadi batasan yang harus kita hormati oleh siapapun. Misalnya
pemotretan, pempublikasian, izin menghadiri, tata car yang dilarang
diliput karena acara ritual perkawinan ini berbeda dan berada wilayah
hukum adat/tanah ulayat yang kental dengan berbagai tradisi yang
mengikat.
Hal yang menarik adanya keharusan membuat congcot (tumpeng) yang
terbuat dari daun kawung ngora (aren muda) yang berisi tentang
lemareun,ikan asin dan beras. Congcot tersebut di sajikan khusus untuk
para sesepuh atau kokolotan yang hadir, mengatur dan memimpin
pelaksanaan pengesahan perkawinan secara adat, misalnya jaro
warega,tangkesan, kaum daleum, jaro duabelas dan kokolotan kampung,
Congcot tersebut dibuat pada hari ketiga puncak acara ritual.
Puncak acara ritual penesahan perkawinan secara adat tersebut mereka
namakan turun penganten.Acara turun pengantin ini dilaksanakan secara
singkat berkisar antara 10-20menit. Acara tersebut sering disebut juga
acara mempersatukan kedua insan da bersumpah untuk sehidup semati
sejalan siring untuk membentuk dan menjalankan rumah tangga yang baik
dengan disaksikan dan sekaligus di doakan oleh tokoh adat tersebut diatas.
KESIMPULAN
Kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri paling tidak sebanyak dua atau lebih
yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling
mempengaruhi pada setiap anggotanya.
Dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih
yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang
lain. Dengan kata lain, antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang
berlangsung dalam situasi yang diambil secara bersama – sama.
Baduy merupakan suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah
Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka
merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga
memiliki keyakinan tabu untuk difoto, khususnya penduduk wilayah Baduy dalam.
Terdapat dua macam kelompok di baduy yaitu Baduy dalam dan baduy luar.Baduy
dalam dapat dikatakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu yang mendekati pada
pewaris asli budaya dan amanat leluhur kesukuan mereka. Penetapan secara khusus wilayah
perkampungan Baduy Dalam yang hanya berlokasi di tiga kampung, yaitu Cibeo,
Cikartawana, dan Cikeusik dengan batasan hukum yang tetap, tegas, serta mengikat ke semua
pihak dan semua aspek kehidupannya.
Sedangkan Baduy Luar adalah komunitas Baduy yang dipersiapkan sebagai penjaga,
penyangga, penyaring, pelindung sekaligus penyambung silaturahmi yang intensif dengan
pihak luar sebagai bentuk penghargaan, kerja sama, dan partisipasi aktif dalam kegiatan
kenegaraan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu suku bangsa yang sama –
sama memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya. Selain
Baduy dalam dan Baduy Luar terdapat pemukiman Baduy yang di akui dan termasuk Etnis
suku Baduy yaitu Baduy Kompol dan Cicakal Girang. Baduy yang sudah bercampur dengan
luar.
Aspek paling kuat dalam pengelolaan kehidupan yang berkelanjutan di Baduy adalah
terciptanya sistem sosial dan budaya yang diturunkan dari agama dan keyakinan mereka.
Pemimpin Baduy harus dapat menjaga aspek ini. Siapa saja yang melanggar aturan-aturan
dan nilai-nilai adat maka akan mendapatkan hukuman dari pemimpin. Adanya pikukuh yang
berarti nilai-nilai kepatuhan yang harus dipatuhi oleh semua masyarakat merupakan landasan
hidup Baduy. Intrumen yang diciptakan oleh masyarakat Baduy dalam sistem sosial dan
budaya ini mencakup aspek administrasi pemerintahan, kependudukan, agama dan adat
istiadat, hak asasi manusia, dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Asep kurnia, Ahmad Sihabudin. 2010. Saatnya Baduy Bicara. Jakarta: PT Bumi Aksara
Abu huraerah, Purwanto. 2010. Dinamika Kelompok. Bandung: PT Refika Aditama
http://www.agepp.net/files/agepp_indonesia1_baduy_fullversion_ind.pdf
http://arissetiyad.blogspot.com/2013/02/dinamika-kelompok-sosial.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_etnik