dinamika pembangunan pertanian dan perdesaanpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ms_a3.pdf ·...

29
Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI 2008 DI PEDESAAN KABUPATEN KARAWANG oleh Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008

Upload: vuxuyen

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

Seminar NasionalDINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN:Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan PetaniBogor, 19 Nopember 2008

KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI 2008DI PEDESAAN KABUPATEN KARAWANGoleh

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIAN2008

Page 2: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

1

KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI 2008 DI PEDESAAN KABUPATEN KARAWANG

Ikin Sadikin1 dan Kasdi Subagyono2

1 Peneliti BPTP Jawa Barat,2 Kepala BPTP Jawa Barat

Jalan Kayuambon No.80 Lembang, Bandung Barat, 40391

ABSTRAK

Dinamika perubahan ekonomi yang terjadi di pedesaan tidak terlepas dari pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mewarnai perkembangan ekonomi dan sosial di tingkat pedesaan Jawa Barat. Dalam struktur perekonomian Jawa Barat, nampak bahwa sektor pertanian masih menjadi andalan sumber pendapatan petani, meskipun diikuti oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat puncenderung menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatanpetani antara lain, lambannya peningkatan harga jual produk pertanian dibanding peningkatan harga input produksi dan barang konsumsi. Dengan demikian, maka data/informasi mengenai beberapa indikator pembangunan pedesaan yang berkaitan langsung dengan tingkat kesejahteraan petani dipandang pernting untuk diteliti/dikaji. Tujuan penenilitian ini adalah: (a) Mengidentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indikator pembangunan pedesaandan kesejahteraan petani, dan (b) Membuat rumusan bahan kebijakan pembangunan pedesaan berdasarkan indikator kesejahteraan ekonomi petani yang telah diidentifikasi. Metode pendekatan yang digunakan adalah survei di tingkat rumahtangga dan lembaga harga dan upah ditingkat desa, dengan memakai kuesioner terstruktur. Lokasi pengakjian dilakukan di dua desa Kabupaten Karawang yang memiliki agroekosistem lahan basah/sawah, yaitu di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya. Analisis data dilakukan denagan metode deskriptif dan statistik sederhana. Dari hasil analisis diketahui bahwa, Variabel yang membentuk indikator ekonomi kesejahteraan petani dan pembangunan ekonomi pedesaan adalah, tingkat pendapatan,pengeluaran rumahtangga, daya beli, tingkat ketahanan pangan keluarga, dan nilai tukar petani. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah, Secara relatif keseluruhan kinerja indikator kesejahteraan petani padi di daerah pedesaan Kabupaten Karawang tahun 2008 adalah relatif baik. Hanya saja dari sisi kualitas, kesejahteraan di Desa Citarik lebih baik dari Desa Kertawaluya. Sebagai penyebab utamanya adalah tingkat aksesibilitas di Desa Citarik lebih baik dari Desa Kertawaluya, Disamping itu, Desa Citarik adalah sebagai desa binaan program Prima Tani yang dilakukan oleh Litbang Pertanian.

Kata Kunci: Indikator kesejahteraan petani, pendapatan, pengeluaran, daya beli, ketahanan pangan, nilai tukar petani, Karawang.

Page 3: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

2

PENDAHULUAN

Fenomena krisis ekonomi global, memanasnya suhu bumi dan dinamika lonjakan

harga pangan dunia yang terjadi belakangan ini, adalah sebagaian kecil dari suatu

peristiwa sunatullah (fenomena alam) yang siapa pun tidak bisa mengelak dari

kehadirannya. Karena itu, kita harus bersama-sama menghadapinya dengan bijak secara

realistis, positif dan optimis, agar risikonya ke depan dapat dieliminir seminimal

mungkin, terutama terhadap risiko jangka panjang yang berpotensi dapat mengancam

kesejahteraan ekonomi masyarakat. Justru membangun dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat termasuk petani, adalah sisi lain dari sunatullah yang lebih penting dan

perlu disadari oleh kita, baik sebagai ilmuwan/peneliti, penyumbang dan perumus

kebijakan yang sejak dibangku sekolah, bercita-cita ingin memperbaiki kondisi

kehidupan sosial ekonomi masyarakat, termasuk petani di pedesaan.

Secara empiris, banyak indikator variabel ekonomi yang berkait langsung dengan

kesejahteraan masyarakat/petani telah meningkat, disamping juga telah terjadi

penurunan di beberapa daerah pada waktu belakangan ini, termasuk di Jawa Barat

(Jabar). Dinamika kinerja tingkat kesejahteraan ekonomi di daerah Jabar, diindikasikan

terus menurun sejak 10-15 tahun yang lalu. Indikator penurunan tersebut terlihat seperti

pada kinerja indek pembangunan manusia (IPM-tanpa seutuhnya), tingkat pendapatan,

daya beli dan nilai tukar petani (NTP). Pada bulan Juni 2008, kinerja NTP Jabar

mencapai 95,82 sebagai peringkat ke-tiga terendah dari 32 provinsi secara nasional

[(posisi ke-1 dan ke-2 terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku,

dengan nilai NTP 93,26 dan 95,28 (BPS, 2008)]. Padahal di tahun 1983, NTP Jabar

adalah 100,0 dan pada April 2004 mencapai angka 156,10 dimana saat itu secara

nasional menjadi peringkat ke-enam tertinggi.

Di sisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Jabar pada tahun 1996 (pra krisis

ekonomi) mencapai Rp.591.600/kap./tahun, kemudian menurun menjadi Rp.584.200/

kap./tahun pada tahun 1999 (pasca krisis). Begitu juga secara relatif, Indek

pembangunan manusia (IPM), pada tahun 2002 angka IPM Jabar adalah 65,8 sebagai

peringkat ke-17. Kemudian posisi tersebut menurun dari pada IPM tahun 1999 dan

1996, yaitu masing-masing 64,6 dan 68,2 dan peringkat ke-15 dan ke-14 [bandingkan

dengan IPM Jateng dalam periode yang sama adalah meningkat dari peringkat ke-17

(1996) menjadi ke-14 (1999) dan terus meningkat lagi menjdi peringkat ke-13 pada

tahun 2002 (BPS, 2006)]. Meskipun pencapaian angka IPM Jabar pada tahun 2006

Page 4: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

3

belum mencapai target (75,60). Tapi nampaknya iklim perubahan telah menunjukkan

arah perbaikan, yaitu dengan pencapaian IPM sebesar 70,28, dengan indeks daya beli

masyarakat sebesar 60,34 (Bapeda dan BPS Jabar, 2007, dan PR, 2008).

Gambaran dinamika beberapa indikator kesejahteraan masyarakat ditingkat

regional Provinsi Jabar tersebut tidak lain adalah sebagai pencerminan dari hasil kinerja

pembangunan ditingkat lokal, 35 kabupaten/kota, sampai ke daerah berbasis pertanian

dan non pertanian yang berjumlah 5.799 desa/kelurahan. Untuk menganalisis kinerja

pembangunan keseluruhan daerah yang beraneka ragam persoalan adalah suatu

kemustahilan yang beralasan; terlebih lagi bila yang ingin dituju adalah parameter

kesejahteraan yang sifatnya azasi bagi setiap indivu, termasuk petani, karena berkait

langsung dengan kendala dimensi waktu, tenaga akhli, biaya, dlsb. Makalah ini dibatasi

hanya akan membahas hasil kajian dan analisis kinerja beberapa indikator kesejahteraan

petani padi di dua desa Kabupaten Karawang yang memiliki tingkat aksesibitas berbeda,

sebagai bagian dari kajian dinamika indikator pembangunan ekonomi di pedesaan Jawa

Barat yang dilakukan pada periode tahun 2008.

Hasil studi ini menyimpulkan bahwa kinerja beberapa indikator ekonomi

kesejahteraan petani di pedesaan yang beraksesibilitas baik (non remote area) dan

beraksesibilitas kurang baik (remote area) adalah cukup tinggi, sebagaimana

ditunjukkan oleh tingkat perolehan pendapatan, proporsi pengeluaran konsumsi,

ketahanan pangan rumahtangga, daya beli dan nilai tukar petani. Lebih dari itu,

akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani padi di lokasi penelitian akan

lebih baik, lebih mandiri dan berdaya saing bila saja peningkatan harga padi/beras dunia

cepat ditransmisikan ketingkat produsen padi di pedesaan Kabupaten Karawang dan

perdesaan Indonesia lainnya, disamping perlu adanya terobosan program revitalisasi

peraturan/UU peradilan perdagangan yang mengatur kesama rataan share keuntungan

bagi pelaku agribisnis.

Kerangka Pemikiran dan Dasar Pertimbangan

Pembangunan pedesaan sangat berkaitan dengan pembangunan pertanian.

Karenanya setiap aktivitas pembangunan pertanian akan berpengaruh langsung terhadap

dinamika ekonomi masyarakat pedesaan. Sampai saat ini usaha sektor pertanian masih

menjadi andalan sumber mata pencaharain dan pendapatan utama bagi sebagian besar

masyarakat pedesaan, meskipun belum mampu mengangkat kesejahteraan ekonomi

petani ke tingkat lebih tinggi, disamping perlu mengurangi ketimpangan diantara

Page 5: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

4

wilayah pedesaan dan ketimpangan share keuntungan diantara pelaku agribisnis yang

terus berlanjut sampai sekarang. Ketimpangan di pihak on-farm misalnya, dipicu oleh

perbedaan tingkat aksesibilitas desa, produktivitas lahan dan tenagakerja/upah,

senjangnya penguasan dan penerapan teknologi, dsb. yang kesemua itu berujung pada

efisiensi usaha yang rendah.

Salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian di pedesaan adalah melalui

penerapan inovasi teknologi khususnya teknologi pertanian. Karena perubahan sistem

perekonomian pedesaan akibat inovasi teknologi akan merangsang inovasi

kelembagaan, perubahan sistem nilai, inovasi institusi, dsb yang mengarah kepada

perputaran inovasi Iptek (Arifin, 2005).

Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian melalui inovasi

teknologi guna meningkatkan perekonomian di pedesaan, Badan Litbang Pertanian

sejak tahu 2005 merintis dan melakukan aksi program/kegiatan “Prima Tani”. Dimana,

sasarannya adalah untuk dapat mempercepat terjadinya proses diseminasi teknologi

pertanian. Melalui program/kegiatan Prima Tani tersebut diharapkan dapat meningkat-

kan produktivitas usahatani, optimalisasi sumberdaya, dan peningkatan nilai tambah

produk melalui kegiatan agribisnis. Karena tujuan akhir dari program tersebut adalah,

terjadinya aktivitas pembangunan ekonomi yang berimplikasi terhadap peningkatan

pendapatan riel per kapita penduduk desa secara berkelanjutan. Sehingga dengan

pencapaianbpertumbuhnya ekonomi desa, cepat atau lambat akan terjadi trickle down

effect sehingga tercapai pemerataan distribusi pendapatan, termasuk di pedesaan Jawa

Barat.

Disisi lain, dalam pola dasar pembangunan Jawa Barat disebutkan bahwa, visi

Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah “sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan

Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010”, dimana yang menjadi tolok ukur

keberhasilannya adalah tercapai IPM sebesar 80 pada tahun 2010. Dan yang menjadi

komponen penting dalam IPM tersebut, salah satunya adalah aspek daya beli

masyarakat, disamping kualitas pembangunan aspek pendidikan dan kesehatan.

Visi Pemda Jawa Barat 2010” yang kemudian menjadi tekad visi pengelolaan

pemerintahan untuk kurun waktu 2003-2008 yang kemudian dijabarkan menjadi lima

aspek, dimana salah satunya adalah Mengembangkan Struktur Perekonomian Regional

yang Tangguh. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan pemerataan

dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008, melalui delapan sasaran, yaitu: (1)

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) minimal menjadi 4,5% per tahun, (2)

Page 6: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

5

mengurangi kemiskinan penduduk dari 9 juta jiwa, (3) mengurangi pengangguran

sehingga mencapai kisaran 6,5%-7,5%, (4) meningkatkan serapan tenagakerja sebesar

18 juta orang, (5) tetap bertahannya kegiatan investasi yang sudah ada dan pulihnya

minat dan realisasi investasi baru dengan laju pertumbuhan pada kisaran 10%-12% per

tahun, (6) meningkatnya kontribusi peran koperasi, usaha kecil dan menengah terhadap

PDRB, (7) Indeks Gini berada di bawah 0,20%, dan (8) meningkatnya kualitas

infrastruktur wilayah.

Dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diperlukan adanya

himpunan informasi/data dasar variabel-variabel indikator pembangunan ekonomi

ditingkat rumah-tangga desa yang cukup memadai dan bersinambung, sehingga

perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak dari berbagai kegiatan program

pembangunan di pedesaan Jawa Barat dapat dipantau secara periodik.

Secara periodik data/informasi beberapa indikator ekonomi/pembangunan telah

dikumpulkan sejak lama oleh Badan Pusat Statistik (BPS), seperti: data PDB/PDRB

(produk domestik/regional bruto), penyerapan tenaga kerja, tingkat inflasi, struktur

harga, dan sebagainya. Namun indikator-indikator tersebut hanya bersifat agregat dan

makro, sehingga belum dapat menggambarkan indikator pembangunan ekonomi

pedesaan yang spesifik lokasi dengan keanekaragaman agro-ekosistem dan basis

komoditas pertanian unggulan utama.

Dalam realitas, indikator pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di pedesaan

Jabar, selain dinamis juga sangat beragam. Dari aspek aksesibilitas, dapat bervariasi

menurut tingkat aksesibilitas baik versus kurang, dari aspek kewilayahan juga bervariasi

menurut daerah perkotaan versus perdesaan. Di daerah pedesaan yang umumnya

berbasis pertanian, dinamika pembangunan ekonomi dapat bervariasi menurut tipe agro-

ekosistem dan jenis komoditas pertanian utama yang dikembangkan. Mengingat sampai

sejauh ini informasi yang dikumpulkan oleh BPS tersebut belum dapat menggambarkan

indikator pembangunan ekonomi pedesaan yang rinci menurut tipe agroekosistem dan

basis komoditas pertanian. Maka untuk dapat mengetahui kinerja hasil-hasil

pembangunan dalam rangka penajaman kebijakan pembangunan pedesaan/pertanian

kedepan, diperlukan kegiatan untuk menghimpun dan menganalisis variabel-variabel

data/informasi indikator ekonomi yang menunjukkan arah terjadinya pembangunan

kesejateraan pada unit rumah-tangga petani di wilayah pedesaan Kabupaten Karawang,

Jawa Barat. Berlandaskan pemikiran dan pertimbangan tersebut, penelitian ini

dipandang penting untuk dilakukan.

Page 7: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

6

METODOLOGI PENELITIAN

Pemilihan Lokasi dan Prosedur Penelitian

Untuk dapat merepresentasikan ”wilayah pedesaan Kabupaten Karawang”,

pemilihan kecamatan dan desa dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek

sebagai berikut: (1) Kabupaten Karawang dipilih secara purposive sebagai salah satu

lokasi sentra daerah produsen beras di Provinsi Jawa Barat, dimana pada tahun 2007

berkontribusi 12,56 % terhadap produksi beras Provinsi Jawa Barat, (2) Pemilihan

lokasi desa dilakukan dengan mempertimbangkan aspek tingkat aksesibitas (akses baik,

Non Remote Area-NRA), dan kurang baik (remote area-RA), sehingga terpilih Desa

Citarik dan Desa Kertawaluya (Kec.Tirtamulya), sebagai lokasi contoh desa RNA dan

RA, dimana pada setiap desa lokasi contoh selanjutnya ditentukan dua atau lebih blok

dusun/kampung sentra padi untuk dilakukan sampling petani responden, (3) Penentuan

responden dilakukan dengan cara stratified random sampling, dimana Petani dibagi

kedalam tiga (3) strata pemilikan/penguasaan lahan, yaitu pemilikan lahan luas (> 1,00

ha), sedang (0,51-1,00 ha), dan pemilikan lahan sempit (≤ 0,50 ha). Dalam ha ini strata

pemilikan lahan akan ditentukan secara proporsional sesuai dengan rataan pemilikan

lahan oleh petani setempat, (4) Setiap strata pemilikan lahan dipilih lima orang petani

respoden, sehingga total responden berjumlah 30 orang petani yang kemudian

diagregasi untuk menggambarkan keragaan rumahtangga petani pedesaan di tingkat

Kabupaten.

Untuk mengidentifikasi indikator-indikator utama pembangunan pedesaan

diperlukan pengumpulan variabel-variabel data/informasi yang relevan dan dapat

menunjukkan arah pembangunan ekonomi pedesaan/pertanian secara kuantitatif, karena

tidak semua variabel data/informasi pembangunan ekonomi pedesaan dapat

dikuantifisir, di mana waktu pelaksanaan kegiatan dilakukan dalam periode bulan

Januari sampai Desember 2008.

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data kuantitatif, yaitu data primer dan

data skunder yang bersumber dari kantor BPS, Dinas pertanian/peternakan, dan

Lembaga/Dinas terkait, mulai intansi tingkat Provinsi, Kabupaten sampai Desa. Data

skunder tingkat provinsi/kabupaten yang akan dikompilasi mencakup delapan variabel

indikator, yaitu: (a) Tingkat pendapatan masyarakat (PDRB), (b) Kontribusi sektor

pertanian terhadap sektor perekonomian, (c) Aspek ketenaga kerjaan/ penyerapan

tenaga kerja, (d) Nilai Tukar Petani, (e) Aspek kecukupan/ketahanan pangan (produksi

Page 8: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

7

komoditas tanaman pangan/perkebunan/ternak strategis), (f) Penggunaan/pemilikan

(luas) lahan, (g) Harga saprodi dan produksi hasil pertanian, dan (h) Harga barang

konsumsi startegis. Sementara itu, data primer yang dikumpulkan adalah variabel-

variabel yang tercakup dalam Indikator Produksi dan Indikator Kesejahteraan,

yaitu sebagai berikut: (1) Data input-output usahatani komoditas pertanian utama dan

dominan yang dilakukan oleh responden rumahtangga di lokasi desa contoh, (2) Data

pendapatan seluruh anggota keluarga yang diterima selama satu tahun terakhir yang

bersumber dari seluruh kegiatan sub-sektor ekonomi (di sini diambil dalam kurun waktu

MK-2 tahun 2007/2008, MH dan MK-1 tahun 2008), (3) Data produksi dan penerimaan

dari setiap cabang usaha pertanian, (4) Data pengeluaran/konsumsi rumah-tangga, (5)

Data harga sarana produksi dan hasil produksi yang berlaku di lokasi desa contoh, (6)

Data harga barang konsumsi utama dan stategis yang berlaku di pusat desa atau di

sekitar lokasi desa contoh, dan (7) Data harga upah tenaga kerja pertanian dan non

pertanian yang berlaku di lokasi desa contoh.

Semua jenis data primer tersebut dikumpulkan melalui kuesioner), yaitu kuesioner

Modul A (upah dan harga), kuesioner Modul B (input-output usaha tani, struktur

pendapatan dan pengeluaran), dan kuesioner modul C [(Focus Group Discussion-

terhadap informan kunci (Pejabat Lembaga Dinas terkait, Lembaga pemasaran,

Penggilingan padi, Aparat desa, Tokoh masyarakat, Kelompok tani, dll)]. Khusus untuk

pengisian kuesioner modul A yang mencatat data poin (5) samai (7) dilakukan secara

berkala dwi Mingguan/hari pasaran desa oleh petugas khusus yang sudah permanen

menetap di desa lokasi contoh dan diberikan pelatihan sebelumnya oleh tim peneliti.

Selanjutnya, analisis data dilakukan secara deskriptif (tabulasi, grafis) dengan

membangun/mengidentifikasi variabel-variabel indikator ekonomi spesifik yang bisa

dipakai untuk menjawab tujuan dan keterkaitan antar tujuan penelitian. Data input–

output usahatani diolah dengan analisis finansial untuk melihat profitabilitas usahatani,

efisiensi usahatani, struktur biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja berdasarkan

sumber tenaga keluarga luar keluarga dan jenis kelamin, nilai imbalannya terhadap

tenaga keluarga serta menganalisis tingkat teknologi usahatani yang sedang dilakukan.

Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara tabulasi, untuk

melihat jumlah dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta sumbangan

masing-masing sumber pendapatan keluarga terhadap total pendapatan.

Setelah peubah penjelas (variabel) indikator ekonomi tersebut teridentifikasi,

analisis kemudian dilanjutkan untuk menentukan indikator atau penciri terjadinya

Page 9: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

8

pembangunan pedesaan. Meskipun variabel-variabel indikator pembangunan ekonomi

pedesaan tersebut dibagi ke dalam dua indikator, Indikator Produksi dan Indikator

Kesejahteraan. Namun untuk penyederhanaan bahasan, dalam makalah ini hanya akan

mendiskusikan empat aspek Indikator ekonomi yang berkait langsung dengan

kesejahteraan petani.

Dalam hal ini, paling kurang ada lima aspek yang bisa menunjukkan indikator

(penciri atau penanda) kesejateraan petani, yaitu (Sudana, at.al.,2008): (1) struktur

pendapatan rumah-tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran

rumahtangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumahtangga, (4) keragaan daya

beli rumahtangga petani, dan (5) Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). Karena itu

analisis akan dilakukan terhadap performa kelima aspek indikator tersebut.

(1) Struktur pendapatan Rumah-tangga Petani

Struktur pendapatan menunjukan sumber pendapatan utama keluarga petani dari

sektor mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya yaitu dari non pertanian.

Bagaimana peran sektor pertanian dalam pembangunan pedesaan ke depan. Secara

sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat

ditentukan sebagai berikut:

PPSP = ∑(TPSP / ∑TP) x 100%

Di sini: PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)

TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th)

TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)

(2) Struktur Pengeluaran/konsumsi pangan rumahtangga.

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan struktur pengeluaran/

konsumsi rumahtangga, dan pangsa pengeluaran untuk barang pangan pokok keluarga.

Sebab perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai salah satu

indikator keberhasilan pembangunan pedesaan. Semakin besar pangsa pengeluaran

untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi

untuk memenuhi kebutuhan dasar. Demikian sebaliknya, semakin besar pangsa

pengeluaran sektor sekunder (non pangan), mengindikasikan telah terjadi pergeseran

posisi petani dari subsisten kekomersial. Artinya kebutuhan primer telah terpenuhi,

kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan lain misal pendidikan, kesehatan

Page 10: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

9

dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan

dapat dihitung sebagai berikut:

PEP = ∑ (PPn / ∑TE) x 100%

Disini : PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%),

PEn = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)

TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)

(3) Keragaan Tingkat Ketahan Pangan Rumahtangga

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan tingkat kecukupan konsumsi

pangan rumah-tangga, yaitu proporsi pangan pokok yang dihasilkan sendiri terhadap

kebutuhan pangan pokok keluarga. Sebab perkembangan tingkat ketahanan pangan di

tingkat rumahtangga dapat menunjukkan indikator kesejahteraan petani. Semakin tinggi

tingkat subsistensi pangan (berasal dari produksi sendiri), semakin kuatnya pemenuhan

kebutuhan atau semakin banyak stock pangan, sehingga menjadi indikator semakin

sejahtera rumahtangga petani yang bersangkutan. Keragaan tingkat subsistensi pangan

rumahtangga petani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut:

TSP = PUB/KSB

Disini: TSP = tingkat susbsistensi pangan; (TSP =1: subsisten;

TSP>1: surplus; dan TKP < 1: defisit)

PUB = produksi dari usahatani sendiri setara beras

KSB = kebutuhan setara beras

(4) Keragaan Tingkat Daya Beli Rumahtangga Petani

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan tingkat daya beli rumah-

tangga petani, karena daya beli rumahtangga petani dapat juga dipakai sebagai indikator

kesejahteraan. Bagi petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian,

tingkat daya beli petani dapat ditentukan sebagai berikut:

DBPP = TP/(TE – BU)

Disini: DBPP = Daya beli rumahtangga petani

TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber

TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)

BU = Biaya usahatani

Page 11: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

10

Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari non

pertanian, daya belinya dapat ditentukan sebagai berikut:

DBPNP = UNP /HB

Disini: DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani

UNP = Tingkat upah di non pertanian (Rp/hari)

HB = Harga beras (Rp/kg)

(5) Perkembangan Nilai Tukar Petani

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan nilai tukar petani (NTP),

sebab secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang

dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan

keperluan dalam memproduksi usahatani (Rachmat M.,2000, Supryati, dkk, 2001,

Simatupang P.,2005). NTP merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT)

dengan harga yang dibayar petani (HB) yang dapat dirumuskan sebagai berikut

(BPS.,2002, Nurmanaf R.,dkk.,2004, Irawan B.,dkk.2007, Sudana W.,dkk.2007):

bxPBxaiPTiHBHTNTP

Disini: HT = harga yang diterima petani

HB = harga yang dibayar petani

PTi = harga komoditas i yang diproduksi petani

PBx = harga produk yang dibeli petani

ai = pembobot komoditas i

bx = pembobot produk x

Untuk menggambarkan dinamika nilai tukar petani antar waktu, harga yang

diterima dan harga yang dibayar petani diukur dalam nilai Indeks sebagai berikut:

IB

ITINTP

Disini: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani

IT = Indeks harga yang diterima petani

IB = Indeks harga yang dibayar petani

Page 12: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

11

Sementara, indeks harga yang diterima (IT) dan yang dibayar petani (IB)

dihitung dengan menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut:

m

i

m

riin

in

PoiQoi

QoiPP

Pni

In

1

)1()1(

Disini: In = Indeks harga bulan ke n (IT atau IB)

Pni = Harga bulan ke n untuk jenis produk i

P(n-1)i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i

Pni/P(n-1)i = Harga relatif bulan ke n untuk jenis produk i

Poi = Harga produk tahun dasar untuk jenis produk i

Qoi = Kuantiítas pada tahun dasar untuk jenis produk i

m = Banyaknya jenis produk

HASIL DAN PEMBAHASAN SEMENTARA

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara fisik, Kabupaten Karawang memiliki keanekaragaman sumber daya alam

yang secara potensial dapat memberikan keuntungan-keuntungan dalam rangka

menwujudkan kesejahteraan masyarakat. Stigma yang melekat sebagai lumbung padi

nasional adalah bukti bahwa Karawang merupakan daerah pertanian yang subur. Selain

itu, dengan adanya alokasi kawasan-kawasan industri memberikan nilai tambah

tersendiri dalam menarik minat dunia usaha untuk berinvestasi yang secara langsung/

tidak langsung telah berkontribusi dalam perekonomian masyarakat pedesaan.

Komoditas pertanian tanaman pangan di Karawang sebagian besar merupakan

tanaman padi sawah, Palawija dan Hortikultura, dengan rincian potensi berdasarkan

luasan sawah Luas baku sawah sebesar 92.786 Ha. Produktivitas padi sawah di

Kabupaten Karawang telah mengalami peningkatan, pada tahun 2005 rata-rata sebesar

64,34 Kw GKP per-Hektar menjadi 64,35 Kw GKP/hektar pada tahun 2006 (Muchtar

D., 2007, Bapeda Jawa Barat 2007).

Mengingat potensi alamiah yang sangat besar maka kebijakan pengembangan

perekonomian daerah Kabupaten Karawang diarahkan pada upaya pemanfaatan

kekayaan alam sebagai daya tarik daerah (comparative advantage) serta peningkatan

Page 13: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

12

kemampuan dalam mengembangkan potensi alam menjadi komoditas yang berdaya

saing (competitive advantage). Dengan kombinasi tersebut diharapkan dapat dijadikan

faktor kunci baik dalam menentukan keberhasilan otonomi daerah maupun keunggulan

dalam menghadapi era globalisasi perdagangan bebas.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karawang saat ini masih ditopang oleh

pertumbuhan sektor industri yang berkontribusi terhadap PDRB rata-rata di atas 40%.

Namun apabila dibandingkan dengan capaian LPE tahun 2005 sebesar 6,46%, terlihat

kinerja perekonomian tahun 2006 relatif lebih rendah. Namun demikian, hal ini juga

menunjukkan bahwa kondisi perekonomian berangsur pulih setelah terjadinya shock

akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 lalu

dan periode setelahnya. Tidak hanya ditingkat kabupaten.

Gambaran umum daerah kabupaten yang dipaparkan tersebut, ternyata tidak jauh

beda dan bereflikasi terhadap kinerja dan aktivitas pembangunan ditingkat daerah lokal

pedesaan di lokasi penelitian, yaitu Desa Citarik dan Desa Kertawaluya yang secara

administratif termasuk wilayah Kecamatan Tirtamulya.

Pola penggunaan lahan oleh masyarakat, diproiritaskan untuk lahan sawah

sehingga usahatani padi menjadi sumber pendapatan sebagian besar masyarakat di

kedua desa tersebut. Dari luasan kepemilikan secara umum, sebagian besar penduduk

memiliki lahan sawah yang relatif sempit, kurang dari 0,51 hektar. Hal ini berimplikasi

terhadap relatif sulitnya untuk pengembangan agribisnis perberasan, sehingga

penggabungan beberapa kelompok tani perlu diwujudkan guna mempermudah sistem

pengusahaan lahan secara bersama-sama dalam rangka memdukung terbentuknya

kelembagaan usaha indutrial agribisnis di pedesaan, dimana Desa Citarik telah dijadikan

sebagai salah satu desa binaan dalam kegiatan Prima tani diantara ratusan desa yang

dibidani oleh Litbang Pertanian (Deptan, 2004, PSE, 2005).

Pola tanam dominan di sawah irigasi adalah padi-padi-sayuran dan padi-padi-

bera, dimana penanaman padi dilakukan pada musim hujan (bulan Oktober sampai

Maret) dan musim kemarau (bulan April sampai September), Komoditas utama yang

diusahakan petani di lahan sawah adalah padi dan palawija (jagung,kedelai) atau

sayuran (cabai, mentimun, kacang panjang, dll), Padi diusahakan pada musim hujan

(rendeng) yaitu antara bulan Oktober– Februari dan musim kemarau I (gadu) antara

bulan Maret–Juni, Musim kemarau II (Juli–Oktober) biasanya ditanami palawija/

sayuran dengan total luasan 10-50 persen dari total luasan yang dimiliki petani dan

sebagian lainnya diberakan, Varietas padi yang umum diusahakan petani adalah VUTW

Page 14: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

13

Ciherang, Cigeulis, padi hibrida dan sebagian dari hasil penangkaran petani dengan

nama Cilamaya Muncul yang berasal dari varietas Cisadane, Benih tersebut mudah

diperoleh dari kios pertanian yang ada di desa atau kios di Cikampek dimana petani

membeli benih dari kios untuk MH dan benih untuk musim berikutnya (MK) berasal

dari hasil panen MH sebelumnya.

Kinerja Indikator Kesejahteraan Petani

Dalam penelitian ini kinerja indikator kesejahteraan (ekonomi) petani akan

digambarkan melalui lima aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda

kesejateraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah-tangga (on farm, off farm, dan

non farm), (2) struktur pengeluaran rumahtangga, (3) keragaan tingkat ketahanan

pangan rumahtangga, (4) keragaan daya beli rumahtangga petani, dan (5) perkembangan

Nilai Tukar petani (NTP). Karena itu pembahasan ke depan akan mendiskusikan

mengenai performa kelima aspek indikator tersebut.

1. Indikator Pendapatan Rumahtangga

Pendapatan keluarga petani padi dilokasi pedesaan Kabupaten Karawang yang

dijadikan sampel dalam penelitian ini, diperoleh dari banyak sumber yang beragam,

dimana jumlah sumber tersebut relatif lebih banyak dari pada sumber pendapatan

kebanyakan pegawai negeri (peneliti). Sumber pendapatan rumahtangga petani di desa

Citarik dan Desa Kertawaluya sebagai lokasi penelitian dikelompokkan menjadi tiga

kategori, yaitu : (1) kegiatan yang berasal dari kegiatan usaha pertanian (on-farm), (2)

pendapatan dari kegiatan di luar usaha pertanian (off-farm), dan (3) pendapatan dari

kegiatan di luar sektor pertanian (non-farm). Pendapatan Onfarm antara lain mencakup

hasil dari usahatani tanaman pangan, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan dan

perikanan. Pendapatan Of farm diantaranya meliputi buruh tani dan menyewakan

lahan/ternak/alat mesin pertanian. Sementara itu pendapatan Non farm berhubungan

dengan bidang-bidang non pertanian seperti perdagangan, industri, jasa, dan

subsidi/bantuan/kiriman dari pihak dalam dan luar keluarga, termasuk pemerintah.

Dilihat dari sumber daya manusia, struktur rumahtangga petani responden di

lokasi kajian, pada dasarnya menunjukkan dinamika dan aktivitas anggotanya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga struktur rumahtangga dapat dijadikan indikator untuk

membentuk struktur pendapatan dan pengeluaran, baik dalam aktivitas usahatani,

maupun dalam usaha lainnya. Produktivitas usahatani padi yang dicapai di kedua lokasi

kajian termasuk tinggi, yaitu masing-masing pada MH 2007/2008 sekitar 62,28 kw/ha

Page 15: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

14

di Desa Kertawaluya dan 73,62 kw GKP/ha di Desa Citarik, dan produksi padi pada

MK 2008 masing-masing 63,85 dan 68,03 kw GKP/ha. Ini adalah suatu prestasi sangat

baik, melampaui di atas produktivitas rata-rata provinsi dan kabupaten yang mencapai

57,15 kw GKP/ha dan 64,35 kw GKP/ha.

Kinerja pencapaian tingkat produksi padi di desa Citarik ternyata lebih tinggi

dibanding dengan produktivitas padi di Desa Kertawaluya, adalah cukup logis, sebab

desa Citarik memiliki aksesibilitas ekonomi lebih baik dibanding dengan di Desa

Kertawaluya. Karena itu wajar dan tidak aneh, bila pasilitas sarana produksi lebih

mudah diperoleh dan lembaga pemasaran padi pun lebih banyak pilihan. Lebih dari itu,

pembinaan petani melalui kelompok di desa ini sedang dikembangkan melalui program

Prima Tani oleh petugas dari BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Barat

bersama dengan petugas dari dinas pertanian setempat.

Ditinjau dari segi pendapatan relatif antar sumber selama satu tahun nampak

bahwa, pendapatan dari usahatani padi sawah adalah sebagai basis perolehan

pendapatan keluarga di kedua desa contoh, yaitu mencapai 65,36%, sebagai

penyumbang terbesar bagi pendapatan sektor pertanian rumahtangga petani padi, yang

mencapai Rp.35,75/tahun di desa Kertawaluya dan Rp.23,126 juta/tahun di Citarik

(Tabel 1). Dengan demikian terbukti, bahwa sektor pertanian masih tetap menjadi

tulang punggung perolehan pendapatan rumahtangga di lokasi contoh Kabupaten

Karawang dengan sumbangan mencapai 71,85 persen dari total seluruh sumber

pendapatan rumahtangga, masing-masing Rp.48,32 juta/tahun di Kertawaluya dan

Rp.33,84 juta di desa Citarik. Tingkat pendapatan petani tersebut jauh melampaui

tingkat upah minimu regional Jawa Barat (UMR Rp.56.193,4/bulan). Sebab dengan

penyederhanaan rata-rata 4 orang/keluarga, berarti pendapatan petani padi di Desa

Kertawaluya dan Desa Citarik, masing-masing mendapat sekitar Rp.1.006,74 dan

Rp.705.02 per orang per bulan, atau 124 sampai 177 persen lebih tinggi dari standar

UMR Jawa Barat. Hal ini ada peningkatan pendapatan keluarga petani tahun 2008

dibanding dengan tingkat pendapatan petani di tahun sebelumnya, sebagaimana

diungkapkan pada laporan hasil penelitian pada tahun 2007 (BPTP Jawa Barat, 2007,

BBP2TP Bogor, 2007).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel

indikator pendapatan keluarga petani padi di kedua desa contoh yang cukup tinggi,

maka tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten Karawang adalah

tergolong baik. Artinya dengan terjadi peningkatan pembangunan ekonomi pedesaan

Page 16: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

15

berimplikasi terhadap perbaikan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga petani di

daerah pedesaan Kabupaten Karawang.

Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Berdasarkan Sumber di Dua Desa Kabupaten Karawang, 2008

Sumber Kertawaluya Citarik AggregatNo

Pendapatan (Rp.000) ( % ) (Rp.000) ( % ) (Rp.000) ( % )

A. On Farm 35,752.85 73.99 23,125.74 68.34 29,890.27 71.851 Padi/Palawija 35,439.52 73.34 17,668.44 52.21 27,188.66 65.362 Hortikultura 130.00 0.27 1,869.23 5.52 937.50 2.253 Perkebunan/Lain 0.00 0.00 3,499.62 10.34 1,624.82 3.914 Ternak/ikan 183.33 0.38 88.46 0.26 139.29 0.335

B. Of Farm 1,434.67 2.97 546.15 1.61 1,022.14 2.461 Buruh Pertanian 1,101.33 2.28 176.92 0.52 672.14 1.622 Menyewakan asset 333.33 0.69 369.23 1.09 350.00 0.84

C. Non Farm 11,136.00 23.04 10,169.23 30.05 10,687.14 25.691 Perdagangan 5,360.00 11.09 4,588.46 13.56 5,001.79 12.022 Usaha angkutan 240.00 0.50 2,307.69 6.82 1,200.00 2.883 Jasa 3,989.33 8.26 2,215.38 6.55 3,165.71 7.614 Usaha Industri 0.00 0.00 46.15 0.14 21.43 0.0525 Buruh non pertanian 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.006 Kiriman/bantuan 510.00 1.06 0.00 0.00 273.21 0.667 Lainnya 1,036.67 2.15 1,011.54 2.99 1,025.00 2.46

Total Pendapatan 48,323.52 100 33,841.13 100 41,599.55 100Sumber : Data primer (2008)

2. Struktur Pengeluaran Konsumsi Pangan

Struktur pengeluaran rumahtangga petani padi di Desa Citarik dan Desa

Kertawaluya, Kabupaten Karawang diltampilkan pada Tabel 2 dan tabel 3. Secara

agregat persentase pengeluaran untuk pangan (41,74 %) lebih rendah dari pengeluaran

non pangan (54,31 %). Kalau dilihat antara dua desa di lokasi kajian adalah berbeda,

terlihat derajat proporsi pengeluaran untuk pangan Desa Kertawaluya lebih tinggi dari

pengeluaran non pangan, yaitu sebesar 45,32% dan 36,56%. Dengan begitu tersirat

bahwa kebutuhan non pangan yang sifatnya sekunder dikedua desa kajian sudah

diperhatikan dengan baik. Hal ini wajar bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup

baik/tinggi, sebab tuntutan zaman mengharuskan pentingnya peningkatan sumberdaya

manusia, terutama melalui perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan seluruh

Page 17: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

16

individu keluarga demi untuk mencapai tingkat kesejahteraan rumahtangga yang lebih

baik.

Jenis pengeluaran rumahtangga responden di kedua desa lumbung padi Kabupaten

Karawang cukup beragam. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pengeluaran

terbesar ditujukan untuk kebutuhan pokok seperti beras dan lauk pauk (Tabel 3). Seperti

halnya dengan daerah pedesaan lain di Indonesia, dimana bagian pengeluaran untuk

konsumsi beras cukup besar. Begitu juga terjadi di kedua lokasi pedesaan kabupaten

Karawang. Karena beras masih merupakan konsumsi pokok rumahtangga petani, maka

berimplikasi terhadap pengeluaran untuk beras mencapai 13,33 sampai 19,83 persen

dari total pengeluaran pangan.

Di sisi lain, pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi lauk-pauk mendapat porsi

yang layak di kedua lokasi kajian, terlihat dari relatif tingginya pangsa pengeluaran

lauk-pauk melebihi pengeluaran beras, yaitu berkisar antara 21,25 sampai 21,60 persen.

Dalam hal ini mengisyaratkan, bahwa dalam pengeluan konsumsi pangan petani padi di

pedesaan Karawang sudah memperhatikan nutrisi gizi keluarganya secara lebih baik,

meskipun reltif kurang konsisten dengan dengan masih besarnya pengeluaran untuk

rokok, khususnya di Desa Kertawaluya. Selanjutnya pengeluaran pangan yang besar

ketiga diantara seluruh pengeluaran konsumsi pangan adalah pengeluaran untuk bahan

minuman seperti gula, kopi dan teh, mencapai 10,78 sampai 11,96 persen.

Menurut pendapat Pakpahan et al. (1993). Pangsa pengeluaran pangan dapat

digunakan sebagai ukuran ketahan pangan. Dalam tulisannya mengatakan bahwa

ketahanan pangan memiliki hubungan negatif dengan pangsa pengeluaran yaitu semakin

besar pangsa pengeluaran pangan rumahtangga, maka semakin rendah ketahanan

rumahtangga yang bersangkutan. Apakah rumusan ini konsisten dengan tingkat

ketahanan pangan rumahtangga petani padi di kedua desa kabupaten Karawang ? Hal ini

dapat disimak pada bahasan yang bertopik ketahanan pangan rumahtangga petani padi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel

indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga petani padi di kedua desa

lokasi kajian cukup baik, maka tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten

Karawang juga bertambah baik. Dengan demikian, terlaksananya peningkatan

pembangunan ekonomi dibidang pertanian terbukti berimplikasi terhadap membaiknya

pendapatan rumahtangga sehingga berpengaruh terhadap membaiknya proporsi

pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga melalui revitalisasi peningkatan

pengeluaran konsumsi non pangan.

Page 18: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

17

Tabel 2. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Petani Berdasarkan Sumber di Karawang, 2008

Jenis Kertawaluya Citarik KarawangNo

Pengeluaran (Rp.000) ( % ) (Rp.000) ( % ) (Rp.000) ( % )

A. Pangan 13,706.80 45.32 8,827.96 36.56 11,441.63 41.741 Beras 1,827.73 6.04 1,750.85 7.25 1,792.04 6.542 Non Beras 1,399.60 4.63 318.46 1.32 897.64 3.273 Lauk 2,913.33 9.63 1,906.92 7.90 2,446.07 8.924 Sayuran dan Buah 1,011.33 3.34 1,325.69 5.49 1,157.29 4.2225 Minuman 1477.33 4.88 1055.38 4.37 1281.43 4.6756 Rokok 1,320.00 4.36 810.88 3.36 1,083.63 3.9537 Minyak goreng 748.13 2.47 566.38 2.35 663.75 2.4218 Bumbu 513.33 1.70 678.00 2.81 589.79 2.1529 Lainnya 2496.00 8.25 415.38 1.72 1530.00 5.582

B. Non Pangan 15,216.23 50.31 14,505.65 60.08 14,886.32 54.311 Pakaian 1,306.67 4.32 992.31 4.11 1,160.71 4.232 Pendidikan 4,516.67 14.93 4,576.92 18.96 4,544.64 16.583 Kesehatan 508.00 1.68 785.85 3.25 637.00 2.324 Listrik, air 817.33 2.70 1,121.54 4.65 958.57 3.4975 Bahan bakar masak 984.80 3.26 586.15 2.43 799.71 2.92

6Kesehatan/Perlengkaan alat mandi

905.33 2.99 1,019.23 4.22 958.21 3.50

7 Rehab rumah 2,566.67 8.49 384.62 1.59 1,553.57 5.678 Kegiatan sosial 796.67 2.63 1,142.31 4.73 957.14 3.499 Bantu keluarga 406.67 1.34 673.08 2.79 530.36 1.93

10 Transportasi 1,585.33 5.24 1,036.92 4.29 1,330.71 4.8511 Pajak 377.10 1.25 729.04 3.02 540.50 1.9712 Rekreasi 445.00 1.47 565.38 2.34 500.89 1.8313 Iuran lainnya 0.00 0.00 892.31 3.70 414.29 1.51

Total Pendapatan 30,243.03 100 24,144.50 100 27,411.57 100Sumber : Data primer (2008)

Tabel 3. Struktur Pengeluaran Pangan Rumahtangga Petani di Pedesaan Karawang, 2008

Jenis Kertawaluya Citarik KarawangPengeluaran (Rp.000) Proporsi (Rp.000) Proporsi (Rp.000) Proporsi

Pangan 13,706.80 1.00 8,827.96 1.00 11,267.38 1.00Beras 1,827.73 13.33% 1,750.85 19.83% 1,789.29 15.88%Non Beras 1,399.60 10.21% 318.46 3.61% 859.03 7.62%Lauk-pauk 2,913.33 21.25% 1,906.92 21.60% 2,410.13 21.39%Sayuran dan Buah 1,011.33 7.38% 1,325.69 15.02% 1,168.51 10.37%Minuman 1,477.33 10.78% 1,055.38 11.96% 1,266.36 11.24%Rokok 1,320.00 9.63% 810.88 9.19% 1,065.44 9.46%Minyak goreng 748.13 5.46% 566.38 6.42% 657.26 5.83%Bumbu 513.33 3.75% 678.00 7.68% 595.67 5.29%Lainnya 2,496.00 18.21% 415.38 4.71% 1,455.69 12.92%

Sumber : Data primer (2008)

Page 19: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

18

3. Perkembangan Daya Beli Rumahtangga Petani

Daya beli rumahtangga petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan.

Secara umum daya beli rumahtangga petani pada umumnya masih rendah terutama daya

beli petani untuk keperluan usahataninya. Hal ini tergambar dari masih banyaknya

petani yang meminjam modal untuk usaha taninya.

Dalam studi ini tingkat daya beli petani dengan sumber pendapatan utama dari

sektor pertanian merupakan rasio antara total pendapatan rumahtangga dengan total

pengeluaran rumahtangga petani yang sudah dikurangi dengan biaya usahatani. Konsep

daya beli ini mirip dengan konsep nilai tukar petani. Pada Tabel 4 disajikan tingkat

daya beli petani padi di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang.

Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata daya beli petani padi padi

di lokasi kajian relatif tinggi yaitu masing-masing 2,16 di Desa Kertawaluya dan 1,27 di

Desa Citarik, dan secara aggregat kinerja daya beli rumahtangga petani padi di pedesaan

karawang cukup baik, yaitu mencapai 1,75. Bila dibandingkan dengan tingkat daya beli

petani padi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, ternyata daya beli petani di

Karawang, cukup berimbang, sebab daya beli petani di Grobogan relatif sama, yaitu

1,75 (BPTP Jawa Tengah, 2008).

Dengan melihat komparasi daya beli di dua provinsi yang berbeda tersebut, berarti

bahwa total pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari berbagai sumber sudah dapat

mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga selama setahun, baik untuk pengeluaran

pangan maupun pengeluaran non pangan. Kisaran daya beli di Karawang terendah

adalah -16,68, berada di Desa Citarik, dan tertinggi mencapai 8,21. Hal ini menandakan

masih relatif timpangnya daya beli rumahtangga antara petani kaya (berlahan luas)

dengan rumahtangga petani kecil (berlahan sempit). Penyebabnya adalah kaidah hukum

kausalita ekonomi, dalam arti sejajar dan sepadan, dimana sumberdaya lahan, modal

kapital dan pendapatan (bahkan pengeluaran konsumsi) petani orang kaya relatif lebih

tinggi dari pada yang dimilki oleh orang/petani miskin.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel

indikator daya beli rumahtangga petani padi di kedua desa kajian yang cukup baik,

maka tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten Karawang adalah cukup

tinggi alias membaik. Artinya dengan telah terjadi peningkatan pembangunan ekonomi

di pedesaan berimplikasi terhadap perbaikan daya beli masyarakat petani, karena

produktivitas pertanian (padi sawah) meningkat yang diiringi dengan meningkatnya

pendapatan rumahtangga petani.

Page 20: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

19

Tabel 4. Daya Beli Rumahtangga Petani Padi di Lokasi Kajian Kab.Karawang, 2008

Daya Beli PetaniDesa

Rataan Median Terendah Tertinggi

Kertawaluya - RA 2.16 2.70 -5.85 7.50Citarik - NRA 1.27 1.80 -16.86 8.21 Kab.Karawang 1.75 2.22 -16.86 8.21

Sumber : Data primer (2008)

4. Perkembangan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat

ketahanan pangan di tingkat rumahtangga. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga

petani (TKP) diperoleh dari rasio antara total hasil produksi usahatani sendiri selama

setahun setara beras dengan kebutuhan konsumsi rumahtangga selama setahun setara

beras.

TKP rumahtangga merupakan kemampuan rumahtangga dalam memenuhi

kebutuhan pangan dan non pangan dari pendapatan usahataninya. Nilai TKP lebih kecil

dari satu artinya produksi usahatani yang dihasilkan tidak dapat memenuhi

kebutuhannya. TKP sama dengan satu artinya produksi usahatani hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhannya. sedangkan apabila TKP lebih besar dari satu artinya terdapat

surplus produksi yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai TKP berarti semakin besar

tingkat ketahanan pangan rumahtangga dan semakin sejahtera rumahtangga petani

tersebut. Ketahanan pangan yang tinggi diindikasikan dengan tingginya stok pangan

yang dimiliki keluarga tani. Data pada Tabel 5 menunjukkan tingkat ketahanan pangan

rumahtangga petani di lokasi kajian di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya, Kabupaten

Karawang.

Dari tabel tersebut dapat disimak bahwa ketahanan pangan rumahtangga di petani

lokasi kajian cukup tinggi, terlihat dari TKP dimana nilainya lebih besar dari satu,

masing-masing 2,60 di Desa Citarik dan 2,59 di Desa Kertawaluya. Hal ini

mengindikasikan total pendapatan rumahtangga petani padi di kedua desa kajian,

Kabupaten Karawang sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

rumahtangganya. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartini

et al (2008) dan Saliem et al (2005).

Saliem et al (2005) menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Jonsonn dan

Toole (1991) untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumahtangga. Pengukuran ini

Page 21: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

20

menggabungkan dua indikator silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan

energi. Batasan kecukupan energi adalah 80 persen dari anjuran. dan batasan pangsa

pengeluaran adalah 60 persen dari total pengeluaran rumahtangga. Hasil studi yang

dilakukan dengan menganalisa data SUSENAS 1999 mendapatkan bahwa proporsi

rumahtangga rentan pangan dan rawan pangan di NTB masing-masing sebesar 55.40

persen dan 32.78 persen. Artinya di NTB terdapat 55.40 persen rumahtangga yang

secara ekonomi kurang baik tetapi konsumsi energi cukup dan 32.78 persen

rumahtangga kurang beruntung karena baik secara ekonomi maupun konsumsi energi

masih kurang.

Selanjutnya derajat ketahanan pangan rumahtangga petani dalam pengkajian ini

akan dilihat dari pangsa pengeluaran pangan tanpa menggunakan indikator kecukupan

energi. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa secara agregat pangsa pengeluaran

rumahtangga petani padi di pedesaan Karawang sebesar 256 persen. Artinya tingkat

atau derajat ketahanan pangan rumahtangga petani boleh dikata cukup tinggi. Namun

demikian derajat ketahanan pangan rumahtangga petani kecil/berlahan sempit

mendekati batas rendah, sebab pangsa pengeluaran pangan 36 - 70 persen.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel

indikator Ketahanan pangan rumahtangga petani padi di kedua desa contoh, maka

tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten Karawang adalah cukup tinggi

alias membaik. Halini disebabkan oleh adanya peningkatan pembangunan ekonomi di

pedesaan, sehingga berimplikasi terhadap perbaikan tingkat ketahan pangan

rumahtangga petani sebagai pengaruh dari peningkatan pendapatan rumahtangga dan

revitalisasi proporsi pengeluaran non pangan keluarga.

Tabel 5. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Padi di Pedesaan Kabupaten Karawang, 2008

No Desa Produksi Kebutuhan TKP1 Kertawaluya

- Rataan 6.74 2.58 2.59- Median 3.85 2.19 2.06- Minimal 0.79 1.44 0.36- Maksimal 25.91 7.91 9.76

2 Citarik- Rataan 4.86 1.86 2.60- Median 3.59 1.80 2.02- Minimal 1.26 0.73 0.70- Maksimal 17.78 3.42 7.35

Agregat 5.87 2.25 2.59Keterangan: TKP=1. subsisten, TKP>1. surplus, TKP <1.defisit, Sumber : Data primer (2008)

Page 22: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

21

5. Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani (NTP) didefinisikan sebagai rasio atau nisbah antara indeks

harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase),

merupakan salah satu indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi

NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani (BPS Jawa Barat, 2008).

Dengan demikian nilai tukar petani merupakan ukuran kemampuan daya tukar barang

(produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi.

Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan

kondisi ini akan meningkatkan gairah petani dalam berproduksi.

Paling kurang ada lima konsep nilai tukar (Rachmat et al., 1999), yaitu: (1) Nilai

Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar

Subsisten dan (5) Nilai Tukar Petani. Dalam hal ini harga yang diterima petani

merupakan harga tertimbang dari harga-harga komoditas pertanian yang dihasilkan/

dijual di tingkat petani. Dalam analisis kinerja indikator kesejahteraan petani padi disini

akan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Petani (NTPP) dan Nilai Tukar

Petani (NTP). Sebab menurut Rachmat M. (2000) dan Simatupang P. (2005),

berdasarkan analisis perilaku berbagai nilai tukar komoditas pertanian, maka yang lebih

realistis dan lebih bagus untuk menakar NTP di Indonesia adalah nilai tukar pendapatan

petani (NTPP), karena NTTP adalah merupakan nisbah antara total pendapatan

rumahtangga dengan total pengeluaran rumahtangga petani.

Dalam kajian ini ada sedikit perbedaan yang penting untuk diketahui, yaitu pada

konsep NTP mengunakan indeks harga-harga bulan tahun 2008 terhadap harga-harga

bulan September 2007 pada level tingkat desa yang dikumpulkan dwi-mingguan, baik

harga produksi, faktor produksi, maupun harga barang konsumen. Sedangkan pada

NTIPP memakai nilai total pendapatan bersih rumahtangga petani responden selama

satu tahun (2007/2008) terhadap total biaya produksi dan pengeluaran konsumsi dalam

unit rumahtangga petani (responden).

Dalam hal ini faktor produksi (IHBp) yang dibayar petani adalah benih padi,

pupuk kimia dan tenaga kerja (upah traktor dan upah buruh pertanian). Faktor non

produksi (IHBk) yang dibayar petani adalah barang konsumen strategik (beras, gula

pasir, telur/daging ayam, minyak sayur, minyak tanah); dimana indeks harga yang

dibayar petani (IHB) merupakan indeks harga tertimbang dari harga-harga IHBp dan

IHBk. Sedangkan harga yang diterima petani padi (IHT) disini adalah harga produksi

padi GKP. Dengan demikian NTPP merupakan ukuran kemampuan daya tukar

Page 23: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

22

pendapatan (total on farm, of farm, non farm) yang dihasilkan keluarga terhadap faktor

produksi (input usaha pertanian) dan pengeluaran konsumsi rumahtangga petani

responden.

Sebelum mendiskusikan kinerja nilai tukar petani (NTP) di daerah kajian

pedesaan kabupaten karawang. Ada baiknya disampaikan kinerja NTP secara provinsial

pada beberapa bulan terakhir Provinsi di Jawa Barat . Berdasarkan hasil pemantauan

harga-harga pedesaan di 16 kabupaten di Provinsi Jawa Barat (Jabar), BPS melaporkan

hasil sebagai berikut: NTP di Jabar pada bulan April 2008 turun 3.08 persen dibanding

bulan Maret 2008, dan bila dibandingkan dengan April 2007 (year-on-year) penurunan

NTP tersebut ternyata lebih besar, yaitu mencapai 4,82. Sementara NTP bulan Maret

2008 turun 4,09 persen dibanding bulan Februari 2008, yaitu dari 116,22 menjadi

111,47. Dan secara year-on-year, NTP pada bulan Maret tersebut turun sebesar 10,30

persen. Selanjutnya bagaimana kinerja NTP dan NTPP di daerah pedesaan Kabupaten

Karawang, apa terjadi penurunan atau malah terjadi sebaliknya. Dengan kata lain

apakah kinerja indikator kesejahteraan proksisitas nilai tukar petani tersebut cukup atau

kurang baik?

Hasil analisi pada Tabel 6 dan Tabel 7 dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Kinerja indikator ”kesejahteraan” petani tahun 2008 di kedua desa sentra lumbung beras

tersebut relatif baik. Dilihat dari kemampuan nilai tukar pendapatan petani empat faktor

kunci, biaya produksi usahatani dan total pengeluaran konsumsi rumahtangga (pangan

dan non pangan) adalah relatif baik, yaitu NTP masing-masing sebesar 1,92; 1,13; 2,00

dan 2,61. Tetapi bila diterhadap total pengeluaran rumahtangga (total biaya usahatani

dan total konsumsi) adalah tergolong rendah, yaitu hanya mencapai 0,70. Jadi dengan

membandingkan NTP Jabar secara provinsial yang mengalami penurunan (BPS, 2008),

adalah sejalan dengan hasil analisis NTP di kedua desa lokasi kajian Kabupaten

Karawang yang menunjukkan agak rendah, terlebih lagi di Desa Kertawaluya yang

tergolong desa kurang baik tingkat aksesibilitasnya, meskipun tersirat bahwa NTP

secara faktorial di Jabar cukup baik, seperti yang dilaporkan dalam penelelitiannya

(BBP2TP, 2008).

Relatif kurang baiknya kinerja kesejahteraan petani dari sisi NTPP di ke dua desa

lokasi kajian ini, diduga paling kurang dipengaruhi oleh dua faktor internal dan faktor

eksternal. Penyebab faktor eksternal adalah karena terjadinya fluktuasi dan lambannya

harga produksi (padi) dan konsitensinya lonjakan harga barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh rumahtangga petani, sehingga menyebabkan indeks harga yang dibayar

Page 24: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

23

petani (IHTP) mengalami penurunan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 6 dan

Tabel 7. Sedangkan penyebab faktor internal adalah faktor teknis rekording ”dimensi

waktu” pengambilan data. Dalam haini, pertama: pencatan data struktur pendapatan

keluarga petani dilakukan sejak periode MK-2 tahun 2007/2008 sampai MK-1 tahun

2008 (September/Oktober), kedua: belum memperhitung kan perolehan pendapatan dari

bantuan Pemerintah (raskin, biaya kesehatan, beasiswa anak, dsb) bunga/tabungan di

Bank, dan pinjaman pada orang lain atau famili keluarga petani, sehingga tersirat

adanya penciutan atau minimisasi dalam nominal besaran pendapatan keluarga. Itu dari

satu sisi, di sisi lain pendataan pengeluaran rumahtangga menggunakan periode selama

satu tahun dengan proksisitas harga minggu terakhir disaat enumerasi (Mei/Juni),

sehingga tersirat adanya penggelembungan atau markup dalam nominal besaran

pengeluaran rumahtangga. Dan selebihnya adalah faktor kelemahan peneliti itu sendiri.

Faktanya lain yang berkaitan dengan apa yang diduga tersbut, yaitu terjawab oleh

NTP seperti yang diimpormasikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut

nampak, bahwa indeks NTP di kedua desa yang dikaji adalah cukup tinggi, masing-

masing NTP di Desa Citarik adalah 103,94 dan di Desa Kertawaluya 102,54. Begitu

juga rataan indeks NTP selam tahun 2008 adalah terbukti cukup baik, yaitu mencapai

100,1. Memang sedikit menuru bila dibandingkan dengan NTP pada semester I tahun

2007, yaitu 102,4 (BBP2TP, 2008), Tapi lebih baik dari NTP di pedesaan Kalimantan

Barat (Desa Semayang dan Desa Sungai Itik), yaitu 0,82 dan 0,90, (BPTP Kalimantan

Barat, 2008). Disamping itu, bila dibandingkan dengan NTPP, terbukti bahwa NTP di

ke dua desa kajian, Kabupaten Karawang reltif lebih tinggi dari NTPP. Hal ini

menyimpulkan bahwa, kinerja indikator kesejahteraan petani padi dari sisi nilai tukar

petani tahun 2008 di Desa Citarik dan Kertawaluya adalah cukup baik.

Page 25: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

24

Tabel 6. Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani di Pedesaan Kab. Karawang 2008

DesaUraian

Kertawaluya Citarik AgregratA. Pendapatan (Rp 000) 35,752.85 23,125.74 29,890.27I. Pendapatan Pertanian 35,752.85 23,125.74 29,890.27 1a. Usaha Tani-Persil Utama 35,439.52 17,668.44 27,188.66 1b. Usaha Pert. non Persil Utama 313.33 5,457.31 2,701.61 2. Berburuh TaniII.Pendapatan Non Pertanian 11136.00 10169.23 10687.14 1. Usaha Non Pertanian 9589.33 9157.69 9388.93 2. Berburuh Non Pertanian 0.00 0.00 0.00 3. Lain-lain 1546.67 1011.54 1298.21B. Biaya Produksi (Rp 000) 19473.54 11081.87 15577.41

C. Konsumsi 28989.20 23427.31 26406.89

I. Pangan 13706.80 8827.96 11441.63 2. Non Pangan 15282.40 14599.35 14965.27D. Total Pengeluaran (B+C) (Rp 000) 48462.74 34509.18 41984.30

E. Nilai Tukar Pendapatan 1. Terhadap Total Pengeluaran 0.74 0.67 0.71 2. Terhadap Biaya Produksi 1.84 2.09 1.92 3. Terhadap Konsumsi Pangan 2.61 2.62 2.61 4. Terhadap Kons.Non Pangan 2.34 1.58 2.00 5. Terhadap Total Konsumsi 1.23 0.99 1.13

Tabel 7. Nilai Tukar Petani Padi di Dua Desa Lokasi Penelitian Kabupaten Karawang 2008

Desa Kertawaluya Desa Citarik

Periode IHT IHB-p IHB-k IHB NTP IHT IHB-p IHB-k IHB NTP

Jan-II 104 629.49 603.58 112.1 92.78 117.39 608.93 543.73 104.79 112.03Jan-IV 108 647.56 588.64 112.38 96.1 113.04 608.93 570.08 107.18 105.47

Feb-II 92 647.56 583.22 111.89 82.22 95.65 608.93 570.5 107.22 89.21

Feb-IV 94 650.26 599.06 113.57 82.77 113.04 608.93 598.67 109.78 102.97

Mar-II 78 647.56 635.72 116.66 66.86 73.91 608.93 563.11 106.55 69.37

Mar-IV 84 607.86 624.06 111.99 75.01 82.61 608.93 581.66 108.23 76.32

Apr-II 92 639.11 572.27 110.13 83.54 91.3 608.93 592.77 109.24 83.58

Apr-IV 112 662.91 642.21 118.65 94.4 100 608.93 588.09 108.82 91.89

Mei-II 120 659.58 627.69 117.02 102.54 119.57 614.48 650.97 115.04 103.93

Mei-IV 120 659.58 627.69 117.02 102.54 119.57 614.48 650.97 115.04 103.93

Jun-II 108 690.15 632.09 120.2 89.85 115.22 614.48 650.42 114.99 100.2

Jun-IV 96 690.15 656.4 122.41 78.42 117.39 614.48 657.57 115.64 101.51Jul-II 106 690.15 662.95 123.01 86.17 117.39 614.48 627.64 112.92 103.96Jul-IV 106 696.4 662.95 123.58 85.78 117.39 603.37 627.64 111.91 104.9

Agu-II 116 696.4 668.41 124.07 93.49 126.09 603.37 639.72 113.01 111.57Agu-IV 100 690.15 610.57 118.25 84.57 126.09 603.37 639.72 113.01 111.57Sep-II 104 690.15 658.78 122.63 84.81 126.09 614.48 660.04 115.87 108.82Sep-IV 100 690.15 610.57 118.25 84.57 126.09 614.48 660.04 115.87 108.82Okt-II 104 690.15 658.78 122.63 84.81 126.09 614.48 660.04 115.87 108.82Okt-IV 108 690.84 667.26 123.46 87.48 119.57 614.48 670.75 116.84 102.33

Rata-rata 102.6 668.3 629.6 118 86.9 112.2 610.6 620.2 111.9 100.1Sumber : Data primer (2008)

Page 26: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

25

KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN

1. Kinerja kesejahteraan petani dalam penelitian ini digambarkan oleh lima indikator

yaitu: tingkat Pendapatan, Proporsi pengeluaran pangan keluarga, Indeks daya beli

petani, Ketahanan pangan, dan Nilai tukap (Opendapatan) petani. Dari kelima

indikator kesejahteraan petani tersebut secara keseluruhan kinerja kesejahteraan

petani padi di dua desa yang dikaji (Desa Kertawaluya dan Desa Citarik, Kabupaten

Karawang, Jawa Barat) menunjukkan tergolong baik/cukup tinggi .

2. Sampai saat ini sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perolehan

pendapatan rumahtangga petani di lokasi ke dua daerah pedesaan Kabupaten

Karawang tersebut, yaitu mencapai 65,36 persen dari seluruh sektor pendapatan

keluarga petani. Produksi padi pada MH 2007/2008 mencapai 62,28-73,62 kw

GKP/hektar dan pada MK 63,62-68,03 kw/hektar. Adapun besaran total pendapatan

petani pada tahun 2008 mencapai sekitar Rp.23,126 juta sampai Rp.35,75 juta per

tahun; lebih tinggi 177,18 persen samapi 124,06 persen dari tingkat upah minimum

regional (UMR 2008,Rp.568.193,4/bulan) Jawa Barat.

3. Berdasarkan kinerja indikator variabel pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga

petani padi di kedua desa lokasi kajian cukup baik, dimana proporsi pengeluaran

pangan mencapai 36,56-45,32 persen dari nilai total pengeluaran konsumsi

rumahtangga. Karena itu tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten

Karawang juga tergolong baik.

4. Berdasarkan kinerja indikator indeks daya beli rumahtangga petani padi di kedua

desa kajian adalah cukup tinggi, mencapai sekitar 1,27 sampai 2,16, maka tingkat

kesejahteraan petani padi di pedesaan kabupaten Karawang termasuk cukup tinggi

alias baik.

5. Kinerja indikator indeks ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP) di kedua

desa kajian adalah termasuk cukupkuat/ tinggi, mencapai sekitar 2,59 sampai 2,60.

Oleh sebab itu tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan Kabupaten Karawang

termasuk cukup bagus/tinggi.

6. Berdasarkan kinerja perkembangan indikator indeks nilai tukar petani (NTP)

rumahtangga petani padi di kedua desa kajian yang mencapai sekitar 102,54 sampai

103,94, maka tingkat kesejahteraan petani padi di ke dua desa lokasi kajian termasuk

cukup relatif tinggi/baik. Begitu juga kinerja indeks indikator nilai tukar pendapatan

(berseih) petani (NTP-P) terhadap indeks pengeluaran faktor produksi dan konsumsi

Page 27: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

26

termasuk cukup tinggi. Meskipun kemampuan daya tukar pendapatan terhadap total

seluruh pengeluaran rumahtangga petani masih relatif rendah.

7. Berdasarkan kinerja lima indikator kesejahteraan petani pada tahun 2008 di ke dua

desa lokasi penelitian yang mengindikasikan derajat cukup baik/tinggi, itu baru

kuantitas kesejahteraan ekonomi, dan belum sampai ke kualitas kesejahteraan petani

yang hakiki (tidak termasuk variabel yang dikaji). Karena itu maka untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas kesejahteraan petani ke masa depan,

nampaknya masih diperlukan akselerasi revitalisasi pertanian, terutama kearah

perbaikan struktur pemilikan lahan usaha (reforma agraria) dan pentingnya

revitalisasi peraturan atau pemikiran undang-undang perlindungan petani, agar

tercipta “kesama-rataan” distribusi sharring keuntungan bagi pelaku agribisnis

pertanian berdasarkan profesi dan proporsional korbanan waktu (misalnya antara

pendapatn usaha petani yang waktunya bersiklus musiman dengan pedagang yang

waktunya lebih singkat dari petani). Sehingga diharapkan perbaikan dan peningkatan

kesejahteraan petani khususnya di pedesaan akan lebih efektif dan lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Bustanul. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma. Kinerja dan Opsi Kebijakan. Pustaka Indef. Jakarta

Arifin Bustanul. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 14 November 2003. Bogor.

Arifin Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Kompas. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Mei 2004.

Bapeda Jawa Barat. 2007. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Karawang. Makalah (Hand Out) disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi di Aula Magister Manajemen Universitas Padjajaran Bandung. 4 Juli 2007.

Badan Litbang Pertanian. 2004. Rancangan Dasar: Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

BALITBANGDA Jawa Barat. 2002. Pengkajian Sumber-Sumber Potensi Ekonomi Di Jawa Barat. Kerjasama Antara Badan Penelitian Dan Pengembangan DaerahPropinsi Jawa Barat Dengan Laboratorium Penelitian. Pengabdian Pada Masyarakat Dan Pengkajian Ekonomi (LP3E). Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung. November 2002. (http://www.balitbang da-Jabar.go.id/bidang/ekeu/showkegiatan.php?faq=1&fldAuto=7&page=1:16 Oktober 2007)

Page 28: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

27

BPTP. 2008. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pedesaan Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Barat.

BPTP. 2008. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pedesaan Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.

BPTP. 2008. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pedesaan Kalimantan Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kalimantan Barat.

BPTP. 2008. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pedesaan Nusa tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Nusa Tenggara Barat.

BBP2TP. 2007. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pengembangan Prima Tani. BBP2TP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

BBP2TP. 2008. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Wilayah Pedesaan. BBP2TP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

BBP2TP. 2007. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Nusa Tenggara Barat.

Hermanto dan Andriati. 1985. Pola Konsumsi di Daerah Pedesaan Jawa Timur. Dalam: Kasryno. F. dkk (Eds). Struktur Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga di Jawa Timur. Prosiding Hasil Seminar ke II. Puslit Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Hal 40 – 67.

BPS. 2008. Nilai Tukar Petani Bulan Juni Menurun. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 21/08/32/Th. X, Agustus 2008. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

BPS. 2008. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 18/06/32/Th. X, 2 Juni 2008. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Irawan Bambang. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI). Dalam Edi Basuno.dkk (penyunting). Aspek Kelembagaan dan Aplikasi Dalam Pembangunan Pertanian. Monograph Series No. 25. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Irawan. B. at.all. 2007. Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Kasryno F. 2000. Sumberdaya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Pedesaan Indonesia. FAE. Vol. 18 No.1 dan 2. Pp. 25-51.

Loekman Soetrisno dan Faraz Umaya. 1995. Liberalisasi Ekonomi. Pemerataan dan Kemiskinan. Penerbit kerja sama P3PK. Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta.

Muchtar D. 2007. Pembelajaran Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten Karawang. Makalah (Hand Out) disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi, di Aula Magister Manajemen Universitas Padjajaran Bandung. 4 Juli 2007.

Page 29: DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAANpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_A3.pdf · Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan ... masyarakat

28

Mulyana B. S. 1987. Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi. Dalam Hendra Esmara (penyunting). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. Kumpulan Esei Untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Pakpahan, Agus, Handewi P Saliem dan Sri H Suhartini. 1993. Penelitian Tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan Rendah. Monograph Series No. 14. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rachmat, Muchjidin, Jeferson Situmorang, Supriati dan Dery Hidayat. 1999. Perumusan Kebijakan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rachmat M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Indonesia. Disertasi. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rusastra I.W. dan T. Sudaryanto. 1998. Dinamika Ekonomi Pedesaan dalam Perspektif Pembangunan Nasional. Prosiding Dinamika Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Saliem, Handewi P, Mewa Ariani dan TB Purwantini. 2005. Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumahtangga. Dalam Erizal Jamal dkk (penyunting). Penguatan Ketahanan Pangan Rumatangga dan Wilayah Sebagai Basis Ketahanan Pangan Nasional. Monograph Series No. 26. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Simatupang Pantjar. 2005. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Paper Disampaikan pada Seminar Nasional BPTP NTT. 13 -15 Juni. 2005. Ende.

Sudaryanto T., dan B. Hutabarat. 1993. Perkembangan Harga Komoditas Pertanian di Pasar Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia. Dalam T. Sudaryanto et al.(Eds). Prosiding: Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Penyunting. E. Pasandaran dan A. Djauhari. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sudaryanto T., I.W. Rusastra dan P. Simatupang. 1999. The Impact of Economy Crisis and Policy Adjusment on Food Crop Development Toward Economic Globalization. Paper Presented on ”Round Table Discussion on Food and Nutrition Task Force I: Food and Agriculture” Pra-WNPG VII. 8 November 1999. Center For Agro-Socio Economic Research Bogor.

Supriyati, M. Rachmat, K. Suci, T. Nurasa, R.E. Manurung dan R. Sajuti. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Syafaat Nizwar. 2006. Indikator Makro Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2005–2006: Fakta Statistik. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.4. No.4. September 2006. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.