diplomasi jepang dalam mempromosikan …digilib.unila.ac.id/40046/3/skripsi tanpa bab...

82
DIPLOMASI JEPANG DALAM MEMPROMOSIKAN PARIWISATA MELALUI STRATEGI ‘COOL JAPAN(STUDI TAHUN 2012-2016) (Skripsi) Oleh VASCODAMALA AFDAL CATUR KUSUMA JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: hanhi

Post on 21-Jun-2019

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

DIPLOMASI JEPANG DALAM MEMPROMOSIKAN PARIWISATA

MELALUI STRATEGI ‘COOL JAPAN’

(STUDI TAHUN 2012-2016)

(Skripsi)

Oleh

VASCODAMALA AFDAL CATUR KUSUMA

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

DIPLOMASI JEPANG DALAM MEMPROMOSIKAN PARIWISATA

MELALUI STRATEGI ‘COOL JAPAN’

(STUDI TAHUN 2012-2016)

Oleh

VASCODAMALA AFDAL CATUR KUSUMA

Cool Japan merupakan sebuah ungkapan yang dikeluarkan oleh

masyarakat dari luar Jepang terhadap kepopuleran kebudayaan Jepang yang

dianggap unik dan menarik. Melihat potensi yang dimiliki Cool Japan tersebut,

Pemerintah Jepang pun menerapkan Cool Japan sebagai sebuah program atau

strategi yang dirancang dan resmi didukung oleh METI yang memiliki tujuan

untuk mempromosikan industri kreatif Jepang ke dunia internasional.

Dibentuknya strategi Cool Japan juga berdampak terhadap sektor pariwisata

Jepang yang semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis upaya diplomasi Pemerintah Jepang dalam

mengembangkan serta mempromosikan pariwisata Jepang melalui strategi Cool

Japan di dunia internasional. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

tehnik studi dokumentasi, studi pustaka dan wawancara. Metode penelitian

menggunakan pengambilan data primer dan sekunder. Tehnik analisa yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisis data kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada periode tahun 2012 hingga 2016 strategi

Cool Japan berhasil membantu Pemerintah Jepang dalam membangun kembali

sektor pariwisata negaranya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya secara

signifikan kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jepang dari

tahun ke tahun dan Jepang menempati urutan pertama sebagai negara dengan citra

positif di dunia pada tahun 2015. Hal ini membuktikan bahwa strategi Cool Japan

berhasil membangun citra positif tentang Jepang serta membangun kembali

kepercayaan terhadap masyarakat luar negeri untuk dapat datang mengunjungi

Jepang.

Kata kunci: Cool Japan, Pemerintah Jepang, Nation Branding, Diplomasi

Budaya, Pariwisata Jepang

ABSTRACT

JAPANESE DIPLOMACY IN PROMOTING TOURISM

THROUGH THE STRATEGY OF ‘COOL JAPAN’

(STUDY 2012-2016)

BY

VASCODAMALA AFDAL CATUR KUSUMA

Cool Japan is an expression that is issued by the community from outside

Japan against Japan were considered wave unique and interesting. Looking at the

potential of Cool Japan, the Government of Japan to apply any Cool Japan as a

program or strategy that is designed and supported by METI official who has the

goal to promote the creative industries of Japan to the world International. The

establishment of the strategy of Cool Japan also affect Japan's tourism sector that

is growing each year. This research aims to describe and analyze the efforts of the

Government of Japan in developing diplomacy as well as promote tourism Japan

through a strategy of Cool Japan internationally. This research is a qualitative

research. The method of data collection used in this study using the method of

study documentation, the study of the literature and interviews. Research methods

using primary and secondary data retrieval. The method of analysis used in this

study is qualitative data analysis techniques. The results showed that in the period

of the year 2012 to 2016 strategy of Cool Japan managed to help the Government

of Japan in rebuilding his country's tourism sector. This is evidenced by the

increasing significantly the visit of foreign tourists visiting Japan from year to

year and Japan ranks first as a country with a positive image in the world by the

year 2015. This proves that the strategy of Cool Japan managed to build up a

positive image of Japan as well as to rebuild confidence in the foreign community

to be able to come visit Japan.

Keywords: Cool Japan, Japan Government, Nation Branding, Cultural

Diplomacy, Japanese Tourism

DIPLOMASI JEPANG DALAM MEMPROMOSIKAN PARIWISATA

MELALUI STRATEGI ‘COOL JAPAN’

(STUDI TAHUN 2012-2016)

Oleh

VASCODAMALA AFDAL CATUR KUSUMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL

Pada

Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis Vascodamala Afdal Catur Kusuma.

Lahir di Palembang pada tanggal 22 Juli 1995 sebagai anak

bungsu dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan

Ayahanda Akhmad Kamil dan Ibunda Nurlailah.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis mulai dari Taman

Kanak-Kanak Dharma Wanita III, kemudian ke jenjang

Sekolah Dasar di SD Negeri 193 Palembang pada tahun 2001 dan lulus pada

tahun 2007. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 4 Palembang pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya,

pada tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 18 Palembang pada tahun

2010 dan lulus pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui

jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama

menjadi mahasiswa penulis telah beberapa kali menjuarai kejuaraan Beatbox di

kelas regional dan nasional. Penulis juga telah dua kali membawa nama Indonesia

di ajang beatbox internasional yaitu Asia Beatbox Championship tahun 2017 dan

2018 yang diselenggarakan di Taiwan.

MOTTO

“If you win, you live. If you lose, you die. If you don't fight, you can't win.”

(Eren, Attack on Titan)

“We must have a vision to be successful, but must with action. So, work hard and

make it happen!”

(Vascodamala Afdal Catur Kusuma, 2018)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya sederhana ini untuk

Ayahanda dan Ibunda ku tercinta,

Akhmad Kamil Nata Kusuma dan Nurlailah

Sebagai bentuk cinta kasih dan baktiku

Kakak-kakak ku tersayang,

Dian Perdana Kusuma, Wira Dwipangga Nata Kusuma, Bayu Gustri Alam

Kusuma

Serta, Almamater tercinta

Universitas Lampung

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah, dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diplomasi Jepang Dalam

Mempromosikan Pariwisata Melalui Strategi „Cool Japan‟ (Studi Tahun

2012-2016)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu

Hubungan Internasional di Universitas Lampung. Pada kesempatan ini,

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Akhmad Kamil Nata Kusuma dan Nurlailah, Ayahanda dan Ibunda ku

tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini, serta

perjuangannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Lalu

kepada Dian Perdana Kusuma, Wira Dwi Pangga Nata Kusuma dan

Bayu Gustri Alam Kusuma, Kakak-kakak ku yang selalu memberikan

dukungan serta masukan untuk penulis selama ini.

2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H. selaku Ketua Jurusan

Hubungan Internasional Universitas Lampung, sekaligus dosen

pembimbing akademik saat ini, atas seluruh usaha terbaiknya untuk

membimbing dan mendidik kami, mahasiswa Hubungan Internasional.

3. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama

yang telah memberikan waktunya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Moh. Nizar, M.A. selaku Dosen Pembimbing Pembantu yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan,

membimbing, serta mengkritis penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

5. Ibu Dr. Bartoven Vivit N, M.Si. selaku Dosen Pembahas yang selama

ini telah memberikan masukan serta kritikan yang sangat membangun

penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Himawan Indrajat, S.IP., M.Si. selaku dosen Pembimbing

Akademik penulis yang pertama. Terima kasih atas segala ilmu serta

waktu yang telah diberikan sehingga membantu penulis dalam

mengembangkan pengetahuan penulis agar berguna di kemudian hari.

7. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah membantu memberikan

izin dalam penelitian ini.

8. Terimakasih banyak kepada Mba Febri dan Mba Ata yang selama ini

telah membantu saya dalam melengkapi seluruh berkas persyaratan

sidang.

9. Seluruh jajaran dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional antara

lain: Bu Dwi, Mba Tiwi, Bang Hasbi, Mba Gita Karisma, Mba Gita

Djausal, Bang Hasbi, Mas Tyo, Mas Gara dan Mba Pipit yang telah

memberikan pengetahuan yang tidak ternilai.

10. Teman – teman serta para sahabatku, Laprilla El Primayondri, Kita

Kita Ketje (Alif, Fikri, Haikal, Jaka, Meka, Saka, Akbar), para teman-

teman seperjuangan (Samuel, Deya, Supran, Reza Renaldy, Reza

Pahlevi, Putri, Firdha, Arum, Yohana, Nadia, Venty, Desi, dan lain-

lain). Terima kasih atas kenangan – kenangan serta doa yang telah

diberikan kepada penulis, semoga kita semua diberikan berkah selalu

oleh Allah SWT dan menjadi individu yang sukses di jalannya masing

– masing.

11. Teman – teman Komunitas Beatbox Palembang dan Lampung yang

telah membantu penulis dalam membangun sebuah tim hebat dan

segala prestasi yang dicapai bersama. Semoga Komunitas Beatbox

Palembang dan Lampung semakin berkembang dan sukses di

kemudian hari.

12. Keluargaku lainnya, mahasiswa Hubungan Internasional angkatan

2013 yang telah memberikan momen – momen spesial yang tidak akan

pernah terlupakan.

13. Pengurus KOMAHI periode 2013 – 2015. Terimakasih atas semua

perjuangan yang dilakukan bersama. Semoga sebagai pengurus

pertama di Jurusan Hubungan Internasional, seluruh nilai – nilai baik

yang telah kita bangun akan terus menjadi warisan di jurusan kita di

kemudian hari.

14. Keluarga KKN Desa Gunung Tiga yakni Atuk, Arief, Dilla, Indah,

Alif, Yafie, Nia, Layla, Pak Asmal dan Istri. Terima kasih atas

kebersamaan dan kebaikan hati kalian selama masa KKN.

15. Informan penelitian yakni Bapak Hirokazu Kubo, Bapak Hideki

Tomioka, dan Ibu Diana S. Nugroho. Terima kasih telah memberikan

informasi dan juga beberapa data yang telah membantu penulis dalam

melakukan penelitian.

16. Serta seluruh pihak yang telah memberikan dukungan, doa kepada

penulis, serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa didalam penulisan ini, masih terdapat banyak

kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu, penulis sangat menerima segala

masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 27 September 2018

Penulis,

Vascodamala Afdal Catur Kusuma

DAFTAR ISI

Halaman

COVER .................................................................................................. ...............

ABSTRAK ............................................................................................. ...............

ABSTRACT ........................................................................................... ...............

COVER SKRIPSI ................................................................................. ...............

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. ...............

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ...............

PERNYATAAN ..................................................................................... ...............

RIWAYAT HIDUP ............................................................................... ...............

MOTTO ................................................................................................. ...............

PERSEMBAHAN .................................................................................. ...............

SANWACANA ...................................................................................... ...............

DAFTAR ISI ......................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xviii

DAFTAR TABEL ................................................................................. xviv

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... xvv

I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah ............................... 9

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................... 10

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................ 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12

2.1. Penelitian Terdahulu ..................................................... 12

2.2. Landasan Konseptual .................................................... 18

2.2.1. Diplomasi Budaya ............................................ 18

2.2.2. Nation Branding ............................................... 21

2.3. Kerangka Pemikiran ...................................................... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 28

3.1. Tipe Penelitian ............................................................. 28

3.2. Fokus Penelitian ........................................................... 29

3.3. Jenis dan Sumber Data ................................................. 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 30

3.5. Teknik Analisis Data .................................................... 32

IV. GAMBARAN UMUM .................................................................. 34

4.1. Sejarah Diplomasi Budaya Jepang ................................ 34

4.2. Cool Japan .................................................................... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 48

5.1. Creating a Nation Brand Vision ................................... 48

5.2. Setting a Nation Brand Goal ......................................... 50

5.3. Developing a Nation Brand Strategy ............................ 51

5.4. Operating a Nation Brand Strategy .............................. 54

5.4.1. Mengembangkan Pertumbuhan Domestik ....... 55

5.4.2. Menghubungkan Jepang dengan Negara Negara

Lain ................................................................... 58

5.4.3. Menjadikan Jepang yang Membantu Dunia ..... 72

5.5. Perkembangan Pariwisata Jepang dalam Promosi Pariwisata

melalui Strategi Cool Japan Tahun 2012-2016 ............. 74

5.6. Analisa Strategi Cool Japan Sebagai Alat dalam Diplomasi

Budaya serta Nation Branding Jepang Pada Tahun 2012-2016 87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 99

6.1. Kesimpulan ................................................................... 99

6.2. Saran .............................................................................. 102

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 105

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1. Grafik Tingkat Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang

Tahun 2012-2016 ............................................................................ 7

1.2. Grafik Tingkat Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang

Tahun 2012-2016 Menurut Wilayah ............................................... 8

2.1. Model Mekanisme Nation Branding ............................................... 24

2.2. Bagan Kerangka Pikir ..................................................................... 27

5.1. Produk-produk MUJI ...................................................................... 59

5.2. Program NHK WORLD TV yang bertajuk Cool Japan ................... 61

5.3. Penobatan Hello Kitty dan Doraemon sebagai Ambassador dari

Cool Japan pada tahun 2008 ........................................................... 63

5.4. Kawaii Ambassador Jepang ............................................................ 65

5.5. World Cosplay Summit 2016 ........................................................... 66

5.6. International Manga Award 2016 ................................................... 67

5.7. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Jepang Tahun 2016 ................... 78

5.8. Motivasi Wisatawan Berkunjung ke Jepang ................................... 81

5.9. Top 20 Countries tahun 2014-2015 ................................................. 84

5.10. Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang Tahun 2010-2016 85

5.11. Data Investasi Amerika Serikat di Jepang dari Tahun 2000-2017

Berdasarkan Biaya Historis ........................................................... 91

5.12. Data Kontribusi Langsung Perjalanan dan Pariwisata Terhadap Gross

Domestic Product Jepang .............................................................. 94

5.13. Data Kontribusi Langsung Perjalanan dan Pariwisata Terhadap

Lapangan Pekerjaan di Jepang ...................................................... 95

5.14. Data Modal Investasi Jepang dalam Perjalanan dan Pariwisata ... 96

DAFTAR SINGKATAN

GDP : Gross Domestic Product

GNP : Gross National Product

GNC : Gross National Coolness

JETRO : Japan External Trade Organization

JNTO : Japan National Tourism Organization

JTA : Japan Tourism Agency

METI : Ministry of Trade, Economic and Invesment

MLIT : Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism

MOFA : Ministry of Foreign Affairs

PDD : Public Diplomacy Department

SDM : Sumber Daya Manusia

SR : Skala Ricther

TBS : Tokyo Broadcasting System

UNESCO : The United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization

WTTC : World Travel & Tourism Council

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara di Kawasan Asia Timur yang berhasil

mempertahankan dan melestarikan kebudayaan tradisionalnya. Kebudayaan

tradisional Jepang seperti festival tradisional dan gaya hidup yang sudah berakar

di setiap daerah masih tetap melekat sebagai ciri khas daerah tersebut. Selain

mempertahankan dan melestarikan kebudayaan tradisionalnya, Jepang juga

mengembangkan budaya populernya. Produk-produk budaya populer Jepang

dijadikan sebagai soft power dalam hubungan internasional.

Dahulunya, Jepang dikenal sebagai negara dengan kekuatan militer yang

kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan Jepang yang berani melakukan pemboman

terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour pada 1941.1

Selain itu, Jepang juga menjadi salah satu negara yang berhasil menjajah beberapa

negara di Asia. Karena kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, maka Pemerintah

Jepang melakukan perubahan kebijakan luar negeri.

Pada tahun 1950-an hingga awal 1960-an, Jepang fokus untuk mengubah

citra Jepang dari negara yang memiliki militer yang kuat pasca perang menjadi

1 McCarthy, Francis, 2015, Pearl Harbor Attacked by Japan in 1941, New York Daily News,

diakses dari http://www.nydailynews.com/news/world/pearl-harbor-attacked-japan-1941-article-

1.2457538 pada 11 September 2017

2

negara yang cinta damai. Bukti nyata yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang

adalah mereka bergabung dengan The United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 1951. Pemerintah Jepang juga

mendukung promosi aktivitas budaya Jepang di luar negeri. Pemerintah Jepang

menekankan tradisi-tradisi budaya seperti upacara minum teh dan ikebana2,

dengan tujuan untuk menyampaikan bahwa Jepang memiliki sifat yang tenang dan

cinta damai kepada masyarakat seluruh dunia.3

Artinya bahwa, Jepang

membangun identitas baru menjadi negara yang cinta damai dengan menonjolkan

segi budayanya.

Penggunaan budaya untuk membangun image atau identitas Jepang juga

digunakan ketika terjadi gempa bumi berkekuatan 9 Skala Ricther (SR) dan

tsunami pada 11 Maret 2011. Bencana alam ini telah menurunkan image

pariwisata Jepang hingga menyebabkan sektor pariwisata Jepang mengalami

penurunan yang cukup parah.4 Menurut Tokyo Broadcasting System (TBS) dan

Japanese National Police Agency, bencana gempa bumi dan tsunami ini menelan

kurang lebih 20.000 korban jiwa, serta menimbulkan kerusakan di beberapa

wilayah tujuan wisata di Jepang.

Selain menimbulkan kerusakan fisik pada wilayah-wilayah tersebut, terjadi

pula kerusakan pada sistem pendingin reaktor di Loji Kuasa Nuclear Fukushima

2 Ikebana adalah seni merangkai bunga Jepang yang juga dikenal dengan istilah Kado atau “Jalan

Bunga”. Makna dari kata ikebana adalah “membuat bunga menjadi lebih hidup” atau “merangkai

bunga” 3 Ogura, Kazuo, 2009, Japan‟s Cultural Diplomacy, Past and Present, Japan Foundation, hlm. 46

4Kompas.com, 2011, Gempa Jepang Timbulkan Tsunami 4 Meter, diakses dari

http://internasional.kompas.com/read/2011/03/11/14404835/Gempa.Jepang.Timbulkan.Tsunami.4.

Meter pada 26 September 2017

3

I.5 Hal ini menyebabkan muncul kekhawatiran akan penyebaran radiasi nuklir di

kawasan tersebut yang berbahaya untuk kesehatan manusia. Hal ini mendapat

perhatian di beberapa negara di benua Eropa dan Asia untuk menerapkan travel

warning yang bertujuan untuk memberikan peringatan dan himbauan kepada

warganya yang ingin bepergian ke Jepang, dengan pertimbangan keamanan dan

kesehatan akan tingginya ancaman tingkat radiasi menyusul kerusakan pendingin

reaktor PLTN Fukushima.6

Akibat dari hal tersebut, jumlah wisatawan dan pendapatan dari sektor

pariwisata ini mengalami penurunan. Menurut Japan National Tourism

Organization (JNTO), kurang lebih 6,2 juta jiwa wisatawan berkunjung ke Jepang

pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2010 mencapai 8,7 juta jiwa. Penurunan

secara drastis sebesar 50% sempat terjadi pada bulan Maret 2011 yakni hanya

sekitar 350 ribu jiwa pengunjung yang datang ke Jepang. Sedangkan pada Maret

2010 pengunjung Jepang sempat mencapai 720 ribu jiwa.7 Kondisi pariwisata

yang mengalami penurunan ini menyebabkan Pemerintah Jepang berupaya untuk

melakukan perbaikan-perbaikan dalam menghidupkan kembali kegiatan di sektor

pariwisatanya. Dari hal ini, Jepang menggunakan keberadaan budaya yang

dimiliki negaranya untuk membantu memperbaiki image pariwisata Jepang.

Jepang adalah negara yang berhasil mempromosikan budaya populernya

sebagai sebuah nation branding bagi Negara Jepang. Keberhasilan Jepang dalam

5 Voice of America (VOA), 2011, Jepang Nyatakan Keadaan Darurat di Reaktor Nuklir Setelah

Gempa, diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/jepang-nyatakan-keadaan-darurat-di-

reaktor-nuklir-setelah-gempa--117849989/90801.html pada 26 September 2017 6 CNN Indonesia, 2015, Radiasi Nuklir Fukushima Bisa Membunuh dalam Satu Jam, diakses dari

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150414144130-113-46571/radiasi-nuklir-

fukushima-bisa-membunuh-dalam-satu-jam/ pada 26 September 2017 7 JTB Tourism Research & Consulting Co., 2017, diakses dari https://www.tourism.jp/wp/wp-

content/uploads/2017/11/JTM_inbound20171018eng.xlsx pada tanggal 07 November 2017

4

mempromosikan budaya populernya, awalnya diungkapkan oleh seorang jurnalis

dari Amerika Serikat, Douglas McGray, dalam majalah Foreign Policy edisi Mei

2002 yang berjudul “Japan‟s Gross National Cool”. Dalam artikel tersebut

McGray mengatakan bahwa :

“Japan is reinventing superpower again. Instead of

collapsing beneath its political and economic misfortunes,

Japan‟s global cultural influence has only grown. In fact,

from pop music to consumer electronics, architecture to

fashion, and food to art, Japan has far greater cultural

influence now than it did in the 1980s, when it was an

economic superpower.”8

Jepang memiliki kekuatan serta potensi sumber daya soft power yang

dimilikinya. Jepang yang dulunya merupakan negara adidaya ekonomi pada tahun

1980-an, kemudian mengalami kejatuhan pada tahun 1990-an karena mengalami

krisis ekonomi yang parah. Namun, kebudayaan Jepang tidak ikut runtuh

bersamaan dengan kejatuhan ekonomi Jepang. Popularitas budaya Jepang justru

mengalami peningkatan yang kuat secara global.9 McGray menyebut Jepang

bukan unggul dalam Gross National Product (GNP), tetapi unggul dalam Gross

National Coolness (GNC). Jepang telah sukses mengekspor produk-produk

kebudayaan populernya ke berbagai penjuru dunia. Kata Cool Japan, menjadi

sebuah slogan yang digunakan oleh masyarakat luas terhadap kepopuleran budaya

Jepang.10

Budaya populer Jepang ini telah dikenal masyarakat luas dan memiliki

8 McGray, Douglas, 2002, Japan‟s Gross National Cool, Foreign Policy Magazine, hlm. 45,

diakses dari http://foreignpolicy.com/2009/11/11/japans-gross-national-cool/ pada 26 September

2017 9 Ibid.

10 Iwabuchi, Koichi, 2015, Pop-Culture Diplomacy in Japan: Soft Power, Nation Branding and

The Question of „International Cultural Exchange‟, International Journal of Cultural Policy vol. 21

no. 4 hlm. 422

5

banyak penggemar, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa11

, terutama

generasi muda di Eropa, Amerika Utara, dan Asia.12

Cool Japan ini kemudian diterapkan oleh Pemerintah Jepang sebagai

program atau strategi yang dirancang dan resmi didukung oleh Ministry of Trade,

Economic and Invesment (METI). METI mendirikan Creative Industries

Promotion Office untuk mempromosikan produk-produk Cool Japan pada Juni

2010. Produk-produk Cool Japan terdiri dari anime dan manga, film, musik,

games, desain, “cute” fashion dari Shibuya dan Harajuku, produk makanan yang

sehat dan nikmat serta berbagai tempat wisata Jepang.13

Tujuan dari strategi Cool Japan adalah untuk menarik perhatian masyarakat

luas dengan melalui daya tarik budaya dan gaya hidup masyarakat Jepang dan

METI mengatakan bahwa Cool Japan diharapkan dapat menarik lebih banyak

traveler internasional dan meningkatkan wisatawan terhadap lokasi wisata

domestik.14

Implementasi strategi Cool Japan dalam agenda nation branding

bertujuan untuk memberikan pemahaman yang positif dan menarik atau „cool‟

pada budaya Jepang tersebut terhadap publik di negara lain dengan mempengaruhi

persepsi publik sehingga pada akhirnya dapat membangun image atau citra positif

Jepang dan menarik masyarakat untuk membeli produk Jepang dan mengunjungi

11

Effendi, Tonny D., 2011, Diplomasi Publik Jepang Perkembangan dan Tantangan, Bogor,

Ghalia Indonesia, hlm. 31 12

Simeon, Robin, 2006, The Branding Potential and Japanese Popular Culture Overseas, Journal

of Diversity Management, vol. 1, no. 2, hlm. 13 13

Japan Today, 2012, Creating a Vision of Japan: Promoting Cool Japan, diakses dari

https://japantoday.com/category/features/opinions/creating-a-vision-of-japan-promoting-cool-

japan pada 13 September 2017 14

Nagata, Kazuaki, 2012, Exporting Culture via „Cool Japan‟, The Japan Times, diakses dari

https://www.japantimes.co.jp/news/2012/05/15/reference/exporting-culture-via-cool-

japan/#.WbfPUrIjHIU pada 13 September 2017

6

Jepang. Slogan Cool Japan terinspirasi dari Cool Britannia yang dikampanyekan

di Inggris.15

Budaya populer Jepang memainkan peran penting dalam perkembangan

pariwisata di Jepang. Adanya ketertarikan masyarakat luas terhadap budaya

populer Jepang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya

kunjungan wisatawan asing ke Jepang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Seichi Kondo (2009) :

“Art and culture play a vital role in globalization. It is way

to get your message across, an effective yet discreet way

to create friend-opposite to get the alarm and fear

resulting from coercion.”16

Kesenian dan kebudayaan Jepang merupakan salah satu cara yang dilakukan

oleh Jepang untuk mencitrakan diri sebagai negara yang cinta damai, selain itu

Jepang juga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai salah satu cara untuk

menyebarkan pesan yang positif untuk membangun sebuah relasi dan

meningkatkan ketertarikan masyarakat luas terhadap Jepang. Sehingga

masyarakat yang mengunjungi Jepang dapat membantu meningkatkan angka

wisatawan asing ke Negara Jepang. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini

yang menunjukkan angka wistawan asing yang mengunjungi Jepang pasca

penerapan penggunaan Cool Japan dalam membantu mempromosikan pariwisata

Jepang.

15

Seaton, Philip and Yamamura, Takayoshi, 2014, Japanese Popular Culture and Contents

Tourism-Introduction, Japan Forum, vol. 27 no. 1, hlm. 6 16

Christensen, Asger R, 2011, Cool Japan, Soft Power, Global Asia, Vol. 6 No. 1, hlm. 78

7

Tabel 1.1. Grafik Tingkat Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang Tahun 2012-

2016

Sumber: Diolah oleh penulis17

Gambar di atas merupakan jumlah wisatawan asing yang datang ke Jepang

tiap tahunnya. Berdasarkan gambar tersebut, pada tahun 2012, jumlah wisatawan

asing yang berkunjung ke Jepang mengalami peningkatan sebesar 34,4%. Di

tahun berikutnya yaitu pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebesar

24%. Hal ini juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya yaitu di tahun 2014, 2015,

dan 2016 yang berturut-turut mengalami peningkatan yaitu sebesar 29,4%, 47,1%,

21, 8%. Wisatawan asing yang datang ke Jepang pun sangat beragam. Berikut ini

merupakan data kunjungan wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang

berdasarkan wilayah.

17

JTB Tourism Research & Consulting Co., Japan-bound Statistics, diakses dari

https://www.tourism.jp/en/tourism-database/stats/inbound/#annual pada 11 September 2017

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

2012 2013 2014 2015 2016

8

Grafik 1.2. Tingkat Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang Tahun 2012-2016

Menurut Wilayah

Sumber: Diolah oleh penulis18

Berdasarkan gambar di atas, kunjungan wisatawan asing dari China dan

Korea menduduki posisi teratas yang kemudian diikuti dengan Taiwan, Hong

Kong dan negara-negara Asia lainnya. Ada juga wisatawan asing dari wilayah lain

seperti dari Amerika, Eropa, dan Afrika. Terlihat bahwa jumlah wisatawan asing

ini terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dari

negara lain memiliki ketertarikan terhadap Jepang, salah satunya terhadap budaya

populer Cool Japan.

Untuk mewujudkan citra Jepang lebih lanjut, Ministry of Foreign Affairs

(MOFA) menunjuk karakter anime yang terkenal yaitu Doraemon sebagai „Anime

Ambassador‟ pada tahun 2008 dan menunjuk tiga wanita muda sebagai

18

JTB Tourism Research & Consulting Co., Japan-bound Statistics, diakses dari

https://www.tourism.jp/en/tourism-database/stats/inbound/#annual pada 11 September 2017

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

7000000

2012 2013 2014 2015 2016

Korea

China

Taiwan

Hong Kong

Asia Others

Europe

Africa

USA

9

„Ambassador of Cute‟ untuk mengunjungi negara-negara lain dengan tujuan

mempromosikan budaya Jepang. MOFA juga mulai membiayai „World Cosplay

Summit‟ pada tahun 2006 yang secara rutin digelar di Jepang.19

Pada tahun 2010, Pemerintah Jepang melalui Creative Industries Promotion

Office membuat booklet (brosur) yang berjudul Japan Anime Tourism Guide

untuk menyediakan informasi mengenai budaya populer Jepang kepada

penggemar yang ingin mengunjungi Jepang. Di tahun berikutnya terbentuk juga

website Japan Anime Map and The Cool Japan Daily Blog di tahun 2012.20

Cool Japan menjadi salah satu nation brand dari Jepang. Dengan

kepopuleran yang dimilikinya, Cool Japan dapat memberikan kontribusi positif

untuk negara Jepang. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan minat

wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang. Wisatawan asing yang datang ke

Jepang, beberapa diantaranya mengetahui tentang Jepang dari produk-produk di

dalam Cool Japan yang telah mereka lihat sebelumnya.

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dalam perumusan masalah ini, peneliti melihat bahwa Negara Jepang telah

berhasil mempromosikan konten budaya yang dimilikinya. Tidak hanya budaya

tradisional, namun juga budaya populer Jepang. Kepopuleran budaya Jepang ini

dikenal dengan slogan Cool Japan. Keberhasilan Jepang dalam mempromosikan

budaya populernya telah melahirkan penggemar-penggemar yang tersebar di

berbagai negara. Dengan hal tersebut, Jepang dapat meningkatkan image dan

19

Effendi, Tonny D., 2011, loc. cit. 20

Seaton, Philip and Yamamura, Takayoshi, 2014, op. cit., hlm. 7

10

reputasi negaranya serta dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat dari negara

lain untuk berkunjung ke Jepang dikarenakan ketertarikan mereka terhadap Cool

Japan atau budaya populer Jepang.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menarik rumusan masalah

yaitu: “Bagaimana upaya diplomasi Jepang dalam mempromosikan pariwisata

melalui strategi „Cool Japan‟ pada tahun 2012-2016?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya diplomasi Pemerintah

Jepang dalam mengembangkan dan mempromosikan pariwisata melalui strategi

Cool Japan di dunia internasional.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh daripada penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama teori-teori

Hubungan Internasional, khususnya mengenai teori diplomasi budaya

antarnegara.

11

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan menjadi bahan kajian para mahasiswa, khususnya studi Hubungan

Internasional serta pemerhati masalah-masalah internasional.

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa penelitian

terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian yang kemudian akan

digunakan sebagai landasan untuk menyusun kerangka pemikiran dari rumusan

masalah yang akan diteliti. Dalam literatur reviu ini, peneliti akan menggunakan

lima literatur sebagai landasan dalam penelitian ini.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Katja Valaskivi pada tahun 2013

dalam bentuk jurnal dengan judul “A Brand New Future? Cool Japan and The

Social Imaginary of The Branded Nation”.21

Jurnal ini membahas mengenai Cool

Japan dalam praktik nation branding yang dilakukan oleh Jepang dengan

mengubungkan konsep social imaginary dari Taylor.

Slogan Cool Japan sudah beredar selama 10 tahun lebih dan telah

didiskusikan dari sudut pandang budaya populer dan industri kreatif serta

nasionalisme dan nation-building. Pemerintah Jepang mencantumkan slogan

„Cool Japan‟ ke dalam rancangan nation branding sekitar tahun 2005. Hal

tersebut terjadi setelah „Gross National Cool‟ yang diciptakan oleh jurnalis

Amerika, Douglas McGray pada tahun 2002. McGray menjelaskan kesuksesan

21

Valaskivi, Katja, 2013, A Brand New Future? Cool Japan and The Social Imaginary of The

Branded Nation, Japan Forum vol. 25 no. 4

13

dari semua hal tentang Jepang, seperti dari budaya populernya yaitu manga dan

anime, desain, fashion, gaya hidup masyarakat Jepang dan lain-lain. Intinya

adalah bahwa jenis popularitas baru ini telah menciptakan citra baru untuk Jepang,

sebuah citra yang sebenarnya berdampak positif pada GDP negaranya dan

berpotensi meningkatkan daya tarik global, termasuk di panggung politik. Sejak

itu fenomena Cool Japan menjadi fokus perhatian untuk para ilmuwan dalam

studi Jepang. Perbedaan penelitian di dalam jurnal ini dengan penelitian yang saya

lakukan terletak pada konsep yang digunakan. Penelitian di dalam jurnal ini

menggabungkan konsep nation branding dengan konsep social imaginary,

sedangkan di dalam penelitian saya menggabungkan konsep nation branding

dengan diplomasi budaya. Kemudian, di dalam jurnal ini lebih membahas

mengenai nation branding yang dilakukan Jepang sebelum tahun 2012, sedangkan

penelitian saya berfokus pada nation branding Jepang pada tahun 2012-2016.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Casey Brienza pada tahun 2014

dalam bentuk jurnal dengan judul “Did Manga Conquer America? Implications

for The Cultural Policy of „Cool Japan‟”.22

Jurnal ini membahas tentang implikasi

kebijakan budaya „Cool Japan‟ terutama implikasinya di negara Amerika Serikat.

Penggunaan „Cool Japan‟ awalnya diperkenalkan oleh McGray pada tahun 2002

melalui tulisannya dengan sebutan awal „Gross National Cool‟. Di dalam

penelitian ini mengatakan bahwa awal tahun 2000-an manga telah menunjukkan

keberadaannya di luar negeri dan kemudian pada tahun 2007 hal ini diakui oleh

salah satu majalah besar di Amerika Serikat yaitu Wired. Wired menyatakan

22

Brienza, Casey, 2014, Did Manga Conquer America? Implications for The Cultural Policy of

„Cool Japan‟, International Journal of Cultural Policy vol. 20 no. 4

14

bahwa manga telah menaklukkan Amerika Serikat. Roland Kets juga mengatakan

hal yang sama melalui bukunya yang diluncurkan pada tahun 2006.

Melihat kesempatan ini, Kementerian Luar Negeri Jepang menjadikan

budaya sebagai bagian dari produk pemasaran seperti manga, anime dan musik.

Kemudian dipasarkan ke luar negeri. Di dalam jurnal ini hanya membahas tentang

keberadaan manga dan Cool Japan di Amerika Serikat. Pada tahun 2008, krisis

ekonomi global yang melanda dunia telah membuat industri penerbit manga

merasakan akibatnya di Amerika Serikat. Beberapa rumah penerbit menutup

usahanya yang kemudian membuat penjualan manga hingga 2011 mengalami

penurunan. Perbedaan penelitian di dalam jurnal ini dengan penelitian saya

terletak pada fokusnya. Di dalam penelitian ini lebih fokus terhadap implikasi

kebijakan diplomasi budaya Jepang di satu negara yaitu Amerika Serikat dan

menggunakan salah satu produk dari budaya populer Jepang yaitu manga.

Sedangkan di dalam penelitian saya lebih melihat secara umum upaya Jepang

dalam mendorong sektor pariwisata melalui budaya populer „Cool Japan‟ sebagai

diplomasi budaya.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Koichi Iwabuchi pada tahun 2015

dalam bentuk jurnal dengan judul, “Pop-Culture Diplomacy in Japan: Soft Power,

Nation Branding and The Question of „International Cultural Exchange‟”.23

Di

dalam jurnal tersebut, dijelaskan bahwa pasca Perang Dunia, Jepang mulai

menggunakan diplomasi melalui budaya untuk mengurangi persepsi anti-Jepang

di Asia Tenggara.

23

Iwabuchi, Koichi, 2015, Pop-Culture Diplomacy in Japan: Soft Power, Nation Branding and

The Question of „International Cultural Exchange‟, International Journal of Cultural Policy vol. 21

no. 4

15

Pada akhir tahun 1980-an, popularitas budaya Jepang mulai menarik

perhatian di Asia. Penggunaan budaya sebagai nation brand merupakan strategi

pemerintah dengan fokus melakukan ekspor terhadap produk budaya Jepang

seperti anime, acara TV, J-Pop, film dan fashion untuk membantu membentuk

image Jepang. Sekitar tahun 2000-an diplomasi budaya populer Jepang lebih

dikenal dengan „Cool Japan‟ sebagai popularitas Jepang di pasar global (terutama

di pasar Eropa dan Amerika). „Cool Japan‟ atau „Gross National Cool‟

merupakan sebutan yang menggambarkan peningkatan popularitas budaya

Jepang. Sebutan ini paling dikenal setelah McGray menuliskannya di sebuah

artikel.

Perkembangan dan penggunaan „Cool Japan‟ didorong dengan dukungan

pemerintah yang menjadikannya sebagai soft power dan nation branding serta

sebagai bentuk kebijakan budaya. Potensi yang dimiliki „Cool Japan‟ digunakan

untuk membentuk citra positif dikalangan khalayak yang sebelumnya telah

didiskusikan oleh berbagai menteri dan departemen pemerintahan yang kemudian

diimplementasikan dalam bentuk kebijakan. Meskipun sama-sama mengangkat

tema diplomasi budaya Jepang, tetapi di dalam jurnal ini lebih membahas

mengenai awal mula Jepang dalam menggunakan budaya sebagai alat untuk

menghapus citra buruk tentang Jepang, sedangkan di dalam penelitian saya lebih

fokus membahas upaya diplomasi budaya Jepang pada tahun 2012-2016.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Joshua Michael Draper pada tahun

2015 dalam bentuk tesis dengan judul, “The Cool Japan Project and The

16

Globalization of Anime and Manga in The United States”.24

Di dalam penelitian

ini dijelaskan bahwa, anime dan manga telah berhasil mendapatkan popularitas di

kalangan masyarakat Amerika Serikat. Budaya populer dari Jepang tersebut juga

berpengaruh terhadap budaya populer di Amerika.

Keberhasilan Jepang dalam mempromosikan budaya populernya dikenal

sebagai “Cool Japan”. Cool Japan memiliki tujuan yaitu untuk mempromosikan

Jepang melalui ekspor budaya populer seperti anime dan manga. Kepopuleran

dari anime dan manga di Amerika Serikat telah membentuk sebuah fanbase atau

kumpulan penggemar dari anime dan manga yang masih berkembang hingga

sekarang. Para penggemar anime dan manga tersebut menganggap bahwa alur

cerita dan gambar visualnya lebih baik daripada animasi barat. Banyak penggemar

anime dan manga dari Amerika ingin mengunjungi Jepang karena ketertarikan

mereka terhadap bahasa Jepang dan kebudayaannya. Dijelaskan juga bahwa

anime dan manga juga telah menginspirasi banyak animator di Amerika Serikat

dalam pembuatan animasi, film ataupun acara televisi. Di dalam penelitian ini

lebih melihat bagaimana kepopuleran salah satu produk dari budaya populer „Cool

Japan‟ yaitu anime dan manga di negara Amerika Serikat serta pengaruhnya

terhadap masyarakat dan kebudayaan yang berada di negara tersebut, sedangkan

di dalam penelitian saya lebih berfokus pada upaya pemerintah Jepang dalam

penggunaan Cool Japan sebagai alat untuk mendorong sektor pariwisata Jepang.

Kelima, adalah penelitian yang dilakukan oleh Philip Seaton & Takayoshi

Yamamura pada tahun 2015 dalam bentuk jurnal dengan judul, “Japanese

24

Draper, Joshua Michael, 2015, The Cool Japan Project and The Globalization of Anime and

Manga in The United States, Appalachian State University, Amerika Serikat

17

Popular Culture and Content Tourism–Introduction”.25

Di dalam penelitian ini

membahas tentang kaitan budaya populer Jepang yang dapat mempromosikan

pariwisata dan juga menganalisis kebiasaan para wisatawan dan pengaruhnya

secara domestik ke Jepang.

Budaya populer seperti film, novel, komik, games, dan lain-lain telah

menjadi alasan wisatawan asing untuk mengunjungi tempat wisata di suatu

negara. Jepang dalam mempromosikan pariwisata dengan menggunakan budaya

populer melalui narasi cerita, karakter tokoh dan lokasinya yang ditampilkan.

Konsep ini sering dinamakan “One Source Multi Use”. Terutama penggunaan

tokoh karakter yang sama dan terkenal dapat dipromosikan dalam bentuk novel,

film, games, mainan dan kartun. Penggunaan budaya populer dalam

mempromosikan wisata Jepang untuk menarik wisatawan domestik dari Jepang

untuk pertama kalinya.

Salah satu alasan utama produk budaya dapat mempromosikan pariwisata

Jepang karena budaya Jepang sudah mulai menarik banyak fanbase internasional.

Pariwisata Jepang diperkenalkan melalui konten film dan konten budaya populer

lain ke masyarakat luas. Hal ini dapat membuat banyak orang mengunjungi

Jepang karena termotivasi untuk melihat langsung produk budaya populer Jepang

yang masyarakat sukai. Selain itu, banyak para akademik yang membahas tentang

hal kepopuleran budaya Jepang. Banyak juga pelajar yang berkeinginan untuk

belajar tentang Jepang ataupun belajar di negara tersebut. Hal-hal inilah yang

menjadi alasan Cool Japan dapat digunakan untuk mempromosikan pariwisata

25

Seaton, Philip and Yamamura, Takayoshi, 2014, Japanese Popular Culture and Contents

Tourism-Introduction, Japan Forum, vol. 27 no. 1

18

Jepang. Meskipun sama-sama mengangkat tema mengenai budaya populer dan

pariwisata, namun perbedaan dari penelitian ini yaitu penelitian saya lebih

memfokuskan pada promosi pariwisata Jepang melalui Cool Japan dalam

mendorong sektor pariwisata Jepang.

Kelima literatur reviu di atas menjadi pondasi awal dari penelitian yang

akan dilakukan, namun penelitian ini akan lebih spesifik lagi karena di sini

peneliti akan melihat upaya diplomasi budaya Jepang dalam mempromosikan

pariwisata melalui „Cool Japan‟ pada tahun 2012-2016. Selanjutnya konsep yang

digunakan dalam penelitian ini menggabungkan antara konsep diplomasi budaya

dengan konsep nation branding dalam membantu melihat upaya apa saja yang

dilakukan oleh Jepang dalam mempromosikan sektor pariwisatanya. Konsep-

konsep tersebut akan membantu peneliti dalam memberikan gambaran yang lebih

dalam mengenai diplomasi budaya Jepang. Dengan demikian, peneliti akan dapat

melihat aktivitas serta peran dari diplomasi budaya Jepang melalui produk budaya

Cool Japan terhadap promosi sektor pariwisata negara Jepang.

2.2. Landasan Konseptual

2.2.1. Diplomasi Budaya

Diplomasi merupakan seni yang mengedepankan kepentingan suatu

negara melalui negosiasi dengan cara damai dalam berhubungan dengan

negara lain. Hal ini bisa dicapai dengan memperkuat hubungan dengan

negara sahabat, memelihara hubungan erat engan negara yang sehaluan dan

19

menetralisir negara yang memusuhi.26

Ada berbagai bentuk diplomasi,

namun yang akan digunakan dalam penelitian adalah diplomasi budaya.

Diplomasi budaya menurut definisinya adalah pertukaran ide,

informasi, seni dan aspek kebudayaan lainnya antara satu negara dengan

negara lainnya maupun antar masyarakatnya dengan tujuan memelihara

sikap saling pengertian (mutual understanding). Diplomasi budaya juga

sering dikaitkan dengan komunikasi satu arah daripada komunikasi dua

arah. Maksudnya hanya satu negara yang fokus dalam melakukan interaksi,

seperti upaya negara untuk mempromosikan bahasa nasionalnya,

menjelaskan kebijakan dan pandangannya terhadap satu hal, atau

menceritakan sejarahnya kepada negara-negara di dunia.27

Diplomasi

budaya menjadi salah satu alat yang efektif dalam berdiplomasi bagi suatu

negara.28

Budaya sendiri memiliki aspek yang begitu luas, seperti seni dalam

artian luas, adat istiadat, tradisi, kehidupan masyarakatnya, sejarah, musik,

gaya hidup, gesture, bahasa, keusastraan, dongen atau cerita dan hubungan

sosial (social relationship).29

Jadi, setiap interaksi maupun pertukaran orang

yang terjadi antara dua negara berbeda yang menyinggung aspek tersebut

dapatlah dikatakan sebagai diplomasi budaya.

26

Jonnson, C and Hall, M., 2005, Essence of Diplomacy, Palgrave Macmillan, London, hlm. 114 27

Cummings, Milton C, 2003, Cultural Diplomacy and The Unite States Government: A Survey

Center for Arts and Cullture, diakses dari

http://media.leeds.ac.uk/papers/pmt/exhibits/1434/MCCpaper.pdf pada 25 September 2017 28

Schneider, Cynthia P, 2005, The New Public Diplomacy Soft Power in International Relations,

Palgrave Macmillan, hlm. 147 29

Ibid.

20

Dalam hubungan internasional, diplomasi budaya memiliki peranan

penting. Hal ini karena mempengaruhi masyarakat di suatu negara kini

memiliki nilai yang sama pentingnya dengan mempengaruhi kepala

negaranya. Diplomasi budaya dalam hubungan internasional dapat

dilakukan melalui negosiasi, aliansi, perjanjian, ataupun persetujuan yang

fokus pada hubungan dan kerja sama dalam bidang budaya. Diplomasi

budaya sering ditujukan kepada para anak muda, hal ini karena anak muda

lebih terbuka terhadap masuknya suatu budaya baru yang diperkenalkan dari

negara lain.

Keuntungan dari diplomasi budaya mampu membantu menciptakan

forum interaksi antara orang-orang dari negara yang berbeda sehingga

tercipta suatu wadah untuk menjalin pertemanan dan membentuk koneksi di

antara mereka.30

Diplomasi budaya juga membantu menciptakan sebuah

“foundation of trust” dengan masyarakat negara lain. Kemudian, para

pembuat kebijakan dapat membangun kepercayaan (trust) ini untuk

mengadakan perjanjian politik, ekonomi, maupun militer.31

Diplomasi

budaya juga dapat digunakan untuk menjangkau orang-orang berpengaruh

yang tidak dijangkau lewat diplomasi tradisional biasa. Tidak jarang

diplomasi budaya menjadi satu-satunya cara dalam menciptakan jalan

30

Appel R, et. Al., 2008, Cultural Diplomacy: An Important but Neglected Tool in Promoting

Israel‟s Public Image, diakses dari

http://portal.idc.ac.il/sitecollectiondocuments/cultural_diplomacy.pdf pada 25 September 2017 31

U.S Department of State, 2005, Cultural Diplomacy The Linchpin of Public Diplomacy, Report

of the Advisory Committe on Cultural Diplomacy, diakses dari

https://www.state.gov/documents/organization/54374.pdf pada 25 September 2017

21

komunikasi yang lebih efektif saat momen-momen menegangkan ataupun

konflik terjadi.32

Tujuan utama dari program diplomasi budaya adalah menarik hati

masyarakat luar negeri yang dituju serta memperoleh respect dari

masyarakat luas. Hasil dari kegiatan diplomasi budaya sulit untuk dilihat

dan diukur secara pasti.33

Beberapa keuntungan yang berasal dari kegiatan

diplomasi budaya mungkin tidak akan terlihat hingga implementasi yang

dilakukan dengan waktu yang lama.34

Namun, walaupun tidak selalu terlihat

dan dapat diukur, program diplomasi budaya tidak dapat diragukan lagi

memiliki dampak langsung kepada masyarakat yang ikut serta atau

berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Jadi tujuan utama dari diplomasi

budaya, yakni mempengaruhi pemikiran dan hati masyarakat. Meskipun

tidak dapat diukur secara pasti, dampak positif yang dihasilkan dari

diplomasi budaya ini terhadap orang-orang yang berpartisipasi masih dapat

dilihat dengan jangka waktu yang lama.35

2.2.2. Nation Branding

Nation branding merupakan sebuah istilah yang telah ada sejak

tahun 1996.36

Istilah ini diperkenalkan oleh seorang konsultan Inggris

bernama Simon Anholt. Simon Anholt mengejutkan dunia bisnis dan politik

32

Schneider, C, 2006, Cultural Diplomacy: Hard to Define, but You‟d Know It If You Saw It, The

Brown Journal of World Affairs vol. 13 no. 1 33

Appel R, et. Al., 2008, op. cit., hlm. 17 34

Ibid. 35

Ibid., hlm. 18 36

Anholt, Simon, 2013, Beyond the Nation Brand: The Role of Image and Identity in International

Relations, Exchange: The Journal of Public Diplomacy, vol. 2, hlm. 1

22

dengan menyatakan bahwa tempat dan negara dapat dilihat sebagai sebuah

brand. Anholt mendefinisikan brand sebagai sebuah produk, servis, atau

organisasi yang dinilai melalui nama, identitas, dan reputasi. Sedangkan

branding sebagai sebuah proses perancangan, perencanaan, dan komunikasi

nama dan identitas (sebuah brand) dengan tujuan membangun atau

mengelola reputasi (brand tersebut).37

Anholt juga menjelaskan nation

branding sebagai representasi strategis sebuah negara untuk meningkatkan

dan mempertahankan daya saing politik dan ekonominya di era global.38

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa nation branding merupakan

strategi sebuah negara dalam menciptakan atau mempromosikan self-image

yang akan membedakan mereka dari negara lain sehingga mereka akan

memperoleh reputasi di dunia internasional.

Nation branding bertujuan untuk mempromosikan citra bangsa yang

positif bagi negara dan rakyat, untuk membangun identitas merek suatu

negara, untuk menarik wisatawan, untuk meningkatkan ekspor produk, serta

meningkatkan investasi asing langsung.39

Selain itu untuk dapat

memposisikan suatu negara sebagai merek global dengan ekuitas merek

yang unggul, diakui dan menguntungkan, perlu waktu dan biaya yang tidak

sedikit.40

Anholt menyatakan bahwa nation branding adalah cara untuk

membentuk persepsi terhadap suatu target kelompok masyarakat tertentu

37

Anholt, Simon, 2007, Competitive Identity: The New Brand Management of Nations, Cities, and

Regions, Palgrave Macmillan, New York, hlm. 4 38

Dinnie, Keith, 2008, Nation branding: Concepts, Issues, Practice, Elsevier Ltd, USA, hlm. 22-

23 39

Anholt, Simon, 2007, op. cit., hlm. 114 40

Ibid., hlm. 62-64

23

melalui 6 aspek yaitu: pariwisata, ekspor, masyarakat, pemerintahan,

kebudayaan dan warisan budaya, serta investasi dan imigrasi.41

Pesan yang

sesungguhnya ingin disampaikan oleh Anholt adalah jika suatu negara ingin

serius untuk meningkatkan citra secara internasional, negara tersebut harus

berkonsentrasi pada pengembangan produk dan pemasarannya daripada

mengejar target branding hanya sebatas nama, simbol, atau desain.42

Dalam penerapan nation branding, setiap negara menghadapi

tantangan yang berbeda, sehingga mekanisme pengembangan nation

branding setiap negara pun berbeda satu sama lain. Lee Kyung Mi berusaha

menjelaskan tingkah laku negara-negara dalam mengembangkan nation

branding melalui sebuah model mekanisme yang didasarkan atas model

input-process-output. Mekanisme tersebut dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini.

41

Anholt-GfK Nation Brands Index, Place Branding, diakses dari http://nation-brands.gfk.com

pada tanggal 29 Mei 2017 42

Anholt, Simon, 2013, op. cit., hlm. 2

24

Gambar 2.1. Model Mekanisme Nation Branding

Sumber : Lee, Kyung Mi43

Melalui gambar di atas, dapat dilihat bahwa mekanisme nation

branding yang dikembangkan oleh Lee Kyung Mi berfokus pada proses,

dengan stereotype sebagai dimensi input. Stereotype disini merujuk pada

pengertian sebagai sebuah mekanisme yang digunakan oleh manusia untuk

menyederhanakan sesuatu yang rumit, salah satunya adalah

negara.44

Stereotype inilah yang nantinya akan berperan besar dalam

pengembangan reputasi negara, yang merupakan tujuan utama nation

branding.

Selanjutnya, dimensi proses dimulai dengan creating a nation brand

vision (penentuan visi). Dalam mengembangkan nation branding,

pemerintah harus menentukan visi jangka panjang, sehingga nation

branding tidak hanya bersifat sementara, namun dapat berpengaruh dalam

43

Lee, Kyung Mi, 2009, Nation Branding and Sustainable Competitiveness of Nations, University

of Twente, South Korea, hlm. 75, diakses dari http://doc.utwente.nl/60754/1/thesis_K_M_Lee.pdf

pada tanggal 24 Maret 2017 44

Ibid., hlm. 73

25

waktu yang lama. Kemudian visi ini harus didukung dengan setting a nation

brand goal (penentuan tujuan). Jika visi berjangka panjang, maka goal

adalah tindakan jangka pendek yang bertujuan untuk mencapai visi. Setelah

visi dan goal ditentukan, tahap selanjutnya adalah penentuan strategi. Dalam

proses ini, pemerintah tidak hanya berperan mengembangkan strategi

(developing a nation brand strategy), namun juga harus berperan dalam

penerapan strategi tersebut (operating a nation brand strategy). Pemerintah

harus menentukan sebuah strategi yang dapat memasarkan negara secara

efektif dan efisien, serta bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Terdapat beberapa manfaat yang didapatkan dari nation branding

yaitu membentuk kembali identitas sebuah bangsa, meningkatkan daya

saing bangsa, merangkul berbagai aktivitas politik, kebudayaan, bisnis dan

olahraga, memajukan ekonomi dan politik di dalam dan luar negeri, serta

mengubah, memperbaiki dan meningkatkan image atau reputasi sebuah

bangsa.45

2.3. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti mencoba menjelaskan permasalahan

utama dari penelitian yang akan dilakukan, yaitu menganalisis upaya diplomasi

Jepang dalam mempromosikan pariwisata melalui brand Cool Japan tahun 2012-

2017. Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini digabungkan dengan

konsep yang akan disusun dalam kerangka pikir.

45

Fan, Ying, 2009, Branding The Nation: Towards a Better Understanding, Brunel Business

School Research Papers, diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/336086.pdf pada tanggal 24

Maret 2017

26

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep

diplomasi budaya dan nation branding menurut Lee Kyung Mi. Jepang

menggunakan budaya populernya atau yang dikenal dengan Cool Japan sebagai

alat diplomasi budaya yang kemudian budaya populer tersebut dijadikan sebagai

nation-brand Jepang. Lalu konsep nation branding digunakan sebagai alat dalam

membantu melihat upaya Jepang dalam mempromosikan pariwisatanya melalui

brand Cool Japan yang ditinjau melalui 4 tahapan. Hingga akhirnya hal tersebut

dapat meningkatkan image yang positif bagi negara Jepang dan menarik

wisatawan asing untuk berkunjung ke Jepang. Untuk lebih jelasnya penelitian ini

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

27

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pikir

Nation Branding

Cool Japan

Creating a nation-

brand vision

Setting a nation-brand

goal

Developing a nation-

brand strategy

Operating a nation-

brand strategy

Meningkatkan image positif negara

Jepang dan menarik wisatawan asing

Diplomasi Budaya

28

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Untuk mengkaji pembahasan ini, peneliti menggunakan tipe penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati.46

Penelitian kualitatif menggunakan metode pengamatan, wawancara,

atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa

pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara

langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini

lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh

bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.47

Dengan menggunakan penelitian kualitatif, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan. Penelitian kualitatif

akan memungkinkan peneliti mendapatkan pemahaman dari fenomena upaya

diplomasi Jepang dalam mempromosikan pariwisata melalui strategi Cool Japan

pada tahun 2012-2017.

46

Moleong, J. Lexy, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 6 47

Ibid., hlm. 10

29

3.2. Fokus Penelitian

Peneliti berfokus pada upaya Pemerintah Jepang dalam mempromosikan

pariwisata negara Jepang melalui strategi Cool Japan. Hal ini dilihat melalui

mekanisme nation branding menurut Lee Kyung Mi, yaitu:

1. Creating a nation-brand vision

Membuat visi dari penggunaan nation-brand Jepang yaitu

mempromosikan Cool Japan sebagai bentuk nation branding.

2. Setting a nation-brand goal

Menetapkan tujuan dari penggunaan Cool Japan sebagai nation branding.

3. Developing a nation-brand strategy

Pengembangan strategi nation branding yang ditinjau melalui visi dan

tujuan strategi Cool Japan.

4. Operating nation-brand strategy

Melihat penerapan strategi yang telah dikembangkan dan pengaruhnya

terhadap citra dan pariwisata Jepang.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan

menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:

1. Data Primer merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari

informan, melainkan melalui dokumen.48

Data primer yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu data mengenai fenomena diplomasi Jepang

48

Ibid., 217

30

melalui kebudayaan dalam mempromosikan pariwisata dengan strategi

Cool Japan. Selanjutnya peneliti hubungkan analisis untuk dapat

menjawab pertanyaan penelitian.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau didapatkan langsung dari

informan penelitian, berupa uraian lisan atau tertulis yang ditujukan oleh

informan.49

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data yang diperoleh dari hasil uraian melalui hasil wawancara dengan

informan dari Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Jepang, Direktur Divisi

Budaya Japan Foundation dan Direktur Eksekutif Japan National

Tourism Organization.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

dilakukan melalui:

1. Studi Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data dari berbagai

dokumen dapat berupa tulisan atau gambar yang dapat menggambarkan

hal-hal yang di teliti.50

Studi dokumentasi yang digunakan dalam

penelitian ini menitikberatkan melalui catatan-catatan atau arsip-arsip

resmi dari pemerintah yang berkaitan dengan topik penelitian.

49

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, hlm.

240 50

Ibid., hlm. 138

31

2. Studi Pustaka adalah tehnik pengumpulan data dengan menganalisis atau

mengolah buku-buku, literatur-literatur atau artikel-artikel yang berkaitan

dengan topik penelitian. Dengan studi pustaka, peneliti mencari literatur

ataupun artikel yang relevan dengan permasalahan yang ada dalam

penelitian ini.

3. Wawancara digunakan sebagai tehnik pengumpulan data untuk

memperoleh informasi dan hal-hal dari informan yang lebih mendalam.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam. Wawancara

mendalam atau in-depth interview merupakan suatu proses mendapatkan

informasi dengan cara tanya jawab yang dilakukan melalui tatap muka

antara peneliti dan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara.51

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan Bapak

Hirokazu Kubo (Atase Kebudayaan dari Kedutaan Besar Jepang di

Jakarta), Bapak Hideki Tomioka (Direktur Eksekutif Japan National

Tourism Organization di Jakarta), dan Ibu Diana S. Nugroho (Culture

Division Japan Foundation di Jakarta). Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun, pedoman yang

akan digunakan dalam peneliti terdiri dari garis-garis besar permasalahan

yang akan diteliti. Dalam menyelesaikan penelitian ini, terdapat beberapa

kendala yang terjadi pada proses wawancara. Data yang didapatkan

ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena dari seluruh

informan tidak begitu fokus dalam upaya kebijakan pemerintah Jepang

dalam konteks strategi Cool Japan.

51

Ibid., hlm. 233

32

3.5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini data yang diperoleh dari sejumlah teknik penelitian

dikumpulkan dan dianalisis. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tehnik analisis data model Miles dan Huberman.52

Secara lebih rinci

proses tersebut terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemulihan, pemusatan pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data ini berlangsung

secara terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif

berlangsung. Selama pengumpulan data berjalan terjadilah tahapan

reduksi selanjutnya mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang,

dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat

ditarik atau digambarkan dan diverifikasi.

2. Penyajian Data

Penyajian data ditujukan untuk mempermudah peneliti untuk dapat

melilhat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari

data penelitian. Dalam penelitian kualitatif data dapat disajikan dalam

bentuk tabel atau bagan. Melalui penyajian data tersebut, data akan lebih

teorganisir dan tersusun, sehingga semakin mudah dipahami. Peneliti

melakukan pengecekan ulang mengenai data yang telah dipilih pada

52

Sutopo, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya Dalam Penelitian,

Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm. 91

33

proses reduksi data. Pengecekan terhadap data dapat digunakan untuk

menyajikan suatu kesimpulan.

3. Proses Penarikan Kesimpulan

Tahap terakhir dalam analisis data ini adalah verifikasi atau

penarikan kesimpulan. Kegiatan pembuatan kesimpulan dalam bentuk

narasi berdasarkan data-data dan melakukan interpretasi berdasarkan

sudut pandang dengan mengkaitkan teori dan konsep yang digunakan

oleh peneliti. Dalam penelitian ini, hasil penelitian diuraikan dalam hasil

dan pembahasan yaitu keberhasilan Pemerintah Jepang dalam upaya

membangun image positif dan meningkatkan sektor pariwisata negara

Jepang melalui strategi Cool Japan pada tahun 2012 hingga 2016.

34

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Sejarah Diplomasi Budaya Jepang

Sejarah diplomasi budaya Jepang telah dimulai pasca Perang Dunia II.

Jepang berusaha untuk membangun citra positifnya di mata dunia melalui

diplomasi budaya. Diplomasi budaya pada tahap pertama berlangung pada 1950-

an hingga awal 1960-an memiliki tujuan untuk mengubah citra Jepang dari negara

yang dikenal militeristik menjadi negara yang demokratis dan cinta damai.53

Pada

tahap awal, Jepang berusaha memulihkan statusnya dengan bergabung di

organisasi internasional The United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO) pada tahun 1951. Jepang mulai mendukung promosi

kegiatan budaya yang bertujuan untuk membangun identitas nasional Jepang yang

baru. Jepang juga menekankan kegiatan budaya diluar negeri, seperti tradisi

upacara minum teh dan ikebana, dengan maksud agar Jepang menyampaikan sifat

tenang dan damai ke seluruh dunia.54

Hal-hal tersebut mengartikan bahwa, Jepang

membangun identitas baru menjadi negara yang cinta damai dengan menonjolkan

segi budayanya.

53

Ogura, Kazuo, 2009, Japan‟s Cultural Diplomacy, Past and Present, Japan Foundation, hlm. 45 54

Ibid.

35

Pada tahap selanjutnya, terlihat pada akhir 1960-an dan awal 1970-an,

perekonomian Jepang dianggap mencapai tahap baru dan memproyeksikan citra

Jepang sebagai negara yang berteknologi dan memiliki perekonomian yang maju.

Namun, hal ini memunculkan kekhawatiran di antara negara-negara di Asia

Tenggara. Pada tahun 1974, ketika Perdana Menteri Jepang, Kakue Tanaka,

melakukan kunjungan ke beberapa negara di Asia Tenggara, terdapat gerakan

protes anti-Jepang, salah satunya di Indonesia atau yang kita kenal dengan

peristiwa Malari.55

Protes tersebut dilakukan untuk penolakan terhadap

perusahaan multinasional dari Jepang yang dikhawatirkan akan mengambil alih

pasar lokal dan menunjukkan adanya indikasi bahwa Jepang dipandang sebagai

kekuatan ekonomi yang eksploitatif.56

Jepang kemudian berusaha menghapuskan

anggapan negatif tersebut dan mencoba memperbaiki hubungannya dengan

negara-negara di Asia Tenggara.

Usaha Jepang salah satunya yaitu mendirikan Japan Foundation pada tahun

1974 di bawah naungan MOFA. Japan Foundation adalah institusi pertama yang

memfokuskan diri pada aktivitas kebudayaan, terutama untuk program yang

berkaitan dengan pertukaran budaya internasional.57

Saat ini Japan Foundation

telah berdiri sendiri dan menjadi institusi independen sejak Oktober 2003. Dalam

55

Purbantina, Adiasri Putri, 2013, Dari Yoshida Doctrine ke Fukuda Doctrine: Politik Luar

Negeri Jepang di Asia Tenggara Pasca-Perang Dunia II, Global and Policy, Vol. 1 No. 1, hlm.

42, diakses dari http://eprints.upnjatim.ac.id/4445/1/9._Halaman_39-46%2C_Adiasri_Putri_P..pdf

pada 13 Januari 2018 56

Ibid. 57

Wawancara dengan Ibu Diana Sahidi Nugroho, Eksekutif Divisi Budaya, di Japan Foundation,

Jakarta, pada tanggal 22 Desember 2017

36

pelaksanaan kegiatannya, Japan Foundation mendapatkan dukungan pendanaan

dari pemerintah dan pihak swasta.58

Pada periode pertengahan 1990-an, diplomasi budaya Jepang memasuki

tahapan yang baru. Pada tahapan ini, Jepang menghadapi dua tantangan besar

yaitu melemahnya ekonomi Jepang dan globalisasi. Kedua tantangan tersebut

mengakibatkan Jepang harus melakukan adaptasi pada diplomasi budayanya.59

Dalam melakukan adaptasinya, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yakni

kondisi internal dan kondisi eksternal.

Kondisi internal sendiri dipengaruhi oleh situasi perekonomian Jepang.

Pada pertengahan 1990-an, perekonomian Jepang mengalami berbagai

permasalahan seperti melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang dan

meningkatnya defisit keuangan. Periode ini sering disebut dengan „lost decade‟.60

Namun, situasi ini kemudian memunculkan sesuatu yang menarik. Kondisi

perekonomian Jepang yang bermasalah justru mendorong terjadinya creativity

boom oleh para generasi muda Jepang. Hal ini terjadi karena para generasi muda

Jepang merasa mendapatkan kebebasan untuk berekspresi setelah menyadari

mereka berada di tengah kondisi perekonomian yang kurang bagus.

Salah satu contoh dari creativity boom ini tampak dari industri majalah di

Jepang yang aktif merekrut orang-orang yang bertalenta dan kreatif. Industri

58

Effendi, Tonny D., 2011, Diplomasi Publik Jepang Perkembangan dan Tantangan, Bogor,

Ghalia Indonesia, hlm. 36 59

Ogura, Kazuo, 2009, op. cit., hlm. 49-50 60

McCurry, J., 2008, Japan‟s Lost Decade, The Guardian, diakses dari

https://www.theguardian.com/business/2008/sep/30/japan.japan pada 10 Januari 2018

37

majalah ini juga mencapai puncak kesuksesan pada periode ini. Selain itu, contoh

lain dari creative boom ini juga tampak dari terjadinya boom dalam desain grafis,

manga, anime, musik, literatur, video game dan seni kontemporer.61

Creative boom ini memiliki keterkaitan dengan globalisasi yang menjadi

kondisi eksternal yang mempengaruhi adaptasi diplomasi budaya Jepang dalam

era globalisasi. Seiring globalisasi yang melanda negara-negara pada periode ini,

Jepang pun harus mendefinisikan kembali identitasnya dengan menunjukkan citra

sebagai negara yang mempelopori budaya. Berbagai produk budaya populer

Jepang yang dihasilkan dari creative boom ini seperti anime, manga, fashion,

kuliner maupun musik populer Jepang pun mulai berperan dalam aktivitas budaya

internasional Jepang.62

Berdasarkan pada situasi ini, Jepang berusaha untuk

memunculkan aspek yang unik dan berbeda dengan negara-negara lainnya di

kawasan Asia. Jepang mulai memfokuskan pada aspek modern dari masyarakat

Jepang seperti anime, budaya otaku (penggemar manga dan anime) dan cosplay

dengan mengacu pada hal tersebut.

Diplomasi budaya Jepang memasuki tahap selanjutnya pada abad ke-21.

Melalui periode ini, Jepang juga ingin menunjukkan melalui upaya diplomasi

budaya yang dilakukannya pada era globalisasi ini bahwa Jepang menganut nilai

yang sama dengan nilai yang dianut oleh masyarakat internasional. Jepang

sesungguhnya sejak lama telah mempercayai bahwa shared norms and values

yang dianut oleh negara-negara Eropa membantunya mencapai kesatuan secara

regional. Upaya integrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa menarik perhatian para

61

Favell, A., 2011, Before and After Superflat: A Short History of Japanese Contemporary Art

1990-2011, Hong Kong, Blue Kingfisher Limited, hlm. 83 62

Ogura, Kazuo, 2009, op. cit., hlm. 50

38

politisi dan kaum akademisi Jepang. Hal ini menimbulkan apresiasi terhadap

nilai-nilai yang dianut oleh negara-negara Eropa.63

Sebenarnya, para pemimpin Jepang sudah menyinggung mengenai hal ini.

Adapun pidato yang disampaikan oleh Taro Aso selaku Menteri Luar Negeri

Jepang dalam seminar the Japan Institute of International Affairs pada bulan

November tahun 2006 yang bertemakan “Arc of Freedom and Prosperity”

menunjukkan secara eksplisit terkait hal ini.64

Taro Aso dalam pidatonya

menyatakan bahwa Jepang berkeinginan untuk menambahkan dua pilar baru ke

dalam kebijakan luar negerinya. Kedua pilar tersebut adalah diplomasi yang

berorientasi pada nilai (value oriented diplomacy) dan diplomasi yang diarahkan

pada isu kebebasan dan kemakmuran (arc of freedom and prosperity).65

Pilar “value oriented diplomacy” menekankan usaha-usaha diplomasi yang

dilakukan oleh Jepang khususnya diplomasi budaya akan memfokuskan pada

“universal values” atau nilai-nilai universal seperti demokrasi, kebebasan, hak

asasi manusia, penegakan hukum dan ekonomi pasar.66

Pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki oleh Jepang selama lebih dari 100 tahun yang berasal

dari tradisi demokrasi yang telah ada sejak lama menjadi dasar bagi kesiapan

Jepang untuk menyebarkan nilai-nilai ini. Fakta bahwa Jepang merupakan negara

pertama di Asia yang melakukan modernisasi juga menjadi hal lain yang

memperkuat kesiapan Jepang dalam hal tersebut. Taro Aso pun percaya bahwa

63

Lee, Sook Jong and Melissen, Jan, 2011, Public Diplomacy and Soft Power in East Asia, New

York, Palgrave Macmillan, hlm. 84 64

Ibid., hlm. 85 65

Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2006, Arc of Freedom and Prosperity: Japan‟s Expanding

Diplomatic Horizons, diakses dari http://mofa.go.jp/announce/press/2009/3/0312.html pada 13

Januari 2018 66

Lee, Sook Jong and Melissen, Jan, 2011, loc. cit.

39

situasi politik yang stabil dan kemakmuran ekonomi akan membentuk masyarakat

sipil yang damai dan membantu pemenuhan kebutuhan dari para anggota

masyarakat.67

Pada periode inilah Jepang mulai secara resmi menggunakan budaya

populer sebagai sarana diplomasi budaya Jepang atau lebih dikenal dengan Pop-

culture diplomacy. Penggunaan budaya populer dalam diplomasi budaya Jepang

tidak lepas dari popularitas Cool Japan yang mendunia yang dipandang mampu

mempresentasikan keunikan Jepang dan memiliki daya tarik yang bersifat

universal pada anak muda di seluruh dunia.68

Adapun tulisan dari Douglas McGray pada tahun 2002 yang berjudul

“Japan‟s Gross National Cool” menggunakan budaya populer dalam diplomasi

budaya Jepang. Restrukturisasi yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri

Jepang dengan mendirikan Public Diplomacy Department (PDD) di dalam

Sekretariat Kementerian Luar Negeri Jepang pada bulan Agustus tahun 200469

,

semakin menegaskan perhatian Kementerian Luar Negeri Jepang untuk

menggunakan berbagai produk budaya populer di dalam diplomasi budayanya.

Pidato yang disampaikan Taro Aso selaku Menteri Luar Negeri pada 28 April

2006 juga semakin menguatkan hal ini dengan mendeklarasikan :

“that the diplomacy on the national level strongly

depended on the public opinion and “that is exactly why

we want pop-culture, which is so effective in penetrating

67

Ibid. 68

Lam, Peng Er, 2007, Japan‟s Quest for “Soft Power”: Attraction and Limitation, East Asia, 24,

hlm. 350, diakses dari http://www.corneredangel.com/amwess/papers/Japan_soft_power.pdf pada

10 Januari 2018 69

Ministry of Foreign Affairs of Japan, Diplomatic Bluebook 2005, hlm. 207, diakses dari

http://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2005/index.html pada 13 Januari 2018

40

throughout the general public, to be our ally in

diplomacy”.70

Pernyataan di atas memberikan suatu penegasan bahwa Jepang mulai

serius untuk menggunakan budaya populer sebagai sarana diplomasi Jepang pada

level global. Penggunaan budaya populer sebagai sarana diplomasi Jepang

diusulkan pada November tahun 2006 oleh the Council on the Movement of

People across Borders sebagai dewan penasehat Menteri Luar Negeri Jepang

pada saat itu yakni Taro Aso. Hal ini didasarkan pada popularitas yang sangat

tinggi dari produk budaya Cool Japan di luar Jepang. Sehingga, Jepang pun harus

memanfaatkan hal tersebut.71

Budaya populer secara resmi, digunakan oleh

Kementerian Luar Negeri Jepang pada bulan Januari tahun 2007.72

Hal ini

didasarkan pada Japan Diplomatic Blueebook 2007 yang menyatakan bahwa :

“Japan should take advantage of usefulness of

incorporating culture into diplomacy, proporsing the

creation of an award for up-and-coming non-Japanese

manga artists, the introduction of superior works of

Japan‟s anime abroad as “Cultural Ambassadors”73

Popularitas dari budaya populer Jepang ini telah memperkuat citra positif

Jepang dan juga menegaskan usaha Jepang dalam melakukan upaya diplomasi

melalui budaya.

70

Semenenko, Elizaveta, 2012, loc. cit. 71

Lam, Peng Er, 2007, op. cit., hlm. 351 72

Semenenko, Elizaveta, 2012, loc. cit. 73

Ministry of Foreign Affairs of Japan, Diplomatic Bluebook 2007 (Summary), hlm. 25, diakses

dari http://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2007/index.html pada 13 Januari 2018

41

4.2. Cool Japan

Ungkapan “Cool Japan” pertama kali disebutkan oleh seorang jurnalis dari

Amerika Serikat yang bernama Douglas McGray pada tahun 2002 melalui

majalah Foreign Affairs. McGray menulis tentang Jepang sebagai sebuah negara

dengan kekuatan adidaya kebudayaan yang berjudul Japan‟s Gross National

Cool. Dalam artikelnya, McGray berargumen bahwa Jepang tidak lagi relevan

disebut sebagai negara super power dalam konteks Gross National Product

(GNP), seperti Jepang era tahun 1980-an.

McGray menilai Jepang lebih cocok disebut sebagai negara cultural super

power dalam konteks Gross National Cool (GNC). Jepang dikatakan sebagai

negara super power dalam konteks soft power karena Jepang dinilai memiliki

kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat dari negara lain melalui budaya, nilai-

nilai, maupun kemampuan diplomasinya. Mulai dari musik pop, konsumen

elektronik, arsitektur hingga fashion, Jepang memiliki kekuatan kebudayaan di

negara-negara lain. McGray mengatakan bahwa walaupun bruto nasional nasional

Jepang mengalami penurunan, hal itu menjadi batu loncatan bagi “gross national

cool”.74

Pada awalnya, Cool Japan dikembangkan oleh masyarakat Jepang dan

hanya untuk konsumsi masyarakat lokal. Kemudian, masyarakat pun mulai

bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam pengembangannya, sehingga mulai

disebarkan secara luas ke berbagai negara.75

Nama-nama seperti Nintendo,

Playstation, Hello Kitty, Doraemon, Pokemon, dan Tamagochi merasuk pada

74

McGray, Douglas, 2002, Japan‟s Gross National Cool, Foreign Policy Magazine, hlm. 45,

diakses dari http://foreignpolicy.com/2009/11/11/japans-gross-national-cool/ pada 08 Januari 2018 75

Wawancara dengan Hirokazu Kubo, Atase Kebudayaan - Kedutaan Besar Jepang

42

kehidupan sehari-hari anak-anak di dalam maupun luar Jepang. Pengaruh produk

Jepang semakin berpengaruh di luar Jepang ketika Pokemon, salah satu film

kartun Jepang, dijadikan sebagai sampul majalah Time Magazine76

dan pengaruh

tersebut diperkuat dengan prestasi Hayao Miyazaki yang menerima penghargaan

Academy Award, dengan karya Spirited Away77

. Hal ini membuktikan bahwa

salah satu produk dari Cool Japan yaitu anime bukan lagi hanya sebagai hiburan

anak-anak semata, tetapi merupakan sebuah seni kontemporer yang menarik

penonton dewasa. Setelah melihat perkembangan Cool Japan yang makin pesat,

pemerintah Jepang pun sadar bahwa Cool Japan memiliki potensi dalam bidang

kebudayaan, sehingga pemerintah Jepang mulai ikut mendukung pengembangan

Cool Japan.

Laporan dari Research Society of International Exchange, “Diplomacy in a

new era and the new role of international exchange: Toward Japan‟s taking part

in global puclic opinion formation” merupakan dokumen pemerintah pertama

yang dikeluarkan pada tahun 2003 terkait dengan Cool Japan.78

Inti dari laporan

tersebut adalah penggunaan “Cool Japan” oleh Jepang untuk membangun dan

mempromosikan citra nasional baru dengan memanfaatkan sumber daya potensial

Jepang dikarenakan citra negatif Jepang sebagai negara yang telah kehilangan

peluang menjadi negara super power.

76

TIME, 1999, Pokemania! Crazy for Pokemon, diakses dari

http://content.time.com/time/world/article/0,8599,2054246,00.html pada 07 Januari 2018 77

The Japan Times, 2003, „Sprited Away‟ bags Academy Award, diakses dari

https://www.japantimes.co.jp/news/2003/03/25/national/spirited-away-bags-academy-

award/#.Wm2h_66WbIU pada 07 Januari 2018 78

Matsui, Takeshi, 2014, Nation Branding Through Stigmatized Popular Culture The “Cool

Japan” Craze Among Central Ministries in Japan, Hitotsubashi Journal of Commerce and

Management, Vol. 48 No. 1, hlm. 89

43

Dalam General Policy Speech to the 156th Session of Diet pada Januari

2003, Junichiro Koizumi79

memberikan sebuah pidato.

“The artistic quality of the animated film "Sen to Chihiro

no Kamikakushi (Spirited Away)" gained worldwide

acclaim, garnering the Golden Bear for Best Film of the

2002 Berlin International Film Festival and the 2002 New

York Film Critics Circle Award for Best Animated

Film.”80

Hal itu merupakan pertama kalinya bagi pidato seorang Perdana Menteri

untuk menyebutkan produk budaya populer Cool Japan seperti anime yang telah

mendapatkan perhargaan dari negara lain dan pemerintahan Koizumi terlihat

serius dalam mempromosikan budaya populer Jepang pada dunia. Bentuk

komitmen pemerintah dalam mendukung dan melindungi konten-konten Cool

Japan dilihat dari cara Pemerintah Jepang yang membentuk Intellectual Property

Headquarters pada Juli 2003. Intellectual Property Headquarters didirikan untuk

meningkatkan persaingan internasional Jepang melalui kreasi dan perlindungan

kekayaan intelektual.81

Pada tahun yang sama, Pemerintah Jepang tidak hanya berusaha

melindungi konten-konten Cool Japan melalui Intellectual Property

Headquarters tetapi juga mulai mendorong penyebaran Cool Japan di dunia

internasional. Dalam mempromosikan konten Cool Japan ke luar negeri,

Pemerintah Jepang dibantu oleh perusahaan-perusahaan yang juga didukung oleh

79

Junichiro Koizumi merupakan Perdana Menteri dan Presien Partai Liberal Demokrat dari tahun

2001 sampai 2006 80

Koizumi, J, 2003, General policy speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 159th

session of the Diet, diakses dari http://japan.kantei.go.jp/koizumispeech/2003/01/31sisei_e.html

pada 07 Januari 2018 81

Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2017, MOFA‟s Iniatives to Promote Protection of

Intellectual Property Rights, diakses dari http://www.mofa.go.jp/files/000228532.pdf pada 09

Januari 2018

44

Japan External Trade Organization (JETRO), sebuah organisasi yang berada di

bawah parlemen Jepang. Kantor JETRO yang berada di Los Angeles

mengeluarkan laporan “The Status Quo and Prospects of the US Anime Market”

pada tahun 2003 yang menjadi laporan pertama JETRO mengenai ekspor konten

budaya dan semenjak itu telah dikeluarkan laporan yang sejenis di beberapa

wilayah, khususnya di Asia, Eropa dan Amerika Selatan.82

Pada tahun 2003 juga,

Divisi Media dan Industri Konten mendirikan Content Industry International

Strategy Study Group, yang secara garis besar mendukung konten industri untuk

menjadi industri pedoman yang baru untuk memanfaatkan ekonomi dan untuk

berkontribusi meningkatkan nilai citra bangsa dalam aspek ekonomi dan aspek

kebudayaan.83

Kemudian Jepang mendirikan Global Strategy Study Group pada

tahun 2006 untuk memeriksa perkembangan Content Industry International

Strategy Study Group dan laporannya dikeluarkan pada tahun 2007 yang

mengajukan arahan-arahan bagi industri konten Jepang untuk mendunia.84

Meskipun rezim berganti setelah pemerintahan Koizumi, Cool Japan

selalu ditekankan di setiap pemerintahan dalam kebijakannya, seperti Shinzo Abe,

Perdana Menteri dari tahun 2006 sampai 2007, mengesahkan the Asian Gateway

Initiative pada tahun 2007. Asian Gateway Initiative merupakan sebuah kebijakan

yang dibuat oleh Jepang dalam membangun kerjasama dengan negara-negara di

wilayah Asia. Salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan Jepang sebagai

82

Matsui, Takeshi, 2014, op. cit., hlm. 88 83

Research Society of Content Industry International Strategy, 2003, Interim guidelines for

research society of content industry international strategy, diakses dari

http://www.meti.go.jp/policy/media_contents/downloadfiles/dai3kai/tyukantorimattyukan.pdf

pada 07 Januari 2018 84

Contents Global Strategy Study Group, 2007, Contents Global Strategy final report, diakses dari

http://www.meti.go.jp/policy/media_contents/AttachedFiles20071219/houkokusyo-Eversion.pdf

pada 07 Januari 2018

45

negara yang indah dengan pesona, menjanjikan, dan dihormati.85

Sebagai

tambahan di dalam “Japan Cultural Industry Strategy” terdapat penjelasan bahwa

Jepang perlu untuk mempromosikan pesonanya pada dunia melalui budaya

populer termasuk gaya hidup dan nilai yang menciptakan budaya.86

Isu tentang keberadaan Cool Japan kembali diangkat oleh Taro Aso,

Menteri Luar Negeri Jepang dari tahun 2005 sampai 2007, dan Perdana Menteri

Jepang dan Presiden Partai Liberal Demokrat dari tahun 2008 sampai 2009 yang

dikenal sebagai penggemar berat manga. Taro Aso membuat pidato yang berjudul

“A New Look at Cultural Diplomacy: A Call to Japan‟s Cultural Practitioners”

pada Universitas Digital Hollywood pada tahun 2006 yang berbunyi,

“So as we continue to get the word out on Japan's truly

splendid traditional culture, and we are very fortunate

that in addition to the items of Noh drama and Bunraku,

tea ceremony and flower arranging, Japan also boasts

many newer forms of culture that have a high degree of

appeal. This would be pop culture, including anime,

music, and fashion among others, and the Ministry of

Foreign Affairs is really going all out to "market" this.”87

Dari yang dikatakan oleh Taro Aso, terlihat bahwa Aso sangat bangga

dengan budaya yang dimililki Jepang, tidak hanya budaya tradisional namun juga

budaya populer yang saat ini telah memiliki banyak penggemar dan tersebar luas

di belahan dunia. Aso juga mengatakan akan serius untuk memasarkan produk-

produk budaya tersebut dengan membentuk Public Diplomacy Department.

85

The Council for the Asian Gateway Initiative, 2007, Asian Gateway Initiative, diakses dari

http://www.kantei.go.jp/foreign/gateway/kettei/070516doc.pdf pada 07 Januari 2018 86

The Council for the Asian Gateway, 2007, Japan Cultural Industry Strategy, diakses dari

http://www.kantei.go.jp/jp/singi/asia/betten_2.pdf pada 07 Januari 2018 87

Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2006, A New Look at Cultural Diplomacy: A call to

Japan‟s Cultural Practitioners, diakses dari http://www.mofa.go.jp/announce/fm/aso/speech0604-

2.html pada 07 Januari 2018

46

Public Diplomacy Departmen ini dibentuk dengan tujuan untuk mempromosikan

pemahaman tentang Jepang di luar negeri dan untuk meningkatkan image positif

dan perasaan kecintaan terhadap Jepang88

, salah satunya melalui kebudayaan atau

Cool Japan. Salah satu program dari diplomasi publik dalam bidang budaya ialah

dengan mengadakan program pertukaran budaya, yakni dengan memfasilitasi

orang dari negara lain untuk dapat memperkenalkan budaya mereka, begitupun

sebaliknya, masyarakat Jepang dapat memperkenalkan budayanya di luar negeri.

Budaya yang diperkenalkan pun tidak hanya untuk budaya tradisional, namun

juga budaya populer. Program ini diawali dengan mengundang komunitas budaya

dari dalam dan luar negeri, termasuk institusi swasta.89

Cool Japan ini kemudian diterapkan oleh Pemerintah Jepang sebagai

program atau strategi yang dirancang dan resmi didukung oleh Ministry of Trade,

Economic and Invesment (METI). METI mendirikan Creative Industries

Promotion Office untuk mempromosikan produk-produk Cool Japan pada Juni

2010. Cool Japan menjadi sebuah strategi yang diterapkan oleh Pemerintah

Jepang dalam mempromosikan industri kreatif Jepang ke negara-negara

asing.90

Cool Japan digabungkan dengan berbagai bentuk atau elemen yang

menarik dari Jepang mulai dari budaya modern hingga budaya tradisional.

Produk-produk Cool Japan terdiri dari anime dan manga, film, musik, games,

88

Effendi, Tonny D., 2011, op. cit., hlm. 28 89

Ibid. 90

Japan Today, 2015, Gackt lashes out at Cool Japan: 'Almost no results of Japanese culture

exported overseas', diakses dari https://japantoday.com/category/entertainment/gackt-lashes-out-

at-cool-japan-almost-no-results-of-japanese-culture-exported-overseas pada 09 Januari 2018

47

desain, “cute” fashion dari Shibuya dan Harajuku, produk makanan yang sehat

dan nikmat serta berbagai tempat wisata Jepang.91

Dengan kebudayaan yang melimpah tersebut, telah membuat industri

kreatif Jepang berkembang menjadi sangat luas, sehingga Cool Japan Advisory

Council membuat bentuk-bentuk Cool Japan berdasarkan kategori-kategori

industri yang ada. Bentuk-bentuk industri kreatif Cool Japan dikategorikan dalam

fashion, kuliner, konten, desain, dan pariwisata.92

Kategori-kategori ini

merupakan industri-industri yang memiliki potensi pada bidangnya masing-

masing dan dapat dihubungkan satu sama lain untuk menutupi kekurangan

masing-masing dengan kelebihan setiap kategori industri kreatif dari Cool Japan.

91

Japan Today, 2012, Creating a Vision of Japan: Promoting Cool Japan, diakses dari

https://japantoday.com/category/features/opinions/creating-a-vision-of-japan-promoting-cool-

japan pada 13 September 2017 92

Ministry of Economy, Trade and Industry, 2012, Cool Japan Strategy (Modified version of the

Interim Report submitte to the Cool Japan Advisory Council), diakses dari

http://www.meti.go.jp/english/policy/mono_info_service/creative_industries/pdf/120116_01a.pdf

pada 09 Januari 2018

99

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab akhir pada penelitian ini. Bab ini akan dibagi

kedalam dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran. Pada sub bab kesimpulan akan

diberikan hasil penelitian secara keseluruhan. Lalu pada sub bab saran akan

diberikan saran serta rekomendasi baik untuk pemerintah maupun aktor yang

bersangkutan dan juga rekomendasi untuk penelitian yang akan dilakukan di

kemudian hari yang berkaitan dengan penelitian ini.

6.1. Kesimpulan

Perkembangan kebudayaan dan pariwisata Jepang dapat dikatakan cukup

fenomenal, hal ini menjadikan Jepang menarik untuk diteliti. Dengan melihat

perkembangan pariwisata Jepang yang sempat jatuh diakibatkan oleh bencana

alam, namun dapat meningkat kembali dengan waktu yang terbilang cepat. Hal ini

dapat dikatakan bahwa Jepang berhasil dalam membangun kembali pariwisata

negaranya. Data-data yang memperlihatkan bagaimana upaya Pemerintah Jepang

dan pertumbuhan pariwisata Jepang yang terlihat sangat baik, menjadi beberapa

bukti bahwa Jepang begitu serius dalam membangun kembali sektor

pariwisatanya dan telah berhasil mempromosikan kembali pariwisata negaranya.

Hal tersebut tidak luput dari peran kebudayaan negara Jepang yang menjadi alat

diplomasi Jepang dalam mempromosikan pariwisata negaranya.

100

Pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa periode tahun 2012

hingga 2016 upaya diplomasi Jepang melalui strategi Cool Japan berhasil

membangun kembali sektor pariwisata Jepang yang sempat jatuh. Hal ini terlihat

dari beberapa indikator kunci, yaitu :

1. Visi strategi Cool Japan yang dibuat ialah menjadikan Jepang sebagai

negara yang menyediakan solusi kreatif untuk masa depan dunia. Melalui

visi ini Pemerintah Jepang telah mengembangkan potensi masyarakat

Jepang untuk terus berkarya dan berinovasi di bidangnya masing-masing,

khususnya di bidang industri kreatif. Visi ini juga menggambarkan bahwa

Jepang berfokus untuk membangun sebuah brand yang berbasis pada

industri kreatif dengan memiliki keunikan yang berbeda dari negara-

negara lain serta bermanfaat untuk masyarakat di seluruh dunia.

2. Tujuan dari strategi Cool Japan memiliki pengaruh antara satu dengan

lainnya. Pemerintah Jepang mencoba untuk mengelola identitas dan citra

negaranya melalui Cool Japan dengan menjadikannya sebagai identitas

merek negara Jepang sehingga hal ini dapat mempromosikan pariwisata

negaranya. Semakin lama, Cool Japan pun memiliki banyak

penggemarnya dan telah membangun citra yang positif tentang Jepang

yang kemudian hal ini dapat menarik wisatawan mancanegara dan

meningkatkan pariwisata domestik. Dengan meningkatnya wisatawan

akan dapat membangun perekonomian negara Jepang serta hubungan yang

baik antara Jepang dengan negara-negara lain.

3. Strategi yang telah dikembangkan Pemerintah Jepang meliputi langkah-

langkah yaitu mengembangkan pertumbuhan domestik, meningkatkan

101

hubungannya dengan negara lain dan menjadikan negara Jepang sebagai

negara yang membantu dunia. Langkah awal Jepang melakukan diplomasi

dengan masyarakat negaranya dengan mengembangkan pertumbuhan

domestik, hal ini menggambarkan bahwa Jepang ingin masyarakatnya

dapat berkembang dan ikut andil dalam panggung dunia. Kemudian

menghubungkan Jepang dengan negara-negara lain merupakan langkah

untuk membangun citra Jepang di mata dunia melalui program-program

yang mempromosikan pesona daya tarik Jepang dan langkah terakhir

untuk menjadikan Jepang dikenal sebagai sebuah negara yang membantu

dunia melalui kreativitas serta menunjukkan citra Jepang sebagai negara

yang menawarkan solusi atas permasalahan dunia.

4. Pada penerapan strategi Cool Japan, kebijakan-kebijakan yang dilakukan

Pemerintah Jepang dalam diplomasinya, memberikan gambaran bahwa

Jepang bermaksud untuk mempromosikan atau memperkenalkan kepada

dunia bahwa Cool Japan merupakan salah satu objek pariwisata Jepang

yang menarik. Selain itu Jepang terus mengembangkan Cool Japan dan

menjadikannya sebagai identitas yang dikenal oleh masyarakat luas.

Perkembangan Cool Japan juga tidak luput dari kerjasama dengan

berbagai lembaga Pemerintah Jepang yang masing-masing lembaga

tersebut mendorong kegiatan yang berkaitan dengan Cool Japan yang

sesuai dengan bidang mereka. Produk-produk Cool Japan pun

disebarluaskan melalui berbagai media ke seluruh dunia. Dari hal tersebut

menggambarkan bahwa Jepang tidak hanya melakukan diplomasi budaya

terhadap negara tetapi juga terhadap masyarakat yang ada di dalamnya dan

102

Pemerintah Jepang begitu memperhitungkan Cool Japan melalui berbagai

aspek.

Cool Japan telah menjadi sebuah konsep dalam mengeskpresikan

kemenarikan yang ada tentang Jepang ke negara-negara lain dan telah berhasil

dalam membangun citra positif serta meningkatkan sektor pariwisata Jepang.

Jepang berharap strategi Cool Japan menjadi upaya jangka panjang dan dapat

memberikan hasil yang maksimal pada tahun-tahun berikutnya.

6.2. Saran

Beberapa saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini diantaranya

adalah:

1. Cool Japan yang kini popularitasnya telah dikenal masyarakat luas dan

memiliki potensi yang sangat baik, sebaiknya Pemerintah Jepang harus

terus mempromosikan dan mengembangkan Cool Japan sebagai sebuah

nation brand, karena Cool Japan memiliki banyak manfaat yang tidak

hanya berdampak kepada citra atau sektor pariwisata, tetapi juga

berdampak kepada sektor lain.

2. Semakin berkembangnya globalisasi, akan membuat semakin

meningkatnya daya saing atau tantangan bagi suatu negara, khususnya

di bidang budaya. Cool Japan bersama lembaga-lembaga Pemerintah

Jepang harus dapat berinovasi menemukan strategi baru untuk

mengatasi berbagai tantangan dan terus mengembangkan Sumber Daya

Manusia (SDM) untuk berinovasi menciptakan ide-ide kreatif dalam

103

industri kreatif, karena SDM merupakan sumber daya yang tidak ada

habisnya dan memiliki imajinasi kreatif tidak terbatas dalam berkreasi.

Dengan hal tersebut, citra publik Jepang akan dapat semakin baik dan

dapat menarik perhatian dari negara-negara lain ataupun masyarakat di

dalamnya.

3. Melihat semakin berkembang dan meningkatnya wisatawan asing yang

berkunjung ke Jepang, sebaiknya Pemerintah Jepang juga

memperhatikan wisatawan-wisatawan asing yang beragama Islam

dengan memasukkan kebijakan „halal tourism‟ di dalam strategi Cool

Japan. Karena dengan hal tersebut akan dapat lebih memaksimalkan

sektor pariwisata negara Jepang dan juga membangun image yang

positif bagi masyarakat muslim terhadap Jepang.

Selanjutnya dari penelitian ini muncul beberapa rekomendasi untuk

penelitian selanjutnya maupun untuk pemerintah Indonesia yaitu:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber tambahan untuk

penelitian selanjutnya dalam meneliti bagaimana suatu negara mampu

untuk melakukan re brand atau membangun kembali citra positifnya

melalui sebuah budaya yang menjadi identitas suatu negara.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan bahkan

perbandingan mengenai penggunaan konsep diplomasi budaya dan

nation branding dalam kajian hubungan internasional.

3. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang dapat dijadikan sebagai bahan

rujukan untuk Pemerintah Indonesia, bahwa Indonesia sebagai negara

yang memiliki identitas kebudayaan yang sangat beragam dan unik,

104

dapat menjadikan kebudayaan tersebut sebagai nation brand Indonesia

dan memiliki potensi yang besar dalam membangun nation brand image

Indonesia yang positif di masyarakat internasional sehingga hal tersebut

dapat bermanfaat bagi Indonesia sendiri.

105

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anholt, Simon. (2007). Competitive Identity: The New Brand Management of

Nations, Cities, and Regions. New York: Palgrave Macmillan.

Dinnie, Keith. (2008). Nation branding: Concepts, Issues, Practice. USA:

Elsevier Ltd.

Effendi, Tonny D. (2011). Diplomasi Publik Jepang Perkembangan dan

Tantangan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Favell, A. (2011). Before and After Superflat: A Short History of Japanese

Contemporary Art 1990-2011. Hong Kong: Blue Kingfisher Limited.

Jonnson, C & Hall, M. (2005). Essence of Diplomacy. London: Palgrave

Macmillan.

Lee, Sook Jong & Melissen, Jan. (2011). Public Diplomacy and Soft Power in

East Asia. New York: Palgrave Macmillan.

Masyhuri & Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dan

Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Moleong, J. Lexy. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Ogoura, Kazuo. (2009). Japan‟s Culture Diplomacy, Past and Present. Japan:

Japan Foundation.

Schneider, Cynthia P. (2005). The New Public Diplomacy Soft Power in

International Relations. New York: Palgrave Macmillan.

Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya

Dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

106

Yananda, M. Rahmat & Salamah, Ummi. (2014). Branding Tempat: Membangun

Kota, Kabupaten, dan Provinsi Berbasis Identitas. Jakarta: Makna Informasi.

Karya Ilmiah

Draper, Joshua Michael. (2015). The Cool Japan Project and The Globalization of

Anime and Manga in The United States. Appalachian State University.

Amerika Serikat.

Jurnal

Anholt, Simon. (2013). Beyond the Nation Brand: The Role of Image and Identity

in International Relations. Exchange: The Journal of Public Diplomacy. Vol.

2.

Brienza, Casey. (2014). Did Manga Conquer America? Implications for The

Cultural Policy of „Cool Japan‟. International Journal of Cultural Policy. Vol.

20 No. 4.

Christensen, Asger R. (2011). Cool Japan, Soft Power. Global Asia. Vol. 6 No. 1.

Iwabuchi, Koichi. (2015). Pop-Culture Diplomacy in Japan: Soft Power, Nation

Branding and The Question of „International Cultural Exchange‟.

International Journal of Cultural Policy. Vol. 21 No. 4.

Lam, Peng Er. (2007). Japan‟s Quest for “Soft Power”: Attraction and

Limitation. East Asia.Vol. 24.

Nikkei Bussines. (2005). The US is excited by the boom of Japanese Style. Nikkei

Bussines. Nikkei BP.

Nobuto, Yamamoto. (2013). After Fukushim: New Public, NHK and Japan‟s

Public Diplomacy. Keio Communication Review No. 35.

Purbantina, Adiasri Putri. (2013). Dari Yoshida Doctrine ke Fukuda Doctrine:

Politik Luar Negeri Jepang di Asia Tenggara Pasca-Perang Dunia II. Global

and Policy. Vol. 1 No. 1.

Schneider, C. (2006). Cultural Diplomacy: Hard to Define, but You‟d Know It If

You Saw It. The Brown Journal of World Affairs. Vol. 13 No. 1.

107

Seaton, Philip & Yamamura, Takayoshi. (2014). Japanese Popular Culture and

Contents Tourism-Introduction. Japan Forum. Vol. 27 No. 1.

Simeon, Robin, (2006). The Branding Potential and Japanese Popular Culture

Overseas. Journal of Diversity Management. Vol. 1 No. 2.

Snow, Nancy. (2013). From Cool Japan to Green Japan: The Challenges of

Nation Branding. Journal of CMIWS Review. Vol. 5.

Somantri, G. R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara. Sosial Humaniora.

Vol.9, No.2.

Valaskivi, Katja. (2013). A Brand New Future? Cool Japan and The Social

Imaginary of The Branded Nation. Japan Forum Vol. 25 No. 4.

Wawancara

Wawancara dengan Hirokazu Kubo, Jakarta, 22 Desember 2017.

Wawancara dengan Diana S. Nugroho, Jakarta , 23 Desember 2017.

Wawancara dengan Hideki Tomioka, Jakarta, 23 Desember 2017.

Internet

Anholt-GfK Nation Brands Index. Place Branding. Diakses pada 29 Mei 2017

tersedia di <http://nation-brands.gfk.com>.

Appel R, et. Al. (2008). Cultural Diplomacy: An Important but Neglected Tool in

Promoting Israel‟s Public Image. Diakses pada 25 September 2017

<http://portal.idc.ac.il/sitecollectiondocuments/cultural_diplomacy.pdf>.

Asia Art Archive. (2007). Takashi Murakami's Miss Ko2 Hits the Auction Price

Record. Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<https://aaa.org.hk/en/Collection/Details/31516>.

CoFesta. (2007). What is CoFesta?. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<https://www.cofesta.go.jp/pc/>.

Contents Global Strategy Study Group. (2007). Contents Global Strategy final

report. Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

108

<http://www.meti.go.jp/policy/media_contents/AttachedFiles20071219/houk

okusyo-Eversion.pdf>.

Cool Japan Movement Promotion Council. (2014). Cool Japan Proposal. Diakses

pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://www.cao.go.jp/cool_japan/english/pdf/published_document3.pdf>.

Cummings, Milton C. (2003). Cultural Diplomacy and The Unite States

Government: A Survey Center for Arts and Cullture. Diakses pada 25

September 2017 tersedia di

<http://media.leeds.ac.uk/papers/pmt/exhibits/1434/MCCpaper.pdf>.

Fan, Ying. (2009). Branding The Nation: Towards a Better Understanding,

Brunel Business School Research Papers. Diakses pada 24 Maret 2017

tersedia di <https://core.ac.uk/download/pdf/336086.pdf>.

Fisher, Rod. (2014). Japan Country Report. Culture in the EU‟s External

Relations. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://ec.europa.eu/assets/eac/culture/policy/international-

cooperation/documents/country-reports/japan_en.pdf>.

Future Brand. Country Brand Index 2014-15. Diakses pada 10 Januari 2018

tersedia di <https://www.futurebrand.com/uploads/CBI2014-5.pdf>.

Getty Images. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<https://www.gettyimages.ca/>.

Hufftington Post. (2008). Hello Kitty: Japan‟s Tourism Ambassador. Diakses

pada 10 Januari 2018 tersedia di

<https://www.huffingtonpost.com/2008/05/20/hello-kitty-japans-

touris_n_102736.html>.

Japan National Tourism Organization. Diakses pada 13 September 2017 tersedia

di <https://www.jnto.go.jp/eng/>.

Japan Times. (2005). Puffy gains real-life foothold in „anime‟-crazy U.S. market.

Diakses pada 20 Agustus 2018 tersedia di

<https://www.japantimes.co.jp/news/2005/09/02/national/puffy-gains-real-

life-foothold-in-anime-crazy-u-s-market/#.W6BZ-M4zbIU>.

Japan Times. (2014). Transformational Akihabara has its finger on the pulse of

pop culture. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<https://www.japantimes.co.jp/news/2014/02/02/national/transformational-

akihabara-has-its-finger-on-the-pulse-of-pop-culture/#.Wuq6oqSFPIU>.

109

Japan Today. (2012). Creating a Vision of Japan: Promoting Cool Japan. Diakses

pada 13 September 2017 tersedia di

<https://japantoday.com/category/features/opinions/creating-a-vision-of-

japan-promoting-cool-japan>.

Japan Today. (2015). Gackt lashes out at Cool Japan: 'Almost no results of

Japanese culture exported overseas'. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia

di <https://japantoday.com/category/entertainment/gackt-lashes-out-at-cool-

japan-almost-no-results-of-japanese-culture-exported-overseas>.

Japan Tourism Agency. (2013). Consumption Trend Survey for Foreigners

Visiting Japan. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mlit.go.jp/kankocho/en/siryou/toukei/syouhityousa.html>.

JNTO. Kyoto Handicraft Center Information. Diakses pada 11 Januari 2018

tersedia di <http://www.jnto.go.jp/eng/location/spot/tic/kyoto-

handicraft_Center.html>.

JTB Tourism Research & Consulting Co. Diakses pada 13 September 2017

tersedia di <https://www.tourism.jp/en/>.

Kobori, Mamoru. (2017). Japan‟s Inbound Tourism Market & Efforts to Attract

40 Million Visitors. Japan Spotlight. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<https://www.jef.or.jp/journal/pdf/215th_Special_Topics_01.pdf>.

Koizumi, J. (2003). General policy speech by Prime Minister Junichiro Koizumi

to the 159th session of the Diet. Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<http://japan.kantei.go.jp/koizumispeech/2003/01/31sisei_e.html>.

Lee, Kyung Mi. (2009). Nation Branding and Sustainable Competitiveness of

Nations. University of Twente, South Korea. Diakses pada 24 Maret 2017

tersedia di <http://doc.utwente.nl/60754/1/thesis_K_M_Lee.pdf>.

McCarthy, Francis. (2015). Pearl Harbor Attacked by Japan in 1941. New York

Daily News. Diakses pada 11 September 2017 tersedia di

<http://www.nydailynews.com/news/world/pearl-harbor-attacked-japan-

1941-article-1.2457538>.

McCurry, J. (2008). Japan‟s Lost Decade, The Guardian. Diakses pada 10 Januari

2018 tersedia di

<https://www.theguardian.com/business/2008/sep/30/japan.japan>.

110

McGray, Douglas. (2002). Japan‟s Gross National Cool. Foreign Policy

Magazine. Diakses pada 08 Januari 2018 tersedia di

<http://foreignpolicy.com/2009/11/11/japans-gross-national-cool/>.

Meiji University. School of Global Japanese Studies. Diakses pada 07 Januari

2018 tersedia di <http://www.meiji.ac.jp/gjs/english/>.

Ministry of Economy, Trade and Industry. (2012). Cool Japan Strategy (Modified

version of the Interim Report submitte to the Cool Japan Advisory Council).

Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://www.meti.go.jp/english/policy/mono_info_service/creative_industries

/pdf/120116_01a.pdf>.

Ministry of Economy, Trade and Industry. (2016). Report Data WP 2016. Diakses

pada 10 Januari 2018 tersedia di

<http://www.meti.go.jp/english/report/data/WP2016/pdf/2-2-2.pdf>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2001). Policy Speech by Minister for

Foreign Affairs Yohei Kono to the 151st Session of the Diet. Diakses pada 27

Mei 2017 tersedia di

<http://www.mofa.go.jp/announce/announce/2001/1/0131-3.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2005). Diplomatic Bluebook 2005. Diakses

pada 13 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2005/index.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2006). A New Look at Cultural Diplomacy:

A call to Japan‟s Cultural Practitioners. Diakses pada 07 Januari 2018

tersedia di <http://www.mofa.go.jp/announce/fm/aso/speech0604-2.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2006). Arc of Freedom and Prosperity:

Japan‟s Expanding Diplomatic Horizons. Diakses pada 13 Januari 2018

tersedia di <http://mofa.go.jp/announce/press/2009/3/0312.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2007). Diplomatic Bluebook 2007

(Summary). Diakses pada 13 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2007/index.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2008). Inauguration Ceremony of Anime

Ambassador. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mofa.go.jp/announce/announce/2008/3/0319-3.html>.

111

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2009). Press Conference. Diakses pada 07

Januari 2018 tersedia di

<http://mofa.go.jp/announce/press/2009/3/0312.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2016). World Cosplay Summit 2016

Conferment of Foreign Minister‟s Prize. Diakses pada 10 Januari 2018

tersedia di <http://www.mofa.go.jp/p_pd/ca_opr/page22e_000790.html>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2017). Cultural Exchange: Japan

International Manga Award. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mofa.go.jp/policy/culture/exchange/pop/manga/>.

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2017). MOFA‟s Iniatives to Promote

Protection of Intellectual Property Rights. Diakses pada 09 Januari 2018

tersedia di <http://www.mofa.go.jp/files/000228532.pdf>.

Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism. (2002). Global Tourism

Strategy. Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mlit.go.jp/kisha/kisha02/01/011224_3/011224_3.pdf>.

Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism. (2006). The Research on

Regional Vitalization Through International Tourism Exchange Using

Japanese Anime. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://www.mlit.go.jp/kisha/kisha06/02/02710/01.pdf>.

MUJI. What is MUJI?. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<http://www.muji.com/us/about/>.

Monji, Kenjiro. (2010). Pop Culture Diplomacy. Public Diplomacy Magazine.

Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<http://www.publicdiplomacymagazine.com/pop-culture-diplomacy/>.

Nagata, Kazuaki. (2012). Exporting Culture via „Cool Japan‟. The Japan Times,

Diakses pada 13 September 2017 tersedia di

<https://www.japantimes.co.jp/news/2012/05/15/reference/exporting-culture-

via-cool-japan/#.WbfPUrIjHIU>.

NBCNews. (2008). Japan Appoints Cartoon Ambassador: Foreign Minister Taps

Robot Cat to Promote Anime to the World. Diakses pada 07 Januari 2018

tersedia di <http://www.nbcnews.com/id/23716592/ns/world_news-

asia_pacific/t/japanappoints-cartoon-ambassador/>.

112

NHK WORLD. Cool Japan. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<https://www6.nhk.or.jp/cooljapan/en/>.

Ogura, Kazuo. (2008). Japan‟s Postwar Cultural Diplomacy. Centre for Area

Study Working Paper 1/2008. Diakses pada 10 Januari 2018 tersedia di

<http://www.fuberlin.de/sites/cas/forschung/publ ikationen/working-

papers/caswp_no_108.pdf?1307217500>.

Patnistik, Egidius. (2011). Gempa Jepang Timbulkan Tsunami 4 Meter,

Kompas.com. Diakses pada 26 September 2017 tersedia di

<http://internasional.kompas.com/read/2011/03/11/14404835/Gempa.Jepang.

Timbulkan.Tsunami.4.Meter>.

Research Society of Content Industry International Strategy. (2003). Interim

guidelines for research society of content industry international strategy.

Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<http://www.meti.go.jp/policy/media_contents/downloadfiles/dai3kai/tyukant

orimattyukan.pdf>.

Sari, Amanda P. (2015). Radiasi Nuklir Fukushima Bisa Membunuh dalam Satu

Jam. CNN Indonesia. Diakses pada 26 September 2017 tersedia di

<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150414144130-113-

46571/radiasi-nuklir-fukushima-bisa-membunuh-dalam-satu-jam/>.

The Council for the Asian Gateway Initiative. (2007). Asian Gateway Initiative.

Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<http://www.kantei.go.jp/foreign/gateway/kettei/070516doc.pdf>.

The Council for the Asian Gateway. (2007). Japan Cultural Industry Strategy.

Diakses pada 07 Januari 2018 tersedia di

<http://www.kantei.go.jp/jp/singi/asia/betten_2.pdf>.

The Japan Times. (2003). „Sprited Away‟ bags Academy Award. Diakses pada 07

Januari 2018 tersedia di

<https://www.japantimes.co.jp/news/2003/03/25/national/spirited-away-bags-

academy-award/#.Wm2h_66WbIU>.

The Japan Times News. (2014). Transformational Akihabara has its finger on the

pulse of pop culture. Diakses pada 09 Januari 2018 tersedia di

<https://www.japantimes.co.jp/news/2014/02/02/national/transformational-

akihabara-has-its-finger-on-the-pulse-of-pop-culture/#.Wn15oCVubIU>.

The Statistics Portal. (2018). Direct investment position of the United States in

Japan from 2000 to 2017 (in billion U.S. dollars, on a historical-cost basis).

113

Diakses pada 20 Agustus 2018 tersedia di

<https://www.statista.com/statistics/188623/united-states-direct-investments-

in-japan-since-2000/ pada 20 Agustus 2018>.

TIME. (1999). Pokemania! Crazy for Pokemon. Diakses pada 07 Januari 2018

tersedia di

<http://content.time.com/time/world/article/0,8599,2054246,00.html>.

U.S Department of State. (2005). Cultural Diplomacy The Linchpin of Public

Diplomacy. Report of the Advisory Committe on Cultural Diplomacy.

Diakses pada 25 September 2017 tersedia di

<https://www.state.gov/documents/organization/54374.pdf>.

Voice of America (VOA). ( 2011). Jepang Nyatakan Keadaan Darurat di Reaktor

Nuklir Setelah Gempa. Diakses pada 26 September 2017 tersedia di

<https://www.voaindonesia.com/a/jepang-nyatakan-keadaan-darurat-di-

reaktor-nuklir-setelah-gempa--117849989/90801.html>.

World Travel & Tourism Council. (2017). Travel & Tourism Economic Impact

2017 Japan. Diakses pada 09 Oktober 2018 tersedia di

<https://www.wttc.org/-/media/files/reports/economic-impact-

research/countries-2017/japan2017.pdf>.