· web viewpelanggaran atas uu dan peraturan teertentu memiliki dampak keuangan yang ......
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntan publik adalah salah satu dari sekian jenis profesi yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Profesi tersebut berkaitan dengan
kegiatan audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Semakin
berkembangnya zaman yang disertai dengan pertumbuhan perekonomian
dimana pelaku utamanya adalah masyarakat yang semakin aktif dalam
membangun suatu usaha mulai dari perorangan ataupun suatu badan yang
membangun usahanya dalam bentuk perusahaan ataupun badan hukum
lainnya. Adanya perusahaan perusahaan tersebut tidak dapat menghindarkan
diri dari penarikan dana dari pihak luar, yang tidak selalu dalam bentuk
penyertaan modal dari investor, tetapi berupa penarikan pinjaman dari
kreditur. Dengan adanya keikut sertaan pihak luar dalam hal pemberian
kredit maka laporan keuangan perusahaan tidak lagi hanya terbatas untuk
pada para pemimpin perusahaan, tetapi meluas kepada para investor dan
kreditur serta calon investor dan calon kreditur.
Para kreditur ataupun investor memerlukan informasi mengenai
perusahaan yang akan di berikan dana melalui laporan keuangan dari
perusahaanyang bersangkutan yang telah diaudit oleh para auditor. Laporan
keuangan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang kelanjutan
hubungan mereka dengan perusahaan yang bersangkutan. Umumnya
mereka mendasarkan keputusan mereka berdasarkan informasi yang
disajikan oleh managemen dalam laporan keuangan perusahaan.
Managemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar
pertanggung jawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat
dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga
2
untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh
managemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan
yang diambil oleh mereka. Baik managemen perusahaan maupun pihak luar
perusahaan yang berkepentingan terhadap perusahaan memerlukan jasa
pihak ketiga yang dapat dipercaya.
Pihak ketiga ini biasanya dilakukan oleh seorang auditor independen.
Seorang auditor independen ini memberikan jasa auditnya terhadap laporan
keuangan perusahaan dan memberikan pernyataan kewajaran terhadap
laporan keuangan tersebut tanpa memihak pihak-pihak yang
berkepentingan.
Tujuan menyeluruh dari suatu audit laporan keuangan adalah untuk
menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan
secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui tujuan dan tanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan
2. Bagaimana memahami asersi manajemen
3. Bagaimana mendeskripsikan rencana pemeriksaan
4. Menjabarkan prosedur Pemeriksaan
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penulisan yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk menganalisis tentang tujuan dan tanggungjawab dalam
melakukan pemeriksaan
2. Untuk menganalisis tentang bagaimana memahami asersi manajemen
3
3. Untuk menganalisis tentang bagaimana mendeskripsikan rencana
pemeriksaan
4. Untuk menganalisis tentang bagaimana menjabarkan prosedur-prosedur
pemeriksaan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan dan Tanggung Jawab dalam Melakukan Pemeriksaan (Audit)
A. Tujuan Audit secara Umum
Untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah
diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik
yang telah disetujui dan diterima.
B. Tujuan Audit Secara Khusus
1. Tujuan Audit Yang Berkaitan Dengan Transaksi
a. Keterjadian-transaksi yang dicatat memang ada. Tujuan
ini berkenaan dengan apakah transaksi yang tercatat
memang benar-benar terjadi.
b. Kelengkapan-transaksi yang terjadi telah dicatat. Tujuan
ini bersangkutan dengan apakah semua transaksi yang
harus dimasukkan dalam jurnal benar-benar telah
dicatatkan.
c. Keakuratan-transaksi yang dicatat dinyatakan pada jumlah
yang benar. Tujuan ini membahas kekuratan informasi
tentang transaksi akuntansi dan merupakan salah satu
bagian dari asersi keakuratan untuk kelas transaksi
d. Posting dan pengikhtisaran-transaksi yang dicatat
dimasukkan ke dalam file induk dan diikhtisarkan dengan
benar. Tujuan ini berkaitan dengan keakuratan transfer
informasu dari transaksi yang dicatat dalam jurnal ke buku
besar pembantu dan ke buku besar.
e. Klasifikasi-transaksi yang dicatat dalam jurnal klien telah
diklasifikasikan secara tepat. Tujuan ini menyatakan
apakah transaksi telah dimasukkan dalam akun yang tepat,
5
dan merupakan padanan auditor atas asersi klasifikasi
manajemen untuk kelas transaksi
f. Penetapan waktu-transaksi dicatat pada tanggl yang besar.
Tujuan penetapan waktu transaksi merupakan padanan
auditor atas asersi cut off manajemen.
2. Tujuan Audit Yang Berkaitan Dengan Saldo
a. Eksistensi-Jumlah yang tercantum memang ada
b. Kelengkapan-jumlah yang ada dicantumkan
c. Keakuratan-jumlah yang tercantum telah dinyatakan
dengan benar
d. Klasifikasi-jumlah yang tercantum dalam daftar klien telah
diklasifikasikan dengan tepat
e. Cutoff-transaksi yang mendekati tanggal neraca telah
dicatat pada periode yang tepat
f. Hubungan yang rinci (detail tie in)-rincian saldo akun
sesuai dengan jumlah pada file induk yang berkaitan,
sesuai dengan total buku besar
g. Nilai yang dapat direalisasi-aktiva yang telah dicantumkan
dalam jumlah yang diestimasi akan direalisasi
h. Hak dan kewajiban
3. Tujuan Audit Yang Berkaitan Dengan Penyajian Dan
Pengungkapan
Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan biasanya identik dengan asersi mnajemen untuk
penyajian dan pengungkapan yang telah dibahas sebelumnya.
Konsep yang sana, yang diterapkan pada tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo, juga berlaku untuk tujuan audit yang
berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan.
6
C. Tanggung Jawab dalam Melakukan Pemeriksaan (Audit)
1. Tanggung Jawab Auditor dalam Verifikasi Laporan
KeuanganSAS 1 (AU 110) menyatakan :
Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak
tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji
material, apakah itu disebabkan oleh kekeliruan ataupun
kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik
kecurangan, auditor dapat memperoleh kepastian yang layak,
tetapi tidak absolut, bahwa salah saji yang material dapat
dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan
dan melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak
bahwa salah saji, apakah yang disebabkan oleh kekeliruan
ataupun kecurangan, yang tidak material bagi laporan keuangan
dapat dideteksi.
2. Tanggung Jawab Auditor untuk Mendeteksi Kekeliruan
yang Material
Para auditor merencanakan dan melaksanakan audit guna
mendeteksi kesalahan yang dilakukan secara tidak sengaja oleh
manajemen maupun para karyawan. Auditor menemukan
berbagai kesalahan atau kekeliruan yang berasal dari hal-hal
seperti kesalahan kalkulasi, penghilangan, kesalahpahaman dan
misaplikasi standar akuntansi, serta pengikhtisaran dan deskripsi
yang tidak benar.
3. Tanggung Jawab Auditor untuk Mendeteksi Kecurangan
yang Material
Auditor harus memperoleh kepastian yang layak tentang
apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang
material. Standar auditing mengakui bahwa kecurangan lebih
7
sulit dideteksi karena manajemen atau karyawan yang
melakukan kecurangan akan berusaha menyembunyikan
kecurangan itu.
4. Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan Tindakan
Ilegal.
Tindakan ilegal (tindakan yang melawan hukum)
didefinisikan dalam SAS 54 (AU 317) sebagai pelanggaran
terhadap hukum atau peraturan pemerintah selain kecurangan.
A. Tindakan illegal yang berdampak langsung.
Pelanggaran atas UU dan peraturan teertentu
memiliki dampak keuangan yang langsung terhadap saldo
akun tertentu dalam laporan keuangan.
B. Tindakan illegal yang berdampak tidak langsung.
Sebagian besar tindakan illegal hanya
mempengaruhi laporan keuangan secara tidak langsung.
5. Tiga Tingkat Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan
dan Melaporkan Tindakan Ilegal
a. Pengumpulan bukti jika tidak ada alasan untuk percaya
bahwa ada tindakan ilegal yang berdampak tidak
langsung.
b. Pengumpulan bukti dan tindakan lainnya apabila ada
alasan untuk mempercayai bahwa tindakan ilegal yang
berdampak langsung atau tidak langsung telah terjadi.
c. Tindakan apabila auditor mengetahui suatu tindakan
illegal
8
2.2 Asersi Manajemen
A. Pengertian Asersi
Asersi (Assertions) adalah pernyataan manajemen yang
terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan
tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit.
D. Sebagai contoh, di dalam Neraca PT XYZ tanggal 31 Desember
2020 dicantumkan rekening kas sebesar Rp. 23.456.987.300.
Dalam melaporkan rekening kas tersebut, manajemen membuat
DUA ASERSI.
a. Asersi Eksplisitsebagai berikut ini :
1. Bahwa kas tersebut benar-benar ada pada tanggal 31 Des
2020.
2. Bahwa jumlah kas tersebut yang benar adalah Rp
23.456.987.300.
b. Asersi Implisitsebagai berikut ini :
1. Bahwa semua kas yang harus dilaporkan telah
dimasukkan dalam jumlah tsb
2. Bahwa semua kas yang dilaporkan dimiliki oleh PT.
XYZ pada tanggal 31 Desember 2020 tsb
3. Bahwa tidak ada batasan apapun terhadap penggunaan
kas yang dilaporkan tsb
B. Asersi manajemen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan
dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu
dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode
tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa
sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia
untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa
9
penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran
barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya
piutang) dengan pelanggan.
2. Kelengkapan (completencess)
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah
semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam
laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai
contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian
barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan.
Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di
neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3. Hak dan kewajiban (right and obligation)
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan
apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha
(lease) yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai
pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-
usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan
mencerminkan suatu kewajiban entitas.
4. Penilaian (valuation) atau alokasi
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan
apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan
biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah
yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan
pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke
dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian
10
pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang
tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang
dapat direalisasikan.
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan
dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan
diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.
Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-
kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di
neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian
pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan
dan diungkapkan semestinya.
2.3 Perencanaa Audit
A. Perencanaan Audit
Perencanaan audit adalah total lamanya waktu yang dibutuhkan
oleh auditor untuk melakukan perencanaan audit awal sampai pada
pengembangan rencana audit dan program audit menyeluruh. Variabel
ini diukur dengan menggunakan jam perencanaan audit. Keberhasilan
penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
Menurut Standar pekerjaan lapangan pertama Profesional
Akuntan Publik (SPAP) mensyaratkan adanya perencanaan yang
memadai yaitu: Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan
jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. (IAI,
2001).
Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya ‘Auditing´,
menerangkan bahwa: Perencanaan dan supervise berlangsung terus
11
menerus selama audit, auditor sebagai penanggung jawab akhir atas
audit dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan
supervise auditnya dalam kantor akuntannya (asisten).
Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001) mensyaratkan agar
audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas
pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20
menyatakan bahwa Auditor pada hakikatnya harus dirumuskan dalam
jangka waktu dan biaya yang wajar.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. sifat, lingkup, dan
saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas,
pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas.
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan,
antara lain:
1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri
yang menjadi tempat entitas tersebut.
2. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
3. Metode yang digunakan oleh ent itas tersebut dalam
mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk
penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah
informasi akuntansi pokok perusahaan.
4. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan
audit.
6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan
penyesuaian (adjustment).
7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau
pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau
12
kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
8. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan
(sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan
konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke
Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan
klien terhadap kontrak perjanjian).
Ada tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan
penugasannya dengan baik:
a. Untuk memperoleh bahan bukti kompeten yang mencukupi
dalam situasi saat itu.
b. Untuk membantu menekan biaya audit agar dapat bersaing
dengan yang lain.
c. Untuk menghindari salah pengertian dengan klien.
Apapun alasan untuk dilakukannya suatu audit, pelaksanaan audit
akan melalui empat tahapan berikut:
a. Menerima dan mempertahankan klien
b. Merencanakan audit
c. Melaksanakan pengujian audit
d. Melaporkan hasil temuan audit
B. Tahap/ Bagian Perencanaan Audit
Perencanaan audit terdiri dari tujuh bagian/ tahapan, yaitu:
1. Menerima Klien dan Melaksanakan Perencanaan Audit Awal
5 ( lima ) hal yang harus diputuskan auditor dalam bagian ini,
yaitu:
a. Menerima klien baru dan melanjutkan klien lama
b. Identifikasi alasan klien untuk diaudit
13
c. Memperoleh kesepakatan/kesepahaman dengan klien
(Memperoleh Surat Penugasan)
d. Memilih staf untuk penugasan
e. Mengidentifikasi kemungkinan kebutuhan akan tenaga
spesialis dari luar.
2. Memahami Bidang Usaha dan Industri Klien, dengan cara:
Memahami industri dan lingkungan eksternal klien. Amati
risiko bisnis dan persyaratan akuntansi yang unik.
Memahami operasi dan proses usaha, dengan cara meninjau
pabrik dan kantor ( hal ini memungkinkan auditor untuk
dapat mengamati kegiatan perusahaan secara langsung,
memberikan kesempatan bagi auditor untuk bertemu dengan
karyawan kunci, dan mengamati fasilitas fisik perusahaan)
dan mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa
Memahami Manajemen dan Kepemerintahan Perusahaan,
dengan cara; memperoleh dan menelaah Anggaran Dasar
Rumah Tangga (Coorporate Charter & By Laws) dan
menelaah Notulen Rapat
Memahami Tujuan dan Strategi Perusahaan dengan cara,
memahami tujuan klien terkait pelaporan keuangan yang bisa
diandalkan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan pemenuhan
hukum dan peraturan.
Memahami Ukuran dan Prestasi Perusahaan
3. Menetapkan Risiko Usaha Klien
Risiko usaha/bisnis terjadi jika perusahaan gagal mencapai
tujuannya. Perhatian utama auditor risiko dari salah saji material
yang disebabkan risiko usaha tersebut.
14
4. Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan
Prosedur Analitis adalah evaluasi informasi keuangan yang
dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data
keuangan dan non keuangan, meliputi perbandingan jumlah-
jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Prosedur Analitis dilakukan dalam 3 tahapan Audit:
Tahap Pendahuluan/Tahap Perencanaan dengan tujuan:
a. Memahami bidang usaha dan industri klien
b. Menilai kelangsungan hidup perusahaan
c. Mengindikasikan kemungkinan salah saji
d. Mengurangi pengujian rinci
Tahap Pengujian dengan tujuan:
a. Mengindikasikan kemungkinan salah saji
b. Mengurangi pengujian rinci
Tahap Penyelesaian dengan tujuan:
a. Mengindikasikan kemungkinan salah saji
b. Menilai kelangsungan hidup perusahaan
Ada 5 jenis Prosedur Analitis
1. Membandingkan data klien dengan data serupa pada
tahun sebelumnya.
2. Membandingkan data klien dengan data rata-rata
industry.
3. Membandingkan data klien dengan ekspektasi klien.
4. Membandingkan data klien dengan ekspektasi auditor.
5. Membandingkan data klien dengan hasil perhitungan
data-data non keuangan.
Tujuan pelaksanaan prosedur analitis pendahuluan:
a. Memahami bidang usaha klien
15
b. Penetapan kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya
c. Indikasi adanya kemungkikan salah saji dalam laporan
keuangan
d. Mengurangi pengujian audit yang terinci
e. Tahap-tahap dalam prosedur analisis:
f. Mengidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus
dibuat
g. Mengembangkan harapan
h. Melaksanakan perhitungan/perbandingan
i. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan
signifikan
j. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga
dan mengevaluasi perbedaan tersebut.
k. Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap
perencanaan audit.
5. Menetapkan Materialitas dan Menetapkan Risiko Bawaan
Dan Risiko Akseptabilitas Audit
Mempertimbangkan Tingkat Materialitas Awal
Materialitasi merupakam satu diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan
(kuantitas) bukti audit. Dalam membuat generalisasi
hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan
istilah materialitas dan salah akun material harus tetap
diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin
besar jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik).
Semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun,
semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan (hubungan
langsung).
16
Materialitas awal dapat ditentukan melalui dua tahap,
yaitu dengan tingkat laporan keuangan, dan tingkat saldo
akun.
Mempertimbangkan Risiko Audit dan Risiko Bawaan
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagainya mestinya, atas
suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian 99%,
risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya
adalah 1%.
Terdapat Tiga Unsur Risiko Audit:
(1) risiko bawaan, Risiko bawaan adalah kerentanan
suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.
Sebagai contoh, perhitungan yang lebih rumit lebih
mungkin mengakibatkan salah jika dibandingkan dengan
perhitungan yang sederhana. Faktor ekstern juga
mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh,
perkembangan teknologi mungkin meyebabkan produk
tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan sediaan
cenderung dilaporkan lebih besar.
(2) risiko pengendalian, Risiko pengendalian adalah
risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi
yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas. Sebagai contoh,
pengendalian intern mungkin menjadi tidak efektif
karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau bosan atau
karena adanya kolusi diantara personel pelaksananya.
17
(3) risiko deteksi, Risiko deteksi adalah risiko sebagai
akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi dapat
dihitung melalui tahap-tahap berikut ini:
a. Menetepkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko
pengendalian secara individual berdasarkan
pertimbangan profesional auditor.
b. Melakukan penghitungan risiko deteksi.
6. Memahami Struktur Pengendalian Intern dan Menetapkan
Risiko Pengendalian
Struktur pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur
yang di tetapkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai
bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dapat di capai.
Struktur Pengendalian intern satuan usaha terdiri dari tiga unsur:
1)Lingkungan pengendalian, 2) Sistem akuntansi, 3) Prosedur
pengendalian.
Jika struktur pengendalian intern suatu satuan usaha lemah,
maka kemungkinan terjadinya kesalahan, ketidak akuratan
ataupun kecurangan dalam perusahaan sangat besar. Bagiakuntan
publik, hal tersebut menimbulkan resiko yang besar,dalam arti
risiko untuk memberikan opini yang tidak sesuaidengan
kenyataan, jika auditor kurang hati-hati dalam melakukan
pemeriksaan dan tidak cukup banyak mengumpulkan bukti-bukti
yang mendukung pendapat yang di berikannya.
Langkah pertama dalam memahami pengendalian intern
klien adalah dengan mempelajari unsur-unsur pengendalian intern
yang berlaku. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian
terhadap efektivitas pengendalian intern dengan menentukan
kekuatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut. Jika
auditor telah mengetahui bahwa pengendalian intern klien di
18
bidang tertentu adalah kuat, maka ia akan mempercayai
informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu ia akan
mengurangi jumlah bukti yang dikumpulkan dalam audit yang
bersangkutan dengan bidang tersebut. Untuk mendukung
keyakinannya atas efektivitas pengendalian intern tersebut,
auditor melakukan pengujian pengendalian (test of control).
7. Mengembangkan program audit dan rencana audit.
Untuk melaporkan serta memberikan pendapat yang tepat
maka auditor harus melakukan wawancara, melakukan
pemeriksaan dan meneliti keaslian bukti-bukti. Guna
mempermudah pelaksanaan maka auditor harus menyusun
program yang direncanakan secara logis untuk prosedur-
prosedur audit bagi setiap pemeriksaan. Program pemeriksaan
juga merupakan suatu alat pengendalian dimana pemeriksa dapat
menyesuaikan pemeriksaannya dengan anggaran dan jadwal yang
telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) dalam hal ini Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:311.3)
menyatakan bahwa: “Dalam perencanaan auditnya, auditor harus
mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus
dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit secara
tertulis. Program audit membantu auditor dalam memberikan
perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus
dilakukan. Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat
bervariasi”.
19
2.4 Prosedur Pemeriksaan
Prosedur Audit Prosedur audit adalah metode atau teknik yang
digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan
bukti yang mencukupi dan kompeten.
1. Jenis – Jenis Prosedur Audit
Prosedur Analitis Terdiri dari kegiatan yang mempelajari dan
membandingkan data yang memiliki hubungan.Prosedur analitis
mengahsilkan bukti analitis.
Menginspeksi Meliputi kegiatan pemeriksaan secara teliti atau
pemeriksaan secara mendalam atas dokumen catatan atau
pemeriksaan fisik atas sumber-sumber berwujud. Dengan cara ini
auditor dapat membuktikan keaslian suatu dokumen.
Mengkonfirmasi adalah suatu bentuk pengajuan pertanyaan yang
memungkinkan auditor untuk mendapatkan informasi langsung dari
sumber independent dari luar perusahaan.
Mengajukan pertanyaan Hal ini bisa dilakukan secar lesan ataupun
tertulis.Pertanyaan bisa dilakukan kepada sumber intern pada
perusahaan klien atau pada pihak luar.
Menghitung Penerapan prosedur menghitung yang paling umum
dilakukan adalah
1. Melakukan perhitungan fisik atas barang-barang berwujud
2. Menghitung dokumen bernomor tercetak Tindaka yang
pertama dimaksudkan untuk mengevaluasi bukti fisik dari
jumlah yang ada di tangan sedangkan yang kedua merupakan
cara untuk mengevaluasi bukti dokumen khususnya yang
berkaitan dengan kelengkapan catatan akuntansi.
Menelusur Yang biasa dilakukan adalah :
1. Memilih dokumen yang di buat pada saat transaksi terjadi
2. Menentukan bahwa dokumen pada transaksi tersebut telah
dicatat dengan tepat dalam catatan akuntansi.
Mencocokkan ke dokumen Kegiatannya meliputi :
20
1. memilih ayat jurnal tertentu dalam catatan akuntansi
2. mendapatkan dan menginspeksi dokumen tanyg menjadi dasar
pembuatan ayat jurnal tersebut untuk menentukan validasi dan
ketelitian transaksi yang dicatat.
Mengamati Aktivitas ini merupakan kegiatan rutin dari suatu tipe
transaksi.
Melakukan ulang Auditor juga bisa melakukan ulang beberapa
aspek dalam proses transaksi tertentu untuk memastikan bahwa
proses yang telah dilakukan klien sesuai dengan prosedur dan
kebijakan pengendalian yang telah di tetapkan.
Teknik audit berbantu computer Penggolongan prosedur audit
Prosedur untuk mendapatkan pemahaman
Pengajuan pengendalian
Pengujian subtantif Terdiri dari
1. prosedur analitis.
2. pengujian detil transaksi
3. pengujian detil saldo-saldo
2. Contoh-contoh Prosedur Audit
Contoh-contoh yang sangat luas tetang bagaimana setiap prosedur
audit ini digunakan oleh para auditor dalam konteks mengaudit siklus
transaksi spesifik san saldo akun terkait.
Berikut ini adalah sepuluh jenis prosedur audit :
1. Prosedur Analitis
Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan
di antara data. Prosedur ini meliputi:
Perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana;
Analisis vertikal atau laporan persentase;
Perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau
anggaran; serta
penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi.
21
Analisis regresi dapat melibatkan penggunaan data nonkeuangan
(seperti data jumlah karyawan) maupun data keuangan.Prosedur analitis
seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang mendasari
operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang
menggerakkan bisnis dengan hasil keuangan terkait. Prosedur analitis
umumnya digunakan dalam pendekatan top-down untuk
mengembangkan harapan atas akun laporan keuangan dan untuk menilai
kelayakan laporan keuangan dalam konteks tersebut.
2. Inspeksi
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan,
serta pemeriksaan sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara
luas dalam auditing. Inspeksi seringkali digunakan dalam mengumpulkan
dan mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-down. Dengan
melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan
persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian
bottom-up atas akuntansi transaksi tersebut. Pada saat yang sama, auditor
seringkali mempertimbangkan implikasi bukti dalam konteks
pemahaman faktor-faktor ekonomi dan persaingan entitas. Sebagai
contoh, pada saat auditor memeriksa kontrak sewa guna usaha, ia
melakukan verifikasi kesesuaian akuntansi yang digunakan untuk sewa
guna usaha, mengevaluasi bagaimana sewa guna usaha ini berpengaruh
pada kegiatan pembiayaan dan investasi entitas, dan akhirnya
mempertimbangkan bagaimana sewa guna usaha ini dapat mempengaruhi
kemampuan entitas untuk menambah penghasilan dan bagaimana
pengaruh transaksi ini atas struktur biaya tetap entitas.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading),
dan memeriksa (examining) adalah sinonim dengan menginspeksi
dokumen dan catatan. Menginspeksi dokumen dapat membuka jalan
untuk mengevaluasi bukti documenter. Dengan demikian melalui
inspeksi, auditor dapat menilai keaslian dokumen, atau mungkin dapat
22
mendeteksi keberadaan perubahaan atau item-item yang dipertanyakan.
Bentuk lain dari inspeksi adalah scanning atau memeriksa secara tepat
dan tidak terlampau teliti dokumen dan catatan.
Memeriksa sumber daya berwujud memungkinkan auditor dapat
mengetahui secara langsung keberadaan dan kondisi fisik sumber daya
tersebut. Dengan demikian, inspeksi juga memberikan cara untuk
mengevaluasi bukti fisik.
3. Konfirmasi
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang
memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari
sumber independen di luar organisasi klien. Dalam kasus yang lazim,
klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis, namun
auditor yang mengendalikan pengiriman permintaan keterangan tersebut.
Permintaan tersebut juga harus meliputi instruksi berupa permintaan
kepada penerima untuk mengirimkan tanggapannya secara langsung
kepada auditor. Konfirmasi menyediakan bukti bottom-up penting dan
digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya objektif dan
berasal dari sumber yang independen.
4. Permintaan Keterangan
Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan
atau tertulis oleh auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya
ditujukan kepada manajemen atau karyawan, umumnya berupa
pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya prosedur
analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan keusangan
persediaan atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat langsung
meminta keterangan pada pihak eksteren, seperti permintaan keterangan
langsung kepada penasehat hokum klien tentang kemungkinan hasil
litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti lisan atau bukti
dalam bentuk representasi tertulis.
23
5. Perhitungan
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah (1)
perhitungan fisik sumber daya berwujud seperti jumlah kas dan
persediaan yang ada, dan (2) akuntansi seluruh dokumen dengan nomor
urut yang telah dicetak. Yang pertama menyediakan cara untuk
mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada, sedangkan yang kedua
dapat dipandang sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi
pengendalian internal perusahaan melalui bukti yang objektif tentang
kelengkapan catatan akuntansi. Teknik perhitungan ini menyediakan
bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali terdorong untuk
memperoleh bukti top-down terlebih dahulu guna mendapatkan konteks
ekonomi dari prosedur perhitungan.
6. Penelusuran
Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai
penelusuran ulang, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat
transaksi dilaksanakan, dan (2) menentukan bahwa informasi yang
diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam
catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian prosedur ini
berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi, sehingga menelusuri
kembali asal-usul aliran data melalui sistem akuntansi. Karena proesdur
ini memberikan keyakinan bahwa data yang berasal dari dokumen
sumber pada akhirnya dicantumkan dalam akun, maka secara khusus data
ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya salah saji berupa
penyajian yang lebih rendah dari yang seharusnya (understatement)
dalam catatan akuntansi.
7. Pemeriksaan Bukti Pendukung
Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi (1) pemilihan
ayat jurnal dalam catatan akuntansi, dan (2) mendapatkan serta
memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal
24
tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.
Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang
digunakan dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk
mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari
yang seharusnya (overstatement) dalam catatan akuntansi.
8. Pengamatan
Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan
menyaksikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat
berupa pemrosesan rutin jenis transaksi tertentu seperti penerimaan kas,
untuk melihat apakah para pekerja sedang melaksanakan tugas yang
diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan. Pengamatan
terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas pengendalian
internal. Auditor juga dapat mengamati kecermatan seorang karyawan
klien dalam melaksanakan pemeriksaan tahunan atas fisik persediaan.
Pengamatan yanf terakhir ini memberikan peluang untuk membedakan
antara mengamati dan menginspeksi.
9. Pelaksanaan Ulang
Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang
(reperforming) perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien.
Misalnya menghitung ulang total jurnal, beban penyusutan, bunga akrual
dan diskon atau premi obligasi, perhitungan kuantitas dikalikan harga per
unit pada lembar ikhtisar persediaan, serta total pada skedul pendukung
dan rekonsiliasi. Sebagai contoh, auditor dapat melaksanakan ulang
pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan untuk
menentukan bahwa pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada
saat transaksi tersebut diproses. Pemeriksaan ulang biasanya memberikan
bukti bottom-up, dan dengan bukti bottom-up lainnya, auditor dapat
terlebih dahulu memahami konteks ekonomi untuk pengujian audit
tersebut.
25
10. Teknik Audit Berbantuan Komputer
Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media
elektronik, maka auditor dapat menggunakan teknik audit berbantuan
computer (computer-asssited audit techniques/CAAT) untuk membantu
melaksanakan beberapa prosedur yang telah diuraikan sebelumnya.
Sebagai contoh, auditor dapat menggunakan perangkat lunak komputer
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan
dalam prosedur analitis.
Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi.
Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa
semua dokumen yang berurutan telah dipertanggungjawabkan.
Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk
disesuaikan (seperti harga yang tercantum dalam faktur dengan
master file yang memuat harga-harga yang telah disahkan)
Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan
apakah aspek komputer dari pengendalian intern telah berfungsi.
Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan
buku besar pembantu piutang usaha atau file persediaan.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Audit atau pemeriksaan adalah proses sistematis yang dilakukan oleh
orang-orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan
mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Suatu Pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh
pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dg tujuan untuk dapat memberikan opini mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dalam audit keuangan (Financial audit) kegiatan penelusuran
ditujukan pada pencarian bahanpembuktian keuangan sesuai dengan
laporan keuangan, karena obyek audit adalah data-data akuntansi,maka
auditor dituntut untuk memahami kaedah prinsip akuntansi.Tujuan umum
audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal
yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai suatu
tujuan, dima auditor perlu menghimpun bukti kompoten yang cukup,
auditor perlu mengindentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun dan
bagaimana cara menghimpun bukti tersebut.
4.2 Saran
Kepada para pembaca makalah ini disarankan lebih banyak
membaca ataupun mencari tahu tentang proses audit. Karena mengetahui
proses audit merupakan bagian terpenting dari bagi calon Auditor.
Bila terjadi kesalahan dalam makalah ini mohon di maklumi
dikarenakan penulis juga dalam pembelajaran.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Audit
http://www.kompasiana.com/linasusan/audit-responsibilities-and-objective-
tanggung-jawab-dan-tujuan-audit_563a58643dafbdae0b47897f
https://tryusnita.wordpress.com/2008/07/03/chapter-8-perencanaan-audit-
prosedur-analitis/
SUMBER: Alvin A. Arens, Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. “Auditing
and Assurance Services: An Integrated Approach”. Pearson Prentice Hall
https://www.academia.edu/7662799/
BAB_8_PERENCANAAN_AUDIT_DAN_PROSEDUR_ANALITIS
http://moniqae.blogspot.co.id/2013/03/prosedur-audit.html