-
i
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BALAI BESAR PULP DAN KERTAS
Jl. Raya dayeuhkolot No 132, Kotak Pos 1005. Bandung 40258
Telp (022) 5202980 & 5202871; Fax (022) 5202871
PEDOMAN PERHITUNGAN KARBON UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS
DALAM
IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN
PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1)
PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI (BPKIMI)
2011
-
ii
PEDOMAN PERHITUNGAN KARBON UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS
DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI
CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1)
PEMBINA
Menteri Perindustrian M.S Hidayat
PENANGGUNG JAWAB
Arryanto Sagala
TIM PENGARAH
Tri Reni Budiharti Shinta D. Sirait
TIM PENYUSUN
Ngakan Timur Antara Susi Sugesty Henggar Hardiani Sri Purwati
Yusup Setiawan Heronimus Judi Tjahyono Rini S Soetopo Yuniarti Puspita Kencana
Teddy Kardiansyah
TIM EDITOR
Sangapan Denny Noviansyah
Yuni Herlina Harahap Juwarso Gading
Wiwiek Sari Wijiastuti Patti Rahmi Rahayu
DITERBITKAN OLEH
Balai Besar Pulp dan Kertas Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan Industri dan Mutu Industri
DICETAK OLEH
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
-
iii
PEDOMAN PERHITUNGAN KARBON UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 (Fase 1) Edisi I. Jakarta : Kementerian Perindustrian,Januari 2011 vi + 79 hlm. Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Alamat Penerbit: Kementerian Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12950
ISBN:.............................
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Pedoman Perhitungan Karbon Untuk
Industri Pulp dan Kertas dalam kerangka Implementasi
Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor
Industri (PREP-ICCTF PHASE 1) ini dapat diselesaikan
pada waktunya.
Pedoman ini disusun untuk meningkatkan
pengetahuan dalam pelaksanaan konservasi energi dan
pengurangan emisi CO2 di sektor industri yang telah
dibahas oleh unsur pemerintah, tenaga ahli dan praktisi.
Diharapkan Pedoman ini bermanfaat bagi para
pihak yang berkepentingan dalam menerapkan konservasi
energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri. Akhir
kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman ini.
Jakarta, Januari 2011 Badan Pengkajian Kebijakan,
Iklim dan Mutu Industri Kepala,
Arryanto Sagala
-
v
Ringkasan Eksekutif
Kementerian Perindustrian telah berkomitmen untuk
menerapkan program konservasi energi dan pengurangan
emisi CO2 di sektor industri, sebagai perwujudan kontribusi
terhadap komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca sebesar 26% tahun 2020. Strategi utama
untuk mencapai tujuan pengurangan emisi CO2 pada
sektor industri, adalah Implementasi dari Konservasi
Energi dan Pengurangan Emisi CO2 pada sektor
industri (Tahap 1) tahun 2010-2011. Pendanaan program
tersebut didukung sepenuhnya oleh Indonesian Climate
Change Trust Fund (ICCTF).
Buku Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca ini
membantu Industri Pulp dan Kertas Indonesia dalam
estimasi perhitungan emisi dari operasional proses
pembuatan pulp dan kertas saja, tidak mencakup
perhitungan emisi dari peralatan transportasi. Perhitungan
karbon mengacu pada beberapa protokol Gas Rumah
Kaca yang dipublikasikan antara lain oleh National Council
for Air and Stream Improvement (NCASI), World
Resources Institute/World Bussines Council for Sustainable
Development (WRI / WBCSD), Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC), United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCC) dan United
States Environmental Protection Agency (USEPA).
Buku pedoman perhitungan emisi ini berisikan
program The Indonesian Climate Change Trust Fund
(ICCTF), identifikasi perhitungan, perangkat perhitungan
berdasarkan protokol, emisi dari proses pembakaran
bahan bakar fosil, biomassa dan dari pengelolaan
lingkungan.
-
vi
Bagian identifikasi perhitungan, menguraikan
sumber-sumber emisi untuk perhitungan emisi diindustri
pulp dan kertas yang mencakup pada proses pemasakan
pulp yang utamanya dari Recovery Boiler, Power Boiler,
Lime Kiln, dan Power Plant system CHP (Combined Heat
Power).
Perhitungan emisi pada proses pembuatan kertas
mengikuti struktur proses pembuatan kertas, dimana
struktur tersebut merupakan rangkaian satuan operasi
pembuatan kertas mulai dari stock preparation hingga
finishing ditambah coating. Alokasi emisi diperhitungkan
secara bertahap berdasarkan parameter distribusi proses
pembuatan kertas yang meliputi jalur produksi, satuan
operasi dan peralatan spesifik.
Bagian perangkat perhitungan, menguraikan
tahapan dasar untuk pengelolaan emisi yang meliputi
perencanaan, perhitungan dan pelaporan.
Pada tahap perencanaan menguraikan tujuan dan
batasan yang akan diacu pada perhitungan emisi, meliputi
batasan organisasional dan operasional, sedangkan pada
tahap perhitungan diuraikan langkah-langkah perhitungan
seleksi pendekatan perhitungan, memilih faktor emisi,
menetapkan alat bantu perhitungan, menyampaikan data
dari level satuan operasi ke level korporat. Adapun pada
tahap pelaporan diuraikan mengenai laporan emisi yang
memuat antara lain deskripsi perusahaan dan batasan
yang digunakan, informasi berbagai jenis emisi, dan
ketertelusuran data laporan.
Pedoman ini juga menyampaikan uraian tentang
perhitungan emisi dari proses pembakaran bahan bakar
fosil dan biomassa yang dilakukan berdasarkan estimasi
perhitungan emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil,
meliputi jumlah bahan bakar, kadar karbon dalam bahan
-
vii
bakar dan faktor emisi menurut IPCC. Emisi CO2 dari
pembakaran biomassa tidak dihitung sebagai emisi gas
rumah kaca, akan tetapi jika suatu perusahaan memilih
untuk melakukannya dapat melaporkan secara terpisah.
Perhitungan emisi metan (CH4) dan nitrogen oksida
(N2O) dari proses pembakaran, baik bahan bakar fosil
ataupun biomassa, diperkirakan berdasarkan faktor emisi
IPCC, potensi pemanasan global (global warming potensial
/GWP) dan data kegiatan. Selain itu juga dibahas tentang
metoda perhitungan emisi CO2, CH4, dan emisi N2O pada
unit lime kiln dan kalsinasi di pabrik pulp dari bahan bakar
fosil.
Perhitungan emisi dari pengelolaan lingkungan bisa
berasal dari landfill, insinerasi, pengomposan dan digestasi
anaerobik. Emisi dari landfill hanya CH4 yang teroksidasi
menjadi CO2, sedangkan gas CO2 dari landfill tidak
termasuk dalam perhitungan total emisi. Emisi CO2 yang
dihasilkan dari insinerator dihitung berdasarkan kandungan
total karbon dalam limbah padat dengan perbandingan
komponen yang terdapat dalam campuran aliran limbah
yang dibakar. Emisi dari kompos sebagian besar adalah
CO2 biogenik dan NH3, namun NO2 dan CH4 juga
terdeteksi. Metoda estimasi perhitungan emisi karbon
biogenik pada proses pengomposan dari bahan baku
organik didasarkan pada berat organik karbon dalam
limbah yang diubah menjadi CO2-eq. Digestasi anaerobik
menghasilkan biogas sebagai produk samping dari
dekomposisi zat organik yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi alternatif. Metoda perhitungan emisi CO2
ekivalen dari biogas dilakukan berdasarkan jumlah total
karbon dalam limbah yang diubah menjadi CH4.
Buku panduan perhitungan emisi industri pulp dan
kertas ini menyajikan suatu format untuk melaporkan hasil
-
viii
perhitungan emisi perusahaan baik dari emisi langsung
yang berasal dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan
oleh perusahaan maupun dari emisi tidak langsung. Dalam
hal ini perusahaan bebas untuk memilih metoda
perhitungan emisi dan format pelaporannya, akan tetapi
metodanya harus dijelaskan dalam hasil inventarisasi.
Akhir kata mudah-mudahan buku panduan
perhitungan emisi untuk industri pulp dan kertas ini, dapat
menjadi petunjuk dan berguna bagi semua pihak yang
berkepentingan.
-
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . iv RINGKASAN EKSEKUTIF v DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii
BAB I PENDAHULUAN . 1
1.1 Program ICCTF ... 1
1.2 Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4
BAB II PERANGKAT PERHITUNGAN GRK BERDASARKAN PROTOKOL ..
9
2.1. Tahap Perencanaan ... 10
2.1.1. Batasan Organisasi 11
2.1.2. Batasan Operasional . 12
2.2. Tahap Perhitungan . 13
2.3. Tahap Pelaporan . 15
2.3.1. Penyajian Hasil Inventori 15
BAB III IDENTIFIKASI PERHITUNGAN EMISI .. 21
3.1. Perhitungan Emisi pada proses pembuatan pulp... 21
3.1.1. Emisi pada proses pemasakan pulp 21
3.1.2. Emisi pada Recovery Boiler 21
3.1.3. Emisi pada Power Boiler 22
3.1.4. Emisi pada Lime Kiln .. 22
3.1.5. Emisi pada Make-up Chemicals ... 22
3.1.6. Emisi pada Power Plant system CHP (Combined Heat Power) .
23
3.1.7. Emisi berdasarkan penggunaan listrik yang dibeli
-
x
dari luar pabrik (electricity purchase) .. 23
3.2. Perhitungan GRK pada Proses Pembuatan Kertas
27
BAB IV EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI PROSES PEMBAKARAN ..
31
4.1. Proses Pembakaran di Industri Pulp dan Kertas 31
4.2. Faktor Emisi . 36
4.3. Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil 39
4.3.1. Karbondioksida (CO2) . 39
4.3.1.a. Emisi CO2 dari Lime Kiln dan Kalsinasi Pabrik Kraft ..
41
4.3.1.b. Emisi CO2 dari tambahan karbonat (make-up carbonates) di pabrik pulp .
42
4.3.2. Metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O) . 43
4.3.3. Perhitungan Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil ...
46
4.4. Emisi dari pembakaran bahan bakar biomassa. 52
4.4.1. Emisi CO2 . 52
4.4.2. Emisi CH4 dan N2O 52
4.4.2.1 Pembakaran Bahan Bakar Campuran Biomassa dan Fosil di Boiler
55
4.5. Emisi yang berkaitan dengan listrik impor 56
4.5.1. Impor Listrik . 56
BAB V EMISI GAS RUMAH KACA DARI PENGELOLAAN LINGKUNGAN ..
58
5.1. Metoda Perhitungan Emisi Gas Carbon dari Proses landfill ..
58
5.1.1. Landfill dengan sistem pengumpul gas ... 61
-
xi
5.1.2. Landfill tanpa sistem pengumpul gas 62
5.1.3. Metoda Perhitungan Emisi Gas Karbon Pada Proses Insinerasi .
64
5.1.4. Metoda Perhitungan Emisi dari proses pengomposan
68
5.1.5. Digestasi anaerobic . 69
PENUTUP .. 72
DAFTAR PUSTAKA .. 74
LAMPIRAN TABEL KONVERSI SATUAN UNTUK ENERGI . 77
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Potensi pemanasan global berdasarkan pada pengukuran selama 100 tahun .
7
Tabel 2.1. Contoh tabel laporan operasional batasan inventori .
16
Tabel 2.2. Contoh tabel laporan hasil inventori emisi langsung .
17
Tabel 2.3. Contoh tabel hasil inventori emisi tidak langsung
19
Tabel 2.4. Contoh tabel laporan faktor emisi yang digunakan untuk persiapan Inventori
20
Tabel 3.1. Perhitungan nilai kalor bahan dan bahan bakar ..
25
Tabel 3.2. Emisi GRK untuk memproduksi 1 ton AD pulp putih .
26
Tabel 3.3. Perhitungan Power Related Emission 28 Tabel 3.4. Perhitungan Steam Related Emission 31 Tabel 3.5. Perhitungan Other Thermal Related
Emission. 32
Table 4.1. Rentang Faktor Emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan bakar fosil..
37
Table 4.2. Faktor emisi CO2 IPCC25. 40 Table 4.3. Rekomendasi faktor koreksi karbon
yang tidak teroksidasi dari berbagai dokumen pedoman ..
41
Table 4.4 Faktor emisi untuk Lime Kiln dan Kalsinasi pabrik kraft ..
41
Table 4.5 Faktor emisi dari tambahan (make-up) CaCO3 dan Na2CO3 pabrik Pulp
43
Table 4.6 Faktor emisi CH4 dan N2O .................... 44 Table 4.7 Faktor emisi CH4 and N2O untuk boiler
industri 45
Tabel 4.8 Faktor emisi CH4 dan N2O dari
-
xiii
pembakaran biomassa .......................... 53 Tabel 5.1 Nilai L0 dan k untuk estimasi Gas Metan
pada Landfill .......................................... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur GRK Protokol (Tomas, 2009) .. 9 Gambar 2.2. Batasan organisasi pada proses emisi
GRK ...................................................... 11
Gambar 2.3. Klasifikasi emisi ..................................... 12 Gambar 3.1 Neraca Massa dan Energi Pada Pabrik
Pulp ....................................................... 24
-
Halaman 1 dari 78
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Program ICCTF
Kementerian Perindustrian telah berkomitmen untuk
menerapkan program konservasi energi dan pengurangan
emisi CO2 di sektor industri, sebagai perwujudan kontribusi
terhadap komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca sebesar 26% tahun 2020. Strategi utama
untuk mencapai tujuan pengurangan emisi CO2 pada
sektor industri, adalah Implementasi dari Konservasi
Energi dan Pengurangan Emisi CO2 pada sektor
industri (Tahap 1) tahun 2010-2011. Pendanaan program
tersebut didukung sepenuhnya oleh Indonesian Climate
Change Trust Fund (ICCTF).
Pada program tersebut telah disusun empat tahap
"grand strategy" konservasi energi dan pengurangan emisi
gas rumah kaca di sektor industri yang akan dilaksanakan
pada 2010 - 2020. "Program implementasi konservasi
energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri
sebagai tindak lanjut dari komitmen pemerintah di
Pertemuan G20 di Pitsburgh, AS pada 2009 tentang
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca,".Program tersebut
sejalan dengan visi Kementerian Perindustrian yakni
membawa Indonesia menjadi negara industri yang tangguh
pada 2025. Hal itu juga sesuai dengan tujuan jangka
pembangunan industri dengan konsep pembangunan yang
berkelanjutan. Energi mempunyai peranan yang sangat
penting dan menjadi kebutuhan dasar dalam
pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, energi
harus digunakan secara hemat, rasional dan bijaksana
-
Halaman 2 dari 78
agar kebutuhan energi pada masa sekarang dan masa
yang akan datang dapat terpenuhi. Kebanyakan sumber
energi utama di Indonesia masih berasal dari energi fosil
(minyak bumi, batubara, dan gas alam).
Komitmen pemerintah terkait penggunaan energi
telah dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 70
tahun 2009 tentang Konservasi Energi yang mewajibkan
pengguna sumber energi yang sama atau lebih besar dari
6.000 setara ton minyak (TOE) wajib melakukan
konservasi energi melalui manajemen energi. Sebagai
bentuk dukungan terhadap komitmen tersebut,
Kementerian Perindustrian telah menyusun Program
Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi Gas Rumah
Kaca di Sektor Industri pada 2010-2020 yang terdiri atas
empat tahap, yaitu implementasi konservasi energi dan
pengurangan emisi CO2, implementasi Eco-label, promosi
pengurangan emisi CO2, dan pembentukan Energy
Services Company (ESCO).
Pada tahap pertama, Kementerian Perindustrian
melakukan kegiatan konservasi energi dan pengurangan
emisi gas CO2 pada September 2010 - Juni 2011 akan
diterapkan pada industri pulp dan kertas dan industri baja.
Gas yang dikategorikan sebagai Gas Rumah Kaca
(GRK) adalah gas-gas yang berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung terhadap efek rumah kaca yang
menyebabkan perubahan iklim. Dalam konvensi PBB
mengenai Perubahan Iklim (United Nation Framework
Convention On Climate Change-UNFCCC), ada enam jenis
yang digolongkan sebagai GRK yaitu karbondioksida
(CO2), gas metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O),
sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCS) dan
hidrofluorokarbon (HFCS). Selain itu ada beberapa gas
juga termasuk dalam GRK yaitu karbonmonoksida (CO),
-
Halaman 3 dari 78
nitrogen oksida (NOX), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-
gas organik non metal volatile. Gas-gas rumah kaca yang
dinyatakan paling berkontribusi terhadap gejala
pemanasan global adalah CO2, CH4, N2O, NOX, CO, PFC
dan SF6. Namun, untuk Indonesia dua gas yang disebut
terakhir masih sangat kecil emisinya, sehingga tidak
diperhitungkan. Dari kelima gas-gas rumah kaca tersebut
di atas, karbon dioksida (CO2) memberikan kontribusi
terbesar terhadap pemanasan global diikuti oleh gas
methan (CH4).
Tahun 1994 tingkat emisi CO2 di Indonesia sudah
lebih tinggi dari tingkat penyerapannya. Artinya Indonesia
sudah menjadi net emitter. Hasil perhitungan sebelumnya,
pada tahun 1990, Indonesia masih sebagai net sink atau
tingkat penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Berapapun besarannya, Indonesia sudah memberikan
kontribusi bagi meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca secara global di atmosfer. Adanya peningkatan gas
rumah kaca telah menyebabkan terjadinya pemanasan
global dan perubahan iklim.
Sejalan dengan semangat mendukung program
tersebut, sebagai salah satu kegiatan di program ICCTF,
Kementerian Perindustrian menyusun Pedoman Teknis
Pemetaan Teknologi dan Perhitungan Karbon untuk sektor
industri pulp dan kertas. Pedoman teknis ini telah disiapkan
untuk membantu organisasi internal industri dalam
pengembangan dan pelaksanaan rencana jangka panjang
konservasi energi dan pengurangan emisi CO2. Meskipun
setiap organisasi industri adalah spesifik, akan tetapi dalam
hal praktek perencanaan, prinsip perencanaan, praktek
manajemen, dan teknik komunikasi yang dijelaskan dalam
pedoman teknisi ini, berlaku secara umum.
-
Halaman 4 dari 78
1.2. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Emisi Gas Rumah Kaca sejak tahun 1990an
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Peningkatan emisi mengakibatkan perubahan iklim global
yang cukup mengkhawatirkan. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa
kecenderungan suhu permukaan global pada 50 tahun
terakhir (1956 2006) mengalami peningkatan hampir 2
kali lipat. Peningkatan suhu global tersebut kemudian
dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming)
(IPCC 2007a). Salah satu GRK paling utama adalah gas
CO2. Sekitar 67% peningkatan gas CO2 berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan
penggunaan lahan, alih guna lahan dan hutan (Land Use,
Land Use Change and forestry, LULUCF). Sekitar 350
milyar ton karbon berada pada hutan tropis dan dapat
diemisikan ke atmosfir melalui deforestasi dan degradasi
hutan (Laporte et al. 2008). Emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara
berkembang, seperti Indonesia, Kongo dan Brazil (IFCA,
2007a).
Efek rumah kaca (greenhouse effect) disebabkan
oleh keberadaan gas rumah kaca di troposfer. Gas rumah
kaca tersebut menyebabkan terperangkapnya radiasi
gelombang infra merah sebagai hasil radiasi balik dari
permukaan bumi yang menerima radiasi matahari. Hasil
penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa keberadaan GRK sebesar
350 ppm (part per million) dianggap masih normal dan
sesuai untuk iklim bumi. Namun kenaikan GRK menjadi
430 ppm seperti yang terjadi pada saat ini menyebabkan
meningkatnya suhu rata-rata bumi dan mendorong
-
Halaman 5 dari 78
terjadinya perubahan iklim global. Gas rumah kaca yang
yang diketahui mempunyai kontribusi terhadap pemanasan
global adalah CO2, CH4, CO, N2O dan NOx. Lebih dari 75
% komposisi GRK di atmosfir adalah CO2 sehingga apabila
kontribusi CO2 dari berbagai kegiatan dapat dikurangi
secara signifikan maka ada peluang bahwa dampak
pemanasan global terhadap perubahan iklim akan
berkurang.
Beragam aktivitas manusia menyebabkan
peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer bumi. Gas ini
memiliki kemampuan untuk mengikat panas. Secara alami,
gas-gas rumah kaca ini memang diperlukan untuk berada
di atmosfer, karena jika tidak, maka bumi ini akan bersuhu
sekitar 33oC, lebih rendah dari sekarang. Pada suhu
serendah itu, kehidupan di bumi ini tidak akan dapat
berlangsung. Apabila konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer mengalami peningkatan, maka panas matahari
yang terperangkap di atmosfer menjadi lebih banyak.
Akumulasi panas inilah yang akan menyebabkan
peningkatan suhu permukaan bumi. Itu sebabnya, pada
saat gas rumah kaca terus meningkat, pemanasan global
akan terjadi.
United Nation Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) menetapkan enam jenis gas rumah
kaca yang timbul akibat tindakan manusia: Karbondioksida
(CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O),
Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) and
Sulfur hexafluoride (SF6). Menurut hasil observasi, suhu
permukaan bumi sudah naik rata-rata sebesar 1C sejak
awal revolusi industri dan kenaikan akan mencapai 2C
pada pertengahan abad ini jika tidak ada langkah-langkah
drastis yang diambil untuk mengurangi laju pertambahan
emisi gas rumah kaca di atmosfer.
-
Halaman 6 dari 78
Pemanasan global akan berujung pada perubahan
iklim yang menyebabkan berubahnya faktor-faktor iklim,
seperti curah hujan, penguapan dan temperatur.
Perubahan-perubahan ini juga akan memacu terjadinya
bencana lingkungan yang terkait dengan faktor-faktor iklim
untuk lebih sering terjadi, dengan besaran yang lebih dari
sebelumnya.
Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang
memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang
panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh
permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan
pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di
antara GRK penting yang diperhitungkan dalam
pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana
(CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya yang
lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang
diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic)
mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK,
atmosfer bumi akan memiliki suhu 30oC lebih dingin dari
kondisi saat ini. Namun demikian seperti diuraikan diatas,
peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju
yang mengkhawatirkan sehingga emisi harus segera
dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan
global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari
sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan.
Protokol internasional telah menetapkan karbon
dioksida (CO2) sebagai gas acuan untuk pengukuran
potensi pemanasan global (global warming potential atau
disingkat GWP) dari gas rumah kaca. Menurut definisi,
GWP dari satu kilogram karbon dioksida adalah 1 (disebut
bahan referensi). GWP karbon dioksida, metan dan asam
nitrat dapat dilihat pada Tabel 1.1.
-
Halaman 7 dari 78
Untuk mengurangi dampak negatif dari fenomena
perubahan iklim, perlu menghitung jumlah emisi karbon
(CO2) dari kegiatan industri. Protokol GRK menyediakan
panduan tahap demi tahap bagi perusahaan untuk
mengkuantifikasi dan melaporkan emisi. Menurut Protokol
GRK, ada 3 tahapan dasar untuk pengelolaan emisi, yaitu
perencanaan, perhitungan dan pelaporan.
Tabel 1.1 Potensi pemanasan global berdasarkan berdasarkan
pada pengukuran selama 100 tahun
Gas rumah kaca Jumlah
(kg)
Potensi Global
Warming
(CO2 ekivalen)
Karbon
ekuivalen
Karbon dioksida 1 1 0,27
Metana 1 21 5,67
Nitrogen oksida 1 310 83,7
Sumber : US EPA, 1998 dalam Valzano et al, 2001
Selain itu perusahaan juga harus menyajikan hasil
inventori dari pembakaran biomassa secara terpisah dari
emisi langsung. Perhitungan biomassa merupakan salah
satu langkah yang dilakukan dalam suatu kegiatan mitigasi
perubahan iklim di sektor kehutanan, hanya kegiatan yang
bertipe substitusi karbon tidak memerlukan perhitungan
biomassa. Pengelolaan sumber daya biomassa yang
berkelanjutan dapat diperbaharuhi dan tidak memberikan
kontribusi pemanasan global atau perubahan iklim. Gas
CO2 yang dihasilkan dari pembakaran biomassa
dikonsumsi oleh tumbuhan sebagai pertumbuhan lagi,
sehingga sepanjang pengelolaan sumber daya tersebut
berkelanjutan, kontribusi CO2 ke atmosfir adalah nol.
Karena pentingnya peran energi sebagai kebutuhan
dasar dalam pembangunan yang berkelanjutan dan juga
-
Halaman 8 dari 78
merupakan sumber emisi CO2, maka pengukuran dan
perhitungan karbon pada kegiatan industri menjadi sangat
penting. Data hasil perhitungan dapat digunakan sebagai
tolok ukur untuk mengetahui keberlanjutan kegiatan
industri, selain itu kemampuan perhitungan neraca karbon
penting dalam menghadapi sistem baru perdagangan
karbon pasca Kyoto Protocol (tahun 2012) yang disebut
dengan Clean Development Mechanism (CDM).
Panduan ini membahas tentang parameter apa saja
yang penting diukur berkenaan dengan perhitungan karbon
untuk industri pulp dan kertas yang berkaitan dengan emisi
GRK.
-
Halaman 9 dari 78
BAB II
PERANGKAT PERHITUNGAN GRK BERDASARKAN
PROTOKOL
Protokol GRK menyediakan panduan tahap demi
tahap bagi perusahaan untuk mengkuantifikasi dan
melaporkan emisi GRK. Menurut Protokol GRK, ada 3
tahapan dasar untuk pengelolaan emisi, yaitu
perencanaan, perhitungan dan pelaporan.
Gambar 2.1 Struktur GRK Protokol (Tomas, 2009)
PERENCANAAN
PRINSIP
TUJUAN
BATASAN
ORGANISASI
BATASAN
OPERASIONAL
PERHITUNGAN
IDENTIFIKASI
SUMBER
PILIH
PENDEKATAN
PERHITUNGAN
TENTUKAN
FAKTOR EMISI
KUMPULKAN
DATA
TERAPKAN PADA
PERANGKAT
PERHITUNGAN
KONFIRMASI
PADA TINGKAT
PERUSAHAAN
PELAPORAN
BATASAN
INVENTORI
EMISI
BERDASARKAN
JENIS
LAPORAN
BERDASARKAN
PENGURANGAN
PENELUSURAN
DAN LAPORAN
KEMAJUAN
-
Halaman 10 dari 78
2.1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, prinsip dasar harus
ditetapkan mengingat hasil dari perhitungan GRK sangat
mungkin akan mempengaruhi pengambilan keputusan di
bidang ekonomi dan lingkungan. Selanjutnya ditetapkan
pula tujuan dan batasan yang akan diacu pada perhitungan
emisi tersebut. Batasan yang harus ditinjau meliputi
batasan organisasional dan operasional.
Prinsip dasar yang harus dianut, meliputi :
- RELEVAN, memastikan inventarisasi GRK
merefleksikan emisi pabrik dan dapat digunakan oleh
para pengambil keputusan, baik internal amupun
eksternal
- LENGKAP, menghitung dan melaporkan semua
sumber dan aktifitas emisi pabrik dalam bata-batas
inventarisasi. Hal-hal yang tidak dihitung harus
diperlihatkan dan dijustifikasi
- KONSISTEN, menggunakan metodologi yang
konsisten untuk mempermudah membandingkan emisi
sepanjang waktu. Jika ada perubahan data, batas-
batas inventarisasi, metoda, dan faktor relevan lainnya,
harus didokumentasi secara transparan
- TRANSPARAN, menujukan semua isu yang relevan
secara faktual dan koheren, berdasarkan audit yang
bersih. Perlihatkan asumsi-asumsi yang relevan dan
referensi yang sesuai dalam metodologi perhitungan
dan data yang digunakan
- AKURAT, memastikan kuantifikasi emisi tidak melebihi
atau di bawah emisi aktual secara sistematik, dapat
dinilai, dan ketidakpastian dapat dikurangi sedapat
mungkin. Mendapatkan akurasi yang cukup untuk
-
Halaman 11 dari 78
memampukan pengguna laporan mengambil
keputusan dengan jaminan yang tinggi
2.1.1. Batasan organisasi
Batasan organisasional ditetapkan mengingat
adanya inter relasi antar organisasi, sehingga jelas mana
emisi yang menjadi tanggungjawabnya. Batasan dapat
dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Batasan organisasi pada proses emisi GRK
Ada 3 lingkup batasan yang ditetapkan dalam
protocol GRK, yaitu :
- Equity Share Approach, jika suatu perusahaan
menguasai operasional perusahaan lain, maka emisi
yang dihitung adalah emisi bersama.
- Financial Control Approach, emisi mencerminkan
kontribusi ekonomi dari suatu kebijakan operasional.
- Operational Conrol Approach, jika suatu perusahaan
memiliki hak penuh atas kebijakan operasionalnya,
maka emisi yang dihitung adalah sepenuhnya emisi
dari perusahaan tersebut.
TOTAL EMISI PROSES
PROSES KEPEMILIKAN PERUSAHAAN.
PROSES KENDALI
OPERATOR
PROSES PENGOPERASIAN
FINANSIAL
-
Halaman 12 dari 78
Gambar 2.3 Klasifikasi emisi
2.1.2. Batasan Operasional
Protokol GRK juga menetapkan batasan
operasional untuk perhitungan emisi. Pedoman ini
menetapkan tiga lingkup emisi batasan operasional yang
harus dipertimbangkan (gambar 2.3). Gambar tersebut
menunjukkan perbedaan fasilitas yang berhubungan
dengan lingkup emisi.
Lingkup 1 : Semua emisi langsung yang dihasilkan dan
dikendalikan satuan operasi dari suatu
perusahaan selama pembangkitan listrik,
panas, dan uap air. Termasuk didalamnya,
emisi yang dihasilkan oleh proses kimia
dan unit transportasi yang ada dibawah
kendalinya.
Lingkup 2: Emisi yang terkait dengan penggunaan
listrik hasil pembelian dari pihak lain.
Protokol menetapkan bahwa faktor emisi
yang digunakan untuk listrik yang dibeli,
tidak memperhitungkan distribution loss.
Hal ini harus disebutkan secara eksplisit.
-
Halaman 13 dari 78
Lingkup 3 : Memasukkan emisi yang terkait dengan
aktivitas tidak langsung dari siklus hidup
produk milik perusahaan. Aktivitas tersebut
bukan milik perusahaan dan tidak berada
dibawah kendalinya. Menurut Protokol
GRK, Lingkup 3 diterapkan untuk
menghitung emisi yang terkait dengan
produk itu sendiri
2.2. Tahap Perhitungan
Protokol GRK, menetapkan 6 langkah unuk
melaksanakan tahap perhitungan emisi, yaitu :
- identifikasi sumber emisi
- seleksi pendekatan perhitungan
- memilih faktor emisi
- pengumpulan data
- menetapkan alat bantu perhitungan
- menyampaikan data dari level satuan operasi ke level
korporat.
Sumber emisi diidentifikasi berdasarkan batasan
yang telah dipilih pada perencanaan. Metoda perhitungan
pada dasarnya dapat dilakukan berdasarkan pendekatan
berikut :
Secara Langsung
Pendekatan ini memerlukan pemantauan
konsentrasi gas dan laju alirnya. Pengukuran
seperti ini akan sangat mahal biayanya, bahkan
dalam beberapa hal kemungkinan tidak tersedia.
-
Halaman 14 dari 78
Secara Perhitungan
Ada dua cara perhitungan yang bisa dilakukan,
yaitu perhitungan berdasarkan stoikhiometri reaksi
dan neraca massa suatu proses. Cara kedua,
perhitungan dilakukan berdasarkan faktor yang
sudah terdokumentasi. Faktor ini sebenarnya
adalah rasio yang digunakan untuk
menghubungkan emisi terhadap pengukuran
aktivitas suatu sumber emisi. Protokol GRK
menjembatani kebutuhan minimal untuk
menghitung dan melaporkan emisi suatu
perusahaan. Pelaporan emisi menjadi sangat
sederhana yaitu mengkompilasi penggunaan bahan
bakar misalnya, dan mengkonversikannya menjadi
emisi CO2 menggunakan faktor emisi.
Protokol GRK menetapkan dua kategori alat bantu
perhitungan, yaitu cross-sector tools dan sector-specific
tools. Fitur utama pada alat bantu cross-sector adalah
perhitungan emisi dari pembakaran stasioner, pembakaran
bergerak, HFC dari AC dan refrigerasi, dan estimasi
ketidak pastian perhitungan emisi. Dalam buku ini, akan
digunakan alat-bantu specific-sector untuk perhitungan
emisi di industri pulp dan kertas. Fitur utama alat-bantu ini
adalah perhitungan emisi langsung dari produksi pulp dan
kertas, termasuk emisi langsung dan tidak langsung dari
pembakaran bahan bakar pada peralatan stasioner.
Selanjutnya, Protokol GRK merekomendasikan dua
cara untuk menyampaikan laporan ke tingkat korporat dari
satuan operasi. Satuan operasi melaporkan data mentah,
kemudian korporat menghitung emisinya (sentralisasi).
Atau, masing-masing satuan operasi menghitung emisinya
kemudian menyampaikannya ke tingkat korporat.
-
Halaman 15 dari 78
Perusahaan juga dapat mengkombinasikan kedua cara
tersebut.
2.3. Tahap Pelaporan
Laporan emisi berdasarkan pada Protokol,
sekurang-kurangnya harus memuat :
- Deskripsi perusahaan dan batasan yang digunakan
- Informasi berbagai jenis emisi
- Laporan reduksi emisi yang kemungkinan berada di
luar lingkup protocol
- Definisi dan komitmen target reduksi
- Ketertelusuran data laporan
2.3.1. Penyajian hasil inventori
Untuk penyajian hasil inventory, perusahaan bisa
membuat format sendiri sesuai kebutuhannya, tetapi perlu
diperhatikan bahwa output dari hasil penyajian tersebut
harus transparan disertai dengan informasi kunci yang
diperlukan untuk interpretasi hasil.
Berikut ini ada 4 contoh tabel yang bisa digunakan
oleh perusahaan sebagai salah satu acuan untuk penyajian
hasil inventori, yaitu Tabel 2.1. matrik yang bisa digunakan
untuk menunjukkan operasi-operasi yang termasuk dalam
batasan inventori operasional, sedangkan Tabel 2.2. matrik
yang dapat digunakan untuk pencatatan emisi langsung
dalam batasan inventori dari sumber-sumber yang dipunyai
atau dikontrol perusahaan. Begitu pula pada Tabel 2.3
matrik yang dapat digunakan untuk pencatatan emisi tidak
langsung yaitu emisi dari sumber yang dipunyai
perusahaan dari inventori yang dipunyai pihak lain seperti
emisi dari import daya.
-
Halaman 16 dari 78
Tabel 2.1. Contoh tabel laporan operasional batasan inventori
No.
Sumber Emisi
Tandai untuk operasi
yang termasuk inventori
1.
Kendaraan transportasi
kayu/serpih/limbah
kertas/bahan baku lainnya
X
2. Kendaraan transportasi produk,
produk samping, limbah
X
3. Pengulitan kayu X
4. Penyerpihan X
5. Pembuatan pulp kraft X
6. Tungku pemulihan kraft X
7. Lime kiln/kalsinasi X
8. Insinerator NCG X
9. Pembuatan pulp dari kertas
bekas dan pembersihannya
X
10. Deinking X
11. Pemutihan pulp X
12. Produksi kertas dan karton X
13. Coating X
14. Roll trimming, roll wrapping,
sheet cutting
X
15. Pengolahan air limbah X
16. Pemrosesan lumpur X
17. Landfill X
18. Peralatan pengendali emisi X
19. Ruang kerja karyawan X
20. Operasi lainnya : uraikan X
-
Halaman 17 dari 78
Tabel 2.2. Contoh tabel laporan hasil inventori emisi langsung
No
Sumber Emisi
Total emisi langsung (ton)
CO2 CH4 N2O CO2Eq.
Emisi dari Proses dan Energi
yang terkait
1. Pembakaran bahan bakar
fosil
2. Pembakaran biomassa
3. Make-up bahan kimia
(CaCO3 dan Na2CO3)
Emisi dari transportasi dan
peralatan mesin
4. On-road vehicles
5. Off-road vehicles and
machinery
Emisi dari pengelolaan limbah
6. Emisi landfill limbah pabrik
7. Sistem pengolahan air limbah
anaerobik
8. Sumber lainnya : tidak
termasuk diatas - uraikan
Total Emisi langsung
(Jumlah No. 1 sampai 8)
Emisi yang berkaitan dengan ekspor listrik dan uap
9. Emisi yang berhubungan
dengan ekspor listrik
Intensitas karbon dari ekspor
listrik (lb CO2/MWh)
Intensitas karbon dari
penerimaan jaringan ekspor
listrik (lb CO2/MWh)
Metode yang digunakan untuk estimasi intensitas GRK dari
jaringan listrik:
10. Emisi yang berhubungan
dengan ekspor uap
-
Halaman 18 dari 78
No
Sumber Emisi
Total emisi langsung (ton)
CO2 CH4 N2O CO2Eq.
Emisi dari Proses dan Energi
yang terkait
Total emisi ekspor listrik dan
uap (Jumlah No.9 dan 10)
Uraikan metode yang digunakan untuk pengontrolan oleh
perusahaan.
Termasuk informasi lainnya yang diperlukan untuk memahami
hasil inventori :
-
Halaman 19 dari 78
Tabel 2.3. Contoh tabel hasil inventori emisi tidak langsung
No.
Sumber Emisi
Total emisi tidak langsung
(Ton)
CO2 CH4 N2O CO2Eq.
Emisi tidak langsung yang berhubungan dengan listrik dan
uap yang di impor
1. Impor listrik yang
dikonsumsi
2. Uap impor yang
dikonsumsi
Total emisi tidak langsung
dari import listrik dan uap
(Jumlah No. 1 dan 2)
Emisi tidak langsung
lainnya
3. Uraikan Emisi tidak
langsung lainnya
Impor dan ekspor bahan
bakar fosil yang
menghasilkan CO2
4. Impor CO2
5. Ekspor bahan bakar fosil
yang menghasilkan CO2
Uraikan metode yang digunakan untuk pengontrolan oleh
perusahaan. Termasuk informasi lainnya yang diperlukan untuk
memahami hasilinventori :
-
Halaman 20 dari 78
Tabel 2.4. Matrik yang dapat digunakan untuk
pencatatan faktor-faktor emisi yang digunakan untuk
persiapan inventori.
Tabel 2.4. Contoh tabel laporan faktor emisi yang digunakan
untuk persiapan inventori
Sumber Emisi
CO2
CH4
N2O
CO2Eq.
Sumber
Faktor Emisi
Pembakaran bahan bakar fosil
Bahan
bakar
Unit
pembakaran
Pembakaran biomassa
Bahan
bakar
Unit
pembakaran
-
-
Pengelolaan Limbah
Emisi
landfill
Gas yang terkumpul
(%) = k = Lo =
Emisi pengolahan air limbah
anaerobik = Faktor emisi =
Impor daya dan uap
Faktor Emisi untuk listrik impor
1. Pembelian listrik dari
jaringan listrik lokal
Faktor Emisi untuk uap impor
Selain itu perusahaan juga harus menyajikan hasil inventori
dari pembakaran biomassa secara terpisah dari emisi
langsung.
-
Halaman 21 dari 78
BAB III
IDENTIFIKASI PERHITUNGAN EMISI
3.1. Perhitungan Emisi pada proses pembuatan pulp
3.1.1. Emisi pada proses pemasakan pulp
Pada proses pembuatan pulp kraft, bahan kimia
pemasak yang terdiri dari NaOH dan Na2S yang disebut
lindi putih (white liquor) digunakan untuk memasak serpih
kayu dalam digester. Kondisi pemasakan biasanya pada
suhu 155 170 oC, tekanan 7 9 bar dalam waktu 2 5
jam. Pengeluaran gas dilakukan beberapa saat selama
proses (gas relief) dan pada akhir pemasakan (release)
untuk menghindari tekanan dalam digester naik secara
cepat. Gas-gas yang cukup panas ini digunakan untuk
memanaskan air proses. Setelah proses pemasakan
selesai, pulp dan lindi hitam (black liquor) dikeluarkan ke
dalam blow tank. Uap panas akan terpisah dan mengalir ke
bagian atas tangki untuk dimanfaatkan memanaskan air
proses. Gas-gas yang terbentuk pada akhir proses
pemasakan merupakan sumber emisi bau yang disebut
dengan NCG (non condensable gases) yang sebagain
besar terdiri dari sulfur tereduksi. NCG dapat diisolasi dan
dicairkan kembali dan dimurnikan dengan cara stripping.
Gas-gas stripper kemudian dibakar pada insinerator atau
burner khusus dan menghasilkan emisi SO2 dan TRS tidak
termasuk sebagai emisi pada proses ini.
3.1.2. Emisi pada Recovery Boiler
Bahan bakar recovery boiler diperoleh dari lindi
hitam yang merupakan cairan hasil reaksi antara bahan
kimia pemasak dengan bahan baku kayu. Cairan ini
-
Halaman 22 dari 78
diperoleh dari proses pembuatan pulp setelah melalui
pemekatan. Penyediaan energi pada recovery boiler
merupakan salah satu siklus dari proses pemulihan
kembali bahan kimia pada proses pembuatan pulp kraft.
Tidak terbentuk emisi CO2 pada proses ini, namun GHG
inventory menyatakan emisi berupa CH4 dan N2O dan
dapat dinyatakan sebagai CO2 ekivalen.
3.1.3. Emisi pada Power Boiler
Bahan bakar power boiler terdiri dari kulit kayu dari
proses pengulitan kayu, pin chips, limbah penebangan
kayu lainnya dan sedikit dicampur batubara. Bahan bakar
power boiler lainnya adalah cangkang sawit, serat sawit
dan biomassa lainnya. Untuk pabrik pulp dan kertas
terintegrasi bahan bakar power boiler juga dapat berdiri
sendiri, bahan bakar dapat berupa batubara, minyak
maupun gas dan dibakar pada boiler secara terpisah. Emisi
CO2 tidak dihitung berdasarkan GHG inventory menurut
Kyoto Protocol, tetapi emisi lainnya berupa CH4 dan N2O
dapat dihitung.
3.1.4. Emisi pada Lime Kiln
Lime kiln berfungsi mengkonversi CaCO3 (lime
mud) menjadi lime (CaO) melalui proses kalsinasi dengan
reaksi :
CaCO3(s) + O2 + panas CaO(s) + CO2(g)
3.1.5. Emisi pada Make-up Chemicals
Make-up bahan kimia pada pabrik yang
menyebabkan tambahan kontribusi emisi adalah CaCO3
dan Na2CO3. CaCO3 digunakan untuk menambah produksi
CaO pada lime kiln agar sesuai kebutuhan kaustisasi dan
-
Halaman 23 dari 78
Na2CO3 digunakan untuk mencukupi konversi lindi hijau
menjadi lindi putih.
3.1.6. Emisi pada Power Plant system CHP (Combined
Heat Power)
Di Indonesia tidak ada pabrik pulp yang
mengoperasikan sistem CHP.
3.1.7. Emisi berdasarkan penggunaan listrik yang dibeli
dari luar pabrik (electricity purchase)
Pabrik pulp maupun terintegrasi memproduksi
energi (steam and power) sendiri dan tidak membeli listrik
dari luar. Namun masih ada sebagian pabrik kertas yang
menggunakan listrik yang dibeli dari luar pabrik.
Pada bab ini menyajikan suatu contoh neraca massa pada
proses pembuatan pulp dengan basis 1 ton AD produk pulp
putih dengan kadar air 10 %. Tanda dalam kurung ( )
adalah jumlah dalam kg. Neraca tersebut disajikan pada
Gambar 3.1.
-
Halaman 24 dari 78
Gambar 3.1. Neraca Massa dan Energi Pada Pabrik Pulp
Gambar diatas adalah neraca massa untuk memproduksi 1
ton AD pulp putih. Dari neraca massa tersebut dapat
diketahui input bahan yang berkontribusi terhadap
pembentukan GRK seperti pada perhitungan pada Tabel
3.1.
-
Halaman 25 dari 78
Tabel 3.1. Perhitungan nilai kalor bahan dan bahan bakar
No Bahan dan
Bahan bakar Jumlah
(kg) Nilai kalor (kJ/kg)
Total kalor (TJ)
1. Lindi hitam 1.233 13.500 0,01665
2. Kulit kayu 73 17.500 0,00128
3. Batubara 165 24.500 0,00404
4. Minyak 101 40.700 0,00411
36,3 40.700 0,00148
5. Gas alam 84 48.900 0,00411
30,2 48.900 0,00148
Catatan : 1 TJ = 109 kJ
-
Halaman 26 dari 78
Tabel 3.2. Emisi GRK untuk memproduksi 1 ton AD pulp putih
Faktor emisi Total CO2eq.
(kg)
Bahan dan bahan bakar
Jumlah (TJ)
kg CO2/TJ CH4
(kg CO2eq./TJ) N2O
(kg CO2eq./TJ)
Lindi hitam 0,01665 630 1550 36,297
Kulit kayu 0,00128 860 8060 11,418
Bahan bakar fossil untuk boiler (3 pilihan) : - Batubara - Minyak - Gas alam
0,00404 0,00411 0,00411
126000 76600 59900
509,040 314,826 246,788
Bahan bakar fosil untuk limekiln (2 pilihan) : - Minyak - Gas alam
0,00148 0,00148
76600 59900
2,7 2,7
0,3 0,4
113,372 88,656
CaCO3 10,21 kg 440 kg CO2/ton
43,10
Catatan : Faktor emisi untuk lindi hitam dan kulit kayu diambil nilai maksimal
Dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jika pabrik menggunakan batubara untuk fossil boiler dan minyak untuk lime kiln, total emisi GRK untuk memproduksi pulp putih 1 ton AD adalah 713,23 kg atau 0,71323 ton CO2 eq.
-
Halaman 27 dari 78
3.2 Perhitungan GRK pada Proses Pembuatan Kertas
Perhitungan GRK akan mengikuti struktur proses
pembuatan kertas, dimana struktur tersebut merupakan
rangkaian satuan operasi pembuatan kertas mulai dari
stock preparation hingga finishing ditambah coating bila
ada. Alokasi emisi diperhitungkan secara gradual
berdasarkan parameter distribusi proses pembuatan kertas
yang meliputi jalur produksi (production lines), bagian
(sections), satuan operasi (unit operations), dan peralatan
specific (specific devices). Dengan cara seperti ini, maka
dapat diantisipasi hal-hal berikut :
- kemungkinan pabrik memiliki jalur produksi dan
mesin kertas lebih dari satu
- kemungkinan pabrik memiliki jalur coating yang
berbeda
- kemungkinan mesin kertas terintegrasi dengan mesin
coating
- kemungkinan pabrik memiliki fasilitas khusus untuk
perlakuan permukaan kertas
Selanjutnya, distribusi emisi akan dikelompokkan
berdasarkan penggunaan akhir dari energi, yaitu power
related emissions, steam related emissions, dan other
thermal related emissions. Selengkapnya, format
perhitungan GRK tersebut dapat dilihat pada table-tabel
berikut:
-
Halaman 28 dari 78
Tabel 3.3. Perhitungan Power Related Emissions
POWER RELATED EMISSIONS
EL
EC
TR
ICIT
Y
EM
ISS
ION
S
SH
AR
E
SECTION
UNIT OPERATIONS
DEVICES kWh/t kg
CO2/t %
STOCK PREPARATION
PULPING
Pulpers SF
Pulpers LF
Pulpers Broke
. . .. REFINING
Refiners Sf
Refiners LF
. . . . . . . . . . OTHER AUXILIARIES
Pump
Agitator
. . APPROACH FLOW
Pump
Agitator
. .
-
Halaman 29 dari 78
Tabel 3.3. Perhitungan Power Related Emissions (Lanjutan-1)
POWER RELATED EMISSIONS
EL
EC
TR
ICIT
Y
EM
ISS
ION
S
SH
AR
E
SECTION
UNIT OPERATIONS
DEVICES kWh/t kg CO2/t %
PAPER PRODUCTION LINE 1 WET-END
Drives
Vacuum Pump LP
Vacuum Pump HP
. . .. PRESS
Drives
Loading System
. . PRE-DRYING
Drives
. . POST-DRYING
Drives
. . FINISHING BASE PAPER
Calendering Drive
Reeling Drive
. .
OFF-LINE OR ON-LINE COATING
Kitchen Pump and Auxiliaries
Coating Machines Drives
IRs (electrical)
Reeling drives
. .
-
Halaman 30 dari 78
Tabel 3.3. Perhitungan Power Related Emissions (Lanjutan-2)
POWER RELATED EMISSIONS
EL
EC
TR
ICIT
Y
EM
ISS
ION
S
SH
AR
E
SECTION
UNIT OPERATIONS
DEVICES kWh/t kg CO2/t %
FINISHING SECTION
SURFACE FINISHING
Matt-On-line Drives
Super-calendars Drives
Embossing Drives
FINAL TREATING
Winding Drives
Sheeting drives
SHIPPING
Packaging Drives
. . GENERAL SERVICES
COMPRESSED AIR SYSTEM
Compressor
. . .. LIGHTNING SYSTEM
Light
. . WASTE WATER TREATMENT
Pump and Agitator
. . HVAC SYSTEMS
Heating, Ventilating and Air Cooling
OTHER AUXILIARIES
Other significant devices
. .
-
Halaman 31 dari 78
Tabel 3.4. Perhitungan Steam Related Emissions
STEAM RELATED EMISSIONS
EL
EC
TR
ICIT
Y
EM
ISS
ION
S
SH
AR
E
SECTION
UNIT OPERATIONS
DEVICES kWh/t kg CO2/t %
PAPER PRODUCTION
WET-END
Steam Box Paper Machine
. . .. DRY-END
Drying Cylinder (Pre Drying)
Thermocompressor
Pre-Coating Kitchen Tank
Drying Cylinder (Post Drying)
. .
OFF LINE OR ON LINE COATING
Kitchen Tank
Drying Cylinder
. . FINISHING SECTION
SURFACE TREATMENT
Specific Significant devices
. . HVAC SYSTEMS
Heating, Ventilating, Air Cooling
. . GENERAL SERVICES
Oil Heating
Oil Heat Exchanger
. . . .
-
Halaman 32 dari 78
Tabel 3.5. Perhitungan Other Thermal Related Emissions
OTHER THERMAL RELATED EMISSIONS
EL
EC
TR
ICIT
Y
EM
ISS
ION
S
SH
AR
E
SECTION
UNIT OPERATIONS
DEVICES kWh/t kg CO2/t %
PAPER PRODUCTION LINE 1
PRE-COATING OR SIZE PRESS
IR Dryer
. . ..
OFF LINE OR ON LINE COATING
IR Dryer
. . FINISHING SECTION
SURFACE TREATMENT
Retractile oven
. . GENERAL SERVICES
HVAC SYSTEMS
Heating, Ventilating, Air Cooling
. .
-
Halaman 33 dari 78
BAB IV
EMISI GAS RUMAH KACA DARI PROSES
PEMBAKARAN
4.1. Proses Pembakaran di Industri Pulp dan Kertas
Iklim global telah berubah pada tingkatan yang
cukup besar karena adanya peningkatan konsentrasi GRK
di atmosfer. Peningkatan konsentrasi gas CO2 di atmosfer
terjadi akibat proses pembakaran bahan bakar fosil
maupun pembakaran karbon yang masih terikat didalam
kayu. Misalnya pada kegiatan pembakaran lahan gambut
ataupun pembakaran hutan. Pada proses pembakaran
bahan bakar fosil ataupun pembakaran hutan akan
menghasilkan 22,02 sampai 25,69 miliar ton CO2 ke
atmosfer tiap tahunnnya. Setengah dari jumlah tersebut
akan berada dilapisan atmosfer dan setengahnya akan
diserap oleh laut, dan tumbuhan darat. Sekitar 20% dari
total peningkatan GRK di atmosfer disebabkan oleh emisi
CO2 akibat pembakaran.
Pada proses pembakaran, oksigen (O2)
akan mengoksidasi karbon (C) sehingga akan terbentuk
karbon dioksida ( CO2). Dalam proses pembakaran proses
yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut:
C + O2 CO2 + panas
H2 + O2 H2O + panas
S + O2 SO2 + panas
Pembakaran diatas dikatakan sempurna apabila
campuran bahan bakar dan oksigen mempunyai
perbandingan yang tepat (stoikhiometri). Bila oksigen
terlalu banyak, pembakaran akan menghasilkan api
-
Halaman 34 dari 78
oksidasi. Sebaliknya bila bahan bakarnya terlalu banyak
akan menghasilkan api reduksi. Api reduksi ditandai
sebagai lidah api yang panjang kadang-kadang sampai
terlihat berasap. Keadaan ini disebut dengan pembakaran
tidak sempurna.
Oksigen untuk pembakaran, diperoleh dari udara
yang terdiri dari 21% O2 dan 79% N2. Gas N2 tidak ikut
bereaksi dalam proses pembakaran, namun menghisap
panas dari hasil reaksi pembakaran. Untuk menentukan
jumlah O2 yang tepat pada setiap pembakaran merupakan
hal yang tidak mudah dan memerlukan pengalaman
operasional dan pada umumnya dipakai metoda kelebihan
udara (excess air). Keuntungan kelebihan udara adalah
menjaga agar pembakaran terjadi sempurna dan tidak
boros bahan bakar, tetapi kerugiannya adalah mengurangi
panas hasil pembakaran. Kelebihan udara biasanya dijaga
pada tingkat optimal. Pada banyak operasi boiler dengan
berbagai jenis bahan bakar biasanya dijaga sampai 5
15%.
Dalam proses pembakaran udara ditambahkan
sebagai udara primer dan udara nonprimer, biasanya
dinyatakan sebagai udara sekunder dan kadang-kadang
digunakan juga udara tersier. Udara primer dicampurkan
dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum
pembakaran) dan udara sekunder maupun udara tersier
dimasukkan ke dalam ruang pembakaran setelah burner
melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain
pada dinding burner. Kecuali pada jenis boiler khusus pada
pabrik pulp, yaitu Recovery Boiler yang bekerja secara unik
dimana udara primer dimasukkan secara terpisah dengan
bahan bakarnya (lindi hitam).
Proses-proses pembakaran yang terjadi di pabrik
pulp dan kertas umumnya adalah pembakaran untuk
-
Halaman 35 dari 78
menghasilkan energi dan terjadi pada sistem sebagai
berikut ini:
1. Recovery boiler, merupakan boiler yang unik dimana
udara primer terpisah dengan bahan bakarnya.
Bahan bakar berupa lindi hitam yang diperoleh
sebagai biomassa dari proses pembuatan pulp.
Sekitar 70 % energi yang diperlukan untuk
mengoperasikan pabrik pulp disuplai dari boiler
berbahan bakar renewable ini. Karena karakteristik
bahan bakarnya yang unik yaitu mengandung banyak
unsur dengan kandungan C yang tidak terlalu besar
(C, H,O, N,S, K, Cl, Na, inert) dan karakteristik
operasi boiler yang bekerja secara oksidasi-reduksi
dalam satu ruang bakar, maka emisi yang ditimbulkan
praktis tidak mengandung CO2. Emisi Recovery
Boiler terdiri dari TRS (total reduced sulfur) SO2, H2,
CO.
2. Power boiler, bahan bakar utama boiler ini adalah
kulit kayu yang diperoleh dari proses penyiapan
bahan baku kayu. Boiler ini biasanya bekerja secara
co-firing, dimana bahan bakar kulit kayu dicampur
dengan batu bara atau jenis biomassa lain seperti
cangkang sawit, serat sawit, gambut. Emisi gas yang
utama dari boiler ini adalah CO2 dan SO2.
3. Lime kiln, merupakan tungku putar untuk membakar
CaCO3 menjadi CaO yang diperlukan untuk proses
kaustisasi mengubah lindi hijau menjadi lindi putih.
Selama proses kalsinasi menggunakan bahan bakar
cair (minyak bakar), gas (LNG) maupun gas hasil
-
Halaman 36 dari 78
gasifikasi batubara. CO2 dan TRS akan dilepas
selama proses kalsinasi.
4. Insinerator, merupakan tungku untuk membakar emisi
bau pada pabrik pulp yang terbentuk dari proses
pamasakan bahan baku (cooking) dan pemekatan
lindi hitam. Sumber emisi bau adalah non-
condensible gases (NCG). Insinerator juga dapat
digunakan untuk membakar limbah padat lainnya.
4.2. Faktor Emisi
Proses pembakaran bahan bakar fosil dalam operasi
pabrik pulp dan kertas mengeluarkan emisi (CO2, CH4 dan
N2O) langsung dan tidak langsung. Tabel 4.1 menunjukkan
faktor emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan
bakar fosil. Faktor emisi ini bisa membantu industri pulp
dan kertas dalam menghitung emisi.
-
Halaman 37 dari 78
Tabel 4.1. Faktor Emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan bakar fosil
Sumber
Unit
Fosil-CO2
CH4 (CO2-eq.)
N2O (CO2-eq.)
Gas alam yang digunakan boiler
kg CO2-eq./TJ 56.100 57.000 13 357 31 620
Minyak residu yang digunakan boiler
kg CO2-eq./TJ 76.200 78.000 13 63 93 1.550
Batubara yang digunakan boiler
kg CO2-eq./TJ 92.900 126.000 15 294 155 29.800
Bahan bakar kulit kayu dan limbah kayu
kg CO2-eq./TJ 0 21 860 310 8.060
Lindi Hitam kg CO2-eq./TJ 0 42 630 1.550
Lime kiln kg CO2-eq./TJ tergantung bahan
bakar 21 57 0
Lime kalsinasi kg CO2-eq./TJ tergantung bahan
bakar 21 57 1.550
Make-up CaCO3 pabrik pulp
kg CO2/ton CaCO3 440 0 0
Make-up Na2CO3 pabrik pulp
kg CO2/ton Na2CO3 415 0 0
Minyak diesel yang digunakan kendaraan
kg CO2-eq./TJ 74.000 75.300 82 231 620 9.770
-
Halaman 38 dari 78
Lanjutan Tabel 4.1. Faktor Emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan bakar fosil
Sumber
Unit
Fosil-CO2 CH4
(CO2-eq.) N2O
(CO2-eq.)
Bensin dari sumber bergerak bukan jalan dan peralatan mesin 4-stroke
kg CO2-eq./TJ 69.300 75.300 84 30.900 93 2.580
Bensin dari sumber bergerak bukan jalan dan peralatan mesin 2-stroke
kg CO2-eq./TJ 69.300 75.300 9.860 162.000
124 861
Pengolahan air limbah anaerobik
kg CO2-eq./kg CODtreated
0 5,25 0
Limbah padat landfill kg CO2-eq./ton limbah padat kering
0 3.500 0
Sumber : NCASI, 2005
-
Halaman 39 dari 78
4.3 Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil
4.3.1. Karbondioksida (CO2)
Emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil
industri pulp dan kertas merupakan emisi yang mayoritas.
Emisi CO2 diestimasi dari kandungan karbon atau
menggunakan faktor emisi dari bahan bakar fosil yang
dibakar. Dalam beberapa kasus, koreksi (reduksi) dibuat
untuk karbon yang tidak teroksidasi. Industri pulp dan
kertas dapat menggunakan data dari bahan bakar yang
digunakan di pabrik, yang ditetapkan pemerintah, dan
sumber lain seperti dari IPCC
Bila memungkinkan dan lebih baik mendapatkan
faktor emisi dari bahan bakar yang dibakar di pabrik dari
penjual/penyedia bahan bakar tersebut, terutama untuk
batu bara karena kandungan karbon, nilai panas untuk
berbagai kualitas batubara sangat bervariasi. Faktor emisi
CO2 dan informasi kandungan karbon bahan bakar fosil
dan karbon tidak teroksidasi banyak tersedia di berbagai
negara dan bervariasi untuk protokol-protokol yang ada
saat ini. Tabel 4.2 memperlihatkan faktor emisi IPCC yang
belum terkoreksi dan terkoreksi untuk karbon yang tidak
teroksidasi.
IPCC merekomendasikan faktor koreksi 0,98 untuk
batubara, 0,99 untuk minyak dan produk minyak, 0,995
untuk gas, dan 0,99 untuk peat. Untuk faktor koreksi
karbon yang tidak teroksidasi belum ada konsesus dari
berbagai pelaporan dan perhitungan GRK protokol seperti
ditunjukan pada Tabel 4.3.
-
Halaman 40 dari 78
Tabel 4.2. Faktor emisi CO2 IPCC
Bahan bakar fosil
Faktor Emisi Belum Terkoreksi
Faktor Emisi Terkoreksi
kg CO2/TJ* kg CO2/TJ
Minyak mentah 73.300 72.600
Bensin 69.300 68.600
Minyak tanah 71.900 71.200
Minyak diesel 74.100 73.400
Minyak residu 77.400 76.600
LPG 63.100 62.500
Petroleum coke 100.800 99.800
Batubata Anthrasit 98.300 96.300
Batubara Bituminous 94.600 92.700
Batubara Sub-bituminous 96.100 94.200
Lignit 101.200 99.200
Peat 106.000 104.900
Gas alam 56.100 55.900
* Faktor-faktor ini diasumsikan karbon tidak teroksidasi Sumber : NCASI, 2005
Dalam beberapa kasus, total emisi CO2 dari semua
sumber pembakaran bahan bakar fosil dapat diestimasi
dari masing-masing unit pembakaran secara terpisah.
Contoh, jika suatu pabrik membakar gas alam dalam
beberapa boiler dan infrared dryer, emisi CO2 dari
pembakaran gas alam tersebut dapat diestimasi dari total
gas yang digunakan.
-
Halaman 41 dari 78
Tabel 4.3. Rekomendasi faktor koreksi karbon yang tidak teroksidasi dari berbagai dokumen pedoman
Sumber Batubara
(%) Minyak
(%) Gas Alam
(%)
IPCC (1997c) 98 99 99,5
Environment Canada (2004) 99 99 99,5
EPA Climate Leaders (USEPA 2003)
99 99 99,5
DOE 1605b (USDOE 1994) 99 99 99
EPA AP-42 (USEPA 1996, 1998a,b,c)
99 99 99,9
Sumber : NCASI, 2005 4.3.1.a. Emisi CO2 dari Lime Kiln dan Kalsinasi Pabrik Kraft
Emisi CO2-fosil dari lime kiln dan kalsinasi pabrik
kraft diestimasi menggunakan pendekatan yang sama
seperti untuk pembakaran bahan bakar fosil dengan
menentukan seberapa banyak bahan bakar fosil yang
digunakan di kiln dan menggunakan informasi kandungan
karbon bahan bakar atau faktor emisi. Emisi CO2 ini
dilaporkan bersama dengan emisi CO2 bahan bakar fosil.
Tabel 4.4. Faktor emisi untuk Lime Kiln dan Kalsinasi pabrik kraft
Bahan Bakar
Emisi (kg/TJ)
Lime kiln pabrik kraft Kalsinasi pabrik kraft
CO2 CH4 N2O CO2 CH4 N2O
Minyak residu 76.600* 2,7 0 76.600 2,7 0,3
Minyak distilat 73.400* 2,7 0 73.400 2,7 0,4
Gas alam 55.900* 2,7 0 55.900 2,7 0,1
Biogas 0 2,7 0 0 2,7 0,1
Sumber : NCASI, 2005
-
Halaman 42 dari 78
Walaupun CO2 yang dilepaskan dari pembakaran
CaCO3 di kiln dan kalsinasi, karbon yang lepas dari
CaCO3 adalah karbon biomassa yang berasal dari kayu
dan ini tidak dimasukkan kedalam total emisi tetapi
dilaporkan terpisah sebagai emisi biomassa. Untuk emisi
CH4, IPCC menyarankan faktor emisinya 1,0 kgCH4/TJ
untuk lime kiln berbahan bakar minyak dan 1,1 kgCH4/TJ
untuk lime kiln berbahan bakar gas. Faktor emisi yang
disarankan IPCC seperti pada Tabel 4.4.
4.3.1.b. Emisi CO2 dari tambahan karbonat (make-up
carbonates)di pabrik pulp
Kehilangan natrium dan kalsium di sistem pemulihan
biasanya ditambahkan bahan kimia non-karbonat dan
menggunakan sejumlah kecil CaCO3 dan Na2CO3.
Kandungan karbon dalam bahan kimia ini adalah berasal
dari bahan bakar fosil. Dalam perhitungan, diasumsikan
bahwa karbon dari tambahan bahan kimia ini melepaskan
CO2 dari lime kiln atau tungku pemulihan (recovery
furnace). Emisi-emisi ini diestimasi dengan asumsi bahwa
semua karbon dalam CaCO3 dan Na2CO3 yang digunakan
di pemulihan dan kaustisasi lepas ke atmosfir.
Faktor konversi untuk estimasi emisi fosil-CO2 yang
lepas dari penggunaan tambahan (make-up) CaCO3 dan
Na2CO3 di pabrik Pulp ditunjukkan dalam Tabel 4.5.
-
Halaman 43 dari 78
Tabel 4.5. Faktor emisi dari tambahan (make-up) CaCO3 dan Na2CO3 pabrik Pulp
Sumber Faktor Emisi
Make-up CaCO3 440 kg CO2/ton CaCO3
Make-up Na2CO3 415 kg CO2/ton Na2CO3
Sumber : NCASI, 2005
4.3.2. Metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O)
Emisi Metan (CH4) dan Nitrogen (N2O) dari
pembakaran bahan bakar fosil biasanya sangat kecil
dibandingkan terhadap emisi CO2. Perusahaan akan sering
menggunakan Tabel 1 untuk melihat bahwa emisi Metan
(CH4) dan Nitrogen oksida (N2O) dari pembakaran bahan
bakar fosil adalah insignifikan dibandingkan dengan emisi
CO2.
Estimasi emisi Metan (CH4) dan Nitrogen oksida
(N2O) biasanya akan mencakup pemilihan faktor emisi
yang paling sesuai dengan bahan bakar dan jenis unit
pembakarannya. Biasanya untuk pembakaran bahan bakar
fosil seperti di boiler, faktor emisi yang direkomendasikan
berdasarkan data bahan bakar yang digunakan di pabrik,
data yang ditetapkan pemerintah, dan data dari sumber
lain seperti dari IPCC
Faktor emisi CH4 dan N2O menurut IPCC untuk
perhitungan emisi dari semua sumber pembakaran
disajikan pada Tabel 4.6.
-
Halaman 44 dari 78
Tabel 4.6. Faktor emisi CH4 dan N2O menurut IPCC
Bahan Bakar Faktor Emisi CH4 (kg/TJ)
Faktor Emisi N2O (kg/TJ)
Batubara 10 1,4
Gas alam 5 0,1
Minyak 2 0,6
Kayu dan residu kayu 30 4
Sumber : NCASI, 2005
Faktor emisi CH4 dan N2O menurut IPCC untuk
estimasi emisi berdasarkan bahan bakar dan informasi
teknologi secara detail ditunjukkan pada Tabel 4.7. Faktor
emisi untuk CH4 dan N2O baik menurut IPCC adalah
berdasarkan emisi tidak terkontrol.
-
Halaman 45 dari 78
Tabel 4.7. Faktor emisi CH4 and N2O untuk boiler industri menurut IPCC
Bahan Bakar Teknologi Konfigurasi kg
CH4/TJ kg
N2O/TJ
Batu bara bituminous Overfeed Boiler stoker 1,0 1,6
Batu bara sub-bituminous Overfeed Boiler stoker 1,0 1,6
Batu bara bituminous Underfeed boiler stoker 14 1,6
Batu bara sub-bituminous Underfeed boiler stoker 14 1,6
Batu bara bituminous Pulverized Dry bottom, wall fired 0,7 1,6
Batu bara bituminous Pulverized Dry bottom, tang.fired 0,7 0,5
Batu bara bituminous Pulverized Wet bottom 0,9 1,6
Batu bara bituminous Spreader stoker 1,0 1,6
Batu bara bituminous Fluidized bed Circulating or bubbling 1,0 96
Batu bara sub-bituminous Fluidized bed Circulating or bubbling 1,0 96
Anthrasit 10 1,4
Minyak residu 3,0 0,3
Minyak distilat 0,2 0,4
Gas alam Boiler 1,4 0,1
Gas alam Turbin 0,6 0,1
Gas alam Int. comb. engine 2-cycle lean burn 17 0,1
Gas alam Int. comb. engine 4-cycle lean burn 13 0,1
Gas alam Int. comb. engine 4-cycle rich burn 2,9 0,1
Sumber : NCASI, 2005
-
Halaman 46 dari 78
4.3.3. Perhitungan Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil Perhitungan emisi CO2 hasil pembakaran bahan bakar
fosil adalah berdasarkan banyaknya energi yang di konsumsi (Ek) dan faktor emisi CO2 yaitu dihitung dengan persamaan berikut : Emisi CO2 (ton CO2/th) = (Ek) (FECO2) = Q x x NCV x FECO2 = m x NCV x FECO2.........................................................................................................Pers (4.1) dimana: Ek = banyaknya energi yang di konsumsi (TJ/th) m = Banyaknya bahan bakar yang dibakar (kg/tahun) Q = Banyaknya bahan bakar yang dibakar (m3/tahun) = Densiti bahan bakar (kg/m3) NCVbahan bakar = Net Calorific Value (NCV) bahan bakar
(TJ/kiloton) FECO2 = Faktor Emisi gas CO2 (Ton CO2/TJ)
Sedangkan perhitungan emisi CH4 dan N2O hasil pembakaran bahan bakar fosil adalah berdasarkan banyaknya energi yang di konsumsi (Ek), faktor emisi CH4, faktor emisi N2O dan Global Warming Potential (GWP) untuk gas CH4 yaitu 21 dan untuk gas N2O yaitu 310 (Catatan pada Tabel 1.1) yang dihitung dengan persamaan berikut : Emisi CH4 (ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) Pers (4.2) Emisi CH4 (ton CO2 eq./th) = (Ek) (FECH4) (GWPCH4) Pers (4.3) dimana: FECH4 = Faktor Emisi gas CH4 (Ton CO2/TJ) (GWPCH4) = 21 CO2
-
Halaman 47 dari 78
Emisi N2O (ton N2O/th) = (Ek) (FEN2O) .. Pers (4.4) Emisi N2O (ton CO2 eq./th) = (Ek) (FEN2O)(GWPN2O) Pers (4.5) dimana: FEN2O = Faktor Emisi gas CO2 (Ton CO2/TJ) (GWPN2O) = 310 CO2 Total GRK (ton CO2/th) = Emisi CO2 + Emisi CH4 + Emisi N2O ... Pers (4.6) Contoh contoh Perhitungan: Contoh No.1.
Suatu pabrik menggunakan boiler kecil dan infrared dryer. Pabrik mencatat pemakaian gas alam dalam setahun sebesar 17.000.000 m3. Pabrik memutuskan untuk mengestimasi emisi dari semua konsumsi gas alam. Pabrik tidak memiliki data kandungan karbon dalam gas alam. Tetapi menggunakan faktor emisi IPCC yaitu 55,9 ton CO2/TJ. Pabrik menggunakan faktor emisi CH4 and N2O dari Tabel 4.6 (5 kg CH4/TJ dan 0,1 kg N2O/TJ). Pabrik memperkirakan NCV gas alam sebesar 52 TJ/kiloton dan densitinya 0,673 kg/m3. Estimasi emisi dalam setahun adalah sebagai berikut : Emisi CO2 (ton CO2/th) = (Ek) (FECO2) = Q x x NCV x FECO2 Ek = (17 x 10
6 m3 gas/th) x (0,673 kg/m3) x (52 TJ/kiloton) = 595 TJ/th
Emisi CO2 (ton CO2/th) = (595 TJ/th) x (55,9 ton CO2/TJ) = 33.300 ton CO2/th
Emisi CH4 (ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) = (595 TJ /th) x (5 kg CH4/TJ) = 2.975 kg CH4/th = 2,975 ton CH4/th
-
Halaman 48 dari 78
Emisi CH4 (ton CO2 eq./th)
= Emisi CH4 (ton CH4/th) (GWPCH4) = (2,975 ton CH4/th ) (21) = 62,5 ton CO2-eq./th
Emisi N2O (ton N2O/th)
= (Ek) (FEN2O) = (595 TJ/th) (0,1 kg N2O/TJ)
= 59,5 kg N2O/th = 0,06 ton N2O/th
Emisi N2O (ton CO2 eq./th)
= Emisi N2O (ton N2O/th) (GWPN2O) = (0,06 ton N2O/th) (310) = 18 ton CO2-eq./th
Total emisi GRK
= Emisi CO2 + Emisi CH4 + Emisi N2O = 33.300 + 62,5 + 18 = 33.381 ton CO2-eq./th
Contoh No 2.
Boiler menghasilkan 350.000 kg steam per jam (sekitar 770.000 lb/jam). Dalam setahun pabrik mencatat bahwa boiler mengkonsumsi batubara sebanyak 370.000 ton yang memiliki nilai kalor rata-rata 13,000 Btu HHV/lb. Kasus 1: Emisi CO2 berdasarkan kandungan karbon bahan bakar
Kandungan karbon batu bara yang dibakar di boiler (80,1% w/w). Pabrik memutuskan menggunakan koreksi IPCC untuk kadar karbon yang tidak terbakar dalam coal-fired boiler (karbon tidak terbakar 2%). Pabrik memutuskan menggunakan IPCC untuk faktor emisi untuk CH4 dan N2O dari Tabel 4.7 dan faktor emisi dry bottom, wall fired boilers burning pulverized bituminous coal menurut IPCC adalah 0,7 kg CH4/TJ NCV dan 1,6 kg N2O/TJ NCV. Pabrik mengasumsikan bahwa NCV untuk batubara 5% lebih rendah dari GCV.
-
Halaman 49 dari 78
Emisi CO2, CH4, dan N2O setahun diestimasi sebagai berikut. Emisi CO2 (ton CO2/th) = m x kandungan karbon batubara x (1 - % karbon tidak terbakar) x (BM CO2/BM karbon) = (370.000 ton/th batubara) x (0,801 ton karbon/ton batubara) x (0,98 ton karbon terbakar) x
(44 mg CO2 / 12 mg carbon) = 1.065.000 ton CO2/th Emisi CH4 (ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) = (m x NCV)(FECH4) =
(370.000 tons batubara/th) (2.000 lb/1 ton) (13.000 Btu GCV/lb) (0,95 NCV) (1.055 J/Btu) (1TJ/1012J) (0,7 kg CH4/TJ NCV) = 6.750 kg CH4/th = 6,75 ton CH4/th Emisi CH4 (ton CO2-eq./th)
= Emisi CH4 (ton CH4/th) (GWPCH4) = (6,75 ton CH4/th ) (21) = 142 ton CO2-eq./th
Emisi N2O (ton N2O/th) = (Ek) (FEN2O) = (m x NCV)(FEN2O) =
(370.000 ton batubara/th) (2.000 lb/1 ton) (13.000 Btu GCV/lb) (0,95 NCV) (1.055 J/Btu) (1TJ/1012J) (1,6 kg N2O/TJ NCV) =
15,4 ton N2O/th Emisi N2O (ton CO2-eq./th) = Emisi N2O (ton N2O/th) (GWPN2O)
= (15,4 ton N2O/th ) (310) = 4.780 ton CO2-eq./th
Total emisi GRK = Emisi CO2 + Emisi CH4 + Emisi N2O
= 1.065.000 + 142 + 4.780 = 1.070.000 ton CO2-eq./th
Kasus 2: Emisi CO2 berdasarkan faktor emisi
Pabrik tidak mempunyai data kandungan karbon batubara yang dibakar diboiler. Pabrik menggunakan faktor emisi menurut IPCC untuk CO2 adalah 94,6 ton CO2/TJ NCV. Pabrik memutuskan menggunakan koreksi IPCC untuk kadar karbon yang tidak terbakar dalam coal-fired boiler (2% karbon tidak terbakar).
-
Halaman 50 dari 78
Emisi CO2 yang belum terkoreksi : Emisi CO2 (ton CO2/th) = (Ek) (FECO2) = m x NCV x FECO2 = 370.000 tons batubara/th (2.000 lb/1 ton) (13.000 Btu GCV/lb) (0,95)(1.055 J/Btu) (1TJ/1012J) (94,6 ton CO2 /TJ NCV) = 912 x 103 ton CO2/th Emisi CO2 terkoreksi 2% karbon tak terbakar = (912 x 10
3 ton CO2/th) (1 0,02) = 894 x 10
3 ton CO2/th Emisi CH4 (ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) = (m x NCV)(FECH4) = (370.000 tons batubara/th) (2.000 lb/1 ton) (13.000 Btu GCV/lb) (0,95 NCV/GCV) (1.055 J/Btu) (1TJ/1012J) (0,7 kg CH4/TJ NCV) = 6.750 kg CH4/th = 6,75 ton CH4/th Emisi CH4 (ton CO2-eq./th) = Emisi CH4 (ton CH4/th) (GWPCH4) = (6,75 ton CH4/th ) (21) = 142 ton CO2-eq./th Emisi N2O (ton N2O/th) = (Ek) (FEN2O) = (m x NCV)(FEN2O) = (370.000 ton batubara/th) (2.000 lb/1 ton) (13.000 Btu GCV/lb) (0,95 NCV/GCV) (1.055 J/Btu) (1TJ/1012J) (1,6 kg N2O/TJ NCV) = 15,4 ton N2O/th Emisi N2O (ton CO2-eq./th) = Emisi N2O (ton N2O/th) (GWPN2O) = (15,4 ton N2O/th ) (310) = 4.780 ton CO2-eq./th Total emisi GRK = Emisi CO2 + Emisi CH4 + Emisi N2O = 894.000 + 142 + 4.780 = 898.922 ton CO2-eq./th Contoh No. 3.
Lime kiln pabrik kraft berbahan bakar gas alam berkapasitas 1000 ton/hari. Pabrik mencatat penggunaan gas alam per tahun sebesar 28,6 x 106 lb dengan nilai kalornya 21.000 Btu GCVV/lb , NCV = 0,9 GCV dan densitinya 0,77 kg/m3. Faktor emisi CO2 gas alam berdasarkan IPCC dari boilers yang digunakan di lime kiln adalah 55,9 ton CO2/TJ (setelah dikoreksi 0,5% karbon tidak teroksidasi). Untuk CH4, pabrik memutuskan menggunakan faktor emisi untuk lime kiln pabrik kraft adalah 2,7
-
Halaman 51 dari 78
kg CH4/TJ) dan mengasumsikan bahwa emisi N2O diabaikan. Emisi dari kiln diestimasi sebagai berikut: Emisi CO2 (ton CO2/th) = (Ek) (FECO2) = m x NCV x FECO2 = (28,6 x 106 lb gas/th) (21.000 Btu GCV/lb)(0,9 NCV/GCV) (1,055 x 10-6 GJ/Btu) (55,9 ton CO2/TJ) = 31.900 ton CO2/th Emisi CH4 (ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) = (m x NCV)(FECH4) = (28,6 x 106 lb gas/th) (21.000 Btu GCV/lb)(1 NCV/0,9 GCV) (1,055 x 10-6 GJ/Btu) (2,7 kg CH4/TJ) = 1.540 kg CH4/th Emisi CH4 (ton CO2-eq./th) = Emisi CH4 (ton CH4/th) (GWPCH4) = (1.540 kg CH4/th ) (21) = 32 ton CO2-eq. Emisi N2O : Menurut analisa IPCC pembentukan N2O dalam proses pembakaran di lime kiln tidak signifikan Total emisi GRK = 31.900 + 32 + 0 = 31.900 CO2-eq./th Contoh No.4. Pabrik kraft berkapasitas 2.000 ton per hari menggunakan CaCO3 sebagai make-up sekitar 7.000 ton per tahun di area kaustisasi (make-up rate sekitar 2%). CaCO3 dari sumber karbonat yang berasal dari fosil bukan dari biomassa. Emisi CO2 (ton/th) = Mu x FECaCO3 dimana: Mu = banyaknya make-up CaCO3 (ton/th) FECaCO3 = Faktor emisi CaCO3 (CO2/ton CaCO3) Emisi CO2 (ton/th)
= (7.000 ton CaCO3/th) (440 kg CO2/ton CaCO3 ) = 3.080.000 kg CO2/th = 3.080 ton CO2/th
-
Halaman 52 dari 78
4.4. Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar Biomassa 4.4.1. Emisi CO2 Banyak industri pulp dan kertas menghasilkan lebih dari setengahnya kebutuhan energinya dari bahan bakar biomassa yang direkoveri dari limbah industri dan aliran proses. CO2 yang dihasilkannya bilamana biomassa dibakar tidak termasuk dalam total emisi tetapi dilaporkan sebagai informasi tambahan. Bahan bakar yang termasuk biomassa berdasarkan IPCC adalah sebagai berikut:
Kayu dan sisa kayu
Arang
Kotoran ternak
Limbah dan residu pertanian
Limbah padat industri dan domestik
Bagas
Bio-alkohol
Lindi hitam
Gas landfill
Gas lumpur Emisi CO2 dari pembakaran peat masuk kedalam perhitungan total emisi GRK. 4.4.2. Emisi CH4 dan N2O Walaupun CO2 dari pembakaran biomassa tidak termasuk emisi, tetapi emisi CH4 dan N2O dari pembakaran biomassa kadang-kadang dimasukan karena gas-gas ini tidak ikut dalam proses resirkulasi CO2 di atmosfir. Oleh karena itu perangkat perhitungan melengkapinya untuk membantu estimasi emisi gas-gas ini. Bila perusahaan mempunyai data spesifik yang mewakili untuk estimasi emisi CH4 dan N2O, maka perhitungannya harus menggunakan data tersebut. Kecuali bila diperlukan menggunakan faktor emisi yang tersedia. Tabel 4.8 menunjukkan faktor emisi untuk CH4 dan N2O dari pembakaran biomassa dari berbagai sumber.
-
Halaman 53 dari 78
Tabel 4.8. Faktor emisi CH4 dan N2O dari pembakaran biomassa
Uraian Faktor Emisi Kg CH4/TJ Kg N2O/TJ Referensi
Boiler bahan bakar limbah kayu
Kayu dan limbah kayu dan selain biomassa dan limbah 30 4 Tier 1 IPCC 1997c
Emisi tak terkendali di boiler stoker bahan bakar kayu 15 - Tier 2 IPCC 1997c
Rata-rata untuk pembakaran residu kayu 9,5 5,9 USEPA 2001
Rata-rata pembakaran peat atau kulit kayu di circulating fluidized bed boiler
1 8,8 Fortum 2001
Rata-rata pembakaran peat atau kulit kayu di bubbling fluidized bed boiler
2 < 2 Fortum 2001
Boiler stoker bahan bakar residu kayu sebelum 1980 8,2 - NCASI 1980
Boiler stoker bahan bakar residu kayu sebelum 1980 setelah wet scrubber
2,7 - NCASI 1985
Boiler bahan bakar kayu 41 3,1 JPA 2002
Kayu sebagai bahan bakar 24 3,4 AEA Tech. 2001
Limbah kayu 30 5 Swedish EPA 2004
Median faktor emisi limbah 12 4
1 - 40 1,4 75 EEA 2004
Recovery furnaces
Recovery furnace < 1 < 1 Fortum 2001
Recovery furnace lindi hitam 2,5 - JPA 2002
-
Halaman 54 dari 78
Lanjutan Tabel 4.8. Faktor emisi CH4 dan N2O dari pembakaran biomassa
Uraian Faktor Emisi Kg CH4/TJ Kg N2O/TJ Referensi
Lindi hitam 30 5 Swedish EPA2004
Median faktor emisi untuk lindi hitam 2,5 2
1 17,7 1 21,4 EEA 2004
Sumber : NCASI, 2005
-
Halaman 55 dari 78
4.4.2.1. Pembakaran bahan bakar campuran biomassa dan fosil di boiler NCASI menyarankan untuk perhitungan pembakaran bahan bakar campuran biomassa dan fosil di boiler, diestimasi dari total panas input ke boiler dan faktor emisi CH4 dan N2O untuk biomassa. Contoh No.5
Suatu pabrik mempunyai boiler circulating fluidized bed (CFB) bahan bakar kulit kayu berkapasitas 250.000 kg uap/jam (550.000 lb/jam). Dalam setahun, boiler membakar kulit kayu sebanyak 6,9 x 106 GJ kulit kayu dan 0,8 x 106 GJ minyak residu. Pabrik memutuskan menggunakan faktor emisi minyak residu menurut IPCC (76,6 ton CO2/TJ, setelah dikoreksi 1% karbon tidak teroksidasi) dan estimasi emisi CH4 dan N2O berdasarkan Fortum untuk CFB boiler. Faktor emisi yang ditemukan oleh Fortum, dalam Tabel 4.8 adalah 1 kg CH4/TJ dan 8,8 kg N2O/TJ. Emisi CO2 dari bahan bakar fosil = (Ek) (FECO2) = (0,8 x 106 GJ/th) (1 TJ/1000 GJ) (76,6 ton CO2/TJ) = 61.300 ton CO2/th Emisi CH4(ton CH4/th) = (Ek) (FECH4) Ek = total input panas = (6,9 x 10
6 GJ/th) + (0,8 x 106 GJ/th) = 7,7 x 106 GJ/th = 7,7 x 103 TJ/th = 7,7 x 103 TJ/th x 1 kg CH4/TJ = 7.700 kg CH4/th = 7,7 ton CH4/th
Emisi CH4 (ton CO2-eq./th) = Emisi CH4 (ton CH4/th) (GWPCH4)
= (7,7 ton CH4/th) (21) = 162 ton CO2-eq./th.
-
Halaman 56 dari 78
Emisi N2O (ton N2O/th) = (Ek) (FEN2O) Ek = total input panas = 7,7 x 10
3 TJ/th = 7,7 x 103 TJ/th x 8,8 kg N2O/TJ = 67.800 kg N2O/th = 67,8 ton N2O/th
Emisi N2O (ton CO2-eq./th) = Emisi N2O(ton N2O/th) (GWPN2O)
= (67,8 ton N2O/th) (310) = 21,000 ton CO2-eq./th
Total emisi CO2 eq. = 61.300 + 162 + 21.000 = 82.500 ton CO2-eq./th 4.5. Emisi yang berkaitan dengan listrik impor
Konsumsi daya atau uap (air panas) yang dibeli dari
perusahaan lain yang digunakan untuk kegiatan operasi pabrik termasuk kedalam pembentukan emisi tidak langsung. Perusahaan disarankan menghitung juga emisi tidak langsung ini dan melaporkannya secara terpisah dari emisi langsung. 4.5.1. Impor Listrik
Perhitungan emisi GRK dari listrik yang dibeli berdasarkan faktor emisi dari penghasil listrik dan dilaporkan dalam CO2-eq.. Perusahaan harus menghitung seluruh emisi tidak langsung dari kegiatan proses produksinya dari listrik yang dibeli. Contoh Perhitungan : Suatu industri kertas membeli 300TJ daya listrik (83.300 MWh) dalam setahun. Faktor emisi listrik rata-rata yang diperoleh dari penghasil listrik adalah 0,991 kg CO2eq./kWh.
-
Halaman 57 dari 78
Estimasi emisi CO2 berkaitan dengan pembelian listrik ini adalah :
= 83.300 MWh/th = 83,3x106 kWh/th = (83,3x106 kWh/th)( 0,991 kg CO2eq./kWh) = 82,6x106 kg CO2eq./th = 82.600 ton CO2eq./th.
-
Halaman 58 dari 78
BAB V
EMISI GAS RUMAH KACA DARI PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
5.1. Metoda Perhitungan Emisi Gas Carbon dari Proses
Landfill
Perhitungan gas rumah kaca yang dihasilkan dari
landfill adalah gas yang pada dasarnya berasal dari sistem
pengumpulan dan pembakaran gas, termasuk didalamnya
emisi CH4 yang dihasilkan dari aktivitas mikroba yang
teroksidasi menjadi CO2.. Demikian pula adanya emisi CO,
CH4, dan N2O yang merupakan hasil pembakaran bahan
bakar penggerak blower maupun dari operasi peralatan
seluruh konstruksi yang ada, dan sistem flare termasuk
pula dihitung. Gas CO2 yang dipancarkan langsung dari
landfill adalah tidak termasuk dalam perhitungan GRK, hal
ini disebabkan bahwa gas CO2 yang dihasilkan pada landfill
yang pertama adalah berasal dari sumber biogenik, jadi
emisi CO2 tersebut tidak menambah konsentrasi CO2 di
atmosfer. Sedangkan emisi CH4 yang terlepas dari penutup
atau yang berasal dari kebocoran valve ataupun seal tidak
diperhitungkan sebab emisi CH4 ini hampir tidak ada.
Kebocoran adalah dapat merupakan menjadi penambahan
atau pengurangan dalam perhitungan emisi gas rumah
kaca. Yang mendasari konsep ini adalah hanya dari
kegiatan utama yang dapat menghasilkan pengaruh dalam
penetapan penggantian kerugian oleh proyek. Untuk
standar kinerja ini kebocoran adalah sebagai pembatasan
terhadap adanya pergantian-pemindahan aktivitas
keterkaitannya dengan emisi gas.
-
Halaman 59 dari 78
Pemantauan terhadap kegiatan pengumpulan dan
pembakaran gas landfill adalah dengan cara pengukuran
langsung. Pengukuran volume gas dan konsentrasi CH4
dilakukan pada aliran gas akhir yang menuju ke flare.
Untuk proyek GRK offset pada landfill yang sudah ada
sistem pengumpul dan pembakaran gas, maka
pemantauan harus dilakukan terpisah dari sistem yang
sudah tersedia.
Metoda untuk pemantauan destruksi metan pada
landfill dapat dilakukan secara langsung terhadap 2
parameter terukur:
1. Laju aliran gas yang menuju ke alat pembakar
2. Kandungan CH4 dalam aliran gas
Ada alat instrumen yang digunakan untuk
melakukan pemantauan rutin bulanan yaitu flowmeter gas
dan komposisi meter gas. Data yang diperoleh untuk
menghitung gas CH4 yang terbakar selama sebulan adalah
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana :
- V = total volume aliran (Cfm)
- t = perioda waktu
pengukuran (min)
- C = konsentrasi CH4 dlm aliran gas (%)
- 0,99 = efisiensi destruksi
- 0,0422 = lb CH4/scf (pada 60F)
- 0,454/1000 = faktor konversi (lb/ton)
- T = temperatur gas (R) - P = tekanan gas (atm)
-
Halaman 60 dari 78
Perhitungan gas rumah kaca pada suatu kegiatan
digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi sejauh mana
potensinya menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim.
Faktor yang disebut sebagai Global Warming Potentials
(GWP) dapat digunakan untuk mengkonversi GRK non
CO2 ke dalam jumlah CO2. Di dalam kegiatan landfill,
menurut Kyoto Protocols hanya emisi gas CH4 saja yang
ditetapkan dalam perhitungan GRK, sebab CO2 dari landfill
adalah terbentuk dari biomassa carbon, sedangkan emisi
gas N2O diasumsikan untuk diabaikan karena relatif tidak
ada. Faktor GWP untuk emisi gas CH4 adalah 21, artinya
setiap 1 gram CH4 equivalen dengan 21 gram CO2.
Estimasi terhadap landfill atas kontribusinya sebagai
sumber GRK adalah = 3500 kg CO2 eq. per ton limbah
padat kering. Nilai estimasi tersebut berdasar atas asumsi-
asumsi sebagai berikut:
- Limbah yang masuk landfill mengandung 50% organik
carbon
- Organik yang terdegradasi menjadi gas adalah
sebanyak 50%
- Biogas yang dihasilkan mengandung 50% gas CH4
- Tidak ada gas CH4 yang teroksidasi
- Seluruh gas CH4 terlepas di atmosfer
Pada dasarnya untuk menghitung gas CH4 yang
terlepas ke atmosfer sebagai gas rumah kaca, dapat
dihitung menggunakan persamaan dengan data-data
terukur yang diperoleh dari hasil pemantauan di lapangan.
Perhitungan untuk mengestimasi emisi landfill dibedakan
terhadap landfill yang tanpa sistem pengumpul gas, dan
landfill yang dilengkapi dengan sistem pengumpul gas.
-
Halaman 61 dari 78
5.1.1 Landfill dengan sistem pengumpul gas
Masalah yang dihadapi dalam perhitungan landfill
sistem ini adalah efektivitas sistem pengumpul gas yang
beragam dan tidak pasti. Dilaporkan bahwa efisiensi
pengumpulan gas berkisar antara 60-85% (USEPA 1998d).
Meskipun demikian, pendekatan ini berdasarkan nilai yang
terukur dari jumlah gas yang terkumpul. Oleh karena itu,
perhitungan ini layak digunakan untuk beberapa kasus,
khususnya estimasi untuk landfill industri karena data
yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, pada perhitungan
landfill yang memiliki penutup dengan lapisan permeabilitas
rendah dan juga dilengkapi dengan sistem pengumpul gas
serta konstruksi dan pengoperasiannya sesuai standar,
maka laju pembentukan gas metan dapat dihitung kembali
dari:
a. Pengukuran jumlah gas metan yang terkumpul
b. Efisiensi pengumpulan hasil pengukuran
Perhitungan ini juga mengasumsikan bahwa
seluruh gas metan yang ditangkap dan dibakar dikonversi
menjadi CO2 biomassa sehingga tidak termasuk sebagai
GRK total. Dengan menggunakan asumsi, maka estimasi
metan yang lepas ke atmosfer dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
CH4 (m3/ tahun) yang terlepas ke atmosfer =
dimana:
REC = jumlah gas landfill yang terkumpul (m3/
tahun)
FRCOLL = fraksi gas yang terkumpul dari gas landfill
yang dihasilkan , nilai asumsi 0,75
-
Halaman 62 dari 78
FRMETH = fraksi dari