Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Organizational Slack terhadap Tingkat Pengungkapan Informasi Tanggung Jawab Sosial (CSR)
pada Perusahaan Perbankan di Indonesia
Widya Lestari dan Yan Rahadian
Program Studi S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan dan organizational slack terhadap tingkat pengungkapan informasi tanggung jawab sosial (CSR) pada laporan tahunan perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai 2013. Hasil pengujian statistik dengan regresi menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan, kepemilikan pemerintah, maupun kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan CSR perusahaan. Sementara organizational slack terbukti memiliki pengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR. Diantara dua variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan dan profitabilitas, hanya ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR.
The Effect of Ownership Structure and Organizational Slack on Corporate Social Responsibility Disclosure : Study on Banks listed at Bursa Efek Indonesia
Abstract
The objective of this study is to analyze the effect of ownership structure and organizational slack on corporate social responsibility (CSR) disclosure via annual report published by banks listed at Bursa Efek Indonesia from 2011 to 2013. The test results indicate positive and significant impact of organizational slack on CSR disclosure. However, none of ownership concentration, government ownership, or foreign ownership has significant effect on CSR disclosure. As for control variables, size significantly influences CSR disclosure while profitability doesn’t.
Keyword : bank ; corporate social responsibility disclosure; organizational slack; ownership structure
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Pendahuluan
Pada beberapa dekade terakhir, topik pelaksanaan tanggung jawab sosial menarik
perhatian banyak pihak. Hal tersebut memunculkan urgensi pelaksanaan CSR bagi
perusahaan termasuk industri perbankan. Bank lebih terekspos terhadap risiko reputasi
dibandingkan perusahaan jenis lain dan lebih rentan terhadap reaksi negatif dari stakeholder
(Thompson & Cowton, 2004). Selain itu, bank bukan hanya resipien tetapi juga penyedia
investasi yang mengandung tanggung jawab sosial (Montgomery & Ramus, 2003). Bank juga
diharapkan sering memberikan umpan balik kepada komunitas daripada industri lain karena
menggunakan sumber daya yang berasal dari masyarakat (Wu & Shen, 2013).
Salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengungkapan CSR adalah
struktur kepemilikan. Diantara bentuk kepemilikan yang diduga berpengaruh antara lain
konsentrasi kepemilikan, kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing.
Pada perusahaan dengan kepemilikan tersebar, masalah akuntabilitas publik menjadi
lebih penting karena kemungkinan perusahaan dimiliki publik lebih besar. Sebaliknya,
struktur kepemilikan yang terkonsentrasi bisa mengurangi tingkat pelaporan CSR dimana
manajemen melaporkan lebih sedikit informasi CSR karena tekanan dari shareholder yang
lebih sedikit (Darus et al, 2014). Bentuk kepemilikan lain yang diduga mempengaruhi
pengungkapan CSR adalah kepemilikan pemerintah. Perusahaan dengan kepemilikan
pemerintah lebih sensitif secara politik karena aktivitasnya lebih menarik perhatian publik.
Kepemilikan pemerintah juga secara tidak langsung berarti perusahaan dimiliki publik secara
umum. Hal ini perlu melakukan dan mengungkapkan aktivitas CSR untuk mendapatkan
legitimasi dari masyarakat. Bentuk kepemilikan selanjutnya yaitu kepemilkan asing.
Perusahaan-perusahaan asing umumnya sangat memperhatikan isu-isu sosial. Hal tersebut
mendorong manajer di negara berkembang untuk mengungkapan CSR dalam rangka menarik
dan mempertahankan investasi asing (Firth et al., 2007; Haniffa & Cooke, 2005; Wang et al.,
2008).
Selain tekanan dari pemegang saham, pengungkapan CSR perusahaan juga
dipengaruhi oleh resources yang dimiliknya. Pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab
sosial membutuhkan biaya, sehingga perusahaan mengharapkan keuntungan berupa
keberlanjutan usaha. Keterlibatan perusahaan dalam aktivitas sosial karena ekspektasi akan
keuntungan dapat dilihat dari sudut pandang resource based perspective (RBP). Menurut RBP,
sumber daya ekstra yang dimiliki perusahaan akan mendorong mereka untuk terlibat dalam
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
proyek inovatif untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (Branco & Rodrigues, 2006).
Pelaksanaan proyek inovatif sebagai inisasi strategis, maupun adaptasi perusahaan terhadap
tekanan internal dan eksternal dimungkinkan oleh keberadaan organizational slack.
Uraian di atas melatarbelakangi pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan
terhadap perusahaan perbankan di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
mulai tahun 2011. Tingkat pengungkapan CSR yang dinilai adalah pengungkapan melalui
laporan tahunan perusahaan periode 2011-2013. Pelaporan CSR melalui media lain selain
laporan tahunan tidak diperhitungkan. Hal ini karena masih sedikit perbankan di Indonesia
yang mengeluarkan laporan keberlanjutan.
Tinjauan Teoretis
Menurut stakeholder theory, perusahaan harus menyesuaikan strategi mereka untuk
memenuhi permintaan dari berbagai stakeholder dalam rangka memastikan keberlanjutan
perusahaan melalui dukungan dari stakeholder-nya. Salah satu anggota primary stakeholder
adalah shareholder. Jumlah kelompok shareholder menentukan besarnya tekanan yang
diterima perusahaan terhadap transparansi atas informasi perusahaan.
Perusahaan dengan kepemilikan tersebar memiliki jumlah pemegang saham yang
banyak dengan masing-masing memegang porsi yang kecil. Sehingga, potensi munculnya
masalah agensi antara pemegang saham dengan manajer lebih besar dibandingkan perusahaan
dengan kepemilikan terkonsentrasi (Fama & Jensen, 1983). Untuk mengurangi masalah
agensi tersebut, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi lebih banyak. Sebaliknya,
Pada struktur pemegang saham terkonsentrasi, diperkirakan manajemen akan mengungkapkan
lebih sedikit aktivitas CSR karena jumlah pemegang saham yang memberikan tekanan lebih
sedikit. Pemegang saham yang sedikit tersebut masing-masing memiliki saham cukup besar
untuk memungkinkan mereka mendapatkan informasi terkait kinerja dan aktivitas perusahaan
melalui media internal. Pemegang saham publik yang menuntut pengungkapan CSR melalui
media publikasi seperti laporan tahunan menjadi lebih sedikit, sehingga perusahaan
mengungkapkan lebih sedikit informasi terkait CSR. Oleh karena itu, konsentrasi pemilik
saham diduga berpengaruh negatif terhadap pelaporan CSR.
Anggota primary stakeholder kedua yang mendorong pengungkapan CSR adalah
government shareholding (kepemilikan pemerintah). Government shareholding diperlakukan
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
berbeda karena pemerintah memiliki orientasi yang berbeda dengan badan swasta. Selain itu
pemerintah juga memiliki peran sebagai regulator. Selain berdasarkan stakeholder theory,
pengungkapan informasi oleh perusahaan juga bisa dijelaskan menggunakan legitimacy
theory. Pemerintah sebagai pemilik perusahaan perlu mendapatkan pengakuan/legitimasi dari
masyarakat sebagai badan usaha yang tidak hanya berorientasi kepada profit tetapi juga
memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Legitimasi diperlukan agar perusahaan
berkelanjutan dalam jangka panjang.
Ghazali (2007) menyebutkan bahwa perusahaan milik pemerintah diperkirakan lebih
sensitif secara politik karena aktivitas mereka lebih menarik perhatian publik. Hal ini karena
sebagai milik pemerintah, perusahaan secara tidak langsung juga dimiliki publik secara luas.
Sehingga, perusahaan jenis ini akan lebih terlibat dalam aktivitas sosial dan mengungkapkan
lebih banyak informasi sosial untuk melegitimasi keberadaannya. Banyaknya saham yang
dimiliki oleh pemerintah akan memberikan kekuatan untuk mengintervensi dan memberikan
tekanan kepada perusahaan untuk mengungkapkan informasi tambahan demi memenuhi
ekspektasi publik (Amran dan Devi, 2008). Kepemilikan pemerintah diperkirakan memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan CSR.
Bentuk kepemilikan lain yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
CSR adalah kepemilikan asing. Perusahaan dengan kepemilikan asing perlu memenuhi
ekspektasi investor asing dalam rangka melegitimasi keberadaan mereka di mata investor
(Darus et al, 2009). Begitu pula halnya dengan perusahaan multinasional atau dengan
kepemilikan asing yang mendirikan badan hukum di host country, tempat dia memperluas
bisnisnya. Perusahaan perlu mendapatkan legitimasi dari stakeholder setempat yang
diharapkan dapat memberikan ekstensi yang tinggi dalam jangka panjang (Barkemeyer, 2007
dalam Darus et al, 2009).
Amran dan Devi (2008) menyebutkan bahwa dalam rangka memastikan perusahaan
lokal menarik lebih banyak investasi sekaligus membuat investor bertahan, perusahaan
cenderung berusaha memenuhi ekspektasi investor asing, khususnya terkait masalah
lingkungan dan sosial. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa manajer di negara
berkembang memiliki insentif yang lebih tinggi untuk meningkatkan pengungkapan CSR
demi menarik investasi asing (Firth et al, 2007; Haniffa & Cooke, 2005; Wang et al, 2008).
Oleh karena itu, kepemilikan asing diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengungkapan CSR.
Menurut perspektif resource-based theory, sumber daya yang berlebih memungkinkan
perusahaan untuk terlibat dalam proyek inovatif untuk mencapai competitive advantage
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
(Branco & Rodrigues, 2006). Salah satunya dengan terlibat dalam kegiatan yang berorientasi
sosial dan lingkungan. Semakin besar sumber daya yang dapat digunakan perusahaan,
semakin besar pula keuntungan yang diharapkan. Hal ini karena ketersediaan sumber daya
tidak akan membatasi pilihan strategis perusahaan (Russo & Fouts, 1997; Sharma, 2000).
Sesuai resourced-based theory tersebut, sumber daya ekstra dalam bentuk
organization slack diperkirakan akan mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR.
Organizational slack didefinisikan sebagai keberadaan dana finansial ekstra yang
memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan internal dan eksternal,
dan juga untuk melakukan perubahan strategi jika dibutuhkan (Bourgeois, 1981). Sumber
daya ekstra tersebut akan memungkinkan perusahaan untuk melaksanakan tindakan
pertanggungjawaban sosial agar kinerja sosialnya meningkat (Waddock & Graves, 1997).
Tingkat organizational slack yang dimiliki perusahaan diperkirakan berpengaruh positif
signifikan terhadap pengungkapan CSR.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, tingkat pengungkapan CSR diukur dengan cara content analysis
atas laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan melalui Sustainability Report (SR) tidak
dipertimbangkan demi menghindari kesenjangan, mengingat masih sedikitnya bank di
Indonesia yang melaporkan SR . Data laporan tahunan yang akan digunakan adalah periode
2011-2013. Content analysis untuk melihat pengungkapan tangung jawab sosial dalam
laporan tahunan menggunakan nilai 1 jika terdapat pelaporan sesuai dengan indikator GRI
dan nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau pengungkapan tidak sesuai dengan indikator
GRI. Kemudian skor total pengungkapan oleh perusahaan akan dibandingkan dengan skor
pengungkapan maksimum untuk mendapatkan indeks tingkat pengungkapan CSR oleh
perusahaan. Penelitian ini tidak menggunakan seluruh indikator GRI sebagai acuan penilaian,
mengingat indikator tertentu kurang sesuai dengan sifat industri perbankan. Indikator-
indikator yang digunakan dalam penilaian mengacu pada hasil seleksi oleh Khan et al (2011).
Khan et al (2011) melakukan penelitian terhadap tingkat pengungkapan CSR oleh bank
komersial di Bangladesh. Adapun indikator penilaian pengungkapan CSR yang digunakan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Tabel 1. Indikator Penilaian CSRD
Kategori Indikator Total
Lingkungan E3 – E10, E14, E22, E23, E25, E27,
E28, E31 dan E32.
16
Sosial
• Praktik tenaga kerja
• Hak asasi manusia
• Masyarakat
• Tanggung jawab produk
LA2, LA3, LA6, LA7, LA9 – LA11,
LA13, LA14, LA16
HR1 – HR3, HR7 – HR10, HR12
SO1 – SO7, SO9, SO11
PR3-PR5, PR7, PR8
10
8
9
5
Sumber. Modifikasi Khan et al (2011)
Adapun operasionalisasi variabel-variabel dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2
berikut.
Tabel 2. Ringkasan Operasionalisasi Variabel
Variabel Singkatan Keterangan Pengukuran
Variabel
dependen:
• Pengungkapan CSR CSRD Tingkat
pengungkapan
Melakukan content analysis terhadap laporan
tahunan, menggunakan scoring sesuai standar
pelaporan CSR menurut kategori GRI G4 dan
FSSD hasil seleksi. Untuk setiap kategori nilai
1 diberikan apabiladiungkapkan, nilai 0 jika
tidak. (Khan et al, 2011)
CSR oleh perusahaan
Variabel
independen:
• Konsentrasi
kepemilikan
KTK Konsentrasi
kepemilikan
Saham
1 dikurang persentase total kepemilikan saham
yang dimiliki publik di bawah 5% (Xiao &
Yuan, 2007).
• Kepemilikan
pemerintah
KPM Saham yang dimiliki
oleh pemerintah
Persentasi saham yang dimiliki pemerintah
dengan jumlah saham (Amran& Devi, 2008;
Said et al, 2009; Othman et al, 2011; Darus, et
al2014 )
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Variabel Singkatan Keterangan Pengukuran
Variabel
independen:
• Kepemilikan asing
KPA
Saham yang dimiliki
oleh investor asing
Persentasi saham yang dimiliki investor asing
dibandingkan dengan jumlah saham diterbitkan
(Amran & Devi, 2008)
• Organizational
Slack
SLACK Ketersediaan
sumberdaya ekstra
Rasio current asets terhadap current liabilities
(Arshad et al, 2012)
Variabel kontrol :
• Size SZ Ukuran perusahaan Logaritma natural dari total aset (Lanis &
Richardson , 2012; Clarkson et al, 2008).
• Profitability PF Profitabilitas
perusahaan
Rasio earnings after tax, terhadap total equity
(Roberts 1992; Branco & Rodrigues, 2008;
Khan, 2010)
Sumber. Modifikasi dari Darus et al, 2014.
Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan model multiple linear regression
untuk menganalisis hubungan antara pengungkapan CSR dengan seluruh variabel independen.
Model regresi yang digunakan untuk menguji keempat hipotesis adalah sebagai berikut:
CSRDit = ß0 + ß1 KTKit + ß2 KPMit + ß3KPAit + ß4 SLACKit + ß5 SZit+ ß6 PFit+εit
Dimana CSRD merupakan tingkat pengungkapan CSR, KTK merupakan tingkat
konsentrasi kepemilikan, KPM merupakan kepemilikan pemerintah, KPA merupakan
kepemilikan asing, SLACK merupakan organization slack, SZ merupakan ukuran (size)
perusahaan dan PF adalah profitability perusahaan.
Hasil Penelitian Penelitian dilakukan atas sampel perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2011 s.d. 2013. Adapun jumlah observasi sampel
adalah 31 perusahaan untuk tahun 2011, 32 perusahaan untuk tahun 2012, dan 36 perusahaan
untuk tahun 2013. Hasil statistic deskriptif penelitian disajikan pada tabel 3 berikut.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum
CSRD 0.179 0.092 0.062 0.468
KTK 0.763 0.163 0.489 0.999
KPM 0.111 0.238 0 0.750
KPA 0.312 0.368 0 0.989
SLACK 0.283 0.116 0.117 0.896
SZ 101Bio 160Bio 1.28Bio 729Bio
PF 0.127 0.189 -1.425 0.348
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2015)
Rata-rata pengungkapan CSR oleh perusahaan sampel cukup rendah yaitu sebanyak
11 dari 64 total indikator penilaian (kurang dari 18%). Standar deviasi yang kecil
menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan oleh masing-masing perusahaan cenderung
seragam. Meskipun begitu terdapat perusahan yang memiliki nilai jauh lebih rendah atau jauh
lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain. Perusahaan dengan skor minimum adalah Bank
Bumi Arta dengan total pengungkapan 3 dari 64 kriteria pengungkapan. Perusahaan yang
melakukan pengungkapan paling tinggi adalah Bank CIMB Niaga dengan total pengungkapan
memenuhi 47 kriteria.
Kepemilikan perusahaan perbankan di Indonesia cenderung terkonsentrasi tinggi. Hal
tersebut dapat dilihat dari angka rata-rata konsentrasi kepemilikan di atas 75%. Standar
deviasi yang cukup rendah menunjukkan bahwa sifat sampel cenderung seragam. Tingkat
konsentrasi kepemilikan terkecil masih tergolong cukup tinggi (49%) yaitu pada perusahaan
PT Bank Central Asia Tbk. Konsentrasi kepemilikan tertinggi yaitu PT Bank Mutiara Tbk
dengan kepemilikan publik hanya sebanyak 0.004%. Konsentrasi kepemilikan perusahaan
sangat tinggi karena PT Bank Mutiara Tbk merupakan perusahaan yang sebelumnya bernama
Bank Century yang kemudian diambil alih oleh pemerintah RI melalui Lembaga Penjamin
Simpanan pada tahun 2009.
Kepemilikan pemerintah pada perusahaan sampel cukup rendah dengan standar
deviasi yang besar. Hal tersebut disebabkan karena perusahaan dengan kepemilikan
pemerintah tidak banyak namun masing-masing dengan proporsi besar. Pada 79 dari 99 total
observasi perusahaan dan tahun pelaporan, tidak ditemukan kepemilikan pemerintah.
Kepemilikan pemerintah paling tinggi terdapat pada perusahaan PT Bank Jabar Banten Tbk
sebesar 75% pada tahun 2011 sampai 2013.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Rata-rata kepemilikan asing pada perusahaan sampel tergolong moderat (yaitu sekitar
30%an) dan standar deviasi hampir sama dengan rata-rata. Keadaan tersebut menunjukkan
bahwa jumlah perusahaan dengan kepemilikan asing cukup banyak dan tingkat kepemilikan
cenderung beragam. Perusahaan dengan kepemilikan asing terbesar adalah PT Bank Ekonomi
Raharja Tbk, dengan 98.94% saham perusahaan dimiliki oleh HSBC Asia Pasific Holding
(UK) Limited. Tidak terjadi perubahan kepemilikan PT Bank Ekonomi Raharja Tbk selama
tahun 2011 sampai 2013. Kepemilikan asing tidak ditemukan pada 52 dari 99 total data
observasi.
Lee & Chih (2013) menyebutkan bahwa bank memiliki likuiditas yang cukup baik jika
current ratio (dalam penelitian ini disebut organizational slack) tidak kurang dari 25%. Pada
tabel 4.2 dapat kita katakan bahwa tingkat rata-rata organizational slack pada perusahaan
sampel cukup rendah dengan standar deviasi terbilang kecil. Angka organizational slack yang
kecil dapat disebabkan karena Bank merupakan bisnis dengan highly leverage. Perusahaan
dengan organizational slack terkecil adalah PT Bank Pundi Indonesia Tbk pada tahun 2012
dan organizational slack terbesar dimiliki oleh PT Bank Nationalnobu Tbk pada tahun 2013.
PT Bank Pundi Indonesia Tbk memiliki organizational slack rendah pada tahun 2012 yaitu
hanya sebesar 12% karena perusahaan mengalami penurunan signifikan jumlah aset berupa
efek dan surat berharga sementara liabilitas perusahaan pada deposito tetap meningkat. Besar
organizational slack pada PT Bank Nationalnobu Tbk mencapai 89% pada tahun 2013 karena
perusahaan memegang aset berupa efek dan tagihan atas efek yang berjumlah besar.
Sementara liabilitas perusahaan dalam bentuk simpanan cukup kecil relatif terhadap aset.
Ukuran perusahaan sampel cukup beragam dilihat dari standar deviasi yang lebih
besar dari rata-rata. Perbedaan yang sangat besar antara rata-rata ukuran, ukuran perusahaan
terbesar, dengan ukuran perusahaan terkecil juga menggambarkan hal tersebut. Perusahaan
sampel terkecil adalah PT Bank Mitraniaga Tbk yang baru terdaftar di BEI sejak tahun 2013.
Sementara perusahaan dengan ukuran terbesar adalah PT Bank Mandiri pada tahun 2013.
Pola yang mirip juga terlihat pada variabel profitabilitas, dimana standar deviasi lebih besar
dari rata-rata. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan sampel
beragam. Perusahaan dengan profitabilitas terendah adalah PT Bank Mutiara Tbk yang
mengalami kerugian pada tahun 2013. Sementara profitabilitas tertinggi dimiliki oleh PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk pada tahun 2011.
Hasil uji multikolinearitas pada model menggunakan nilai VIF menunjukkan angka
yang lebih besar dari 10 untuk variabel KTK dan SZ, sehingga dilakukan centering. Hasil
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
regresi antara variabel independen dengan pengungkapan CSR setelah centering dapat dilihat
pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Hasil Regresi
Variabel dependen : CSRD
Variable independen Exp. Sign Koef. z P > |z|
KTK ̶ 0.0566068 0.86 0.391
KPM + ̶ 0.0419561 − 0.89 0.373
KPA + 0.0484692 1.56 0.120
SLACK + 0.0893263 1.92 0.055*
SZ + 0.0477729 7.49 0.000**
PF + −0.0114583 − 0.57 0.571
R2 between 0.7011
Prob > F 0.0000
** = signifikansi 99% (α=1%)
* = signifikansi 90% (α=10%)
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2015)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa probabilitas F adalah 0.000 dengan tingkat
signifikansi 99% (α = 1%). Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel independen
bersama-sama menjelaskan variabel dependennya. Nilai R2 between 0.7011 menggambarkan
bahwa variabel-variabel independen dalam penelitian dapat dijelaskan sebesar 70.11% dan
sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak tercakup dalam penelitian ini.
Hasil estimasi model menunjukkan variabel konsentrasi kepemilikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pelaporan CSR (p value 0.391 atau p value > 0.05). Dengan
demikian penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti empiris pengaruh tingkat konsentrasi
saham terhadap tingkat pelaporan CSR oleh perusahaan perbankan di Indonesia. Hasil ini
tidak sejalan dengan penelitian oleh Darus et al (2013) dan Sufian & Zahan (2013), dimana
konsentrasi kepemilikan ditemukan memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap
pengungkapan CSR. Hasil yang tidak signifikan pada penelitian ini diduga karena tingkat
konsentrasi kepemilikan perusahaan perbankan di Indonesia cenderung tinggi yaitu 77%.
Standar deviasi yang kecil pada hasil pengolahan data sampel menunjukkan bahwa sifat
kepemilikan terkonsentrasi dimiliki hampir semua perusahaan perbankan.
.
KTK=KonsentrasiKepemilikan,KPM=KepemilikanPemerintah,KPA=KepemilikanAsing,SLAK=OrganizationalSlack,SZ=Size,PF=Profitability.
dSum
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Koefesien variabel kepemilikan pemerintah juga tidak signifikan dengan memiliki p
value = 0.301 (p value > 0.05). Kepemilikan pemerintah pada perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Hasil yang tidak signifikan dengan koefisien bertanda negatif juga didapatkan pada hasil
penelitian oleh Xiao & Yuan (2007) dan Darus et al (2013). Terdapat beberapa argumen
untuk menjelaskan keadaan tersebut. Menurut Darus et al (2013), hasil yang tidak signifikan
bisa jadi disebabkan oleh kenyataan bahwa institusi finansial termasuk perbankan bersifat
highly regulated. Hal tersebut menyebabkan kepemilikan pemerintah tidak bisa
mempengaruhi pelaporan CSR oleh perusahaan yang dimilikinya. Argumen lainnya yaitu dari
Xiao & Yuan (2007) yang berpendapat bahwa pemerintah melalui perusahaan yang
dimilikinya kemungkinan lebih fokus terhadap wealth distribution dan menjaga social order,
sehingga usaha peningkatan shareholder value melalui pengungkapan CSR bukan merupakan
objektif utama perusahaan milik pemerintah. Perbedaan objektif tersebut juga disebabkan
karena perusahaan dengan kepemilikan pemerintah lebih mungkin mendapatkan financing
dari jalur lain dibandingkan dengan bukan milik pemerintah (Eng & Mak, 2003). Faktor-
faktor tersebut memperlemah tekanan terhadap perusahaan yang dimiliki pemerintah untuk
mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai pelaksanaan CSR.
Variabel independen selanjutnya yang diuji adalah kepemilikan asing. Hasil
pengujian menunjukkan nilai koefisien variabel kepemilikan asing (KPA) adalah 0.0484692
dengan p value = 0.373 (p value > 0.05). P value yang lebih besar dari batas signifikansi (α)
menyebabkan nul hipotesis diterima. Kepemilikan asing pada perusahaan perbankan di
Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR oleh perusahaan
tersebut. Pengaruh yang tidak signifikan dari kepemilikan asing terhadap pengungkapan CSR
juga ditemukan pada penelitian oleh Novita (2008), Amran & Devi (2008), Said et al (2009)
dan Darus et al (2009). Menurut Novita (2008) yang melakukan penelitian terhadap
perusahaan yang tercatat di BEI, kepemilikan asing memiliki perhatian yang berbeda-beda
terhadap isu sosial. Kepemilikan asing di Asia, termasuk Indonesia, tidak memperhatikan isu-
isu sosial sekuat seperti kepemilikan asing di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Novita (2009) juga menjelaskan adanya kemungkinan jika kepemilikan asing terutama yang
berasal dari AS dan Eropa dikonsolidasikan dengan perusahaan induk di negara asal maka
bisa jadi persentase kepemilikan tersebut sangat kecil. Hal tersebut menyebabkan pemilik
asing kurang memperhatikan pengungkapan CSR sebagai hal yang penting untuk
diungkapkan kepada publik.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Variabel independen selanjutnya adalah organizational slack. Sesuai hasil regresi,
variabel ini memiliki koefisien 0.0893263 dengan p value 0.055 (p value< 0.10). P value
lebih kecil dari batas signifikansi (α) pada alpha 10%, sehingga H0 ditolak dan hipotesis
keempat terbukti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya organizational slack
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Koefisien yang positif menunjukkan
bahwa semakin besar organizational slack yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula
tingkat pengungkapan atas kegiatan CSR perusahaan. Hasil ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Branco & Rodrigues (2008) bahwa sumber daya yang berlebih, dalam hal
ini organizational slack, memungkinkan perusahaan untuk terlibat dalam proyek inovatif
dalam rangka meningkatkan competitive advantage termasuk melalui kegiatan yang
berorientasi sosial dan lingkungan. Penemuan adanya pengaruh signifikan pada penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian oleh Hammond & Slocum (1996), Waddock & Graves (1997)
dan Arora & Harwadkar (2011) namun bertentangan dengan Arshad et al (2012) dan Darus
(2013), dimana mereka tidak menemukan adanya hubungan signifikan.
Untuk variabel kontrol, diantara dua variabel kontrol yang digunakan, ukuran
perusahaan memiliki pengaruh signifikan sementara profitabilitas tidak. Hasil pengujian
menunjukkan variabel ukuran perusahaan, dengan proksi natural logaritma total aset
perusahaan, memiliki koefisien 0.0477729 dengan p value sebesar 0.000 (p value< 0.01).
Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap tingkat pengungkapan CSR. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan
CSR dapat dijelaskan dengan stakeholder theory dan legitimacy theory. Menurut stakeholder
theory perusahaan yang besar memiliki visibilitas publik yang lebih tinggi sehingga lebih
rentan terhadap pengawasan stakeholder. Selain itu, stakeholder perusahaan besar lebih luas
dan beragam, sehingga kepentingan yang harus dipenuhi perusahaan juga lebih
terdiversifikasi. Oleh karena itu, pengungkaan sukarela termasuk CSR menjadi alat yang baik
bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder akan informasi perusahaan.
Sementara menurut legitimacy theory, pengungkapan CSR bisa menjadi sarana bagi
perusahaan untuk menunjukkan corporate citizenship agar perusahaan mendapatkan
legitimasi dari masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan mayoritas hasil penelitian-
penelitian sebelumnya diantaranya Adams et al (1998), Archel (2003), Neu et al (1998),
Haniffa & Cooke (2005), Branco & Rodrigues (2008), Khan (2010 dan Darus et al (2013).
Hasil pengujian atas variabel profitabilitas menunjukkan nilai koefesien variabel -
0.0114583 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.571 (p value > 0.05). Hal ini berarti
profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di laporan
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
tahunan oleh perusahaan perbankan. Hasil yang tidak signifikan sejalan dengan hasil
penelitian Sembiring (2005), Eng & Mak (2003), Cheung & Mak (2010), Rahman et al
(2011), Sartawi et al (2014), dan Kansal et al (2014). Diantara penelitian tersebut, Rahman et
al (2011) sama seperti penelitian ini juga mendapatkan arah negatif pada hubungan pengaruh
profitabilitas terhadap pengungkapan CSR. Salah satu kemungkinan penyebab hubungan yang
tidak signifikan yaitu sesuai teori Gray et al (1995) bahwa profit tidak terhubung dengan
pengungkapan sukarela pada periode yang sama, namun terhadap periode berikutnya. Amran
& Devi (2008) juga menganggap penggunaan nilai profitabilitas pada tahun sebelum tahun
pengungkapan lebih tepat dalam mengukur pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan
CSR oleh perusahaan. Amran & Devi mendapatkan hasil positif signifikan pada penelitian
mereka. Penelitian lain yang memiliki hasil yang bertentangan dengan penelitian ini antara
lain oleh Roberts (1992), Branco & Rodrigues (2008) dan Khan (2010) yang menemukan
adanya hubungan positif signifikan antara profitabilitas dengan pengungkapan CSR.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dan
organizational slack terhadap tingkat pengungkapan CSR oleh perusahaan perbankan di
Indonesia. Bentuk struktur kepemilikan yang diteliti antara lain konsentrasi kepemilikan,
tingkat kepemilikan pemerintah, dan kepemilikan asing. Penelitian ini dilakukan terhadap
perusahan-perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
periode 2011-2013. Adapun variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran (size) dan
profitabilitas perusahaan.
Hasil pengujian menunjukkan tingkat pengungkapan CSR oleh bank di Indonesia
masih cukup rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata indeks pengungkapan CSR
yang masih di bawah 18%.
Selanjutnya, hasil pengujian menunjukkan konsentrasi kepemilikan, kepemilikan
pemerintah, maupun kepemilikan asing tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan CSR. Pengujian terhadap pengungkapan atas masing-masing kategori yaitu
lingkungan, sosial dan kategori khusus keuangan juga menunjukkan hasil yang serupa.
Hasil penelitian juga menunjukkan organizational slack memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR oleh perusahaan. Organizational
slack sebagai sumber daya ekstra perusahaan akan mendorong perusahaan untuk
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai pelaksanaan program CSR. Semakin besar
organization slack, semakin tinggi pula tingkat pengungkapan CSR oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik beberapa implikasi. Pertama,
melihat pengungkapan CSR yang masing rendah diharapkan perusahaan melihat peluang
keunggulan kompetitif dan termotivasi untuk meningkatkan pengungkapan sukarela atas
CSR. Peningkatan pengungkapan CSR bersumber dari peningkatan pelaksanaan kegiatan
CSR, sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan.
Kedua, secara deskriptif, pengungkapan yang lebih tinggi oleh perusahaan dengan
kepemilikan pemerintah menunjukkan bahwa regulasi mempengaruhi tingkat pengungkapan
CSR. Meskipun begitu, perlu informasi lebih banyak daripada hasil penelitian ini dalam
pertimbangan pemerintah mengenai regulasi. Pengungkapan atas informasi yang bersifat
sukarela bisa memiliki pengaruh yang berbeda terhadap perusahaan dibandingkan dengan
pengungkapan wajib. Sehingga, belum tentu pengaturan tertentu atas CSR dapat berpengaruh
positif terhadap perusahaan. Ketiga, penelitian menunjukkan bahwa organizational slack
mempengaruhi tingkat pengungkapan CSR oleh perusahaan. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa investor dapat mengekspektasi pengungkapan CSR yang lebih banyak pada
perusahaan dengan organizational slack yang lebih besar.
Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan kriteria indeks yang lebih
mendalam sebagai review pengungkapan CSR. Penelitian selanjutnya juga dapat
menggunakan range skor yang lebih besar dalam menilai indeks pengungkapan CSR oleh
perusahaan. Diharapkan dengan begitu, gambaran atas pengungkapan CSR oleh masing-
masing perusahaan bisa lebih objektif. Media pengungkapan yang diteliti diharapkan dapat
diperluas, bukan hanya laporan tahunan saja, tetapi juga laporan keberlanjutan, website
perusahaan, atau media massa lainnya. Selain itu, perluasan sampel dapat dilakukan baik
dengan menambah periode penilaian maupun memperluas industri sampel.
Daftar Referensi Arora, P. & Dharwadkar, R. (2011). Corporate governance and corporate social responsibility
(CSR): The moderating roles of attainment discrepancy and organization slack. Corporate
Governance: An International Review, 19(2), 136-152.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Arshad, R., Omar, H. & Othman, R. (2012). Corporate resources and environmental reporting
practices in Malaysia. 3rd International Conference on Business and Economic Research
Proceeding (3rd ICBER 2012).
Bourgeois, L. J. (1981). On the measurement of organizational slack. Academy of
Management Review, 6(1), 29-39.
Branco, M.C., and Rodrigues, L.L., (2006). Corporate social responsibility and resource-
based perspective. Journal of Business Ethics, 69(2) (Dec., 2006), 111-132
Clarkson, P. M., Li, Y., Richardson, G. D. & Vasvari, F. P. (2008). Revisiting the relation
between environmental performance and environmental disclosure: An empirical analysis.
Accounting, Organizations and Society, 33(4/5), 302-327.
Darus et al (2009). Influence of institutional pressure and ownership structure on corporate
social responsibility disclosure. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in
Business, 1 (5).
Darus et al. (2014). The importance of ownership monitoring and firm resources on corporate
social responsibility (CSR) of financial institutions. Social and Behavioral Sciences , 145,
173 – 180.
Eng, L.L. & Mak, Y.T. (2003). Corporate governance and voluntary disclosure. Journal of
Accounting and Public Policy, 22, 325-45.
Fama, E. F., & Jensen, M. C. (1983). Corporations and private property. Journal of Law and
Economics, 26(2), 301–325.
Firth, M., Fung, P. M. Y., & Rui, O. M. (2007). Ownership, two-tier board structure, and the
informativeness of earnings - evidence from China. Journal of Accounting and Public
Policy, 26, 463-496.
Ghazali, N. A. M., (2007). Ownership structure and corporate social responsibility disclosure :
some Malaysian evidence. Corporate Governance, 7 (3) , 251-266.
Gray, R., Kouhy, R.& Lavers, S. (1995). Corporate social and environmental reporting: a
review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure. Accounting Auditing &
Accountability Journal, 8(2), 47-77.
Hammond, A. & J. Slocum (1996). The Impact of prior firm dinancial performance on
subsequent corporate reputation. Journal of Business Ethics. 15(2), 59–165.
Haniffa, R.M. and Cooke, T.E. (2005). The impact of culture and governance on corporate
social reporting. Journal of Accounting and Public Policy, 24, 391-430.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Khan. M. H. (2010). The effect of corporate governance elements on corporate social
responsibility (CSR) reporting: Empirical evidence from private commercial banks of
Bangladesh. International Journal of Law and Management, 52(2), 82 – 109.
Khan, M. H., Islam, M. A., Fatima, J. K. & Ahmed, K. (2011). Corporate sustainability
reporting of major commercial banks in-line with GRI: Bangladesh evidence. Social
Responsibility Journal, 7(3), 347 – 362.
Lanis, R. & Richardson, G. (2012). Corporate social responsibility and tax aggressiveness: An
empirical analysis. Journal of Accounting and Public Policy, 31, 86–108.
Lee, T.H. & Chih, S.H. (2013). Does financial regulation affect the profit efficiency and risk
of banks? Evidence from China’s commercial banks. North American Journal of
Economics and Finance, 26, 705–724
Montgomery, D.B. & Ramus, C.A. (2003). Corporate social responsibility reputation effects
on MBA Job Choice, A Research Note. Stanford Graduate School of Business, Stanford,
CA.
Neu, D., H. Warsame & K. Pedwell (1998). Managing public impressions: Environmental
disclosures in annual reports. Accounting, Organizations and Society, 23(3), 265–282.
Novita (2008). Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung
Jawab Social (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan Publik yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006. Tesis Universitas Indonesia: Jakarta.
Roberts, R.W. (1992). Determinants of corporate social responsibility disclosure: An
application of stakeholder theory. Accounting Organizations and Society, 17(6), 595—612.
Russo, M. & P. Fouts (1997). A Resources-based perspective on corporate environmental
performance and profitability. Academy of Management Journal, 40, 534–559.
Said, R., Zainuddin, Y. & Haron. H. (2009). The relationship between corporate social
responsibility disclosure and corporate governance characteristics in Malaysian public
listed companies. Social Responsibility Journal, 5(2), 212 – 226.
Sartawi, I. I. S., Hindawi, R. M., Bsoul, R. & Ali, A. J. (2014). Board Composition, Firm
Characteristics, and Voluntary Disclosure: The Case of Jordanian Firms Listed on the
Amman Stock Exchange. International Business Research, 7(6); 2014
Sharma, S. (2000). Managerial interpretations and organizational context as predictors of
corporate choice of environmental strategy. Academy of Management Journal, 43(4), 681–
697.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015
Sufian, M.A. & Zahan, M. (2013). Ownership structure and corporate social responsibility
disclosure in Bangladesh. International Journal of Economics and Financial Issues, 3(4),
901-909.
Thompson, P., & Cowton, C. (2004). Bringing the environment into bank lending:
implications for environmental reporting. The British Accounting Review, 36, 197-218.
Waddock, S. & S. Grave (1997). The corporate social performance–financial performance
link. Strategic Management Journal , 18, 303–319.
Wang, K., Sewon, O., & Claiborne, M. C. (2008). Determinants and consequences of
voluntary disclosure in an emerging market: evidence from China. Journal of
International Accounting, Auditing & Taxation, 17, 14-30.
Wu, Emng-wen., Shen, & Chung-hua., (2013). Corporate Social Responsibility in the banking
industry : Motives and financial performance. Journal of Banking and Finance, 37, 3529-
3547.
Xiao, H. & Yuan. J. (2007). Ownership structure, board composition and corporate voluntary
disclosure Evidence from listed companies in China. Managerial Auditing Journal, 22(6),
604-619.
Analisis pengaruh ..., Widya Lestari, FEB UI, 2015