i
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS STRUKTUR MIKRO, KEKUATAN TARIK, DAN NILAI KEKERASAN PADA STUDI KASUS TERBAKARNYA KAPAL COASTER
ACHMAD USRON ASARONI
NRP. 0715040005
DOSEN PEMBIMBING :
HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., M.T.
MOH SYAIFUL AMRI, S.ST., M.T.
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
PROGRAM STUDI D4 – TEKNIK PENGELASAN
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
i
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS STRUKTUR MIKRO, KEKUATAN TARIK, DAN NILAI KEKERASAN PADA STUDI KASUS TERBAKARNYA KAPAL COASTER
ACHMAD USRON ASARONI
NRP. 0715040005
DOSEN PEMBIMBING :
HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., M.T.
MOH SYAIFUL AMRI, S.ST., M.T.
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
PROGRAM STUDI D4 – TEKNIK PENGELASAN
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
ii
(Halaman sengaja dikosongkan)
iii
(Halaman sengaja dikosongkan)
iv
(Halaman sengaja dikosongkan)
v
vi
(Halaman sengaja dikosongkan)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanallahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Proposal Tugas
Akhir yang berjudul “Analisis Struktur Mikro, Kekuatan Tarik, dan Nilai
Kekerasan Pada Studi Kasus Terbakarnya Kapal Coaster” ini dengan baik.
Tugas Akhir ini merupaka salah satu persyaratan akademis yang wajib diselesaikan
oleh setiap mahasiswa prodi D4 Teknik Pengelasan guna memperoleh gelar Sarjana
Terapan Teknik (S.Tr.T). Pada kesempatan kali ini penulis menyadari penyusunan
Tugas Akhir ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Bapak Tajib dan Emak Kasmu, Kakak Susilowati,
Ahmad Sokeh, Suzak Mutaqimah, dan semua keluarga besarku. Atas segala
do’a, perhatian, kasih sayang dan dukungan moral maupun materi yang
tiada hentinya untuk penulis
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., MRINA., selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya
3. Bapak Ruddianto, ST., M.T., MRINA selaku Ketua Jurusan Teknik
Bangunan Kapal
4. Bapak M. Ari, ST., M.T., selaku Koordinator Program Studi Teknik
Pengelasan
5. Bapak Mukhlis, ST., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir
6. Bapak Hendri Budi Kurniyanto, S.ST., ,M.T., selaku dosen pembimbing I
yang telah sabar membantu dan memberikan waktu untuk membimbing
penulis selama pengerjaan Tugas Akhir ini
7. Moh Syaiful Amri, S.ST., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah
yang telah sabar membantu dan memberikan waktu untuk membimbing
penulis selama pengerjaan Tugas Akhir ini
8. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Pengelasan, Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya yang telah memberikan informasi dan ilmu
yang bermanfaat selama masa perkuliahan
viii
9. Bapak Didik dan bapak Dian selaku ketua Dept Produksi dan HRD yang
telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat dan membantu
dalam pengerjaan Tugas Akhir ini serta pimpinan dan staff PT. Lamongan
Marine Industri
10. Mas Rois, Muhzisin, Syarifal, Puguh, dan Roim selaku pembimbing OJT
yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat dan
membantu dalam pengerjaan Tugas Akhir ini serta pimpinan dan staff PT.
Lamongan Marine Industri
11. Bella Shintya Nova yang selalu mendo’akan, menemani, mendampingi,
membantu,mendukung, menghibur, memberikan semangat dan motivasi
12. Teman sewaktu OJT Rudi Setiawan yang selalu memberikan saran dan
support
13. Teman-teman di PPNS dan keluarga besar Teknik Pengelasan angkatan
2015 khususnya kelas TL-A terima kasih telah mewarnai kehidupan saya
dengan banyak pengalaman dan kebahagiaan yang tak terlupakan selama
empat tahun bersama-sama ini
14. Teman-teman penghuni kontrakan alim keputih tegal bhakti II no 5 yaitu
Gilang, Adam, Imam, Ragil, Yusfi, Rudi, Irfan, dan Eko yang telah
membantu saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan dari penyusunan Tugas Akhir ini sangat kami harapkan. Akhir
kata semoga hal-hal yang dituangkan dalam Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
Surabaya, 28 Agustus 2019
Penulis
ix
ANALISIS STRUKTUR MIKRO, KEKUATAN TARIK, DAN
NILAI KEKERAAN PADA STUDI KASUS TERBAKARNYA
KAPAL COASTER
Achmad Usron Asaroni
ABSTRAK
Carbon steel adalah material yang umum ditemukan dalam industri, salah
satunya industri perkapalan. Pada kapal tersebut terjadi kebakaran yang
mengakibatkan material tersebut rusak. Material carbon steel memiliki kombinasi
dua fase yaitu ferrite dan pearlite. Pada peneliti sebelumya, dengan proses fearing
dan material yang sama, didapatkan bahwa hasil pengelasan material terbakar
dengan terbakar dan material terbakar dengan baru memberikah hasil yang berbeda.
Dalam pengelasan Carbon Steel ini peneliti akan melakukan penelitian terhadap
variasi plat terbakar dengan terbakar dan plat terbakar dengan baru. Dengan proses
pengelasan FCAW hasil pada penelitian menunjukkan hasil pengujian tensile pada
plat terbakar dengan terbakar mendapatkan nilai 438,42 N/mm2 untuk plat terbakar
dengan baru mendapatkan nilai sesebesar 428,06 N/mm2. Pada pengujian hardness
untuk plat terbakar dengan terbakar pada weld metal didapatkan nilai sebesar
144,56 HVN dan untuk plat terbakar dengan baru pada weld metal didapatkan nilai
sebesar 141,34 HVN. Semakin banyak fase ferrite pada carbon steel maka nilai
kekerasan semakin rendah.
Kata kunci: BKI grade A, plat terbakar dan terbakar, plat terbakar dan baru, mikro
test, tensile test, hardness test
x
(Halaman sengaja dikosongkan)
xi
ANALYSIS OF MICRO STRUCTURE, TENSILE
STRENGTH, AND HARDNESS VALUE IN THE CASE
STUDY OF BURNING COASTER SHIP
Achmad Usron Asaroni
ABSTRACT
Carbon Steel is a common material found in industries, one of which is a
shipping industry. On the ship there was a fire that caused the material to
malfunction. Carbon Steel Material has a combination of two phases ferrite and
pearlite. In previous researchers, with the same process of fearing and material, it
was obtained that the material welding was burned by burning and the burned
material with new gave different results. In this Carbon Steel welding researchers
will conduct research on the variations of the burned plates with burned and plates
burned with new. With the process of welding FCAW results in research showed
the results of testing tensile on a burned plate with a burn get a value of 438.42
N/mm2 for the burnt plate with the newly received a value of 428.06 N/mm2. In
hardness testing for the burned plate with burning on the weld metal obtaineda
value of 144.56 HVN and for the new plate burned with the weld metal obtained a
value of 141.34 HVN. More ferrite phases on carbon steel then the hardness value
is getting lower.
Keyword: BKI Grade A, burning plate with fire, new burning plate, micro test,
tensile test, hardness test
xii
(Halaman sengaja dikosongkan)
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
1.4 Batasan Masalah ......................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Material BKI Grade A................................................................................ 5
2.2 Proses Pengelasan FCAW .......................................................................... 7
2.3 Elektroda E 71T-1 .................................................................................... 12
2.4 Media Pemadam Kebakaran ..................................................................... 12
2.4.1 Jenis Media Pendingin ....................................................................... 13
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pendinginan................................. 15
2.5 Diagram Fasa Fe3C .................................................................................. 16
2.6 Struktur logam .......................................................................................... 17
2.7 Pengujian .................................................................................................. 19
xiv
2.7.1 Uji Tarik ............................................................................................. 19
2.7.2 Uji Kekerasan ..................................................................................... 21
2.7.3 Pengujian Metalography .................................................................... 23
2.8 Penelitian Sebelumnya .............................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 29
3.1 Diagram Alir ( flow chart ) ....................................................................... 29
3.2 Observasi Lapangan .................................................................................. 30
3.3 Studi Literatur ........................................................................................... 30
3.4 Persiapan Data .......................................................................................... 30
3.5 Persiapan Material dan Alat ...................................................................... 30
3.5.1 Persiapan Material .............................................................................. 30
3.5.2 Persiapan Alat .................................................................................... 31
3.6 Persiapan Pengelasan ................................................................................ 31
3.6.1 Desain Sambungan ............................................................................. 31
3.6.2 Dimensi Material ................................................................................ 32
3.6.3 Pengelasan Spesimen ......................................................................... 32
3.7 Pengujian................................................................................................. 33
3.7.1 Mikro test............................................................................................ 33
3.7.2 Tensile Test ......................................................................................... 35
3.7.3 Hardness test ...................................................................................... 36
3.8 Analisis Data ............................................................................................. 37
3.9 Kesimpulan ............................................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39
4.1 Hasil Mikro Test ........................................................................................ 39
4.2 Hasil Tensile Test ...................................................................................... 45
4.3 Hasil Hardness Test .................................................................................. 47
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 51
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 51
5.2 Saran ......................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 55
xvi
(Halaman sengaja dikosongkan)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Mechanical properties BKI grade A ...................................................... 6
Tabel 2. 2 Chemical composition material BKI grade A ....................................... 6
Tabel 2. 3 Komposisi Kimia Kawat Las E 71T-1 ................................................. 12
Tabel 2. 4 Jenis Pengujian Kekerasan ................................................................... 22
Tabel 2. 5 Penelitian sebelumnya.......................................................................... 26
Tabel 4. 1 Hasil uji image analysis ..…………....................................................44
Tabel 4. 2 Lanjutan Hasil uji image analysis ........................................................ 44
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Tarik Pada Base Metal ............................................... 45
Tabel 4. 4 Hardness plat terbakar dengan terbakar.............................................. 48
Tabel 4. 5 Hardness plat terbakar dengan baru.................................................... 48
Tabel 4. 6 Rata rata hardness plat terbakar dan terbakar ..................................... 48
Tabel 4. 7 Rata rata hardness plat terbakar dan baru ............................................ 49
xviii
(Halaman sengaja dikosongkan)
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema Las FCAW (W Ir Yosumarto) ................................................ 7
Gambar 2. 2 Media pemadam kebakaran hydrant / air laut .................................. 13
Gambar 2. 3 Media pemadam kebakaran air biasa ............................................... 14
Gambar 2. 4 Media pemadam kebakaran fire block ............................................. 15
Gambar 2. 5 Diagram Fasa Fe-Fe3C (Lawrence H. Van Vlack. 1991) ................ 17
Gambar 2. 6 Struktur Mikro Ferrite (Sonawan dan Rockhim, 2003) ................... 18
Gambar 2. 7 Struktur Mikro Pearlite (Sonawan dan Rockhim, 2003) ................. 18
Gambar 2. 8 Kurva tegangan- regangan teknik (Munir, 2015) ............................. 20
Gambar 2. 9 Pengujian Hardness Vickers (Callister, 2007) ................................. 23
Gambar 2. 10 Spesimen, Ukuran dan Bentuk Obyek Pembesaran ....................... 24
Gambar 2. 11 Pengaruh Etsa Terhadap Permukaan Spesimen ............................. 25
Gambar 2. 12 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metallografy ............................. 25
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian ……………………………………………29
Gambar 3. 2 Material yang akan digunakan ......................................................... 31
Gambar 3. 3 Detail Sambungan Pengelasan ......................................................... 31
Gambar 3. 4 Spesimen Uji Tarik........................................................................... 35
Gambar 3. 5 Spesimen Uji Hardness .................................................................... 36
Gambar 3. 6 Pengambilan titik Uji Hardness ....................................................... 37
Gambar 4.1 Pengambilan struktur mikro plat terbakar dan terbakar ……………39
Gambar 4.2 Pengambilan struktur mikro plat terbakar dan baru .......................... 40
Gambar 4. 3 Uji Mikro A1 Base Metal terbakar dengan terbakar 1 & B1 terbakar
dengan terbakar ............................................................................................. 40
Gambar 4. 4 Uji Mikro A1 Base Metal terbakar dengan terbakar 2 & B1 terbakar
dengan baru .................................................................................................. 41
Gambar 4. 5 Uji Mikro A1.1 Heat Affected Zone terbakar dengan terbakar & B1
terbakar dengan terbakar ................................................................................ 42
Gambar 4. 6 Uji Mikro A1.2 Heat Affected Zone terbakar dengan terbakar & B1
terbakar dengan baru ..................................................................................... 43
Gambar 4. 7 Uji Mikro Weld Metal A1 & Weld Metal B1 ................................. 44
Gambar 4.8 Perpatahan Uji Tarik ......................................................................... 46
xx
Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tarik ............................................. 47
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan ............................................. 49
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang dilaut
(sungai dan sebagainya) seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil.
Kapal biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci.
Sedangkan dalam istilah inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan
boat yang lebih kecil. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1988
tentang penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan laut, yang disebut
dengan kapal. Definisi ini sangat luas dibandingkan dengan pengertian yang
terdapat didalam pasal 309 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
yang menyebutkan kapal sebagai “alat berlayar, bagaimanapun namanya, dan
apapun sifatnya” (Wikipedia, 2017)
Harga kapal dipasaran bukanlah suatu nominal yang kecil, oleh karena
itu perusahaan atau owner kapal ingin sekali mendapatkan keuntungan
setidaknya seharga modal awal membeli kapal dalam waktu yang cepat
dengan hasil yang memuaskan. Tetapi ada hal-hal yang dapat menjadi
masalah. Salah satunya yaitu terjadi kebakaran pada kapal yang saya alami
waktu On the Job Training. Kapal tersebut baru saja launching dan akan
dilakukan proses finishing di dermaga, lalu terjadi kebakaran di area deck
four kapal Coaster dan bagian yang terbakar antara lain yaitu ruang ekonomi,
mushola, emergency genset, CO2 room. Oleh karena itu kapal harus dipasang
alarm guna untuk memberitahu jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran pada
kapal tersebut.
Penelitian ataupun pengkajian terhadap material kapal yang telah
terbakar dalam waktu 3 jam dengan suhu sekitar 700oC dan menggunakan
media pemadam air dan apar itu sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah
material tersebut masih masuk dalam standart Biro Klasifikasi Indonesia
(BKI) ataupun tidak, sehingga jelas apakah kapal tersebut perlu dilakukan
proses replating.
2
Replating adalah suatu proses dimana kapal melakukan pergantian dan
pembaruan plat besi maupun plat baja yang baru untuk menggantikan plat
yang lama yang telah mengalami penipisan atau mengalami kebakaran.
Kebakaran tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang cukup parah
terhadap kontruksi maupun pada sistem-sistem pada kapal. Kontruksi kapal
pada umumnya terbuat dari baja karbon rendah dan besar kemungkinan akan
terjadi perubahan sifat mekanik pasca terbakar. Pemeriksaan terhadap
material KI-A pasca terbakar akan dilakukan dengan serangkaian pengujian
seperti micro, tensline, dan hardness dan setelah itu dapat diketahui hasil
material kapal yang kebakaran dalam waktu 3 jam dengan suhu sekitar 700oC
dengan media pemadan air, air laut, dan tersebut masih layak untuk
digunakan atau tidak ( sesuai standart BKI).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan judul yang diambil maka masalah
yang menjadi obyek penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak pengelasan material kapal yang terbakar dengan
terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap struktur mikro ?
2. Bagaimana dampak pengelasan material kapal yang terbakar dengan
terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap kekuatan tarik ?
3. Bagaimana dampak pengelasan material kapal yang terbakar dengan
terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap nilai kekerasan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari tugas akhir ini mengacu pada latar belakang masalah dan
perumusan masalah yang ada, diantaranya :
1. Untuk mengetahui dampak pengelasan material kapal yang terbakar
dengan terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap struktur mikro ?
3
2. Untuk mengetahui dampak pengelasan material kapal yang terbakar
dengan terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap kekuatan tarik ?
3. Untuk mengetahui dampak pengelasan material kapal yang terbakar
dengan terbakar dibandingkan pada material kapal yang terbakar dengan baru
terhadap nilai kekerasan ?
1.4 Batasan Masalah
Agar lebih fokus untuk membahas permasalahan yang menjadi obyek
penelitian, maka penulis membatasi permasalahan. Batasan-batasan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Material yang digunakan adalah KI grade-A
2. Variasi yang digunakan plat terbakar dengan terbakar dan plat terbakar
dengan baru
3. Tebal material 8 mm
4. Jumlah spesimen yang digunakan 6
5. Proses pengelasan yang digunakan adalah FCAW
6. Elektroda yang digunakan E 71T1 Ø 1,2 mm
7. Suhu terbakarnya kapal ± 700oC
8. Menggunakan media pemadan air, air laut, dan fire block
9. Pengujian yang digunakan adalah micro test, tensile test, dan hardness
test.
10. Standart yang digunakan untuk proses analisa dan pengujian adalah Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI)
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
mengetahui dampak pengelasan material kapal yang terbakar dengan yang
terbakar dibandingkan material kapal yang terbakar dengan yang baru pada
material BKI grade A terhadap struktur mikro, kekuatan tarik, dan nilai
kekerasan sehingga dapat dijadikan acuan dan pedoman dalam pengerjaan
produk kapal selanjutnya agar jika sewaktu waktu kembali terjadi kebakaran
kapal bisa mengetahui material tersebut masih layak digunakan atau tidak.
4
(Halaman sengaja dikosongkan)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material BKI Grade A
Material BKI grade A merupakan material baja karbon rendah yang
biasanya diaplikasikan pada dunia perkapalan. Kelebihan plat kapal tentunya
terkandung unsur lain selain baja sebagai unsur utama. Material ini lebih
cenderung anti korosi karena pada aplikasinya material ini digunakan pada
air laut yang korosif jika dibandingkan dengan air tawar biasa. Unsur
campuran pada plat kapal berpengaruh terhadap laju korosi yang pada kapal
nantinya. Unsur-unsur campuran tersebut nantinya harus menambah kualitas
dari plat tersebut. Kandungan dalam setia lembar plat adalah 92-97 persen
merupakan besi. Sisanya terdapat kandungan carbon, silicon, mangan,
belerang, dan fosfor. Tentunya dalam cetakan plat kotoran yang terbawa
harus diminimalisir untuk menjaga kualitas dari plat tersebut.
Baja untuk kapal kontruksi lambung biasanya mengandung 0, 15-0,23%
kandungan unsur karbon. Sedangkan untuk kadungan fosfor dan sulfur
kurang dari 0,5%. Jika kandungan fosfor dan sulfur terlalu tinggi dapat
merugikan pengelasan dari baja dan dapat terjadi keretakan jika mengandung
sulfur yang tinggi. Baja untuk kapal digolongkan oleh badan klasifiksi.
Dalam hal ini LR (Lloyd’s Register) dan sebelum pengiriman. Semua plat
bersertifikat ditandai dan diberikan keterangan sesuai aturan yang
diberlakukan. Sifat-sifat baja dapat berubah karena perlakuan panas terhadap
baja tersebut. Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada proses pengelasan.
Plat kapal diaplikasikan untuk seluruh bangunan kapal dengan komposisi
standart kontruksi kapal yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia
(standart: ABS, BKI, DNV, RINA, GL, LR, BV, KR, CSS, dan seterusnya)
dengan klas baja : A, B, C, D, dan E. (Grade: A, B, D,E, AH32AH40, DH32-
DH40, A32, A36, D32, D36 dan seterusnya) dengan tebal: 8 mm s/d 100 mm,
lebar: 1500 mm s/d 2700 mm, panjang: 6 m s/d 13 m. Sifat mekanis yang
harus dimiliki untuk plat kapal biasa adalah batas lumer 24 kg/mm2, kekuatan
tarik 41 kh/mm2 s/d 50 kg/mm2 dan regangan patah minimal 22%. Plat kapal
6
tegangan tinggi (untuk lambung kapal) memiliki sifat mekanis tegangan
lumer 32 kg/mm2 dan kekuatan tarik 48 kg/mm2 sd 60 kg/mm2 untuk
tegangan lumer minimum 36 kg/mm2, kekuatan tariknya 50 kg/mm2 s/d 63
kg/mm2, selain itu juga digunakan baja tempa yang memiliki kekuatan tarik
minimal 41 kg/mm2.
Pemakaian plat baja untuk bangunan memiliki resiko kerusakan tinggi
terutama terjadi korosi pada plat kapal baja yang merupakan proses
elektokimia, akibat lingkungan air yang memiliki resisitifitas yang sangat
rendah (+ 25 ohm-cm dibandingkan air tawar + 4000 ohm-cm) dan sesuai
dengan posisi plat pada lambung kapal. Lengkung bagian buritan kapal.
Posisi plat baja lambung kapal terbagi dalam tiga bagian yaitu:
1. Selalu tercelup air (plat lajur alas, plat lajur bilge, dan plat kapal lajur kiri
sampai sarat minimal).
2. Keluar masuk air (plat lajur sisi kapal dari syarat minimal sampai sarat
maksimal).
3. Tidak tercelup air (plat lajur sisi mulai dari syarat maksimal sampai main
deck kapal).
Bagian badan kapal yang memiliki lengkungan plat kapal yang signifikan
adalah pada lajur bilga dari haluan sampai buritan kapal, mengikuti bentuk
badan kapal pada rencana garis. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek
tahanan kapal seminimal mungkin, sehingga daya mesin induk yang
digunakan pada kapal dapat lebih efisien. Plat baja lambung kapal selain
menerima beban dari luar (air laut) juga mendapat tekanan dari dalam, dengan
distribusi pembebanan kapal.
Mechanicahl properties dan chemical composition material BKI grade
A ditunjukkan pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Mechanical properties BKI grade A
Yield strength
(N/mm2)
Tensile strength
N/mm2
Elongation
(%)
235 400-5202) 22
Sumber : BKI vol V (2014)
Tabel 2. 2 Chemical composition material BKI grade A
7
Cmax Simax Mnmin Pmax Smax Cr Cu
0,212) % 0,50 % 2,5 x C% 0,035 % 0,035 % 0,20 % 0,30 %
Sumber : BKI vol V (2014)
2.2 Proses Pengelasan FCAW
Flux Core Arc Welding (FCAW) atau las busur listrik inti tengah
merupakan kombinasi antara SMAW, GMAW, dan SAW. Sumber energi
pengelasan menggunakan arus listrik AC dan DC dari pembangkit listrik
atau melalui trafo atau melalui rectifer.
Gambar 2. 1 Skema Las FCAW (W Ir Yosumarto)
Pengelasan Flux Core Arc Welding (FCAW) merupakan salah satu jenis
las listrik yang memasok filler electrode secara mekanis terus kedalam busur
listrik yang terbentuk diantara ujung filler electrode dan metal induk.
Elektroda pada FCAW terbuat dari metal tipis yang digulung cylindrical,
diisi dengan fluks sesuai kegunaannya. Pelindung proses pengelasan ini dari
kemungkinan kontaminasi dari luar terlaksana dengan :
a. Gas yang dihasilkan pada proses pengelasan.
b. Terak / slag yang dihasilkan cukup banyak karena berada pada inti
elektroda.
c. Tambahan gas pelindung dari luar jika diinginkan.
Proses FCAW pada dasarnya = GMAW dan yang menjadi pembeda
utamanya adalah elektrodanya yang berbentuk tubular yang berisi
8
fluks. Berdasarkan metode pelindung, FCAW dibedakan :
1. Self shielding FCAW (Pelindungan sendiri), yaitu melindungi las
yang mencair dengan gas dari hasil penguapan dan reaksi inti fluks.
2. Gas shielding FCAW (perlindungan gas) = dual gas, yaitu
melindungi las yang mencair selain dengan gas sendiri juga ditambah
gas pelindung dari luar sistem.
Kedua jenis pelindung di atas sama-sama menghasilkan terak las yang
memadai untuk melindungi metal las yang akan beku. Perbedaannya terletak
pada tambahan sistem pemasok gas dan welding torch (welding gun).
Berdasarkan cara pengoperasiannya, FCAW dibedakan menjadi :
1. Semi otomatik / semi automatic.
2. Otomatik / machine otomatik.
Sifat-sifat utama (Principal features) FCAW dalam proses pengelasan :
1. Produktivitas yang kontinu dari pasokan elektroda las.
2. Sifat metalurgi las yang dapat dikontrol dari pemilihan fluks.
3. Pembentukan manik las yang cair dapat ditopang oleh slag yang tebal
dan kuat.
Pelindung gas umumnya menggunakan gas CO2 atau campuran
CO2 dengan Argon. Namun dengan keberadaan oksigen kadang akan
menimbulkan masalah baru yaitu dengan yang dihasilkan reaksi CO2 dan
oksigen yang ada di udara sekitar lasan, sehingga perlu memilih fluks yang
mengandung zat yang bersifat pengikat oxygen atau deoxydizer. Alasan self
shielding populer digunakan di luar ruangan (FIELD WORK), yaitu :
1. Menggunakan keluaran elektroda (Electrode extension) yang
panjang, antara ½ “ s/d 3 ¾ “ (12 s/d 95 mm).
2. Dengan electrode extension yang tinggi akan menghindari hambatan
pengaruh pemanasan elektroda (seperti preheat) yang dapat
menstabilkan tegangan listrik (V) serta menurunkan arus lsitrik (A).
3. Penetrasi hasil lasan dangkal dan menyempit yang baik untuk proses
build up pada gap yang melebar.
4. Apabila sistem pengendalian Voltage dan amperage pada power
station dapat dipertahankan, maka deposition rate meningkat pesat,
9
sehingga meningkatkan productivity.
5. Penetrasi dapat disesuaikan dan untuk menghasilkan penetrasi
dangkal, pemakaian arus dan polarity harus DCRP dan penetrasi
dalam dengan DCSP.
Penggunaan utama FCAW :
1. Baja karbon / carbon steel.
2. Baja karon Alloy rendah / Low alloy carbon steel.
3. Baja tahan karat / Stainless steel.
4. Besi tuang / Cast Iron.
5. Las titik baja tipis / Sheet steel spot welding.
6. Pengerasan & pelapisan permukaan / Steel hard facing and cladding.
Lay out mesin otomatik FCAW dioperasikan dengan arus DC constant
dengan voltage 100% duty cycle. Umumnya penggunaan side shielding
ialah untuk pengelasan yang sempit, penetrasi kampuh yang dalam dan
mengurangi spatter dan nozzle dapat dengan pendinginan gas atau air.
Pendinginan air apabila menggunakan arus di atas 600 A. Penggunaan nozzle
secara tandem, untuk deposition rate yang tinggi dengan pelindung gas dapat
dilakukan. Gas pelindung pada FCAW adalah CO2, dengan keuntungan :
1. Harga murah
2. Meningkatkan daya penetrasi, walaupun dapat meningkatkan
transfer globular mode mechanism
Jika komposisi CO2 pada material rendah maka lasan yang mencair
akan mengambilnya dari udara sekitarnya, sehingga hasil lasan baik dan
tanpa porosity. Jika komposisi karbon tinggi akan cenderung menghasilkan
lasan yang banyak porosity, sehingga pemilihan fluks yang mempunyai daya
antioksidasi (oxidizer) perlu dipertimbangkan, sehingga mutu lasan dapat
memenuhi tanpa porosity.
Proses kontrol FCAW mencakup :
1. Arus pengelasan.
2. Voltase pengelasan.
3. Elektroda.
4. Travel speed.
10
5. Shielding gas flow.
6. Deposition rate.
7. Sudut pengelasan.
Arus pada FCAW berpengaruh langsung secara proposional terhadap
electrode :
1. Feed rate.
2. Diameter.
3. Composition.
4. Extension rate.
Penggunaan voltage constant pada FCAW ialah untuk mempertahankan
pelelehan elektroda pada panjang busur tetap. Tegangan busur (arc voltage)
dan panjang busur mempunyai hubungan erat karena mutu tampilan,
kemulusan, dan sifat lasan dengan FCAW akan sangat dipengaruhi oleh
kondisi panjang busur dan voltage.
Contoh : Jika voltage busur arus terlalu panjang akan berakibat banyak
weld spatter dan manik las melebar.
FCAW dengan elektroda tanpa pelindung gas dengan busur voltage
tinggi akan mengkonsumsi nitrogen disekitarnya yang dapat berakibat
porosity pada pengelasan baja lunak dan akan berakibat retak pada baja
tahan karat karena proses akan mengurangi kandungan ferrite pada hasil
lasan. Apabila voltage busur terlalu pendek (rendah) akan berakibat capping
yang mengecil dan convex / cembung, menurunnya daya penetrasi dan
banyak weld spatter. Electrode extension perlu diperhatikan karena
merupakan hambatan dalam pemanasan elektrode sebelum meleleh. Kondisi
suhu elektrode sebelum meleleh akan berpengaruh terhadap.
1. Penggunaan energy busur (arc energy).
2. Kemampuan beku elektroda (Electrode deposition rate).
3. Daya penetrasi (Penetration ability).
Travel speed berpengaruh pada penetrasi dan bentuk ulir pengelasan.
Penetrasi pada travel speed yang lambat akan lebih dalam daripada travel
speed tinggi. Pengelasan dengan travel speed lambat pada penggunaan arus
(A) tinggi akan berakibat panas yang berlebihan (over heating) pada lasan,
11
yang dapat menyebabkan bentuk bulir yang kasar, terperangkapnya slag dan
burn through. Pengelasan dengan travel speed tinggi dengan arus listrik (A)
tinggi akan menyebabkan bulir las kasar dan undercut. Keakuratan aliran gas
pelindung tergantung dari :
1. Bentuk nozzle las.
2. Jarak ujung nozzle dengan benda kerja.
3. Media gerak dari gas pada area pengelasan.
Deposition rate : Jumlah berat metal las beku / jadi per satuan waktu
Deposition rate sangat bergantung pada
variabel :
1. Diameter electrode
2. Komposisi electrode
3. Panjang keluaran elektrode (electrode extension)
4. Arus listrik pengelasan (welding current)
Efisiensi pengelasan ialah perbandingan antara jumlah berat kawat
las yang digunakan dengan jumlah berat lasan yang jadi / beku dalam persen.
Umunnya deposition rate efficiency FCAW :
1. Pelindung gas : 80 – 90 %
2. Tanpa pelindung gas (self shielding) : 78
– 87 %
Mutu lasan FCAW bergantung :
1. Jenis elektrode yang digunakan.
2. Metode yang digunakan.
3. Kondisi bahan bakar.
4. Desain sambungan las.
Keuntungan FCAW :
1. Nilai deposit las yang tinggi.
2. Nilai toleransi yang tinggi.
3. Self shielding electrode arc cocok untuk aplikasi lapangan.
4. Penetrasi pengelasan yang
Keterbatasan FCAW :
1. Slag yang harus dibersihkan setelah pengelasan.
12
2. Asap dari pengelasan yang banyak.
2.3 Elektroda E 71T-1
FCAW adalah proses las yang meggunakan kawat elektroda kontinyu,
dimana inti fluks akan melindungi cairan las dan kemudia membentuk terak
(tipis) setelah las cairan beku, seperti proses las busur manual. Beberapa tipe
kawa elektroda dapat melindungi secara keseluruhan proses las tersebut
artinya fluksnya dapat melindungi cairan las dari kontaminasi udara luar pada
saat proses las berlangsung dan membentuk terak pelindung saat pembekuan.
Namun ada tipe eletroda yang membutuhkan gas pelindung tambahan
(kedua), seperti gas carbon dioksida (CO2) atau campuran gas argon dan CO.
Berdasarkan AWS A5.20 (2005), tipe Elektroda E71T-1C digunakan semua
posisi dan sangat baik digunakan pada single atau multiple pass pada
pengelasan lap, fillet dan butt welds. Shielding gas yang digunakan adalah
CO2 dengan polarity DCEP. Semburan arc halus, cakupan terak penuh, slag
mudah dihilangkan dan low spatter. Produk ini sangat baik digunakan di
fabrikasi baja ringan dan alam fabrikasi structural. Komposisi kimia pada
kawat las E 71T-1 dapat dilihat pada Table 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Komposisi Kimia Kawat Las E 71T-1
Sumber : AWS A5.20, (2005)
2.4 Media Pemadam Kebakaran
Media pendingin adalah suatu substansi yang berfungsi dalam
menentukan kecepatan pendinginan yang dilakukan terhadap material yang
telah diuji dalam sifat perlakuan panas. Pemakaian media pendingin juga
berguna dalam penentuan sifat dan fasa dari struktur yang terbentuk setelah
material didinginkan. Secara garis besar ada dua jenis media pendinginan
yang digunakan, yaitu media pendingin dengan tingkat kerapatan yang
rendah dan media pendingin dengan tingkat kerapatan yang tinggi. Apabila
disusun dengan urutan yang terperinci dari media pendingin yang memiliki
densitas yang tinggi sampai yang paling rendah, maka diperoleh sebagai
berikut: air garam, air, oli, minyak, dan udara. Untuk lebih jelasnya maka
Weight Percent
C Mn Si S P Cr Ni Mo V Cu
0.12 1.75 0.90 0.03 0.03 0.20 0.50 0.30 0.08 0.35
13
dalam pembahasan ini hanya akan dijelaskan pengaruh media pendingin
secara garis besarnya saja, yaitu antara dua tingkat kerapatan. Untuk media
pendingin dengan kerapatan yang tinggi, laju pendinginan akan berlangsung
secara cepat, karena proses transfer kalor lebih mudah terjadi apabila jarak
antara molekul-molekul lebih kecil. Dengan percepatan proses pendinginan
ini, maka akan terbentuk struktur martensit yang kasar, dimana memiliki sifat
yang kasar dan getas. Sifat ini terjadi karena proses rekristalisasi yang cepat,
sehingga atom karbon tidak sempat terdistribusi dalam mengikat atom
penyusun logam, dan atom-atom lainnya membesar, sehingga memenuhi
ruang, laju pendinginan akan berlangsung secara lambat, karena proses
transfer kalor tidak dapat berlangsung dengan mudah pada molekul-molekul
yang memiliki jarak yang besar, dengan proses yang lambat ini, maka akan
membentuk struktur yang keras dan ulet (Rajan, TJ, Sharma, 1997).
2.4.1 Jenis Media Pendingin
1. Hydrant atau Air laut (V= 1025 kg/m3)
Laju pendinginan lebih sepat dari media pendinginan yang lain.
Hal ini disebabkan karena massa jenisnya yang lebih besar dari
media pendingin lain. Butiran kristal mampu menyerap
menghasilkan martensit bersifat keras dan getas.
Gambar 2. 2 Media pemadam kebakaran hydrant / air laut
2. Air Biasa (V= 998 kg/m3)
Massa jenis air lebih rendah dari pada air garam sehingga laju
pendinginannya lebih lambat dibandingkan dengan air garam.
14
Hal ini disebabkan karena jarak antara atom-atom di dalam
air lebih rapat dan menghasilkan struktur martensit yang
butirannya lebih besar.
Gambar 2. 3 Media pemadam kebakaran air biasa
3. Fire block
adalah Pada Dasarnya Kebakaran terjadi karena ada 3 elemen
dasar yaitu Oksigen, Suhu, dan Bahan yang mudah terbakar.
Kunci utama untuk mengendalikan api adalah mematikan salah
satu dari ketiga elemen tersebut. Alat Pemadam Api Canggih Fire
Block bekerja dengan mengendalikan semua faktor secara
bersamaan sehingga lebih efektif. Dengan berfungsinya Fire
Block, maka kandungan di dalamnya akan mengikat oksigen di
sekitar titik api akan menjadi tidak memadai dan api akan padam.
Chemical Foam di dalam Fire Block akan menyebar di sekeliling
permukaan yang terbakar sehingga berfungsi mengurangi
suhu/temperatur benda yang terbakar dan mengurangi
kemungkinan terjadinya api menyala kembali. Yang terakhir, isi
Fire Block akan membatasi dan mengurangi area yang terbakar.
Fire Block dapat digunakan dengan 2 cara, yaitu secara aktif
(dilempar langsung ke titik api) maupun secara pasif
(ditempelkan pada area yang berpotensi terbakar). Kedua cara ini
sangat efektif memadamkan kobaran api yang dapat melahap
harta benda maupun jiwa. Fire Block bekerja karena dipicu oleh
sumbu (fuse) yang berada pada sisi luar botol. Sumbu ini akan
menyebabkan ledakan kecil di tabung sekaligus menyemburkan
cairan dan foam chemical di dalam isi tabung.
15
Gambar 2. 4 Media pemadam kebakaran fire block
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pendinginan
1. Viskositas
Viskositas merupakan kekentalan atau tingkat kekentalan yang
dimiliki suatu fluida atauzat cair. Semakin tinggi angka
viskositasnya, maka semakin lambat laju
pendinginannya.Misalnya pada oli atau air garam, dimana air
garam memiliki tingkat viskositas yang rendah,namun massa
jenisnya tinggi sehingga laju pendinginan cepat dibandingkan oli
yang memilikitinggi sehingga laju pendinginan cepat
dibandingkan dengan oli yang memiliki tingkat viskositas tinggi
sehingga panas sulit menguap dengan cepat sehingga laju
pendinginan lambat (Rajan, TJ, Sharma, 1997).
2. Densitas atau kerapatan (massa jenis)
Densitas merupakan massa jenis yang dimiliki media
pendingin (fluida). Semakin tinggidensitas yang dimiliki suatu
media pendingin maka semakin cepat laju pendinginannya
(Rajan, TJ, Sharma, 1997).
3. Temperatur
Semakin tinggi temperature suatu bahan maka luju
pendinginan juga semakin lambat, tetapi ini tergantung dari
media pendingin yangdigunakan, semakin rendah temperature
yang dibutuhkan suatu bahan maka semakin cepat laju
pendinginannya (Rajan, TJ, Sharma, 1997).
4. Waktu
16
Semakin cepat laju pendinginan maka waktu yang diperlukan
semakin sedikit/singkat, begitu juga sebaliknya semakin lama
laju pendinginan maka waktu yang dibutuhkan semakin banyak
(Rajan, TJ, Sharma, 1997).
Laju pendinginan =
𝑆𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑆𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (2.1)
2.5 Diagram Fasa Fe3C
Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk
memahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon, suatu jenis logam
paduan besi (Fe) dan karbon (C). Karbon larut di dalam besi dalam bentuk
larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang. Baja
dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha ferrite
pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk
endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound
(Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat
alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur
ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-
austenite. Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal
berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferrite
akan berubah menjadi gamma-austenite saat dipanaskan melewati
temperature 910oC. Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400oC
gamma-austenite akan kembali berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan
Delta) Ferrite dalam hal ini memiliki struktur kristal BCC. Berikut gambar
sedangkan (Gamma) Austenite memiliki struktur kristal FCC. Berikut gambar
diagram fasa yang ada dibawah.
17
Gambar 2. 5 Diagram Fasa Fe-Fe3C (Lawrence H. Van Vlack. 1991)
2.6 Struktur logam
Merupakan kumpulan atom yang memiliki enam sentuhan dari atom
yang lain pada setiap lapisan. Meskipun susunan logam dapat terganggu pada
batas butiran, kekuatan ikatan berbeda antara logam yang satu dengan logam
yang lain tergantung pada jumlah elektron yang terdelokalisasi pada lautan
elektron. Berikut susunan dari struktur logam antara lain yaitu:
1. Besi
Merupakan larutan karbon didalam besi yang berada diantara
temperature 1394 s/d 1538oC dengan sifat struktur BCC dan daya larut
karbon maksimal 0,1% pada temperature 149oC.
2. Austenite (ɤ)
Merupakan larutan padat dari karbon didalam besi dengan struktur
FCC, dengan komposisi karbon mulai 0,17% pada temperature 1495oC
dan maksimum 2,11% pada temperature 1148oC terjadi pada pemanasan
diatas temperature kritis (A1) 727oC sifat lunak, non magnetis.
3. Ferrite (α)
Merupakan larutan padat dari karbon didalam besi murni. Fase ini
terjadi dibawah temperature 912oC dengan struktur BCC, dengan
komposisi karbon maksimum 0,02% pada temperature 727oC memiliki
sifat magnetis, lunak. Berikut gambar struktur mikro dibawah ini.
18
Gambar 2. 6 Struktur Mikro Ferrite (Sonawan dan Rockhim, 2003)
4. Cementite (Fe3C)
Merupakan larutan padat, kombinasi kimia antara karbon besi (Fe3C)
yang mengandung 6,67%C dengan sifat keras dan rapuh, magnetis sampai
210oC, pada pemanasan diatas 210oC menjadi non magnetis. Besi dan
karbon bersenyawa membentuk Fe3C sewaktu masih cair disebut karbit
besi dan setelah padat disebut cementite.
5. Pearlite (α+Fe3C)
Merupakan campuran eutectoid dari ferrite dan cementite yang
mengandung 0,8% C, fase ini terjadi dibawah temperature kritis (A1)
727oC. Sifat lebih keras dan lebih kuat dari pada ferrite tetapi kurang ulet,
magnetis.
Gambar 2. 7 Struktur Mikro Pearlite (Sonawan dan Rockhim, 2003)
6. Ledeburite (ɤ+Fe3C)
Merupakan campuran eutectic, austenite dan cementite yang
mengandung 4,3%C, fase ini terjadi dibawah temperature 1148oC
mempunyai sifat rapuh dan keras.
19
7. Martensite
Merupakan larutan padat karbon didalam besi yang terbentuk dengan
pendinginan cepat dari austenite dari atas temperatur kritis, stabil pada
tempeatur 150oC, sifat rapuh dan keras, kekerasan tergantung komposisi
karbon.
2.7 Pengujian
2.7.1 Uji Tarik
Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan sambungan
logam hasil pengelasan, pengujian dapat dilakukan dengan pengujian
merusak dan pengujian tidak merusak. Pengujian merusak dapat
dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui kekuatan
sambungan logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat
dilakukan suatu uji tarik yang telah distandarisasi.
Kekuatan tarik sambungan las sangat dipengaruhi oleh sifat logam
induk, daerah HAZ, sifat logam las, dan geometri serta distribusi
tegangan dalam sambungan. Untuk melaksanakan pengujian tarik
dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang
dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik
merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan
untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk
yang sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung
spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap
spesimen uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal Testing
Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji
dan sampai terjadi patah. Dalam pengujian, spesimen uji dibebani
dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit hingga spesimen uji
tersebut patah, kemudian sifat-sifat tarikannya dapat dihitung dengan
persamaan 1 dan 2:
Tegangan F
Ao (kgf/mm2 ) …………,,…………………….….(1)
Dimana: F = beban (kgf)
Ao = luas mula dari penampang batang uji (mm2)
20
Regangan: ε =L−Lo
Lo 𝑥 100% …...…………………………........(2)
Dimana: Lo = panjang mula dari batang uji (mm)
L = panjang batang uji yang dibebani (mm)
Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam
gambar 2.8 Titik P menunjukkan batas proporsi, dan titik E
menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak
akan terjadi perpanjangan tetap pada batang uji dan disebut batas
elastik. Titik E sukar ditentukan dengan tepat karena itu biasanya
ditentukan batas elastic dengan perpanjangan tetap sebesar 0,005%
sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2 titik luluh
bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam
diagram tegangan-regangan, dan dalam hal ini tegangan luluhnya
ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0,2%.
Gambar 2. 8 Kurva tegangan- regangan teknik (Munir, 2015)
Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan
universal testing machine. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik,
kemudian beban statik dinaikkan secara bertahap sampai spesimen
putus. Besarnya beban dan pertambahan panjang dihubungkan
langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan
(Kgf/mm2
) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa
21
tegangan luluh (σys), tegangan ultimate (σult), modulus elastisitas
bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang diuji tarik.
Berikut adalah sifat-sifat yang dihasilkan oleh pengujian tarik:
1. Kekuatan tarik maksimum
Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Pada bahan yang
bersifat getas, dimana tegangan maksimum itu merupakan sekaligus
tegangan perpatahan. Dirumuskan pada persamaan 2.1
𝜎 =Ρ
Α𝜊 (2.1)
Dimana 𝜎 adalah Tegangan tarik maksimum (MPa, N/mm2), P
adalah Beban Maksimum (N) dan Α𝜊 adalah Luas Penampang Mula-
mula (mm2).
2. Regangan maksimum (ℯ)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan
terhadap panjang awalnya. Dirumuskan pada persamaan 2.2 dan 2.3
ℯ =∆
Li× 100% (2.2)
ℯ =Li−Lο
𝐿𝜊× 100% (2.3)
Dimana, Li adalah Panjang sesudah patah (mm), Lo adalah Panjang
mula-mula (mm), ℯ adalah Regangan (%).
3. Modulus elastisitas (Ε)
Merupakan ukuran kekakuan suatu material pada grafik
tegangan-regangan), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari
slope kemiringan garis elastic yang linier, diberikan oleh persamaan
2.4
Ε =𝜎
ℯ (2.4)
Ε adalah Modulus elastisitas (MPa), 𝜎 adalah Tegangan Maksimum
(KN/mm2), dan ℯ adalah Regangan (%). (Ahmad Naufal, Sarjito
Jokosisworo, Samuel, 2016).
2.7.2 Uji Kekerasan
Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk
menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan
22
terhadap identasi atau penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan
terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu
bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena
kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat – sifat mekanik
yang lain, yaitu kekuatan (strength). Bahkan nilai kekuatan tarik yang
dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasanya (Callister,
2007).
Menurut Wing (2009), Faktor peningkatan kekerasan dipengaruhi
oleh kandungan ferrite, semakin tinggi ferrite maka nilai kekerasan
akan semakin tinggi.
Ada beberapa metode pengujian yang dapat digunakan menguji
kekrasan seperti pada Tabel 2.4 diantaranya :
1. Metode Pengujian Kekerasan Brinnel
2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3. Merode Pengujian Kekerasan Rockwell
Tabel 2. 4 Jenis Pengujian Kekerasan
Sumber: Callister, 2007
Untuk keperluan metalurgi seringkali diperlukan pengukuran
kekerasan pada daerah yang sangat kecil, misalnya pada salah satu
struktur mikro, atau pada lapisan yang sangat tipis. Untuk itu
pengujian dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil, di bawah
1000 gram, menggunakan mesin yang dikombinasi dengan
mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah vickers (Callister,
2007).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian Vickers :
23
1. Permukaan harus rata, halus dan dapat ditumpu dengan baik pada
permukaan horizontal.
2. Identor yang digunakan adalah pyramid intan yang beralas bujur
sangkar dengan sudut puncak 136° seperti pada Gambar 2.9
Gambar 2. 9 Pengujian Hardness Vickers (Callister, 2007)
3. Pada pelaksaannya waktu yang digunakan 10-30 detik
4. Nilai kekerasan dpat dihitung sesuai dengan Persamaan (2.2)
dibawah ini
DHP = {2P sin (α/2)}/d2 (2.2)
= 1,854 P/d2
Dimana P = Gaya tekan (kgf)
α = 136°
d = diagonal identasi (mm)
2.7.3 Pengujian Metalography
Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur
logam dengan menggunakan mikroskop optik dan mikroskop
elektron. Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut
tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan
terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati dengan
pembesaran tertentu. Gambar 2.10 berikut menjelaskan spesimen
dengan pembesaran dan lingkup pengamatannya.
24
Gambar 2.10 Spesimen Ukuran dan Bentuk Obyek Pembesaran
Agar permukaan logam dapat diamati secara metallografy, maka
terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :
1. Pemotongan Spesimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan.
2. Mounting Spesimen (bila diperlukan)
Tahap mounting ini, hanya dilakukan untuk material yang kecil atau
tipis saja. Sedangkan untuk material l yang tebal, tidak memerlukan
proses mounting.
3. Grinding dan Polishing
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk
permukaan spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan
dengan cara menggosok spesimen pada mesin hand grinding yang
diberi kertas gosok dengan ukuran grid yang paling kasar (grid 240)
sampai yang paling halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan
dengan menggosokkan spesimen diatas mesin polishing machine yang
dilengkapi dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan
kehalusan 1-0,05 mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan
untuk lebih mengahluskan permukaan spesimen sehingga akan lebih
mudah melakukan metalography.
4. Etsa (Etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau
mengorosikan permukaan spesimen yang telah rata karena proses
grinding dan polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan
permukaan spesimen ini dikarenakan mikrostruktur yang berbedaakan
25
dilarutkan dengan kecepatan yang berbeda, sehingga meninggalkan
bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada
pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan
spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan
etsa/etching reagent sendiri-sendiri. Perhatikan Gambar 2.11 yang
menunjukkan pengaruh efek proses etsa permukaan spesimen yang
telah mengalami proses grinding dan polishing.
Gambar 2.11 Pengaruh Etsa Terhadap Permukaan Spesimen
Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap
untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografy.
Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan
intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang,
terang). Dengan demikian apabila seberkas sinar dikenakan pada
permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan sesuai
dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin
tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang
terpantul ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada
mikroskop adalah warna hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit
terkorosi akan tampak berwarna terang (putih) sebagaiman
ditunjukkan pada Gambar 2.12 berikut :
Gambar 2. 12 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metallografy
26
5. Image analysis
Image analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk
menghitung suatu persentase dari suatu fase dari material. Software
Ini bisa di download gratis di web. Banyak aplikasi image analysis
contohnya: image J, fiji dll.
Aplikasi ini digunkan untuk membantu menghitung persentase fase
pada gambar struktur mikro.
2.8 Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang ditampilkan pada Tabel 2.5 berikut
dijadikan rujukan dalam penelitian ini.
Tabel 2. 5 Penelitian sebelumnya
No Nama/Tahun Judul Kesimpulan
1. Imam Bihaqi (2015)
Studi metode
perbaikan kontruksi
lambung kapal pasca
terbakar
Studi metode
perbaikan kontruksi
lambung kapal pasca
terbakar
Material baja karbon pada kontruksi
lambung. Kapal masih bisa dilakukan
perbaikan dengan batasan-batasan
tertentu. Pada suhu panas kebakaran
dibawah suhu 600oC. Karakteristik
mekanik A36 pada kontruksi lambung
kapal masih memenuhi standart ASTM
A36, sedangkan pada kebakaran diatas
suhu 650oC ke atas sampai dengan suhu
1000oC material baja karbon A36 sudah
tidak sesuai kriteria ASTM A36 karena
besar regangan 23% dan sudah tidak
sesuai dengan standart ASTM meskipun
nilai tegangan luluh puncaknya masih
memenuhi nilai range yang diizinkan.
2. Muhammad Andy
Yusuf (2016)
Pengaruh kebakaran
temperatur 700oC dan
900oC terhadap
perubahan kekerasan
dan keuletan pada
pengelasan material
SA 36 dengan
menggunakan
metode SMAW
Pada pengujian kekerasan didapatkan
bahwa specimen dengan temperature
700oC memiliki nilai kekerasan yang
lebih tinggi dari temperature 900oC.
Pada pengujian ini mikro pada material
hanya terdapat ferlit dan pearlite.
27
3. Zulkarnain Fatoni
(2015) Pengaruh
kontruksi baja yang
terbakar diberi
perlakuan
pendinginan air
Pengaruh kontruksi
baja yang terbakar
diberi perlakuan
pendinginan air
Baja karbom menengah yang biasanya
dipergunakan untuk baja kontruksi jika
mengalami pemanasan atau terbakar dan
didinginkan dengan cepat atau pihak
pemadam kebakaran mendinginkan
dengan menyemprotkan air apakah itu
air tawar maupun air laut maka strktur
yang terbentuk adalah martensit yang
keras tetapi diikuti sifat yang getas.
28
(Halaman sengaja dikosongkan)
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir ( flow chart )
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan flow chart
yang ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut :
Gambar 3. 1Diagram alir penelitian
Observasi Lapangan
Studi Literatur
Persiapan Material dan Alat
Proses Pengelasan FCAW
Plat yang terbakar dengan plat
yang terbakar
Pengujian Spesimen
1. Uji mikro
2. Uji tarik
3. Uji kekerasan
Start
Plat yang terbakar dengan plat
yang baru
Finish
Pengumpulan data
Analisa
Pembahasan & kesimpulan
30
3.2 Observasi Lapangan
Observasi lapangan meliputi identifikasi masalah-masalah yang ada di
industri. Dengan membuat penelitian ditempat pelaksanaan on the job
training tepatnya di perusahaan kontruksi permasalahan tersebut dianalisa
dan diajukan menjadi sebuah judul karya tulis untuk dicari solusi dari
masalah tersebut. Observasi yang dilakukan meliputi bahan-bahan yang
akan digunakan dalam percobaan atau studi kasus.
3.3 Studi Literatur
Studi literatur merupakan proses pengumpulan data maupun referensi
yang berhubungan dengan penelitian ini yang nantinya akan digunakan
sebagai acuan dalam penelitian. Data dan referensi yang digunakan
berkaitan dengan kebutuhan informasi mengenai analisa yang sedang
dilakukan untuk menyelasaikan tugas akhir.
3.4 Persiapan Data
Tahap persiapan data merupakan tahap untuk mempersiapkan data yang
berhubungan dengan permasalahan yang didapat yang berkaitan dengan
kebutuhan informasi mangenai analisa yang sedang dilakukan untuk
menyelesaikan tugas akhir yang mana meliputi sumber dari : Standart,
Code, Handbook, Jurnal serta sumber-sumber lainnya yang bisa dipercaya
kebenarannya. Data yang dikumpulkan berupa data-data yang bisa
menunjang penelitian ini.
3.5 Persiapan Material dan Alat
3.5.1 Persiapan Material
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon
rendah (low carbon steel) KI grade A dengan kandungan komposisi
0,26 % C, 0,85 – 1,35 % Mn, 0,04 % P, 0,05 % S, 0,04 Si, dan 0,2 %
Cu dengan tebal 8 mm dan kombinasi antara pengelasan plat yang
terbakar dengan plat yang terbakar dan pengelasan plat yang terkabar
dengan plat yang baru dengan menggunakan backing keramik. Pada
pembuatan spesimen penelitian harus sesuai dengan ketentuan
standart yang dipakai, dimana ukuran spesimen ini memiliki panjang
31
300×150×8 mm sebanyak 6 specimen dengan mempersiapkan
material seperti plat yang terbakar dengan plat yangmterbakar dan
plat yang terkabar dengan plat yang baru.
Gambar 3. 2Material yang akan digunakan (Dokumentasi pribadi)
3.5.2 Persiapan Alat
Peralatan yang dibutuhkan di dalam proses pada saat nanti
sebelum, saat dan sesudah spesimen dilas meliputi
1. Cutting machine
2. Peralatan pengelasan
3. Mesin las FCAW
4. Penggaris/meteran
5. Pengukur sudut dan Jangka sorong
6. Stopwatch dan Welding gauge
7. Oksigen dan Acetylin
8. Welding gauge
9. Sikat baja
3.6 Persiapan Pengelasan
3.6.1 Desain Sambungan
Desain sambungan yang akan dilakukan bisa dilihat pada
Gambar 3.2 berikut.
Gambar 3. 3Detail Sambungan Pengelasan (Dokumentasi Pribadi)
32
3.6.2 Dimensi Material
Material yang digunakan adalah BKI Grade A dengan panjang
300 dan tebal 8 mm sebanyak 6 buah dan tiap variasi ada 3 spesimen
dengan menggunakan backing kramik.
3.6.3 Pengelasan Spesimen
Proses pengelasan yang digunakan yaitu FCAW menggunakan
transformator DC EP dengan sambungan butt joint 1G dengan sudut
kampuh 60˚ ± 5˚ dengan menggunakan root backing kramik. selain
itu juga personal pengelasan (welder) harus terkualifikasi.. Sebelum
pengelasan material harus di cek visual yang mungkin bisa terjadi
cacat pada material ( crack, laminasi, dll)
1. Spesimen 1 (Variasi plat terbakar dengan terbakar)
Pengelasan spesimen material BKI Grade A yang telah
dilakukan bevel masing – masing 30˚ dilakukan pengelasan
dengan elektroda E 71T-1 menggunakan teknik pengelasan
FCAW. Material dilakukan fit up dengan root gap sebesar 6 mm.
Setelah proses fit up selesai maka dilakukan pengelasan dengan
elektroda E 71T-1 dengan arus yang sesuai pada WPS dengan
polaritas DC EP dimana dilakukan pada 3 buah specimen yang
sama.
2. Spesimen 2 (Variasi plat terbakar dengan baru)
Pengelasan spesimen material BKI Grade A yang telah
dilakukan bevel masing – masing 30˚ dilakukan pengelasan
dengan elektroda E 71T-1 menggunakan teknik pengelasan
FCAW. Material dilakukan fit up dengan root gap sebesar 6 mm.
Setelah proses fit up selesai maka dilakukan pengelasan dengan
elektroda E 71T-1 dengan arus yang sesuai pada WPS dengan
polaritas DC EP dimana dilakukan pada 3 buah specimen yang
sama berbeda.
33
3.7 Pengujian
Setelah proses pengelasan selesai maka hal yang akan dilakukan adalah
pengujian. Pengujian dilakukan untuk mengetahui mechanical properties
pada hasil pengelasan sesuai dengan variasi material yang berbeda . Jenis
jenis pengujian yang dilakukan antara lain yaitu:
3.7.1 Mikro test
Pengujian mikro etsa adalah suatu pengujian mengenai struktur
bahan melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus
metallografy. Pengujian mikro bertujuan untuk apakah ada perubahan
struktur mikro pada material setelah terjadi kebakaran selama tiga jam
tersebut. Pengujian mikro dilakukan pada tiga daerah pengamatan yaitu
base metal, weld metal dan HAZ.
Langkah-langkah pengujian mikro :
A. Peralatan dan bahan
Peralatan : 1. Polishing Machine
2. Cawan kimia
3. Pipet
4. Mikroskop
5. Dryer
Bahan : 1. Potongan Spesimen
2. Kertas gosok (grid 320,400, 600, 1000, 1500,
2000, 5000)
3. Kain wool
4. Bubuk alumina
5. Larutan Krolls Etch (Alkohol 96% + 5 ml HNO3)
6. Kain bersih
7. Autosol
B. Langkah – langkah kerja :
1. Pemotongan spesimen uji
2. Grinding specimen uji
34
3. Mengambil kertas gosok yang paling kasar (grid 320) yang telah
digunting sesuai dengan bentuk piringan hand grinding dan
pasang pada hand polishing machine.
4. Menyalakan polishing machine, buka katup sehingga air mengalir
di kertas gosok tersebut dan sampai halus permukaan.
5. Mengangkat spesimen dan amati permukaan yang digosok. Bila
masih ada goresan yang tidak searah dengan orientasi gosokkan,
gosok lagi sampai tidak ada lagi goresan yang tidak searah.
6. Bila goresan sudah searah, matikan polishing machine dan aliran
air, kemudian ganti kertas gosok dengan grid yang lebih halus
(320, 400, 600 hingga 5000) dan gosok lagi seperti langkah
sebelumnya.
7. Bila proses grinding telah selesai, mematikan polisher dan aliran
polisher serta cuci spesimen dengan air.
8. Hal yang perlu di perhatikan dalam proses grinding yaitu setiap
pergantian kertas gosok maka arah orintasi penggosokan harus
tegak lurus dengan arah orientasi penggosokan sebelumnya.
9. Polishing benda uji menggunakan kain wool dan serbuk alumina.
1. Proses etsa
C. Proses Etsa
Proses etsa dilakukan dengan cara berikut :
1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan seperti : pipet, cawan kimia
& hair dryer.
2. Mengambil larutan HNO3 sebanyak 5 ml menggunakan pipet
kemudian dimasukan kedalam cawan kimia.
3. Campur HNO3 dengan alcohol 96%
4. Masukan spesimen kedalam cawan kimia selama beberapa detik
kemudian ambil dan siram dengan air.
5. Keringkan spesimen dengan hair dryer.
D. Pengamatan dengan mikroskop
1. Meletakkan spesimen di bawah lensa mikroskop
2. Mengatur pembesaran (100x atau 200x dan 500x)
35
3. Menyalakan lampu dan mengatur fokusnya
4. Pemotretan struktur mikro
5. Menganalisa gambar struktur mikro spesimen
3.7.2 Tensile Test
Adapun langkah kerja yang harus dilakukan pada pengujian ini
adalah:
1. Menyiapkan material
2. Pembuatan gauge length
Mengambil penitik dan menandai spesimen dengan dua titikan
sejauh 38 mm. Memposisikan gauge length tepat di tengah-
tengah spesimen.
Mengulangi langkah di atas untuk semua spesimen.
3. Pengukuran dimensi
Mengambil spesimen dan ukur dimensinya.
Mencatat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar
kerja.
Mengulangi langkah di atas untuk semua spesimen.
Gambar 3. 4 Spesimen Uji Tarik (Dokumen Pribadi)
4. Pengujian pada mesin uji
Mencatat data mesin pada lembar kerja.
Mengambil kertas HVS yang digunakan untuk mencetak hasil
uji tarik dan memasang pada printer.
Mengambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara
tepat.
36
Menyeting beban dan memasukkan dimensi spesimen uji.
Memberikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
Setelah patah, mengambil spesimen dan mengukur panjang
kemuluran dari gauge length.
Mencetak hasil uji tarik pada kertas HVS.
Mengulangi langkah di atas untuk semua spesimen
3.7.3 Hardness test
Pengujian hardness test dilakukan bertujuan untuk mengetahui
apakah ada perubahan nilai kekerasan setelah terjadi kebakaran
selama tiga jam tersebut. Dalam dengan metode hardness Vickers
ada beberapa persiapan meliputi:
1. Persiapan material uji yang meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati
dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 320.
b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan
kembali dengan menggunakan grid 320, 400, 800, 100
sampai grid 5000
Gambar 3. 5 Spesimen Uji Hardness (Dokumen Pribadi)
c. Jika sudah selesai, material dikeringkan dengan
menggunakan tissue
d. Benda uji di etsa dengan larutan (Alkohol 96% + HNO3)
guna mengetahui dan membedakan daerah weld metal, HAZ,
dan base metal.
e. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan
jenis dan diameter indentor. Dalam penelitian ini
menggunakan beban 10 kgf dan waktu identasi 15 detik.
37
f. Buat titik titik dengan menggunakan pensil tiap (jika
diperlukan) daerah (base metal, HAZ dan weld metal) seperti
pada Gambar 3.8 berikut ini.
Gambar 3. 6 Pengambilan titik Uji Hardness (Dokumen Pribadi)
g. Geser handle pada penopang specimen seperti titik gambar
diatas.
h. Tekan tombol start pada layar. Untuk mulai penitikan atau
penetrasi.
i. Tunggu waktu 15 detik tekan tombol perbesaran agar bisa
diamati diameter hasil identasi. Lalu klik pada horizontal dan
vertical.
j. Tunggu hasil muncul di layar monitor.
k. Jika sudah mucncul hasil catat.
l. Lakukan langkah 5 – 9 untuk tiap tiap yang akan di uji
hardness
3.8 Analisis Data
Analisa data dilakukan ketika data sudah terpenuhi dan juga ketika
proses pekerjaan berlangsung. Untuk data dan hasil dari pengujian akan di
analisa dan dibandingkan dengan pembandingan-pembanding yang
ditentukan. Analisa dilakukan pada data yang ada pada struktur mikro, kuat
tarik, dan nilai kekerasan.
3.9 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa maka akan dilaksanakan pembahasan sesuai
permasalahan. Setelah itu diambil sebuah kesimpulan berdasarkan rumusan
masalah yang ada.
38
(Halaman sengaja dikosongkan)
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Mikro Test
Pengujian mikro adalah salah satu jenis pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui struktur mikro yang ada pada material. Pada pengujian ini
terdapat 6 joint yang mana terdiri dari 3 joint plat terbakar dengan terbakar
yaitu A1, A2, dan A3, dan 3 joint lagi plat terbakar dengan baru yaitu B1, B2,
dan B3. Pada pengambilan foto mikro setiap 1 joint terdapat 5 titik, untuk plat
terbakar dengan terbakar joint 1 A1 pada base metal terbakar 1, A1 pada base
metal terbakar 2, A1 pada HAZ terbakar 1, A1 pada HAZ terbakar 2, dan A1
pada weld metal. Untuk joint 2 A2 pada base metal terbakar 1, A2 pada base
metal terbakar 2, A2 pada HAZ terbakar 1, A2 pada HAZ terbakar 2, dan A2
pada weld metal. Untuk joint 3 A3 pada base metal terbakar 1, A3 pada base
metal terbakar 2, A3 pada HAZ terbakar 1, A3 pada HAZ terbakar 2, dan A3
pada weld metal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1
pengambilan titik struktur mikro dibawah ini.
Gambar 4.1 Pengambilan struktur mikro plat terbakar dan terbakar
untuk plat terbakar dengan baru joint 1 B1 pada base metal terbakar , B1
pada base metal baru, B1 pada HAZ terbakar, B1 pada HAZ baru, dan B1
weld metal. Untuk joint 2 B2 pada base metal terbakar, B2 pada base metal
baru, B2 pada HAZ terbakar, B2 pada HAZ baru, dan B2 pada weld metal.
Untuk joint 3 B3 pada base metal terbakar, B3 pada base metal baru, dan B3
pada weld metal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2
pengambilan titik struktur mikro dibawah ini.
40
Gambar 4.2 Pengambilan struktur mikro plat terbakar dan baru
Untuk Pengambilan foto mikro pada base metal antara plat terbakar
dengan terbakar dan plat terbakar dengan baru bisa dilihat pada Gambar 4.3
dan 4.4 berikut ini.
A1 Base Metal Terbakar dengan terbakar & B1 Base Metal Terbakar dengan baru
200x 500x
A1.1
B1.TB
Gambar 4. 3 Uji Mikro A1.1 Base Metal terbakar dengan terbakar & B1 terbakar
dengan terbakar (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Dari hasil mikro yang dilakukan pada base metal tersebut didapatkan
struktur mikro yang relative sama karena pada daerah ini variasinya plat
terbakar dengan plat terbakar sehingga dari struktur mikro juga tidak jauh
berbeda. Dan hasil pengamatan pada daerah base metal menunjukkan fase
struktur mikro pearlite dan ferrite. Pearlite ditunjukkan daerah yang gelap
sedangkan ferrite ditunjukkan pada daerah yang terang. Pada daerah base
metal A1.1 memiliki prosentase pearlite sebesar 43,165 %. dan ferrite
Pearlite
Ferrite
Ferrite
Pearlite
41
sebesar 56,835 %. Sedangkan pada B1.TB memiliki prosentase pearlite
sebesar 38,686 % dan ferrite sebesar 61,314 %.
Base Metal Terbakar dengan terbakar & Terbakar dengan baru
200x 500x
A1.2
B1.BR
Gambar 4. 4 Uji Mikro A1.2 Base Metal terbakar dengan terbakar & B1 terbakar dengan
baru (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Dari hasil mikro yang dilakukan pada base metal plat terbakar dengan
terbakar dan plat terbakar dengan baru, didapatkan struktur mikro yang
berbeda, dimana pada gambar B1.baru struktur didominasi oleh butir-butir
ferrite yang berwarna putih (bulatan bulatan yang lebar dan terang),
sedangkan fasa pearlite lebih sedikit (bulatan bulatan berwarna kehitaman).
Butir ferrite mengakibatkan karakteristik yang lunak dan ulet terhadap
material. Sedangkan fasa peralite meningkatkan ketangguhan dari material
baja. Dimana semakin banyak fasa ferrite dan pearlite yang terkandung
didalam struktur material, maka nilai kekuatan tarik dan kekerasan dari
material tersebut semakin rendah. (Saiful Askar, 2013). Hal ini didukung
dengan persentase fasa yang dianalisa dengan aplikasi Image analysis pada
daerah base metal A1.2 dengan prosentase pearlite sebesar 37,23 % dan
ferrite sebesar 62,770 %. Sedangkan pada daerah base metal B1.BR dengan
prosentase pearlite sebesar 51,458 % dan ferrite sebesar 48,542 %.
Pearlite
Ferrite
Pearlite
Ferrite
42
Untuk Pengambilan foto mikro pada Heat Affected Zone antara plat terbakar
dengan terbakar dan plat terbakar dengan baru bisa dilihat pada Gambar 4.5
dan 4.6 berikut ini.
Heat Affected Zone Terbakar dengan terbakar & Terbakar dengan baru
200x 500x
A1.1
B1.TB
Gambar 4. 5 Uji Mikro A1.1 Heat Affected Zone terbakar dengan terbakar & B1 terbakar
dengan terbakar (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Dari hasil pengamatan pada daerah Heat Affected Zone menunjukkan fase
struktur mikro pearlite dan ferrite. Pearlite ditunjukkan daerah yang gelap
sedangkan ferrite ditunjukkan pada daerah yang terang. Prosentase fasa
pearlite pada setiap variasi juga berbeda-beda. Pada plat terbakar A1.1
prosentase pearlite sebesar 65,975 % dan prosentase ferrite sebesar 43,025
%. Sedangkan pada plat terbakar B1.TB prosentase pearlite sebesar 56,698
% dan prosentase ferrite sebesar 43,302 %.
Pearlite
Ferrite
Ferrite
Pearlite
43
Heat Affected Zone Terbakar dengan terbakar & Terbakar dengan baru
200x 500x
A1.2
B1.BR
Gambar 4. 6 Uji Mikro A1.2 Heat Affected Zone terbakar dengan terbakar & B1 terbakar
dengan baru (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Dari hasil pengamatan pada daerah Heat Affected Zone menunjukkan fase
struktur mikro pearlite dan ferrite. Pearlite ditunjukkan daerah yang gelap
sedangkan ferrite ditunjukkan pada daerah yang terang. Prosentase fasa
pearlite pada setiap variasi juga berbeda-beda. Pada plat terbakar A1.2
prosentase pearlite sebesar 57,6 % dan prosentase ferrite sebesar 42,400 %.
Sedangkan pada plat baru B1.baru prosentase pearlite sebesar 56,698 % dan
prosentase ferrite sebesar 43,634 %.
Untuk Pengambilan foto mikro pada weld metal plat A1 dan B1, bisa
dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.
Pearlite Ferrite
Pearlite
Ferrite
44
Weld Metal Terbakar dengan terbakar & Terbakar dengan baru
200x 500x
A1
B1
Gambar 4. 7 Uji Mikro Weld Metal A1 & Weld Metal B1 (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Keterangan
Area gelap menunjukkan fase
pearlite
Area terang menunjukkan fase ferrite
Dari hasil pengujian mikro pada daerah weld metal plat terbakar dengan
terbakar dan plat terbakar dengan baru terbentuk fasa pearlite dan ferrite.
Pada plat terbakar terlihat bahwa fasa ferrite lebih banyak daripada plat baru.
Hal ini didukung dengan persentase fasa yang dianalisa dengan aplikasi
Image analysis yang ada dibawah ini.
Tabel 4. 1 Hasil uji image analysis (dalam persen)
Plat terbakar dan terbakar Pearlite Ferrite
Spesimen A1 BM terbakar 1 43.165 56.835
Spesimen A1 BM terbakar 2 37.23 62.770
Spesimen A1 HAZ terbakar 1 65.975 43.025
Spesimen A1 HAZ terbakar 2 57.6 42.400
Spesimen A1 WM 40.091 59.091
Rata rata 48.8122
51.8215
Tabel 4. 2 Lanjutan Hasil uji image analysis (%)
Pearlite
Ferrite
Pearlite
Ferrite
45
Plat terbakar dan baru Pearlite Ferrite
Spesimen B1 BM terbakar 38.686 61.314
Spesimen B1 BM baru 51.458 48.542
Spesimen B1 HAZ terbakar 56.698 43.302
Spesimen B1 HAZ baru 56.634 43.366
Spesimen B1 WM 35.916 64.984
Rata rata 47.8784 52.3016
Sumber : Dokumen Pribadi 2019
4.2 Hasil Tensile Test
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang
berlawanan arah dalam satu garis lurus. Kekuatan tarik menyatakan
kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan patah.
Hasil dari pengujian tarik yang terdapat pada Tabel 4.2 adalah data uji tarik
pada base metal.
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Tarik Pada Base Metal
Identitas
Spesimen
Specimen
stamp
Yield
Stress
(MPa)
Ultimate
Stress
(MPa)
Average/
Joint
(MPa)
Elongation
(%) Result
Plat
terbakar
dengan
terbakar
A1 303.84 425.51 7,24 Accepted
A1.1 336.51 461.31 10,33 Accepted
A2 291.82 421.92 438.32 10,56 Accepted
A2.1 309.62 436.42 12,50 Accepted
A3 326.26 444.56 10,92 Accepted
A3.1 317.34 440.17 7,29 Accepted
Plat
terbakar
dengan
baru
B1 291.13 421.32 9,21 Accepted
B1.1 306.02 430.58 8,67 Accepted
B2 318.08 421.06 428.06 7,09 Accepted
B2.1 291.14 423.76 6,91 Accepted
B3 292.24 435.15 4,67 Accepted
B3.1 308.19 436.49 11,27 Accepted
Sumber: Dokumen Pribadi 2019
Dari data hasil uji tarik pada tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa
semua spesimen dinyatakan accepted dikarenakan patah pada base metal
dengan rata-rata ultimate tensile strength untuk plat terbakar dengan terbakar
yaitu 438,32 MPa dan untuk plat terbakar dengan baru yaitu 428,06 MPa. Jika
dilihat dari BKI volume V 2014 Rules of Material Semua spesimen
46
memenuhi standart nilai kekuatan tarik minimal yaitu 400 MPa untuk
ultimate tensile strengh-nya dan 235 MPa untuk yield strength-nya.
Pada gambar 4.8 dibawah ini adalah merupakan gambar perpatahan dari
hasil pengujian tarik dimana semua specimen patah pada base metal.
Gambar 4.8 Perpatahan Uji Tarik (Dokumen Pribadi)
Dari hasil pengujian didapatkan daerah patahan semua spesimen terdapat
pada base metal yang telah terkena kebakaran karena adanya multi layer pada
daerah weld metal sehingga kekuatan daerah weld metal meningkat,
sedangkan pada daerah base metal yang telah terbakar mengalami penurunan
kekuatan dibandingkan base metal normal yang tidak terkena kebakaran.
(Yhogie Yhumanta, 2016).
Hasil dari uji tarik tersebut mengakibatkan struktur mikronya memiliki
kandungan ferrite yang tinggi dibandingkan dengan pearlite dikarenakan
proses laju pendinginan cepat sehingga dapat menghasilkan machanical
properties yang lebih tinggi. Berikut hasil perbandingan grafik rata rata nilai
kuat tarik spesimen A dan spesimenn B dapat dilihat pada Gambar 4.9 di
bawah ini.
47
Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tarik (Hasil Penelitian, 2019)
Pada nilai rata-rata kuat tarik spesimen untuk nilai kuat tarik tertinggi
terdapat pada plat terbakar dan terbakar pada temperature 700 0C dengan nilai
kuat tarik sebesar 438,32 N/mm2 sedangkan nilai rata-rata kuat tarik terendah
terdapat pada plat terbakar dengan baru dan nilai kuat tarik sebesar 428,06
N/mm2. Daerah patahan terdapat pada base metal, Sedangkan jika dilihat dari
hasil patahan pada spesimen, dapatdisimpulkan bahwa material bersifat
ductile.
4.3 Hasil Hardness Test
Pengujian kekerasan adalah salah satu jenis pengujian merusak yang
dilakukan guna mengetahui nilai kekerasan dari suatu material. Pengujian ini
dilakukan di beberapa titik diantaranya base metal, HAZ dan weld metal.
Untuk semua data Hardness ada pada lampiran.
Pengambilan titik fokus pada bagian weld metal, base metal,dan HAZ
dikarenakan melihat variasi pada tugas akhir ini yaitu antara plat terbakar
dengan plat terbakar dan plat terbakar dengan plat baru. Spesimen uji
kekerasan berjumlah ada 6 spesimen menggunakan beban 10 kgf dengan
waktu 15 detik. Untuk hasil uji kekerasan bisa dilihat pada tabel 4.3
48
Tabel 4. 4 Hardness plat terbakar dengan terbakar
Lokasi No HVN
A1 A2 A3 Rata rata
Base
Metal
Terbakar
1 132,89 132,80 133,50
132,84 2 132 132,96 132,87
Rata-
rata 132,445 132,88 133,19
HAZ
terbakar
1 136,37 136,80 136,84
136,71 2 136,72 137 136,51
Rata-
rata 136,55 136,9 136,68
Weld
Metal 146,03 143,28 144,38 144,56
Sumber : Dokumen Pribadi 2019
Tabel 4. 5 Hardness plat terbakar dengan baru
Lokasi No HVN
A1 A2 A3 Rata rata
Base
Metal
Terbakar
dan baru
TB 130,91 130,16 130,56
129,19 BR 128,55 126,98 127,98
Rata-
rata 129,73 128,57 129,27
HAZ
terbakar
dan baru
TB 135,25 135,6 135,25
132,21 BR 129,48 128,95 128,70
Rata-
rata 132,37 132,28 131,98
Weld
Metal 141,27 141,07 141,69 141,34
Sumber : Dokumen Pribadi 2019
Tabel 4. 6 Rata rata hardness plat terbakar dan terbakar
Lokasi HVN
Plat terbakar dengan terbakar
Base Metal terbakar dengan terbakar 132,84
HAZ terbakar dengan terbakar 136,71
Weld Metal 144,56
Sumber : Dokumen Pribadi 2019
49
Tabel 4. 7 Rata rata hardness plat terbakar dan baru
Lokasi HVN
Plat terbakar dengan terbakar
Base Metal terbakar dengan baru 129,19
HAZ terbakar dengan baru 132,21
Weld Metal 144,56
Sumber : Dokumen Pribadi 2019
Gambar 4. 10 Perbandingan Nilai Kekerasan (Hasil Penelitian, 2019)`
Berdasarkan data hasil pengujian kekerasan, yang memiliki nilai rata –
rata tertinggi pada hasil pengelasan plat terbakar dengan terbakar pada
temperatur 700 0C di daerah Weld Metal adalah 144,56 HVN. Sedangkan
hasil pengelasan pada plat terbakar dengan temperature 700 0C dan tanpa
perlakuan di daerah Weld Metal memiliki nilai rata – rata sebesar 141,34
HVN. Dari data semua hasil pengujian kekerasan, yang memiliki nilai
tertinggi pada hasil pengelasan yaitu di daerah Weld Metal. Hal ini dapat
terjadi karena proses laju pendinginan paling cepat terjadi pada daerah
tersebut. (Bagas Sasangka, 2016). Pada data pengujian hardness diatas juga
dapat diketahui bahwa pada penggunaan plat terbakar material akan
mengalami kenaikan pada nilai kekerasan, kekuatan, akan tetapi material
tersebut menjadi getas daripada material baru tanpa perlakuan. (Zulkarnain
Fatoni, 2015)
50
(Halaman sengaja dikosongkan)
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan variasi material BKI
grade A yang terbakar dengan terbakar dan terbakar dengan yang baru maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan dari hasil pengujian yang
telah dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Hasil pada pengujian struktur mikro adanya perubahan struktur mikro pada
plat terbakar dengan baru, dimana ferrite pada plat terbakar lebih tinggi
daripada ferrite pada plat baru. Hal ini dikarenakan terjadi pendinginan
secara cepat pada plat terbakar tersebut.
2. Berdasarkan hasil pengujian tarik didapatkan bahwa daerah patahan
terdapat pada base metal yang telah terkena kebakaran. Untuk semua
spesimen dinyatakan accepted karena daerah patah pada base metal yang
masuk syarat keberterimaan dari pengujian tarik pada BKI (Vol V) Rules
of Material. Nilai kuat tarik tertinggi terdapat pada spesimen A dengan
material terbakar dan terbakar dengan nilai 438,32 MPa, sedangkan nilai
kuat tarik terendah terdapat pada spesimen B dengan material terbakar dan
baru dengan nilai 428,06 MPa. Sedangkan dilihat dari hasil patahan pada
spesimen sifat material BKI grade A ini bisa dikatakan ductile.
3. Berdasarkan data hasil pengujian hardness pada daerah weld metal, base
metal terbakar, base metal baru, HAZ terbakar,dan HAZ baru. Didapatkan
data nilai kekerasan paling besar pada material terbakar dengan terbakar
pada temperature 700 0C didaerah weld metal dengan nilai kekerasan
sebesar 144,56 HVN. Hal ini dapat terjadi karena proses laju pendinginan
yang cepat terjadi pada material terbakar sehingga menaikkan nilai
kekerasan, kekuatan, akan tetapi material tersebut menjadi getas.
Sedangkan pada variasi material terbakar dengan baru mendapatkan nilai
kekerasan terendah pada weld metal sebesar 141,34 HVN.
52
5.2 Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini masih terdapat beberapa kekurangan,
sehingga nantinya bisa digunakan sebagai bahan evaluasi agar lebih bisa
berkembang dan lebih baik lagi. Beberapa saran yang agar mencapai hasil
yang maksimal :
1. Adanya variasi material baru dengan baru sebagai perbandingan
antara material terbakar dengan terbakar dan material terbakar dengan
baru.
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan teliti dalam penelitian
maka perlujumlah sampel yang lebih banyak.
53
DAFTAR PUSTAKA
Askar, Saiful. (2013). Pengaruh Preheat dan Tempering terhadap
Kekerasan dan Struktur Mikro Hasil Pengelasan Baja JIS SS
400. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram,
Nusa Tenggara Barat.
BKI Volume V. (2014). Rules of Material, Jakarta.
BKI Volume IV. (2015). Rules of Welding, Jakarta.
Callister, J. (2007). Material Science and Engineering. New York.
Imam, Bihaqi (2015). Studi Metode Perbaikan Kontruksi Lambung
Kapal Pasca Terbakar. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya
M. M. Munir dan M. Thoriq Wahyudi, (2015), Modul Praktek Uji Bahan,
Jurusan Teknik Bangunan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
Rajan, TJ, Sharma, (1997). Heat Treatment Principles and Techniques.
Prentice Hallof India Private Limited, New Delhi.
Sonawan, H. & Suratman, R. (2004). Pengantar Untuk Memahami
Pengelasan Logam. Bandung: ALFABETA.
Sasangka, Bagas. (2016). Analisa Hasil Repair Sambungan Las Baja Sa36
Pasca Terbakar Metode Pengelasan SMAW Filler E7016
Diameter 2.6 mm Dengan Variasi Temperatur Pemanasan
Terhadap Sifat Mekanik Material. Jurusan Teknik Mesin, ITS.
Surabaya.
Wiryosumarto, H., & Okamura, T. (2000). Teknologi Pengelasan Logam.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Yhumanta, Yhogie. (2016) Analisa Hasil Repair Sambungan Las Baja
Sa36 Setelah Kebakaran Yang Disambung Ulang Dengan Baja
Sa36 Baru Dengan Pengelasan SMAW Menggunakan Filler
E7016 Diameter 2.6 mm Terhadap Sifat Mekanik Material.
Jurusan Teknik Mesin, ITS. Surabaya.
54
Zulkarnain Fatoni (2015). Pengaruh Kontruksi Baja Yang Terbakar
Diberi Perlakuan Pendinginan Air. Surabaya: Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya
55
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Welding Procedure Spesification
56
(Halaman sengaja dikosongkan)
57
Lampiran 2
Sertifikat Material
58
(Halaman sengaja dikosongkan)
59
LAMPIRAN 3
Sertifikat Filler E71T-1
60
(Halaman sengaja dikosongkan)
61
LAMPIRAN 4
Welding Parameter
62
(Halaman sengaja dikosongkan)
63
Lampiran 5
Image Analysis
Base Metal terbakar 1 pada A1
Base Metal terbakar 2 pada A1
64
HAZ terbakar 1 pada A1
HAZ terbakar 2 pada A1
65
Base Metal terbakar pada B1
Base Metal baru pada B1
66
HAZ terbakar pada B1
HAZ baru pada B1
67
Weld Metal A1
Weld Metal B1
68
(Halaman sengaja dikosongkan)
69
Lampiran 6
Pengujian Tarik
Dokumentasi spesimen sebelum pengujian tarik
Dokumentasi spesimen sesudah pengujian tarik
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
(Halaman sengaja dikosongkan)
83
Lampiran 7
Uji kekerasan
Waktu 15 detik dengan beban 10 kgf
84
85
86
(Halaman sengaja dikosongkan)
87
BIODATA MAHASISWA
Nama : Achmad Usron Asaroni
NRP : 0715040005
Jurusan : Teknik Bangunan Kapal
Program Studi : D4 Teknik Pengelasan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Rumah : RT05/RW03 Ds. Kowang, Kec. Semanding, Kab Tuban,
Jawa Timur
Telp : 085755119570
Email : [email protected]
TTL : Tuban, 01 Maret 1996
Nama Ayah : Tajib
Nama Ibu : Kasmu
Telp. Orang tua : 085774599012
Riwayat Pendidikan
SD : MI Sumbersari Kowang
SMP : MTs Sumbersari Kowang
SMA : SMK YPM 12 Tuban
Perguruan Tinggi : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya