Bab 3 - Artikel
47
keterbatasan ruang fiskal melalui kebijakan
non-konvensional pembelian surat berharga
pemerintah.
Dampak COVID-19 terhadap Per-
ekonomian
Sejak pertengahan Februari 2020,
pandemi COVID-19 terus menyebar
ke luar Tiongkok dan menambah
jumlah korban terinfeksi ataupun
yang meninggal dunia. Beberapa negara
Emerging Markets (EM) seperti India dan Brazil
mengalami lonjakan kasus infeksi COVID-19.
Sementara itu, beberapa negara Advanced
Economies (AE) seperti Amerika Serikat (AS)
dan Euro Area (EA) (terutama Spanyol dan
Prancis) terindikasi menuju second wave,
setelah sempat melandai pada Mei dan Juni
2020. Hingga 16 September 2020, total
kasus infeksi terbesar didominasi oleh AS (6,7
Pandemi COVID-19 menimbulkan
berbagai dampak negatif yang signifikan
hingga mengakibatkan krisis kesehatan dan
ekonomi yang terburuk di dunia sejak Great
Depression 1930. Aktivitas ekonomi terhenti
dengan diberlakukannya pembatasan
aktivitas masyarakat sehingga jutaan orang
kehilangan pekerjaan dan meningkatkan
kemiskinan. Pada kondisi seperti ini, stimulus
fiskal sangat diperlukan untuk mengatasi
masalah kesehatan, mencegah kenaikan
pengangguran, serta membantu sektor usaha
dan UMKM. Namun, penurunan penerimaan
pemerintah menyebabkan ruang fiskal
menjadi terbatas. Koordinasi antar otoritas
sangat diperlukan untuk mengatasi dampak
pandemi. Dalam konteks ini, bank sentral
baik di negara maju maupun berkembang
turut membantu pemerintah mengatasi
Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19Oleh: Fenty Tirtasari Ekarina dan Gabriel Fedrichson1
Artikel 1
BAB
3
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Penelitian dan Asesmen Internasional
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
48
Grafik 1. International Tourists Arrival During COVID-19
Sumber: WTO
Milion1600
1200
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020
800 692
-3 million (-0,4%)SARS
-37 million (-4,0%)Global economic crisis
Global economic crisis-850 million (-58%)-1020 million (-70%)-1140 million (-78%)
893
1464
400
0
(e) 610
(e) 320
(e) 440
COVID-19 menyebabkan pengeluar-
an pemerintah naik tinggi untuk membantu
sektor kesehatan, bisnis, dan rumah
tangga sehingga memperlebar defisit
fiskal. Berbagai fiscal measures yang ditempuh
pemerintah di antaranya berupa pendanaan
kebutuhan darurat sektor kesehatan, tunjangan
gaji, pembayaran cuti, pemberian pinjaman
dan hibah ke perusahaan. IMF memperkirakan
defisit anggaran pemerintah secara global
akan melebar hingga lebih dari -6% PDB pada
2020 (dari -3,7% PDB pada 2019)-Grafik 2.
Amerika Serikat (AS) menjadi kontributor utama
pelebaran defisit fiskal global, seiring berbagai
stimulus fiskal yang masif.
Grafik 2. Government Fiscal Balances Changes
Sumber: IMF, World Economic Database
Contribution to the change in global government fiscal balances change, 2007-20, % of GDP
ChinaUnited StatesEuro AreaEmerging EconomiesRest of the WorldWorld
2
0
-2
-4
-6
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
juta kasus), India (5 juta kasus), Brazil (4,3 juta
kasus), dan Rusia (1 juta kasus).
Penerapan containment measures
di berbagai negara untuk menekan
penambahan kasus COVID-19 berdampak
pada perlambatan ekonomi global.
Pada awal penyebaran, berbagai negara
menerapkan kebijakan containment berupa
pembatasan perjalanan (travel restriction),
social distancing, hingga lockdown.
Lockdown yang ketat menyebabkan investasi
global tertunda, disrupsi pada supply barang,
dan tingkat pengangguran meningkat. Di sisi
konsumsi, ketidakpastian yang meningkat
akibat pandemi menyebabkan konsumen
lebih selektif dan menahan belanja sehingga
permintaan konsumsi global melemah tajam.
COVID-19 juga berdampak pada
penurunan kinerja ekspor dan sektor
pariwisata global. Pelemahan permintaan
global mengakibatkan pemburukan kinerja
ekspor barang global yang turun sebesar
-2,8% qtq pada TW1-20, dan makin
dalam hingga -15% qtq pada TW2-20. Di
sektor pariwisata, pembatasan perjalanan
yang meluas dan level of social distancing
menyebabkan kinerja industri pariwisata
turun signifikan. Berdasarkan skenario United
Nation World Trade Organization (UNWTO),
international tourist arrivals berpotensi turun
60% hingga 80% pada 2020 dibandingkan
2019 (Grafik 1). Penurunan ekspor dan
wisatawan internasional berdampak pada
pelemahan penerimaan fiskal, terutama pada
negara-negara yang memiliki ketergantungan
tinggi pada perdagangan dan pariwisata.
Bab 3 - Artikel
49
Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi
COVID-19
Berbagai bank sentral di dunia
mengambil peran cukup besar di tengah
keterbatasan instrumen lainnya dalam
upaya untuk mempercepat pemulihan
ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Langkah tersebut ditempuh melalui kebijakan
non-konvensional atau quantitative easing
(QE), yaitu dengan cara membeli obligasi
pemerintah atau aset keuangan jangka
panjang lainnya dari open market. Pembelian
obligasi tersebut akan meningkatkan
likuiditas di pasar, dan mendorong perbaikan
pertumbuhan kredit dan investasi, serta
menurunkan cost of money. Dengan suku
bunga yang lebih rendah, bank dapat
memberikan pinjaman dengan biaya yang
lebih murah, sehingga diharapkan dapat
menggerakkan kembali sektor riil.
Kebijakan QE ditempuh oleh Bank
sentral AE dan EM untuk mengatasi
pandemi. Secara historis, QE dilakukan oleh
bank sentral di AE, dan diimplementasikan
pada saat suku bunga mencapai zero lower
bound (ZLB) serta inflasi pada level yang
rendah. Dalam kondisi tersebut, bank sentral
menempuh QE untuk menjaga ketersediaan
kredit ke perusahaan, menjaga fungsi
pasar obligasi, dan mendukung monetary
accommodation ketika suku bunga telah
mencapai effective lower bound. Kini
kebijakan QE juga ditempuh oleh bank
sentral EM untuk membantu mengatasi
keterbatasan ruang fiskal pemerintah. Selain
itu, QE di beberapa negara juga ditujukan
Kenaikan pengeluaran pemerintah
di tengah penurunan penerimaan
juga menyebabkan kenaikan tingkat
utang. Rasio utang sektor publik diprediksi
melampaui historis utang selama 150 tahun
terakhir, termasuk saat perang dunia I dan
II. Rasio utang publik pada 2020 diestimasi
dapat mencapai 122% PDB di AE, dan
62% PDB di EM (Grafik 3). Kenaikan debt
ratio tertinggi akibat pandemi diperkirakan
dialami oleh AS seiring defisit yang melebar
untuk membiayai berbagai benefit antara lain
unemployment benefits, payroll tax deferral,
dan subsidi gaji kepada perusahaan kecil dan
menengah (Grafik 4).
Grafik 3. Global Public DebtSumber: IMF, World Economic Database
1880 1900 1920 1940 1960 1980 2000 2020
WWI% GDP
WWII
Advancedeconomies
Emerging marketeconomies
GlobalFinancial
Crisis
GreatLockdown
140
120
100
80
60
40
20
0
Grafik 4. Global Government Debt Changes
Sumber: IMF, World Economic Database
ChinaUnited StatesEuro AreaEmerging EconomiesRest of the WorldWorld
Contribution to the change in global government debt change, 2007-20, % of GDP
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
50
The Fed telah memberikan forward guidance
bahwa suku bunga akan tetap rendah hingga
ekonomi membaik.
Grafik 5. Fed Fund RateSumber: Federal Reserve
0,25
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 62017 2018 2019 2020
% Fed Fund Rate
Di tengah krisis pandemi yang
makin menekan perekonomian AS, the
Fed juga menempuh kebijakan moneter
unconventional. QE telah dilakukan oleh
the Fed, yaitu melalui pembelian US Treasury
Bills dan mortgage backed securities (MBS),
termasuk commercial MBS. Bahkan, the Fed
juga merilis municipal liquidity facility untuk
membantu state dan local government dalam
mengelola tekanan cash flow. Melalui fasilitas
tersebut, the Fed dapat membeli short-
term notes yang diterbitkan negara bagian
(termasuk district Columbia) hingga USD500
miliar, dan dari pemerintah daerah dengan
ketentuan berdasarkan jumlah penduduk.3
Kebijakan European Central Bank (ECB)
Sejak penyebaran COVID-19
meningkat tajam di Kawasan Euro pada
3 The Fed dapat membeli surat berharga yang diterbitkan oleh US counties yang berpenduduk minimal 500.000, dan dari US cities yang berpenduduk minimal 250,000. https://www.federalreserve.gov/monetarypolicy/muni.htm.
untuk mengatasi market dislocations yang
diakibatkan oleh perilaku risk aversion
investor. Di sini, bank sentral memegang
peranan sebagai dealers and buyers of last
resort in the bond market2.
Kebijakan the Fed
Dalam upaya mengatasi dampak
negatif pandemi terhadap perekonomian
AS, the Fed telah merilis sejumlah
kebijakan akomodatif. Kebijakan yang
telah ditempuh the Fed sejak Maret 2020
meliputi kebijakan moneter conventional
dan unconventional. Dalam pelaksanaan
kebijakan moneter conventional, the Fed
telah menurunkan suku bunga kebijakan,
biaya discount window lending, dan reserve
requirements. Sementara itu, kebijakan
moneter unconventional yang ditempuh
antara lain berupa QE dan berbagai fasilitas
lainnya untuk menjaga stabilitas pasar
keuangan berfungsi baik.
The Fed berupaya menjaga
likuiditas pasar dengan penurunan suku
bunga. Pada dua unscheduled meeting Maret
2020, the Fed telah menurunkan suku bunga
hingga 150 bps pada kisaran 0%-0,25%
(Grafik 5). Penurunan pertama suku bunga
dilakukan pada 3 Maret 2020 sebesar 50 bps,
dan dilanjutkan penurunan pada 15 Maret
2020 sebesar 100 bps. Tingkat suku bunga
tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini.
2 Citibank Asia Economic Outlook & Strategy, “Rethinking Monetary Policy: Creeping Acceptance of Deficit Monetization”, 2020.
Bab 3 - Artikel
51
Emergency Purchase Program (PEPP)
dan Asset Purchase Program (APP). PEPP
merupakan program pembelian aset yang
diterbitkan publik dan swasta, yang termasuk
dalam kategori aset eligible untuk APP sebesar
EUR1,35 triliun hingga Juni 2021. ECB juga
melakukan penambahan nilai pembelian
bersih program APP yang telah berjalan
dengan total net purchase sebesar EUR120
miliar hingga akhir 2020 (di luar program
APP sebesar EUR20 miliar per bulan), dan
memberikan beberapa pelonggaran kriteria
Corporate Sector Purchase Program (CSPP)
dan Public Sector Purchase Program (PSPP)-
Grafik 7.
Grafik 6. ECB Policy RateSumber: ECB
-0,6
-0,35
-0,1
0,15
0,4
%Re�nancing Rate (0,0%)Deposit Facility (-0,5%)
Marginal Lending Facility (0,25%)
Grafik 7. APP Monthly Net PurchaseSumber: ECB
PSPPCBPP3
CSPP
ABSPPAverage monthly APP target
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
-102015 2016 2017 2018 2019 2020
EUR bn
awal Mar-20, ECB telah melonggarkan
kebijakan untuk mengatasi pemburukan
ekonomi akibat pandemi. Pelonggaran
kebijakan ditujukan untuk mendukung
likuiditas bank termasuk likuiditas USD,
memperkuat fungsi pasar, mengurangi
keketatan kredit sektor swasta, dan
memberikan stimulus kepada sektor riil.
Seiring dengan kebijakan moneter, otoritas
fiskal berbagai negara di Kawasan Euro juga
merilis berbagai paket stimulus dalam bentuk
pinjaman lunak, job retention scheme,
unemployment insurance dan direct cash
payment.
ECB menempuh serangkaian
kebijakan konvensional yang akomodatif.
ECB mempertahankan instrumen suku bunga
kebijakan dalam level yang rendah. Main
refinancing operations tetap sebesar 0,00%
(sejak Mar-16); marginal lending facility
0,25% (sejak Mar-16); dan deposit facility
-0,50% (sejak Sep-19)-Grafik 6. Sementara
itu, untuk menjaga kecukupan likuiditas
moneter, ECB melakukan penambahan jumlah
lelang pinjaman jangka panjang kepada bank
melalui operasi Longer Term Refinancing
Operation (LTRO) dan melonggarkan
pinjaman jangka panjang secara targeted
kepada bank melalui Targeted Longer Term
Refinancing Operation (TLTRO). ECB juga
menyediakan liquidity backstop dalam bentuk
Non-Targeted Pandemic Emergency Longer-
Term Refinancing Operations (PELTRO) untuk
mendukung likuiditas sistem keuangan.
ECB juga merilis kebijakan
non-konvensional berupa Pandemic
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
52
yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan
untuk mendorong pemulihan ekonomi di
masa pandemi COVID-19.
BI juga melanjutkan kebijakan
stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai
nilai fundamental dan mekanisme
pasar di tengah masih berlanjutnya
ketidakpastian pasar keuangan global. BI
melakukan stabilisasi dan penguatan Rupiah
melalui peningkatan intensitas kebijakan
triple intervention di pasar spot, Domestic
Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun
pembelian SBN dari pasar sekunder. BI juga
melakukan penurunan GWM valas dan
memperluas jenis underlying transaksi bagi
investor asing untuk memberikan alternatif
lindung nilai atas kepemilikan Rupiah.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar juga didukung
upaya untuk memperkuat ketahanan
eksternal melalui kerja sama bilateral swap
dan repo line dengan sejumlah bank sentral
negara lain.4
Di pasar uang dan pasar valas,
BI memperluas instrumen dan transaksi
melalui penyediaan lebih banyak
instrumen lindung nilai terhadap risiko
nilai tukar Rupiah. BI menyediakan instrumen
transaksi DNDF, memperbanyak transaksi
swap valas, dan menyiapkan term repo untuk
kebutuhan perbankan, serta memperkuat
operasi moneter dan pendalaman pasar
keuangan syariah melalui instrumen Fasilitas
Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah (FLisBI),
4 Sumber: Tinjauan Kebijakan Moneter September 2020 Bank Indonesia.
Kebijakan Bank Indonesia
Sepanjang Februari-September
2020, Bank Indonesia (BI) telah
menempuh bauran kebijakan dalam
rangka memitigasi risiko COVID-19
terhadap perekonomian dan mendorong
program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN). BI memperkuat seluruh instrumen
bauran kebijakan yang dimiliki untuk menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah, mengendalikan
inflasi, dan mendukung stabilitas sistem
keuangan. Bahkan, BI mengambil langkah
kebijakan lanjutan secara terkoordinasi
dengan pemerintah dan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan, serta
pemulihan ekonomi nasional.
Grafik 8. BI 7-Day RR RateSumber: Bank Indonesia
7,0
6,0
5,0
4,0
3,0
4,75
4,00
3,25
Jan-
17M
ar-1
7M
ay-1
7Ju
l-17
Sep-
17No
v-17
Jan-
18M
ar-1
8M
ay-1
8Ju
l-18
Sep-
18No
v-18
Jan-
19M
ar-1
9M
ay-1
9Ju
l-19
Sep-
19No
v-19
Jan-
20M
ar-2
0M
ay-2
0Ju
l-20
Sep-
20
BI-7Day RR RateDF RateIF Rate
%
Kebijakan akomodatif BI ditempuh
melalui pemotongan suku bunga. Sejak
awal 2020, BI telah menurunkan BI7DRR
sebesar 100bps menjadi 4,00%. Penurunan
dilakukan pada Februari, Maret, Juni, dan Juli
2020 masing-masing sebesar 25bps (Grafik
8). Keputusan ini konsisten dengan prakiraan
inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal
Bab 3 - Artikel
53
menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor,
serta kredit non-UMKM sektor-sektor prioritas
yang ditetapkan dalam program PEN dari 31
Desember 2020 menjadi sampai dengan 30
Juni 2021. BI juga menurunkan batasan down
payment dari kisaran 5%-10% menjadi 0%
dalam pemberian kredit/pembiayaan kendaran
bermotor untuk pembelian kendaraan
bermotor berwawasan lingkungan, dengan
tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian.
Penutup
Pandemi COVID-19 berdampak luas
pada ekonomi di berbagai sektor. Koordinasi
yang erat antara fiskal dan moneter sangat
diperlukan untuk menerapkan strategi dan
bauran kebijakan yang tepat. Bank sentral,
baik di AE maupun di EM, mengambil peran
cukup besar di tengah ruang fiskal yang
terbatas, di antaranya melalui kebijakan
non-konvensional berupa pembelian surat-
surat berharga pemerintah. Di Indonesia,
BI berperan dalam membantu pemerintah
melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN)
dan/atau Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) berjangka panjang di pasar perdana.
BI juga bersinergi dengan pemerintah
dalam rangka memenuhi kebutuhan
pembiayaan penanganan COVID-19 melalui
kesepakatan bersama antara pemerintah dan
BI dalam skema burden sharing. BI membiayai
public goods yang menyangkut hajat hidup
Pengelolaan Likuiditas Berdasarkan Prinsip
Syariah (PaSBI), dan Sertifikat Pengelolaan
Dana Berdasarkan Prinsip Syariah Antar Bank
(SiPA). BI juga memperkuat instrumen Term
Deposit valas, mendorong perbankan untuk
menggunakan penurunan GWM valas, dan
melanjutkan penguatan strategi operasi
moneter. BI turut mendorong pengembangan
instrumen pasar uang untuk mendukung
pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan
dengan program PEN.5
BI menempuh berbagai langkah
kebijakan untuk menjaga ketersediaan
likuiditas bagi pembiayaan kredit
perbankan dan mempercepat upaya
pemulihan ekonomi nasional. Upaya
tersebut dilakukan melalui pembelian
obligasi pemerintah, penyediaan likuiditas
perbankan dengan repo SBN, swap valas,
serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM)
Rupiah. Selanjutnya, BI memperkuat sinergi
ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus
fiskal pemerintah. BI membantu pendanaan
APBN 2020 melalui pembelian SBN dari pasar
perdana.
Pada kebijakan makroprudensial,
BI menempuh kebijakan akomodatif
sejalan dengan bauran kebijakan
nasional, termasuk berbagai upaya untuk
memitigasi risiko di sektor keuangan akibat
pandemi COVID-19. Relaksasi kebijakan di
antaranya berupa perpanjangan pelonggaran
GWM Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang
5 Sumber: Tinjauan Kebijakan Moneter September 2020 Bank Indonesia.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
54
Referensi:
Adrian, T.,& Natalucci, F.,“COVID-19 Crisis Poses Threat to Financial Stability”, IMF Blog, 14 April 2020
Adrian, T., & Natalucci, F.,“COVID-19 Worsens Pre-existing Financial Vulnerabilities”, IMF Blog, 22 Mei 2020.
Arquie, A., et.al., “COVID-19: Has the Time Come for Mainstream Macroeconomics to Rehabilitate Money Printing?”, Policy Brief CEPII No.31, April 2020.
Arslan, Y., Drehmann, M., et.al., “Central Bank Bond Purchases in Emerging Market Economies”, BIS Bulletin Vol.20, Juni 2020.
Benigno, G., Hartley, J., et al., “Credible Emerging Market Central Banks Could Embrace Quantitative Easing to Fight COVID-19”, VOXEU CEPR, 29 Juni 2020.
Blanchard, O.,& Pisani-Ferry, J.,“Monetisation: Do Not Panic”, VOXEU CEPR, 10 April 2020.
CitiResearch, “Rethinking Monetary Policy: Creeping Acceptance of Deficit Monetization”,27 Juli 2020.
ECB, “Monetary Policy Decision”, 10 September 2020.
Garvey, P., “QE in Emerging Markets: The Unconventional Risks”, THINK, 8 Juni 2020.
Gaspar, V., Lam, W.R.,et al. “Fiscal Policies to Contain the Damage from COVID-19”, IMF Blog, 15 April 2020.
Muhleisin, M., Gudmunsson, T.,et al. “COVID-19 Response in Emerging Market Economies: Conventional Policies and Beyond”, IMF Blog, 6 Agustus 2020.
Nomura Global Economic Research, “Debt monetisation, who’s next?”, 7 Agustus 2020.
orang banyak pada 2020.6 Kebijakan akan
dilakukan secara prudent, dengan menerapkan
tata kelola yang baik (good governance) dan
transparan. Kebijakan tersebut, diharapkan
dapat membantu percepatan pemulihan
ekonomi nasional di tengah pandemi yang
masih berlangsung. Ke depan, BI akan terus
berkoordinasi dengan pemerintah, Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), dan otoritas terkait,
serta senantiasa memantau perkembangan
pandemi COVID-19 dalam menetapkan
langkah kebijakan yang diperlukan untuk
memitigasi dan mengurangi dampaknya
terhadap perekonomian nasional.
6 https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-burden-sharing-pembiayaan-penanganan-pandemi-covid-19-antara-pemerintah-dan-bank-sentral/
Bab 3 - Artikel
55
Di tengah pandemi yang belum mereda, eskalasi tensi perdagangan dan geopolitik di
sejumlah negara berpotensi meningkatkan tekanan terhadap perekonomian global. Peningkatan
ketegangan perdagangan terutama disebabkan oleh tensi perdagangan AS-Tiongkok dan
risiko ‘no trade deal’ Brexit. Sementara itu, tensi geopolitik akibat sengketa teritorial juga kian
memanas, antara lain di kawasan Himalaya (perbatasan India–Tiongkok), Laut Tiongkok Selatan,
dan Eastern Mediterranean (Turki dan Yunani). Perkembangan social unrest di Hong Kong yang
telah berlangsung sejak Juni 2019 juga masih memengaruhi sentimen geopolitik global.
Eskalasi Tensi Global Berpotensi Menambah Tekanan pada Perekonomian GlobalOleh: Masagung Suksmonohadi dan Michael Christian1
Artikel 2
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Penelitian dan Asesmen Internasional.
A. Eskalasi Tensi Perdagangan
Pandemi COVID-19 telah
menyebabkan krisis terberat yang pernah
dialami dunia—terburuk sejak Perang Dunia
II. Krisis COVID-19 tidak hanya mengekspos
kerentanan di sektor kesehatan, namun
juga menciptakan tantangan yang unik bagi
banyak negara dan hubungan antarnegara.
Pendekatan inward-looking policy yang
mengemuka pasca-ketegangan perdagangan
AS dan Tiongkok hingga 2019 makin
menguat seiring pandemi COVID-19.
Tensi AS–Tiongkok
Tensi perdagangan antara AS dengan
Tiongkok meningkat seiring penyebaran
COVID-19, setelah sempat mereda pada
awal 2020 terbantu oleh phase one deal
(POD). Ketegangan antar dua negara tersebut
terutama terkait isu (i) perdagangan barang;
dan (ii) rivalitas di bidang teknologi. Di sisi
perdagangan barang, ketegangan kembali
mengemuka karena realisasi impor Tiongkok
atas barang dan jasa AS jauh di bawah
kesepakatan POD.2 Hingga Juli 2020, realisasi
2 Dalam POD yang berlaku sejak 14 Februari 2020, Tiongkok harus meningkatkan impor sejumlah barang dan jasa pada 2020-2021 senilai USD200 miliar di atas level 2017.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
56
menyulitkan pengembangan teknologi
Tiongkok. Pemenuhan komitmen POD
yang tersendat menimbulkan keraguan
atas rencana phase two trade deal untuk
meningkatkan impor Tiongkok atas produk
AS. Sementara itu, eskalasi ketegangan
AS-Tiongkok di bidang teknologi (tech
decoupling) berpotensi menimbulkan
instabilitas supply chain di Tiongkok, sehingga
perusahaan di negara tersebut diperkirakan
makin bergantung pada dukungan otoritas
dalam mengembangkan teknologi yang self-
reliant.
US’s YTD Goods Exports to China
Grafik 1. Realisasi Ekspor Bulanan AS ke Tiongkok vs Target POD (2020)
USS$bn
Covered Goods-ActualCovered Goods-Target
Sumber: Citi Research
160
Jan/20 Apr/20 Jul/20 Oct/20
120
80
40
0
Grafik 2. Target Ekspor Tahunan
AS ke Tiongkok dalam POD (2020-21)
Manufactured GoodsAgriculture
2019 exports of covered goods & service to China in 2017
2020 Target ($76.7 above 2017 �gure)
2021 Target ($123.3 bn above
2017 �gure)
EnergyServices
US$billions
122
209
255
300
250
200
150
100
50
0
Sumber: Citi Research
POD hanya sekitar 47% dari target prorata
bulanan 2020.3 Di sisi teknologi, penetrasi
global sejumlah perusahaan telekomunikasi
Tiongkok (Huawei) dan jasa (TikTok) juga
menghadapi resistensi dari pihak AS.
Beberapa eskalasi ketegangan teknologi AS-
Tiongkok adalah:
• Larangan ekspor: AS menerbitkan entity
list yang melarang sejumlah perusahaan
Tiongkok untuk membeli produk AS,
antara lain ZTE (April 2018) dan Huawei
(Mei 2019).
• Restriksi produksi: AS melarang Huawei
menggunakan teknologi AS untuk
memproduksi semikonduktor melalui
pabrikan luar negeri (Mei 2020).
• Pemblokiran aplikasi buatan Tiongkok:
AS melarang transaksi antara entitas AS
dengan TikTok (ByteDance) dan WeChat
(Tencent), dengan pertimbangan privasi
dan keamanan nasional. Kemendag
AS berencana menerapkan Tiktok ban
pada 27 September 2020 (dari awalnya
15 September 2020), seiring dengan
rencana kerja sama operasi Tiktok
di AS dengan Oracle dan Walmart.
Namun dalam perkembangan terakhir,
ByteDance diberi waktu ekstra untuk
finalisasi rencana kerja sama oleh sebuah
keputusan hakim pengadilan.
Ketegangan di bidang perdagangan
dan teknologi tersebut menimbulkan
ketidakpastian phase two deal dan
3 Target impor jasa tidak diperhitungkan, karena tidak dilaporkan secara bulanan.
Bab 3 - Artikel
57
playing field, (ii) fishing, (iii) governance,
dan (iv) Irish Protocol. Ketidakpastian trade
deal kembali meningkat pada September
2020, seiring dengan rencana Inggris
untuk mengesampingkan beberapa poin
(“unilaterally reinterpret parts of”) Withdrawal
Agreement melalui Internal Market Bills.5
Grafik 3. Brexit Uncertainty IndexSumber: Goldman Sachs
0
10
20
30
40
50
60
14 15 16 17 18 19 20 210
10
20
30
40
50
60% %
Brexit Uncertainty IndexJanuary 2014 - August 2020
Brexit Referendum
2019General Election
InternalMarket
Bill
Grafik 4. Trading Partner Utama Inggris pada 2018
Sumber: Sumber: Bloomberg | * Note: prioritas negara untuk FTAs
Total trade in goodsTotal trade in services
EU
U.S*
China
Japan*
India
Australia*
New Zealand*
0 100B 200B 300B 400B 500B 600B
£435,7B£212,7B£648,4BTotal
EU
No trade deal akan menimbulkan
instabilitas yang dapat menghambat
pemulihan ekonomi. Tanpa kesepakatan
5 Inggris menyatakan baru akan menempuh opsi tersebut apabila dinilai terdapat penyimpangan dari itikad baik UE, meski UE keberatan dengan langkah tersebut. Opsi ini dipandang sebagai upaya Inggris untuk mengamankan kepentingannya jika tidak tercapai Free Trade Agreement (FTA)
Eskalasi ketegangan teknologi juga
akan menghambat penetrasi 5G Tiongkok
ke pasar global melalui Huawei. Langkah
AS dalam memblokir penjualan chip asal AS
kepada Huawei memaksa Huawei hanya dapat
menggunakan chip produksi domestik (yang
masih tertinggal dibandingkan dengan chip
AS dalam mendukung 5G). Kesulitan Huawei
dalam mengembangkan dan/atau menjual 5G
akan mengubah konstelasi global supply chain
dan dapat menguntungkan kompetitornya
(Ericsson, Nokia, dan Samsung). AS juga
tengah mempertimbangkan memasukkan
SMIC (chipmaker utama Tiongkok) ke dalam
entity list, yang akan makin menghambat
perkembangan teknologi Tiongkok.4 Sejauh
ini, sebagai respons, Tiongkok masih fokus
pada pemenuhan pasokan chip hingga awal
2021.
Risiko No Trade Deal Brexit
Inggris dan Uni Eropa (UE) menghadapi
risiko no trade deal pada Brexit seiring belum
tercapainya kesepakatan di sejumlah area.
Negosiasi untuk mencapai kesepakatan
perdagangan belum membuahkan hasil meski
batas waktu perpanjangan transition period
Brexit pada 30 Juni 2020 telah terlampaui.
Negosiasi juga terhambat oleh merebaknya
pandemi yang menggeser prioritas masing-
masing pihak pada penanganan dampak
COVID-19. Terdapat empat aspek yang
masih terus dinegosiasikan, yaitu (i) level
4 Entity list berisi daftar perusahaan yang dilarang untuk bertransaksi dengan AS dan beberapa mitra AS.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
58
berkembang menjadi isu ekonomi akibat
aksi boikot produk Tiongkok oleh India.
Pemerintah India juga melakukan sejumlah
langkah sbb.:
i. mengumumkan rencana kenaikan tarif
impor barang dari Tiongkok;
ii. menunda izin bongkar muat barang
impor yang berasal dari Tiongkok;
iii. mengetatkan pemeriksaan latar belakang
(background check) pebisnis, akademisi,
tenaga ahli industri, dan advocacy group
yang mengajukan visa;
iv. memblokir 118 aplikasi Tiongkok, antara
lain gim, mesin pencari, media sosial,
perekayasa foto, serta pemutar video
dan musik (bertambah dari 59 aplikasi
pada Juli-20); dan
v. melarang partisipasi perusahaan
Tiongkok dalam proyek penyediaan
infrastruktur 4G dan jaringan 5G.
Peningkatan tensi antara India dengan
Tiongkok menyebabkan komplikasi bagi
India. Pada satu sisi, kedaulatan wilayah
perlu dijaga meski menimbulkan ketegangan
militer. Namun di sisi lain, India memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap produk
impor dan investasi dari Tiongkok. Hingga
akhir 2019, Tiongkok merupakan negara
asal impor terbesar India (14,1%) dan tujuan
ekspor terbesar ke-3 (5,3%) setelah AS dan
UEA. Selain itu, Tiongkok merupakan investor
utama proyek infrastruktur India (pangsa
11%), bersama dengan Jepang. Namun,
dampak ketegangan India dan Tiongkok
dagang pada 31 Desember 2020, Inggris
dan UE akan kembali menerapkan ketentuan
dagang menurut aturan WTO.6 Ketidakpastian
suplai barang dan jasa kemungkinan akan
berdampak negatif pada ekonomi Inggris. No
deal juga dapat menimbulkan konflik terkait
potensi backdoor perdagangan melalui
Irlandia Utara dan potensi hard border di
Pulau Irlandia. Namun kedua pihak masih
optimis akan mencapai kesepakatan dagang
pada pertengahan Oktober 2020, agar dapat
diratifikasi menjelang akhir tahun.
B. Eskalasi Tensi Geopolitik
Prospek pertumbuhan ekonomi
global yang sedang melemah menghadapi
tambahan tantangan dari peningkatan
tensi geopolitik. Ketegangan geopolitik
seperti sengketa teritorial dan social unrest
masih terjadi di beberapa wilayah, sehingga
meningkatkan ketidakpastian global.
India–Tiongkok
Ketegangan geopolitik antara
Tiongkok dan India tereskalasi sehingga
memicu aksi boikot produk. Pada Mei 2020,
ketegangan militer di wilayah perbatasan
Ladakh (India) dan Tibet (Tiongkok)
memanas setelah terjadi kontak senjata
yang menimbulkan korban jiwa. Ketegangan
yang makin memanas tersebut kemudian
6 Goldman memperkirakan dampak jangka panjang terhadap ekonomi Inggris akibat no trade deal sebesar 2-3 kali lipat dari dampak siklikal pandemi COVID-19.
Bab 3 - Artikel
59
pada hukum internasional (seperti 1982
UNCLOS) dan penegakan Treaty of Amity and
Cooperation in Southeast Asia (TAC) sebagai
panduan code of conduct dalam menjalankan
hubungan antarnegara di kawasan ASEAN.
Selain penegakan pada dua pedoman
internasional tersebut, beberapa Menteri
Luar Negeri ASEAN, termasuk Indonesia,
menekankan pentingnya menegakkan prinsip
yang tertuang dalam the Zone of Peace,
Freedom and Neutrality (ZOPFAN) Declaration.
Sengketa di Eastern Mediterranean
Peningkatan ketegangan geopolitik
akibat sengketa teritorial juga berlangsung di
kawasan Eastern Mediterranean. Ketegangan
hubungan antara Turki dan Yunani makin
tereskalasi seiring sengketa teritorial di
perairan Eastern Mediterranean yang diduga
mengandung cadangan gas alam dan minyak
bumi yang cukup besar.7,8 Ketegangan
memuncak saat Turki mengirimkan kapal
penelitian seismik, Oruc Reis, untuk
melakukan eksplorasi cadangan gas alam
dan minyak bumi di kawasan perairan sisi
selatan Turki, yang juga dekat dengan Pulau
Kastellorizo, Yunani. Aktivitas eksplorasi Turki
tersebut menimbulkan ketegangan karena
7 Ketegangan antara Turki dengan Yunani telah berlangsung sejak 1974 terkait invasi Turki di wilayah Siprus. Aksi militer tersebut menyebabkan Siprus terbagi menjadi dua (Siprus dan Republik Turki Siprus Utara). Ketegangan mereda setelah dimediasi oleh AS.
8 US Geological Survey mengestimasikan terdapat cadangan gas sebanyak 60 triliun cubic feet (setara dengan konsumsi gas UE selama 76 tahun) dan 1,7 miliar barel minyak di kawasan Eastern Mediterranean.
kepada ekonomi regional dan global
diperkirakan relatif terbatas. Selain itu, kedua
belah pihak juga telah melakukan langkah-
langkah untuk meredakan ketegangan.
Sengketa Laut Tiongkok Selatan
Sengketa di Laut Tiongkok Selatan
juga menjadi tantangan geopolitik yang
kembali mengemuka. Sengketa teritorial ini
menghangat seiring penerapan sanksi AS
kepada 24 entitas bisnis dan sejumlah pejabat
asal Tiongkok yang dinyatakan terlibat dalam
pembangunan pulau buatan di kawasan Laut
Tiongkok Selatan. Sebagai konsekuensi dari
sanksi tersebut, entitas bisnis AS dilarang
melakukan transaksi barang dan teknologi
dengan entitas bisnis Tiongkok yang
dikenakan sanksi tanpa memperoleh izin
khusus dari Department of Commerce AS.
Individu yang terkena sanksi beserta keluarga
juga dilarang masuk ke teritori AS.
Kawasan Laut Tiongkok Selatan
menjadi salah satu kunci bagi pengelolaan
pengaruh geopolitik di kawasan Asia
Pasifik. Baik AS maupun Tiongkok memiliki
kepentingan geopolitik dan geo-ekonomi
pada wilayah tersebut. Dalam kaitan ini,
kedua negara cukup aktif terlibat dalam
perundingan terkait isu Laut Tiongkok
Selatan. Dalam menyikapi isu tersebut,
Konferensi Menlu ASEAN pada 9 September
2020 menekankan bahwa ASEAN akan terus
mengedepankan perdamaian, stabilitas,
keamanan, dan freedom of navigation di
kawasan. ASEAN akan berpegang teguh
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
60
Mediterranean adalah upaya UE untuk
mengurangi dependensi pasokan energi dari
Rusia melalui pembangunan Eastern Med
Undersea Pipeline dan pengembangan green
energy.10
Sumber: BBC
Gambar 1. Peta Sengketa Teritorial Turki – Yunani
GREECE TURKEY Self-declaredTurkish Republicof Northern Cyprus
Overlapping claims
Turkey/GreeceTurkey/CyprusCyprus/N CyprusGreece/EgyptTurkey/Libya
Kastellorizo
LIBYA
EGYPT
CYPRUS
Turkish shipsurvey area
Sumber: Raam op Rusland
Gambar 2. Jaringan Gas Pipeline Rusia
Norway
Sweden
Germany
AustriaHungaria
Romania
Slovakia
Poland
Lithuania
Belarus
Latvia
Estania
Finland
Russia
Ukraine
Bulgaria
TurkeyAzerbaijan
Greece
Italy
CzechRep.
Nord Stream
Druzhba Oil Pipeline
South Caucasus PipelineTurk Stream Pipeline
Trans Anatolian Pipeline
Trans Adriatic Pipeline
Nord Stream 2
Sejumlah upaya mediasi telah dilakukan
untuk menurunkan ketegangan antara Turki
dan Yunani. Pada Juli 2020, Jerman sempat
berupaya memfasilitasi diskusi bilateral antara
Turki – Yunani, namun kandas saat Yunani
10 Eastern Med Undersea Pipeline akan menyalurkan LNG dari Israel ke EU melalui Siprus, Yunani, dan Italia.
Yunani menganggap wilayah eksplorasi
termasuk dalam wilayah perairannya, yang
kemudian dibantah oleh Turki.
Turki dan Yunani memiliki
kepentingan atas potensi cadangan gas
alam dan minyak bumi di wilayah tersebut.
Turki berkepentingan untuk melakukan
eksplorasi gas alam dan minyak bumi guna
mengurangi ketergantungan terhadap supply
dari Rusia. Sementara itu, Yunani berupaya
mempertahankan klaim wilayah teritorial
sekaligus mempertahankan implementasi
proyek Eastern Med Undersea Pipeline.
Ketegangan di Eastern Mediterranean
menjadi perhatian khusus Pemimpin Negara
NATO dan UE, seiring banyak kepentingan
berbagai negara yang terlibat, baik dalam
konteks bisnis maupun pengaruh geopolitik.
Salah satu kepentingan yang ditengarai
juga memengaruhi ketegangan geopolitik
di Eastern Mediterranean adalah kompetisi
antara AS dengan Rusia dalam penguasaan
pangsa ekspor LNG ke UE. Rusia telah
menguasai 40% pangsa ekspor LNG UE
dan berencana memperbesar pangsa ekspor
melalui kerja sama pembangunan TurkStream
gas pipeline. Turki menjadi titik strategis
sebagai hub berbagai komoditas strategis
UE, termasuk energi. AS sebagai pemain baru
di pasar LNG juga berusaha meningkatkan
pangsa ekspor di UE.9 Kepentingan lain
yang juga mengemuka pada tensi di Eastern
9 Pada Desember 2019, AS (USTR) menjatuhkan sanksi kepada entitas bisnis Rusia yang dinyatakan terlibat dalam pembangunan Nordstream 2 dan TurkStream gas pipeline.
Bab 3 - Artikel
61
memengaruhi hubungan politik Tiongkok
dengan beberapa negara. Tiongkok juga
sempat bersitegang dengan Inggris dan
Australia terkait isu Hong Kong. PM Inggris
menawarkan kewarganegaraan tetap dan
PM Australia menawarkan ‘safe haven’
bagi warga Hong Kong.12 Pemerintah
Tiongkok sebaliknya menganggap Inggris
melakukan intervensi terhadap urusan dalam
negeri, sehingga berpotensi meningkatkan
ketegangan hubungan perdagangan dan
investasi kedua negara.
Posisi Hong Kong sebagai international
financial hub dapat terancam seiring
social unrest yang belum juga mereda dan
pandangan antar negara yang berseberangan
terkait isu tersebut. Lembaga think tank,
Fraser Institute, memperkirakan Singapura
berpeluang mengambil alih posisi Hong Kong
sebagai “World’s Freest Economy”—yang
telah disandang selama 30 tahun—akibat
terjadinya social unrest dan ketegangan
antarnegara yang ditimbulkannya. Kondisi ini
menempatkan peringkat legal system Hong
Kong pada titik terendah dalam 16 tahun
terakhir.
C. Lesson Learned
Eskalasi tensi perdagangan
dan geopolitik di sejumlah kawasan
meningkatkan potensi downside risks
12 Sebagai konsekuensi Hong Kong berada di bawah yurisdiksi Inggris, terdapat 300.000 warga Hong Kong yang telah memiliki status ‘British National Overseas’ dan 2,6 juta penduduk lainnya eligible untuk mengajukan status kewarganegaraan Inggris.
menandatangani perjanjian maritim dengan
Mesir.11 Pada September 2020, Kanselir
Jerman, Angela Merkel kembali menjalin
komunikasi dengan Presiden Turki, namun
belum menghasilkan suatu kesepakatan.
Sekretaris Jendral NATO juga berupaya
menengahi ketegangan dengan mengusulkan
fasilitasi diskusi teknis untuk “menyusun
mekanisme demiliterisasi dan mencegah
insiden di Eastern Mediterranean”—Turki
menyetujui usulan mediasi, namun Yunani
menolak. International Court of Justice (ICJ)
kemungkinan menjadi mediator selanjutnya.
Upaya diplomasi antara Turki dan
Yunani masih terus diupayakan, meski
menghadapi sejumlah tantangan. Turki
menyatakan siap untuk berdiskusi, namun
tidak akan mengurangi aktivitas maritimnya.
Sementara itu, Yunani menginginkan Turki
segera meninggalkan wilayah perairannya.
Apabila upaya diplomasi gagal, UE menyatakan
akan mengenakan sejumlah aksi ataupun sanksi
tertentu bagi Turki. Rencana aksi UE terhadap
Turki itu menjadi salah satu isu prioritas dan
akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan
Pemimpin UE akhir September 2020.
Social Unrest di Hong Kong
Social unrest yang berlangsung
di Hong Kong sejak Juni 2019 juga turut
11 Pada 6 Agustus 2020, Yunani dan Mesir menjalin kerja sama pembagian wilayah maritim. Hal tersebut memancing kemarahan Turki sebab wilayah yang dibagi beririsan dengan kerja sama pembagian wilayah maritim antara Turki dengan Libya yang telah ditandatangani pada November 2019.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
62
mengemuka, perlu terus dilakukan upaya
untuk menjaga kepercayaan stakeholders—
termasuk persepsi positif terhadap ekonomi
Indonesia, menjaga ketahanan sektor
eksternal, dan melanjutkan koordinasi antar
kementerian/lembaga terkait.
terhadap perekonomian global, di tengah
pandemi yang juga belum mereda. Eskalasi
tensi perdagangan dan geopolitik berpotensi
menambah ketidakpastian global, sehingga
perlu dicermati dampaknya pada kinerja pasar
keuangan dan perekonomian Indonesia.
Dalam menyikapi berbagai risiko yang
Bab 3 - Artikel
63
melakukan penanganan COVID-19, termasuk
upaya mendorong pemulihan ekonomi yang
berimplikasi pada peningkatan kebutuhan
pembiayaan fiskal. Kondisi tersebut makin
memperkuat pentingnya upaya pengelolaan
persepsi positif perekonomian Indonesia
melalui koordinasi intensif antar otoritas
untuk mendukung percepatan pemulihan
ekonomi pasca-pandemi COVID-19, termasuk
komunikasi langkah kebijakan yang ditempuh
secara terbuka.
Fitch Ratings Mengukuhkan Sovereign
Credit Rating Indonesia
Indonesia memperoleh afirmasi
(pengukuhan kembali) peringkat
sovereign credit rating (SCR) pada BBB
dengan outlook stabil, seiring keyakinan
Fitch Ratings (Fitch) atas komitmen
Pemerintah Indonesia dalam menjaga
stabilitas makroekonomi dan kredibilitas
Mempertahankan peringkat
investment grade di tengah pandemi
COVID-19 memiliki arti penting bagi
perekonomian suatu negara. Indonesia
termasuk salah satu negara yang mampu
mempertahankan sovereign credit rating satu
notch di atas peringkat investment grade
terendah (BBB) dari Fitch Ratings dengan
outlook stabil. Pencapaian positif tersebut
menunjukkan keyakinan lembaga rating
terhadap komitmen Pemerintah Indonesia
dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan
kredibilitas kebijakan, di tengah maraknya
negative rating action yang terjadi pada
sejumlah negara pasca meluasnya pandemi
COVID-19. Meski tekanan terhadap
perekonomian terjadi secara menyeluruh,
lembaga rating secara khusus menaruh
perhatian terhadap langkah kebijakan yang
ditempuh pemerintah dan otoritas dalam
Afirmasi Sovereign Credit Rating Indonesia dari Fitch Ratings di Tengah Pandemi COVID-19Oleh: Betty Purbowati Cahyadewi1
Artikel 3
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Hubungan Investor
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
64
oleh fokus pemerintah pada pembangunan
infrastruktur. Fitch juga menyatakan bahwa
pemerintah telah merespons pandemi
COVID-19 dengan cepat melalui berbagai
kebijakan untuk mendukung sektor rumah
tangga dan korporasi, termasuk Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta
menempuh sejumlah langkah terobosan yang
bersifat sementara, termasuk penundaan
ketentuan batas atas defisit fiskal 3% dari PDB
selama tiga tahun dan kebijakan pembiayaan
defisit secara langsung oleh bank sentral.
Fitch berpandangan kebijakan
fiskal yang berhati-hati dalam beberapa
tahun terakhir telah memberikan ruang
bagi berbagai kebijakan yang ditempuh
pemerintah untuk mengatasi dampak
pandemi COVID-19. Mengacu pada defisit
fiskal selama satu dekade terakhir yang selalu
berada di bawah 3% dari PDB, Fitch meyakini
pemerintah akan memenuhi komitmen untuk
kebijakan di tengah pandemi COVID-19
dan tantangan perekonomian global.
Fitch mempertahankan SCR Indonesia pada
level BBB/outlook stabil (investment grade)
didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi
jangka menengah yang baik dan beban utang
pemerintah yang relatif rendah dibandingkan
negara peers pada peringkat yang sama. Di
sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan
yang masih dihadapi, yaitu ketergantungan
terhadap sumber pembiayaan eksternal yang
masih tinggi, penerimaan pemerintah yang
rendah, serta indikator struktural seperti
tata kelola dan PDB per kapita yang masih
tertinggal dibandingkan negara peers.
Fitch memperkirakan Indonesia
akan mengalami kontraksi pertumbuhan
ekonomi pada 2020 yang dipengaruhi
oleh pandemi COVID-19. Pertumbuhan
ekonomi diperkirakan kembali meningkat
pada 2021 dan 2022 antara lain didukung
Grafik 1. SCR Indonesia2006
BBB+
BBB-
BBB
BB+
B+
BB-
BB
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Investment Grade
Below Investment Grade
S&P
JCRA
R&I
Fitch
Moody’s
Bab 3 - Artikel
65
Grafik 2. Penurunan SCR - Agustus 2020Sumber: S&P, Moody's, dan Fitch
Downgrades in Jan-JulDowngrades in Aug
40
35
30
25
20
15
10
5
0Fitch
34 23 25
36
25 26
2
21
Moody’s S&P
Grafik 3. Penurunan Outlook - Agustus 2020Sumber: S&P, Moody's, dan Fitch
Negative outlook revisions in Jan-JulNegative outlook revisions in Aug
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0Fitch
43 27
36
45
40
28
26
2
1
4
Moody’s S&P
Dalam kaitan ini, secara khusus
Fitch menilai dampak COVID-19 terhadap
risiko kredit pada beberapa negara
makin meningkat seiring ketidakpastian
berakhirnya pandemi COVID-19.
Namun, negara-negara dengan ruang fiskal
dan bantalan eksternal yang memadai
diperkirakan masih akan berada pada kondisi
yang lebih baik. Di kawasan Asia Pasifik,
negative rating action oleh Fitch terjadi pada
11 negara. Fitch melakukan downgrade pada
Hong Kong, Maldives, dan Sri Lanka. Fitch
juga merevisi outlook dari positif menjadi
stabil pada Filipina, Thailand, dan Vietnam,
sementara revisi outlook dari stabil menjadi
negatif terjadi pada Australia, India, Jepang,
Laos, dan Malaysia. Dibandingkan dengan
membawa defisit fiskal kembali di bawah
3% dari PDB pada 2023. Fitch juga mencatat
bahwa Bank Indonesia telah menyediakan
likuiditas bagi sistem perbankan sebagai
respons atas terjadinya pandemi, disertai
dengan penurunan suku bunga kebijakan
sebesar 100 bps sejak Februari 2020 menjadi
4,0%.
Negative Rating Action di tengah
Pandemi COVID-19
Meluasnya pandemi COVID-19
yang menyebabkan perlambatan
aktivitas ekonomi di sejumlah negara
telah memicu negative rating action
(penurunan sovereign credit rating atau
SCR dan outlook) oleh lembaga rating
utama. Penurunan SCR dan outlook yang
terjadi sejak paruh pertama 2020 terus
berlanjut sampai dengan Agustus 2020,
meski dengan kecepatan yang lebih lambat
dan mulai didominasi oleh negara pada
kelompok peringkat non-investment grade.
Sampai dengan Agustus 2020, tercatat 87
negara mengalami penurunan SCR dan 113
negara mengalami penurunan outlook. SCR
downgrade sepanjang Agustus 2020 terjadi
pada 5 negara, yaitu Belize (menjadi CCC+
dari CC, setelah sempat diturunkan menjadi
SD pada 12 Agustus), Bahrain (menjadi B+ dari
BB-), Oman (menjadi BB- dari BB), Tanzania
(menjadi B2 dari B1), dan Laos (menjadi
Caa2 dari B3). Negative outlook terjadi pada
7 negara selama Agustus 2020, sedikit lebih
tinggi dari 5 negara pada Juli 2020.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
66
proses pemulihan juga diperkirakan
akan berlangsung lama dan berbeda
pada masing-masing negara. Pada negara
emerging, meski indikasi resesi diperkirakan
hanya bersifat temporer, lembaga rating
cenderung lebih berhati-hati dan mencermati
risiko peningkatan utang pemerintah dan
pendanaan eksternal. Sementara itu, pada
negara maju, lembaga rating menaruh
perhatian terhadap area fiskal, termasuk
prospek fiskal jangka menengah dan
komitmen dalam melakukan konsolidasi
fiskal.
Realisasi PDB TW2-20 sejumlah
negara mengindikasikan bahwa
pemulihan ekonomi akan bergantung
pada kemampuan untuk mengendalikan
COVID-19. Munculnya gelombang kedua
COVID-19 atau stagnasi ekonomi yang
lebih panjang akan berisiko pada SCR suatu
negara. Pemulihan yang lebih lambat dari
perkiraan dapat berdampak pada pelemahan
fiskal yang lebih dalam dari antisipasi awal,
sehingga menjadi faktor risiko terhadap
kemampuan pemerintah dalam melakukan
perbaikan kondisi fiskal secara gradual
dalam jangka menengah. Lembaga rating
juga menaruh perhatian terhadap dampak
pelemahan ekonomi kepada peningkatan
tensi sosial dan risiko politik, yang dapat
memengaruhi pengambilan kebijakan dan
menghambat proses penyesuaian fiskal dan
reformasi struktural yang diperlukan untuk
pemulihan ekonomi.
negara-negara Asia Pasifik yang mengalami
negative rating action, SCR Indonesia mampu
dipertahankan pada level BBB/outlook stabil
seiring keyakinan Fitch terhadap prospek
ekonomi Indonesia dalam jangka menengah
yang baik serta didukung oleh kredibilitas
kebijakan moneter dan fiskal. Secara
khusus, pada aspek makroekonomi, Fitch
meyakini kapasitas Indonesia untuk meredam
shock tidak akan menyebabkan dampak
yang berkepanjangan terhadap stabilitas
makroekonomi dalam jangka menengah,
sehingga mampu mengompensasi penurunan
skor terutama pada variabel volatilitas
pertumbuhan ekonomi.
SoverignAustraliaSingaporeHongkongMacaoNew ZealandKOREATaiwanCHINAJAPANMalaysiaThailandINDONESIAPhilippinesINDIAVIETNAMBangladeshMaldivesMongoliaSri LankaLaosPakistan
AAAAAAAA-AAAAAA-AA-A+AA-BBB+BBBBBBBBB-BBBB-BBB-B-B-
NegativeStableStable
NegativePositiveStableStableStable
NegativeNegative
StableStableStable
NegativeStableStable
NegativeStable
NegativeNegative
Stable
LTFCIDR Outlook
Tabel 1. Posisi SCR Negara-negara Kawasan Asia Pasi�k (Fitch)
Secara umum, lembaga rating
memperkirakan pandemi COVID-19
memberikan tekanan jangka panjang
terhadap perekonomian global, sehingga
Bab 3 - Artikel
67
menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan
dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk
UMKM, Korporasi non-UMKM, dan non-
public goods lainnya.
Burden sharing BI dan pemerintah
dalam jangka pendek diperkirakan
belum akan secara langsung berdampak
pada penilaian lembaga rating terhadap
SCR Indonesia. Fitch menilai skema
burden sharing dalam jangka pendek
bermanfaat karena dapat mengurangi
beban pemerintah. Fitch memerkirakan
kesepakatan tersebut tidak akan memberikan
tekanan inflasi pada 2020 seiring permintaan
yang masih lemah. Dengan rekam jejak
Indonesia yang baik, khususnya kredibilitas
kebijakan moneter dan fiskal, dalam jangka
pendek, Fitch menyatakan masih cukup
nyaman dengan skema burden sharing.
Menjaga Persepsi Positif
Di tengah negative rating
action yang terjadi pada sejumlah
negara, Indonesia perlu memerhatikan
perkembangan pertumbuhan ekonomi,
kinerja fiskal, dan stabilitas sistem
keuangan. Upaya menjaga keberlanjutan
implementasi reformasi fiskal dan
reformasi struktural juga menjadi aspek
yang diperhatikan lembaga rating dalam
menilai kredibilitas kebijakan ototitas. Selain
memastikan kredibilitas kebijakan moneter,
fiskal, dan struktural, upaya pengelolaan
persepsi positif ekonomi Indonesia sangat
penting dilakukan melalui penyampaian
Kredibilitas Kebijakan
Di tengah tekanan terhadap
perekonomian, lembaga rating secara
khusus memonitor langkah kebijakan
yang ditempuh pemerintah dan
otoritas dalam melakukan penanganan
COVID-19, termasuk upaya mendorong
pemulihan ekonomi. Salah satu langkah
kebijakan yang menjadi perhatian lembaga
rating dan investor adalah kebijakan burden
sharing Bank Indonesia (BI) dan pemerintah.
Skema burden sharing adalah kebijakan
extraordinary sebagai bentuk koordinasi
intensif antara BI dan Kementerian Keuangan
untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang
telah terdampak pandemi COVID-19. Dalam
hal ini, kebijakan fiskal dan moneter akan
tetap dilakukan secara prudent dan disiplin,
dengan terus memonitor perkembangan
risiko, serta memastikan pemulihan ekonomi
terus berjalan
Skema burden sharing merupakan
kebijakan yang ditempuh pemerintah
dalam rangka pembiayaan penanganan
COVID-19 dan pemulihan ekonomi
nasional sebesar Rp903,46 triliun. Skema
burden sharing didasarkan pada kelompok
penggunaan pembiayaan untuk public
goods dan non-public goods. Pembiayaan
public goods ditujukan untuk pembiayaan
yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, terdiri dari pembiayaan di bidang
kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral
kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda.
Sementara itu, pembiayaan untuk non-public
goods ditujukan untuk pembiayaan yang
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
68
Dalam konteks ini, kita juga perlu mewaspadai
dampak meluasnya pandemi COVID-19 dan
eskalasi risiko lain yang menjadi perhatian
lembaga rating serta dampaknya kepada
perekonomian, seperti tensi geopolitik AS dan
Tiongkok dan pemilu di AS. Kondisi tersebut
memperkuat pentingnya pengelolaan
persepsi positif ekonomi Indonesia melalui
koordinasi kebijakan yang intensif antar
otoritas. Sinergi tersebut diharapkan dapat
mendukung percepatan pemulihan ekonomi
dan terjaganya kredibilitas kebijakan.
informasi kebijakan terkini yang ditempuh
otoritas secara terbuka.
Lembaga rating terus memonitor
perkembangan dampak pandemi
COVID-19 terhadap ekonomi dan kondisi
fiskal suatu negara, serta kredibilitas
kebijakan yang di tempuh oleh otoritas.
Sinyal pemburukan ekonomi yang persisten
dan indikasi ketidakmampuan otoritas dalam
implementasi kebijakan berpotensi menjadi
risiko bagi pertimbangan lembaga rating
untuk melakukan negative rating action.
Bab 3 - Artikel
69
antara BI dan Kementerian Keuangan Jepang.
Kerja sama tersebut terutama ditujukan untuk
mendorong penggunaan mata uang lokal
(Rupiah atau Yen) secara lebih luas dalam
memfasilitasi perdagangan dan investasi
langsung antara Indonesia dan Jepang.
Menindaklanjuti Nota Kesepahaman, BI dan
Kementerian Keuangan Jepang menyepakati
kerangka kerja sama LCS antara Indonesia
dan Jepang yang resmi diimplementasikan
mulai 31 Agustus 2020. Dengan implementasi
kerja sama LCS ini, maka pelaku usaha di
Indonesia sudah dapat melakukan transaksi
antara lain direct trading JPY/IDR tanpa perlu
menggunakan hard currency sebagai media
perantara untuk aktivitas ekonomi yang
bersifat riil dengan difasilitasi oleh bank ACCD
yang ditunjuk. Peran aktif dari para pelaku
usaha dalam memanfaatkan kerja sama
LCS dengan negara mitra diharapkan turut
mendukung upaya otoritas dan pemerintah
dalam menjaga stabilias nilai tukar Rupiah
dan makroekonomi secara keseluruhan.
Kerja sama Local Currency Settlement
(LCS) berbasis Appointed Cross Currency
Dealer (ACCD) ditujukan untuk mengurangi
dominasi hard currency guna mendukung
upaya menjaga stabilitas makroekonomi
dan sistem keuangan Indonesia.
Mempertimbangkan dampaknya yang positif
terhadap perekonomian, Bank Indonesia (BI)
secara aktif terus memperluas kerja sama
LCS ACCD yang telah dijalin saat ini dengan
Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand
ke mitra strategis lainnya. Dengan sasaran
Jepang sebagai salah satu mitra utama
bagi Indonesia, BI telah menandatangani
Nota Kesepahaman dengan Kementerian
Keuangan Jepang pada 5 Desember 2019
untuk menyepakati pembentukan kerangka
kerja sama LCS berbasis ACCD.
Kesepakatan LCS ACCD dengan
Jepang menandai tonggak sejarah penting
dalam upaya penguatan kerja sama keuangan
INDONESIA MEMULAI IMPLEMENTASI KERJA SAMA LOCAL CURRENCY SETTLEMENT DENGAN JEPANGOleh: Ita Vianty, Satwika Lulu, Tommy Aditya1
Artikel 4
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Hubungan Internasional 3
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
70
khususnya melalui jalur nilai tukar. Nilai
tukar Rupiah terhadap hard currency
yang lebih bergejolak dapat mengganggu
kemampuan para pelaku usaha dalam
memenuhi kewajiban utang luar negeri
atau perdagangan. Salah satu upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap hard
currency dimaksud adalah dengan mendorong
penggunaan mata uang lokal dalam setelmen
perdagangan dan investasi Indonesia dengan
negara lain, terutama dengan negara-negara
di kawasan melalui inisiasi kerja sama LCS,
salah satunya dengan Jepang.
Kerja Sama LCS ACCD Indonesia-Jepang
Jepang adalah salah satu mitra
penting bagi Indonesia, tidak saja
dalam hal perdagangan namun juga
investasi langsung. Dari sisi perdagangan,
rerata perdagangan selama 2015-2019
menunjukkan bahwa Jepang merupakan
negara tujuan ekspor dan asal impor
terbesar ketiga. Hubungan yang signifikan
ini tercermin dari rerata ekspor (migas dan
nonmigas) senilai USD16,8 miliar (10,3%
dari total ekspor Indonesia) dan rata-rata
impor (migas dan nonmigas) senilai USD15,2
miliar (9,5% dari total impor Indonesia)
(Tabel 1).2 Crude materials (bahan mentah),
manufactured goods (produk manufaktur),
mineral fuels (bahan bakar mineral), serta
machinery and transport equipment (mesin
dan alat transportasi) adalah komoditas
nonmigas utama yang diekspor Indonesia ke
2 Data SEKI BI (rata-rata 2015-2019).
Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah
menurunkan aktivitas perekonomian
dunia dan harga komoditas yang
kemudian memicu kepanikan di pasar
keuangan global. Di pasar keuangan
domestik, penurunan persepsi para investor
terhadap kondisi perekonomian terkini dan
prospek ke depan, memicu capital outflow.
Kondisi tersebut memberikan tekanan
terhadap Rupiah, di saat terjadi penurunan
supply USD dari eksportir akibat lesunya
perdagangan global. Kondisi tersebut
mendorong BI melakukan berbagai upaya
kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Perdagangan internasional
Indonesia paling banyak dilakukan
dengan negara di kawasan Asia dan
Timur Tengah dengan porsi sekitar 74%
dari total nilai perdagangan Indonesia.
Sementara itu, perdagangan dengan Amerika
dan Eropa berada di urutan ke-2 dan ke-3
dengan porsi masing-masing 10,5%. Meski
demikian, perdagangan Indonesia hingga kini
masih didominasi dalam valuta hard currency
dengan porsi sekitar 95% untuk ekspor dan
85% untuk impor.
Dominasi hard currency sebagai
settlement currency dalam struktur
perdagangan, investasi, dan pasar
keuangan domestik, menimbulkan
ketergantungan yang tinggi terhadap
hard currency sehingga membuat Rupiah
lebih mudah fluktuatif. Hal tersebut dapat
berdampak pada stabilitas makroekonomi,
Bab 3 - Artikel
71
currency dengan pangsa rata-rata sebesar
92% untuk ekspor dan 61% untuk impor
(Tabel 2). Sementara itu, rerata share
penggunaan mata uang lokal (JPY dan IDR)
masing-masing adalah 5,9% dan 1,4% untuk
ekspor, serta 32,4% dan 5,8% untuk impor.
Penggunaan JPY lebih banyak digunakan
dalam transaksi impor Indonesia dari Jepang
dibandingkan ekspor Indonesia ke Jepang.
Dari segi ekspor, dominasi hard currency tidak
terlepas dari mayoritas ultimate destination
produk ekspor dari Jepang ke Amerika
Serikat, yang berupa machinery and transport
equipment (mesin dan alat tranportasi).4 Dari
segi impor, dominasi produk impor asal Jepang
yang berupa barang elektronik dan peralatan
mesin/transportasi ditransaksikan dalam hard
currency karena sifat bahan baku produksi
yang di-outsource dari berbagai negara.
4 Data World Bank WITS (tahun 2018)
Jepang. Sementara itu, produk industri olahan
dengan teknologi tinggi, seperti machinery
and transport equipment (mesin dan alat
transportasi) dan manufactured goods
(produk manufaktur) merupakan komoditas
nonmigas utama yang diimpor dari Jepang.
Hubungan yang penting juga terlihat dari
sisi investasi langsung Jepang ke Indonesia.
Jepang merupakan investor terbesar ketiga
bagi Indonesia, setelah Singapura dan
Belanda, selama periode 2014-2017. Rerata
investasi asing yang masuk dari Jepang
(inward FDI) tercatat senilai USD21,1 miliar
per tahun (9,1% dari total FDI yang masuk).3
Penyelesaian (setelmen) per-
dagangan Indonesia dan Jepang masih
didominasi dalam hard currency, meski
Jepang merupakan mitra utama. Mata
uang utama tersebut menjadi settlement
3 Data IMF CDIS (rata-rata 2014-2017)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ekspor
Peringkat Tujuan Pangsa (%)Nilai Rata-rata(juta USD)
Impor
Peringkat Asal Pangsa (%)Nilai Rata-rata(juta USD)
Tiongkok
AS
Jepang
Singapura
India
Malaysia
Korea
Thailand
Filipina
Taiwan
Lainnya
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tiongkok
Singapura
Jepang
Thailand
AS
Korea
Malaysia
Australia
India
Jerman
Lainnya
Total
21,9
17,2
16,8
12,5
12,2
8,1
7,4
6,0
5,9
4,7
49,6
162,3
36,2
18,9
15,2
9,1
8,5
8,3
8,2
5,4
3,7
3,5
42,9
160,0
13,5%
10,6%
10,3%
7,7%
7,5%
5,0%
4,6%
3,7%
3,6%
2,9%
30,5%
22,7%
11,8%
9,5%
5,7%
5,3%
5,2%
5,1%
3,4%
2,3%
2,2%
26,8%
Tabel 1. Negara Asal Transaksi Perdagangan Indonesia (rata-rata 2015-2019)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
72
Selain itu, faktor lain yang memengaruhi
penggunaan hard currency antara lain adalah
(i) efisiensi transaksi yang menyebabkan
perusahaan induk menggunakan hard
currency untuk mendapatkan economies of
scale dan menjamin kecukupan likuiditas hard
currency untuk mengelola risiko mata uang,
(ii) mengurangi currency mismatch antara
sumber pendapatan dengan pembiayaan
perusahaan (termasuk biaya hedging), dan
(iii) faktor preferensi bisnis perusahaan.
Penggunaan mata uang lokal (JPY
atau IDR) dalam transaksi perdagangan
antara Indonesia dan Jepang yang masih
rendah juga dipengaruhi oleh kebijakan
head office dan rendahnya posisi tawar
perusahaan Indonesia dibandingkan
perusahaan Jepang. Survei Bank Indonesia
pada 2018 menunjukkan bahwa perusahaan
Indonesia yang mempunyai hubungan
dagang erat dengan Jepang pada umumnya
adalah anak perusahaan di Jepang (terafiliasi),
sehingga cenderung mengikuti kebijakan
head office terkait pemilihan mata uang untuk
setelmen. Bargaining power perusahaan
Indonesia terhadap perusahaan Jepang juga
relatif rendah, termasuk dalam pemilihan
valuta setelmen. Meski penggunaannya
masih terbatas, pangsa penggunaan IDR dan
JPY dalam transaksi perdagangan Indonesia
dengan Jepang cenderung meningkat selama
periode 2015-2019 dengan nilai rerata
sebesar USD1,05 miliar/tahun (7,3%) untuk
ekspor, dan USD6,0 miliar/tahun (38,2%)
untuk impor.
Inisiasi Kerja Sama Penggunaan Mata
Uang Lokal dengan Jepang
Ketergantungan terhadap hard
currency dalam hubungan perdagangan
Indonesia dengan Jepang yang
tinggi mendorong inisiasi kerja sama
penggunaan mata uang lokal berbasis
Tabel 2. Porsi Penggunaan Mata Uang Transaksi Perdagangan Indonesia–Jepang (2015-2019)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
12345678910
USDJPYIDRCNYSGDEURAUDGBPHKDLainnya
USDJPYIDRSGDEURTHBMYRAUDBNDLainnya
12345678910
13,280,850,200,080,040,01
0,000060,000060,000030,00002
14,5
9,55,10,90,2
0,0320,0030,0020,0010,0000,002
15,6
91,9%5,9%1,4%0,5%0,3%0,1%0,0%0,0%0,0%0,0%
60,5%32,4%
5,8%1,1%0,2%0,0%0,0%0,0%0,0%0,0%
Ekspor
PeringkatValutaAsal
ValutaAsal
PangsaRata-rata
PangsaRata-rata
Nilai Rata-rata(miliar USD)
Impor
Peringkat Nilai Rata-rata(miliar USD)
Total Total
Bab 3 - Artikel
73
dengan makin beragamnya jenis instrumen
keuangan dalam mata uang lokal. Dengan
berkembangnya pasar keuangan domestik,
hal ini pada akhirnya dapat mendukung
upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan Indonesia.
Kerangka kerja sama LCS Indonesia
dengan Jepang didukung oleh bank yang
ditunjuk otoritas untuk memfasilitasi
penyelesaian transaksi (setelmen) dalam
Rupiah atau Yen. Dalam hal ini, BI dan
otoritas mitra menunjuk beberapa bank
yang memenuhi persyaratan tertentu sebagai
pihak yang memfasilitasi setelmen pelaku
usaha Indonesia dengan pelaku usaha Jepang
dalam Rupiah atau Yen, atau yang disebut
dengan Appointed Cross Currency Dealer
(ACCD) untuk memastikan implementasi LCS
sesuai dengan pedoman operasional. Dengan
menunjuk beberapa bank tertentu tersebut,
BI dan otoritas mitra dapat memantau
implementasinya. Penunjukan bank ACCD ini
juga dilakukan BI ketika menjalin kerja sama
LCS dengan Malaysia dan Thailand pada
2018.
Implementasi Kerja Sama LCS Indonesia
dengan Jepang
Indonesia resmi memulai
implementasi kerja sama LCS berbasis
ACCD dengan Jepang pada 31 Agustus
2020. Sebagaimana kerja sama LCS dengan
Malaysia dan Thailand, kerangka yang
mendasari kerja sama ini mencakup tiga fitur
utama, yaitu (i) ketentuan terkait transaksi
Appointed Cross-Currency Dealers
(LCS ACCD) dalam setelmen transaksi
dengan Jepang. Melalui kerja sama ini,
penggunaan mata uang lokal untuk setelmen
transaksi dengan Jepang diharapkan dapat
ditingkatkan untuk mengurangi kerentanan
ekonomi Indonesia terhadap shock yang
bersumber dari global akibat tingginya
ketergantungan terhadap hard currency,
dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar.
Selain itu, inisiasi kerja sama ini juga ditujukan
untuk memperluas kerja sama LCS berbasis
ACCD yang telah dijalin Indonesia saat ini
dengan Malaysia dan Thailand.5
Mewujudkan hal tersebut, BI dan
Kementerian Keuangan Jepang telah
menandatangani Nota Kesepahaman pada
5 Desember 2019 untuk membentuk suatu
kerangka kerja sama LCS yang optimal bagi
kedua negara sehingga memberikan manfaat
bagi pelaku usaha dalam menggunakan
mata uang lokal untuk setelmen, yaitu (i)
memberikan opsi untuk diversifikasi eksposur
mata uang; (ii) mengurangi biaya transaksi
karena menggunakan kuotasi langsung
(direct quotation) antara Rupiah dan Yen;
dan (iii) meningkatkan daya saing pelaku
usaha. Bagi perekonomian, kerja sama LCS
juga berdampak positif terhadap upaya
pengembangan pasar keuangan domestik
terutama pasar mata uang lokal, seiring
5 Kerja sama LCS ACCD pertama kali diinisiasi oleh BI dengan Malaysia (Bank Negara Malaysia) dan Thailand (Bank of Thailand) pada 2016 dan telah diimplementasikan sejak Januari 2018 dengan tren volume, frekuensi, dan jumlah transaksi yang meningkat.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
74
sedangkan JPY merupakan international
currency, BI dan Kementerian Keuangan
Jepang bersama-sama menyusun kerangka
kerja sama LCS yang sesuai dan optimal untuk
kondisi hubungan ekonomi dan keuangan
kedua negara.
1. Ketentuan terkait Transaksi Valas
oleh Bank ACCD
Sebagai dasar dalam melakukan
transaksi LCS (underlying), BI dan Kementerian
Keuangan Jepang sepakat bahwa underlying
transaksi LCS antara Indonesia dan Jepang
mencakup (i) transaksi perdagangan (ekspor
dan impor barang dan jasa); (ii) transaksi
pendapatan primer yang meliputi penerimaan
dan pembayaran kompensasi tenaga kerja,
pendapatan investasi dari investasi langsung,
investasi portofolio, dan investasi lainnya;
(iii) transaksi pendapatan sekunder yang
valas yang dapat dilakukan bank ACCD, (ii)
kriteria dan mekanisme penunjukan bank
ACCD, dan (iii) mekanisme pelaporan,
surveilans, dan sharing informasi antar
otoritas sebagaimana gambar 1. Secara
prinsip, kerangka kerja sama LCS ACCD
Indonesia dengan Jepang ini mengacu pada
kerangka kerja sama LCS ACCD antara
Indonesia dengan Malaysia/Thailand, yaitu (i)
transaksi LCS dapat menggunakan kegiatan
ekonomi riil sebagai underlying transaksi; (ii)
bank ACCD yang ditunjuk memenuhi kriteria
tertentu; dan (iii) otoritas menerima laporan
transaksi LCS dari bank ACCD sehingga
dapat melakukan sharing data/informasi
dengan otoritas di negara mitra. Namun,
mempertimbangkan karakter hubungan
ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan
Malaysia/Thailand berbeda dengan Indonesia
dan Jepang, dan bahwa mata uang MYR dan
THB merupakan non-international currency
Signing MoU Local Currency Settlement ACCD antara BI dan bank sentral/otoritas mitra
Menyepakati Kriteria ACCD
Pembukaan rek SNA dan Sub-SNA oleh ACCDTransaksi Spot, Forward, atau Swap FX/IDR, dalam rangka hedeging, dengan eligible underlyingTransfer dana (overbooking), termasuk dalam rangka investasiFinancing dalam mata uang IDR, mata uang negara mitraDirect quotation: FX/IDR
a.
b.
c.
d.
e.
Menyepakati Framework LCS
Gambar 1. Kerangka LCS Berbasis ACCD Indonesia-Jepang
Bab 3 - Artikel
75
currency ketika kondisi pasar keuangan global
kurang kondusif.
Dalam melakukan transaksi LCS ini,
BI mengeluarkan ketentuan LCS berupa
Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan
Anggota Dewan Gubernur (PADG)7 serta
pedoman operasional bagi bank ACCD agar
dapat melakukan transaksi Rupiah terhadap
Yen (IDR/JPY) secara langsung (direct trading)
tanpa perlu melalui hard currency dalam
memfasilitasi kepentingan setelmen nasabah.8
Hal-hal pokok yang diatur terkait transaksi
IDR/JPY antara lain (i) jenis transaksi IDR/JPY
yang dapat dilakukan bank ACCD untuk
menyelesaikan (tod, tom, spot, forward,
swap); (ii) batas nilai transaksi LCS yang dapat
7 PBI No.22/12/PBI/2020 (https://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/PBI_221220.aspx) tentang Penyelesaian Transaksi Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement) Melalui Bank dan PADG No.22/20/PADG/2020 (https://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/PADG_222020.aspx) tentang Penyelesaian Transaksi Bilateral Antara Indonesia dan Jepang Menggunakan Rupiah dan Yen melalui Bank
8 Disusun bersama Kementerian Keuangan Jepang
meliputi penerimaan dan pembayaran sektor
pemerintah, penerimaan dan pembayaran
sektor lainnya (termasuk remitansi)6; serta (iv)
investasi langsung (foreign direct investment/
FDI) dalam bentuk investasi antara pelaku
usaha di Indonesia dan Jepang dengan
batasan minimum kepemilikan ekuitas
10% (sepuluh persen) atau pinjaman antar
perusahaan (intercompany loan) dalam satu
grup yang sama. Keempat kegiatan tersebut
dijadikan sebagai underlying transaksi LCS
dengan Jepang karena merupakan kegiatan
ekonomi yang bersifat riil (bukan spekulasi)
dan memiliki tren yang cenderung meningkat
dengan nilai yang signifikan bagi kedua
negara (Tabel 3). Dengan demikian, transaksi
LCS antara kedua negara diharapkan dapat
dilakukan secara meluas untuk keempat
kegiatan ekonomi tersebut sehingga dapat
mengurangi permintaan terhadap hard
currency yang selama ini menjadi sumber
volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap hard
6 Kecuali hadiah, donasi, dan sumbangan/hibah
Tabel 3. Transaksi Kegiatan Ekonomi Riil Indonesia – Jepang (Rata-rata ’15-’19)
Sumber: SEKI, IMF CDIS, diolah
Jenis Transaksi (Juta USD)
- Ekspor- Impor
- Remitansi ke Jepang- Remitansi ke Indonesia
- Inward Direct Investment- Outward Direct Investment
17.45613.256
336163
21.29066
15.26512.982
375167
19.90590
17.02715.364
382170
22.432283
18.76418.305
378190
23.930137
15.13116.084
373213
24.887219
52.567736
2,79 2,59 2,95 3,27 3,02
48.783683
55.657779
61.702864
56.907797
II. Transaksi Pendapatan Sekunder
III. Investasi Langsung
Total (in USD Million)
Total per day (RRH in Rp Triliun)Total (in Rp. Triliun)
2015 2016 2017 2018 2019I. Transaksi Perdagangan
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
76
itu, implementasi kerja sama LCS ACCD
Indonesia dengan Jepang dilakukan dengan
menunjuk beberapa bank yang dinilai
memenuhi kriteria tertentu sebagai ACCD di
Indonesia dan Jepang serta dipandang memiliki
kemampuan untuk memfasilitasi transaksi
antara Rupiah dan Yen sesuai kerangka kerja
yang disepakati kedua otoritas. Secara prinsip,
prosedur ini juga dilakukan ketika implementasi
kerja sama LCS dengan Malaysia dan Thailand.
Setelah bank ACCD ditunjuk oleh BI, bank
ACCD dimaksud secara resmi dapat beroperasi
memfasilitasi kepentingan transaksi nasabah
menggunakan mata uang lokal (IDR atau JPY)
sesuai ketentuan LCS dan relaksasi ketentuan
nilai tukar yang diberikan BI.
Untuk operasionalisasi kerja sama
LCS Indonesia dengan Jepang, bank-bank
ACCD yang telah ditunjuk sebagai ACCD
di Indonesia dan Jepang untuk saat ini
adalah sebagaimana dalam Tabel 4. Untuk
bertransaksi di antara mereka, masing-
masing bank ACCD diperbolehkan untuk
membuka rekening SNA pada lebih dari satu
bank ACCD di Jepang sesuai keputusan bisnis
bank (one to many).
3. Mekanisme Pelaporan, Surveilans,
dan Sharing Informasi antar Otoritas
Dalam rangka memastikan
implementasi kerja sama LCS berbasis ACCD
berjalan sesuai kerangka dan pedoman
operasional, BI dan Kementerian Keuangan
Jepang sepakat untuk secara berkala
melakukan (i) monitoring dan surveilans
dilakukan tanpa dokumen underlying, yaitu
sebesar setara USD25,000 per transaksi; (iii)
publikasi atas kuotasi harga langsung (direct
quotation) IDR/JPY oleh bank ACCD di sarana
penyedia informasi seperti Reuters yang
dapat digunakan sebagai rujukan transaksi
bagi nasabah; (iv) pembukaan rekening untuk
transaksi LCS (rekening Special Purpose Non-
resident Account/SNA bagi bank ACCD dan
rekening sub-SNA bagi nasabah); (v) jenis
transaksi yang dapat dilakukan oleh nasabah
dalam rekening sub-SNA; (vi) pembiayaan
dalam Rupiah atau Yen yang dapat diberikan
oleh bank ACCD kepada nasabahnya di
negara masing-masing untuk membiayai
kegiatan perdagangan dan investasi langsung;
dan (vii) kewajiban penyampaian laporan
transaksi LCS oleh bank ACCD kepada BI
secara berkala. Dengan pengaturan ini,
pelaku usaha di Indonesia sudah mulai dapat
melakukan transaksi LCS dengan pelaku
usaha di Jepang untuk kegiatan ekonomi riil
yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan
BI melalui bank ACCD menggunakan Rupiah
atau Yen, sebagai alternatif dari penggunaan
hard currency.
2. Kriteria dan Mekanisme Penunjukan
Bank ACCD
Dalam implementasi kerja sama LCS
menggunakan Rupiah atau Yen, BI perlu
memantau transaksi LCS untuk memastikan
bahwa implementasi berjalan sesuai ekspektasi
dan memitigasi potensi risiko yang mungkin
ditimbulkan terhadap perekonomian. Untuk
Bab 3 - Artikel
77
pelaku usaha Jepang menggunakan
Rupiah atau Yen. Pelaku usaha Indonesia
yang memiliki hubungan dagang, transaksi
pendapatan primer dan sekunder, serta
investasi langsung dengan pelaku usaha
Jepang dapat memanfaatkan kerja sama LCS
ACCD ini. Selain dapat melakukan hedging
(lindung nilai) transaksi berdenominasi IDR/
JPY untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai
tukar, pelaku usaha juga dapat memperoleh
manfaat dari biaya transaksi valas yang lebih
murah melalui kuotasi nilai tukar secara
langsung (direct trading) yang ditawarkan
oleh bank ACCD Indonesia. Beberapa sektor
di Indonesia yang berpotensi memanfaatkan
kerangka LCS tersebut antara lain real estate,
konstruksi, perdagangan, merchandise/ritel,
manufaktur, dan lainnya untuk memfasilitasi
transaksi dengan perusahaan induk/afiliasi
di Jepang, seperti keperluan investasi,
penanaman modal, pengadaan bahan baku,
pembelian lahan, pembayaran lisensi, dan
remitansi dividen. Selanjutnya, untuk terus
meningkatkan awereness dan pemahaman
pelaku usaha atas manfaat-manfaat yang
diperoleh dari transaksi LCS, BI bersama
atas implementasi berdasarkan laporan
transaksi LCS yang disampaikan oleh bank
ACCD kepada otoritas; dan (ii) sharing
informasi dan diskusi antar otoritas terkait
progres implementasi dan aspek kepatuhan
bank ACCD, termasuk area penguatan
yang diperlukan. Untuk itu, bank ACCD di
Indonesia diwajibkan menyampaikan laporan
transaksi LCS setiap bulan kepada BI, antara
lain meliputi transaksi valuta asing yang
dilakukan, posisi terbuka transaksi Yen pada
SNA Yen, posisi dan mutasi saldo SNA Yen,
transer dana, posisi saldo dan mutasi sub-SNA
Yen, posisi pembiayaan, saldo dan mutasi
SNA Rupiah milik bank ACCD Jepang yang
dikelola bank ACCD Indonesia serta saldo
dan mutasi sub-SNA IDR yang dikelola bank
ACCD Jepang.
Manfaat Kerja Sama LCS Indonesia
dengan Jepang Bagi Pelaku Usaha
Dengan telah dimulainya kerja
sama LCS Indonesia dengan Jepang,
pelaku usaha di Indonesia sudah mulai
dapat menyelesaikan transaksi dengan
Tabel 4. ACCD Indonesia dan ACCD Jepang untuk Kerja Sama LCS ACCD Indonesia - Jepang
Bank ACCD Indonesia Bank ACCD Jepang
MUFG Bank, Ltd., Cabang Jakarta Mizuho Bank, Ltd.
PT. Bank BTPN, Tbk MUFG Bank, Ltd.
PT. Bank Central Asia (Persero), Tbk PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, Cabang Tokyo
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Resona Bank, Limited
PT. Bank Mizuho Indonesia Sumitomo Mitsui Banking Corporation
PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi III 2020
78
dengan negara mitra diharapkan akan turut
mendukung upaya otoritas dan pemerintah
dalam menjaga stabilias nilai tukar Rupiah
dan makroekonomi secara keseluruhan.
dengan bank ACCD akan melakukan
sosialisasi secara intensif dan reguler kepada
pelaku usaha. Peran aktif dari para pelaku
usaha dalam memanfaatkan kerja sama LCS