6
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Peramalan (Forcasting)
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006, p136) Peramalan (forecast) adalah seni
dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang
dengan suatu bentuk model matematis. Bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat
subjektif. Atau bisa juga dengan menggunakan kombinasi model matematis yang sesuai
dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer.
Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang
akan datang adalah tidak mungkin dicapai. Oleh Karena itu ketika perusahaan tidak dapat
melihat kejadian yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu tenaga yang besar agar
mereka dapat memilik i kekuatan terhadap kejadian yang akan datang.
Suatu perusahaan melakukan kegiatan untuk mencapai sesuatu pada waktu yang
akan datang serta memperhitungkan kondisi yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.
Kondisi pada waktu yang akan datang tidaklah dapat diperkirakan secara pasti, sehingga
perusahaan mau tidak mau harus bekerja dengan orientasi pada waktu yang akan datang
yang tidak pasti. Untuk meminimalkan ketidakpastian itu dapat dilakukan dengan metode
atau teknik peramalan. Dengan teknik peramalan dapat diidentifikasikan pola yang dapat
digunakan untuk meramalkan kondisi pada waktu yang akan datang, sehingga dari hasil
peramalan itu, eksekutif perusahaan dapat membuat perencanaan yang diperlukan untuk
dilaksanakan pada masa yang akan datang.
6
7
Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu
produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu dimasa yang akan datang.
Tujuan dari peramalan adalah untuk mengetahui jumlah permintaan produk dimasa yang
akan datang. Agar tidak sampai terjadi kekurangan bahan baku. Untuk membuat peramalan
digunakan dengan mengeksplorasi data dari waktu yang lalu dengan menggunakan pola data
dengan asumsi bahwa pola data waktu yang lalu itu akan berulang lagi pada waktu yang
akan datang, misalnya berdasarkan data dan pengalaman pada 12 (dua belas) bulan yang
terakhir, pendapatan perusahaan dalam setiap bulan januari menurun drastis jika
dibandingkan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berdasarkan pola tersebut harusnya
perusahaan dapat meramalkan bahwa pada bulan januari tahun berikutnya akan terjadi
penurunan pendapatan.
2.1.1 Pentingnya Peramalan
Menurut Yolanda M. Siagian (2005, p132-133) ramalan yang baik sangat penting
bagi perusahaan diseluruh aspek bisnis. Ramalan permintaan mengarahkan perusahaan
dalam mengambil keputusan-keputusan. Ramalan produk sangat mempengaruhi terhadap
beberapa fungsi, seperti :
1. Sumber Daya Manusia.
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi yang sangat berhubungan langsung
dengan pemerosesan produk perlu dilatih, dipekerjakan, dan diberhentikan
tergantung pada permintaan produk yang diantisipasi. Jika permintaan produk
mendadak naik atau menurun maka departemen sumber daya manusia yang harus
mengupayakan, menambah atau mengurangi pekerja dengan cepat tentunya dengan
segala konsekuensinya. Jika menambah karyawan berarti harus melakukan
pelatihan, sedangkan jika harus mengurangi jumlah karyawan, kebijakan pemutusan
8
hubungan kerja juga harus dipersiapkan seperti penyiapan pesangon. Selain itu,
mutu produk sangat bergantung pada mutu angkatan kerja, banyak kerugian yang
ditanggung perusahaan akibat terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja.
2. Penentuan Kapasitas.
Penentuan kebutuhan kapasitas di masa mendatang bisa merupakan prosedur yang
rumit, mengingat sebagian besar berdasarkan permintaan di masa mendatang. Bila
permintaan barang atau jasa dapat diramalkan dengan ketepatan yang masuk akal
atau perusahaan dapat mengelola permintaanya pada tingkat kapasitas tertentu
maka perusahaan mengoptimalkan seluruh fasilitas produknya dengan efisien.
Selanjutnya, hasil peramalan digunakan untuk membantu mengevaluasi kebutuhan
kapasitas. Bila kapasitas tidak tepat akan muncul masalah-masalah seperti
pengiriman yang tidak terjamin, kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar,
dan yang paling fatal adalah hilangnya kepercayaan pelanggan.
3. Supply Chain Management.
Perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, tingkat ketergantungan
perusahaan pada perusahaan lain baik sebagai pemasok atau partner kerja sangat
tinggi. Ketepatan kebutuhan yang diramalkan akan mempermudah kerja sama antar
perusahaan. Kebutuhan akan pasokan bahan baku dan penggunaan transportasi
sangat menentukan kerjasama yang baik. Hubungan dengan pemasok yang baik dan
keunggulan kerja yang terjamin untuk bahan baku dan suku cadang tergantung
pada ramalan yang akurat.
2.1.2 Metode Peramalan
Ada dua jenis metode peramalan, yaitu:
1. Metode Peramalan Kualitatif
9
Yaitu metode yang didasarkan pada intuisi dan pandangan indiv idu-inidvidu,
penilaian orang yang melakukan peramalan dan tidak tergantung pada data-data
yang akurat (pengolahan data dan analisis data historis yang tersedia), metode ini
digunakan untuk peramalan produk baru dimana tidak ada data historis. Teknik pada
metode ini yang digunakan adalah teknik Delphi, Kurva pertumbuhan, dan lain-lain.
Menurut Rangkuti, Freddy (2005,p.63). Secara umum pendekatan yang biasa dipakai
di dalam metode peramalan secara kualitatif, yaitu :
• Pendapat para eksekutif (jury of executive opinion). Metode ini menggunakan
pendapat kelompok kecil para eksekutif untuk mengestimasikan besarnya
permintaan.
• Gabungan beberapa tenaga penjual (sales force composite). Metode ini merupakan
gabungan pendapat beberapa orang tenaga penjual (sales person) dalam
menentukan besarnya permintaan di wilayah mereka masing-masing, kemudian
hasilnya digabung untuk menentukan jumlah peramalan secara keseluruhan.
• Metode Delphi. Metode ini menggunakan proses interaktif dengan melibatkan para
eksekutif yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda untuk membuat
peramalan (forecast). Ada tiga partisipan yang berbeda dalam proses ini, yaitu : para
pengambl keputusan, staf pembantu dan responden. Para pengambil keputusan
umumnya terdiri dari lima sampai sepuluh orang tenaga ahli. Tugasnya adalah
membuat actual forecast. Sedangkan staf pembantu bertugas membantu para
pengambil keputusan dalam menyiapkan, mendistribusikan, mengumpulkan dan
membuat kuesioner dan survei. Responden adalah sekelompok orang yang akan
dimintai pendapatnya. Kelompok responden ini memberikan masukan dalam bentuk
wawancara maupun pengisian kuesioner dalam rangka pengambilan keputusan
pembuatan peramalan (forecasting).
10
• Riset pasar (Customer Market Survey). Metode ini banyak menggunakan masukan
yang diperoleh dari pelanggan atau pelanggan yang potensial,sesuai dengan rencana
pembelian pelanggan di masa yang akan datang. Semua informasi yang diperoleh
dari pelanggan ini sangat bermanfaat, tidak hanya untuk membuat perkiraan
besarnya permintaan, tetapi juga untuk memperbaik i desain produk serta
perencanaan pengembangan produk baru.
2. Metode Peramalan Kuantitatif
Yaitu Metode yang dilakukan berdasarkan data-data yang sudah ada sebelumnya
untuk memperkirakan hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Ada tiga
kondisi yang diterapkan pada metode ini:
• Informasi mengenai keadaan pada waktu yang tersedia.
• Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik (angka).
• Waktu yang akan datang (disebut asumsi kontinuitas).
Metode peramalan secara kuantitatif meliputi :
1. Dekomposisi
2. Moving Average
Moving Average Method jika disebutkan dalam bahasa indonesianya adalah rata-rata
bergerak. Metode ini sangat bermanfaat apabila k ita dapat membuat asumsi bahwa
Demand (permintaan) cenderung stabil sepanjang waktu. Rumus metode rata-rata
bergerak (Moving Average Method) adalah :
Dimana n adalah jumlah periode yang digunakan dalam metode rata-rata bergerak.
Rata-rata bergerak = Σ demand pada periode n
n
11
3. Eksponential Smoothing
Pengahalusan eksponensial atau disebut juga Exponential Smoothing merupakan
salah satu metode forecasting yang relatif mudah dipergunakan, karena tidak
memerlukan input data yang sangat banyak. Adapun rumus metode penghalusan
eksponensial adalah sebagai berikut :
Di mana α adalah konstanta yang nilainya antara 0 sampai 1. Sehingga persamaan
tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana ,
Ft = forecast yang baru
Ft-1 = forecast yang lalu
At-1 = Actual demand periode yang lalu
α = konstanta yang nilainya 0 sampai 1
α (smoothing constant) dapat berubah, tergantung pada asumsi k ita mengenai
perubahan yang akan terjadi pada data tersebut. Semakin besar asumsi terhadap
tarjadinya peningkatan penjualan, nilai α akan semakin besar, dan begitu pula
Forecast periode yang akan datang = forecast periode yang lalu + α
(aktual demand – forecast periode yang lalu)
Ft = Ft-1 + α (At–1 – Ft-1)
12
sebaliknya. Dengan demikian, pemilihan besarnya nilai α harus k ita lakukan dengan
hati-hati.
Untuk memperoleh forecasting yang lebih akurat, k ita dapat membandingkan nilai
forecasting dengan nilai aktual yang terjadi. Semakin kecil perbedaan antara nilai
hasil forecasting dan nilai aktual, berarti tingkat kesalahannya semakin kecil dan
metode forecasting yang digunakan relatif baik. Tingkat kesalahan forecasting
(forecast error) dapat dihitung sebagai berikut:
Forecast error = Demand – Forecast
4. Eksponential Smoothing dengan menggunakan trend adjustment
5. Trend projection
6. Linear Regression causal model
Peramalan dengan regresi linier di dasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan
dari data historis bersifat linier. Rumus yang di gunakan untuk menghitung
peramalan dengan metode regresi linier adalah persamaan garis regresi linier
sebagai berikut:
Y = a + bX
Dengan:
Y = Variabel dependen
a = koefisien intercept
13
b = koefisien slope atau kemiringan garis regresi
X = Variabel independen
Koefisien kemiringan slope b dapat dihitung dengan rumus:
n Σ XY – (Σ X)( Σ Y) b =
n (Σ X2) – (Σ X)2
Di mana:
b = slope atau kemiringan garis regresi
Σ = tanda penjumlahan
X = Nilai variable independen
Y = Nilai variable dependen
X = rata-rata dari nilai X *?
Y = rata-rata dari nilai Y *?
n = jumlah sample atau jumlah pengamatan
setelah mencari koefisien b k ita peroleh, selanjutnya kita dapat menghitung koefisien
a :
ΣY – b Σ X a =
n
14
atau
ketepatan estimasi regresi ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar penyimpanan
semua data variabel independen (X) terhadap garis regresi. Apabila semua data
variabel independen (X) tersebut berada di sepanjang garis regresi, maka tingkat
kesalahannya mendekati 0. sebaliknya, jika data variabel tersebut makin menjauh
dari garis regresi, tingkat kesalahannya semakin besar. Dan besarnya tingkat
kesalahan dapat dihitung dengan rumus:
Se = √( )
Di mana:
Se = Standart error estimasi
Empat pendekatan pertama di atas termasuk dalam model analisis yang bersifat time
series, sedangkan pendekatan yang kelima biasanya disebut dengan pendekatan
sebab akibat (causal model).
Metode peramalan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Peramalan deret waktu (Time Series)
Peramalan ini dilakukan berdasarkan data-data dari suatu produk yang sudah ada
sebelumnya, kemudian dianalisa pola datanya apakah berpola pada trend atau
musiman maupun berbentuk sik lus.
Σ Y2 –a Σ Y – b Σ XY n-2
a = Y – b X
15
b. Peramalan sebab-akibat (Causal)
Peramalan ini dilakukan berdasarkan data yang sudah ada sebelumnya, tetapi
menggunakan data dari variabel yang lain yang menentukan atau mempengaruhinya
pada masa depan, seperti penduduk, pendapatan, dan kegiatan ekonomi.
Dengan mengolah data yang sudah ada sebelumnya melalui deret waktu dan
metode sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan, tetapi metode peramalan yang
ditekankan dalam pembahasan ini terbatas pada permalan dengan metode deret waktu.
2.1.3 Menghitung Kesalahan Peramalan
Menurut Heizer Jay dan Render Barry ada beberapa perhitungan yang biasa
digunakan untuk menghitung kesalahan peramalan (forecast error) total. Perhitungan ini
dapat digunakan untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, juga untuk
mengawasi peramalan, untuk memastikan peramalan berjalan dengan baik. Tiga dari
perhitungan yang paling terkenal adalah deviasi rata-rata absolut (mean absolute deviation-
MAD), kesalahan rata-rata kuadrat(mean squared error-MSE), dan kesalahan persen rata-
rata absolut (Mean absolute percent error-MAPE).
1. Deviasi Rata – rata absolut ( Mean Absolute Deviation = MAD )
MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah
model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut dari tiap kesalahan
peramalan dibagi dengan jumlah periode data(n).
MAD = Σ | aktual - peramalan |
n
16
2. Kesalahan Rata – rata Kuadrat ( Mean Square Error = MSE )
MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan keseluruhan. MSE
merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati.
Kekurangan penggunaan MSE adalah bahwa ia cenderung menonjolkan deviasi yang
besar karena adanya pegkuadratan.
MSE = Σ (kesalahan peramalan)
n
3. Kesalahan persen Rata – rata absolut ( Mean Absolute Percentage Error = MAPE )
Masalah yang terjadi dengan MAD dan MSE adalah bahwa nilai mereka tergantung
pada besarnya unsur yang diramal. Jika unsur tersebut dihitung dalam satuan
ribuan, maka nilai MAD dan MSE bisa menjadi sangat besar. Untuk menghindari
masalah ini, k ita dapat menggunakan MAPE. MAPE dihitung sebagai rata-rata
diferensiasi absolut antara nilai yang diramal dan aktual, dinyatakan sebagai
persentase nilai aktual.
n
MAPE = 100 Σ |aktual i – ramalan i| / aktual i i =1
n
Berdasarkan Nachrowi D, dan Hardius Usman (2004, p239) menyatakan bahwa
sebenarnya, membandingkan kesalahan peramalan adalah suatu cara sederhana, apakah
suatu teknik peramalan tersebut patut dipilih untuk digunakan membuat ramalan data yang
sedang kita analisis atau tidak. Minimal prosedur ini dapat digunakan sebagai indikator
17
apakah suatu teknik peramalan cocok digunakan atau tidak, dan teknik yang mempunyai
MSE terkecil merupakan ramalan yang terbaik.
Sedangkan Gaspers, Vincent (2005, p80) dalam bukunya menyebutkan akurasi
peramalan akan semakin tinggi apabila nilai-nilai MAD, MSE, dan MAPE semakin kecil.
Dan menurut Freddy Rangkuti (2005, p70) dalam bukunya menyatakan keharusan
untuk membandingkan perhitungan yang memilik i nilai MAD paling kecil, karena semakin
kecil nilai MAD, berarti semakin kecil pula perbedaan antara hasil Forecasting dan nilai aktual.
2.2 Supply Chain Management
2.2.1 Pegertian Supply Chain
Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian mengenai Supply Chain berbagai nara
sumber :
1. Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik,
distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa
logistik (I Nyoman Pujawan, 2005, p5).
2. Supply chain dapat dikatakan sebagai sekumpulan aktiv itas (dalam bentuk
entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transportasi dan distribusi barang mulai
dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir.
Menyimak dari definisi ini, maka suatu supply chain terdiri dari perusahaan yang
mengangkat bahan baku dari bumi/alam, perusahaan yang mentransformasikan
bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan
pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer yang menjual
18
barang tersebut ke konsumen akhir (http: // baihaqi. wordpress. Com /2006/ 12/ 16/
supply-chain-management/).
3. Supply chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan
barang dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan
atau jejaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai
tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau
penyaluran barang tersebut (Indrajit dan Djokopranoto,2005,p5).
4. Supply chain adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman,
penyimpanan, distribusi, dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan
akan produk tersebut. Supply chain didalamnya termasuk seluruh proses dan
kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ketangan
pemakai (konsumen). Semua itu termasuk proses produksi manufaktur, sistem,
transportasi yang menggerakan produk dari manufaktur sampai ke outlet retailer,
gudang tempat penyimpanan produk tersebut, pusat distribusi tempat dimana
pengiriman dalam jumlah besar dibagi kedalam jumlah kecil untuk dik irim kembali ke
toko-toko dan akhirnya sampai ke retailer yang menjual produk-produk tersebut.
(Ir.Srihartati,“ManagementSupplyChain”,http://www.gs1.or.id/keuntungandarisupply
chain).
Kesimpulannya bahwa supply chain adalah sebuah sistem yang melibatkan proses
produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi, dan penjualan produk dalam rangka
memenuhi permintaan akan produk tersebut. Sistem tempat organisasi menyalurkan barang
dan jasanya kepada para pelanggannya.
19
2.2.2 Pengertian Supply Chain Management
Berikut ini adalah beberapa pengertian Supply Chain Management :
1. Menurut Barry Render dan Jay heizer (2005,p4). Supply Chain Management
pengintegrasiaan aktiv itas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi
barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh
aktiv itas ini mencangkup aktiv itas pembelian dan outsourcing (pemindahan aktiv itas
sebuah perusahaan yang biasanya dilakukan secara internal ke pemasok eksternal),
ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan
distributor.
2. Menurut I Nyoman Pujawan (2005,p5). Supply Chain Management adalah metode,
alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa Supply Chain
Management menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar
semangat kolaborasi. Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada
urusan internal perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Perusahaan-perusahaan yang
berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang
sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
kerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut dapat tercapai.
3. Supply Chain Management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka
memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga menjadi
produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan
pengiriman kepada konsumen melalui sistem distribusi (Nurhidayati Dwiningsih, SE,
MM, “ Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) dan E-Commerce”,
http://www.stekpi.ac.id).
20
4. Supply Chain Management menegaskan interaksi antar fungsi pemasaran, produksi
pada suatu perusahaan. Memanfatkan kesempatan untuk meningkatkan pelayanan
dan penurunan biaya dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama antara
pengadaan bahan baku dan pendistribusinya (Yolanda M Siagian, 2005, p6).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas adalah supply chain management
merupakan metode atau pendekatan integrative untuk mengelola aliran produk, informasi,
dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri
dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa logistic. Supply chain management
memilik i prinsip penting yaitu transparansi informasi dan kolaborasi baik antar perusahaan
maupun dengan pihak-pihak di luar perusahaan di sepanjang supply chain.
2.2.3 Komponen dari Supply Chain Management
Komponen dari Supply Chain Management menurut Turban (2004,p301) terdiri dari
tiga komponen utama yaitu:
1. Upstream supply chain.
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktiv itas dari suatu perusahaan
manufacturing dengan para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers,
assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka
(para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada
beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang,
pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktiv itas yang utama
adalah pengadaan.
2. Internal supply chain.
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang digunakan
dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi
21
itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam internal
supply chain, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan
pengendalian persediaan.
3. Downstream supply chain.
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktiv itas yang melibatkan
pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain,
perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sale
service.
2.2.4 Tujuan Supply Chain Management.
Menurut Miranda ST (2002, p87), tujuan supply chain adalah memaksimalkan
persaingan dan keuntungan perusahaan beserta seluruh anggotanya, termasuk
pelanggannya.
Menurut Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, dan Edith Simchi-Levi (2004, h2),
tujuan supply chain management adalah untuk meraih efektifitas dan efisiensi biaya pada
sitem secara keseluruhan; biaya total sistem, mulai dari biaya transportasi dan distribusi
hingga penyimpanan bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi harus diminimalisir.
Tujuan dari Supply Chain Management adalah untuk memaksimalkan nilai
keseluruhan yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pelanggan. Di sisi
lain, tujuannya adalah untuk meminimalkan biaya keseluruhan (biaya pemesanan, biaya
penyimpanan, biaya bahan baku, biaya transportasi, dan lain-lain) (Chopra dan Meindl, 2004,
p5).
2.2.5 Keuntungan dari Supply Chain Management
Berikut ini adalah beberapa keuntungan dari Supply Chain Management (Indrajit dan
22
Djokopranoto 2002, p4).
• Mengurangi inventory barang dengan berbagai cara:
1. Inventory merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan yang berkisar
antara 30%-40%.
2. Sedangkan biaya penyimpanan barang (inventory carry ing cost) berkisar antar
20%-40% dari nilai barang yang disimpan.
3. Oleh karena itu, usaha dan cara harus dikembangkan untuk menekan
penimbunan barang di dalam gudang agar biaya dapat ditekan sesedik it
mungkin.
• Menjamin kelancaran barang
1. Kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari barang asal, supplier,
perusahaan sendiri, wholesaler, retailer sampai kepada final customers.
2. Jadi, rangkaian perjalanan dari bahan baku sampai menjadi barang jadi dan
diterima oleh pemakai/pelanggan merupakan rantai yang perlu dikelola dengan
baik.
• Menjamin Mutu
1. Mutu barang jadi (finished products) ditentukan tidak hanya oleh proses produksi
barang tersebut, tetapi juga oleh mutu bahan mentahnya dan mutu
pengirimannya.
2. Jaminan mutu itu juga merupakan serangkaian mata rantai panjang yang harus
dikelola dengan baik.
2.2.6 Aliran yang dikelola dalam Supply Chain.
Menurut I Nyoman Pujawan (2005, p5) dalam supply chain biasanya ada 3 macam
aliran yang harus dikelola :
23
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dik irim dari supplier ke
pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dik irim ke distributor, lalu ke
pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir.
Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.
Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir taupun
sebaliknya. Informasi tetang persediaan produk yang masih ada di masing-
masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi
tentang tersediaan kapasitas produksi yang dimilk i oleh supplier juga sering di
butuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering di
butuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima.
Perusahaan pengapalan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak
yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih
akurat.
24
Financial: Invoice, term pembayaran. Financial: pembayaran. Material: retur,recycle, repair. Informasi: kapasitas, ramalan, RFQ/RFP
Material: bahn baku, komponen,produk jad.
Informasi: kapasitas, status pengiriman, quotation.
Sumber: Pujawan, I Nyoman (2005,p5)
Gambar 2.1 Simplikasi Model Supply Chain Dan 3 (Tiga) Macam Aliran Yang
Dikelola
2.2.7 Pelaku Supply Chain Management
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002, pp6-8) menyatakan bahwa Supply Chain
Management merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik di mana dalam
hubungan ini ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan- perusahaan yang
mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :
1. Supplier.
2. Manufactur.
3. Distribution.
4. Retail Outlets.
5. Customers.
Chain 1: Suppliers.
Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama, di mana rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam
Supplier Tier 2
Supplier Tier 1
Manufacturer Distributor Ritel atau toko
25
bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, barang dagangan, subassemblies, suku
cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni,
ini termasuk juga supplier’s suppliers atau sub-suppliers. Jumlah supplier ini bisa banyak atau
sedik it, tetapi supplier’s suppliers biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai
pertama
Chain 1-2: Supplier-Manufacturer.
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer atau plants
atau assembler atau fabricator atau bentuk yang melakukan pekerjaan membuat,
menfabrikasi, mengassembling, merakit, mengkonversikan atau menyelesaikan barang
(finishing). Sebut saja bentuk yang bermacam-macam tadi sebagai manufacturer. Hubungan
dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.
Misalnya, inventories bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi yang berada di pihak
suppliers, manufacturer, dan tempat transit merupakan target penghematan ini. Tidak jarang
penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih dapatdiperoleh dari inventory carry ing cost di
mata rantai ini.
Chain 1-2-3 : Supplier- Manufacturer- Distribution.
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan
kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan,
yang umum adalah melalui distributor dan biasanya ini ditempuh oleh sebagian besar supply
chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau
wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang
besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.
Chain 1-2-3-4: Supplier- Manufacturer- Distribution- Retail Outlets.
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat menyewa
dari pihak lain. Gudang ini digunakan sebagai tempat menimbun barang sebelum disalurkan
26
kepada pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan
dalam bentuk jumlah inventories atau biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali
pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer (retail
outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya
kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan
menggunakan pola seperti di atas.
Chain 1-2-3-4-5: Supplier- Manufacturer- Distribution- Retail Outlets-Customers.
Dari rak- raknya, pengecer atau retails ini menawarkan barang kepada para
pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlet adalah toko,
warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, club stores dan sebagainya,
pokoknya di mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat
dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai
lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) ke real customers atau real user,
karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply chain baru betul-
betul berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang
sebenarnya) barang dan jasa yang dimaksud.
2.2.8 Model Supply Chain
Dari penjelasan mengenai pelaku supply chain tersebut dapat dikembangkan suatu
model supply chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari
pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu
dengan yang lain.
Suppliers’ suppliers telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap
dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan atau mencari,
mengubah, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu
27
faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi
yang bergerak secara mudah dan akurat antara jaringan atau mata rantai tersebut dan
pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal. (Indrajit
dan Djokopranoto, 2002, pp8-9).
Sumber: Indrajit dan Djokopranoto (2002, p8)
Gambar 2.2 Model Supply Chain
2.2.9 Stategi Supply Chain Management
Yolanda M. Siagian (2005,p19-22) Strategi supply chain management diperlukan
untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan yang diinginkan dalam strategi perusahaan.
Inovasi terhadap pendekatan-pendekatan strategi supply chain management akan membuat
perusahaan dapat unggul dalam bersaing. Dalam perencanaan strategi supply chain
management diperlukan beberapa sumber-sumber pengambilan keputusan. Suatu perspektif
strategi untuk sumber dari dalam dan luar perusahaan bertujuan agar mampu bersaing
berdasarkan differensiasi produk atau fokus. Unsur-unsur pembuatan strategi supply chain
management, antara lain:
1. Keunggulan Bersaing.
Faktor pertama, yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan strategi adalah
Supplier’ Supplier
Suppliers
Company
Customers
Customers End Users
28
kemampuan perusahaan untuk dapat unggul dalam bersaing (competitive
advantage). Secara umum keunggulan bersaing dapat diperoleh dari:
• Diferensiasi, yaitu berusaha menciptakan/membuat produk yang unik
berbeda atau minimal lebih baik dari produk yang sudah ada.
• Kepeloporan biaya, yaitu berusaha meminimalkan biaya tetapi tanpa
mengurangi nilai atau kualitas produk. Hal ini dapat dilakukan dengan
inovasi proses, mendisain produk dengan benar, mengurangi biaya
manufaktur.
• Respon yang cepat, ditandai dengan sifat fleksibel, reliable, cepat tanggap
terhadap perubahan-perubahan.
2. Fleksibilitas Permintaan.
(Russell W Belk, “ The Modeling-Empiricism Gap: Lessons From The Qualitative-
Quantitative Gap In Consumer Research”,http://www.proquest.umi.com) Faktor
kedua yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan stategi adalah fleksibilitas
permintaan (demand flexibility) yang harus dipenuhi di setiap kegiatan. Persyaratan
yang diinginkan konsumen terhadap suatu produk akan mengendalikan strategi
operasional perusahaan. Kebutuhan fleksibilitas sangat tergantung pada jumlah dan
cakupan perubahan yang diinginkan terhadap permintaan barang atau jasa.
Fleksibilitas permintaan dipengaruhi oleh beberapa Faktor, yaitu produk itu sendiri,
campuran produk, volume, dan tipe pengantaran. Pengukuran terhadap fleksibilitas
permintaan bermacam-macam, dapat dilihat dari ketepatan pengantaran, peramalan
permintaan yang tepat dan lain sebagainya.
3. Kapabilitas Proses.
Faktor ini sangat berkaitan dengan sejauh mana perusahaan dapat menjalankan
aktiv itas-aktiv itas yang dibutuhkan. Hal ini sangat tergantung pada tipe kegiatan,
29
dengan kata lain terdapat banyak cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika
kapabilitas proses sesuai dengan standar maka benchmarking dapat efektif
digunakan
4. Kematangan Proses.
Faktor kematangan proses (process maturity) sangat berkaitan dengan tingkat
k inerja proses, bagaimana proses ini dapat tanggap dan memenuhi penawaran
pasar. Faktor ini sangat dibutuhkan untuk pertimbangan terhadap proses manufaktur
yang akan digunakan.
5. Risiko Strategi.
Risiko strategi (strategi risk), risiko yang dimaksud di sini bukanlah risiko terhadap
kuantitas atau kualitas yang diberikan pemasok melainkan adanya penyebaran risiko.
Penyebaran risiko adalah risiko yang diterima perusahaan akibat adanya kebocoran
informasi tentang produk dan layanannya, baik itu yang diterima atau yang diberikan
pemasok, sehingga pesaing dapat mengetahui strategi-strategi perusahaan. Risiko
dapat menjadi tinggi ketika pemasok memilik i konsumen lain sehingga pesaing
memperoleh layanan pemasok dan mengetahui strategi-strategi perusahaan.
Berdasarkan tersebut maka manajer sudah selayaknya mengevaluasi seluruh strategi
yang dijalankan.
Dalam prosesnya strategi supply chain management memilik i 3 tujuan, yaitu
meliputi:
1. Cost reduction, yaitu strategi supply chain management yang dijalankan harus dapat
meminimalkan biaya logistic yang terjadi, misalnya dengan memilih alat/model
transportasi, penggudangan, standard dan layanan yang meminimalkan biaya.
2. Capital reduction, yaitu strategi yang ditujukan untuk meminimalkan tingkat
investasi di dalam strategi logistik. Strategi ini dapat menghasilkan biaya variabel
30
yang lebih tinggi dari pada strategi yang membutuhkan level yang lebih tinggi untuk
investasi, tetapi pada saat pengembalian investasi diharapkan dapat meningkat.
3. Service improvement, yaitu pelayanan harus selalu diperbaik i. Strategi supply chain
harus proaktif dijalankan. Pendapatan yang diperoleh perusahaan tergantung level
pelayanan/jasa logistic yang diberikan. Walaupun terjadi kenaikan pada biaya, tetapi
ditutupi oleh naiknya level dari logistik pelayanan konsumen dan meningkatnya
pendapatan dapat menutupi biaya. Untuk lebih efektif maka strategi pelayanan/jasa
ini dikembangkan berbeda dari para pesaing.
Dalam buku (Barry Render dan Jay Heizer, 2005, p9) Perusahaan harus memutuskan
suatu strategi supply chain dalam rangka memperoleh barang dan jasa dari luar. Salah satu
strategi adalah pendekatan berorganisasi dengan banyak pemasok dan mengadu satu
pemasok terhadap pemasok yang lain. Strategi kedua adalah untuk mengembangkan
hubungan “kemitraan” jangka panjang, dengan sedik it pemasok untuk memuaskan
pelanggan. Strategi ketiga adalah integrasi vertical, di mana perusahaan dapat memutuskan
untuk menggunakan integrasi balik vertikal dengan benar-benar membeli pemasok tersebut.
Variasi keempat adalah kombinasi sedik it pemasok dengan integrasi vertikal, yang dikenal
dengan sebagai keiretsu. Dalam keiretsu, pemasok menjadi bagian dari kesatuan
perusahaan. Strategi kelima adalah mengembangkan perusahaan virtual yang menggunakan
para pemasok sesuai dengan kebutuhan.
2.2.10 Kesesuaian Antara Strategi Supply Chain dengan Kebijakan Taktis
(Abhinav Ajmera, Jack Cook,“A Multi-Phase Framework For Supply Chain
Integration”,http://www.proquest.umi.com) Strategi supply chain harus tercermin pada
kebijakan atau keputusan taktis supply chain. Kebijakan atau keputusan mengenai di mana
fasilitas lokasi akan didirikan, bagaimana cara mengatur dan mengendalikan sistem produksi,
31
bagaimana kebijakan-kebijakan tentang persediaan dan transportasi, supplier yang
bagaimana yang akan dipilih, dan kebijakan mengenai pengembangan produk harus
bersinergi dengan strategi supply chain. Apabila suatu supply chain memilih efisiensi fisik
sebagai strategi maka semua keputusan pada sub bidang tersebut harus mendukung.
Kebijakan tentang lokasi fasilitas berpengaruh besar terhadap ongkos-ongkos fisik maupun
kecepatan respon suatu supply chain. Oleh karena itu kebijakan lokasi tentu berbeda pada
supply chain yang memilih strategi efisiensi fisik dengan supply chain yang fokusnya pada
responsiveness. I Nyoman Pujawan (2005, p4-36) Supply chain yang mementingkan efisiensi
fisik akan memilih mendirikan pabrik di tempat-tempat yang tenaga kerjanya murah atau
dekat dengan bahan baku. Konfigurasi dan pengelolaan sistem produksi juga menentukan
efisiensi maupun kecepatan respon suatu supply chain. Kecepatan respon akan dicapai kalau
sistem produksinya fleksibel. Untuk menciptakan efisiensi fisik, utilitas sistem produksi harus
tinggi. Di sini konsep-konsep seperti lean manufacturing dan just in time (JIT) akan sangat
relevan untuk menciptakan efisiensi di lantai produksi. Selanjutnya, strategi persediaan juga
besar pengaruhnya terhadap efisiensi fisik dan kecepatan merespon pasar. Efisien pada
supply chain bisa dicapai apabila ada upaya untuk meminimumkan persediaan secara terus
menerus. Salah satu ukuran kinerja yang penting diukur adalah tingkat perputaran
persediaan. Sebaliknya, perubahan permintaan yang terjadi secara tiba-tiba pada produk-
produk inovatif membutuhkan supply chain untuk menyimpan cadangan persediaan ekstra di
tempat-tempat tertentu.
Strategi Supply Chain
Lokasi fasilitas
Sistem produksi
Persediaan Transportasi Pasokan Pengembangan produk
Sumber: Pujawan, I Nyoman (2005,p34)
Gambar 2.3 Komponen Keputusan Taktis Untuk Mendukung Strategi Supply Chain
32
Tabel 2.1 Keputusan Taktis Dan Strategi Supply Chain.
Keputusan Taktis Efisiensi Responsif
Lokasi Fasilitas. Tempatkan pabrik di Negara yang ongkos tenaga kerjanya murah.
Cari lokasi yang dekat pasar, punya akses tenaga terampil dan teknologi yang memadai.
Sistem Produksi. Tingkat utilitas sistem produksi harus tinggi.
Sistem produksi harus fleksibel dan ada kapasitas ekstra.
Persediaan. Perlu upaya meminimasi tingkat persediaan.
Diperlukan persediaan pengaman yang cukup di lokasi yang tepat.
Transportasi. Pengiriman TL/CL atau subkontrakkan ke pihak ketiga.
Diperlukan transportasi cepat. Bila perlu tetapkan kebijakan LTL/LCL.
Pasokan. Pilih supplier dengan harga dan kualitas sebagai kriteria utama.
Pilih supplier berdasarkan kecepatan, fleksibilitas, dan kualitas.
Pengembangan Produk. Fokus ke minimasi ongkos. Gunakan modular design dan tunda differensiasi produk sebisa mungkin.
Sumber: Pujawan, I Nyoman (2005, p35).
2.2.11 Area Cakupan Supply Chain Management
Berikut ini adalah kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi supply
chain management (I Nyoman Pujawan, 2005, pp10-15).
1. Pengembangan Produk (Product Development).
Bagian ini sangat penting artinya bagi perusahaan-perusahaan yang ada pada
kelompok industri inovatif. Pada industri inovatif, jumlah produk baru yang
diluncurkan tiap tahun bisa cukup banyak. Sik lus hidup produk (product life cycle)
pada industri pada industri ini biasanya sangat pendek. Beberapa industri yang
termasuk dalam klasifikasi ini adalah garmen, computer, elektronik, industri
pengepakan, dan sebagainya. Bahkan industri-industri yang tadinya tidak terlalu
mementingkan variasi juga banyak yang berubah menjadi lebih inovatif. Contohnya
adalah industri otomotif seperti Ford. Dalam merancang produk baru, perusahaan
33
harus mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, rancangan harus mencerminkan
aspirasi atau keinginan pelanggan. Oleh karena itu dibutuhkan riset pasar yang
memadai. Kedua, produk yang dirancang harus mencerminkan ketersediaan dan
sifat-sifat bahan baku. Ketiga, rancangan yang dibuat harus bisa diproduksi secara
ekonomis dengan fasilitas produksi yang dimilik i atau yang akan dibangun. Jadi,
dalam merancang produk baru, aspek manufacturability perlu dipertimbangkan.
Keempat, produk harus dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan pengiriman
mudah dilakukan dan tidak menimbulkan biaya-biaya persediaan yang berlebihan
disepanjang supply chain.
2. Bagian Pembelian (Procurement).
Secara tradisional bagian pengadaan atau pembelian dianggap bagian yang kurang
strategis. Bagian ini sering hanya diasosiasikan dengan kegiatan-kegiatan
administrasi (k lerikal) seperti meminta penawaran dari supplier (request for
quotation, RFQ), mencetak purchase order (PO), mengirimkan PO ke supplier, dan
sebagainya. Dewasa ini anggapan tersebut sudah sangat banyak berubah. Bagian
pembelian semakin dianggap strategis oleh banyak perusahaan besar maupun kecil
di dunia. Ini di karenakan bagian ini punya potensi untuk menciptakan daya saing
perusahaan ataupun supply chain, bukan hanya perannya dari dalam mendapatkan
bahan baku dengan harga murah, tetapi juga dalam upaya meningkatkan time to
market, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan responsiveness (memilih
supplier-supplier yang bukan hanya murah, tetapi juga responsive).
3. Perencanaan dan pengendalian (Planning and Control).
Perencanaan dan pengendalian dalam supply chain memainkan peranan yang sangat
v ital. Bagian inilah yang banyak bertugas untuk menciptakan koordinasi taktis
maupun operasional sehingga kegiatan produksi, pengadaan material, maupun
34
pengiriman produk bisa dilakukan dengan efisiensi dan tepat waktu. Dengan
banyaknya perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara global dan memilik i
pabrik di beberapa tempat, koordinasi rencana produksi menjadi sangat penting.
4. Operasi atau Produksi.
Bagian ini bertugas secara fisik melakukan transformasi dari bahan baku, bahan
setengah jadi, atau komponen menjadi produk jadi. Kegiatan produksi dalam konteks
supply chain tidak harus dilakukan di dalam perusahaan. Dewasa ini semakin banyak
perusahaan yang melakukan outsourcing, yakni memindahkan kegiatan produksi ke
pihak subkontraktor. Perusahaan kemudian berkonsentrasi untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang memang menjadi core competency mereka. Dengan
demikian, produktiv itas tenaga kerja dan sumber daya lainnya akan bisa ditingkatkan
karena semua pihak akan berkonsentrasi pada kompetensi mereka masing-masing.
5. Pengiriman atau Distribusi.
Pada saat produk sudah selesai diproduksi, tugas berikutnya dalam lingkup supply
chain adalah mengirim produk tersebut agar sampai di tangan pelanggan pada
waktu dan tempat yang tepat. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus
bisa merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan
jaringan distribusi harus mempertimbangkan antara aspek biaya, aspek fleksibilitas,
dan aspek kecepatan respon terhadap pelanggan. Perusahaan harus menetapkan
tingkat level yang harus dicapai di masing-masing wilayah, menentukan jadwal
maupun rute pengiriman, serta mencari cara-cara yang inovatif untuk mengurangi
biaya serta meningkat service level ke pelanggan.
35
Tabel 2.2 Empat Bagian Utama Dalam Sebuah Perusahaan Manufactur yang Terkait Dengan Fungsi-Fungsi Utama Supply Chain.
Bagian Cakupan Kegiatan antara lain
Pengembangan Produk. Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.
Pengadaan. Memilih supplier, mengevaluasi k inerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier.
Perencanaan dan pengendalian. Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
Operasi / Produksi. Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.
Pengiriman / Distribusi. Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi.
Sumber: Pujawan, I Nyoman (2005, p9)
2.2.12 Penggerak Supply Chain
Supply Chain memilik i penggerak yang sangat berpengaruh terhadap performa
Supply Chain itu sendiri, Menurut Chopra dan Meindl (2004,pp51-64) penggerak Supply
Chain Management adalah sebagai berikut:
1. Inventory
Adalah semua bahan mentah, dalam proses dan barang-barang yang telah
diselesaikan. Inventory merupakan salah satu penggerak supply chain yang penting
karena perubahan kebijakan inventory dapat mengubah secara drastis tingkat
responsiv itas dan efisiensi supply chain. (Chopra dan Meindl,2004,p52) Komponen
dari keputusan mengenai inventory adalah (Chopra dan Meindl,2004,pp57-58):
a. Cycle Inventory
Cycle Inventory Adalah jumlah rata-rata dari inventory yang digunakan
untuk memenuhi permintaan dalam suatu waktu. Misal dalam sebulan
36
memerlukan 10 buah truk bahan baku, perusahaan bisa saja memesan 10
truk bahan baku dalam sekali pesan atau bisa memesan 1 truk bahan baku
yang dipesan tiap 3 hari. Ini tergantung dari strategi supply chain apa
yang mereka terapkan (responsive atau efisiensi) dengan
memperhitungkan ordering cost (biaya pesan) dan holding cost (biaya
penyimpanan).
b. Safety Inventory
Safety Inventory adalah inventory yang dibuat untuk berjaga-jaga
terhadap perkiraan akan kelebihan permintaan. Ini digunakan untuk
mengatasi ketidak pastian akan permintaan yang tinggi.
c. Seasional Inventory
Seasional inventory adalah inventory yang dibuat untuk mengatasi
keragaman yang dapat diprediksi dalam permintaan. Perusahaan yang
menggunakanseasional inventory akan membangun inventory mereka
pada periode permintaan akan barang rendah dan menyimpannya untuk
periode permintaan akan barang menjadi tinggi, dimana pada saat
permintaan tinggi dimana mereka tidak dapat memproduksi semua barang
untuk memenuhi permintaan.
2. Transportasi
Transportasi adalah memindahkan inventory dari titik ke titik dalam supply chain.
Transportasi terdiri atas banyak kombinasi dari model dan bentuk yang memilik i
keunggulan masing-masing. Pemilihan transportasi juga mempunyai dampak yang
besar dalam tingkat responsifitas dan efisiensi supply chain.(Chopra dan Meindl,
2004, p52). Komponen dari keputusan mengenai transportasi menurut Chopra
dan Miendl(2004, pp59-60) adalah sebagai berikut:
37
a. Modes of transportation
Modes of transportation adalah cara-cara dimana sebuah produk
dipindahkan dari satu lokasi dalam jaringan supply chain ke tempat lainnya.
Terdapat 5 cara dasar transportasi yang dapat dipilih yaitu:
1. Udara
Udara merupakan cara transportasi yang paling cepat, tetapi memilik i
biaya yang mahal.
2. Truk
Truk cara yang relatif cepat dan murah dengan fleksibilitas tinggi.
3. Kereta
kereta cara yang murah yang digunakan untuk jumlah barang yang
besar.
4. Kapal
Kapal cara yang paling lambat tetapi sering menjadi pilihan yang
paling ekonomis untuk pengiriman dalam jumlah yang besar ke luar
negeri.
5. Pipa saluran
Pipa saluran biasanya digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas.
b. Route and network selection
Route adalah jalur jalan dimana sebuah produk dik irimkan dan network
adalah sebuah kumpulan lokasi dan route dimana produk dapat dik irimkan.
Perusahaan membuat beberapa keputusan mengenai route pada saat
langkah desain supply chain.
c. In house or outsource
Secara tradisional, kebanyakan fungsi transportasi dilakukan oleh
38
perusahaan sendiri, namun pada saat ini banyak yang telah dilimpahkan ke
perusahaan lain (Outsorced).
3. Fasilitas
Fasilitas adalah tempat-tempat dalam jaringan supply chain dimana inventory
disimpan, dirakit atau diproduksi. Dua jenis umum dari fasilitas adalah tempat
produksi dan tempat penyimpanan. Bila perusahaan memilih tingkat efisiensi
tinggi, maka memilik i lebih sedik it gudang. Jadi penentuan fasilitas mempunyai
dampak yang besar dalam tingkat responsifitas dan efisiensi supply chain. (Chopra
dan Meindl, 2004, p52). Komponen dari keputusan mengenai fasilitas menurut
Chopra dan Meindl(2004, p55-56) adalah sebagai berikut:
a. Location
Penentuan keputusan dimana suatu perusahaan menentukan lokasi fasilitasnya
merupakan bagian yang sangat besar dalam langkah desain supply chain.
Penentuan lokasi secara ekonomis, sedangkan penentuan lokasi secara
desentraisasi akan menjadi lebih responsif dalam permintaan konsumen.
b. Capacity
Perusahaan juga harus menentukan seberapa kapasitas dari fasilitas yang
dimilik i oleh perusahaan tersebut. Sejumlah besar kapasitas akan menjadikan
perusahaan tersebut menjadi lebih responsif, demikian pula sebaliknya.
c. Operation Methodology
Disini digambarkan bagaimana metode perusahaan dalam memproduksi
barang, apakah mesin yang dipakai untuk membuat produk itu bersifat
fleksibel, maksudnya adalah mesin tersebut juga dapat pula digunakan untuk
membuat produk yag lain (responsive) yang biasanya mesin itu relatif mahal
atau menggunakan mesin yang dapat membuat satu macam produk saja
39
(efisien).
d. Warehouse Methodology.
• Stock Keeping Unit (SKU) Stroge.
Gudang tradisional yang menyimpan segala macam produk dalam satu
tempat.
• Job Lot Stroge.
Yaitu sutu metode penyimpanan persediaan dimana semua produk-
produk yang berbeda dibutuhkan untuk suatu pekerjaan khusus atau
memuaskan konsumen tipe khusus, disimpan bersama-sama.
• Crossdocking.
Yaitu sebuah metode dimana barang sebenarnya tidak disimpan dalam
fasilitas (gudang) perusahaan. Truk dari pemasok barang tersebut
membawa jenis-jenis yang berbeda dari barang yang dipesan yang
diangkut menuju fasilitas perusahaan, kemudian dari sanalah dipecah
menjadi bagian-bagian kecil dan dengan cepat diangkut ke retailer
menggunakan truk-truk yang berisi barang-barang yang beragam dari
truk-truk sebelumnya.
4. Informasi.
Informasi terdiri dari data dan analisis berkaitan dengan inventory, transportasi,
fasilitas dan pelanggan di seluruh supply chain. Informasi menyajikan pihak
manajemen kesempatan untuk membuat supply chain lebih responsif dan efisien.
Informasi secara potensial adalah penggerak terbesar performa supply chain.
(Chopra dan Meindl, 2004, p52). Komponen dari keputusan informasi menurut
Chopra dan Meindl (2004, pp62-64) adalah sebagai berikut:
• Push versus Pull.
40
Sistem push biasanya menggunakan MRP (Material requirement Planning)
untuk jadwal produksi, jadwal kepada pemasoknya untuk menetukan kapan,
jenis dan banyak barang yang dik irimkan ke perusahaan, sedangkan tipe pull
menggunakan informasi atas permintaan aktual konsumen, sehingga
perusahaan dapat dengan tepat memenuhi permintaan tersebut.
• Coordinating and Information Sharing.
Koordinasi dari supply chain terjadi ketika semua tingkat-tingkat dari supply
chain bekerja menuju tujuan yaitu memaksimalkan keuntungan total supply
chain di bandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri. Kekurangan koordinasi
berpengaruh pada kerugian yang besar atas keuntungan supply chain. Ini bisa
dilakukan dengan pertukaran data antara tiap-tiap bagian dalam supply chain
itu sendiri.
• Forecasting and Aggregate Planning.
Forecasting adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni untuk membuat rencana
mengenai kebutuhan masa depan dan kondisinya. Forecasting (peramalan) ini
digunakan dalam pengambilan keputusan. Setelah menciptakan peramalan,
maka perusahaan aggregate planning, yang mengubah peramalan menjadi
rencana aktiv itas untuk memenuhi permintaan yang telah diperhitungkan.
• Enabling Technologies.
Untuk mencapai informasi sharing dan intergasi dalam supply chain, maka
terdapat teknologi-teknologi yang digunakan yaitu:
1. Electronic Data Interchange (EDI).
EDI memungkinkan perusahaan menjadi lebih efisien, juga menurunkan
waktu yang dibutuhkan produk untuk sampai kepada konsumen, transaksi
menjadi lebih akurat dan lebih cepat dibandingkan tanpa EDI.
41
2. The Internet.
Internet sendiri mendukung penggunaan EDI. Dengan internet maka
menjadi sebuah faktor yang penting dalam supply chain.
3. Enterprise Resources Planning (ERP) system.
Sistem ERP ini menyediakan pelacakan transaksi dan kemampuan melihat
secara keseluruhan atas informasi dari tiap-tiap bagian perusahaan dan
memungkinkan supply chain membuat keputusan yang ‘cerdas’.
4. Supply Chain Management (SCM) Software.
Yaitu program yang menyediakan dukungan terhadap analisis keputusan
dalam penambahan kemampuan melihat secara keseluruhan terhadap
informasi.
2.2.13 Mengelola Supply Chain Management Secara Produktif dan Efisien
Andi Ilham Said (2006,p10-16) dalam situasi internal dan eksternal yang sangat
dinamis, maka supply chain management perlu direkayasa ulang secara keseluruhan. Artinya
perlu melakukan pengujian ulang secara total terhadap ketepatan implementasi Supply Chain
Management dikaitkan dengan strategi organisasi. Dalam merekayasa ulang Supply Chain
Management dalam perusahaan terdapat beberapa hal penting, yaitu:
1. Tetapkan Supply Chain Management sebagai aspek strategis bagi perusahaan.
Kesalahan yang banyak terjadi dalam implementasi Supply Chain Management
adalah langsung menerapkan Supply Chain Management dalam level operasional
tanpa memahami betul strategi organisasi secara keseluruhan. Terdapat empat
generik strategi yang biasanya digunakan yaitu strategi inovasi, biaya, pelayanan,
dan mutu. Organisasi yang strategi utamanya adalah inovasi misalnya, pengaturan
Supply Chain Management-nya mengikuti prinsip bahwa kecepatan masuk ke pasar
42
jauh lebih penting dan efisien. Demikian pula yang bersaing di biaya, efisiensi akan
sangat penting dibandingkan dengan kecepatan.
2. Rancang proses Supply Chain Management dari ujung ke ujung.
Salah satu perbedaan utama antara Supply Chain Management dengan manajemen
logistic adalah aspek integrasi dari ujung ke ujung. Disini organisasi perlu merancang
pola aliran informasi dan barang mulai dari supplier paling awal sampai konsumen
paling akhir. Bentuk intervensi yang perlu dilakukan bias berbeda-beda, ada yang
perlu dikendalikan langsung, ada yang hanya perlu dimonitor, ada yang hanya perlu
diketahui saja. Dengan memilik i rancangan ini, perusahaan bisa memetakan dengan
baik proses mana yang dapat menyebabkan biaya tinggi atau proses mana yang
dapat menyebabkan waktu paling lama (bottleneck), dan seterusnya.
3. Rancang struktur organisasi Supply Chain Management.
Merancang struktur organisasi yang cocok untuk implementasi Supply Chain
Management sangat penting untuk memperjelas eksistensi Supply Chain
Management diperusahaan. Banyak perusahaan yang gagal mengimplementasikan
Supply Chain Management karena melihat Supply Chain Management sebagai tools
di luar sistem. Akibatnya, tim Supply Chain Management sepanjang masa hanya jadi
tim ad-hoc, personelnya pun selalu menjadi orang asing di perusahaan. Padahal
Supply Chain Management berada dan terintegrasi dalam operasional perusahaan.
Memasukkan Supply Chain Management dalam struktur organisasi bisa berbagai
macam, namun yang perlu dipahami betul adalah prinsip integrasi dari Supply Chain
Management.
4. Kembangkan model kolaborasi yang tepat.
Karena prinsip integrasi dari ujung ke ujung dalam Supply Chain Management, maka
hampir tidak mungkin ada perusahaan yang bisa melakukannya sendiri tanpa
43
membangun kerjasama dengan perusahaan lain. Salah satu yang menentukan
adalah memilih mitra kerja sama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih mitra adalah posisi strategik mitra, kecocokan proses operasi, kecocokan
budaya organisasi, dan kecocokan teknologi
5. Gunakan alat ukur k inerja yang tepat.
Mengukur k inerja sangat penting untuk mengetahui kondisi Supply Chain
Management, membaik atau memburuk. Dengan mengetahui posisi, perusahaan bisa
terdorong untuk melakukan perbaikan. Alat ukur yang baik untuk Supply Chain
Management ciri-cirinya adalah terhubung dengan strategi organisasi, seimbang dan
komprehensif, penetapan target terbanding dengan situasi internal dan eksternal,
targetnya agresif tapi dapat dicapai, dapat dimonitor dengan mudah, dapat
digunakan untuk peningkatan produktiv itas berkelanjutan, dan dilaksanakan melalui
rencana implementasi formal.
2.2.14 Kriteria Sukses Supply Chain Management
Andi Ilham Said (2006, p20-32) terdapat empat kriteria Supply Chain Management
sukses, yaitu:
1. Sesuai dengan strategi bisnis.
Banyak perusahaan gagal dalam Supply Chain Management, karena memandang
Supply Chain Management sebagai masalah operasional saja yang cukup ditangani
oleh bagian logistik saja. Pengarahan sumber daya pun setengah-setengah karena
tujuannya hanya mengurangi biaya saja. Tanpa disadari bahwa dampak dari Supply
Chain Management sangat strategis karena bisa langsung mempengaruhi target
strategis perusahaan. Strategi bisnis biasanya dinyatakan dalam visi menjawab
pertanyaan strategik seperti: Apa sasaran strategik organisasi, nilai apa yang
44
diberikan ke konsumen, dan apa keunikan perusahaan dibanding pesaing. Supply
Chain Management yang sukses haruslah mendukung tercapainya visi tersebut, yang
berarti pula Supply Chain Management haruslah dirancang mengikutinya. Visi sendiri
ditetapkan setelah mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi: kompetensi inti perusahaan, kebijakan bisnis, dan sasaran keuangan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi: ukuran pasar, peta persaingan, dan kebutuhan
konsumen.
2. Sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Mendengarkan apa yang dibutuhkan konsumen beserta prioritasnya sangat
diperlukan untuk sukses Supply Chain Management. Artinya, kalau konsumen
membutuhkan kecepatan maka Supply Chain Management pun harusnya dirancang
mengutamakan kecepatan. Demikian pula bila konsumen membutuhkan efisiensi,
maka Supply Chain Management pun dirancang mengutamakan biaya rendah satu
hal yang paling prinsip dalam Supply Chain Management secara keseluruhan adalah
bahwa satu-satunya elemen dalam Supply Chain Management yang mengeluarkan
uang adalah konsumen. Distributor, dealer, pabrik, gudang, hingga pemasok pada
dasarnya hanya menikmati beberapa persen bagian dari selisih harga jual di
konsumen dengan biaya barang. Makanya, memastikan apa yang diinginkan oleh
pelanggan akhir sangat perlu.
3. Sesuai dengan power position.
Perlu dipahami bahwa Supply Chain Management adalah permainan posisi daya
tawar dan kekuatan. Saat ini tidak satu pun perusahaan yang bisa sukses tanpa
bekerja sama dengan perusahaan lain. Kerjasama itu bisa dengan perusahaan sama
besarnya, lebih besar, atau lebiih kecil. Dalam permainan posisi ini, hal yang pertama
harus dilakukan adalah mengetahui posisi tawar perusahaan. Dalam hal ini bisa
45
dilihat dari lingkup operasi dan daya tarik produk bagi konsumen.
4. Adaptif.
Seiring dengan situasi bisnis yang dinamis dan selalu berubah, maka suatu ketika
Supply Chain Management pun perlu terus beradaptasi. Ada perubahan yang
berlangsung secara tiba-tiba ada juga yang berlangsung secara perlahan. Perubahan
teknologi, lingkungan bisnis, basis kompetisi, dan terjadinya akuisisi bisa
mempengaruhi rancangan Supply Chain Management secara mendasar.
Tabel 2.3 Empat Kriteria Supply Chain Management Sukses.
1. Sesuai dengan strategi bisnis: biaya, inovasi, pelayanan, kualitas.
2. Sesuai dengan kebutuhan konsumen: dengarkan suara konsumen, kebutuhan antar
segmen pasar berbeda, amati perubahan kebutuhan konsumen secara periodik.
3. Sesuai dengan power position: lihat skala operasi dan kekuatan merek, lakukan dialog
dan titik optimal terbaik bagi konsumen, fokus pada konsumen akhir dan cari peluang
kerjasama.
4. Adaptif: teknologi, lingkungan usaha, basis kompetisi, akuisisi dan merger.
Sumber: Said, Andi Ilham, dkk (2006,p21) .
2.2.15 Pelayanan Pelanggan Supply Chain Management
Yolanda (2005, p64) kepuasan konsumen tidak hanya diperoleh pada saat
mendapatkan suatu barang yang dibelinya, tetapi pelayanan yang diberikan juga
mempengaruhi kepuasan konsumen. Pelayanan pelanggan juga dapat dispesifikasikan
sebagai bagian dari aktiv itas penjualan yang dimulai saat order masuk sampai berakhirnya
pengiriman barang kepada pelanggan, bahkan dapat berlanjut pada penyediaan peralatan
atau perawatan. Adapun factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran
pelayan (Yolanda, 2005, p80-81) :
46
1. Order masuk.
Waktu minimum, waktu maksimum, dan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
penanganan order.
Persentase waktu penanganan order dengan target waktu yang ditetapkan
(dalam layanan).
2. Keakuratan dokumentasi order sangat terlihat dari persentase dokumen order
dengan kesalahan yang terjadi.
3. Transportasi / angkutan.
Persentase pengiriman yang tepat waktu.
Persentase permintaan pengiriman dari pelanggan dan realisasinya.
Persentase k laim / keluhan kerusakan, kehilangan barang dan kerugian biaya
angkutan.
4. Ketersediaan persediaan dan produk.
Persentase kekurangan persediaan.
Persentase order yang dapat terpenuhi, berarti semua order sesuai dengan
pesanan.
Persentase rata-rata pesanan yang mengalami pengembalian.
5. Kerusakan produk.
Total order dibandingkan dengan produk yang dikembalikan.
Nilai produk yang dikembalikan dibandingkan total penjualan.
6. Waktu proses produksi / penggudangan, meliputi waktuminimum,maksimum, dan
rata-rata masa pemesanan.
Sedangkan menurut Amin Widjaja (2009, p111-112) pengukuran pelayanan
pelanggan terdapat didalam beberapa perihal, yaitu :
1. Tingkat ketersediaan produk.
47
Pengukuran pelayanan pelanggan yang paling penting adalah ketersediaan
persediaan dalam masa sik lus pesanan yang ditetapkan. Pengukuran ketersediaan
yang lazim adalah jumlah pesanan yang dik irimkan secara lengkap dalam periode
waktu yang ditetapkan sebagai persentase dari total pesanan yang diterima. Ukuran
terbaik pelayanan pelanggan mencerminkan kepentingan produk kepada planggan
dan kepentingan pelanggan kepada perusahaan tersebut.
2. Kecepatan dan ketetapan sik lus pesanan pelanggan.
Sik lus pesanan merupakan waktu yang berlalu di antara penempatan pesanan
pelanggan dan masa produk diterima. Kemampuan untuk secara konsisten mencapai
masa sik lus pesanan yang ditargetkan mempengaruhi jumlah persediaan yang
disimpan melalui Supply Chain. Konsekuensinya, keceptan, dan ketetapan sik lus
pesanan merupakan faktor-faktor utama dalam merancang Supply Chain.
Kebanyakan pelanggan lebih menyukai pelayanan yang konsisten dibandingkan
pelayanan yang cepat, konsisten membantu mereka merencanakan tingkat
persediaan yang lebih banyak dibandingkan cepat tetapi dengan sik lus pesanan yang
berubah-ubah.
3. Komunikasi yang berada di antara penjual dan pelanggan.
Komunikasi yang berada di antara penjual dan pelanggan berhubungan dengan
kemampuan perusahaan untuk menyediakan informasi mutakhir kepada pelanggan
yang berkenaan seperti faktor- faktor status pesanan, penjelasan pemesanan, status
back pesanan, konfirmasi pesanan, substitusi produk, kekurangan produk serta
permintaan informasi produk.
48
Exponensial Smoothing
2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2009
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran.
Honda Tebet (PT. Setianita Megah Motor)
Moving Averages
Metode peramalan yang terbaik yang akan diusulkan untuk diterapkan
pada perusahaanyaitu yang memilik i MAD dan MSE yang terkecil
Penerapan peramalan permintaan mobil pada
perusahaan
Weighted Moving Averages.
Menunjang kinerja Supply Chain Managemnet perusahaan
(PT.Setianita Megah Motor).
Data permintaan mobil pada periode januari-juni 2009