Download - BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada
tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun
tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas
bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi.
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh bangunan
Agama : Islam
MRS : 17 september 2012
II.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri dan sulit digerakkan pada tungkai bawah kanan sejak 2 hari yang lalu .
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke IGD RS Raden Mattaher dengan keluhan nyeri dan sulit digerakkan pada
tumgkai bawah kanan sejak 2 hari yang lalu.
Os mengalami kecelakaan lalu lintas 2 hari yang lalu, os menggunakan motor, tabrakan
dengan mobil dari arah yang berlawanan. Os sebagai pengendara motor tersebut dan
membawa seorang teman dibelakangnya. Os terjatuh engan kaki kanan membentur benda
keras
Waktu kejadian os sempat tidak sadar, setelah sadar os mengeluh betis kaki kanan /
tungkai bawah tidak bisa digerakkan dan terdapat luka robek pada betis kanan os, pada
lutut kiri juga mengalami luka lecet, mual (-), muntah (-), perdarahan hidung telinga dan
mulut (-).
Os sempat dibawa RS MMC setelah beberapa jam kejadian dan telah dipasang spalk pada
kaki kanan os.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat patah tulang di waktu kecil disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya disangkal.
Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat kencing manis tidak ada.
2
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
Riwayat Sosial:
Pasien merupakan seorang buruh bangunan.
II.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan Umum: Sedang, kooperatif , kaki kanan terpasang spalk
- Kesadaran: Composmentis dengan GCS E : 4 M : 6 V : 5 = 15
- Vital Sign: TD: 120/80 mmHg
Nadi: 88 x/m
RR: 24 x/m
T: 36,5ºC
Status General:
Kepala : normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil Isokhor
THT : otorhea (-), rinorhea (-)
Mulut : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), dbn
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Thorax :
Paru :
- Inspeksi : Simetris kanan kiri, jejas (-)
- Palpasi : Vocal Fremitus normal, kanan kiri sama
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
- Palpasi : Thrill tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
3
Abdomen :
- Inspeksi : Datar, jejas (-)
- Auskultasi : BU (+) Normal
- Palpasi : Supel, Nyeri Tekan (-),
- Perkusi : Timpani, asites (-)
Ekstremitas:
Superior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)
Inferior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)
Superior
Ka / Ki
Inferior
Ka / Ki
Sianosis - / - - / -
Swelling - / - + / -
Akral
Dingin
- / - - / -
Capillary
Refill
<2’’/<2’’ <2’’/<2’’
Pulsasi
arteri
+/+ + / +
Sensibilita
s
+ / + + / +
Motorik :
- Gerak + / + Sulit dinilai karena
nyeri / +
- Kekuatan 5 / 5 Sulit dinilai karena
nyeri / 5
Status Lokalis
Regio ekstremitas inferios
Deformitas : (+)
Tampak vulnus laseratum diameter 4x2x1 cm dengan bone expose (os tibia)
4
II.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah rutin
WBC : 9,0 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3) RBC : 5,24 106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB : 15,6 g/dl (11,0-16,5 g/dl) HCT : 45,4 % (35,0-50%) PLT : 178 103/mm3 (150-390 103/mm3) PCT : .117% (0,100-0,500 %) MCV : 87 µm3 (80-97 µm3) MCH : 29,8 pg (26,5-33,5 pg) MCHC : 34,3 g/dl (31,5-35,0 g/dl) RDW : 14,3% (10,0-15,0 %) MPV : 6,6 µm3 (6,5-11,0 µm3) PDW : 12,0% (10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 17,6 % (17,0-48,0 %) % MON : 5,1% (4,0-10,0 %) % GRA :77,3% (43,0-76,0 %) # LYM : 1,5 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 0,4 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 7,1 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3) GDS : 109 mg/dl
2. Radiologi
X-Ray Thoraks
Tidak tampak tanda2 kelainan pada jantung dan paru-paru pasien/ dbn
5
X-ray cruris dekstra AP/L
Tampak fraktur tibia fibula 1/3 proksimal dextra
6
II.5 Diagnosis Kerja
Open fraktur tibia fibula 1/3 proksimal dekstra
II.6 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Metronidazole 3x5 mg
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Pasang Kateter urin
II.7 Follow Up
Tanggal / Jam Perjalanan Penyakit Pengobatan / Tindakan18 September 2012
S: Nyeri dan sulit digerakkan pada kaki kanaO :
- TD = 120/80 mmHg- N = 88 x/mnt- RR = 24 x/mnt- t = 36.5°C
A: Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra
- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip
- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Metronidazole 3x5 mg- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr-
19 September 2012
S: Nyeri dan sulit digerakkan pada kaki kanan O :
- TD = 120/80 mmHg- N = 80 x/mnt- RR = 18 x/mnt- t = 36.5°C
A: Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra
- IVFD RL 20 gtt/I- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr- Inj. Metronidazole 3x5 mg- Inj. Gentamicin- Inj. kalnex
20 September 2012
S: dilakukan tindakan operasi Debridement + pasang
posterior slabO :
- TD = 110/70 mmHg- N = 80 x/mnt- RR = 16 x/mnt- t = 36.2°C
A : Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra
- tidak puasa- tirah baring dengan 1 buah
bantal dalam 24 jam post op
- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip
- Tramadol 1 amp 1x2 gr- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Metronidazole 3x5 mg
7
II.8 Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad malam
Quo ad fungsionam: dubia ad malam
8
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun yang parsial.1 Fraktur kruris (L: crus =
tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula.2.
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau
dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin
rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin
rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang
atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur
pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah
depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen
frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan
fraktur terbuka.
III.2 AnatomiSecara anatomis Tulang Kruris terdiri dari tulang tibia dan tulang fibula.
9
Susunan otot-otot tungkai bawah:6
a) Otot-otot ventral
i. M. tibialis anterior
ii. M. extensor digitorum longus
iii. M. peronaeus tertius
iv. M. extensor hallucis longus
b) Otot-otot dorsal
i. M. gastrocnemius
ii. M. soleus
iii. M. plantaris
10
iv. M. popliteus
v. M. flexor digitorum longus
vi. M. flexor hallucis longus
vii. M. tibialis posterior
c) Otot-otot lateral
i. M. peronaeus longus
ii. M. peronaeus brevis
11
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:9
1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor
Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I :memebentuk kompartemen anterior
Grup II :membentuk kompartemen lateral
12
Grup III+IV :membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen
superficial dan kompartemen dalam.
13
Arteri:
1.arteri tibialis anterior
2.arteri tibialis posterior
3.arteri peroneus
Saraf:
1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan abductor
2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot triceps surae.
14
III.3 Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama
pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).1,3
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat
yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya
pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat
menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.3
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya
berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984)
menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak3:
C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa
C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat
C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen.3
III.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:
1. fraktur proksimal tibia
2. fraktur diafisis
15
3. fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki
III.5Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena
1. Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.
III.6 Klasifikasi Fraktur Terbuka
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang
yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma
yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal,
oblik pendek atau sedikit komunitif.
16
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena
trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat
ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif
yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
III.7 Diagnosis Fraktur Terbuka
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
17
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
a. Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
18
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
III.8 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Penanggulangan fraktur terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
19
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Prinsip-prinsip pengobatan fraktur
1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban
yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans
2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma
pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik yaitu:
Alignment yang sempurna
20
Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan
fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft
serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih
dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu
mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan
sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotic
21
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam
dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
III.9 Komplikasi Fraktur Terbuka
Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan,karena iatrogenik atau oleh karena
tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama,yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan pengobatan (iatrogenik)
umumnya dapat dicegah.
1. Perdarahan, syok septik sampai kematian
2. Septikemia,toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
7. Delayed union
8. Nonunion dan malunion
9. Kekakuan sendi
10.Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
III.10 Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi Fraktur
Ada lima tujuan pengobatan fraktur:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
22
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan
sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah terjadinya komplikasi seperti
dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur. Sejak
awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan
pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara isometrik
(latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu
latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.
III.11 Penatalaksanaan
TERAPI KONSERVATIF
1. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik
3. Reposisi tertutup dan fiksasi gips
Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal
dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips
4. Traksi
Dipakai untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips
setelah tidak sakit lagi.
Gambar. Pembidaian
Terapi Operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
23
1. Reposisi tertutup-fiksasi eksterna
2. Reposisi tertutup-fiksasi interna
Terapi operatif dengan membuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
Keuntungan :
Reposisi anatomis
Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya tinggi.
Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur
Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan fraktur
dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis
c
Gambar. Fiksasi internal
24
Gambar. Fiksasi eksternal
III.12 Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi
pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,
berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkanapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
25
Pada Tulang
- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan
non union Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi
pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Pada Jaringan lunak
- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu
diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini
terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan
tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini
disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. 5
26
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya
adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang)
dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson).
Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriksaan
Terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
- Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif
selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi Lebih 20 minggu dilakukan cancellus
grafting (12-16 minggu)
- Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union
dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan
sinovial sebagai kapsul sendi beserta 6 rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak
akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan non
union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen
fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
- Mal union
27
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur
atau osteotomi koreksi .
- Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga
terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan
tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif
dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).
Penatalaksanaan
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4.Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin Penatalaksanaan
awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan
vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun 7 sesudah reposisi dan
imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur
tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif
fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun
OREF.
Tujuan Pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
28
Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
- Gips ( plester cast)
- Traksi
Indikasi :
· Pemendekan (shortening)
· Fraktur unstabel : oblique, spiral
· Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit
akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau
kalkaneus ( fraktur kruris)
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi à tmpat masuknya pin
Indikasi OREF :
29
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail
3. UNION
4. REHABILITASI
III.13 Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang
disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.
2. Fase Proliferasi Sel
Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan proliferasi
sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan hematom
diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.
30
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut juga
membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler yang
tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu tulang
imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada radiologik
bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur
4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa kanalis medularis.
Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap terjadi osteoblastik
pada tulang.
31
32
BAB III
PENUTUP
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pada
fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan pergelangan kaki. Fraktur
pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya juga tidak
sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan
jika terjadi fraktur. Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari
fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue.
2007.
2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
3. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya
Medika. 1995.
4. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI,
Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.
5. King Maurice, Bewes Peter. Bedah Primer Trauma. Jakarta: EGC. 1995
6. Munandar A. Ikhtisar Anatomi Alat Gerak & Ilmu Gerak. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1990
7. Saleh M, FICS. Fraktur, penyembuhan, penanganan dan komplikasi. Edisi I. 1989, hal 1-
83
8. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta:EGC. 2000
9. Fraktur Tibia Fibula. Diunduh dari http://www.docstoc.com/docs/54980966/Case-Bedah-
Fraktur-Tibia-Fibula-FK-UNSRI .
10. Tibia Fibula. Diunduh dari http://www.projectswole.com/images/articles/calf-
anatomy.jpg
34