bab i

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan 1

Upload: annisamegalisna

Post on 17-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada

tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi

terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun

tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai

jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan

jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu

lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari

ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang

meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan

fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas

bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.

Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan

lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul

komplikasi berupa infeksi.

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.

1

Page 2: BAB I

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. J

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh bangunan

Agama : Islam

MRS : 17 september 2012

II.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Nyeri dan sulit digerakkan pada tungkai bawah kanan sejak 2 hari yang lalu .

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke IGD RS Raden Mattaher dengan keluhan nyeri dan sulit digerakkan pada

tumgkai bawah kanan sejak 2 hari yang lalu.

Os mengalami kecelakaan lalu lintas 2 hari yang lalu, os menggunakan motor, tabrakan

dengan mobil dari arah yang berlawanan. Os sebagai pengendara motor tersebut dan

membawa seorang teman dibelakangnya. Os terjatuh engan kaki kanan membentur benda

keras

Waktu kejadian os sempat tidak sadar, setelah sadar os mengeluh betis kaki kanan /

tungkai bawah tidak bisa digerakkan dan terdapat luka robek pada betis kanan os, pada

lutut kiri juga mengalami luka lecet, mual (-), muntah (-), perdarahan hidung telinga dan

mulut (-).

Os sempat dibawa RS MMC setelah beberapa jam kejadian dan telah dipasang spalk pada

kaki kanan os.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat patah tulang di waktu kecil disangkal.

Riwayat operasi sebelumnya disangkal.

Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat kencing manis tidak ada.

2

Page 3: BAB I

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Sosial:

Pasien merupakan seorang buruh bangunan.

II.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

- Keadaan Umum: Sedang, kooperatif , kaki kanan terpasang spalk

- Kesadaran: Composmentis dengan GCS E : 4 M : 6 V : 5 = 15

- Vital Sign: TD: 120/80 mmHg

Nadi: 88 x/m

RR: 24 x/m

T: 36,5ºC

Status General:

Kepala : normocephali

Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil Isokhor

THT : otorhea (-), rinorhea (-)

Mulut : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), dbn

Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar

Thorax :

Paru :

- Inspeksi : Simetris kanan kiri, jejas (-)

- Palpasi : Vocal Fremitus normal, kanan kiri sama

- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

- Palpasi : Thrill tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung normal

- Auskultasi: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

3

Page 4: BAB I

Abdomen :

- Inspeksi : Datar, jejas (-)

- Auskultasi : BU (+) Normal

- Palpasi : Supel, Nyeri Tekan (-),

- Perkusi : Timpani, asites (-)

Ekstremitas:

Superior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)

Inferior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)

Superior

Ka / Ki

Inferior

Ka / Ki

Sianosis - / - - / -

Swelling - / - + / -

Akral

Dingin

- / - - / -

Capillary

Refill

<2’’/<2’’ <2’’/<2’’

Pulsasi

arteri

+/+ + / +

Sensibilita

s

+ / + + / +

Motorik :

- Gerak + / + Sulit dinilai karena

nyeri / +

- Kekuatan 5 / 5 Sulit dinilai karena

nyeri / 5

Status Lokalis

Regio ekstremitas inferios

Deformitas : (+)

Tampak vulnus laseratum diameter 4x2x1 cm dengan bone expose (os tibia)

4

Page 5: BAB I

II.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Darah rutin

WBC : 9,0 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3) RBC : 5,24 106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB : 15,6 g/dl (11,0-16,5 g/dl) HCT : 45,4 % (35,0-50%) PLT : 178 103/mm3 (150-390 103/mm3) PCT : .117% (0,100-0,500 %) MCV : 87 µm3 (80-97 µm3) MCH : 29,8 pg (26,5-33,5 pg) MCHC : 34,3 g/dl (31,5-35,0 g/dl) RDW : 14,3% (10,0-15,0 %) MPV : 6,6 µm3 (6,5-11,0 µm3) PDW : 12,0% (10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 17,6 % (17,0-48,0 %) % MON : 5,1% (4,0-10,0 %) % GRA :77,3% (43,0-76,0 %) # LYM : 1,5 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 0,4 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 7,1 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3) GDS : 109 mg/dl

2. Radiologi

X-Ray Thoraks

Tidak tampak tanda2 kelainan pada jantung dan paru-paru pasien/ dbn

5

Page 6: BAB I

X-ray cruris dekstra AP/L

Tampak fraktur tibia fibula 1/3 proksimal dextra

6

Page 7: BAB I

II.5 Diagnosis Kerja

Open fraktur tibia fibula 1/3 proksimal dekstra

II.6 Penatalaksanaan

- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip

- Inj. Ranitidin 2x1 amp

- Inj. Metronidazole 3x5 mg

- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr

- Pasang Kateter urin

II.7 Follow Up

Tanggal / Jam Perjalanan Penyakit Pengobatan / Tindakan18 September 2012

S: Nyeri dan sulit digerakkan pada kaki kanaO :

- TD = 120/80 mmHg- N = 88 x/mnt- RR = 24 x/mnt- t = 36.5°C

A: Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip

- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Metronidazole 3x5 mg- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr-

19 September 2012

S: Nyeri dan sulit digerakkan pada kaki kanan O :

- TD = 120/80 mmHg- N = 80 x/mnt- RR = 18 x/mnt- t = 36.5°C

A: Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

- IVFD RL 20 gtt/I- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr- Inj. Metronidazole 3x5 mg- Inj. Gentamicin- Inj. kalnex

20 September 2012

S: dilakukan tindakan operasi Debridement + pasang

posterior slabO :

- TD = 110/70 mmHg- N = 80 x/mnt- RR = 16 x/mnt- t = 36.2°C

A : Open fraktur 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

- tidak puasa- tirah baring dengan 1 buah

bantal dalam 24 jam post op

- IVFD RL 20 gtt/I + ketorolac 30 mg drip

- Tramadol 1 amp 1x2 gr- Inj. Ranitidin 2x1 amp- Inj. Metronidazole 3x5 mg

7

Page 8: BAB I

II.8 Prognosis

Quo ad vitam: dubia ad malam

Quo ad fungsionam: dubia ad malam

8

Page 9: BAB I

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang

rawan epifisis baik yang bersifat total maupun yang parsial.1 Fraktur kruris (L: crus =

tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula.2.

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan

luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa

infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau

dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin

rasjad,2008).

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin

rasjad,2008).

Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang

atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)

Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur

pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah

depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen

frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan

fraktur terbuka.

III.2 AnatomiSecara anatomis Tulang Kruris terdiri dari tulang tibia dan tulang fibula.

9

Page 10: BAB I

Susunan otot-otot tungkai bawah:6

a) Otot-otot ventral

i. M. tibialis anterior

ii. M. extensor digitorum longus

iii. M. peronaeus tertius

iv. M. extensor hallucis longus

b) Otot-otot dorsal

i. M. gastrocnemius

ii. M. soleus

iii. M. plantaris

10

Page 11: BAB I

iv. M. popliteus

v. M. flexor digitorum longus

vi. M. flexor hallucis longus

vii. M. tibialis posterior

c) Otot-otot lateral

i. M. peronaeus longus

ii. M. peronaeus brevis

11

Page 12: BAB I

Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:9

1.otot ekstensor

2.otot abductor

3.otot triceps surae

4.otot fleksor

Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen

Grup I :memebentuk kompartemen anterior

Grup II :membentuk kompartemen lateral

12

Page 13: BAB I

Grup III+IV :membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen

superficial dan kompartemen dalam.

13

Page 14: BAB I

Arteri:

1.arteri tibialis anterior

2.arteri tibialis posterior

3.arteri peroneus

Saraf:

1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan abductor

2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot triceps surae.

14

Page 15: BAB I

III.3 Penyebab Fraktur

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

a. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena

kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti

rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang

jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur

mungkin tidak ada.

b. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama

pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh

tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).1,3

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat

yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya

pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat

menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.3

Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya

berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984)

menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak3:

C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa

C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam

C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat

C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen.3

III.4 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:

1. fraktur proksimal tibia

2. fraktur diafisis

15

Page 16: BAB I

3. fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

III.5Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka

Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan

mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul

benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena

1. Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.

2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

III.6 Klasifikasi Fraktur Terbuka

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)

TIPE 1

Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang

yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma

yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal,

oblik pendek atau sedikit komunitif.

16

Page 17: BAB I

TIPE 2

Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.

terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

TIPE 3

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur

neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena

trauma dengan kecepatan tinggi.

Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:

TIPE 3 a

Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat

ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat

TIPE 3 b

Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,

terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif

yang hebat.

TIPE 3 c

Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa

memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak. 

III.7 Diagnosis Fraktur Terbuka

Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun

trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.

Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah

trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

17

Page 18: BAB I

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-

organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen

3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

a. Pemeriksaan lokal

1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Lidah kering atau basah

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup atau fraktur terbuka

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain

Perhatikan kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan

jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

18

Page 19: BAB I

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,

temperatur kulit

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi

proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap

gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara

kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti

pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi

kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf

yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan

tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.

Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita

mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum

dilakukan pemeriksaan radiologis.

 

III.8 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

Penanggulangan fraktur terbuka

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:

19

Page 20: BAB I

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan

kematian.

3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur.

7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

 Prinsip-prinsip pengobatan fraktur

1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban

yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita

merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans

2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma

pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.

3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit

dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya

sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :

1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)

Awal pengobatan perlu diperhatikan :

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan

Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan

2. Reduction

Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik yaitu:

Alignment yang sempurna

20

Page 21: BAB I

Aposisi yang sempurna

3. Retention

Imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA

1. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara

mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat

pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan

subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka

dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan

fiksasi eksterna.

4. Penutupan kulit

Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari

terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila

penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft

serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada

luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih

dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu

mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan

sehingga kulit menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotic

21

Page 22: BAB I

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam

dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi

6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada

penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi

bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)

III.9 Komplikasi Fraktur Terbuka

Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan,karena iatrogenik atau oleh karena

tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama,yaitu penekanan lokal,

traksi yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan pengobatan (iatrogenik)

umumnya dapat dicegah.

1. Perdarahan, syok septik sampai kematian

2. Septikemia,toksemia oleh karena infeksi piogenik

3. Tetanus

4. Gangren

5. Perdarahan sekunder

6. Osteomielitis kronik

7. Delayed union

8. Nonunion dan malunion

9. Kekakuan sendi

10.Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama

III.10 Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi Fraktur

Ada lima tujuan pengobatan fraktur:

1. Menghilangkan nyeri

2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur

3. Mengharapkan dan mengusahakan union

22

Page 23: BAB I

4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan

sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah terjadinya komplikasi seperti

dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.

5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur. Sejak

awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan

pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara isometrik

(latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu

latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.

III.11 Penatalaksanaan

TERAPI KONSERVATIF

1. Proteksi saja

Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik

2. Immobilisasi saja tanpa reposisi

Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur

dengan kedudukan baik

3. Reposisi tertutup dan fiksasi gips

Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal

dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips

4. Traksi

Dipakai untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips

setelah tidak sakit lagi.

Gambar. Pembidaian

Terapi Operatif

Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis

23

Page 24: BAB I

1. Reposisi tertutup-fiksasi eksterna

2. Reposisi tertutup-fiksasi interna

Terapi operatif dengan membuka frakturnya

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna

Keuntungan :

Reposisi anatomis

Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar

Indikasi :

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya tinggi.

Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur

Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan fraktur

dislokasi

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan

operasi, misalnya fraktur femur

2. Excisional Arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi

3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis

c

Gambar. Fiksasi internal

24

Page 25: BAB I

Gambar. Fiksasi eksternal

III.12 Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan

fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .

1. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi

pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama

pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,

berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,

trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

2. Komplikasi Lokal

a. Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,

sedangkanapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

25

Page 26: BAB I

Pada Tulang

- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan

non union Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi

pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan

kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi

Pada Jaringan lunak

- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.

Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik

- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu

diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini

terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan

tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan

menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).

Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada

robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti

spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau

manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada

pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah

tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan

torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair

untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas

maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini

disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat

sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. 5

26

Page 27: BAB I

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan

kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara

periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya

adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang)

dan Paralisis

Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson).

Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).

b. Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriksaan

Terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

- Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan

radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif

selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi Lebih 20 minggu dilakukan cancellus

grafting (12-16 minggu)

- Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan

diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union

dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan

sinovial sebagai kapsul sendi beserta 6 rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak

akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan non

union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen

fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,

distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)

- Mal union

27

Page 28: BAB I

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur

atau osteotomi koreksi .

- Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur

tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union).

Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi

tulang berupa osteoporosis dan atropi otot

- Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga

terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan

tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif

dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada

penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).

Penatalaksanaan

Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :

1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur

2. Reduction

3. Retention : Immobilisasi

4.Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin Penatalaksanaan

awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan

vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun 7 sesudah reposisi dan

imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur

tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif

fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun

OREF.

Tujuan Pengobatan fraktur :

1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi

Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)

28

Page 29: BAB I

Terbuka : Indikasi :

1. Reposisi tertutup gagal

2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan

3. Mobilisasi dini

4. Fraktur multiple

5. Fraktur Patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.

Jenis Fiksasi :

Ekternal / OREF

- Gips ( plester cast)

- Traksi

Indikasi :

· Pemendekan (shortening)

· Fraktur unstabel : oblique, spiral

· Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus

2. Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan

kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit

akan lepas.

3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau

kalkaneus ( fraktur kruris)

Komplikasi Traksi :

1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg

2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot

3. Sindroma kompartemen

4. Infeksi à tmpat masuknya pin

Indikasi OREF :

29

Page 30: BAB I

1. Fraktur terbuka derajat III

2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler

4. Fraktur Kominutif

5. Fraktur Pelvis

6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

7. Non Union

8. Trauma multiple

Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail

3. UNION

4. REHABILITASI

III.13 Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :

1. Fase Hematoma

Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang

disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.

2. Fase Proliferasi Sel

Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan proliferasi

sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan hematom

diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.

30

Page 31: BAB I

3. Fase Pembentukan Kalus

Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan

membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut juga

membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler yang

tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu tulang

imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada radiologik

bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur

4. Fase Konsolidasi

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan

membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.

5. Fase Remodeling

Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk

bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa kanalis medularis.

Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap terjadi osteoblastik

pada tulang.

31

Page 32: BAB I

32

Page 33: BAB I

BAB III

PENUTUP

Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pada

fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan pergelangan kaki. Fraktur

pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya juga tidak

sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan

jika terjadi fraktur. Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari

fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.

33

Page 34: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue.

2007.

2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.

3. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya

Medika. 1995.

4. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI,

Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.

5. King Maurice, Bewes Peter. Bedah Primer Trauma. Jakarta: EGC. 1995

6. Munandar A. Ikhtisar Anatomi Alat Gerak & Ilmu Gerak. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1990

7. Saleh M, FICS. Fraktur, penyembuhan, penanganan dan komplikasi. Edisi I. 1989, hal 1-

83

8. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta:EGC. 2000

9. Fraktur Tibia Fibula. Diunduh dari http://www.docstoc.com/docs/54980966/Case-Bedah-

Fraktur-Tibia-Fibula-FK-UNSRI .

10. Tibia Fibula. Diunduh dari http://www.projectswole.com/images/articles/calf-

anatomy.jpg

34