5
BAB II Deskripsi Proyek
2.1. Umum
Status proyek : Semi fiktif
Pemilik proyek : Developer swasta dan pemerintah kota
Sumber dana : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota
Surakarta dan investasi swasta
Pengelola : Pemerintah Kota Surakarta
Lokasi lahan : Terletak di kawasan Sriwedari Surakarta
• Batas Utara : Jl. Slamet Riyadi, yang merupakan jalan arteri
sekunder
• Batas Selatan : Jl. Kebangkitan Nasional
• Batas Barat : Jl. Bhayangkara
• Batas Timur : Jl. Museum
Luas lahan : 2,3 ha
Luas bangunan : 6060 m2
Data penunjang :
• Garis Sempadan Bangunan : 0 m
• Koefisien Dasar Bangunan : 75-80%
• Jumlah lantai maksimal : 9 lantai
Kelengkapan fasilitas : tersedia jaringan listrik, telepon, saluran air bersih
PAM, riol kota, sistem drainase, dan rencana pembangunan folder
penampungan air.
2.2. Interpretasi Kasus
Pusat Pameran dan Konvensi Kota Surakarta: Suatu fasilitas untuk mempertunjukkan dan memamerkan karya
atau produk meliputi bidang industri, perdagangan, jasa, teknologi,
pariwisata, seni dan budaya kota Surakarta, serta sebagai fasilitas
pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan permasalahan yang
6
berkenaan dengan kemajuan pembangunan, baik secara promotif,
edukatif maupun bisnis, bersifat lokal, nasional, maupun internasional.
Promotif Menjadi wadah untuk memperluas kerjasama dan keterkaitan
antar pihak yang terlibat dalam bidang pariwisata, industri, perdagangan,
dan jasa. Juga memungkinkan terjadinya koordinasi dalam pemasaran,
penataan mutu barang, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas pengadaan produk / jasa tersebut.
Edukatif Sebagai wadah yang dapat membuka kesempatan pertukaran
informasi berupa informasi pengembangan desain produk, pelatihan dan
penataran singkat mengenai proses produksi maupun tata niaga.
Bisnis Wadah perluasan pasar, baik lokal, nasional maupun
internasional dengan mempertemukan produsen, pengusaha,
konsumen, investor, dan pemerintah.
Bagi kota Surakarta, kehadiran fasilitas ini akan dapat menjadi
pemacu pertumbuhan ekonomi kota. Dengan adanya fasilitas konvensi
dan pameran ini, masyarakat, terutama para pengusaha, baik kecil,
menengah maupun besar dapat mempunyai tempat untuk
mempromosikan hasil industrinya, yang merupakan hasil khas kota
Surakarta. Sehingga secara budaya, kehadiran tempat ini dapat turut
serta sebagai sarana pelestarian kearifan lokal yang terwujud dalam
barang-barang hasil kerajinan, dan secara ekonomi dapat memacu
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah.
Apabila dilihat secara mikro kawasan Sriwedari, kehadiran fasilitas
baru ini kembali menggairahkan fungsi kawasan Taman Sriwedari
sebagai ruang terbuka hijau, sekaligus tempat pelestarian budaya dan
promosi industri kerajinan khas Surakarta. Penempatan fungsi baru
tersebut menjadi pengikat baru dalam konteks skala kota terhadap
Taman Sriwedari. Dengan skala bangunan yang besar, kehadirannya
7
dapat menjadi ikon baru bagi kota, terkait dengan tapak yang memang
telah mempunyai arti tersendiri bagi kota.
Pengadaan fasilitas pameran dan konvensi dalam suatu center
atau pusat akan memberi keuntungan tersendiri, antara lain:
• Segala keperluan untuk kegiatan pameran dan konvensi dapat
diakomodasi dalam kompleks itu sendiri yang menguntungkan
pemakai maupun pengelola.
• Seluruh kompleks memang didesain khusus untuk fungsi-fungsi
pameran dan konvensi (purpose designed) oleh karena itu
standar pelayanan dan perlengkapan untuk kegiatan pameran
dan konvensi tinggi.
Faktor-faktor yang dapat dijadikan daya tarik pusat pameran dan
konvensi, sesuai dengan keberadaannya di kawasan Taman Sriwedari
antara lain:
• Lokasi yang strategis
• Kelengkapan fasilitas penunjang seperti restoran, penginapan
dan sebagainya
• Adanya fasilitas olahraga di sekitarnya
• Adanya sarana perbelanjaan di sekitarnya
• Merupakan daerah tujuan wisata
• Ciri historis kawasan
2.3. Program Kegiatan
Macam kegiatan yang diwadahi dalam fasilitas ini adalah:
1) Kegiatan utama
• Promosi dan pameran
Dari waktu penyelenggaraan, terbagi atas:
a. Pameran tetap
b. Pameran berkala
c. Pameran insidental
Dari skala pameran yang diselenggarakan, dibedakan menjadi:
a. Pameran skala kecil
8
Pameran hanya menggunakan satu bagian dari hall
pameran dengan kapasitas 700m2.
b. Pameran skala besar
Kegiatan ini menggunakan keseluruhan ruang pameran.
c. Pameran outdoor
Kegiatan pameran yang menggunakan plaza terbuka di
luar ruangan.
• Konvensi
Dari segi skala penyelenggaraan, kegiatan konvensi dibedakan
atas:
d. Konvensi tingkat kota/propinsi
e. Konvensi tingkat nasional
f. Konvensi internasional
Dari segi waktu pelaksanaan, kegiatan konvensi dibedakan
menjadi:
a. Konvensi setengah hari ( pukul 8.00 – 12.00 )
b. Konvensi sehari penuh ( pukul 8.00 – 17.00 )
c. Konvensi beberapa hari ( tiap hari pada pukul 8.00 – 17.00 )
Kegiatan ini umumnya disertai beberapa kali istirahat atau
hanya sekali istirahat pada jam makan siang (anatar pukul
12.00 – 13.00 ).
D samping kegiatan konvensi terdapat kegiatan non konvensi
yang ditampung dsalam fasilitas konvensi, seperti pesta,
perjamuan, atau pertunjukan yang biasanya diadakan pada hari
libur atau pada malam hari di luar aktivitas konvensi.
2) Kegiatan penunjang
• Temu/konsultasi bisnis
• Acara pelepasan/wisuda
• Pertunjukan kecil
• Resepsi pernikahan
• Retail
• Manajemen pengelolaan
9
3) Kegiatan-kegiatan rutin khas kota Solo yang diselenggarakan tiap
tahun secara berkala, yang memungkinkan untuk diselenggarakan
dalam fasilitas konvensi, pameran, maupun plaza terbuka.
• Bengawan Solo Festival
• Malem Selikuran (yang secara tradisi diadakan di Taman
Sriwedari)
• Gerebeg Mulud
• Tinggal Dalem Jumenengan (hari naik tahta) Paku Buwono
• Festival tari
• Dan berbagai festival seni dan budaya lainnya
2.4. Sasaran
• Sasaran pengunjung
- Pengunjung khusus
Produsen, pengusaha besar, menengah dan kecil, investor
- Pengunjung umum (masyarakat umum)
• Sasaran peserta pameran
- Sentra penghasil kerajinan
- Anggota asosiasi pengusaha tertentu
- Perusahaan swasta maupun perorangan
• Sasaran peserta konvensi
- Para pejabat pemerintah kota
- Para pengusaha
- Para investor, baiki lokal maupun internasional
• Masyarakat umum
Ruang terbuka hijau d antara dua bangunan utama, pada hari-hari
biasa saat fasilitas tidak digunakan dapat dijadikan ruang publik bagi
masyarakat kota, yang terintegrasi dengan daerah kolam yang juga
diperuntukkan bagi masyarakat umum.
10
2.5 Studi Banding Kasus Sejenis
2.5.1. Jakarta Convention Center
Terletak di jantung Ibu Kota Jakarta, Jakarta Convention Center
merupakan fasilitas konvensi dan pameran terbesar di Indonesia.
Jakarta Convention Center digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan berbagai event besar, baik yang bersifat formal
seperti pertemuan-pertemuan tingkat tinggi antar negara, konferensi
APEC, KTT Non Blok, sampai dengan konser musik yang
menampilkan berbagai musisi kelas dunia.
Jakarta Convention Center terdiri atas beberapa hall besar
dengan kapasitas yang cukup besar. Plenary Hall yang berbentuk
lingkaran, dapat memuat sampai dengan 5000 tempat duduk,
merupakan hall utama. Konsep ruang yang fleksibel, memungkinkan
fungsi Plenary Hall untuk diubah sesuai dengan kebutuhan, baik untuk
kegiatan konvensi maupun pameran. Selain itu terdapat Assembly Hall
dengan luas ruang 3.921m2 dapat dibagai menjadi tiga ruangan yang
lebih kecil sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 3. Denah lt. 1 JCC
Gambar 2. Denah lt. basement JCC
Gambar 1. Eksterior JCC
11
Selain itu terdapat dua ruang pameran besar, yaitu Exhibition Hall
A dan Exhibition Hall B, dengan luas total 9.585m2, beberapa ruang
pertemuan sedang maupun kecil, dan lobby utama dengan luas
5.500m2, yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu
sesuai dengan kebutuhan acara.
Plenary Hall dirancang sangat fleksibel, dengan kapasitas sampai
dengan 5000 orang, mulai dari kegitan konferensi yang bersifat formal,
sampai dengan konser musik yang hingar bingar. Dilengkapi dengan
peralatan audio video yang canggih termasuk 64 kamera video, dan
sistem penerjemah yang dapat mengakomodasi sampai dengan 8
bahasa. Assembly Hall dapat menampung 2500 orang untuk
pertemuan dengan tempat duduk, dan 4500 orang untuk acara dengan
berdiri. Ruangnya yang fleksibel memungkinkan berbagai kegiatan
untuk dilakukan. Mulai dari gala dinner, ruang kelas, fashion show,
launching produk, sampai malam penganugerahan.
Gambar 5. Lay out ruang pameran JCC
Gambar 4. Interior JCC
12
Ruang pameran utama terdiri dari dua bagian, A dan B. Kedua
ruangan dihubungkan dengan koridor sehingga memungkinkan kedua
ruangan untuk dipakai secara bersama-sama. Selain itu terdapat 13
ruang-ruang pertemuan sedang dan kecil, dengan kapasitas mulai dari
20 orang sampai dengan 1000 orang.
Secara umum, penataan ruang-ruang utama tersebut diletakkan
menyebar dengan orientasi utama pada lobby utama. Sirkulasi
pengunjung dari lobby utama kemudian dipecah ke ruang-ruang sesuai
dengan keperluannya. Hal ini memberi keuntungan jika salah satu
ruang saja yang terpakai, pintu masuk tetap melalui lobby utama.
Sehingga sirkulasi menjadi lebih efisien. Jakarta Convention Center
juga mempunyai drop off yang cukup panjang. Hal ini untuk
mengakomodasi banyaknya pengunjung yang datang yang mencapai
ribuan orang, dan kondisi tapak yang berada di daerah perkotaan yang
padat.
2.5.2. Sasana Budaya Ganesha ITB
Sasana Budaya Ganesha ITB dirancang oleh arsitek Slamet
Wirasonjaya, dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan ruang luar
dan lanskap. Tujuannya adalah untuk memberi “ruang” dan peluang
kepada mahasiswa untuk berinteraksi dan bersosialisasi baik secara
internal maupun eksternal, dan untuk mengimbangi pola fisik
bangunan yang telah dikembangkan di kompleks kampus utama.
Perancangan Sabuga dilakukan dengan mempertimbangkan sumbu
utara-selatan kampus ITB, namun pengolahan pada bangunan
menyesuaikan dengan keadaan tapak.
Gambar 6. Suasana kegiatan pameran di JCC
13
Batas-batas dalam tapak Sabuga merupakan batas-batas alami
dari tapak seperti sungai Cikapundung di sebelah barat; utara, timur,
dan selatan merupakan lereng-lereng terjal di sekeliling lembah.
Kondisi ini tentu mempengaruhi perancangan jalur sirkulasi menuju
bangunan yang tidak bisa mengarah langsung ke bangunan, namun
agak berputar.
Selain tema perancangan yang telah ditetapkan sebagai konsep
makro, terdapat faktor fisik yang juga mempengaruhi. Pengembangan
konsep dasar perancangan arsitekturnya yaitu keadaan lahan yang
berkontur, dan lahan kawasan konservasi yang diharapkan tetap
terjaga kelestarian dan keasriannya, baik secara visual maupun
substansial. Titik konsentrasi pada tapak adalah area tengah di antara
bangunan Sabuga dan kolam renang, yaitu pedestrian pada dekat area
lintasan lari. Area ini sangat aktif, karena merupakan pusat
berkumpulnya pengguna fasilitas olahraga di sekitar kawasan. Sabuga
mempunyai potensi sebagai landmark karena skala bangunan yang
cukup besar, namun hal ini tidak ditunjang dengan kondisi tapak yang
berada di bawah lembah. Tampak bangunan yang terlihat dari arah
permukiman justru memberikan penekanan pada skala bangunan
sebenarnya, karena bangunan berdiri dekat rumah-rumah penduduk di
area permukiman.
Sumbu Sabuga dirancang dengan konteksnya terhadap karakter
alam dan sumbu kampus ITB. Sumbu utama kampus digunakan untuk
perancangan komposisi bangunan dalam tapak. Bangunan yang
berbentuk setengah lingkaran merupakan tipologi bangunan
Gambar 7. Eksterior Sabuga
14
entertainment dan exhibition yang sudah ada sejak zaman Romawi.
Penggunaan bentuk setengah lingkaran merupakan variasi dalam
pengolahan bentuk yang disesuaikan dengan kondisi tapak dan fungsi
bangunan sebagai pintu gerbang bagi kawasan tersebut.
Konsep triangga (kepala, badan, kaki) diwujudkan dalam desain
bangunan, yakni atap kubah setengah lingkaran tampil sebagai kepala,
badan dibentuk oleh perwujudan taman atap, dan kaki terbentuk oleh
lengkung-lengkung horisontal pada teras bangunan. Bangunan yang
didominasi garis-garis lengkung dan penyelesaian fasade dengan
detail-detail persegi tersebut mengingatkan pada arsitektur art deco
yang membuat Bandung terkenal. Bangunan mempunyai dua muka,
muka bagian timur menghadap ke arah lapangan olahraga yang
bersifat informal, karena menampung kegiatan-kegiatan non akademis,
dan mempunyai bentuk gunung yang diharapkan dapat menjadi
analogi kota Bandung yang dikelilingi gunung-gunung, dan muka barat
yang menghadap ke arah sungai Cikapundung yang bersifat formal, di
mana berlangsung kegiatan-kegiatan akademis.
Gambar 8. Layout Tapak Sabuga
Gambar 9. Roof Garden Sabuga Gambar 10. Eksterior Sabuga
15
Proses penggalian bentuk-bentuk yang dikembangkan sangat
dipengaruhi oleh semangat Antoni Gaudi tentang bentuk: “The straight
line belongs to men. The curves are to God”. Akhirnya didapatkan
bentuk lengkung setengah lingkaran pada bagian barat bangunan, dan
bentuk persegi pada bagian timur. Secara teknis bentuk lengkung
dapat memanipulasi penampilan agar bangunan yang berdiameter
total ±148m ini seolah-olah lebih sempit dan tidak berbentang panjang.
Bangunan tersebut berdimensi besar karena harus menampung ±4000
orang. Permasalahan lingkungan di lembah (secara visual) adalah
pemandangan yang lebih banyak terlihat dari atas daripada dari
bawah. Oleh karena itu bentuk kubah dipilih karena dapat mewakili
tuntutan visual ini dan sekaligus memberi perlindungan pada ruang
bebas kolom. Bentuk kubah memang dominan sehingga menjadi focal
point.
Fasilitas utama dari bangunan ini adalah ruang konvensi yang
dapat menampung lebih dari 4000 orang. Dengan ruang-ruang
penunjang berada di samping-sampingnya. Fasilitas pre-function yang
berbentuk setengah lingkaran mengikuti bentuk massa utama dapat
dijadikan sebagai ruang pamer temporer. Selain itu juga terdapat
beberapa ruang-ruang pertemuan kecil yang berada pada sisi timur.
Gambar 11. Interior Sabuga
16
Gambar 12. Layout ruangan Sabuga
17
2.5.3. Tokyo International Forum
Selesai dibangun : 1997
Lokasi : 5-1 Marunouchi 3-chome, Chiyoda-ku,
Tokyo, 100-0005, Jepang.
Klien : Tokyo Metropolitan Government
Arsitek : Rafael Viňoly (dibantu Charles Bloomberg)
Ahli struktur : Structural Design Group Co. Ltd.
Luas lahan : 21.000 m2
Luas bangunan : 7.360 m2
Luas lantai total : 40.400 m2
Panjang bangunan : 208 m
Lebar bangunan : 31,7 m
Tinggi bangunan : 57,5 m
Berat total konstruksi baja : 6.600 ton
Gambar 13. Eksterior Tokyo International Forum
Tokyo International Forum berlokasi di tengah kota. Di sudut dua
blok, yaitu pusat hiburan dan komersial Ginza serta pusat bisnis
Marunoichi. Lahan ini sebelumnya ditempati oleh bangunan Tokyo City
Hall. Jadi, bangunan ini difungsikan sebagai wadah yang mampu
mengakomodasikan aktivitas, baik bisnis maupun hiburan. Bangunan
ini telah menjadi ikon baru di Jepang, simbol dari keajaiban
perekonomian Jepang.
Bangunan ini dibangun dilatarbelakangi oleh kompetisi
internasional pada tahun 1989 yang diadakan oleh Union
Internationale der Architectes (UIA) dalam rangka kepentingan politik
18
untuk memfasilitasi pertukaran informasi kebudayaan dan internasional
dalam konteks urban center. Rafael Viňoly, seorang arsitek dari New
York memenangkan kompetisi ini. Konsep awal dari bangunan ini
memakai analogi kapal di tengah ombak yang berguncang. Ombak
yang berguncang dia analogikan sebagai Jepang yang sering
terguncang oleh gempa. Pemakaian model kapal ini dianggap mampu
menahan getaran gempa layaknya sebuah kapal yang mampu
menahan gelombang yang kuat.
Skalanya yang besar menggambarkan kebesaran kota Tokyo
yang pembangunannya tidak luput dari kepentingan perluasan
kebudayaan. Karena skalanya yang besar, Tokyo International Forum
(TIF) mampu menampung 5000 orang di dalam ruang konferensinya.
TIF yang dikelilingi oleh jalur subway memudahkan akses masuk
ke dalam bangunan yang meraih Commercial DuPont Benedictus
Award pada tahun 1997 ini menjadi mudah.
Selain ruang konferensi, TIF dilengkapi dengan fasilitas:
• 2 teater (salah satunya terbesar di dunia)
• Lebih dari 6000 m2 area pameran
• Restoran
• Perpustakaan
• Ruang multimedia
Gambar 14. Interior Tokyo International Forum
19
• Café
• Galeri kesenian
• Multimedia teater
Tokyo International Forum mempunyai beberapa elemen yang
menarik, di antaranya adalah:
Glass Hall Glass hall yang sangat besar didukung oleh sistem baja tempa
inovatif berbentuk lengkung yang telah melalui proses kompresi dan
didukung dengan penggunaan elemen kabel baja (penahan gaya tarik)
yang membentang sepanjang 225 m. Kabel baja itu digunakan sebagai
pengikat dua mega kolom yang terletak di ujung-ujung sumbu
memanjang dari Glass Wall yang berfungsi menopang balok utama
yang mempersatukan semua rangka baja yang melengkung. Selain itu
didukung pula dengan penggunaan Virendel yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung elemen bracing antara dua sisi Glass Wall.
Block Cluster Block Cluster yang disusun oleh empat buah volume yang
hamper kubikus dengan komposisi Square dari yang terkeil terletak di
utara dan terbesar di selatan.
Hal yang paling menajubkan dari TIF adalah penggunaan kaca
yang mencapai 80% dari seluruh fasade bangunan, terutama pada
Gambar 15. Interior Glass Hall
20
Glass Hall yang luas kacanya mencapai 20.000 m2 disusun atas panel-
panel Laminated Heat-strengthened Glass setebal 17,5 mm yang
merupakan produksi dari Asahi Glass of Japan ditopang oleh spider
joint pada tiap empat panel kaca yang dirangkaikan pada rangka baja
lengkung. Tinggi Glass Hall ini mencapai 60 m. pengunaan Laminated
Glass ini atas dasar pertimbangan akan keamanan yang tinggi
terhadap getaran.
Gambar 16 . Blok cluster TIF
21
2.5.4. San Diego Convention Center
Lokasi : San Diego, California, Amerika Serikat
Pemilik : Port of San Diego
Arsitek : Arthur Erickson Architect
San Diego Convention Center berlokasi di tepi San Diego Bay
sehingga didesain dengan karakter arsitektur waterfront.
Gambar 17. Waterfront View SDCC
Bangunan dengan luas total 1.705.000.000 kaki persegi ini terdiri
dari 250.000 kaki persegi exhibition hall pada lantai dasar, 100.000
kaki persegi meeting rooms pada mezzanine dan lantai atasnya yang
terdiri dari 35 ruang konvensi dengan luas antara 1.000-40.000 kaki
persegi, dan parkir bawah tanah berkapasitas 2.000 mobil.
Dalam merancang bangunan ini sang arsitek membedakan
kegiatan pemakaian bangunan menjadi dua yaitu pemakaian yang
‘aktif’ seperti tempat kedatangan, reception, dan sirkulasi, pada daerah
yang menghadap kota, dan pemakaian ‘pasif’ seperti meeting rooms,
lounges, dan landscapes terraces, pada bagian yang menghadap
pelabuhan.
22
Sebagai tambahan, terdapat 100.000 kaki persegi ruang pamer
terbuka yang ditutup atap tenda, yang memanfaatkan iklim California
utara yang memang memungkinkan untuk kegiatan seperti itu. Gambar 18.
Sistem Atap Tenda SDCC
Tantangan dalam merancang lahan waterfront seluas 11,2 acre
ini adalah memenuhi kebutuhan bangunan yang massif tanpa
memotong akses ke teluk dan kesadaran akan kedekatannya dengan
teluk. Setiap usaha dilakukan untuk membuat bangunan serendah
mungkin dengan sistem distribusi akomodasi yang bertingkat-tingkat.
Akibatnya, bangunan panjang dengan vault-vault kaca ini seperti
bertumpuk-tumpuk, kenudian pada satu sisi merendah kearah jalan
dan ke arah teluk pada sisi lain. Vault-vault tersebut dipegang oleh
struktur beton dipegang oleh struktur beton berbentuk sirip bersudut
lancip, yang sebelumnya direncanakan berupa tiang pancang baja
untuk lebih memberi kesan kelautan, namun diubah karena alasan
dana dan ketahanan terhadap kebakaran.
Vault-vault tersebut diakhiri denga lempeng beton persegi
dengan jendela bundar yang memegang medali merah cerah di bagian
tengahnya, yang merupakan salah satu aksen warna primer yang
menghidupkan bangunan dengan panjang 1.100 kaki. Vault pertama
pada sisi yang menghadap kota menutupi lobby dengan pintu-pintu
masuk menerus yang memanjang sepanjang bangunan sejajar
Harbour Drive. Jembatan untuk pedestrian yang menghubungkan
bangunan dengan taman yang diusulkan dan perpanjangan sistem
angkutan kota di seberang jalan.
23
Vault di atas daerah sirkulasi dan daerah pre-function
memberikan penerangan dan pemandangan yang bagus kea rah kota
dan teluk, memberikan kelegaan bagi peserta konvensi yang hampir
seharian duduk.
Ruang-ruang ini dihubungkan oleh galeri berkubah yang besar,
yang pada eksterior bangunan ditandai dengan seperempat vault
miring, yang disebut ‘bubbles’. Bukaan pada galeri pada sisi teluk
adalah suatu atrium yang dramatis dengan eskalator dan lingkaran dan
busur beton besar yang membentuk dua dinding dan melingkari sisi
teluk membentuk amphiteater.
Gambar 19. Eksterior SDCC
Penggunaan kaca pada bangunan ini untuk memberikan kesan
ringan, sehingga dapat menghindarkan adanya bangunan raksasa
yang tidak menarik sepanjang waterfront. Elemen lain yang menarik
adalah atap tenda (tensile roof) yang disinari di malam hari. Atap fiber
berlapis Teflon ini merupakan penutup ruang terbuka yang digunakan
untuk pameran khusus, konser, dan perjamuan, berkapasitas 6.000
tampat duduk. Atap miring layer yang dipegang oleh jaringan kabel
pada ketinggian 30 hingga 90 kaki di atas dek ini mampu meneruskan
15% cahaya dengan beban panas minimum. Vault kaca berterali pada
24
dua sisi ruang, yang diisi dengan bougenvillea, melindungi dek
terhadap angina lepas pantai.
Bangunan yang dibangun oleh San Diego Unified Port District dan
dikelola oleh kota ini seluruhnya terbuka untuk umum. Pengunjung
yang tidak berkepentingan dalam suatu konvensi atau eksibisi yang
sedang berlangsung pun dapat menikmati seluruh ruang publik yang
ada.
2.5.5.. Kesimpulan Studi Banding Kasus Sejenis
Fasilitas convention center merupakan fasilitas yang dapat
menjadi ikon dari suatu daerah, baik skala kota maupun negara.
Fasilitas ini memegang peranan penting dalam memacu roda
perekonomian dari suatu negara.
Secara ruang, bangunan ini dalam skala kota harus dapat
merespon tempat dia berdiri. Isu yang paling jelas dari ketiga studi
kasus di atas adalah respon terhadap kebutuhan ruang publik. Pada
kasus Sasana Budaya Ganesha ITB, bangunan tersebut sangat
merespon kondisi lembah yang curam dan merupakan kawasan
konservasi. Bangunan tersebut dirancang dengan tema landscape,
sesuai dengan kondisi lahan yang didominasi oleh unsur-unsur alam.
Perancangnya dalam hal ini mampu mengelaborasi antara kondisi
lahan yang sebenarnya kurang menguntungkan, menjadi sesuai
dengan fungsi bangunan yang membutuhkan luas lahan yang cukup
besar. Yang dapat diambil pelajaran dari kasus Sabuga adalah
pemilihan bentuk massa yang sesuai dengan kondisi lahan. Dari segi
fungsi, Sabuga mampu memaksimalkan ruang, khususnya ruang pre-
function untuk dijadikan ruang-ruang pamer kecil.
Ruang publik merupakan isu yang sangat penting dalam konteks
urban. Hal ini juga direspon oleh desain Tokyo International Forum.
Dengan keterbatasan lahan yang ada, Tokyo International Forum
masih mempunyai ruang terbuka di antara dua massa bangunan
utama yang digunakan sebagai ruang publik, ditanami beberapa pohon
agar memberi sedikit keteduhan. Pemilihan material yang digunakan
25
juga sangat modern dan bersih. Pemilihan material-material kaca dan
baja sesuai dengan tuntutan struktur yang besar, tetapi tetap ringan.
Pada San Diego Convention Center, sekali lagi dijumpai konsep
pemanfaatan ruang untuk kepentingan umum, namun dengan
penyelesaian yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi lahan yang
berada di dekat pantai. Hal ini dapat dianalogikan dalam kasus yang
dirancang, yang berada di dekat danau buatan. Meskipun dengan
skala yang lebih kecil, kehadiran danau buatan di dalam kota, dapat
menjadi potensi bagi kawasan tersebut untuk mengembangkannya
lebih lanjut agar dapat optimal sebgai ruang fasilitas umum maupun
taman kota. Bangunan yang berada di tepi danau otomatis harus
merespon kehadiran danau tersebut, mengintegrasikan perancangan
tapak di sekitar bangunan dengan tata lahan di sekitar danau.
Secara organisasi ruang, Jakarta Convention Center, dengan
beberapa ruang utama yang cukup banyak, mampu ditata dengan
baik. Sirkulasi manusia dan kendaraan dapat dirancang seefisien
mungkin. Dari tiap ruang menggunakan prinsip fleksibilitas. Fleksibilitas
dalam hal luas ruang maupun fungsi yang dapat digunakan di
dalamnya. Pada ruang-ruang pameran utama dpat dibagi-bagi menjadi
ruang-ruang yang lebih kecil sesuai dengan jenis pameran yang
diadakan. Dan pada Plenary Hall yang berbentuk lingkaran dapat
digunakan baik untuk konvensi maupun pameran. Pada lantai dasar
sangat open lay-out sehingga dapat diatur peruntukannya sesuai
dengan acara yang berlangsung. Dengan kapasitas yang cukup besar,
Plenary Hall Jakarta Convention Center dapat digunakan untuk konser
musik yang membutuhkan fleksibilitas yang tinggi dengan konsentrasi
orang yang sangat banyak.
Fasilitas convention hall, selain dapat berfungsi dengan baik,
harus mampu menciptakan ruang publik bagi masyarakat kota.
Fasilitas sesuai dengan fungsinya akan membutuhkan luas yang cukup
lebar, dan dengan skalanya yang cukup besar, bisa saja menggangu
pemandangan kota jika tidak didesain dengan baik. Pemilihan material
sangat berpengaruh dalam menimbulkan kesan ‘damai’ dengan
konteks urban.
26
Dari segi desain bangunan, fasilitas ini sudah jelas membutuhkan
bentang yang lebar, dan bahkan bebas kolom. Sirkulasi pengunjung
juga harus diatur, penempatan fungsi yang ada di dalamnya harus
ditempatkan sesuai dengan alur yang diinginkan, antara area publik
dan private harus dipisahkan dengan jelas, terutama untuk fasilitas
konvensi yang membutuhkan konsentrasi dan orientasi ke dalam.