8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Manajemen
Pengertian manajemen menurut Robbins & Coulter (2004: 4) dalam bukunya
“Manajemen”, menyatakan bahwa:
“Manajemen adalah sebuah proses mengkoordinasikan kegiatan kerja sedemikian
rupa sehingga dapat diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui
orang lain”.
Witzel (2004: 9) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses
mengkoordinasi dan mengarahkan kegiatan diri sendiri dan orang lain terhadap
suatu tujuan tertentu. Dimana tujuan dari manajemen adalah untuk melaksanakan
tugas-tugas yang diperlukan yang memungkinkan bisnis untuk mencapai
tujuannya.
Dari kedua definisi manajemen diatas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa manajemen adalah suatu ilmu yang dapat mengatur sumber daya yang
tersedia melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2.1.1.1 Manajemen Operasi
Pengertian manajemen operasi menurut Heizer & Render (2010: 4) adalah
sebagai berikut:
9
9
“Serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa
dengan merubah input menjadi output.”
Sedangkan menurut Greasley (2008: 3) manajemen produksi atau operasi
adalah proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-sumber daya untuk
memproduksi atau menghasilkan barang/jasa yang berguna sebagai usaha untuk
mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Sehingga manajemen operasi
bertanggung jawab terhadap sumber daya yang terlibat di dalam seluruh proses
produksi.
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen
operasi adalah kegiatan untuk mengatur penggunaan sumber daya untuk
menciptakan dan menambah nilai suatu barang melalui perubahan dari input
menjadi output yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) adalah rancangan sistem-
sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat
manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional
(Mathis & Jackson, 2006: 3).
Armstrong (2006: 3) mendifinisikan konsep manajemen sumber daya
manusia sebagai sebuah strategi untuk mengelola aset perusahaan yang paling
berharga; dimana orang-orang yang bekerja di perusahaan baik secara individual
maupun kolektif memberikan konstribusi untuk mencapai tujuan perusahaan.
Pandangan yang lebih luas dikemukakan oleh Rowley & Jackson yang
10
10
mengatakan manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota
organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain implementasi sistem
perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir,
evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur dan mengelola
hubungan tenaga kerja dalam sebuah organisasi guna mencapai tujuan-tujuan
organisasional.
2.1.1.3 Hubungan Manajemen Operasi dan Manajemen SDM
Manajemen operasi dan manajemen sumber daya manusia merupakan
bagian yang sangat penting dari bisnis saat ini. Menyadari fakta ini, maka akan
membuka banyak kesempatan untuk perbaikan dan kemajuan besar dalam
penelitian dan praktek di dalam dunia bisnis. Karena dengan membantu para
karyawan untuk mengerti tentang implikasi dari desain manajemen operasi untuk
pekerjaan mereka, dan selanjutnya memotivasi mereka untuk bertindak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka desain dari manajemen
operasi itu sendiri akan memiliki dampak terhadap kinerja mereka di perusahaan
(Boudreau et al., 2003).
Sehingga fokus operasional yang jelas diharapkan dapat menjadi faktor
penting untuk keberhasilan inisiatif hubungan antar karyawan dan memberikan
dampak terhadap kinerja karyawan di perusahaan tempat mereka bekerja.
11
11
2.1.2 Mutu
Perusahaan yang ingin bersaing di pasar global harus mampu mencapai tingkat
mutu yang tinggi (quality level), bukan hanya produknya namun secara
menyeluruh menyangkut semua aspek dari perusahaan (total quality).
Pengertian mutu menurut American Society for Qualityyang dikutip oleh Heizer &
Render (2010: 190):
“Quality is the totality of features and characteristics of product and service that
bears on its ability to satisfy stated or implied need.”
Artinya: kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dari produk
ataupun jasa yang berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas
maupun yang tersembunyi.
Menurut Render dan Heizer (2010), mutu mempengaruhi perusahaan dalam empat
cara:
1. Biaya dan pangsa pasar
2. Reputasi perusahaan
3. Pertanggungjawaban produk
4. Implikasi Internasional
Untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan
pasar, perlu dilakukan pengendalian mutu (quality control) atas aktivitas proses
yang dijalani. Konsentrasi pengendalian mutu pada awalnya dimulai pada
aktivitas inspeksi yaitu memeriksa produk, menerima dan memenuhi syarat dan
menolak yang tidak memenuhi syarat.Melalui sistem pengendalian mutu
berdasarkan inspeksi tersebut sulit dihindari terbuangnya bahan, waktu, dan
12
12
tenaga karena adanya produk yang ditolak karena sebagai akibat tidak
terpenuhinya persyaratan yang ditentukan.Oleh karena itu timbul pemikiran untuk
menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai mutu,
agar kesalahan yang terjadi tidak pernah terulang lagi. Tuntutan terhadap adanya
jaminan mutu yang dapat diberikan oleh pemasok (dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah perusahaan) kepada pelanggan, telah melahirkan suatu
standar yang berorientasi pada sistem dan proses, yaitu apa yang dikenal dengan
standar sistem manajemen mutu.
Pada pasar dengan tingkat persaingan bisnis yang ketat, perusahaan harus
memiliki produk atau layanan dengan mutu yang baik dan tinggi agar tetap dapat
meningkatkan nilai kompetitif perusahaan.Mutu yang baik hanya bisa dihasilkan
oleh perusahaan yang memiliki sistem manajemen mutu yang handal.Sistem
Manajemen Mutu merupakan alat yang diharapkan dapat membantu untuk bekerja
secara lebih efektif dan efisien.
2.1.3 Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan suatu aktivitas yang terkoordinasi
untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu organisasi dalam mencapai sasaran
yang diharapkan berkenaan dengan mutu (Djatmiko &Jumaedi, 2011:2).
Terdapat 8 prinsip dalam penerapan sistem manajemen mutu, antara lain:
1) Prinsip 1 (Organisasi yang berfokus pada pelanggan)
13
13
Organisasi tergantung pada pelanggannya. Oleh karena itulah
organisasi harus mengerti keinginan pelanggan, baik untuk saat ini
maupun masa yang akan datang.
2) Prinsip 2 (Kepemimpinan)
Pemimpin menetapkan satu tujuan dan arah organisasi.Mereka harus
menciptakan dan memelihara lingkungan internal di mana karyawan dapat
terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.
3) Prinsip 3 (Keterlibatan karyawan)
Karyawan pada semua tingkatan merupakan unsur dari suau
organisasi.Keterlibatan mereka senantiasa memberikan sumbangan bagi
kepentingan perusahaan.
4) Prinsip 4 (Pendekatan proses)
Suatu hasil yang diinginkan akan dicapai secara lebih efisien jika
sumber daya dan aktivitas yang saling berkaitan diatur sebagai suatu
proses.
5) Prinsip 5 (Pendekatan sistem pada manajemen)
Jika proses-proses yang saling berkaitan dapat diidentifikasikan dan
diatur sebagai suatu sistem maka tujuan dan sasarannya dapat dicapai
dengan lebih efektif dan efisien.
6) Prinsip 6 (Pendekatan yang berkesinambungan)
14
14
Pendekatan yang berkesinambungan harus menjadi suatu tujuan
permanen dari suatu organisasi.
7) Prinsip 7 (Pendekatan factual untuk mengambil keputusan)
Keputusan efektif berasal dari data dan informasi yang dianalisa
dengan baik.
8) Prinsip 8 (Hubungan pelanggan yang bermanfaat bagi kedua belah
pihak)
Hubungan antara suatu organisasi dan para pemasoknya adalah saling
ketergantungan.Hubungan saling ketergantungan ini menghasilkan nilai lebih bagi
keduanya.
2.1.4International Organization for Standardization (ISO)
ISO (International Organization for Standardization) adalah suatu
pedoman dan persyaratan yang digunakan suatu organisasi untuk menghasilkan
produk yang bermutu dan sesuai dengan keinginan pelanggan (Djamiko dan
Jumaedi, 2011:3).ISO merupakan badan standar dunia berkedudukan di Swiss dan
didirikan sejak 1947.Lebih dari 135 negara berpartisipasi dalam penentuan
standar.
Menurut Nadvi dan Waltring (2004), di dalam perekonomian global seperi
saat ini, standarisasi merupakan hal yang sangat penting. Karena tanpa adanya
standarisasi, organisasi apapun akan sulit untuk bertahan. Standarisasi dapat
menstimulasi masalah-masalah global dengan mengeliminasi beberapa hambatan
15
15
dari adanya perbedaan praktek kerja di setiap negara.Standarisasi telah menjadi
bagian yang penting untuk pertumbuhan di bidang industri khususnya di abad 21
ini (Blind, 2004).
Saizabirtoria (2011) mengatakan bahwa sistem manajemen standar
internasional bukan mengkhususkan pada standard kinerja, melainkan lebih
kepada tahapan-tahapan dan proses yang lebih sistematis dan terstruktur untuk
membantu perusahaan dalam mengelola strategi dan sumber dayanya dengan baik
agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Berikut ini merupakan manfaat dari penerapan manajemen mutu ISO
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan sehubungan dengan
perdagangan bebas yang tidak mengenal batas wilayah. Hanya produk
yang mempunyai daya saing tinggilah yang diterima di pasar.
2. Dengan banyaknya persaingan di pasar bebas, maka konsumen akan
memilih produk dengan mutu yang baik dan konsisten. Apabila
perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen akan produk
yang bermutu, maka lambat laun perusahaan akan mengalami
kebangkrutan karena perusahaan tidak dapat menjual produknya. Dengan
demikian, pola konsumen pada masa mendatang akan cenderung memilih
produsen yang mempunyai sertifikasi standar mutu (ISO).
16
16
3. Penerapan ISO akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas
operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang cacat (reject)
atau barang bermutu rendah dan limbah.
4. Penerapan ISO membuat sisem kerja dalam suatu perusahaan menjadi
standar kerja yang terdokumentasi. Dengan demikian, perusahaan
mempunyai aturan yang baik sehingga memudahkan dalam pengendalian.
5. Penerapan ISO dapat meningkakan semangat dan moral karyawan karena
adanya kejelasan tugas dan wewenang (job description) serta hubungan
antar bagian yang terkait. Dengan begitu, karyawan dapat bekerja dengan
efisiensi dan efektif.
6. Nilai kompetensi dan image perusahaan semakin meningkat dengan
sertifikasi ISO.
7. Penerapan ISO menjamin proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem
manajemen mutu yang ditetapkan.
8. Penerapan ISO memudahkan top management mencapai target karena
sudah dipersiapkan target yang terukur dan rencana pencapaiannya.
2.1.5 ISO 9001
ISO 9001 series yang dikenal dengan sistem manajemen mutu, pertama kali
dipublikasikan tahun 1987.Namun tidak spesifik pada suatu industri, produk, atau
jasa khusus, sehingga pada tahun 1994 standar ini direvisi.Dalam versi 1994,
standar dikembangkan untuk menolong perusahaan agar secara efektif dapat
17
17
mendokumentasikan elemen-elemen sistem mutu yang diterapkan.Kemudian
standar ini direvisi kembali pada 15 Desember 2000 dan revisi terakhir pada tahun
2008.
ISO 9001 sendiri adalah standar internasional yang diakui untuk sertifikasi
sistem manajemen mutu.ISO 9001 menyediakan kerangka kerja bagi perusahaan
dan seperangkat prinsip-prinsip dasar dengan pendekatan manajemen secara nyata
dalam aktivitas rutin perusahaan. ISO 9001 secara umum telah diterima sebagai
kualifikasi dalam pengaturan bisnis modern (Douglas et al, 2003; Sroufa,
Curkovic, 2008), selain karena memiliki karakteristik kemampuan yang bersifat
kumulatif dari setiap aktivitas yang diterapkan di dalam ISO, tetapi juga karena
implementasi dari ISO yang telah mencakup secara luas (global).
Braun (2005) mengatakan di dalam ISO 9001 perusahaan lebih ditekankan
untuk fokus terhadap prosedur dan standarisasi agar dapat memberikan kepuasan
kepada konsumen. Hal tersebut didukung oleh Franceschini et al (2006) yang
mengatakan bahwa ISO versi 9000 selain fokus terhadap pemenuhan kebutuhan
konsumen juga menekankan pada proses yang efektif dan fokus terhadap
peningkatan kinerja yang berkesinambungan.
Secara berkala ISO melakukan penyempurnaan terhadap standard-standard
yang telah dikeluarkan, termasuk ISO 9001, yang pertama kali dikeluarkan tahun
1994.
Dalam buku karangan Agus Syukur (2010:47) manfaat penerapan ISO
9001 antara lain:
18
18
• Membuat sistem kerja menjadi standar yang terdokumentasi sehingga
memudahkan pelaksanaan pekerjaan
• Ada jaminan bahwa perusahaan mempunyai SMM (Sistem Manajemen
Mutu) dan produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan
• Dapat berfungsi sebagai standard kerja untuk melatih karyawan baru
• Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan SMM yang
ditetapkan
• Meningkatkan semangat pegawai karena merasa adanya kejelasan kerja
sehingga menjadi lebih efisien
• Adanya kejelasan hubungan tanggung jawab dan wewenang antara bagian
yang terlibat dalam melaksanakan pekerjaan
• Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dalam memenuhi
permintaan pelanggan (internal dan eksternal)
• Meningkatkan konsistensi kualitas kerja
• Membiasakan bertindak berdasarkan data
• Memungkinkan pemantauan pencapain mutu yang lebih ketat.
2.1.6 ISO 9001:2008
19
19
ISO 9001:2008 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen
mutu/kualitas yang menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk
desain penilaian dari suatu manajemen mutu.
Menurut Praxiom Research Group Limited (2009) ISO 9001:2008 tidak
memperkenalkan persyaratan baru dari versi sebelumnya yaitu ISO
9001:2000.Melainkan hanya menyempurnakan dan memodifikasi persyaratan
yang telah ada dalam ISO 9001:2000.
Konsep dasar ISO 9001:2008 menurut Syukur (2010:65) antara lain:
Perusahaan harus memiliki standar sistem operasional yang jelas, yang
bisa membantu karyawan untuk dapat bekerja dengan output mutu
yang baik.
Karyawan yang bekerja harus kompeten untuk menghindari output
ketidaksesuaian terhadap persyaratan produk, akibat adanya pekerjaan
yang dilakukan karyawan yang kurang kompeten.
Infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan (gedung, mesin, peralatan
kerja baik hardware maupun software) harus memadai untuk
menghindari output mutu yang kurang baik akibat kurang memadainya
infrastruktur perusahaan.
Perusahaan harus memiliki kebijakan mutu, sasaran mutu, dan strategi
untuk mencapai sasaran mutu.
20
20
Perusahaan harus melakukan review secara bertahap terhadap: kinerja
internal perusahaan, tingkat kepuasan pelanggan, dan pencapaian
sasaran mutu.
Perusahaan harus:
- Melakukan tindakan perbaikan atas penyimpangan yang terjadi.
- Mempunyai program peningkatan secara terus menerus
(continuous improvement).
Table 2.1 Klausul Sistem Manajemen Mutu 9001:2008
No
Klausul
Klausul ISO 9001:2008
1. Ruang lingkup
2. Referensi normative
3. Terminologi dan definisi
4
4.1
4.2
4.2.1
Sistem Manajemen Mutu
Persyaratan umum
Persyaratan dokumentasi
Umum
21
21
4.2.2
4.2.3
4.2.4
Manual Mutu
Pengendalian Dokumen
Pengendalian Rekaman
5.
5.1
5.2
5.3
5.4
5.4.1
5.4.2
5.5
5.5.1
5.5.2
5.6
5.6.1
5.6.2
5.6.3
Tanggung jawab manajemen
Komitmen manajemen
Fokus pelanggan
Kebijakan mutu
Perencanaan
Tujuan mutu
Perencanaan sistem manajemen mutu
Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi
Management Representative
Komunikasi internal
Tinjauan manajemen
Umum
Tinjauan input
Tinjauan ouput
22
22
6.
6.1
6.2
6.2.1
6.2.2
6.3
6.4
Manajemen Sumberdaya
Ketersediaan sumberdaya
Sumberdaya manusia
Umum
Kompetensi, kesadaran dan pelatihan
Infrastruktur
Lingkungan kerja
7.
7.1
7.2
7.2.1
7.2.2
7.2.3
7.3
7.3.1
7.3.2
7.3.3
Realisasi Produk
Perencanaan realisasi produk
Proses yang berhubungan dengan pelanggan
Menentukan persyaratan berhubungan dengan produk
Tinjauan persyaratan yang berhubungan dengan produk
Komunikasi pelanggan
Desain dan pengembangan
Perencanaan desain dan pengembangan
Masukan untuk desain dan pengembangan
Keluaran desain dan pengembangan
23
23
7.3.4
7.3.5
7.3.6
7.3.7
7.4
7.4.1
7.4.2
7.4.3
Tinjauan desain dan pengembangan
Verifikasi desain dan pengembangan
Validasi desain dan pengembangan
Pengendalian perubahan desain dan pengembangan
Pembelian
Proses pembelian
Informasi Pembelian
Verifikasi produk yang dibeli
Produksi dan penyediaan pelayanan
Pengendalian produksi dan penyediaan pelayanan
Validasi proses produksi dan penyediaan pelayanan
Identifikasi dan mampu telusur
Properti pelanggan
Pemeliharaan produk
Pengendalian pemantauan dan pengukuran alat
7.5
7.5.1
7.5.2
7.5.3
7.5.4
7.5.5
7.6
8.
8.1
Pengukuran, analisis dan pengembangan
Umum
24
24
8.2
8.2.1
8.2.2
8.2.3
8.2.4
8.3
8.4
8.5
8.5.1
8.5.2
8.5.3
Pemantauan dan pengukuran
Kepuasan pelanggan
Audit internal
Pemantauan dan pengukuran proses
Pemantauan dan pengukuran produk
Pengendalian produk yang tidak sesuai
Analisis data
Peningkatan
Peningkatan berkesinambungan
Tindakan perbaikan
Tindakan pencegahan
Sumber: Gaspersz (2005)
2.1.7 Kinerja
Kinerja itu sendiri merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau suatu
tindakan konstruk, dimana banyak para ahli yang masih memiliki sudut pandang
berbeda dalam mendefinisikannya. Beberapa ahli mengatakan bahwa kinerja
berkaitan dengan pekerjaan dan juga tentang hasil akhir yang harus dicapai,
karena memberikan hubungan yang kuat dengan tujuan strategis perusahaan,
25
25
kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi (Mwita, 2003). Sedangkan
Campbell (2001) mengatakan premis bahwa kinerja merupakan perilaku dan
harus dibedakan dari out-come karena dapat terkontaminasi oleh faktor sistem
yang merupakan di luar kendali yang melakukannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan individual –
kemampuannya, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi yang
diterimanya. Peran yang sebenarnya dari unit SDM dalam organisasi
“seharusnya” tergantung pada apa yang diharapkan oleh manajemen atas.
Sehubungan dengan fungsi manajemen mana pun, aktivitas manajemen SDM
harus dikembangkan, dievaluasi, dan diubah bila perlu sehingga karyawan dapat
memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat
kerja.Seperti teori yang terdapat dalam buku karangan Mathis & Jackson
(2006:113) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana individu
yang ada bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) kemampuan individual untuk
melakukan pekerjaan tersebut; bakat, minat, factor kepribadian, (2) tingkat usaha
yang dicurahkan; motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas, dan (3)
dukungan organisasi; pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi,
standar kinerja, manajemen dan rekan kerja. Hubungan ketiga faktor ini diakui
secara luas dalam literature manajemen sebagai:
Kinerja (Performance--P) = Kemampuan (Ability--A) X Usaha (Effort--E) X
Dukungan (Support-S)
Sumber: Mathis & Jakson (2006)
26
26
Apabila teori diatas dikaitkan dengan penerapan ISO 9001 dimana
terdapat beberapa klausul dalam ISO 9001:2008 yang memiliki pengaruh
terhadap kinerja sumber daya manusia di dalam perusahaan. Dimana isi dari
klausul itu mencakup:
1. Klausul 6.2.2 yaitu kompetensi, kesadaran dan pelatihan
2. Klausul 6.3 yaitu infrastrukur
3. Klausul 6.4 yaitu lingkungan kerja
2.1.8Klausul Kompetensi
Karyawan yang terlibat dalam proses pengoprasian organisasi, baik perencanaan,
pelaksanaan, maupun pengendalian harus mempunyai kompetensi sebagaimana
yang ditetapkan dalam organisasi atau perusahaan, yaitu kompeten sesuai dengan
pendidikan, pelatihan, keterampilan dan pengalaman yang dapat menjamin bahwa
kualitas yang disyaratkan terpenuhi (Gazpersz, 2005).
Reinhardt & North (2003) mengatakan bahwa kompetensi seseorang pada
dasarnya menggambarkan hubungan antara persyaratan yang ditujukan untuk
seseorangatau kelompok terhadap kemampuan dan potensi mereka untuk dapat
memenuhi persyaratan itu sendiri.Kompetensi dapat terukur melalui hasil yang
yang dicapai sebagai akibat dari tindakan.Sementara Rivai (2006) menyatakan
kompetensi adalah sesuatu yang orang bawa bagi suatu pekerjaan dalam bentuk
dan tingkatan perilaku yang berbeda yang mempengaruhi aspek proses dari
pekerjaan.
27
27
Untuk mewujudkan sasaran organisasi agar sesuai dengan kompetensi
yang disyaratkan harus dilakukan:
1. Identifikasi dan menetapkan kebutuhan kompetensi karyawan yang
melaksanakan pekerjaan yang mempengaruhi produk.
2. Memberikan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi agar
karyawan sadar dan berkontribusi terhadap pencapaian kualitas.
Dengan membangun kompetensi yang tinggi dapat diciptakan keunggulan yang
khas terhadap sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, salah satu caranya
adalah dengan melakukan rekruitmen individu yang terlatih dan memilki potensi
individual yang dapat dikembangkan melalui program pelatihan dan pendidikan
lanjut.
2.1.9Klausul Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.Blundell et
al (2005) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan proses
peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial dimana pendidikan
berorientasi pada teori, dilakukan dalam ruangan, berlangsung lama, dan biasanya
menjawab “why”. Sedangkan sedangkan pelatihan berorientasi pada praktek, dan
dilakukan di lapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab “how”.
Pendidikan dan pelatihan bukan hanya berlaku untuk pegawai baru, akan
tetapi juga untuk pegawai lama yang sudah berpengalaman perlu juga untuk
28
28
menyesuaikan dengan organisai sumber dayanya, kebijaksanaan-kebijaksanaanya
dan prosedur-prosedurnya. Keterampilan, pengetahuan, dan keahlian harus
disesuaikan dengan aktivitas kerja agar dapat menyelesaikan setiap tugas dan
pekerjaan dengan baik.
Mensosialisasi karyawan ke dalam budaya perusahaan agar dapat menjadi
karyawan yang produktif dan efektif merupakan hal yang sangat penting bagi
perusahaan.Langkah efektif adalah dengan memberikan pelatihan. Karena
pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan, sikap dan keahlian
tertentu agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawabnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Michael dan Robert (2004) mengatakan bahwa pelatihan dibagi menjadi
dua program, yaitu dimana karyawan memperoleh keterampilan yang dapat
digunakan di hampir semua jenis pekerjaan.Pelatihan khusus dimana informasi
dan keterampilan sudah siap pakai khususnya pada bidang pekerjaannya. Tujuan
utama yang ingin dicapai dari program pelatihan dan pengembangan adalah:
memperbaiki kinerja, memecahkan masalah, orientasi karyawan baru, persiapan
promosi dan keberhasilan manajerial, memberi kepuasan untuk pengembangan
personal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan
karyawan merupakan suatu persyaratan pekerjaan untuk memperbaiki penguasaan
berbagai keterampilan, keahlian, dan pengetahuan berdasarkan aktivitas kerja agar
karyawan dapat melaksanakan setiap pekerjaan yang diberikan dengan sebaik-
baiknya.
29
29
2.1.10Klausul Infrastruktur dan Lingkungan Kerja
Infrastruktur yaitu fasilitas yang mendukung pelaksanaan pekerjaan untuk
mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk, meliputi bangunan, ruang kerja
dan fasilitas yang sesuai, peralatan proses (perangkat lunak dan perangkat keras),
pelayanan pendukung (transportasi dan komunikasi).
Hummel dan Slowinski (2010) mengatakan bahwa perusahaan harus
merancang infrastrukturnya sedemikian rupa. Karena dengan infastruktur yang
baik, perusahaan akan mampu membangun dan meningkatkan keterampilan, asset
modal, portofolio property intelektual, keahlian, dan juga kebijakan-kebijakannya.
Model infrastruktur yang kompetibel juga dapat membantu perusahaan dalam
memecahkan kode dari proposisi nilai pelanggan dan membuat model inovasi
bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk mengeksplorasi strategi kolaboratif
tambahan.Faktor-faktor tersebut sangat erat kaitanya dengan produktivitas
perusahaan, dan kinerja karyawan merupakan bagian dari penentu produktivitas
perusahaan.
Lingkungan kerja yaitu kondisi lingkungan tempat melaksanakan
pekerjaan dengan suasana yang kondusif sehingga dapat memberikan motivasi
dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai kesesuaian
produk seperti yang diharapkan.Lingkungan kerja mencakup kondisi tempat
melaksanakan kerja meliputi faktor fisik, sosial, psikologis, dan lingkungan
(temperature, kelembapan, dan komposisi udara) (Gaspersz, 2005).
Robbins (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
30
30
- Suhu
Untuk memaksimalkan kinerja adalah penting bagi karyawan yang bekerja
di suatu lingkungan suhu yang diatur sedemikian rupa sehingga berada
diantara rentang yang dapat diterima setiap individu.Seperti tersedianya
sistem pendingin (AC, kipas angina, ventilasi udara).
- Kebisingan
Efek dari suara-suara yang tidak konstan (tidak dapat diramalkan)
cenderung mengganggu kemampuan karyawan untuk berkonsentrasi dan
memusatkan perhatian sehingga dapat menurunkan kinerja karyawan.
Kebanyakan kantor mempunyai tingkat kebisingan antara sedang sampai
rendah. Dan organisasi sebaiknya mempertimbangkan untuk memasang
bahan kedap suara seperti langit-langit, karpet, dan tirai yang dapat
menyerap bunyi.
- Penerangan
Untuk tugas yang sulit dan pekerjaan yang membutuhkan tingkat
kecermatan yang tinggi sangat membutuhkan intensitas cahaya yang
tepat.Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan sistem penerangan
yang cukup.
- Mutu Udara
Merupakan fakta yang tidak dapat disangkal bahwa menghirup udara yang
sangat tercemar membawa efek yang merugikan kesehatan pribadi.Sejauh
ini polutan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dilingkungan kerja
31
31
dibanding masyarakat umunya.Karyawan dapat menghadapi masalah
kesehatan yang serius yang dapat menyebabkan menurunnya kinerja
karyawan. Hal ini dapat menjadi alasan bagi perusahaan untuk memasang
alat penyaring udara, meletakkan tumbuhan hijau pada ruangan kerja, dan
kecenderungan kearah tempat kerja yang bebas asap rokok.
- Ukuran Ruangan
Ukuran ruangan selayaknya disesuaikan dengan kebutuhan karyawan dan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, tidak terlalu sempit dan tidak
terlalu luas.
- Pengaturan Ruang Kerja
Jika ukuran ruangan merujuk pada pengukuran besarnya ruangan per
karyawan, pengaturan kerja merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas,
misalnya: penempatan meja, kursi, computer, telepon, dll. Penempatan
fasilitas yang baik dapat memudahkan karyawan dalam melakukan
pekerjaannya.
- Privasi
Banyak karyawan yang menginginkan tingkat privasi yang tinggi dalam
pekerjaan mereka, namun banyak juga karyawan yang menginginkan
peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja. Privasi pada dasarnya
membatasi gangguan terutama bagi karyawan yang melakukan tugas-tugas
rumit.Oleh sebab itu pimpinan harus cepat tanggap terhadap kebutuhan
privasi karyawan.
32
32
Faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan,
untuk itu kondisi lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis akan membuat
karyawan merasa nyaman dan bergairah dalam melaksanakan pekerjaan.
2.1.11 Kepuasan Karyawan (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja telah didefinisikan dalam beberapa cara dan definisi yang
berbeda. Menurut Valmohammadi & Khodapanahi (2011), cara yang paling
sederhana untuk mendefinisikan kepuasan kerja adalah dengan mejadikannya
sebagai variable sikap, yaitu bagaimana orang merasa tentang pekerjaan mereka
dan aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka. Hal ini mengacu pada
sejauh mana orang-orang menyukai atau tidak menyukai pekerjaan mereka.
Dalam arti yang mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja sesorang (Mathis dan
Jackson, 2006:121).Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak
terpenuhi. Jika kebutuhan individu terpenuhi dalam situasi mereka saat ini, maka
individu cenderung akan bahagia. Kerangka kerja tersebut mendalilkan bahwa
kepuasan kerja tergantung pada keseimbangan antara work-role input
(pendidikan, waktu kerja, usaha) dan work-role output (upah, tunjangan, status
kondisi kerja, dan aspek intrinsik pekerjaan). Jika work-role output mengalami
peningkatan yang relatif terhadap work-role input, maka kepuasan kerja akan
meningkat (European Foundation of the improvement of living and working
conditions, 2007).
33
33
Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan pada isu-isu manusia dan
keterlibatan karyawan telah meningkat dalam bidang manajemen mutu.Banyak
komentator berpendapat bahwa untuk sepenuhnya berhasil, manajemen mutu
membutuhkan praktek-praktek yang lebih luas yang terdiri dari unsur-unsur
dimensi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM).Banyak ahli percaya bahwa
tren kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja dan
produktivitas dan kinerja kerja, usaha kerja, ketidakhadiran karyawan, dan
pergantian staf.Selain itu kepuasan kerja dianggap sebagai predikor kuat
kesejahteraan individu secara keseluruhan, serta prediksi yang baik untuk niat
atau keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaan (European Foundation
of the improvement of living and working conditions, 2007).Saari et al (2004)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi emosional yang positif atau
menyenangkan, yang dihasilkan dari apresiasi seseorang terhadap pekerjaan dan
pengalamannya sendiri.
Menurut Robbins (2003: 78), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang adalah: pekerjaan yang secara
mental menantang (Menthally Chalenging Work), ganjaran yang pantas
(Equitable Rewards), kondisi kerja yang mendukung ( Supporting Working
Condition), rekan kerja yang suportif (Supportive Colleagues), dan kecocokan
antara kepribadian dengan pekerjaan (The Personality-Job-fit).
34
34
Menurut Rivai (2006: 243) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu faktor intrinsic dan ekstrinsik.Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal
dalam diri karyawan dan dibawa oleh karyawan sejak mulai bekerja.Sedangkan
faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, seperti
kondisi fisik, lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain, dan dukungan
dari atasan.
Menurut Davis dan Newstrom (2001) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu factor pegawai seperti kecerdasan, umur,
jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja dan masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir dan sikap kerja, dan faktor pekerjaan seperti
jenis pekerjaan, struktur pekerjaan, pangkat atau golongan, kesempatan promosi,
interaksi sosial. Indicator untuk mengukur kepuasan kerja pegawai dinyatakan
Schermerhon (2002) dalam Job Description Index (JDI) adalah pekerjaan itu
sendiri (Job itself), pengawasan (supervision), rekan kerja (co-worker), promosi
(promotion), dan gaji (pay).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu yang
mencerminkan persaan seseorang terhadap pekerjaannya, atau sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadai di lingkungan
kerjanya.
35
35
2.1.12Employee Engagement
Setiap perusahaan pasti mengharapkan karyawan yang mereka miliki mempunyai
engagement, suatu keterlibatan, komitmen, keinginan untuk berkontribusi dan
rasa memiliki terhadap pekerjaan dan perusahaan (Markos & Sridevi, 2010). Di
dalam terminology ini, termasuk pula di dalamnya timbulnya rasa saling percaya,
loyalitas terhadap pekerjaan dan perusahaan dan semangat bekerja sama. Kondisi-
kondisi tersebut kemudian melahirkan istilah Employee Engagement.Istilah ini
pertama kali diperkenalkan oleh kelompok Gallup pada tahun 2004.Employee
engagement telah diklaim dapat memprediksi peningkatan produktivitas pada
karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen, serta
keberhasilan untuk organisasi (Endres dan Smoak, 2008).
Robinson et al. (2004) mendefinisikan employee engagement sebagai
sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap perusahaan tempat dia bekerja dan
nilai-nilai yang ada di dalam perusahaan tersebut. Karyawan yang memiliki
rasaengage terhadap perusahaan cenderung akan meningkatkan kinerjanya.
Karena seperti yang dikatakan Albrecht (2010: 4) employee engagement
merupakan sebuah rasa yang dimiliki oleh individu terhadap perusahaannya, yang
akan dibuktikan melalui inisiatif personal, usaha (effort), dan kegigihan dalam
mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Sama seperti yang dikatakan oleh Seijts &
Crim (2004) “employee engagement means a person who is fully involved in, and
enthusiastic about his or her work. Engaged employees care about future of the
company and willing to invest the discretionary effort to see that the organization
succeeds”. Sehingga apabila karyawan memiliki rasa engageterhadap perusahaan,
36
36
mereka akan berusaha meningkatkan kinerja mereka untuk dapat mencapai
tujuan-tujuan perusahaan. Sehingga setiap manager memiliki peranan penting
dalam menciptakan employee engagement di dalam perusahaan, yaitu salah
satunya dengan meningkatkan feedback.(Sridevi, 2010).
Konrad (2006) mengatakan bahwa employee engagementmemiliki 3
komponen yang terkait, yaitu: aspek kognitif, aspek emosional, dan aspek
perilaku. Aspek kognitif dari employeeengagement meliputi kepercayaannya
terhadap organisasi, atasannya, dan kondisi kerjanya. Sedangkan aspek emosional
lebih focus kepada bagaimana karyawan merasakan tentang ketiga faktor tersebut
dan sikap positif dan negatif yang ditunjukkan karyawan terhadap organisasi dan
atasan mereka. Dan yang terkahir adalah aspek perilaku, yaitu komponen nilai-
nilai yang diberikan karyawan untuk organisasi dan upaya karyawan untuk lebih
terikat dan memiliki komitmen dengan memberikan segala kemampuan dan
waktu mereka untuk menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan;
seperti kesiapan dalam mendedikasikan diri pada pekerjaan, kesediaan/kerelaan
untuk bekerja keras atau bekerja ekstra keras, dan kebanggan terhadap
pekerjaanya sendiri.
Secara umum terdapat 3 (tiga) kluster utama yang menjadi penggerak
employee engagement, yaitu:
1) Organisasi
Hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak employee
engagement adalah budaya organisasi, visi, dan nilai yang dianut,
37
37
brand organisasi. Budaya organisasi yang dimaksud adalah budaya
organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive, serta
komunikasi yang baik antar rekan kerja.Keadilan dan kepercayaan
sebagai nilai dari organisasi juga memberikan dampak yang positif
bagi terciptanya employee engagement.Hal-hal ini akan memberikan
persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan dari
organisasi.
2) Manajemen dan Kepemimpinan
Engagement di bangun melalui proses, butuh waktu yang panjang,
serta komitmen yang tinggi dari pemimpin. Untuk itu dibutuhkan
kekonsistenan pemimpin dalam memonitoring karyawan.Dalam
menciptakan employee engagement, pimpinan organisasi diharapkan
memiliki beberapa keerampilan.Beberapa diantaranya adalah teknik
berkomunikasi, teknik memberikan feedback, dan teknik penilaian
kinerja (McBain, 2007).Hal-hal ini menjadi jalan bagi para manajer
untuk menciptakan employee engagement sehingga secara khusus hal-
hal ini disebut sebagai penggerak employee engagement.
3) Kehidupan Kerja
Kenyamanan kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya
employee engagement.Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang
diharapkan dapat menciptakan employee engagement.Pertama,
lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributive dan
38
38
procedural.Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi
bahwa ia mendapat keadilan disributivedan procedural akan berlaku
adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih
dalam pada organisasi. Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan
karyawan dalam mengambil keputusan.Kondisi ini mempengaruhi
karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka
berharga bagi organisasi. Hal ini akan membuat karyawan semakin
terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan
keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Dalam banyak
penelitian dijelaskan bahwa ketika konflik antara pekerjaan dan
keluarga terjadi, karyawan akan cenderung memutuskan untuk keluar
dari perusahaan. Oleh karena itu manajer harus selalu menjaga
keseimbangan keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan
tidak mengancam kehidupan keluarganya.
2.1.13 Hubungan Antar Variabel
Hubungan antar variabel yang diteliti dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Hubungan antar variabel Penerapan ISO 9001:2008 dan Kinerja
Karyawan
Hernandez (2010) mengatakan bahwa ISO 9001 (International
Organization for Standarization) merupakan satu set kebijakan umum
yang didokumentasikan untuk menjelaskan sistem dan proses serta
39
39
tugas lintas fungsional. Begitupun dengan ISO 9001:2000 yang telah
di perbaharui menjadi ISO 9001:2008 yang merupakan bagian dari
ISO 9001. ISO 9001:2008 mendokumentasikan proses dari sistem
manajemen mutu, salah satunya dengan melakukan pemetaan terhadap
proses dan peninjauan ulang terhadap tanggung jawab dari stakeholder
untuk menilai kinerja.
Menurut Liebesman (2006) klausul 6.2.2 yang membahas tentang
kompetensi, kesadaran dan pelatihan dapat dijadikan sebagai pedoman
dan acuan untuk mengembangkan kompetensi karyawan dengan
mengadakan berbagai macam pelatihan untuk melihat sejauh mana
kinerja karyawan di perusahaan dipengaruhi oleh penerapan ISO.
• Hubungan Variabel Job Satisfactionterhadap Variabel Penerapan
ISO 9001:2008 dan Kinerja Karyawan
Di dalam bukunya, Djatmiko dan Jumaedi (2011: 103) mengatakan
bahwa sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam
mencapai keberhasilan sistem manajemen mutu dan kinerja
perusahaan. Sehingga dengan kata lain karyawan dengan kinerja dan
mutu pekerjaan yang maksimal adalah salah satu modal utama dalam
pencapaian tujuan dan keberhasilan sistem manajemen mutu
perusahaan. Di dalam klausul 6 dalam ISO 900:2008 yang membahas
tentang manajemen sumber daya, dikatakan bahwa diperlukan
pemberdayaan SDM yang bertujuan untuk memotivasi karyawan
dalam bekerja yang salah satunya adalah dengan adanya promosi
40
40
jabatan dan pemberian imbalan yang memadai. Hal tersebut juga
dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.Karena
kepuasan menjadi sebab utama naik turunnya kinerja karyawan.
Seperti yang terdapat pada European Fondation for the
improvement of living and working condition (2007) yang mengatakan
banyak ahli berpendapat bahwa kepuasan kerja dapat mempengaruhi
produktivitas dan kinerja karyawan, dan dianggap sebagai predikor
kuat kesejahteraan individu secara keseluruhan.
• Hubungan Variabel Employee Engagement terhadap Variabel
Penerapan ISO 9001:2008 dan Kinerja Karyawan
Markos dan Sridevi (2010) mengatakan bahwa employee
engagementmerupakan suatu keterlibatan, komitmen, keinginan untuk
berkontribusi dan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan perusahaan.
Dan di dalam prinsip penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001,
yaitu prinsip nomor 4 mengatakan bahwa karyawan pada semua
tingkatan merupakan unsur dari suatu organisasi. Keterlibatan mereka
senantiasa memberikan sumbangan bagi kepentingan perusahaan
(Djatmiko & Jumaedi, 2010: 7).Sehingga untuk menerapkan sistem
manajemen mutu di perlukan keterlibatan karyawan yang menjadi
unsur terciptanya employee engagementdi dalam perusahaan.
Dan Robinson et al. (2004) mendefinisikan employee
engagement sebagai sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap
41
41
perusahaan tempat dia bekerja dan nilai-nilai yang ada di dalam
perusahaan tersebut. Karyawan yang memiliki rasa engage terhadap
perusahaan cenderung akan meningkatkan kinerjanya.
2.1.14 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan pedoman untuk
melakukan penelitian ini, seperti pada Tabel 2.2 dibawah ini:
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Nama/ Tahun Topik/ Judul Penelitian Hasil yang diperoleh
Samuel (2011) Pengaruh Sistem Manajemen Penerapan ISO 9001
Mutu ISO 9001:2008 terhadap mampu meningkatkan
Kinerja Karyawan (Studi kinerja karyawan secara
Kasus: PT. Otsuka Indonesia) signifikan
Anhar Aziz Analisis Pengaruh Sistem Tidak terdapat pengaruh
(2009) Manajemen Mutu ISO antara sistem manajemen
9001:2000 terhadap kinerja mutu ISO 9001:2000
Karyawan dengan variabel terhadap kinerja karyawan
moderating pemberian di PT. (Persero) Pelabuhan
insentif dan kepuasan kerja Indonesia I dan pemberian
di PT. (Persero) Pelabuhan insentif dan kepuasan
Indonesia I kerja bukan merupakan
variabel moderating.
42
42
2.2 Kerangka Pemikiran
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada klausul 6.2 terdiri dari kompetensi,
kesadaran dan pelatihan, infrastruktur, serta lingkungan kerja. Kompetensi,
kesadaran, dan pelatihan yaitu kemampuan dan kesadaran yang dimiliki karyawan
dalam melaksanakan pekerjaan, mengambil keputusan yang relevan dengan
keahlian, pengalaman, keterampilan yang didukung pendidikan dan
pelatihan.Infrastruktur yaitu fasilitas yang mendukung kelancaran pelaksanaan
pekerjaan untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk meliputi
bangunan, ruang kerja, dan fasilitas yang sesuai, peralatan proses (perangkat
lunak dan perangkat keras), pelayanan pendukung (komunikasi dan
transportasi).Lingkungan kerja yaitu kondisi lingkungan tempat melaksanakan
pekerjaan dengan suasana yang kondusif sehingga memberikan motivasi dan
kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai kesesuaian
produk.Lingkungan kerja meliputi faktor fisik, sosial, psikologis dan lingkungan
(temperatur, kelembapan, dan komposisi udara).
Menumbuhkan rasa employee engagement di dalam perusahaan dapat
dilakukan dengan cara berusaha menerapkan pola kepemimpinan yang suportif,
yang dituntun dengan visi-visi yang jernih dan nilai-nilai organisasi yang kuat
dipercaya akan dapat meningkatkan kinerja dari karyawan. Peningkatan kinerja
karyawan juga dipengaruhi oleh kepuasan kerjanya.Jika dipandang dari aspek
nilai, seseorang merasa puas di tempat kerjanya apabila memperoleh nilai
ganda.Orang bekerja mempunyai makna untuk mengisi waktu luang,
bersoasialisasi, memanfaatkan ilmunya, mencari uang, memiliki kedudukan,
43
43
diakui keberadaannya, menunjukan prestasinya, dan beberapa faktor-faktor
lainnya. Sedangkan dipandang dari aspek psikologis, seseorang akan memandang
pekerjaan yang sedang dihadapinya memiliki makna positif apabila dapat
memberikan kebahagiaan. Dan jikan dipandang dari aspek fisik, seseorang yang
menyenangi pekerjaannya akan tampak lebih giat dan semangat dalam bekerja
dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti membuat
kerangka konsep seperti pada model Gambar 2.2 sebagai berikut:
GAMBAR 2.2 KERANGKA KONSEP
2.3 HIPOTESIS
Dari gambar kerangka pemikiran diatas maka peneliti menarik hipotesis
sebagai berikut:
Penerapan SMM ISO
9001:2008 (X)
Kinerja Karyawan (Y)
Job Satisfaction (Z1)
Employee Engagement
(Z2)
44
44
1) Ho: PenerapanPenerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 tidak
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Ha: Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.
2) Ho: Kepuasan kerja (Job Satisfaction) tidak mempengaruhi hubungan
antara Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan kinerja karyawan.
Ha: Kepuasan kerja (Job Satisfaction) mempengaruhi hubungan antara
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan kinerja karyawan.
3) Ho: Employee Engagementtidak mempengaruhi hubungan antara Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan kinerja karyawan.
Ha: Employee Engagement mempengaruhi hubungan antara Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan kinerja karyawan.