9
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan karena termasuk pos yang sangat
penting, bahkan bisa merupakan yang terpenting pada anggaran pendapatan
pemerintah. Dan pajak bersama kebijakan fiskal lainnya, menjadi kebijakan
pengatur perekonomian karena dari sudut yang bersifat makro, hal itu akan
berdampak ekspansioner (memperbesar) dan kontaksional (memperkecil)
terhadap pendapatan nasional dan dari sudut mikro, pajak merupakan semacam
pembebanan tidak langsung atas barang publik serta eksternalitas dan dengan
demikian mengarah kepada pemerataan dalam masyarakat. Agar sasaran ini dapat
tercapai peraturan pajak harus mempunyai karakteristik kualitatif, yaitu sederhana
dan menjamin rasa adil diantara wajib pajak.
Mohammad Zain (2003: 10) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran
masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan
tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan. Waluyo dan
Wirawan (2003: 5) mengemukakan ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian
pajak adalah: (1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; (2) Dalam pembayaran pajak tidak
9
10
dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; (3) Pajak
dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; (4) Pajak
diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment dan; (5) Pajak mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Menurut (Regar, 2000: 26) mengatakan bahwa pajak adalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Sedangkan menurut (Soemitro, 2000: 56) yaitu: pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemungutan pajak
tanggung jawab anggota masyarakat wajib pajak sendiri yang dapat dipaksakan,
pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pemungutan pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan dan
dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan-pembangunan
nasional dan pengeluaran rutin negara demi tercapainya pemerintahan yang baik.
11
2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian Penghasilan tercantum Undang-undang Nomor 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan. Di dalam ketentuan tersebut disebutkan:
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
12
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
j. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
k. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
m. Premi asuransi;
n. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
13
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
2.1.3 Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Pasal 17 Tahun 2008, Pasal 2 disebutkan bahwa
yang menjadi subjek pajak adalah:
1. a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatuan merupakan subjek
pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tersebut tetap dapat dilaksnakan.
2. Badan
Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan modal yang merupkan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
3. Bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
14
tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegitan di Indonesia, yang dapat berupa:
Tempat kedudukan manajemen.
Cabang perusahaan.
Kantor perwakilan.
Gedung Kantor.
Pabrik.
Bengkel.
Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
Proyek instalasi, konstruksi, perkebunan, atau kehutanan.
Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan.
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukanya tidak
bebas.
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.
15
2.1.4 Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia , yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komisi,
bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan oleh lain dalam undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
Keutungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,
apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari
harga atau nilai perolehan maka selisih tersebut merupakan
keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjasi antara badan
usaha dengan pemegang sahamnnya, maka harga jual yang dipakai
sebagai dasar untuk perhitungan keuntungan dari penjualan tersebut
adalah harga pasar.
Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
16
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar
dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan
pengahasilan.
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilan usaha, apabila suatu badan dilikuidasi,
keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual
berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut,
merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga
pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilan usaha merupakan
penghasilan.
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan kecuali yang dapat diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, atau
badan pendidikan, atau badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapakan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang; Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi
17
dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat
obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan
penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi sedangkan diskonto
merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi, termasuk dalam pengertian deviden adalah:
Pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Pembayaran kembali karena likuidasi melabihi jumlah modal yang
disetor.
Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
Pembagian laba dalam bentuk saham.
Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham
oleh perseroan yang bersangkutan.
Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah pengecilan modal dasar
yang dilakukan secara sah,
18
Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
Bagian laba sehubungan dengan pemlikan obligasi
Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota kopersi.
Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahan.
8. Royalti. Pada dasarnya royalti imbalan berupa royalti terdiri dari tiga
kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:
Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, hak paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.
Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat
industri, komersial,dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang
mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang
digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran
minyak dan sebaginya
Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapan sevara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi yang dimaksud
adalah informasi terserbut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak
perlu lagi melakukan riset unutk menghasilkan informasi tersebut.
Tidak termasuk pengertian informasi di sini adalah informasi yang
19
diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik
sesuai dengan bidang keahlianya, yang dapat diberikan oleh setiap
orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.
9. Sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
2.1.5 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Mardiasmi (2011: 168) pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak
atas penghasilan gaji, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa
pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi. Suandy (2006: 15) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian
tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak. Yang dimaksud dengan dalam undang-undang ini adalah takwim,
20
namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tersebut meliputi jangka
waktu 12 (dua belas) bulan.
2.1.6 Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 21
Subjek pajak PPh pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong
PPh pasal 21, terdiri dari:
1. Pegawai (termasuk pegawai negeri sipil, pegawai tetap, dan pegawai lepas
yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja kerja berkala).
2. Penerima pensiun.
3. Penerima honorium.
4. Penerima upah
5. Orang pribadi yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dari pemotong pajak.
Sedangkan yang menjadi objek pajak dalam PPh pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang
pensiun bulanan, upah, honorium ( termasuk honorium anggota dewan
komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur,
uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan istri, tunjangan
anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus,
tunjangan transpor, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan
pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja,
dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa
produksi gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun
21
baru, bonus, premi tahunan, dan pengahasilan sejenis lainnya yang
sifatnya tidak tetap;
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;
4. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;
5. Honorium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri, terdiri dari:
a) Tenaga ahli;
b) Seniman;
c) Olahragawan;
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi,
dan sosial;
g) Agen iklan;
h) Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam
segala bidang kegiatan;
i) Peserta perlombaan;
j) Petugas penjaja barang dagangan;
22
k) Petugas dinas luar asuransi;
l) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
m) Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling dan
kegitan sejenisnya.
6. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan
gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, serta uang
pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang
pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda, atau duda, dan atas
anak-anaknya.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama
apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak
Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).
8. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah imbalan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan
status Wajib Pajak luar negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan.
Untuk keperluan menghitung PPh pasal 21, penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam mata uang asing dihitung beradasarkan nilai tukar (kurs)
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran
penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
23
2.1.7 Cara Perhitungan PPh Pasal 21
Perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan dengan mengalikan penghasilan kena
pajak dengan tarif pajak. Penghasilan kena pajak adalah Penghasilan netto
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan netto
dihitung dengan cara:
Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehkan.
Biaya-biaya yang menurut Undang-Undang diperkenankan untuk menjadi
pengurang dalam menghitung PPh pasal 21 adalah:
Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto setinggi-
tingginya Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) sebulan. Biaya jabatan adalah biaya yang diberikan
kepada setiap pegawai tetap baik yang mempunyai jabatan maupun tidak.
Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Setelah didapatkan penghasilan netto, besarnya Penghasilan Kena Pajak
(PKP) dari seorang pegawai dihitung berdasarkan penghasilan nettonya
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang jumlahnya atau
setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun dan Rp. 200.000,00 sebulan.
Setelah mengurangi PTKP, akan didapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP).
PKP ini merupakan dasar untuk menentukan besarnya pajak terhutang. Dalam
24
menghitung besarnya PPh pasal 21 yang terhutang, digunakan tarif pajak.
Tarif pajak adalah presentase tertentu yang telah ditentukan oleh Undang-
Undang perpajakan.
Tarif pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang diterapkan
atas Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang 36
Tahun 2008 tentang PPh.
Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
Rp. 50.000.000,00 - Rp. 250.000.000,00 15%
Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25%
Diatas Rp. 500.000.000,00 30%
Sumber: Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
Sehingga rumus PPh pasal 21 terutang ialah Pasal 17 dikalikan PKP.
2.1.8 Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pengenaan pajak penghasilan pasal 21 dapat diberdakan menurut wajib
pajak orang pribadi yang menerima penghasilan. Untuk jelasnya dapat pengenaan
pajak penghasilan pasal 21 dapat dilihat pada gambar berikut:
25
Gambar 1
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21
(Djoko Moljono, 2010: 111)
Pengenaan PPh
Pasal 21
Pada Pegawai Tak Tetap
Pada Pegawai
Tetap
Gaji Bulalan
Pada Penerima
Pensiun
Dengan Iuran Pensiun, Premi Jaminan, Tunjangan Pajak, Dirngung Pemberi Kerja, Bentuk Natura, Dalama Mata
Uang Asing Gaji Mingguan
Rapel
Lembur
Honorarium Pegawai Tetap
Jasa produksi, grafitasi, tantiem, bonus, premi tahunan, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain
Penghasilan
Teratur
Penghasilan Tak
Teratur
Upatah Harian
Upah Satuan
Upah Borongan
Upah Bulanan
Berkala
Permintaan
Jasa Produksi
Pesangon
Honorarium
Hadiah
Distributro MLM
Suami Bekerja
Suamti Tidak Bekerja
Rugi Wanita Kawin
Bidup Berpisah
Pisah Harta
Setahun
Kurang Setahun
Pada Bukan
Pegawai
Wanita Kawin
Menurut Kewajiban
Subjektif
Mulai bekerja awal tahun, Mulai bekerja setelah awal tahunhun
Dimulai permulaan tahun, Berakhir dalam suatu tahun, Pindah kerja tahun berjalan, Pindah Tugas Tahun Berjalan
Tenaga ahli, Tenaga Lepas dibayar bulanan, Pejabat Negara, Tidak Dihitung Jumlah hari, Dihitung Jumlah hari. Komisaris Bukan Pegawai Tetap, Pegawai Tetap, Komisi kepada orang pribadi
Perlombaan, Prestasi, Pekerjaan
26
2.1.9 Perencanaan Pajak
Menurut Suandy (2006: 15) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam
manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang
dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk
meminimumkan kewajiban pajak.
Secara teoretis perencanaan pajak menurut Mohamad Zain (2005) adalah
sebagai berikut:
“Perencanaan pajak adalah suatu proses yang mendeteksi cacat teoretis
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut,
untuk kemudian diolah sedemikian rupa sehingga ditemukannya suatu cara
penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoretis
tersebut.”
Menurut Scholes dan Wolfson (1997) dalam Suandy (2006: 15) ada tiga
teknik dalam menerapkan perencanaan pajak yang efektif, yaitu: Cara pertama
dilakukan dengan melakukan suatu perubahan terhadap perlakuan penghasilan
dari suatu bentuk perlakukan tertentu menjadi bentuk lainnya, sehingga Wajib
Pajak dapat menghemat pembayaran pajaknya. Cara yang kedua diterapkan
dengan memindahkan pembayaran yang dipikul perusahaan kepada pihak yang
menerima pembayaran tersebut. Dan suatu periode ke periode lainnya. Dengan
demikian, biaya yang dipikul perusahaan dapat dialokasikan ke beberapa periode.
Penggunaan ketiga cara tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi
perusahaan dan jenis pos yang akan direncanakan, mana yang lebih
menguntungkan.
27
Dalam manajemen pajak, perencanaan pajak merupakan tahap pertama,
untuk selanjutnya dikelola dan bagaimana perusahaan itu akhirnya
mengendalikannya. Fungsi perencanaan merupakan titik berat dalam manajemen
pajak karena dalam fungsi ini ditetapkan cara-cara yang akan dilaksanakan untuk
penghematan pajak.
2.1.10 Manfaat Perencanaan Pajak
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang
dilakukan secara cermat. Menurut Mardiasmo (2003: 25), manfaat perencanaan
pajak bagi wajib pajak adalah:
1) Penghematan kas keluar, maksudnya perencanaan pajak dapat menghemat
pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.
2) Mangatur aliran kas (cash flow), maksudnya perencanaan pajak dapat
mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat
pembayaran sehingga dapat menyusun kas secara akurat.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian relevan yang dilakukan oleh Rahman Yudharani Kusuma
(2002) yang berjudul “Evaluasi Terhadap Perhitungan PPh Pasal 21 di PT. SIER
(Persero)”. Diperoleh kesimpulan bahwa penerapan penghitungan PPh 21 yang
dilakukan PT. SIER (Persero) belum memberikan penghematan pajak (tax saving)
pada Pajak Penghasilan Badan yang terutang dan diketahui bahwa, metode gross
up memberikan tax saving yang lebih besar dibandingkan tunjangan pajak. Selain
itu Take Home Pay pada metode tunjangan pajak juga lebih kecil dibandingkan
28
metode gross up. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Menurut penelitian Yunni Purwanti (2004) yang berjudul “Analisa
Perbandingan Metode Biasa dengan Metode Groos Up berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 Dalam penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap
Pegawai Tetap”. Diperoleh kesimpulan bahwa dalam perhitungan Pajak
Penghasilan Badan menggunakan perhitungan metode groos up lebih efisien
dibandingkan dengan menggunakan perhitungan metode biasa pada tingkat Take
Home Pay yang sama. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
metode penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Tamtono (2006) yang berjudul
“Perencanaan Pajak Dalam Rangka Penghematan Beban Pajak Melalui Pemberian
Tunjangan Pajak Kepada Karyawan (Studi Kasus pada PT. ABC)”. Pada
penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Pajak Penghasilan dapat diperkecil
dengan cara memberikan tunjangan pajak kepada karyawan. Metode penelitian
yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
29
Tabel 2
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti &
Tahun Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
Rahman
Yudharani
Kusuma (2002)
Evaluasi Terhadap Perhitungan
PPh Pasal 21 di PT. SIER
(Persero)
Diperoleh kesimpulan bahwa
penerapan penghitungan PPh 21
yang dilakukan PT. SIER (Persero)
belum memberikan penghematan
pajak (tax saving) pada Pajak
Penghasilan Badan yang terutang
dan diketahui bahwa, metode gross
up memberikan tax saving yang
lebih besar dibandingkan tunjangan
pajak. Selain itu take home pay
pada metode tunjangan pajak juga
lebih kecil dibandingkan metode
gross up. Metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah
metode penelitian deskriptif
kualitatif dan kuantitatif
Yunni Purwanti
(2004)
Analisa Perbandingan Metode
Biasa dengan Metode Groos
Up berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun
2003 Dalam penghitungan PPh
Pasal 21 Terhadap Pegawai
Tetap
Diperoleh kesimpulan bahwa
dalam perhitungan Pajak
Penghasilan Badan menggunakan
perhitungan metode groos up lebih
efisien dibandingkan dengan
menggunakan perhitungan metode
biasa pada tingkat take home pay
yang sama. Metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah
metode penelitian deskriptif
kualitatif dan kuantitatif
Tamtono (2006) Perencanaan Pajak Dalam
Rangka Penghematan Beban
Pajak Melalui Pemberian
Tunjangan Pajak Kepada
Karyawan (Studi Kasus pada
PT. ABC)
Pada penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa Pajak
Penghasilan dapat diperkecil
dengan cara memberikan tunjangan
pajak kepada karyawan. Metode
penelitian yang digunakan oleh
penulis adalah metode penelitian
deskriptif kuantitatif.