BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG KONSEP PENYEMBAHAN NENEK MOYANG
ATAU LELUHUR
2.1 PENGANTAR
Berbicara mengenai kebudayaan, dan kepercayaan di muka bumi ini, tentunya tidak
lepas dari keberadaan agama suku. Sejak zaman purbakala keyakinan dan kepercayaan
manusia terhadap makhluk halus di bumi ini telah ada. Dan manusia menyadari bahwa ada
kekuatan di luar dirinya yang tidak bisa dipecahkan dengan akal pikiran manusia itu sendiri.
Faktanya kejadian-kejadian yang mereka alami, menyebabkan kepercayaan, keyakinan, dan
penyembahan terhadap Nenek Moyang atau Leluhur selalu hidup terus-menerus hingga saat
ini.
Ketika membahas penyembahan Nenek Moyang dari sistem masyarakat atau dari
sudut pandang yang memahaminya sebagai upacara agamawi yang berkaitan dengan realitas
masyarakat. Penyembahan Nenek Moyang dianggap sebagai ritualisasi solidaritas kerabat.
Dan unsur yang lebih ditekankan dari ritus-ritus upacara terhadap Nenek Moyang adalah
kekerabatan, rasa hormat dan sebagainya. Maka dari itu penulis akan memaparkan beberapa
praktek penyembahan Nenek Moyang atau Penyembahan terhadap Leluhur di bawah ini.
2.2 KEMATIAN
Hidup itu tak berakhir sesudah mati artinya kematian bukanlah akhir dari segalanya.
Kehidupan sesudah mati akan memiliki dunia baru dan orang yang mati itu dia akan
dilahirkan baru kembali, pemahaman ini sama seperti manusia dilahirkan di dunia dan di
dalam dunia manusia mempunyai berbagai-bagai tingkatan dan akhirnya dia mati. Pandangan
ini sama halnya dengan pandangan dunia orang sesudah mati. Jadi, orang yang sudah mati dia
masih mempunyai kehidupn di dunia lain dan melakukan aktifitasnya di dalam dunianya.1
2.3 LELUHUR
Disebut Roh Leluhur atau Nenek Moyang apabila semasa hidupnya mempunyai
pengaruh serta petuah-petuah yang diajarkan semasa hidupnya selalu diingat dan melekat di
dalam kehidupan setiap masyarakat, dan semasa kehidupanya selalu melakukan perbuatan-
perbuatan yang baik. Sehingga ketika dia meninggal dunia, dia dipuja sebagai Roh Leluhur
atau Nenek Moyang dan keturunannya atau masyarakat memuja mereka dengan berbagai
perbuatan dan upacara budaya keagamaan (doa-doa, persembahan, dan sebagainya). 2
2.4 RELASI ORANG MATI DAN YANG HIDUP
2.4.1 Motif-Motif Pemujaan Terhadap Roh Leluhur Atau Nenek Moyang.
Pemujaan yang dilakukan kepada Roh Leluhur atau Nenek Moyang, karena adanya suatu
perasaan hormat dan cinta kasih yang merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam
membangun hubungan dengan para Roh Leluhur atau Nenek Moyang. Tak dapat disangkal
lagi bahwa dalam pemujaan Roh Leluhur atau Nenek Moyang hal itu merupakan rasa
terimakasih keturunannya atas segala yang telah diterima dari tua-tua para Roh Leluhur
tersebut. Sebaliknya dalam pemujaan Roh Leluhur atau Nenek Moyang itu terdapat juga
perasaan-perasaan takut, dimana keturunannya takut kalau arwah para Roh Leluhur atau
Nenek Moyangnya akan membalas mereka apabila mereka kurang memujanya. Maka dari itu
antara yang hidup dan yang mati (manusia–Roh Leluhur atau Nenek Moyang) harus menjalin
hubungan yang baik.3
1Dr. A. G. Honig Jr. Ilmu Agama BPK Gunung Mulia , Jakarta 1959. 13-32 2Dr. J. Verkuyl . Etika Kristen Kapita Selekta Badan penerbit Kristen Djakarta 1961. 25 3Ibid…, 27-28
Kepercayaan dan praktik yang berhubungan dangan Leluhur atau Nenek Moyang ada
dua bentuk yaitu:
a. Pemujaan kepada Leluhur adalah merupakan suatu kumpulan sikap, kepercayaan dan
praktik, manusia yang masih hidup memposisikan orang yang sudah meninggal
sebagai Roh Leluhur sebagai Dewa dalam suatu komunitas khususnya dalam
hubungan kekeluargaan dan kebutuhan mereka harus dipenuhi.
b. Bentuk pemujaan bahwa Leluhur yang telah meninggal sebenarnya masih hidup
dalam wujud yang efektif dan bisa campur tangan dalam kehidupan manusia, karena
Roh Leluhur berhubungan dengan manusia. Roh Leluhur tersebut harus ditenangkan,
maka melalui perbuatan manusia yang masih hidup dapat mengembangkan
kesejahteraan Leluhur.4
2.5 Penyembahan Nenek Moyang Pada Beberapa Belahan Dunia
2.5.1 Penyembahan Nenek Moyang Di Afrika
Fenomena umum penyembahan Nenek Moyang di Afrika.
Penyembahan Nenek Moyang adalah masalah yang paling inti dalam agama Afrika, dan
merupakan jantung dari dunia spiritual di Afrika. Untuk memahami penyembahan Nenek
Moyang yang terjadi di Afrika penulis akan membahas tentang Praktik-KonsepNenek
Moyang, Konseppenyembahan Nenek Moyang, dan fungsi penyembahan Nenek Moyang.
2.5.2 Beberapa konsep Nenek Moyang di Afrika
Suku bangsa Afrika mempunyai sembilan konsep kepercayaan terhadap Nenek
Moyang yang ada di Afrika yaitu seperti :
a. Nenek Moyang dianggap sebagai pelindung keluarga bahkan kuasa mereka dipercayai
mempengaruhi tanah, alam, dan dunia.
4Mariasasui Dhavamony, Fenomenologi Agama. Kanisius 1995. 79
b. Nenek Moyang yang sudah mati dipercayai dapat memelihara kesejahteraan
keturunannya.
c. Nenek Moyang mempunyai dua kuasa, yaitu : memberkati dan mencelakakan
keturunannya.
d. Nenek Moyang akan marah ketika keturunannya tidak melaksanakan perintah mereka,
sehingga Nenek Moyang bisa membawa bencana kepada keturunanya.
e. Nenek Moyang mereka juga merupakan orang tua, maka mereka mempunyai hak dan
kewajiban untuk melatih keturunannya supaya taat kepada orang tua.
f. Dasar masyarakat di Afrika memiliki rasa solidaritas yang sangat kuat, dan persatuan
di antara Nenek Moyang, keturunan yang hidup dan yang belum lahir, dan Nenek
Moyang melaksanakan peranan yang sangat penting sama seperti sewaktu hidupnya.
g. Nenek Moyang adalah pengantar,
h. Nenek Moyang lebih superior dari pada manusia yang hidup tetapi tidak sederajat
dengan Allah.
i. Nenek Moyang disembah melalui upacara libasi (libation) yaitu menuangkan korban
sajian, doa dan pengakuan. Tidak semua orang yang mati menjadi Nenek Moyang,
seseorang menjadi Nenek Moyang itu dapat diketahui melalui mimpi atau ilusi dan
peramal.5
2.5.3 Praktek Penyembahan Nenek Moyang Di Afrika
Penyembahan nenek moyang di Afrika mempunyai arti yang sangat penting bagi
kepercayaan mereka. Di mana ditekankannya peran roh-roh Nenek Moyang dalam kehidupan
sehari-hari manusia. Yakni Nenek Moyang mempunyai kuasa menolong dan mencelakan.
Penyembahan yang dilakukan kepada mereka pada hakikatnya merupakan hubungan di
antara Nenek Moyang dan keturunan itu adalah hubungan kerabat yang berdasarkan kasih,
5Suh Sung Min, Injil dan penyembahan nenek moyang. Penerbit media peressindo, 2001. 20-25
orang yang baik dan yang menjadi teladan, orang-orang yang mati dan yang masih hidup
mempunyai hubungan yang kekal. Maka orang yang masih hidup harus menjaga kepercayaan
tentang orang-orang yang mati karena bakti itu adalah suatu unsur yang paling penting di
dalam hubungan di antara mereka. Dalam penyembahan Nenek Moyang di Afrika ada dua
ritus yang mereka lakukan yaitu: penyajian korban, dan batu nisan
a. Penyajian Korban
Penyajian korban ini terjadi ketika masyarakat Afrika mengalami sakit, lapar, dan
menderita. Maka orang-orang bermimpi untuk menyembelih hewan, saat
masyarakat melakukan pesta penyembelihan hewan, mereka memuji dan berdoa
mengundang Nenek Moyang untuk hadir makan bersama.
b. Batu nisan
Masyarakat Afrika mendirikan batu nisan ini adalah sebagai batu peringatan bagi
orang-orang yang telah mati, dan di atas kuburannya ditumpukkan batu-batu ini
untuk melindunngi kubur. Tetapi kuburan ini bukan tempat berdoa kepada nenek
moyang mereka.Pandangan mereka bahwa nenek moyang tinggal dekat dengan
mereka.Upacara penyembahan terhadap nenek moyang dilaksanakan di dalam
kandang hewan.
2.5.4 Fungsi penyembahan Nenek Moyang di Afrika
Menurut Fortes fungsi pemyembahan Nenek Moyang di Afrika ada 5 yaitu;
a. Sakralisasi persatuan keluarga
b. Pemeliharaan solidaritas di antara orang yang mati dan orang yang hidup
c. Peneguhan hubungan persahabatan di dalam komunitas
d. Penetapan Nenek Moyang sebagai pengelola moralitas di dalam suku atau
komunitas
e. Pedoman pengambil keputusan tentang tindakan moral di dalam penghormatan
Nenek Moyang.6
2.6 Penyembahan Nenek Moyang Di Asia
2.6.1 Konsep Nenek Moyang di Asia
Bagi suku bangsa di Asia Nenek Moyang yang mereka sembah ialah Nenek Moyang
yang sering berubah kadang baik kadang jahat, namun di Cina, Jepang, Korea, Taiwan dan
lain-lain Nenek Moyang yang mereka sembah, dilihat sebagai yang baik , masyarakat di sana
terdiferensiasi dengan sangat tinggi.7
2.6.2 Praktek Penyembahan Nenek Moyang di Asia
Menurut kepercayaan orang Cina pada waktu seseorang mati ia akan menjadi dewa,
maka ia memberi berkat atau bencana kepada keturunananya yang hidup. Penyembahan
nenek moyang ini berasal dari jika seseorang semasa hidupnya bermoral tinggi, dan
dihormati di dalam masyarakat, jika dia meninggal dunia, maka masyarakat Cina selalu
menghormatinya dan menghargainya inilah asal dari penyembahan nenek moyang di Cina.
Oleh sebab itu orang yang masih hidup menyajikan korban kepada Nenek Moyang yang telah
mati dan menyembah mereka. Apabila keturunannya tidak memberikan atau menyajikan
korban kepada mereka maka mereka dianggap melanggar moral bakti dan melakukan dosa
yang besar. Dasar dari penyembahan Nenek Moyang bagi mereka adalah menghormati langit,
meningkatkan kebaikan moral, mendorong bakti secara keluarga, dan menyatakan syukur
kepada Nenek Moyang, hal ini pada prinsipnya ialah untuk meneruskan garis keluarga.
Masyarakat Cina mempunyai beberapa bentuk ritus penyembahan terhadap para Leluhur atau
Nenek Moyang, yaitu: korban sajian, tempat nenek moyang, bahan-bahan yang digunakan
untuk menyembah nenek moyang dan gengsi.
a. Korban sajian 6Ibid …, 26-36 7Ibib..,. 37-39
Tujuan dari pemberian korban sajian ini kepada para nenek moyang ialah
pengampunan dan penyucian dosa
b. Tempat nenek moyang
Di Cina tempat nenek moyang itu didirikan di halaman tempat tinggal bagian
timur.Sehingga pada waktu kepala keluarga duduk menghadap ke arah selatan maka
kuil nenek moyang berada di sebelah kiri mereka.Di dalam kuil ruang nenek moyang
disekat mungkin nenek moyang dapat disembah.
c. Bahan-bahan yang digunakan untuk menyembah nenek moyang
Cara masyarakat menyembah nenek moyang untuk menyampaikan rasa hormat
kepada mereka ialah biasanya lilin-lilin dan kemenyan dibakar dan korban sajian
diberikan kepada mereka dan pemujaan ini ditentukan pada hari yang khusus.
Upacara ini dilakukan secara rutin yaitu pada Hari Tahun Baru,pertengahan bulan
ketujuh, dan titik-balik matahari pada bulan kesebelas, musim dingin, musim semi
diadakan pada bulan kedua dan upacara pengorbanan pada musim gugur diadakan
pada bulan kedelapan. Pada hari-hari inilah diadakan upacara penyembahan nenek
moyang yang besar di dalam kuil
d. Gengsi
Di Asia menjaga gengsi itu sangat penting, meskipun mereka menyadari bahwa nenek
moyang yang mati tidaklah memakan korban sajian yang diberikan, dan hanya
membuat kerugian saja. Akan tetapi hal itu selalu dilaksanakan, karena itu menjaga
gengsi adalah salah satu alasan yang berakarmendalamyang kemudian mempengaruhi
kelanjutan penyembahan nenek moyang.8
2.6.3 Fungsi Penyembahan Nenek Moyang di Asia
8Ibid…, 40-43
Fungsi dari penyembahan Nenek Moyang di Asia ialah, mengajarkan untuk
menghormati Allah, menolong untuk menjaga hati yang saleh dan harmoni terhadap orang
lain, kesetiaan dan bakti terhadap orang tua, dan untuk mendapatkan perlindungan, kekayaan,
dan kesuksesan.9
2.7 Penyembahan Nenek Moyang Di Indonesia
Indonesia memiliki beragam suku. Setiap suku memiliki budaya dan kepercayaan
yang khas dan unik, di bawah ini penulis akan mengambil tiga suku yaitu: Suku Minahasa
sebagai perwakilan dari bagian sulawesi utara, Suku Sumba sebagai perwakilan dari Nusa
Tenggara Timur, dan Suku Batak Toba sebagai perwakilan dari Sumatra Utara. Ke tiga suku
ini penulis akan paparkan tentang konsep kepercayaan terhadap Nenek Moyang atau para
Leluhur dan pratek penyembahan terhadap Nenek Moyang atau Leluhur. Dari ketiga suku ini
penulis lebih dalam membahas tentang kepercayaan, konsep dan praktek terhadap Nenek
Moyang atau Leluhur diBatak Toba.
2.7.1 Penyembahan Nenek Moyang Di Minahasa
Awal penyembahan terhadap Nenek Moyang di Minahasa tidak terlepas dari agama
suku di kalangan warga jemaat. Yaitu berawal dari kematian serta kuasa-kuasa yang
dianggap melingkupi dan menentukan perjalanan hidup manusia yang masih hidup, hal ini
tidak terlepas dari pemahaman mengenai keberadaan orang yang sudah mati (para leluhur).10
2.7.2 Praktek Penyembahan Nenek Moyang di Minahasa
Masyarakat di Minahasa mempercayai banyak dewa di samping adanya kuasa
tertinggi yaitu Empung Walian Wangko. Kepercayaan masyarakat Minahasa yaitu, ajaran
kedewaan itu berkembang dan menghadirkan berbagai poso (pesta agama) dan legenda
sehingga muncul kepercayaan terhdap roh-roh yang bersifat baik, besar, perkasa (yang
9Ibid…, 44-88 10Ibid..., 89-90
disebut empung) dan roh-roh tersebut kemudian diberikan kepada para leluhur (yang disebut
opo-opo) yang dianggap masih hidup terus, sehingga kepada para leluhur diberikan
kekuasaan, kebesaran dan penghormatan.
2.7.3 Kosep Para Leluhur di Minahasa
Masyarakat Minahasa mempercayai bahwa roh para leluhur mempengaruhi keluarga
dan kehidupan rakyatnya secara terus menerus. Menurut kepercayaan mereka, roh leluhur
yang baik akan membawa pengaruh yang baik, tetapi jika roh leluhur yang jahat akan
membawakan pengaruh yang jahat pula. Kerja utama dari roh leluhur ini ialah,
mempersatukan keturunan, dan keberhasilan di dalam kehidupan keturunannya. Tempat
tinggal leluhur itu berada di sorga, di neraka dan alam sekeliling tempat tinggal manusia. Roh
Leluhur yang mereka sembah ialah Opo-opo sebagai perantara untuk menyampaikan
permohonan mereka kepada Empung Walian Wangko.
2.7.4 Konsep Opo-opo di Minahasa
Istilah opo-opo ialah terkait erat dengan, persekutuan keluarga, keturunan,
kekerabatan, dan komunitas yang lebih luas lagi. Opo-opo adalah nama sebutan Roh Leluhur
masyarakat Minahasa. Opo-opo ini mempunyai fungsi yaitu, tanggung jawab sebagai
pemelihara (penjaga, pelindung, penolong, pembela dan lain-lain) secara singkat ingin
dikatakan opo-opo berarti pelaku dan pemberi teladan, simbol moral yang mengarahkan
kehidupan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Maka dari itu opo-opo sangat dihargai dan
dihormati semasa masih hidup, dan setelah mati pun dia tetap di hargai, karena menurut
kepercayaan masyarakat Minahasa orang yang mati hanya berpindah tempat dan kehidupan
mereka terus mempunyai kelanjutan.
2.7.5 Praktek Penyembahan Nenek Moyang di Minahasa
Penyembahan Nenek Moyang dilaksanakan di Minahasa merupakan wujud
penghormatan kepada orang tua, termasuk juga di dalamnya kepada roh-roh mereka yang
telah meninggal dunia. Penyembahan ini dilakukan untuk mencari pertolongan dan
perlindungan dari roh-roh Nenek Moyang mereka. Di mana nama ritus tersebut iyalah
Maweteng (suatu kebiasaan masyarakat minahasa yang diwariskan oleh para leluhur)
A. Maweteng
Pelaksanaan maweteng diadakan di tiga tempat yaitu di rumah, di kuburan, dan di
kebun atau di halaman rumah.
a. Upacara maweteng di rumah
Dari rumah sebelum sampai ke kuburan untuk melaksanakan maweteng ini mereka
menyiapkan piring, gelas, rokok serta makanan. Bahan makanannya biasanya di pakai
nasi, ikan, telur yang direbus, dan pemimpin upacara ini biasanya Tonaas (yang
dipandang sebagai kepala Imam oleh penduduk). Semua bahan ini ditaruh di tempat
tidur orang yang telah mati dan kemudian menaikkan doa kepadanya” jika engkau
ingin makan dan minum sudah ada semua, jika ada sesuatu yang mau dipesankan
sampaikanlah melalui mimpi”.
b. Upacara maweteng di kuburan
Saat mengadakan upacara maweteng di kuburan bahan yang digunakan berbeda
dengan bahan yang di rumah, bahan di kuburan itu ialah, telur rebus yang dipotong
beberapa bagian, nasi, minuman cap tikus, sirih pinang yang dipotong-potong,
tembakau, dan bahan ini semua di bungkus dengan daun pisang, di kuburan tonaas
langsung membuka semua bungkusan yang dibawa untuk dilepaskan didekat kuburan
dan dengan ungkapan sebagai berikut “inilah apa yang menjadi kesukaan kalian sudah
dibawa semua,sudah ada apa yang kalian ingin makan jika kami ingin makan, minum,
merokok, makan sirih pinang panggilah semua temanmu. Apabila ada yang hendak
disampaikan wujudkan itu melalui mimpi”.
c. Upacara maweteng di kebun
Pada saat melakukan upacara ini di kebun bahan yang digunakan ialah alat-alat dapur
dan bahan-bahan yang pakai ke kebun. Setelah itu tonaas menyampaikan ucapannya
“semua alat yang akan digunakan di dapur maupun di kebun sudah di siapkan,
harapan kami kepada kalian kalau boleh bukakanlah mata pencaharian kepada
keluarga kalian. Kiranya ini menjadi perhatian kamu”.
Jadi demikianlah ritus yang dilakukan masyarakat Minahasa untuk menyembah nenek
moyang mereka.11
2.8 Penyembahan Nenek Moyang Di Sumba
Masyarakat Sumba mempunyai sistem kepercayaan yang diwariskan dari para
leluhurnya. Nenek Moyang mereka ada berbagai macam bentuknya salah satunya dia
bersemayam di pohon beringin. Masyarakat Sumba sangat menghormati leluhur mereka,
Karena menurut kepercayaan mereka bahwa leluhur mereka adalah orang-orang yang
pertama kali membuka tanah-tanah Sumba. Walaupun masyarakat di Sumba sudah Kristen
namun kepercayaan terhadap leluhur sampai saat ini masih terus hidup. Hal ini terlihat dari
kegiatan-kegiatan upacara yang ada disana. 12
2.8.1 Praktek Penyembahan Nenek Moyang di Sumba
Masyarakat Sumba percaya kepada Alkhalik sang pencipta dan pembuat manusia,
nama sang pencipta di Sumba Timur adalah Mawula Tau – Maji Tau, kemudian disingkat
dengan panggilan Mawula-Majii, namun jika di Sumba Barat dipanggil Mawolo-Marawi.
Panggilan ini merupakan satu unsur yang paling penting dalam struktur masyarakat di
11Ibid…, 91-109 12Ibid…, 110-111
Sumba. Karena menurut kepercayaan mereka, mereka tidak langsung berhubungan dengan
Alkhalik, tetapi mereka mempunyai perantara yaitu Marapu (leluhur yang di dewakan dan
sebagai perantara antara manusia dan Alkhalik).
Di Sumba ada beberapa upacara dan ritual yang di lakukan untuk menyembah nenek
moyang seperti: Saat sakit tujuannya untuk mengusir bala penyakit dan mendapatkan
kesembuhan, menanam padi ini bertujuan untuk mendapatkan kesuburan dan menghindari
hama tanaman, hewan sakit bertujuan untuk mengusir penyakit hewan, saat berburu agar
mereka berhasil dalam berburu dan terhindar dari malapetaka, saat melayan agar mereka bisa
melayan dengan baik dan terhindar dari bahaya laut, saat tanah kering agar hujan turun,
berperang tujuannya agar dapat kekuatan dan kemenangan, saat mengadakan perjalanan saat
tujuannya agar sukses dan berhasil meraih cita-cita dan harapan seperti yang diharapkan,
kelahiran karena setiap anak yang lahir di dunia ini adalah dengan hekendak Alkhalik maka
harus diadakan upacara tersebut, masa kanak-kanak ketika anak berusia satu tahun diadakan
upacara Hangguru (penyambut tamu). Tujuan dari upacara ini adalah untuk memperkenalkan
sang anak kepada Marapu, masa perkawinan bagi masyarakat sumba perkawinan sangat
penting, Karena perkawinan dipandang sebagai perintah dan kehendak Marapu, dan masa
kematian dan penguburan orang Sumba percaya bahwa kematian seseorang terjadi dengan
kehendak Alkhalik, oleh sebab itu ketika ada orang mati dikatakanlah “Paaunanyaka na
Mawuluya” (dia telah dipanggil oleh Alkhaliknya); “Luananyaka Pamarapu” ( ia telah pergi
menjadi dewa), dan penarikan batu kubur agar batu bisa diambil dari Gunung dan bisa di
bawa ke tempat. Semua dari upacara ini, biasanya masyarakat Sumba ada pemberian korban
yang terdiri dari berbagai macam ternak, misalnya ayam, babi, kerbau, tergantung dari tujuan
dan kepentingan upacara penyembahan tersebut. Dan tempat penyembahan Marapu yang
mereka lakukan ada dua tempat yaitu: di dalam Rumah yang tidak didiami orang, yaitu
rumah Marapu. Sedangkan di luar rumah dilaksanakan di Tugu dan di Pahoma (tempat
penyembahan, tempat keramat sesuatu kabihu).
2.8.2 Konsep Leluhur di Sumba
Bagi kepercayaan masyarakat Sumba jika seseorang mati, maka arwahnya tetap
hidup. Mereka akan pergi ke kampung orang mati. Misalnya di Daerah Sumba Barat
kampung orang matinya tinggal di Parei Marapu yaitu Gunung Yawila, dan masyarakat
Sumba percaya bahwa di sana ada satu jalan menuju ke langit, namun ada juga kelompok lain
mempercayai bahwa orang yang meninggal arwahnya berdiam dahulu di kampung
halamannya baru setelah itu dia pergi ke gunung tersebut. Arwah ini diantarkan ke alam
dewata melalui upacara pulundungu (menyampaikan) supaya bersatu dengan para leluhur dan
para dewa. Jika sudah dilakukan upacara pulundungu maka dia sudah tergolong masuk dalam
marapu (dewa-dewi).
Arti dari Marapu adalah jiwa orang mati, atau sebutan nama Sansekerta; mendiang,
Almarhum, atau Leluhur, mereka yang dipuja dan dimuliakan.
Tujuan dari Masarakat Sumba melakukan upacara-upacara penyembahan ialah untuk
memberikan korban kepada Marapu, mereka memahami manusia mempunyai siklus
kehidupan tertentu dan memiliki beberapa fase yaitu mulai dari kelahiran, kanak-kanak,
pemuda, pernikahan, kematian, dan penguburan. Fase-fase ini merupakan fase-fase yang
masa krisis, maka dari itu masyrakat Sumba datang kepada Marapu untuk memuaskan hati
Marapu sebagai tanda penghormatan supaya mereka terhindar dari bahaya, dan mereka
memohon berkat dan perlindungan, mengaku kesalahan dan dosa, memohon pengampunan,
dan mempererat persekutuan. Karena pandangan masyarakat Sumba segala berkat dan kutuk
yang datang kepada mereka itu berasal dari Marapu.13
2.9 Penyembahan Nenek Moyang Di Batak
13Ibid…, 112-153
Masyarakat Batak percaya bahwa orang yang mati dan bapa-bapa leluhur dapat
menyatakan diri sebagai asal mula dan pendorong adat. Itulah sebabnya hingga sampai saat
ini kepercayaan itu terus-menerus hidup dimasyarakat Batak. Tidak dapat dipungkiri
masyarakat Batak yang sudah Kristen pun masih mempercayai dan melakukan upacara-
upacara penyembahan terhadap Nenek Moyang, meski mereka mengatakan hanya menjaga
tradisi suku saja, namun dibalik itu mereka juga meminta berkat dari para leluhur. Dari hal ini
dapat dilihat bahwa anggota jemaat masih banyak yang meyakini nenek moyang adalah
sumber berkat. Masyrakat Batak masih melakukan penggalian tulang belulang, memberikan
sesajian, membangun kuburan dan tugu. 14
2.9.1 Konsep Roh Nenek Moyang di Batak
Tondi adalah satu unsur yang sangat penting dan mempunyai elemen manusia dan
hakikat kehidupan. Sahala adalah merupakan daya khusus dari tondi, sahala yang ada pada
diri seseorang itu merupakan pemberian dari dewa yang tertinggi. Sebutan begu tidak hanya
kepada roh yang sudah mati, tetapi juga roh-roh alam, dan di dalamnya termasuk semua roh
yang menyusahkan orang, namun jika diberikan sesajian kepada mereka dia bisa dibujuk
untuk memberikan berkat. Sumangot, di antara begu-begu (roh atau arwah) yang ada, yang
terpenting ialah begu Nenek Moyang yang dipercaya banyak membawa dan memberikan
berkat kepada keturunanya, di mana sewaktu hidupnya mereka kaya, mempunyai
kekuasaan,dan mempunyai keturunan yang banyak, dan mereka sering disebut Sumangaot Ni
Ompu(Roh leluhur yang dipuja) dan Sombaon ini adalah dipandang sebagai roh yang
berkuasa dan yang harus mendapat penghormatan yang paling besar. Biasanya penghormatan
ini dilakukan di tempat yang khusus.
2.9.2 Praktek penyembahan Nenek Moyang di Batak
14Ibid..., 163
Masyarakat Batak Toba hanya melakukan penyembahan terhadap Nenek Moyang
atau bapa-bapa leluhur yang dianggap mempunyai kuasa-pengaruh yang istimewa,
berdasarkan kemuliaan, kekayaan, dan kedudukan mereka di bumi. Jadi tidak semua orang
yang mati diangkat menjadi Nenek Moyang yang dipuja. Tujuan dari semua itu adalah untuk
mendapatkan perlindungan, berkat, kesuksesan, mempunyai keturunan, dan terhindar dari
segala mara bahaya di bumi.
Di Batak Toba ada dua ritus yang paling besar dilaksanakan pemujaan nenek moyang
yaitu pembangunan tugu yang disebut patung nenek moyang dan penggalian tulang-belulang.
Pesta ini ialah perayaan yang paling terhormat dan paling banyak makan biaya. Namun salah
satu dari pemujaan yang dilakukan dari yang terbesar ini ialah pemberian sesajian kepada
nenek moyang, tujuan dari pemberian sesajian ini untuk mempertahankan hidup sambil
meyingkirkan dari bahaya.
Upacara-upacara ini terdiri dari lima unsur :
a. Gondang dibunyikan
b. Korban persembahan, biasanya ayam yang dipersembahkan kepada “Debata” dan
“Roh-roh”.
c. Tondi yang sedang menghilang dimohon kembali kerumah.
d. Beras ditaburkan ke atas kepala orang yang kehilangan tondi
e. Diadakan perjamuan.
Inilah upacara ritus penyembahan nenek moyang yang dilakukan oleh masyarakat
Batak Toba untuk menyembah nenek moyang.15
Setelah dipaparkan di atas tentang praktek penyembahan dan konsep terhadap Nenek
Moyang atau Leluhur, maka Tabel di bawah ini adalah merupakan kesimpulan dari apa
yang telah dipaparkan diatas.
15Ibid…, 138-157
TABEL KONSEP PENYEMABAHAN TERHADAP PARA NENEK MOYANG
ATAU LELUHUR DARI BEBAGAI SUKU BANGSA
N
o
Tempat Afrika Asia Minahasa Sumba Batak
Toba
Konsep Nenek
Moyang atau
Leluhur
Masyarakat
Afrika
mempunyai
konsep
bahwa
Nenek
Moyang itu
adalah
sebagai
pelindung
keluarga,
pemberi
kesejahtera
an dan
keturunan,
memberkati
dan
mencelakak
an, sebagai
orang tua
dan yang
paling
berkuasa.
Masyaraka
t Asia
mempuny
ai konsep
bahwa
Nenek
Moyang
yang
mereka
sembah
adalah
nenek
moyang
yang
berubah-
ubah
pencegah
kemalanga
n,
meninggal
kan
bencana,
mebawa
berkat,
sehingga
menurut
pandangan
mereka
nenek
Masyarakat
Minahasa
mempunyai
konsep
bahwa
Nenek
Moyang
yang
mereka
sembah
adalah
nenek
moyang
selalu
mempengar
uhi keluarga
dan
masyarakat
secara
terus-
menerus,
mereka
memandang
bahwa ada
Roh Nenek
moyang
yang
jahatdan
yang baik.
Masyarakat
Sumba
mempunyai
konsep
bahwa
ketika
seseorang
mati maka
arwah
mereka tetap
hidup, dan
mereka
tinggal di
Gunung
Yawila (
tempat para
leluhur
Marapu).
Dan kepada
marapu
inilah
mereka
berdoa
untuk
meminta
segala
permohonan
yang
merekabutu
Masyarakat
Batak Toba
mempunyai
konsep
bahwa
Nenek
Moyang
yang
mereka
sembah
adalah
nenek
moyang,
mempuyai
Tondi,
Sahala,
begu,
Sumangot,
dan
Sombaon
yang baik,
maka
merekalah
yang
disembah
dipuja dan
dijadikan
Nenek
Moyang
moyang
yang
disembah
adalah
nenek
moyang
yang
murah hati
dan
memelihar
a
hkan. atau
Leluhur,
yang
memberikat
berkat
kebaikan
bagi
keturunann
ya.
Praktek
Penyembahanter
hadap para
Nenek Moyang
atau Leluhur
Praktek
penyembah
an yang
dilakuknan
oleh suku
bangsa
Afrika ialah
dengan cara
dua praktek
yaitu;
Penyajan
Korban ini
dilakukan
ketika
masyarakat
Afrika
mengalamis
akit, lapar,
dan
menderita.
Dan
sedangkan
Praktek
penyemba
han yang
dilakukan
oleh suku
bangsa
Asia
terhadap
Nenek
Moyang
ialah
Korban
sajian ,
Tempat
nenek
moyang
dan
Gengsi,
tujuan dari
ini ialah
pengampu
nan dosa,
Praktek
penyembah
an yang
dilakukan
oleh suku
Minahasa
ialah,
Maweteng
dalam
wateg ini
terbagi atas
tiga bagian
yaitu:
Upacara
maweteng
di rumah
Upacara
maweteng
di kuburan
dan
Upacara
maweteng
Praktek
penyembaha
n yang
dilakukan
oleh suku
Sumba
ialah,
Saatsakit,
menanam
padi,
hewan sakit,
saat berburu,
saat
melayan,
saat tanah
kering,
berperang,
saat
mengadakan
perjalanan,
kelahiran,
masa kanak-
Praktek
penyembah
an yang
dilakukan
oleh suku
Batak Toba
ialah, Saat
sakit
perkawinan,
mengadaka
n
perjalanan,
tetapi ada
dua hal
pnyembaha
n yang
paling
terbesar
yaitu;
pembangun
an tugu
yang
Batu nisan
ini
dilakukan
sebagai
tanda
peringatan
bagi
kematian
Nenek
Moyang
mereka.
agar nenek
moyang
dapat
disembah,
dan
martabat
mereka
tidak
direndahk
an.
di kebun..
Penyembah
an ini
dilakukan
untuk
mencari
pertolongan
dan
perlindunga
n dari roh-
roh Nenek
Moyang
mereka.
kanak,
perkawinan,
kematian,
dan
penarikan
batu kubur.
Semua
penyembaha
n ini
dilakukan
supaya
dapat
perolongan
dan
penyertaan
dari
Alkhalik
yang
disampaikan
oleh
Marapu.
disebut
patung
nenek
moyang dan
penggalian
tulang-
belulang.
Praktek
pemujaan
ini di
lakukan
supaya
keturunann
ya
mendapatka
n berkat dan
hidup yang
sejahtera.
Peserta dalam
praktek
penyembahanpa
ra Nenek
Moyang atau
Leluhur
Keluarga,
masyarakat,
dan Imam
yang
dianggap
kedudukan
penting
didalam
peraturan
kebudayaan
.
Keluarga,
masyaraka
t, dan
Imam
yang
dianggap
kedudukan
penting
didalam
peraturan
kebudayaa
n.
Keluarga,
masyarakat
dan teua-tua
adat,
sebagaipem
andu
menjalanka
n praktek
penyembah
an
Keluarga,
masyarakat
dan teua-tua
adat,
sebagaipema
ndu
menjalankan
praktek
penyembaha
n
Keluarga,
masyarakat
dan teua-tua
adat,
sebagaipem
andu
menjalanka
n praktek
penyembah
an
Tempat
penyembahanpa
ra Nenek
Moyang atau
Lelhur
Di kandang
Hewan
Di
halaman
Rumah,
dan di
kuil.
Di rumah,
di kuburan,
dan di
ladang.
Di rumah
yang tak
didiami oleh
orang,
didalam
rumah besar
(Uma
bokulu), di
rumah
kediaman, di
tugu korban,
di tugu
kampong,
tugu
halaman,
tugu pintu,
tugu
padang,di
tugu kebun,
di tugu
perburuan,
di tugu turun
kelaut, di
tugu muara,
di tugu
Andungu
(meminta
kekuatan),
di tugu
batas tanah,
dan
penyembaha
n di
Di tugu, di
kubura, dan
tempat-
tempat yang
di
kramatkan.
Paomba.
Bahan yang
digunakan atau
dipakai dalam
penyembahanpa
ra Nenek
Moyang atau
Leluhur.
Hewan dan
batunisan
lilin-lilin,
kemenyan,
makanan,
danhewan.
piring,
gelas, rokok
serta
makanan
nasi, ikan,
telur yang
direbus
minuman
cap tikus,
sirih pinang
tembakau,
daun pisang
alat-alat
dapur
bahan-
bahan
dipakai ke
kebun.
ayam, babi,
kerbau,
Ayam,
Gondang
Beras.
Persamaan
penyembahan,
konsep, dan
ritus terhadap
Para Nenek
Moyang atau
Leluhur dari
berbagai suku
bangsa
Nenek
Moyang
sang
pemelihara
dan
mengharap
kan
pertolongan
, menerima
berkat,
kesuksesan
terhindar
dari bahaya,
kecelakaan,
Nenek
Moyang
sang
pemelihar
a dan
menghara
pkan
pertolonga
n,
menerima
berkat,
kesuksesa
n terhindar
dari
Nenek
Moyang
sang
pemelihara
dan
mengharapk
an
pertolongan
, menerima
berkat,
kesuksesan
terhindar
dari bahaya,
kecelakaan,
Nenek
Moyang
sang
pemelihara
dan
mengharapk
an
pertolongan,
menerima
berkat,
kesuksesan
terhindar
dari bahaya,
kecelakaan,
Nenek
Moyang
sang
pemelihara
dan
mengharapk
an
pertolongan
, menerima
berkat,
kesuksesan
terhindar
dari bahaya,
kecelakaan,
dan
sebagainya
bahaya,
kecelakaa
n, dan
sebagainy
a
dan
sebagainya
dan
sebagainya
dan
sebagainya
Perbedaan
penyembahan,
konsep, dan
praktek terhadap
Para Nenek
Moyang atau
Leluhur
Tempat
penyembah
an, saat-saat
penyembah
an
dilakukan,
dan bahan,
bahan yang
beragam.
Tempat
penyemba
han, saat-
saat
penyemba
han
dilakukan,
dan bahan,
bahan
yang
beragam.
Tempat
penyembah
an, saat-saat
penyembah
an
dilakukan,
dan bahan-
bahan yang
beragam.
Tempat
penyembaha
n, saat- saat
penyembaha
n dilakukan,
dan bahan,
bahan yang
beragam.
Tempat
penyembah
an, saat-saat
penyembah
an
dilakukan,
dan bahan,
bahan yang
beragam.
16Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep dan penyembahan terhadap Para
Nenek Moyang atau Leluhur dari berbagai belahan suku bangsa di dunia mempunyai persepsi
yang berbeda dan ada juga persamaannya.
27David Samiyono, Bahan Kuliah, Agama Suku & Kebatinan Fakultas Teologi