6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Persalinan adalah merupakan proses untuk mendorong keluar
(ekspulsi) hasil pembuahan (janin yang fiabel, plasenta dan ketuban) dari
dalam uterus lewat vagina ke dunia luar (Hellen Farrer, 2001).
Post partum adalah suatu masa dimulai setelah partum selesai dan
berakhir kira-kira enam minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan. Episiotomi
adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina
(Prawirohardjo, 2002).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa post partum
dengan episiotomi adalah masa dimulai setelah partus selesai dan berakhir
kira-kira enam minggu, dimana saat persalinan dilakukan insisi pada
perineum untuk memperbesar mulut vagina yang bertujuan memperlebar
jalan lahir dan mempermudah proses persalinan.
Ada tiga tipe episiotomi menurut Liu, 2007 :
1. Insisi medial
Insisi medial dibuat pada bidang anatomis yang cukup aman. Terdapat
lebih sedikit perdarahan dan mudah untuk diperbaiki. Akan tetapi,
aksesnya terbatas dan insisi memberikan resiko perluasan ke rektum,
sehingga insisi ini hanya digunakan individu yang berpengalaman.
7
2. Insisi mediolateral
Insisi ini aman, mudah untuk dilakukan sehingga paling sering digunakan.
Guntingan harus dimulai dari titik tengah lipatan kulit tipis dibelakang
vulva dan diarahkan ke tuberositas iskial ke bantalan iskiorektal.
3. Insisi berbentuk J
Jenis insisi ini memiliki keuntungan insisi medial dan memberikan akses
yang lebih baik daripada pendekatan mediolateral. Insisi lateral dibuat
tangensial kearah bagian anus yang berrwarna coklat. Teknik ini paling
baik dilakukan oleh dokter bedah yang berpengalaman.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
a. Alat genetalia eksterna
Gambar 1 : organ reproduksi eksterna pada wanita
Sumber : Hanifa Wiknjasastro, 2006
8
1) Mons veneris adalah bagian menonjol di atas simfisis dan
wanita dewasa ditutup oleh rambut kemaluan.
2) Labia mayor (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan
kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak
yang serupa dengan yang ada di mons veneris.
3) Labia minora (bibir-bibir kecil) adalah suatu lipatan tipis dari
kulit sebelah dalam bibir besar.
4) Vulva berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke
belakang dan dibatasi di muka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh
bibir kecil, dan di belakang dibatasi oleh perineum,
embriologik sesuai dengan sinus urogenetelis.
5) Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda.
6) Perineum, yang terletak antara vulva dan anus, panjang rata-
rata 4 cm.
9
b. Alat genetalia interna
Gambar 2 : Alat reproduksi interna pada wanita
Sumber : Hanifa Wiknjasastro, 2006
1) Vagina (liang kemaluan)
Setelah melewati introitus vagina, kita temukan liang kemaluan
yang merupakan suatu penghubung antara introitus dan uterus.
Arah sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis ke
promontorium. Arah ini penting diketahui pada waktu
memasukkan jari dalam vagina ketika mengadakan
pemeriksaan ginekologik. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya 6,5 cm
dan 9 cm. bentuk vagin sebelah dalam yang berlipat-lipat
disebut rugae : di tengah-tengahnya ada bagian yang lebih
keras, disebut kolumna rugarum.
10
2) Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng kearah muka belakang: ukuran sebesar telur
ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-
otot polos.
Uterus terdiri atas a) fundus uteri; b) korpus uteri; dan c)
servik uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal;
disitu kedua tuba falloppi masuk ke uterus.
Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar. Pada
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus
uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Servik uteri terdiri
atas: a) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio;
b) pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks
yang berada di atas vagina.
3) Tuba falloppi
Tuba falloppi terdiri atas: a) pars interstisialis, bagian yang
terdapat di dinding uterus; b) pars ismika, merupakan
bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; c) pars
ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak
lebar, tempat konsepsi terjadi; d) infundibulum, bagian
ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai
fimbria.
11
4) Ovarium
Wanita pada umumnya mempunyai dua indung telur kanan
dan kiri, yang dengan mesovarium menggantung di bagian
belakang ligamentum latum, kiri dan kanan. Ovarium
adalah kurang lebih besar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.
Struktur ovarium terdiri atas: a) korteks di sebelah luar yang
diliputi oleh epilelium germinativum yang berbentuk kubik,
dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel
primordial; dan b) medulla di sebelah dalam korteks tempat
terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah,
serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos.
2. Fisiologi
Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum :
a. Adaptasi fisiologis pada post partum:
1) Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir
persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2
cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar dengan pada
promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam
minggu beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi
12
fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-
kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal
berada dipertengahan antara umbilicus dan simfisis fubis.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul
sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350
gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr ( Bobak,2004).
2) Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segara setelah bayi lahir,
diduga adanya penurunan volume itrauteri yang sangat besar.
Hemostasis pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh
darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan pembekuan. Hormone desigen dilepas dari
kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi.
Selama satu sampai dua jam I pascapartum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk
mempertahankan kontraksi uterus biasanya disuntikkan
aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah
plasenta lahir (Bobak,2004).
3) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler
dan thrombosis menurunkan tempat plasenta kesuatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan
endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan
13
mencegak pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristi penyembuhan luka. Proses penyembuhan
memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti
biasa dan memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa
yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir
minggu ketiga pascapartum, kecuali tempat bekas plasenta
(Bobak,2004).
4) Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir,
mula-mula berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah
coklat, rabas mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam
pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi.
Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua dan debris
troflobastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan
coklat setelah tiga sampai empat hari (lochea serosa). Lochea
serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan
debris jaringan. Sekitar sepuluh hari bayi lahir, warna cairan ini
menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus serum dan
bakteri. Lochea alba bertahan selama dua sampai enam minggu
setelah bayi lahir (Bobak,2004).
14
5) Serviks
Serviks menjadi lunak saat ibu melahirkan, delapan belas jam
pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya lebih padat
kembai kebentuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm,
sewaktu melahirkan, menutup bertahap dua jari masih dapat
dimasukkan muara serviks hari keempat dan keenam
pascapartum (Bobak,2004).
6) Vagina dan perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang sebelumnya
sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran
sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat
(Bobak,2004).
7) Payudara
Konsentrasi hormone yang menstumulasi perkembangan
payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human
chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun
dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat
pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara
bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba
(kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat).
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak
15
nyaman berkurang dalam dua puluh empat jam sampai tiga
puluh enam jam. Apabila bayi belum menghisap (atau
dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu
minggu.
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu masa (benjolan) tetapi
kantok susu yang terisi berubah dari hari ke hari. Sebelum
laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan
kekuningan, yaitu kolostrom, dikeluarkan dari payudara.
Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan lunak
waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama empat puluh
delapan jam, susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim)
dapat dikeluarkan dari putting susu (Bobak,2004).
8) Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dalam
kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar
mamae berupa hal-hal berikut ini :
a) Proliferasi jaringan pada kelanjar-kelenjar alveoli dan
jaringan lemak bertambah.
b) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus
disebut kolostrum,warna kuning putih susu.
c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam,
dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
16
d) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan
progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormone
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang
air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin
menyebabkan mioepital kelenjar susu berkontraksi,
sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah
dua sampai tiga hari pascapersalinan (Saleha,siti,2009).
9) System endokrin
Selama postpartum terjadi penurunan hormon humanplacenta
latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placentalenzime
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga
kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Pada wanita
yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada minggu
kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang
menyusui pascapartum hari ketujuh belas (Bobak, 2004).
10) Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang
tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungís ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan
akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu
bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra
dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu
17
bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih
biasanya akan pulih dalam lima sampai tujuh
hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004).
11) Sistem Cerna
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas
otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah
bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama
tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal
masa pascapartum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium
akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004).
12) Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ketiga dan empat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung
meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan
meningkat tinggi selama tiga pulih sampai enam puluh menit,
karena darah melewati sirkuit uteroplasenta kembali ke
sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal ditemukan
pemeriksaan dari delapan sampai sepuluh minggu setelah
wanita melahirkan (Bobak,2004).
18
13) Sistem Neurologi
Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi
neourologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat
bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari
dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir.
Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat
kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama
nyeri kepala satu sampai tiga hari dan beberapa minggu
tergantung penyebab dan efek pengobatan.
14) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil
berlangsung terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi
membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi
lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak,
2004).
15) Sistem Integumen
Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak
menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada
payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi
tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti
spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang
19
sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita
spider nevi bersifat menetap (Bobak, 2004).
b. Adaptasi psikologis pada masa nifas
Periode masa nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stres
pascapersalinan, terutama pada ibu primipara.
Hal-hal yang dapat membantu ibu beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut :
1) Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa
transisi menjadi orang tua.
2) Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.
3) Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.
4) Harapan, keinginan, dan aspirasi ibu saat hamil juga
melahirkan.
periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga
tahap berikut ini :
a) Taking In Period
Terjadi pada satu sampai dua hari setelah persalinan, ibu masih
pasif dan sangat bergantung pada orng lain, fokus perhatian
terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman
melahirkan dan persalinan yang dialami, serta kebutuhan hidup
dan nafsu makan meningkat.
20
b) Taking Hold Period.
Berlangsung tiga sampai empat hari postpartum, ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya dalam merima
tanggungjawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada
masa ini ibu sangat sensitif, sehingga membutuhkan bimbingan
dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami
ibu.
c) Letting Go Period.
Dialami setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara
penuh merima tanggungjawab sebagai “seorang ibu” dan
menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada
dirinya (Saleha,siti,2009).
C. Etiologi atau Predisposisi
Menurut Arif Mansjoer, 2000 indikasi episiotomi adalah
1. Pada keadaan yang mungkin terjadi rupture perineum
2. Janin premature
3. Janin letak sungsang, persalinan dengan ekstraksi cuman, vakum, dan
janin besar.
Sedangkan menurut David T.Y Liu,2007 episiotomi harus dilakukan :
1. Bila tanda-tanda robekan vagina menjadi jalas tindakan ini
diindikasikan dengan keluarnya darah segar ketika bagian presentasi
janin meregang perineum saat ibu mengejang.
2. Bila perineum yang terlalu teregang terlihat akan robek.
21
3. Secara elektif pada perineum yang kaku.
4. Secara elektif sebelum traksi pada forseps atau sebelum melakukan
pelahiran bokong (bila bokong janin pada perineum).
D. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang
lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif
dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis
sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang
dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana
ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti
konstipasi. Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan
resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi
apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin
besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi.
Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah enam minggu persalinan
ibu berada dalam masa nifas. Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan
fisiologis dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus
kontraksi. Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan
adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi
yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat
menyebabkan nyeri atau mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada
uterus. Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan
ruptur dari sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko
22
kuman mudah berkembang. Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus
lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.
Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah
melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen sehingga terjadi
peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI
keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan
ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses laktasi efektif. Sedangkan jika
ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir
sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak efektif.
Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting
Go. Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri
sehingga butuh pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan defisit
perawatan diri. Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami
perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu kurang
pengetahuan. Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri dengan
keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab dan peran
baru sebagai orang tua (Bobak, 2004).
E. Manifestasi Klinis
1. Laserasi Perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan
didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :
a. Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
b. Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
23
c. Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)
d. Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)
2. Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai
dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani.
3. Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi
serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna,
kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal (Bobak, 2004).
F. Penatalaksanaan
1. Perbaikan Episiotomi
2. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda
infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
3. Jika infeksi, buka dan drain luka.
4. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen
dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam
dalam empat puluh delapan jam (Prawirohardjo, 2002).
G. Komplikasi
Menurut Saifuddin 2002, komplikasi post partum dapat terjadi, antara lain:
1. Pendarahan
Karena proses episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan
sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.
24
2. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungan
dengan ketidak sterilan alat-alat yang digunakan.
3. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi
sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan.
4. Gangguan psikososial
Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan
menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat
mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.
H. Pengkajian Fokus
Fokus pengkajian diambil dari Doengoes 2001.
1. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya persalinan dan
keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam.
2. Nadi
Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam dan mungkin
terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali per menit).
3. Suhu tubuh
Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi.
25
4. Payudara
Produksi kolostrom empat puluh delapan jam pertama, berlanjut pada
susu matur biasanya pada hari ketiga, mungkin lebih dini tergantung
kapan menyusui dimulai.
5. Fundus uteri
Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah
umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras. Bila
fundus bergeser kearah kanan midline, periksa adanya distensi
kandung kemih.
6. Kandung kemih
Diuresis diantara hari kedua dan kelima, kandung kemih ibu cepat
terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena.
7. Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari kedua puluh tiga, menjadi lochea
serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat,
dicurigai terjadinya robekan servik.
8. Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak
edema dan jahitan harus utuh.
9. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga
sampai kelima post partum. Periksa adanya nyeri yang berlebihan pada
perineum dan adanya kematian dibawah episiotomi.
26
10. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
11. Interaksi anak-orang tua
Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika melihat pada
bayinya, apa yang mereka dan apa yang mereka lakukan.
Responrespon negatif yang terlihat jelas menandakan adanya masalah.
12. Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (”post partum Blues”) sering terlihat
kira-kira tiga hari setelah melahirkan.
27
I. Pathways Keperawatan
Persalinan dengan episitomi
Persalinan yang lama
Gawat janin
Tindakan kooperatif
Gawat ibu
Masa nifas
Terputusnya jaringan
Perubahan fisiologis perubahan psikologis
Menekan merusak resti
Pembuluh pembuluh infeksi uterus kontraksi payudara taking in taking hold Letting Go
saraf darah
adekuat tidak penurunan hormone kondisi ibu lemah belajar tentang hal yang baru mampu
nyeri perdarahan adekuat progersteron dan dan mengalami menyesuaikan
kontraksi estrogen terfokus pada yang diri dengan
cemas uterus kuat kontraksi diri sendiri signifikan keluarga
resiko defisit uterus lemah peningkatan hormone
takut BAB volume cairan lochea involusi prolaktin butuh pelayanan
perdarahan Antonia dan perlindungan butuh informasi mandiri
uteri
resti pembentukan asi
konstipasi intoleransi kuman mudah nyeri defsit perawatan kurang pengetahuan
aktifitas berkembang asi keluar diri
Sumber : reflek bayi baik kelainan - bayi menolak menerima bayi dan ibu tanggung jawab
1. Bobak, L.M. 2004. Maternity Nursing, Edisi 4, EGC : Jakarta - bibir sumbing
2. Doengoes, E.M. 2001. Rencana Keperawatan Maternal/ Bayi, Edisi 2, EGC : jakarta
efektif laktasi tidak efektif laktasi - putting lecet dan suplai tidak adekuat
Intoleransi
aktivitas
a
28
J. Fokus Interfensi dan Rasional
1. Gangguan nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder
terhadap luka episiotomi.
a. Tujuan :
Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
b. Kriteria
1) Nyeri berkurang atau hilang.
2) Ekspresi wajah rileks.
3) Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi
untuk mengatasi nyeri dengan cepat.
4) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 80-
88 x/ menit)
c. Intervensi
1) Tentukan lokasi dan sifat nyeri.
Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi
Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi
atau intervensi lebih lanjut.
3) Anjurkan klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot
gluteal.
29
Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk
menurunkan strees dan tekanan langsung pada perineum.
4) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan
nyeri, misalnya teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : membantu menurunkan/ memberikan rasa nyaman.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional : memberikan kenyamanan sehinggan klien dapat
memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan
kulit.
a. Tujuan :
Infeksi tidak terjadi.
b. Kriteria :
1) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda-
tanda infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa)
2) Pasien mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk
meningkatkan penyembuhan.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal (36-37º C)
4) Nutrisi terpenuhi (adekuat)
c. Intervensi :
1) Kaji adanya perubahan suhu.
Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10 hari setelah
melahirkan sangat menandakan infeksi.
30
2) Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri
tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
parenial dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi
intervensi lebih lanjut.
3) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
menyentuh genital.
Rasional : membantu mencegah penyebaran infeksi.
4) Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal.
Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang
purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi.
5) Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan
menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti
pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah.
Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki
vagina atau uretra.
6) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan
vulva/ perineum.
7) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik
Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar.
31
3. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik
nyeri saat defekasi.
c. Tujuan :
Konstipasi tidak terjadi.
d. Kriteria :
Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti biasanya
dengan ketidaknyamanan minimal.
e. Intervensi :
1) Auskultasi adanya bising usus.
Rasional : mengevaluasi fungsi usus
2) Kaji terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang
memasukkan heromoid kembali ke dalam rektal dengan jari yang
dilumasi.
Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan
ketidaknyamanan dan meningkatkan vaso konstriksi lokal.
3) Anjurkan klien minum secara adekuat ± 1500-2000ml/ hari.
Rasional : Peningkatan cairan akan merangsang eliminasi.
4) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat
tinggi seperti : sayuran dan buah-buahan.
Rasional : Melancarkan pencernaan
5) Anjurkan klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum
relaksasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri.
32
6) Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
Rasional : Membantu maningkatkan peristaltik gastro intestinal.
7) Berikan pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan.
Rasional : Untuk meningkatkan kembali kebiasaan defekasi normal
dan mencegah menjelang atau strees perineal selama defekasi.
4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan tidak mengenai sumber informasi.
a. Tujuan :
Pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Kriteria :
1) Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang pemberian
instruksi atau informasi.
2) Pasien mampu mendemontrasikan prosedur belajar dengan cepat.
c. Intervensi :
1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhannya.
Rasional : Membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini
dan untuk mengembangkan rencana keperawatan.
2) Berikan informasi tentang perawatan diri dan bayi.
Rasional : Agar pasien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang
diajarkan.
3) Ajarkan pada pasien tentang cara perawatan bayi dan lakukan prosedur
demontrasi yang benar.
33
Rasional : Agar klien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang
diajarkan.
4) Beri kesempatan pasien untuk merawat bayinya.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba, atau
mempraktekkan ketrampilannya dalam merawat bayi.
5) Lakukan rencana penyuluhan sesegera mungkin setelah penerimaan
perkiraan, pada kondisi dan kesiapan untuk belajar.
Rasional : Dengan kesiapan klien belajar dapat mempermudah klien
menerima informasi-informasi yang baru.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
a. Tujuan : pasien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai
kemampuan tanpa disertai nyeri.
b. Kriteria hasil :
1) Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan
toleransi aktivitas.
c. Intervensi
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Menentukan data dasar untuk membantu pasien dengan
keletihan.
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan adl.
Rasional : dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena
kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan
keluarga dan perawat.
34
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : Meningkatkan aktivitas selama proses pencegahan
keletihan
4) Anjurkan pasien untuk istirahat
Rasional : Meningkatkan istirahat yang adekuat
6. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan suplai air susu Ibu tidak
adekuat.
a. Tujuan :
Menyusui menjadi efektif setalah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Kriteria :
1) Ibu mampu mengenal cara memberikan ASI
2) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan dengan
peningkatan berat badan, tumbuh kembang dalam batas normal,
atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel.
c. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya.
Rasional : Untuk mengidentifikasi pengalaman klien tentang
menyusui
2) Beri informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui,
perawatan payudara, dan faktor-faktor yang memudahkan atau
menggangu keberhasilan menyusui.
Rasional ; Membantu menangani permasalahan klien tentang
menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan klien.
35
3) Demostrasikan tentang teknik-teknik menyusui.
Rasional : Agar klien mengerti dan memahami sert mampu
melaksanakan tindakan yang direncanakan.
4) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan
sesering mungkin.
Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan mengurangi
resiko terjadinya pembengkakan pada payudara.
5) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan Bra yang terlalu
kencang.
Rasional : Dengan pelindung puting dapat menyebabkan tekanan
sehingga menggangu proses laktasi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
hemoragi.
a. Tujuan :
Untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan.
b. Kriteria :
1) Intake dan output seimbang
2) Tanda-tanda vital normal, dan tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
3) Berat badan pasien dalam batas normal.
4) Pasien dan keluarga mengungkapkan pengetahuan tentang
pengawasan status cairan.
36
c. Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi dan
menentukan rencana intervensi yang tepat
2) Awasi turgor kulit
Rasional : Dengan adanya tanda-tanda tersebut menunjukkan
nadanya dehidrasi atau kurangnya volume cairan dalam tubuh.
3) Monitor intake dan output dan timbang berat badan setiap hari
Rasional : Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan
derajat kekurangan.
4) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8
gelas sehari.
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan karena kelahiran dan
diaforesis.
5) Pertahankan terapi intra vena untuk pergantian cairan sesuai
instruksi
Rasional : Mengganti kehilangan karena kelahiran dan diaporesis
8. Resiko tinggi terhadap perubahan proses parenting berhubungan dengan
masa transisi menjadi orang tua atau penambahan anggota keluarga.
a. Tujuan :
Pasien dapat menerima perannya sebagai orang tua dan dapat
terjalin hubungan yang hangat antara orang tua dan bayi.
37
b. Kriteria :
1) Klien mengungkapkan masalahnya menjadi orang tua
2) Klien mampu mendiskusikan perannya sebagai orang tua.
3) Klien mampu melakukan perawatan bayi dengan benar.
c. Intervensi :
1) Kaji respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peranannya
menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk
menjadi orang tua dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
2) Beri kesempatan pada pasangan untuk rawat gabung.
Rasional : Memudahkan kendekatan, membantu mengembangkan
proses pengenalan.
3) Anjurkan pada pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan
putus asa dan menekankan realitas keadaan bayi.
4) Bantu dan ajarkan klien tentang cara perawatan bayinya yang benar.
Rasional : Membantu orang tua belajar dasar-dasar perawatan
bayinya, meningkatkan diskusi dan pemecahan masalah bersama.
5) Beri motivasi pada klien bahwa dia telah melakukan perawatan
bayinya dengan baik.
Rasional : Membantu meningkatkan percaya diri klien dalam
melakukan perawatan diri dan bayinya.