6
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Rumah dan Perumahan
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Prasarana lingkungan adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya sedangkan sarana lingkungan adalah
fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
II.1.1 Jenis Rumah
Menurut Suparno (2006), dalam perumahan, jenis rumah diklasifikasikan
berdasarkan tipe rumah. Jenis rumah tersebut terdiri atas :
1. Rumah Sederhana
Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil, yang mempunyai
keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah tipe ini sangat cocok untuk
keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana
merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk
menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat
berpenghasilan atau berdaya beli rendah. Pada umumnya, rumah sederhana
mempunyai luas rumah 22 m² s/d 36 m², dengan luas tanah 60 m² s/d 75 m².
2. Rumah Menengah
Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini, cukup
banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan ruangnya
lebih leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. Pada umumnya, rumah
7
menengah ini mempunyai luas rumah 45 m² s/d 120 m², dengan luas tanah 80
m² s/d 200 m².
3. Rumah Mewah
Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh
masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada
rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat
direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan
pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar digunakan
untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol kepribadian dan
karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise (kebanggaan). Pada
umumnya, rumah mewah ini biasanya mempunyai luas rumah lebih dari 120
m² dengan luasan tanah lebih dari 200 m²
Gambar II.1. Gambaran Jenis Rumah
II.1.2 Jenis Perumahan
Jenis perumahan yang ditawarkan oleh pihak pengembang kepada konsumen
terdiri dari (Suparno dkk, 2006) :
1. Perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang biasanya
diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan mempunyai
keterbatasan daya beli. Jenis perumahan ini memiliki fasilitas yang masih
minim. Hal ini dikarenakan pihak pengembang tidak dapat menaikkan harga
jual bangunan dan fasilitas pendukung operasional seperti pada perumahan
menengah dan mewah, di mana harga sarana dan prasarana perumahan
Rumah Menengah Rumah MewahRumah Sederhana
8
dibebankan kepada konsumen. Perumahan sederhana biasanya terletak jauh
dari pusat kota. Hal tersebut dikarenakan harga tanah di sekitar pusat kota
yang mahal sehingga tidak dapat dibebankan kepada konsumen.
2. Perumahan menengah merupakan jenis perumahan yang biasanya
diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah dan menengah
ke atas. Jenis perumahan ini sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang operasional, seperti pengerasan jalan, open space berikut tamannya,
jalan serta lampu taman dan lampu jalan, bahkan dilengkapi juga dengan
fasilitas untuk olah raga seperti lapangan tenis. Perumahan menengah
biasanya terletak tidak jauh dari pusat kota yang strategis letaknya terhadap
berbagai fasilitas pendukung lain seperti pusat perbelanjaan, pusat pendidikan,
pusat kegiatan pelayanan barang dan jasa.
3. Perumahan mewah merupakan jenis perumahan yang dikhususkan bagi
masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Jenis perumahan ini dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang operasional yang sudah sangat
lengkap, seperti pusat olah raga, taman dan fasilitas bermain, gedung
pertemuan, pusat perbelanjaan, bahkan fasilitas rekreasi. Hal tersebut
dikarenakan penghuni rumah tersebut menginginkan kemudahan akses dan
pelayanan sekitar perumahan yang cepat dan lengkap. Perumahan mewah
biasanya hanya ada di kota-kota besar di mana lokasinya biasanya berada di
pusat kota, karena konsumennya menginginkan kemudahan akses dan
pelayanan sekitar perumahan yang serba instan dan lengkap.
II.2 Pengembangan Perumahan
Pengembangan perumahan merupakan proses yang dilakukan oleh pihak
pengembang secara mandiri atau bersama dengan pihak lain untuk mencapai
tujuan ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan lahan dan bangunan
untuk ditempati sendiri atau ditempati oleh pihak lain (Byrne, 1996).
II.2.1 Proses Pengembangan Perumahan
Menurut Byrne (1996), proses pengembangan perumahan secara umum dibagi
menjadi tiga proses utama, yaitu proses akuisisi, proses produksi dan proses
9
disposal. Proses akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan dan tahap perizinan. Proses
produksi meliputi tahap perancangan teknis/desain dan tahap pembangunan
perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penyewaan atau penjualan
rumah.
Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan dibagi menjadi tiga
proses utama, yaitu proses persiapan, proses produksi, dan proses penjualan.
Proses persiapan meliputi tahap akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan, tahap
perencanaan, serta tahap studi kelayakan. Proses produksi meliputi tahap
pembangunan prasarana perumahan, tahap pembangunan unit-unit rumah serta
tahap pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses penjualan meliputi
tahap promosi dan tahap pemasaran untuk penjualan rumah.
Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum proses pengembangan perumahan
dapat digambarkan sebagai berikut :
PROSES AKUISISI
Akuisisi LahanPerizinanStudi Kelayakan
PROSES PRODUKSI
Desain/Perancangan PerumahanPelaksanaan Konstruksi Perumahan
PROSES DISPOSAL
Penjualan Unit-unit Rumah
Gambar II.2. Proses Pengembangan Perumahan
Proses akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan untuk
pengembangan lahan, serta tahap studi kelayakan pengembangan perumahan bagi
pengembang. Proses produksi terdiri dari tahap perancangan teknis/desain
perumahan serta tahap pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan
terdiri dari pembangunan prasarana perumahan, pembangunan unit-unit rumah,
dan pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap
penjualan unit-unit rumah.
10
II.2.2 Peraturan Untuk Mengembangkan Perumahan
Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam
mengembangkan perumahan, yaitu :
1. Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%.
Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah
peruntukan dan wilayah terbuka, di mana luas hunian total adalah sebesar 60%
dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang terbuka adalah
sebesar 40%.
2. Rencana sarana dan prasarana perumahan.
Pengembang harus menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang sesuai
dengan klasifikasi perumahan yang dibangun, misalnya dengan menyediakan
saluran air bersih dan air kotor, memasang jaringan telepon dan listrik, serta
menyediakan akses lalu lintas yang lancar dari dan menuju ke perumahan.
3. Legalitas perusahaan.
Agar dapat menjalankan bisnis di bidang pengembangan perumahan, pihak
pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin
kelancaran operasional perusahaan serta menjamin kewajiban dan tanggung
jawab pengembang terhadap pihak konsumen.
4. Perizinan proyek.
Pengembang harus memperoleh izin atas proyek yang akan dibangun, yang
meliputi Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT), Izin Penetapan
Lokasi (IPL), Pengajuan dan Pengesahan Site Plan, Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), serta Pengesahan Sertifikat Tanah.
II.2.3 Aspek Perencanaan Pengembangan Perumahan
Untuk mengembangan suatu perumahan, pengembang harus mempertimbangkan
aspek perencanaan perumahan yaitu (Sastra dkk, 2006):
1. Aspek lingkungan
Beberapa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam perencanaan
perumahan adalah keadaan tanah dan peraturan-peraturan formal mengenai
kebijakan tata ruang di wilayah yang akan didirikan perumahan.
11
2. Keadaan iklim setempat
Keadaan iklim berkaitan dengan temperatur udara, kelembaban udara,
peredaran udara, dan radiasi panas. Perencanaan perumahan harus disesuaikan
dengan keadaan iklim setempat agar dapat dicapai efisiensi penggunaan
rumah.
3. Orientasi tanah setempat
Perencanaan bangunan perumahan harus disesuaikan dengan orientasi persil
tanahnya, yang meliputi:
a. Orientasi persil tanah yang akan berpengaruh terhadap perencanaan
bangunan beserta ruang-ruangnya.
b. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang bertujuan untuk
mengkondisikan ruangan di dalam bangunan agar memenuhi syarat
kesehatan.
c. Orientasi bangunan terhadap aliran udara yang bertujuan untuk
mengkondisikan kelembaban udara.
d. Pengaturan jarak bangunan yang satu dengan bangunan lainnya dengan
tujuan untuk mengatasi bahaya kebakaran, ketersediaan ventilasi,
menjamin masuknya cahaya matahari, serta untuk menyediakan area yang
cukup untuk sirkulasi manusia.
e. Pengaturan bukaan bangunan agar rumah dapat memperoleh cukup sinar
matahari dan sirkulasi udara segar.
f. Pengaturan atap bangunan untuk melindungi bangunan dari pengaruh
cuaca.
4. Aspek sosial ekonomi
Dalam perencanaan perumahan, terutama dalam menentukan kuantitas dan
mutu bangunan, pengembang harus memperhatikan aspek sosial ekonomi
calon pembelinya. Kondisi sosial suatu wilayah merupakan salah satu aspek
yang berpengaruh besar terhadap keputusan pemilihan lokasi rumah.
5. Aspek kesehatan
Perencanaan rumah harus memperhatikan aspek kesehatan karena aspek
kesehatan akan mempengaruhi keberlanjutan proses penghunian pada suatu
12
rumah. Aspek kesehatan tersebut meliputi kecukupan air bersih, kecukupan
cahaya, dan kecukupan udara.
6. Aspek teknis
Suatu bangunan perumahan harus memenuhi persyaratan kekuatan bangunan.
Namun pada umumnya struktur dan konstruksi rumah tinggal hanya
menggunakan struktur dan konstruksi sederhana sehingga dalam perencanaan
sering tidak memerlukan perhitungan konstruksi detail karena umumnya
mampu dikerjakan oleh pekerja bangunan.
II.2.4 Sumber Daya yang Dibutuhkan Dalam Pengembangan Perumahan
Untuk membangun perumahan tersebut, pengembang memerlukan sumber daya.
Secara umum, sumber daya yang dibutuhkan (Sastra, dkk, 2006) terdiri dari:
1. Dana pembangunan.
Biaya yang diperlukan untuk pengembangan perumahan terdiri dari biaya
desain dan biaya produksi. Biaya desain dikeluarkan pada saat penyusunan
desain, sedangkan biaya produksi terdiri dari biaya untuk pengadaan lahan,
pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, penyiapan lahan, penyiapan material/
bahan bangunan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan kegiatan konstruksi,
dan penghunian bangunan.
2. Bahan bangunan.
Bahan bangunan terdiri dari bahan konstruksi dan bahan finishing. Bahan
konstruksi adalah bahan yang mutlak diperlukan pada proses pendirian
bangunan. Secara umum bahan konstruksi meliputi bahan konstruksi bagian
atas dan bahan konstruksi bagian bawah. Bahan konstruksi bagian atas adalah
bahan-bahan yang digunakan untuk membuat konstruksi yang ada di atas
permukaan tanah, seperti bahan untuk membuat atap, plafon, dinding, pintu,
jendela, hingga lantai bangunan. Sedangkan bahan konstruksi bagian bawah
adalah bahan-bahan yang digunakan untuk membuat konstruksi yang ada di
bawah permukaan tanah, seperti pondasi atau ruangan bawah tanah
(basement).
13
3. Tenaga kerja.
Tenaga kerja yang diperlukan pada proyek pembangunan perumahan terdiri
dari tenaga kerja proses desain dan tenaga kerja proses produksi atau
konstruksi.
4. Peralatan pembangunan.
Peralatan yang digunakan untuk membangun perumahan dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu peralatan yang diperlukan untuk proses pembuatan dan
peralatan yang diperlukan untuk proses pemasangan. Peralatan tersebut
digolongkan menjadi peralatan bergerak yaitu peralatan yang sederhana dan
mudah dipindah-pindahkan, serta peralatan ringan dan sudah lebih mekanis.
II.3 Konsep Rantai Pasok
Konsep rantai pasok pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan otomotif Jepang
melalui sistem Just In Time pada Sistem Produksi Toyota. Tujuan utama
diterapkannya sistem ini adalah untuk mengurangi sistem inventori secara
signifikan dan mengatur hubungan antara para pemasok dengan lini produksi
menjadi semakin efektif. Melalui mekanisme tersebut, perusahaan Toyota berhasil
mengurangi pemborosan yang terjadi di perusahaan dan melakukan perubahan
paradigma perusahaan otomotif secara radikal hingga mencapai tingkat
produktivitas dan efisiensi yang tinggi.
Hubungan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan
perumahan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap produktivitas dan
efisiensi pengembang dalam mengembangkan suatu perumahan. Untuk itu
hubungan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok
pengembangan perumahan harus diatur dengan tepat, yaitu melalui desain pola
rantai pasok yang tepat. Dengan desain pola rantai pasok yang tepat, diharapkan
setiap pihak yang terlibat rantai pasok memberikan kontribusi yang besar bagi
produktivitas dan efisiensi setiap pekerjaan pengembangan perumahan.
14
II.3.1 Definisi Rantai Pasok
Berdasarkan hasil telaah dari berbagai literatur, rantai pasok didefinisikan sebagai
berikut :
Tabel II.1. Definisi Rantai Pasok Menurut Definisi Rantai Pasok
(Vrijhoef, 1999)
Keterlibatan jaringan organisasi mulai dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai hingga sampai kepada pelanggan terakhir
(Indrajit dkk, 2002)
Jaringan dari berbagai pihak atau organisasi yang saling berhubungan dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu sampai pada pelanggan terakhir
(Pujawan, 2005)
Jaringan dari berbagai pihak atau organisasi (terdiri dari; supplier - yang memasok material untuk keperluan produksi, manufaktur - yang melakukan produksi, distributor dan retailer sebagai komponen yang mendistribusikan produk yang dihasilkan kepada customer dengan perantaranya adalah retailer yang berperan sebagai distributor pada tingkatan yang lebih rendah) yang saling berhubungan dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu sampai pada pelanggan terakhir
Jadi berdasarkan definisi-definisi di atas, rantai pasok merupakan keterlibatan
jaringan berbagai pihak atau organisasi (terdiri dari; supplier - yang memasok
material untuk keperluan produksi, manufaktur - yang melakukan produksi,
distributor dan retailer sebagai komponen yang mendistribusikan produk yang
dihasilkan kepada customer dengan perantaranya adalah retailer yang berperan
sebagai distributor pada tingkatan yang lebih rendah) yang saling berhubungan
mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream) dalam melakukan suatu
kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu sampai kepada
pelanggan terakhir.
Pada suatu rantai pasok biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama
adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga
15
adalah aliran informasi yang biasa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Aliran tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar II.3.
Supplier Tier 1
Supplier Tier 2 Manufacturer Distributor Ritel/
Toko
Finansial : invoice, term pembayaranMaterial : bahan baku, komponen, produk jadiInformasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Finansial : pembayaranMaterial : retur, recycle, repairInformasi : order, ramalan, RFQ/RFP
Gambar II.3. Tiga Macam Aliran yang Harus Dikelola Dengan Baik
Dalam Suatu Jaringan Rantai Pasok
1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Contohnya : adalah bahan baku yang dikirim dari pemasok material ke suatu
pabrik material setengah jadi. Setelah produk selesai diproduksi, material-
material tersebut dikirim ke proyek dan hasilnya kemudian digunakan.
2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir (downstream) ke hulu
(upstream).
3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu (upstream) ke hilir (downstream)
ataupun sebaliknya. Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di
suatu proyek misalnya, sering dibutuhkan oleh pemasok maupun pabrik yang
ikut terlibat didalamnya. Dan sebaliknya informasi tentang ketersediaan
kapasitas produksi yang dimiliki oleh pemasok juga sering dibutuhkan oleh
pabrik maupun proyek. Sedangkan informasi tentang status pengiriman bahan
baku juga sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang
akan menerima. Perusahaan pengiriman harus membagi informasi seperti ini
agar pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan
perencanaan yang lebih akurat.
16
II.3.2. Pola Rantai Pasok Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung
Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan, pada penelitian yang dilakukan
oleh Susilawati (2005), mengenai studi supply chain konstruksi pada proyek
konstruksi bangunan gedung, telah teridentifikasi bentuk pola rantai pasok yang
biasa ditemui dalam proyek-proyek konstruksi khususnya bangunan gedung. Dari
enam proyek yang menjadi studi kasus pada penelitian tersebut, diperoleh enam
pemetaan yang mewakili gambaran hubungan yang terjadi pada masing-masing
proyek. Pada masing-masing pemetaan kemudian dilakukan pemilahan terhadap
pola-pola hubungan pasokan yang terjadi ke dalam dua bentuk, yaitu pola umum
dan pola khusus.
Pola umum adalah pola hubungan yang terjadi secara bertingkat sesuai dengan
hirarki dalam pola hubungan kontrak yang umum dilakukan (General Contracting
Method). Dalam pola umum teridentifikasi tiga pola hubungan yang sering terjadi,
yaitu pertama pada pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh kontraktor sehingga
kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat,
dan pekerja (labor). Kedua pada pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor
kepada subkontraktor untuk beberapa jenis pekerjaan dasar, dan ketiga pada
pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor kepada spesialis untuk jenis
pekerjaaan yang memerlukan keahlian khusus. Dalam hal ini umumnya
subkontraktor dan spesialis tersebut melakukan pengadaan material, alat dan
labor-nya sendiri. Dengan demikian maka dalam pekerjaan yang
disubkontrakkan, pola pasokannya terjadi secara hirarkis (berantai).
Sedangkan pola khusus adalah pola hubungan yang memiliki perbedaan sifat
dengan pola yang dimaksud dalam pola umum. Pola khusus yang terjadi
merupakan cerminan dari praktek pengadaan oleh pemilik, khususnya pemilik
yang memiliki lingkup bisnis properti. Pola-pola khusus terjadi terutama pada
proyek konstruksi bangunan dengan metoda kontrak terpisah (Separate
Contracting Method). Pola khusus yang terjadi disebabkan oleh adanya peran
owner dalam pengadaan sehingga membentuk pola khusus dalam dua kasus, yaitu
Kasus 1: terjadinya hubungan langsung antara owner dengan pihak penyedia jasa
lainnya selain kontraktor, sehingga terbentuk pola hubungan yang setara dari tiga
17
pihak, yaitu kontraktor, subkontraktor, dan spesialis dalam pola hubungan yang
setara. Kasus 2: terjadinya hubungan langsung owner dengan pihak penyedia
material, yang terjadi baik dalam pola khusus kasus 1 (pola hubungan langung
owner dengan tiga penyedia jasa), maupun dalam pola umum. Pola hubungan
khusus ini menunjukkan peran owner yang besar, yang dilakukan dalam
menentukan strategi pengadaan, sebagai usaha untuk menekan biaya konstruksi
yang terjadi.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa dari penelitian dilakukan oleh
Susilawati (2005) mengenai studi supply chain konstruksi pada proyek konstruksi
bangunan gedung, diperoleh 4 (empat) bentuk pola jaringan supply chain yang
biasa terjadi dalam praktek penyelenggaraan proyek konstruksi bangunan gedung,
sebagaimana diilustrasikan di dalam gambar II.4, II.5, II.6 dan II.7, berikut ini.
Gambar II.4. Pola Umum dalam Rantai Pasok Konstruksi
Gambar II.5. Pola Khusus dalam Rantai Pasok Konstruksi
dalam Pola Hubungan Langsung Owner dengan Subkontraktor dan Spesialis
18
Gambar II.6. Pola Khusus dalam Rantai Pasok Konstruksi pada Kasus Hubungan Langsung Owner dengan Subkontraktor dan Spesialis
dengan Pengadaan Material oleh Owner
Gambar II.7. Pola Khusus dalam Rantai Pasok Konstruksi pada Kasus Pengadaan Material oleh Owner pada Pola Umum
Dalam pembentukan pola-pola rantai pasok di atas, terdapat beberapa aspek
tinjauan yang diperkirakan dapat mempengaruhi jaringan pola rantai pasok yang
terbentuk. Aspek-aspek ini ditinjau terhadap dua tingkatan (di tingkat perusahaan
dan proyek) dan disusun berdasarkan garis pengaruh yang terjadi dalam tiap
tingkatan, yang berawal dari hubungan kontraktor dengan pihak hilirnya – yaitu
hubungan kontraktor owner dari masing-masing proyek, maupun hubungan
kontraktor dengan pihak hulunya – pihak yang berperan sebagai subkontraktor,
spesialis, manufaktur, dan supplier yang memberikan input pada kontraktor.
19
III.3.3. Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
Rangkaian kegiatan (memasok dan dipasok) dalam dalam rantai pasok
pengembangan perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi,
dimana terdapat hubungan antara produsen dengan konsumen. Terjadi hubungan
memasok dan dipasok antara pihak produsen dan konsumen diikuti dengan
adanya aliran barang dan/jasa yang terjadi dari produsen kepada konsumen dan
aliran uang yang terjadi dari kosumen kepada produsen.
Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi pada rantai pasok pengembangan
perumahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar II.8. Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
(Sumber: Soekirno, 1996)
Keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan perumahan dari pihak yang paling
hulu hingga kepada pemilik rumah sebagai konsumen paling akhir membentuk
rantai pasok pengembangan perumahan. Berdasarkan aliran barang dan/ jasa serta
aliran informasi dari setiap pihak yang terlibat pada kegiatan pengembangan
perumahan, rantai pasok pengembangan perumahan dapat digambarkan seperti
pada Gambar II.9.
Gambar II.9. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
(Sumber: Vrijhoef dan Koskela, 1999)
20
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa rantai pasok pengembangan
perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai pihak, mulai dari
pemilik rumah, pengembang, konsultan desain, kontraktor perumahan, serta
pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah memiliki peran dalam pembentukan
rantai pasok pengembangan perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan
pengembangan perumahan berawal dari adanya kebutuhan pemilik terhadap
rumah. Pemilik rumah merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok
pengembangan perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan
selesai dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan.
Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan perumahan
yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk mengembangkan rumah
beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan kriteria kebutuhan pemilik rumah.
Karena pada umumnya lingkup bisnis pengembang hanya pada bidang penjualan
unit-unit rumah/kavling, maka pekerjaan desain/perancangan dan pelaksanaan
konstruksi perumahan diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.
Desain perumahan ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat
berasal dari divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar
organisasi pengembang. Sedangkan untuk pekerjaan pelaksanaan konstruksi
perumahan, pengembang menyerahkan pelaksanaannya kepada kontraktor.
Pengembang memberikan wewenang yang besar kepada kontraktor dalam hal
pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya untuk pelaksanaan konstruksi
perumahan. Pengadaan barang dan jasa untuk kontraktor berasal dari pemasok,
baik pemasok langsung maupun pemasok tidak langsung. Pemasok langsung
adalah penyedia barang dan jasa yang memberikan pasokan barang dan jasanya
langsung kepada kontraktor. Sedangkan pemasok tidak langsung adalah penyedia
barang dan jasa yang memberikan pasokan barang dan jasanya kepada pemasok
barang dan jasa langsung untuk kontraktor.
Berdasarkan konfigurasi umum di atas, terdapat empat pihak yang paling
berpengaruh dalam rantai pasok pengembangan perumahan yaitu :
21
1. Pemilik rumah sebagai (end-customer) pada rantai pasok pengembangan
perumahan, yaitu masyarakat sebagai pengguna, pemakai (user).
2. Pemilik proyek yaitu pengembang sebagai pemilik pengembangan perumahan
di mana bertanggung jawab terhadap suatu produk yang dihasilkan dan
konsultan. Kelompok pemilik ini meliputi juga arsitek dan konsultan.
3. Kontraktor adalah perusahaan yang bekerja untuk menghasilkan dan
menyerahkan produk sesuai dengan gambar perencanaan dan spesifikasi yang
telah ditetapkan pengembang.
4. Subkontraktor dan pemasok.
a. Subkontraktor
Kontraktor lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
pemilik proyek sebagai subordinan dari kontraktor utama. Subkontraktor
merupakan perusahaan konstruksi berkontrak dengan kontraktor utama
untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan kontraktor utama.
Subkontraktor terdiri atas :
− Subkontraktor dan Spesialis
Penggolongan subkontraktor berdasarkan jenis aktifitas dibedakan menjadi
subkontraktor pada aktifitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang
membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan khusus
dan yang berkaitan dengan material khusus. Berdasarkan sumber daya
yang diberikan, subkontraktor dibedakan menjadi subkontaktor yang
memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only subcontractor)
subkontaktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja dan material;
subkontraktor yang memberikan sumber daya yang berupa pekerja,
material, dan peralatan (design; serta subkontraktor yang memberikan
sumber daya berupa pekerja, material, perencanaan (design), dan jasa
pemeliharaan. Sedangkan specialist trade contractor dibedakan menjadi
dua, yaitu kontraktor spesialis (specialist contractor) yang memberikan
jasa perencanaan (design service) bagi item yang diproduksi dan dipasang
pada konstruksi bangunan. Dan trade contractor, yang melaksanakan
pekerjaan dengan skill tertentu dalam konstruksi bangunan, tanpa
melakukan perencanaan.
22
Untuk keperluan penelitian ini, maka terminologi subkontraktor akan
dipakai untuk pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor tertentu yang
hanya memerlukan material, alat, dan pekerja, dan tidak menuntut
perencanaan (design engineering), serta kebutuhan teknologi tinggi.
Adapun spesialis, selain memiliki kelebihan di dalam jenis pekerjaan yang
ditanganinya, mereka memiliki kemampuan teknologi tertentu,
kemampuan finansial, serta knowledge tertentu yang spesifik, yang
didukung oleh skill pekerjanya.
− Subkontraktor Tenaga Kerja
Pemasok tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk
mengkonversikan material menjadi intermediate product disebut mandor.
Mandor bertindak sebagai labor only subcontractor dengan berbagai
keahlian yang spesifik dan tingkat kehalian yang berbeda-beda.
b. Pemasok dan Manufaktur Konstruksi
Pihak yang terlibat dalam pengadaan material. Jenis material yang
diperlukan dalam suatu proyek kontruksi bangunan, terdiri dari material
alam seperti pasir, kerikil, batu alam, material hasil produksi manufaktur
seperti besi beton, keramik, panel beton precast, dll. Dengan demikian
terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material-material yang
dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan:
− Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material
konstruksi dengan mengolah material-material alam hingga
menghasilkan komponen bangunan tertentu.
− Pemasok, yang mendistribusikan material yang diperoleh kepada
penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan maka pemasok
ini dapat dibedakan menjadi pemasok material alam dan pemasok
komponen bangunan.
23
II.3.4. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Pengembangan
Perumahan
Dalam rantai pasok pengembangan perumahan akan terlibat berbagai pihak. Jenis
dan peranan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok pengembangan
perumahan dapat dilihat berikut ini :
Gambar II.10. Pihak-pihak Yang Terlibat Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
Identifikasi Pihak-pihak Yang Terlibat Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
dapat terlihat pada Tabel II.2.
Tabel II.2. Identifikasi Pihak-pihak Yang Terlibat Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
Pihak yang Terlibat Peran
Pengembang Membiayai dan mengembangkan kawasan perumahan meliputi kegiatan mulai dari penguasaan/ pembebasan tanah, pengembangan lahan sarana dan prasarana, pembangunan rumah, hingga penjualan rumah.
Konsultan Manajemen Konstruksi (MK)
Membantu pengembang sebagai penasehat dan dalam pengelolaan proyek, mulai tahap studi kelayakan, desain (design) hingga pelaksanaan konstruksi.
Konsultan Studi Kelayakan Menyediakan layanan jasa studi kelayakan.
Konsultan Perencana
Menyediakan layanan jasa pekerjaan merencanakan suatu perumahan meliputi perencanaan arsitektur, struktur, dll.
Konsultan Perumahan
Konsultan Pengawas
Menyediakan layanan jasa pengawasan pada saat pelaksanaan konstruksi.
24
Pihak yang Terlibat Peran
Kontraktor Menyediakan layanan jasa pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Subkontraktor Menyediakan layanan jasa pelaksanaan konstruksi khusus Pemasok/ Supplier Menyediakan layanan jasa pengadaan bahan dan peralatan
Pelaksana Konstruksi Perumahan
SDM/ Tenaga Kerja
Menyediakan layanan jasa berupa tenaga dalam pelaksanaan konstruksi
Pemilik Rumah (Konsumen Perumahan)
Membeli/membayar harga rumah secara tunai atau kredit Pemakai (user), yaitu masyarakat sebagai pengguna.
Bank Lembaga Keuangan Non Bank
Memberikan ketentuan-ketentuan dan pinjaman berkaitan dengan : Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja Kredit Kepemilikan Rumah
Pemerintah Memberikan peraturan berkaitan dengan pajak, regulasi dan perizinan pengembangan perumahan.
REI Asosiasi pengembang yang memberwenang memberikan sanksi terhadap pengembang
PDAM Menyediakan layanan jasa air bersih PLN Menyediakan jasa layanan listrik Lembaga
Pengelolaan Telkom Menyediakan jasa layanan telekomunikasi
Dalam suatu pengembangan perumahan pihak-pihak yang terlibat dapat saling
terkait atau saling berhubungan secara langsung maupun tidak langsung.
Hubungan kerjasama antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu pengembangan
perumahan berdampak terhadap efektifitas pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Oleh
karena itu, berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan perumahan perlu
membuat suatu ikatan/perjanjian kerjasama (kontrak) dalam melaksanakan
kegiatan pengembangan perumahan.
Ikatan/perjanjian kerjasama (kontrak) adalah bentuk kesepakatan dua pihak atau
lebih untuk saling mengikat melakukan kerjasama (di bidang perdagangan,
kegiatan usaha atau bisnis, pengadaan barang, pengadaan jasa, dsb.) dan
mempunyai kekuatan hukum (Soekirno, 2005).
Sebelum kontrak dibuat, maka terdapat tahapan pembentukan kontrak.
Pembentukan kontrak adalah proses terjadinya suatu kontrak atau perjanjian
kerjasama antara dua pihak penyelenggara yaitu pihak pengguna jasa dan pihak
penyedia jasa. Proses pembentukan kontrak dapat dilihat pada Gambar II.11.
25
Gambar II.11. Proses Terjadinya Kontrak (Soekirno, 2005)
Hubungan kontrak pada pengembangan perumahan meliputi :
a. Kontrak Jual Beli Rumah (Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah)
b. Kontrak Konstruksi
Jenis kontrak konstruksi ini dikelompokkan berdasarkan nilai kontrak, cara
pembayaran dan tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya.
Jenis-jenis kerjasama (kontrak) konstruksi ini dapat dilihat pada
Gambar II.12.
Gambar II.12. Jenis-jenis Kerjasama (Kontrak) Konstruksi