89
BAB IV
ANALISIS TEMPAT RUKYAT DI JAWA TENGAH
A. Faktor Keberhasilan dan Ketidakberhasilan Melihat Hilal
1. Pantai Ujungnegoro Kabupaten Batang
M. Nasrullah1 mengungkapkan bahwa sejak pertama kali dilaksanakan
rukyatulhilal di pantai Ujungnegoro ini, belum pernah sekalipun dilaporkan
terlihatnya Hilal. Kegiatan rukyatulhilal di pantai ini sendiri telah dilakukan sejak
Kementerian Agama Kabupaten Batang berdiri tahun 19822. Jika dianalisis maka
faktor-faktor penyebabnya adalah:
a) Faktor Letak Geografis
Posisi geografis tempat yang baik untuk mengadakan observasi Hilal,
sebagaimana telah disebutkan di BAB II adalah tempat yang memungkinkan
pengamat dapat mengadakan observasi di sekitar (ufuk) tempat terbenamnya
Matahari. Pandangan pada arah itu sebaiknya tidak terganggu, sehingga
horizon akan terlihat lurus pada daerah yang mempunyai azimuth 240° sampai
300° atau lebih tepatnya 241°25’38” s/d 298°34’21.49” pada ufuk Barat.
Azimmuth tersebut dalam aplikasinya dapat dirinci kembali yaitu dengan
patokan titik Barat sejati. Dari titik Barat sejati ufuk ke Utara harus lebih dari
1 Moch. Nasrullah merupakan Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kab. Batang. (Interview
pada hari Senin, 30-12-2013). 2 Kegiatan rukyatulhilal ini rutin dilaksanakan minimal setahun tiga kali, yakni pada akhir
bulan Sya’ban untuk menentukan awal Ramadhan, akhir bulan Ramadhan untuk menentukan awal
bulan Syawwal dan pada akhir bulan Dzulqa’dah untuk menentukan awal bulan Dzulhijjah
90
besaran busur 28°34’21.49” dan ke arah Selatan juga minimal harus sebesar
busur 28°34’21.49” (lihat BAB II hal. 44-45).
Di tempat rukyah titik pertama pantai Ujungnegoro ini pada posisi ufuk
Barat ke Utara tidak terhalang dan sangat terbuka ufuknya, bahkan sampai ke
Utara sejati. Akan tetapi untuk ufuk Barat ke Selatan (B-S) hanya sampai
36°55’19.19”. Besaran sudut ini sudah mencakup kriteria minimal posisi
geografis untuk ufuk pengamatan. Keadaan tersebut tidak berbeda jika
melihat titik rukyat yang ke-dua. Titik rukyat yang digagas oleh STAIN
Pekalongan ini pada dasarnya lebih representatif jika dilihat dari view
(pandangan) untuk pengamatan ufuknya.
Tempat kedua ini pada mulanya sangat diharapkan dapat diandalkan,
akan tetapi kondisi titik kedua pada saat ini sudah jauh berbeda dari sejak
pertama kali dibeli. Jika pada saat dibeli sudah dilakukan uji kelayakan dan
dinyatakan layak dengan terbukanya pandangan ke arah barat, maka untuk
saat ini kondisi sudah lain. Dahulu ufuk dan laut bisa terlihat dari area ini,
namun untuk saat ini karena banyaknya tanaman yang tumbuh tinggi, maka
laut sudah tidak bisa terlihat dari areal ini. Pada titik kedua ini sulit untuk
dilakukan observasi seperti pada titik pertama untuk mengetahui luas
pandangan pada ufuk barat karena pandangan sama sekali tertutup oleh
tanaman sengon warga setempat.
Selain itu faktor geografis lainnya yang menjadi penyebab sulitnya
melihat Hilal ketika observasi adalah posisi lintang tempat ujung utara Pulau
91
Jawa yang semakin dekat dengan equator Bumi (garis katulistiwa).
Sebagaimana disebutkan oleh Morisson dan Tobias Owen yang
mendeskripsikan bahwa ketebalan atmosfir di daerah Khatulistiwa bisa
mencapai + 16 km, sementara semakin menjauh dari katulistiwa sampai di
daerah kutub mempunyai ketebalan + 10 km.
Gambar 4.1. Tempat Pengamatan Titik Kedua pantai Ujungnegoro
Kabupaten Batang Jawa Tengah
Untuk kondisi tempat observasi sangat jauh dari kota dan polusi udara
serta polusi cahaya. Hal ini disebabkan pula posisi pantai Ujungnegoro dari
gang masuk gapura utama di jalan Pantura sampai ke tempat pengamatan
membutuhkan waktu tempuh sejauh 10 km. Akan tetapi untuk tahun-tahun ke
depan Pantai Ujungnegoro ini perlu diverifikasi kembali kelayakannya.
Kondisi tersebut disebabkan akan dioperasikan PLTU terbesar di Asia
Tenggara dengan perkiraan operasional tahun 2017. Keberadaan PLTU yang
92
berada di ufuk Barat Selatan ini, selain menghalangi ufuk observasi, juga akan
menimbulkan polusi udara yang cukup lebat. Polusi udara di ufuk inilah yang
akan menjadikan kendala dalam pengamatan Hilal.
Gambar 4.2. Peta tempat pembangunan PLTU Batang yang berada di Kawasan
Pantai Ujungnegoro
b) Faktor Klimatologi
Menurut Nasrullah, sebagaimana ketika diwawancarai penulis, kendala
yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di pantai
Ujungnegoro ini adalah faktor alam seperti mendung dan hujan. Faktor
klimatologi ini pada dasarnya menjadi kendala seluruh tempat di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan Indonesia beriklim tropis. Hal ini terjadi di
kabupaten Batang termasuk pantai Ujungnegoro yang beriklim basah. Iklim
dan curah hujan yang tinggi di kabupaten Batang salah satu penyebab
93
kemungkinan Hilal sulit terlihat. Akan tetapi Kualitas udara Kabupaten
Batang termasuk bagus, karena tidak banyak tercemari oleh polusi udara.
Jarangnya aktifitas industri dengan kondisi pedesaan yang masih banyak
hutan menjadikan langit Kabupaten Batang bersih dari polusi, baik polusi
udara maupun polusi cahaya.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Sebagaimana disebutkan oleh Nasrullah bahwa dalam penentuan awal
bulan hijriyah, hisab yang dipakai untuk melakukan pengamatan Hilal di
Pantai Ujungnegoro ini beraneka ragam di antaranya dengan haqiqi bi al-
taqrib, haqiqi bi al-tahqiq dan haqiqi bi al-tadqiq (kontemporer). Di antara
kitab yang dipakai untuk menghitung posisi, keadaan dan ketinggian Hilal
antara lain; Kitab Fath al-Rauf al-Mannan, Kitab Tashil al-Mitsal, Risalah al-
Qomarain, Al-Syahru, Ephimeris Hisab Rukyat Kemenag RI, Astronomical
Jean Meeus.
Yang perlu diperhatikan pula dalam penggunaan hisab haqiqi bi al-
taqrib dan haqiqi bi al-tahqiq harus memperhatikan koreksi semi diameter
Bulan3 dan koreksi-koreksi yang biasanya belum diperhatikan dalam
3 Koreksi ini dimaksudkan agar hasil yang dihitung bukan titik pusat Bulan akan tetapi
piringan dari Bulan. Perlu diperhatikan bahwa dalam penggunaan koreksi semidiameter Bulan ini,
harus tahu kegunaan dan maksud dari koreksi tersebut. Jika koreksi ini ditambahkan maka yang
diukur adalah piringan atas Bulan, namun apabila yang dikehendaki adalah piringan bawah bulan
Maka koreksinya adalah dikurang semidiameter.
94
penentuan ketinggian Hilal mar’i seperti: Refraksi (Pembiasan Cahaya)4,
Kerendahan Ufuk5, dan Parallax (beda lihat)
6.
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat tersebut dalam ilmu astronomi sering
diesebut variabel visibilitas Hilal (ketampakan hilal). Variabel visibilitas Hilal
ini tidak dapat diprediksi menggunakan parameter tunggal, karena banyak
faktor-faktor yang berhubungan serta salng mempengaruhi keberadaan Hilal
saat terbenam setelah ijtimak. sejauh pengamatan penulis dari berbagai
kriteria para astronom, setidaknya terdapat lima parameter untuk menyusun
kriteria visibilitas Hilal, yaitu:
Umur Bulan (Moon’s age)7
4 Refraksi dalam bahasa arab disebut دقائـق االختالف (Daqo’iq al-Ikhtilaf) atau biasa juga
disebut pula al-Inkisar, sedangkan dalam bahasa indonesia disebut dengan pembiasan cahaya. Secara
terminologi adalah perbedaan di antara tinggi suatu benda langit yang dilihat dengan tinggi sebenarnya
yang diakibatkan oleh adanya pembiasan sinar. Pembiasan ini terjadi karena sinar yang dipancarkan
benda tersebut sampai kepada mata penglihat, melalui lapisan-lapisan atmosfir yang berbedaa-beda
tingkan kerenggangan udaranya, sehingga posisi benda langit itu terlihat lebih tinggi dari posisi
sebenarnya Benda langit yang sedang menempati posisi zenith nilai refraksinya adalah 0°. Semakin
rendah posisi suatu benda langit maka refraksinya semakin besar. Refraksi terbesar terjadi pada posisi
ketinggian 0 meter di atas permukaan laut atau pada saat piringan atas suatu benda langit
bersinggungan dengan kaki langit (ufuk), yaitu dengan nilai = 34' 50" 5 Kerendahan ufuk (dalam ilmu hisab biasa disingkat Dip/ D’) yang dalam bahasa arab
disebut Ikhtilaf al-Ufuq (اختالف األفق) adalah perbedaan kedudukan ufuq hakiki dengan ufuq mar’i oleh
seorang pengamat yang disebabkan pengaruh ketinggian tempat peninjau. Semakin tinggi kedudukan
peninjau maka semakin besar pula nilai kerendahan ufuq ini akibatnya semakin rendahnya ufuq mar’i
tersebut (Khazin, 2004: .32-33) 6 Parallax atau yang dalam bahasa arab disebut dengan Ikhtilaf al-Mandzar (اختالف المنظر)
merupakan sudut yang terjadi antara dua garis yang ditarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan
garis yang ditarik dari benda langit ke mata pengamat (beda lihat). Paralaks ini timbul karena
pengamat berada di permukaan bumi, sedangkan posisi benda langit menurut perhitungan ditentukan
dari titik pusat bumi 7 Umur Bulan secara keterwakilannya dalam variable visibilitas Hilal kurang tepat (perlu
diingat secara definisi visibilitas Hilal adalah manifestasi dari Hilal dapat dilihat ketika rukyat). hal ini
dikarenakan umur Bulan (moon’s age) pada dasarnya tidak berhubungan langsung dengan kecerlangan
95
Ketinggian Hilal atau Irtifa’ al-Hilāl (Moon’s altitude)8
Cahaya Hilal (Crescent width)9.
Difference of Azimuth (selisih Azimut Matahari dan Bulan).
Elongasi (elongation/ Arc of light).
Dari berbagai parameter tersebut perukyat minimal harus mengikuti
parameter pemerintah Indonesia yang menggunakan kriteria MABIMS
(Menteri Agama Indonesia, Malasia, Brunei Darussalam, dan Singapura) yang
bersepakat untuk menyatukan kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan:
Tinggi Hilal tidak kurang dari 2 derajat,
Jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan
Umur Hilal tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
Hilal. Contoh Bulan yang berumur 10 jam yang terletak di ekliptika mempunyai kecerlangan yang
hampir sama dengan Bulan berumur 0 jam yang letaknya 5° jauhnya dari ekliptika. Umur Bulan
terkecil yang berhasil didokumentasikan dalam data astronomi Hilal pengamatan langsung adalah
22,15 jam (naked eye) dan 23,37 jam (binokular). Keduanya jauh di atas nilai umur bulan minimum 8
jam, yang merupakan salah satu syarat kriteria MABIMS atau LAPAN (Dirbinapera, 2000 dalam
Djamaluddin, 2000). 8 Ketinggian Hilal atau Irtifa’ al-Hilāl (dalam dunia astronomi sering disebut altitude) selalu
menjadi parameter yang urgen dikalangan astronom sebagai patokan dalam melihat dan
mendokumentasikan Hilal. keadaan ini dikarenakan semakin jauh jarak Bulan terhadap horizon,
semakin sedikit pula pengaruh hamburan cahaya senja terhadap Hilal. Semakin tinggi posisi Hilal,
maka akan semakin lama Hilal di atas ufuk bersamaan semakin hilangnya hamburan cahaya senja.
Ketinggian Hilal, di dunia astronomi selalu menjadi detektor utama dalam membuat suatu formulasi
kriteria visibilitaas Hilal, seperti yang diperaktekkan oleh kriteria Istambul, SAAO, atau LAPAN dan
lain sebagainya 9 Menurut Djamaluddin (2010), visibilitas hilal ditentukan oleh kecerlangan hilal yang terkait
dengan fraksi sabit atau umur Hilal saat maghrib atau bisa juga diindikasikan dari jarak Bulan–
Matahari. Kecerlangan langit latar depan yang dipengaruhi jarak dari matahari (efek hamburan sekitar
matahari) dan ketinggian dari horizon (efek cahaya syafaq).
96
2. Pantai Binangun Kabupaten Rembang
Sebagaimana dijelaskan oleh Muchyidin10
, pantai ini telah menjadi pos
pengamatan Hilal awal bulan Hijriyah sejak tahun 80-an. Kegiatan ini bermula
dilakukan oleh para Kyai NU, yang kemudian diteruskan oleh LFNU Kabupaten
Rembang. Mulai tahun 2007 pos ini secara resmi dikoordinir oleh Badan Hisab
Rukyah (BHR) Kab. Rembang bersama dengan Kemenag dan Pengadilan Agama
setempat. Pantai yang berkoordinat 111o28’03” Bujur Timur dan 6
o38’35”
Lintang Selatan ini, dalam sejarahnya pernah berhasil melihat Hilal pada tahun
90-an11
. Akan tetapi data pengamatan tersebut tidak didapatkan secara detil.
Muchyiddin menambahkan bahwa sejak pengamatan Hilal resmi dikoordinir oleh
BHR Kab. Rembang sampai dengan sekarang belum pernah berhasil kembali
melihat Hilal.
a) Faktor Letak Geografis
Keadaan tempat rukyat pantai Binangun ini pada posisi ufuk Barat ke
Utara tidak terhalang dan sangat terbuka ufuknya, bahkan sampai ke Utara
sejati. Begitu pula untuk ufuk Barat ke Selatan (B-S), sehingga tempat ini
refresentatif jika dilihat dari view (pandangan) untuk pengamatan ufuknya
dengan ketinggian tempat mencapai 3 mdpl. Posisi tempat diujung Utara
Pulau Jawa yang semakin dekat dengan equator Bumi (garis katulistiwa),
menjadikan troposfir pada atmosfir pantai ini lebih tebal dari pada posisi
10
Staf Gara Syariah Kabupaten Rembang. Wawancara dilakukan pada tanggal 23-12-2013 11
Menurut timnya ketika dicocokan dengan data setellarium ada kemungkinan di atas 6o
derajat.
97
Selatannya. Keadaan tersebut menjadi salah satu faktor sedikit mempersulit
dalam melakukan pengamatan.
b) Faktor Klimatologi
Ali Muchyiddin menuturkan pula, kebanyakan kendala yang sering
dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di pantai Binangun ini adalah
faktor mendung. Faktor mendung ini menjadi sangat terasa terutama ketika
Hilal berada di sebelah Utara, karena wilayah Barat laut sejajar dengan
gunung Muria yang menyebabkan selalu mendung. Keadaan tersebut terjadi
terjadi dikarenakan pula Kabupaten Rembang termasuk pantai Binangun
beriklim basah. Kualitas udara di pantai ini cukup bagus, karena jarangnya
aktifitas industri menjadikan langit cukup bersih. Akan tetapi tempat ini
terlalu dekat dengan jalan raya pantura yang menyebabkan baik udara maupun
polusi cahaya banyaknya kendaraan.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Penggunaan perbandingan kitab Badiah al-Misal dan Fath al-rauf al-
Mannan selain Ephimeris, harus memperhatikan koreksi semi diameter Bulan
dan koreksi-koreksi yang biasanya belum diperhatikan dalam penentuan
ketinggian Hilal mar’i seperti: Refraksi (Pembiasan Cahaya), Kerendahan
Ufuk, dan Parallax (beda lihat).
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
98
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
3. Pelabuhan Kaliwungu Kabupaten Kendal
Pelabuhan Kaliwungu ini menjadi pos pengamatan Hilal awal bulan
Hijriyah mulai tahun 2008. Ulil Abshor12
menerangkan bahwa mulai pengamatan
Hilal pertama ini secara resmi yang dikoordinir oleh Badan Hisab Rukyah Daerah
(BHRD) Kab. Kendal bersama dengan PCLF NU Kab. Kendal belum pernah
berhasil melihat Hilal.
a) Faktor Letak Geografis
Keadaan tempat rukyat Pelabuhan Kaliwungi ini pada posisi ufuk Barat
ke Utara tidak terhalang dan sangat terbuka ufuknya, bahkan sampai ke Utara
sejati. Akan tetapi untuk ufuk Barat ke Selatan (B-S) hanya mendapatkan
view 30o hal ini disebabkan terhalang oleh gedung dan pepohonan. Besaran
sudut ini sudah mencakup kriteria minimal posisi geografis untuk ufuk
pengamatan. Posisi tempat diujung Utara Pulau Jawa yang semakin dekat
dengan equator Bumi (garis katulistiwa), menjadikan troposfer pada atmosfer
12
Penghulu KUA Kecamatan Kaliwungu dan Ketua PC Lajnah Falakiyah NU Kabupaten
Kendal.
99
pantai ini lebih tebal dari pada posisi Selatannya. Keadaan tersebut menjadi
salah satu faktor sedikit mempersulit dalam melakukan pengamatan.
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
pelabuhan Kaliwungu ini adalah faktor mendung dan langit-langit tertutup
awan. Keadaan tersebut terjadi terjadi dikarenakan pula Kabupaten Kendal
termasuk pelabuhan Kaliwungu beriklim basah (tropis). Kualitas udara di
pantai ini cukup polutif, karena banyaknya aktifitas kapal dan kendaraan
menjadikan langit terkena polusi asap dan juga polusi cahaya. Polusi cahaya
dari lampu-lampu kapal yang berlayar juga menjadi kendala dalam
pengamatan Hilal. Tempat ini juga terlalu dekat dengan jalan raya pantura
sebagai penyebab polusi udara dari asap kendaraan.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
100
4. Observatorium PP. Assalam Kabupaten Sukoharjo
Observatorium Assalam ini menjadi pos pengamatan Hilal awal bulan
Hijriyah mulai tahun 2012. AR Sugeng Riyadi13
menerangkan bahwa mulai
pengamatan Hilal pertama ini secara resmi yang dikoordinir oleh CASA (Club
Astronomi Santri Assalam) beberapa kali berhasil melihat Hilal. Pengamatan
Hilal di Dome Astronomi (Observatorium) Assalam ini dilakukan setiap akhir dan
awal bulan hijriyah. Ketinggian Hilal yang pernah dilihat lebih di PP Assalam ini
di atas 4o derajat.
a) Faktor Letak Geografis
Keadaan tempat rukyat Dome Astronomi Assalam ini sangat
representatif karena di desain khusus untuk melihat benda-benda langit. Posisi
observatorium ini pada posisi ufuk Barat ke Utara tidak terhalang dan sangat
terbuka ufuknya, bahkan sampai ke Utara sejati. Begitu pula untuk ufuk Barat
ke Selatan (B-S). Akan tetapi diantara sepanjang ufuk azimuth 241°25’38” s/d
298°34’21.49” terdapat gunung Merapi dan Merbabu yang menghalangi
pandangan ke ufuk sampai ketinggian + 4o (empat derajat). Posisi tersebut
terletak di azimuth 275° (untuk gunung Merapi) dan azimuth 285° (untuk
gunung Merbabu).
Posisi tempat di Selatan Pulau Jawa semakin jauh dengan equator Bumi
(garis katulistiwa), menjadikan troposfer pada atmosfer pantai ini lebih tipis
13
Penghulu KUA Kecamatan Kaliwungu dan Keta PC Lajnah Falakiyah NU Kabupaten
Kendal.
101
dari pada tempat rukyat lainnya yang berada diposisi Utara. Keadaan tersebut
menjadi salah satu faktor sedikit menguntungkan dalam hal posisi untuk
melakukan pengamatan.
b) Faktor Klimatologi
Walaupun pernah beberapa kali berhasil melihat Hilal, pengamatan di
PP. Assalam ini juga banyak mengalami kendala. Dan kendala yang sering
dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal adalah faktor mendung dan
langit-langit tertutup awan. Keadaan tersebut terjadi terjadi dikarenakan
Kabupaten Sukoharjo termasuk beriklim basah (tropis) ditambah dengan
polusi udara dan cahaya. Kualitas udara di observatorium PP. Assalam ini
cukup polutif, karena berada di tengah perkotaan sehingga menjadikan langit
terkena polusi asap dan juga polusi cahaya.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
102
5. Pantai Alam Indah Kota Tegal
Husni Faqih yang merupakan Ketua Tim BHRD Kota Tegal menuturkan
bahwa sejak 30 tahun silam Pantai Alam Indah Tegal banyak
ketidakberhasilannya dalam melihat Hilal. Pantai yang dipakai rukyatulhilal oleh
BHRD Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes ini dalam dua tahun
terakhir berhasil melihat Hilal dan dilaporkan kepada Kementrian Agama Pusat.
Diantara rukyatulhilal yang terlihat adalah awal Syawal 1434 H., dengan
ketinggian Hilal 3.5o dan posisi Hilal 5
o di Selatan Matahari.
a) Faktor Letak Geografis
Posisi ufuk Barat ke Utara pantai Alam Indah Tegal ini tidak terhalang
dan sangat terbuka, bahkan sampai ke Utara sejati. Begitu pula untuk ufuk
Barat ke Selatan (B-S), sehingga tempat ini representatif jika dilihat dari view
(pandangan) untuk pengamatan ufuknya dengan ketinggian tempat mencapai
40 mdpl. Posisi tempat diujung Utara Pulau Jawa yang semakin dekat dengan
equator Bumi (garis katulistiwa), menjadikan troposfer pada atmosfer pantai
ini lebih tebal dari pada posisi Selatannya. Keadaan tersebut menjadi salah
satu faktor sedikit mempersulit dalam melakukan pengamatan.
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
pantai Alam Indah Tegal adalah faktor mendung. Keadaan tersebut terjadi
terjadi dikarenakan pula Kota Tegal termasuk pantai Alam Indah Tegal
103
beriklim basah. Kualitas udara di pantai ini cukup bagus, karena jarangnya
aktifitas industri menjadikan langit cukup bersih.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
6. Pantai Logending Kabupaten Kebumen
Pantai yang dipakai rukyatulhilal oleh Kemenag Kabupaten Kebumen ini
pernah berhasil melihat Hilal dan dilaporkan kepada Kementrian Agama Pusat.
Dari penuturan Ma’rufin Sudibyo14
, rukyatulhilal yang pernah terlihat di pos
rukyat yang beroprasi pada awal tahun 2013 ini adalah awal Syawal 2013 dengan
ketinggian Hilal 6o (derajat). Ia juga menambahkan bahwa pos rukyat yang
dicarinya bersama para penggiat falak Kabupaten Kebumen sangat refresntatif,
apalagi ditambah dengan pembenahan infrastruktur.
a) Faktor Letak Geografis
14
Ahli falak Kabupaten Kebumen
104
Posisi ufuk Barat ke Utara pantai Logending ini tidak terhalang dan
sangat terbuka, bahkan sampai ke Utara sejati. Begitu pula untuk ufuk Barat
ke Selatan (B-S), sehingga tempat ini refresentatif jika dilihat dari view
(pandangan) untuk pengamatan ufuknya dengan ketinggian tempat mencapai
35 mdpl. Walaupun diantara sepanjang ufuk azimuth 241°25’38” s/d
298°34’21.49” yaitu pada posisi azimuth 256°19’ terdapat pulau
Nusakambangan yang menghalangi pandangan ke ufuk, hal itu tidak
bermasalah karena di bawah ketinggian + 1.8o. Posisi tempat diujung Selatan
Pulau Jawa yang semakin jauh dengan equator Bumi (garis katulistiwa),
menjadikan troposfir pada atmosfir pantai ini lebih kecil dari pada tempat
diposisi Utaranya. Keadaan ini lebih menguntungkan dibandingkan tempat
yang berada di belahan Utaranya.
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
pantai Logending ini adalah faktor mendung dan ketika air pasang. Keadaan
tersebut terjadi terjadi dikarenakan pula kabupaten Kebumen yang termasuk
pantai Logending beriklim basah (tropis). Kualitas udara di pantai ini sangat
bagus, karena tidak ada aktifitas industri, pemukiman dan polusi udara dan
polusi cahaya sehingga menjadikan langit cukup bersih.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Penggunaan perbandingan hisab selain haqiqi bi-at-tadqiq seperti
kitab Badiah al-Misal, harus memperhatikan koreksi semi diameter Bulan dan
105
koreksi-koreksi yang biasanya belum diperhatikan dalam penentuan
ketinggian Hilal mar’i seperti: Refraksi (Pembiasan Cahaya), Kerendahan
Ufuk, dan Parallax (beda lihat).
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
7. Pantai Jatikontal Kabupaten Purworejo
Keberadaan pantai Jatikontal sebagai tempat rukyat, tidak lepas dari pantai
Jatimalang dan pantai Keburuhan. Pada awalnya tempat rukyat BHRD Purworejo
berlokasi di pantai Jatimalang di kecamatan yang sama. Adanya program
konservasi pantai di area tersebut, menyebabkan ufuk di lokasi tersebut terhalang
oleh tanaman cemara udang. Oleh sebab itu pada tahun 2010 lokasi pun dipindah
ke pantai Keburuhan Ngombol. Di pantai Keburuhan ini hanya bertahan satu
tahun, karena disebabkan adanya abrasi pantai sehingga tidak layak lagi
digunakan. Atas usul beberapa tokoh, tempat rukyat dipindah ke pantai Jatikontal
Desa Jatikontal Kec. Purwodadi.
106
Selama dibuka tahun 2011 untuk rukyatulhilal pantai ini pada dasarnya
belum pernah melihat Hilal tanggal pertama. Akan tetapi sebagaimana penuturan
Arif Asnan15
pantai ini pernah dilakukan latihan rukyatulhilal pada tanggal 2
Syawal 1431 H dan dapat dilihat sampai ketinggian 4o (empat derajat). Adapun
yang menyebabkan ketidakberhasilannya adalah sering tertutup awan, mendung
dan ombak pantai yang besar serta uap air laut yang meningkat.
a) Faktor Letak Geografis
Posisi ufuk Barat ke Utara pantai Jatikontal ini tidak terhalang dan
sangat terbuka, bahkan sampai ke Utara sejati. Begitu pula untuk ufuk Barat
ke Selatan (B-S), sehingga tempat ini refresentatif jika dilihat dari view
(pandangan) untuk pengamatan ufuknya dengan ketinggian tempat mencapai
3 mdpl. Posisi tempat diujung Selatan Pulau Jawa yang semakin jauh dengan
equator Bumi (garis katulistiwa), menjadikan troposfer pada atmosfer pantai
ini lebih kecil dari pada tempat diposisi Utaranya. Keadaan ini lebih
menguntungkan dibandingkan tempat yang berada di belahan Utaranya.
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
pantai Jatikontal ini adalah faktor mendung dan ketika air pasang. Keadaan
tersebut terjadi terjadi dikarenakan pula kabupaten Purworejo yang termasuk
pantai Jatikontal beriklim basah (tropis). Kualitas udara di pantai ini sangat
15
Ahli Falak/ Staf Sub.Bag TU Kemenag Kabupaten Purworejo
107
bagus, karena tidak adanya aktifitas industri, pemukiman dan polusi udara dan
polusi cahaya sehingga menjadikan langit cukup bersih.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Penggunaan perbandingan hisab selain haqiqi bi-at-tadqiq seperti
kitab Khulasoh Al-Wafiyah dan as-Syahru, harus memperhatikan koreksi semi
diameter Bulan dan koreksi-koreksi yang biasanya belum diperhatikan dalam
penentuan ketinggian Hilal mar’i seperti: Refraksi (Pembiasan Cahaya),
Kerendahan Ufuk, dan Parallax (beda lihat).
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
8. Pantai Kartini Kabupaten Jepara
Dalam beberapa tahun sebelum tahun 2011 pengamatan Hilal belum
sekalipun berhasil. Akan tetapi rukyat tetap dilakukan di pantai ini karena
menurut beberapa tokoh, tempat ini memiliki ufuk yang bagus. Bahkan lebih dari
itu, laporannya selalu dijadikan pertimbangan pada sidang Isbat penentuan awal
108
bulan Hijriyah. Pantai Kartini Jepara termasuk salah satu lokasi terbaik di Pulau
Jawa untuk rukyatulhilal (Zuhdi: 23-12-2013).
Persaksian melihat Hilal di pantai Kartini pernah terjadi pada hari Selasa
29 Agustus 2011, pukul 17.39 WIB, selama 10 detik oleh Sayful Mujab dosen
STAIN Kudus Jawa Tengah, yang tengah melakukan rukyat di Pantai Kartini
Jepara. Posisi Hilal pada tanggal yang sama juga dilihat seorang tokoh agama,
dan dua dosen di Pantai Cakung, Jakarta Timur, pada pukul 17.56 WIB. Sayful
Mujab, menyatakan melihat Hilal dengan ketinggian hampir sebesar 1,5o
dengan elongasi lebih dari 5o di sebelah Selatan Matahari. Syaiful Mujab
menjelaskan, bahwa Kementerian Agama telah memiliki ketentuan awal bulan
yang ditentukan bila Hilal dapat dilihat minimal 2o, akan tetapi menurutnya
Kemenag tidak pernah memperhatikan soal elongasi (Mujab: 05-01-2014).
Pejabat Kementerian Agama (Kemenag) meragukan keakuratan
pengidentifikasian benda langit yang dilakukan Sayful Mujab. Pejabat Kemenag
tersebut, menganggap bahwa yang dilihat oleh Sayful Mujab adalah Venus.
Kementerian Agama pusat meragukannya karena banyaknya halusinasi yang
mungkin terjadi di pelaksanaan rukyatulhilal. Menurut Sayful Mujab, Venus
dengan mudah dapat dibedakan dari Bulan. Dari segi ukuran dan bentuk sudah
sangat berbeda antara Venus dan Bulan. Venus terlalu kecil dan tidak mungkin
diidentifikasi sebagai Hilal. Jupiter yang lebih besar dari Venus pun tidak bisa
dianggap sebagai Hilal, karena bentuk dan ukurannya sudah jauh berbeda dari
109
pandangan mata. Apalagi Venus yang lebih kecil dibanding Jupiter. (Mujab: 05-
01-2014)
Pada saat itu, pejabat Kementerian Agama berkali-kali menyatakan
bahwa hasil penglihatan Sayful Mujab tidak akurat. Sayful Mujab berujar
bahwa dia cuma sebagai orang yang menyaksikan dan melaporkan. Untuk
urusan diterima atau tidak laporan itu merupakan haknya Kemenag RI di
Jakarta (Mujab: 05-01-2014). Akhirnya, hasil itu ditolak karena dianggap tidak
sesuai dengan keriteria Pemerintah.
a) Faktor Letak Geografis
Pantai Kartini Jepara, terbilang mempunyai ufuk yang bagus untuk
melakukan rukyat dan tidak terhalang apapun (sangat terbuka) baik
pandangan ufuk Barat ke Utara maupun ufuk Barat ke Selatan. Meskipun di
sebelah Barat terdapat pulau Panjang, pulau tersebut tidak menghalangi
medan pandang untuk melakukan rukyat karena berada pada lebih dari 28o.
Selain itu posisi tempat rukyat juga lebih menjorok ke Utara (di atas laut)
sehingga sangat representatif dengan ketinggian tempat mencapai 3m dpl.
Posisi tempat diujung Utara Pulau Jawa yang semakin dekat dengan equator
Bumi (garis katulistiwa), pada dasarnya menjadikan troposfer pada atmosfer
pantai ini lebih tebal dari pada posisi Selatannya. Keadaan tersebut menjadi
salah satu faktor sedikit mempersulit dalam melakukan pengamatan karena
akan terlihat banyaknya awal tebal di ufuk.
110
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
pantai Kartini Jepara adalah faktor mendung. Keadaan tersebut terjadi
dikarenakan pula kabupaten Jepara termasuk pantai Kartini Jepara beriklim
basah. Kualitas udara di pantai ini cukup bagus, karena tidak adanya aktifitas
industri menjadikan langit cukup bersih tanpa polusi udara dan polusi cahaya.
c) Faktor Perhitungan Hisab
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
9. Menara Al-Husna MAJT Kota Semarang
Sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 pengamatan Hilal di Menara Al-
Husna belum sekalipun berhasil. Tertanggal 19 September 2009 hari Sabtu pukul
17.36 WIB persaksian melihat Hilal di Menara Al-Husna MAJT pernah terjadi
oleh Ahmad Izzuddin (dosen IAIN Walisongo) dan Hendro Setyanto (staf Ahli
LF PBNU) yang tengah melakukan rukyat untuk penetapan 1 Syawal 1430 H.
111
Akan tetapi kejadian ini dipastikan terlihatnya Hilal berdasar hasil rekaman
dari teleskop. Akan tetapi selama ini belum pernah terjadi pengamatan Hilal yang
langsung terlihat oleh mata di ufuk Menara Al-Husna MAJT. Sebelum dan
sesudah itu sampai sekarang pun belum berhasil terlihat kembali.
a) Faktor Letak Geografis.
Jika dilihat dari posisi ufuk, Menara Al-Husna terbilang mempunyai
ufuk yang sangat bagus untuk melakukan rukyat dan tidak terhalang apapun
(sangat terbuka) baik pandangan ufuk Barat ke Utara maupun ufuk Barat ke
Selatan. Selain itu posisi tempat rukyat juga lebih tinggi dari gedung-gedung
sekitar sehingga sangat representatif dengan ketinggian tempat mencapai 95
mdpl. Posisi tempat diujung Utara Pulau Jawa yang semakin dekat dengan
equator Bumi (garis katulistiwa), pada dasarnya menjadikan troposfer pada
atmosfer pantai ini lebih tebal dari pada posisi Selatannya. Keadaan tersebut
menjadi salah satu faktor sedikit mempersulit dalam melakukan pengamatan
karena akan terlihat banyaknya awal tebal di ufuk.
b) Faktor Klimatologi
Kendala yang sering dihadapi setiap kali melaksanakan rukyatulhilal di
Menara Al-Husna adalah adalah faktor mendung. Keadaan tersebut terjadi
dikarenakan komplek MAJT berada di tengah kota besar yang tergolong
sangat polutif. Selain itu pula Kota Semarang termasuk komplek MAJT
beriklim basah. Kualitas udara di MAJT ini kurang bagus, karena banyaknya
112
aktifitas industri dan pemukiman serta perkotaan sehingga terjadi polusi udara
dan cahaya.
Gambar 4.3. Kondisi Ufuk Menara Al-Husna MAJT Semarang
c) Faktor Perhitungan Hisab
Dalam perhitungan pengamat juga harus memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan Hilal dapat dilihat atau variabel visibilitas Hilal (ketampakan
hilal). Perukyat minimal harus mengikuti parameter pemerintah Indonesia
yang menggunakan kriteria MABIMS (Menteri Agama Indonesia, Malasia,
Brunei Darussalam, dan Singapura) yang bersepakat untuk menyatukan
kriteria visibilitas Hilal dengan ketentuan; tinggi Hilal tidak kurang dari 2
derajat, jarak sudut Hilal ke Matahari tidak kurang 3 derajat dan umur Hilal
tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi terjadi.
B. Kondisi Tempat Dan Media Pendukung Rukyat
1. Pantai Ujungnegoro Kabupaten Batang
a) Kondisi Lingkungan Dan Tempat Rukyat
Lokasi ini dipilih sebagai tempat pengamatan karena secara geografis
terletak paling utara dibanding pantai-pantai yang lain sehingga lebih strategis
113
untuk dijadikan tempat pengamatan. Nama Ujungnegoro yang diberikan pada
pantai ini dikarenakan posisinya yang paling utara (ujung) sehingga dinamakan
Ujungnegoro. Kondisi geografis pantai yang tinggi juga memberikan
keuntungan dalam proses pengamatan, karena semakin tinggi suatu tempat akan
semakin baik untuk pengamatan. (Nasrullah: 30-12-2013)
Akan tetapi untuk mencapai titik pengamatan kedua, pengamat harus
berjalan melewati jalan setapak pada lorong sejauh 500 meter ke arah Barat.
Nasrullah menceritakan bahwa akses menuju titik kedua ini pun tidak sebaik
sebelumnya. jika sebelumnya akses dari jalan desa menuju titik kedua sejauh
500 meter ini bisa dilalui oleh kendaraan sejenis mobil, maka untuk saat ini
sepeda motor pun sulit untuk melewati jalan tersebut. Jalan yang masih berupa
jalan setapak tersebut sangat licin dan berlumpur saat hujan.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Minimnya sarana dan prasarana di Pantai Ujungnegoro ini menjadi salah
satu yang dikeluhkan pelaksana rukyat. Hal yang paling urgen untuk dibenahi
adalah akses listrik. Sebab selain mengurangi kenyamanan perukyat ketika
alam mulai gelap, juga tidak bisa mengoprasionalkan perangkat alat rukyat
yang membutuhkan aliran listrik, seperti teleskop otomatis, laptop, dan
sebagainya. Adapun sarana dan prasarana lain yang belum mendukung adalah;
peralatan rukyat masih berupa penanda (pengarah) azimut manual untuk
menhadap dan sebuah theodolite, serta belum adanya bangunan khusus yang
114
dirancang untuk rukyatulhilal. Hal lain yang belum dibenahi dari sarana
prasarana lainnya adalah keberadaan rekap data yang belum ada.
2. Pantai Binangun Kabupaten Rembang
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Dipilihnya pantai Binangun ini sebagai tempat rukyatulhilal
dikarenakan tempat yang berada paling Utara sehingga memudahkan untuk
melihat ufuk. Selain itu pula tempat ini sudah dipakai melihat Hilal sejak
lama. Tempat yang digunakan untuk rukyatulhilal merupakan tanah inventaris
milik Pemkab/Desa. Untuk akses menuju tempat ini sangat lancar karena
disamping jalan pantura. Akan tetapi jika menjelang sore hari keadaan tempat
menjadi sangat ramai sekali karena pantai Binangun ini merupakan salah satu
tempat wisata di kabupaten Rembang.
Selain di Pantai Binangun ini, Ali Muchyiddin menuturkan bahwa ada
tempat di Kabupaten Rembang yang sangat direkomendisikan untuk dijadikan
tempat rukyatulhilal yaitu Bukit Pomahan dan Bumi Perkemahan Sudo.
Bahkan dari data ilmiyah dan pengamatan selama ini Bukit Pomahan
merupakan yang paling bagus untuk dijadikan tempat observasi. Akan tetapi
kendala yang didapatkan adalah akses yang sulit dan tempat yang tidak
kondusif untuk menampung orang banyak (perlu dibuatkan tempat khusus dan
permanen). Akses jalan menuju Bukit Pomahan ini sangat sulit dilalui
kendaraan karena jalan yang becek serta jarak dari jalan raya ke lokasi
membutuhkan jarak sekitar 2 Km.
115
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi fisik tempat rukyat di Pantai Binangun ini tergolong nyaman
karena tempat yang datar dan menampung banyak orang. Hanya saja belum
adanya tempat yang dibuat khusus untuk rukyatulhilal. Untuk peralatan rukyat
tergolong cukup sebagai media penunjang rukyatulhilal mulai dari yang
manual, mata telanjang hingga peralatan seperti theodolit. Perkara yang belum
dibenahi dari sarana prasarana lainnya adalah keberadaan rekap data yang
belum ada.
3. Pelabuhan Kaliwungu Kabupaten Kendal
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Seperti halnya tempat-tempat rukyat lainnya, terutama yang memakai
jasa pantai sebagai jasa observasi Hilal, Dipilihnya Pelabuhan Kaliwungu ini
dikarenakan tempat yang berada paling Utara sehingga memudahkan untuk
melihat ufuk. Walaupun akses jalan ke lokasi banyak yang rusak sehingga
apabila terjadi hujan, jalan menjadi becek dan banyak genangan air. Akses
jalan ini pada dasarnya relatif dekat dan mudah terjangkau dengan jarak 4,2
KM dari jalan alteri Kaliwungu.
Selain pelabuhan yang merupakan inventaris Pemkab Kendal ini,
tempat observasi Hilal di kabupaten Kendal yang direkomendasikan dan
digunakan lainnya adalah pantai Sendang Sikucing Rowosari. Keadaan,
kondisi serta kendala-kendalanya hampir sama dengan pelabuhan Kaliwungu.
Akan tetapi untuk fasilitasnya lebih baik pelabuhan Kaliwungu ini.
116
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi fisik tempat rukyat di Pelabuhan ini tergolong nyaman karena
tempat yang datar dan menampung banyak orang. Plabuhan yang dibangun
pada tahun 2001 oleh Pemkab Kendal terletak di Desa Wonorejo kecamatan
Kaliwungu dengan menempati area seluas 58 ha. Awal pembuatan pelabuhan
Kaliwung ini seduah tentu diperuntukan sebagai sebuah pelabuhan dengan
fungsi sebagai pelabuhan penyebrangan, dan pengiriman barang. Fasilitas
yang berada di pelabuhan ini antara lain terminal penumpang, areal parkir,
kantor oprasional pengelolaan pelabuhan, dan instalasi air serta listrik. Secara
fasilitas penunjang tempat, penggunaan pelabuhan ini sebagai tempat
rukyatulhilal sangat cocok sekali.
Dilihat dari vasilitas penunjangnya, tempat ini belum dilengkapi
dengan bangunan atau area yang dibuat dan didesain khusus untuk
rukyatulhilal seperti menara pandang atau yang lainnya. Untuk vasilitas
peralatan rukyat tergolong minim sebagai media penunjang rukyatulhilal,
dikarenakan swadaya perukyat yang membawa sendiri-sendiri alat yang akan
digunakan melihat Hilal. Sehingga pengguna dengan mata telanjang lebih
banyak walaupun juga ada yang membawa alat seperti theodolit. Hal lain
yang belum dibenahi dari sarana prasarana seperti kebanyakan tempat lainnya
yaitu keberadaan rekap data yang tidak tertata bahkan cendrung tidak ada.
117
4. Observatorium PP. Assalam Kabupaten Sukoharjo
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pemilihan tempat ini sebagai lokasi pengamatan Hilal tidak terlepas
dari keinginan Pengelola PP. Assalam untuk membuat tempat observatorium
Astronomi. Tempat ini diharapkan menjadi icon PP. Assalam sebagai pondok
yang berbasis riset dalam mengembangkan ilmu selain ilmu-ilmu keagamaan.
Dome astronomi PP. Assalam ini didesain khusus agar menyerupai miniatur
observatorium Boscha Lembang Bandung. Dari mulai desain bentuk hingga
oprasionalnya dibangun semirip mungkin. Keberadaan observatorium yang
didesain khusus inilah yang menjadikan tempat ini dijadikan lokasi
pengamatan Hilal di Solo Raya.
Akses menuju tempat ini sangat mudah, lancar dan ramai karena berada
di dalam Kota. Tempat ini berada di sebelah Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Walaupun berada di tempat yang berkondisi lingkungan ramai,
observatorium (dome) astronomi PP. Assalam ketika dalam kegiatan
penggunaannya sangat kondusif karena berada di dalam lingkungan area PP.
Assalam. Selain tempat ini, para penggiat falak di Kabupaten Sukoharjo dan
sekitarnya belum melakukan observasi tempat lainnya.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi dome astronomi di PP. Assalam sangat nyaman, kondusif serta
refresentatif untuk melakukan observasi benda-benda langit. Tempat utama
yang didesain khusus ini berada di lantai enam. Sarana dan prasarana yang
118
dipakai tergolong sangat komplit. Peralatan observasi seperti alat pengamat
benda langit, dan komponen lainnya terholong beragam mulai yang tergolong
tua (sederhana), konvensional hingga robotik modern. Selain itu penataan dan
dokumentasi tersimpan rapi dan sebagian selalu terpublikasikan di blog resmi
CASA16
5. Pantai Alam Indah Kota Tegal
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pemilihan Pantai Alam Indah sebagai tempat rukyatulhilal disebabkan
pantai ini berada paling Utara dan menjorok ke laut dibanding gugusan pantai
Utara lainnya di Kota Tegal. Dengan spesifikasi keberadanya tersebut
memudahkan pengamat untuk melihat ufuk. Selain itu pula tempat ini sudah
dipakai melihat Hilal sejak lama.17
Untuk akses menuju tempat ini juga sangat
mudah, lancar dan ramai karena berada dekat dengan jalur pantura. Selain
tempat ini, para pemerhati falak di Kota Tegal dan sekitarnya belum
melakukan observasi lebih lanjut.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi tempat rukyat di Pantai Alam Indah ini tergolong nyaman
karena tempat yang datar dan menampung banyak orang. Hanya saja belum
16
Blog resmi tersebut adalah http://blogcasa.wordpress.com. 17
Pantai ini dinamakan Pantai Alam Indah dikarenakan melalui proses peresmian pantai
sebagai tempat pariwisata di Kota Tegal. Setelah para pengelola pantai mendapatkan persetujuan dari
Walikota, maka untuk memproses lebih lanjut agar tempat rekreasi pantai cepat terwujud, dibentuk
badan hukum yang ditunjuk adalah CV. ALAM INDAH tepatnya pada tahun 1972. Dengan
terbentuknya akte pendirian CV. ALAM INDAH maka selanjutnya tempat rekreasi ini disebut Pantai
Alam Indah (PAI ).
119
adanya tempat/bangunan yang dibuat khusus untuk rukyatulhilal. Untuk
peralatan rukyat tergolong cukup lengkap ketika pelaksanaanya sebagai media
penunjang rukyatulhilal mulai dari yang manual hingga modern, seperti mata
telanjang, Theodolite, GPS (Global Positioning System), teropong binokuler
dan 2 gawang lokasi dan belum menggunakan teleskop.
Fasilitas rukyat lainnya yang ada di Pantai Alam Indah Tegal yaitu
terdapat tempat berteduh yang merupakan ruangan operasional Menara
Distrik Navigasi Angkatan Laut, sehingga dapat membantu keefesiensian para
perukyat saat obsevasi hilal. fasilitas ini merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya, sebab hal ini setidaknya tidak mengganggu para perukyat yang
akan melakukan observasi di tempat tersebut, sehingga acara rukyatulhilal
berjalan dengan efisien dan lancar baik sebelum ataupun setelah selesainya
rukyat. Hal lain yang perlu ada adalah arsip data dan pendokumentasian hasil.
6. Pantai Logending Kabupaten Kebumen
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pantai Logending yang merupakan gugusan dari pantai Ayah dipilih
sebagai tempat rukyatulhilal dikarenakan pantai ini berada di daerah paling
Selatan Kebumen. Selain itu pantai Logending juga dipilih di gugusan pantai
Ayah karena mempunyai view ufuk yang bagus namun mempunyai akses
yang mudah. Yang menguatkan para pemerhati falak di Kabupaten Kebumen
untuk memilih tempat ini adalah keberhasilan melihat Hilal diusia belum ada
setahun dalam penggunaan tempat tersebut.
120
Untuk akses menuju tempat ini tergolong lancar walaupun berbukit
dan jauh dari pusat Kota serta sulitnya transportasi umum. Selain tempat ini,
para penggiat ilmu falak di Kabupaten Kebumen ini, sebagaimana Ma’rufin
Sudibyo tuturkan sering melakukan penelitian. Salah satu yang sangat
direkomendasikan bahkan lebih bagus view-nya dari tempat lain adalah Pantai
Karangbolong. Akan tetapi pantai Karngbolong ini sangat sulit diakses oleh
kendaraan dan juga masih sangat curam.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi infrastruktur tempat rukyat Pantai Logending tergolong
nyaman karena tempat yang datar dan menampung cukup banyak orang.
Hanya saja belum adanya tempat/bangunan yang dibuat khusus untuk
rukyatulhilal. Keberadaan bangunan milik Pemda Kebumen di pantai ini dapat
dimanfaatkan sebagai fasilitas berteduh, dan menyiapkan kegiatan para
perukyat. Untuk peralatan rukyat tergolong cukup lengkap walaupun milik
BHRD hanya sebuah theodolite. Media penunjang rukyatulhilal lainnya yang
dipakai perukyat adalah teleskop binokuler dan SLR. Akan tetapi tidak adanya
fasilitas listrik menjadikan observasi hanya memakai alat manual. Dan yang
belum diperhatikan, ditata dan dibenahi oleh para perukyat di pantai ini adalah
publikasi dan arsip.
121
7. Pantai Jatikontal Kabupaten Purworejo
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pantai Logending dipilih sebagai tempat rukyatulhilal dikarenakan
pantai ini berada di daerah paling Selatan Kebumen. Selain itu pemilihannya
berhubungan dengan daerah konservasi pantai Jatimalang dan adanya abrasi
pantai Keburuhan (sebagai mana telah disampaikan pada sub bab
sebelumnya). Di luar itu, pemilihan pantai ini dipilih karena sebelumnya ada
survaying, observasi dan pelatihan untuk memastikan kelayakannya. Hasilnya
tempat ini bisa melihat Hilal sampai 4 derajat.
Pantai Jatikontal juga mempunyai view ufuk yang bagus untuk
pengamatan.Untuk akses menuju tempat ini tergolong lancar walaupun jauh
dari pusat Kota. Selain tempat ini, para pegiat ilmu falak di Kabupaten
Jatikontal yang digawangi oleh BHRD, belum melakukan penelitian lebih
lanjut. Dari hasil sementara pantai inilah yang paling bagus.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi infrastruktur tempat rukyat Pantai Logending belum
refresentatif dan masih sangat minim walaupun dapat menampung banyak
orang (karena merupakan pantai yang luas). Hal tersebut karena belum adanya
tempat/bangunan yang dibuat khusus untuk rukyatulhilal. Keberadaan TPI di
pantai ini dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas berteduh, dan menyiapkan
kegiatan para perukyat. Untuk peralatan rukyat BHRD hanya memiliki sebuah
theodolite. Selain itu tidak adanya fasilitas listrik menjadikan observasi hanya
122
memakai alat manual dan sedikit menyulitkan. Juga yang perlu diperhatikan,
ditata dan dikelola adalah publikasi dan arisf.
8. Pantai Kartini Kabupaten Jepara
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pantai Kartini dipilih sebagai tempat rukyatulhilal disebabkan pantai
ini berada paling Utara dan menjorok ke laut dibanding gugusan pantai Utara
lainnya di wilayah Jepara. Dengan spesifikasi keberadaannya tersebut
memudahkan pengamat untuk melihat ufuk. Selain itu pula tempat ini sudah
dipakai melihat Hilal sejak lama. Untuk akses menuju tempat ini juga sangat
mudah, lancar dan ramai walaupun cukup jauh dari pusat Kota Jepara. Pantai
ini merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di wilayah Jepara. Selain
tempat ini, di wilayah Jepara terdapat pula pantai Bandengan.
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi tempat di Pantai Kartini tergolong nyaman karena tempat
yang datar dan menampung banyak orang. Hanya saja belum adanya
tempat/bangunan yang dibuat khusus untuk rukyatulhilal. Untuk peralatan
rukyat tergolong cukup lengkap ketika pelaksanaanya sebagai media
penunjang rukyatulhilal mulai dari yang manual hingga modern, seperti mata
telanjang, Theodolite, GPS (Global Positioning System), teropong binokuler,
teleskop dan lain sebagainya (dari berbagai observator yang melakukan
pengamatan Hilal).
123
Fasilitas rukyat lainnya yang ada di Pantai Kartini dan juga merupakan
fasilitas wisata cukup lengkap yaitu terdapat tempat berteduh, akses listrik,
Musholla. Hal lain yang perlu ada adalah arsip data dan pendokumentasian
hasil
9. Menara Al-Husna MAJT Kota Semarang
a) Kondisi Lingkungan dan Tempat Rukyat
Pemilihan tempat ini sebagai lokasi pengamatan Hilal tidak terlepas
dari para The Founding Father Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang
berkeinginan membuat Menara Al-Husna. Keberadaan MAJT diharapkan
menjadi icon Jawa Tengah, sedangkan Menara Al-Husna merupakan salah
satu icon dan daya tarik MAJT. Salah satu fasilitas utama Menara Al-Husna
menara pandang. Dibagian inilah terdapat tempat observasi Hilal (benda
langit). Tempat observasi Hilal Menara AL-Husna ini didesain khusus agar
mempermudah untuk melakukan observasi. Keberadaan observatorium yang
didesain khusus inilah yang menjadikan tempat ini dijadikan sebagai lokasi
pengamatan Hilal di wilayah Semarang.
Akses menuju tempat ini sangat mudah, lancar dan ramai karena berada
di Kota. Walaupun berada di tempat yang berkondisi lingkungan ramai,
observatorium (dome) Hilal Menara Al-Husna ini ketika penggunaannya
sangat kondusif karena berada di dalam lingkungan area MAJT. Selain tempat
ini, para penggiat falak di Kota Semarang biasa menggunakan Pantai Marina
sebagai lokasi pengamatan Hilal.
124
b) Kondisi Fisik Tempat Rukyat
Kondisi tempat observasi Hilal di MAJT sangat nyaman, kondusif
serta refresentatif untuk melakukan observasi benda-benda langit. Tempat
yang didesain khusus untuk melihat Hilal ini berada di lantai sembilan belas
(19). Sarana dan prasarana yang dipakai tergolong sangat komplit. Peralatan
observasi seperti alat pengamat benda langit, dan komponen lainnya tergolong
modern dan beragam mulai yang sederhana dan konvensional seperti Rubu’
Mujayyab, hingga robotik modern seperti Teleskop. Untuk penataan dan
dokumentasi arsip masih masih sebatas dilakukan oleh Kanwil Kemenag
Provinsi Jawa Tengah, belum ada tempat khusus yang disimpan di tempat
observasi Menara Al-Husna atau MAJT.
C. Analisis Kelayakan Tempat-Tempat Rukyat di Jawa Tengah
Dalam mendiagnosa kelayakan suatu tempat rukyat dibutuhkan suatu
parameter tertentu. Adapun parameter untuk menentukannya dapat dilihat dengan
teori-teori astrogeografis dalam tata tempat, tata cara dan tata kelola
rukyat/pengamatan yang baik untuk dijadikan suatu teori atau parameter dalam uji
kelayakan tempat observasi seperti rukyatulhilal. Dengan parameter ini akan lebih
mudah untuk memberikan hasil dan kesimpulan tentang kelayakan tempat rukyat.
Dari hasil analisis teori maka ada dua parameter yang harus dipenuhi sebuah tempat
observasi benda langit yaitu parameter primer dan parameter sekunder. Kedua
parameter ini harus terintegrasi kuat agar dapat menghasilkan suatu tempat
pengamatan yang sangat baik.
125
Parameter primer merupakan parameter yang mencakup aspek geografis
tempat dan kondisi klimatologi lingkungan. Adapun parameter sekunder merupakan
parameter yang mencakup aspek sarana, prasarana, fasilitas, dan penggunaan hisab
serta perukyat. Dengan kedua paremeter ini dapat diberikan suatu dasar penilain
tingkat kelayakan sebagai berikut:
Tabel. 4.1. Tabel Kriteria Kelayakan
No Tingkat Kelayakan Kriteria Kelayakan Tempat Rukyat
1 Layak Tempat rukyat memiliki aspek primer dan
sekunder secara baik
2 Cukup Layak Tempat rukyat memenuhi kriteria kedua aspek
dengan salah satunya kurang baik atau aspek
primer saja secara baik
3 Kurang Layak Tempat rukyat memenuhi kriteria sekunder
saja (secara baik) atau primer saja akan tetapi
kurang baik
4 Tidak Layak Jika tempat rukyat tidak memiliki keduanya
atau ada parameter sekunder akan tetapi
kurang baik
NB: Tingkat kelayakan akan meningkat jika di tempat tersebut telah terjadi
keberhasilan melihat Hilal, dengan data dan posisi ilmiah.
Dari analisis data dan lapangan yang telah penulis lakukan, maka tempat-
tempat rukyat yang ada di Jawa Tengah yang telah diteliti bisa dikatakan belum ada
yang sampai pada derajat tidak layak. Adapun simpulan secara rincinya adalah
sebagai berikut:
121
NO Nama Tempat Tingkat Kelayakan Parameter Kelayakan Keterangan
1 Pantai Ujungnegoro Kurang layak Kekurangan Primer: posisi di Utara
Jawa (dekat dengan equator Bumi),
selalu mendung, polusi udara jika ada
PLTU.
Kekurangan Sekunder: belum ada
tempat khusus, fasilitas yang belum
memadai, akses jalan belum baik.
Belum pernah melihat Hilal
2 Pantai Binangun Cukup layak Kekurangan Primer: posisi di Utara,
polusi udara dan polusi cahaya.
Kekurangan Sekunder: belum ada
tempat khusus, Ramai kalau sore
karena tempat wisata.
Pernah berhasil melihat Hilal
3 Pelabuhan Kaliwungu Kurang layak Kekurangan Primer: posisi di Utara,
polusi udara dan polusi cahaya kapal
pelabuhan.
Kekurangan Sekunder: Belum ada
tempat khusus, akses jalan jelek,
peralatan sedehana.
Belum pernah melihat Hilal
122
4 Observatorium PP. Assalam Cukup layak Kekurangan Primer: posisi azimut
275o dan 285
o terhalang gunung
dengan ketinggian + 4o, Polusi udara
dan polusi cahaya (berada di kota).
Pernah berhasil melihat Hilal
5 Pantai Alam Indah Cukup layak Kekurangan Primer: posisi di Utara.
Kekurangan Sekunder: Belum ada
tempat khusus.
Pernah berhasil melihat Hilal
6 Pantai Logending Cukup layak Kekurangan Sekunder: belum ada
tempat khusus, fasilitas kurang
memadai
Pernah berhasil melihat Hilal
7 Pantai Jatikontal Kurang layak Kekurangan Primer: sering terjadi
mendung
Kekurangan Sekunder:
Belum pernah melihat Hilal
8 Pantai Kartini Cukup layak Kekurangan Primer: curah hujan
yang tinggi, posisi di utara.
Pernah berhasil melihat Hilal
9 Menara Al-Husna Cukup layak Kekurangan Primer: posisi di utara,
polusi udara dan polusi cahaya
(berada di kota).
Pernah berhasil melihat Hilal