Download - Bor
-
5/26/2018 Bor
1/19
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Rumah Sakit2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan
yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
serta berkesinambungan (Siregar, 2004).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputipromotif,preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit umum mempunyai fungsi:
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
2/19
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya:
1. berdasarkan jenis pelayanan
a. rumah sakit umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. rumah sakit khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
3/19
2. berdasarkan pengelolaan
a. rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba. Rumah sakitpublik yang dikelola pemerintah danpemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. rumah sakit privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan
subspesialistik luas.
b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas
spesialistik dan subspesialistik luas.
c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
4/19
d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RIc, 2009; Siregar,
2004).
2.1.4 Badan Layanan Umum (BLU)Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005, Badan Layanan Umum adalah instansi
di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
2.1.5 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk
mencapai status masa depan rumah sakit, mengomunikasikan sifat dari
keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan maksud, lingkup usaha/kegiatan dan
kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan
antara rumah sakit dan stakeholders utamanya, dan untuk menyatakan tujuan
luas dari kerja rumah sakit (Siregar, 2004).
Misi rumah sakit merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang
alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk
memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk
memenuhi maksud tersebut (Siregar, 2004).
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
5/19
2.1.6 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:
a. Bed Occupancy Rate(BOR): angka penggunaan tempat tidur
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih
dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga
perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat
AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai
AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.
c. Bed Turn Over(BTO): angka perputaran tempat tidur
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
d. Turn Over Interval(TOI): tenggang perputaran
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah
diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari (Anonim, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
6/19
2.2 Rekam Medik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008
yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada paien.
Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan
sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis,
pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja,
penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada
waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar, 2004).
Pemanfaatan rekam medik dapat dipakai sebagai:
a.pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
c. keperluan pendidikan dan penelitian.
d.dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.
e. data statistik kesehatan (Depkes RIb, 2008).
2.3 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di
Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Utama (Depkes RIa, 2008).
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
7/19
PFT adalah organisasi yang berada di bawah komite medik rumah sakit
yang diketuai oleh dokter bagian farmakologi klinik dan seorang sekretaris yaitu
apoteker dari IFRS serta dibantu oleh anggota PFT yang terdiri dari dokter yang
mewakili Staf Medik Fungsional (SMF) serta dibantu oleh tenaga kesehatan
lainnya di rumah sakit sakit (Siregar, 2004).
Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam
pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat
yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi
pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai
terapi obat yang rasional.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter
dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke
dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk
obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak
produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.
2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti
rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
8/19
6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional.
7. membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar, 2004).
2.4 Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang
diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit
dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya
formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis
fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai
penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata
manajemen kefarmasian di rumah sakit (Siregar, 2004).
Kegunaan formularium di rumah sakit:
1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
(Siregar, 2004).
2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
9/19
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian (Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit
tersebut.
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah
sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik dan manajemen mutu.
2.5.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, fungsi pelayanan
farmasi rumah sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi adalah:
a)memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b)merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan
optimal.
c)mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d)memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e)menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
10/19
f) menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g)mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
a. PemilihanMerupakan proses kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat essensial, standarisasi hingga
menjaga dan memperbaharui standar obat.
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan
transaksi pembelian.
b. PerencanaanMerupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
11/19
Pedoman perencanaan berdasarkan:
1. DOEN, formularium rumah sakit, Standar Terapi Rumah Sakit,
ketentuan setempat yang berlaku.
2. data catatan medik
3. anggaran yang tersedia
4. penetapan prioritas
5. siklus penyakit
6. sisa persediaan
7. data pemakaian periode yang lalu
8. perencanaan pengembangan
c. PengadaanMerupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
i) pembelian:
- secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
- secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/
rekanan
ii) produksi/pembuatan sediaan farmasi:
- produksi steril
- produksi non steril
iii) sumbangan/droping/hibah
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
12/19
d. ProduksiMerupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. PenerimaanMerupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.
f. PenyimpananMerupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya,
mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai
dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan.
g. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis (Depkes RI, 2004).
2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada
pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu
memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara
individual.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
13/19
Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi
obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat
sehingga meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan
keamanan terapi obat.
Pelayanan farmasi klinis meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error).
b. penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data
rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
c. pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
d. konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan
membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga
pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
14/19
adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan
menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.
e. visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter,
pasien serta profesional kesehatan lainnya.
f. pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
2.6 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterile Supply Department (CSSD)atau Instalasi Pusat Pelayanan
Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya
untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya
angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut
maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RIa, 2009).
Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:
a. besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
15/19
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
di lingkungan rumah sakit.
Adapun tugas CSSD di rumah sakit adalah (Depkes RIa
, 2009):
1. menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.
2. melakukan proses sterilisasi alat/bahan.
3. mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan,
kamar operasi maupu ruangan lainnya.
4. memilih peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu.
5. mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
6. melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi
nosokomial.
7. memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi.
8. mengevaluasi hasil sterilisasi.
Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi
label, sterilisasi, penyimpanan sampai proses distribusi (Depkes RIa, 2009).
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat/bahan
steril terbesar di rumah sakit. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain
meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi
silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Depkes RIa, 2009).
Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan
untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
16/19
terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan
CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RIa, 2009):
1. ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan
dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan,
dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan
untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi,
racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Sistem ventilasi harus didesain
sedemikian rupa sehingga udara di ruang dekontaminasi harus:
- dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter.
- tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya.
- tidak dianjurkan menggunakan kipas angin.
2. ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan
alat/barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan
tertutup.
3. ruang produksi dan prossesing: linen diperiksa, dilipat, dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Selain linen, pada daerah ini dipersiapkan pula bahan-
bahan seperti kain kasa, cotton swab, dan lain-lain.
4. ruang sterilisasi: tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Untuk sterilisasi
Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih
dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi exhaust.
5. ruang penyimpanan barang steril. Ruang ini sebaiknya dekat dengan ruang
sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang
langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan. Dinding dan lantai
ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan, alat
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
17/19
steril disimpan pada jarak 19 24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari
terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat-alat steril tidak
disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses ke ruang
penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih, bebas
dari penyakit menular dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan
persyaratan.
Dengan adanya CSSD di rumah sakit bertujuan:
1. mencegah infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna.
2. memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.
3. menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
2.7 Instalasi Gas MedisPenggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.
2.7.1 Defenisi Gas Medisa. instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas
medis sampai ke outlet.
b. gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk
pelayanan medis pada sarana kesehatan
c. instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta
peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk
penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan.
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
18/19
d. sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung
gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan
melalui pipa instalasi gas medis.
e. outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan
kesehatan antara lain:
- Gas Oksigen (tabung 1m3, 2m3, 6m3)
- Oksigen cair (tangki)
- Gas N2O (tabung 25 kg)
- Gas CO2
- Udara Tekan (UT)
- Siklopropana (C3H6)
- Helium
- Vaccum (suction)
- Mixturegas yang terdiri dari:
a) O2 + N2
b) O2 + CO2
c) He + O2
d) N2O + O2 + N2
Universitas Sumatera Utara
-
5/26/2018 Bor
19/19
2.7.2 Penyimpanan Gas Medis
Persyaratan penyimpanan gas medis:
a. tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran
dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi
goncangan.
b. lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis
dibedakan tempatnya.
c. penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang
kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian.
d. lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau
sejenisnya.
e. gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes
kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (Depkes
RI, 2002).
2.7.3 Pendistribusian Gas Medisa. distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troly yang biasanya
ditempatkan dekat dengan pasien.
b. pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator.
c. regulator harus dites dan dikalibrasi.
d. penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung
untuk 1 orang.
e. tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi
(higienis) (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara