Download - Case Otomikosis
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. F
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sleman, Yogyakarta
Tanggal periksa : 9 Mei 2015
II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Mei 2015
KELUHAN UTAMA
Telinga kiri terasa sakit sejak 1 minggu lalu
KELUHAN TAMBAHAN
Telinga kiri sering berdengung, dan terdapat cairan, serta fungsi pendengaran
menurun,
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan telinga kiri terasa nyeri sejak 1 minggu lalu sebelum
berobat. Pasien juga mengeluh telinga sering berdengung dan terdapat cairan
mengalir berwarna kuning dari telinga kirinya. Pasien juga merasakan adanya
penurunan fungsi pada pendengarannya. Pasien mempunyai kebiasaan tidak
membersihkan telinga setelah kemasukan air saat mandi. Pasien juga menyangkal
adanya demam, batuk dan pilek.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
1
Riwayat alergi disangkal
Riwayat demam disangkal
Riwayat ISPA disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat alergi disangkal
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengatakan belum mengonsumsi obat-obatan
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Suhu : 36.5⁰C
Tekanan darah :110/70 mmHg
Laju nadi : 72 kali/menit
Laju napas : 20 kali/menit
Pemeriksaan telinga
1. Aurikula
Dekstra : Nyeri tekan tragus (-), deformitas (-), hiperemis (+)
discharge (-)
Sinistra : Nyeri tekan tragus (-), deformitas (-), hiperemis (+),
discharge (-)
2. Kanalis Akustikus Eksternus
Dekstra : tampak serbuk putih berbintik hitam, kulit kanal tampak
kemerahan (hiperemis), edema (-), debris (+)
2
Sinistra : tampak serbuk putih berbintik hitam, kulit kanal tampak
kemerahan (hiperemis), edema (-), debris (+)
3. Membran Timpani
Dekstra : samar karena tertutup massa putih berbintik hitam
Sinistra : samar karena tertutup massa putih berbintik hitam
4. Retroaurikuler
Dekstra : sikatriks (-), peradangan (-)
Sinistra : sikatriks (-), peradangan (-)
Inspeksi : tidak tampak deviasi, deformitas atau pembengkakan
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Rinoskopi anterior : deviasi septum -, konka hiperemis -/-, edema -/-, massa -/-
Perdarahan -/-, sekret -/-.
Rinoskopi posterior : tidak dilakukan
3
Pemeriksaan tengorokan
1. Nasofaring dan Orofaring
Post nasal drip : (-)
Rongga mulut : hiperemis (-), stomatitis (-), geligi dalam batas normal
Lidah : permukaan kasar dan tak kotor, perlukaan (-)
Faring & uvula : hiperemis (-), edema (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-), pelebaran kripta (-), eksudat (-),
Pseudomembran (-)
2. Pemeriksaan leher
Tidak terlihat dan tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
IV. Resume
Anamnesa, Pasien perempuan 20 tahun datang dengan keluhan telinga terasa sangat
gatal sejak 3 bulan lalu tanpa disertai penurunan fungsi pendengaran. Pasien
mengalami nyeri tragus pada aurikula dekstra dan sinistra sejak 3 hari yang lalu.
Pasien mengatasi rasa gatal dengan mengorek telinga menggunakan cotton bud atau
jari tangan, namun gatal tetap dirasakan. Tidak ada keluhan seperti demam, keluar
cairan dari liang telinga, telinga berdengung, dan batuk pilek sebelumnya.
Pemeriksaan fisik, Pada aurikula dextra dan sinistra tampak serbuk putih, kulit liang
telinga kemerahan, terdapat debris. Membran timpani tidak tampak jelas karena
tertutup oleh massa berwarna putih. Pada pemeriksaan fisik lain tidak ditemukan
adanya kelainan.
V. Diagnosis Kerja
Otomikosis aurikula dekstra et sinistra
4
VI. Tatalaksana
Preventif
Membersihkan liang telinga denga cotton bud yang diberi alkohol dengan cara
diputar pada liang telinga dengan hati-hati sedalam 1.5 cm.
Medikamentosa
o Ketokonazol cream tube I 2x sehari
o Hydrokortison cream tube I 2x sehari
Edukasi
o Edukasi kepada pasien agar menjaga telinga tetap kering.
o Edukasi kepada pasien agar tidak mengorek telinga.
Tindakan
Membersihkan liang telinga dengan menggunakan suction.
Follow up:
o Minum obat sesuai petunjuk
o Kontrol 1 minggu kemudian
o Bila sebelum 1 minggu terdapat keluhan lain segera kontrol
VII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
5
ANALISIS KASUS
I. Kongenital
Tanda dan Gejala Kelainan
Ukuran
Aurikula
Variasi
Bentuk
Aurikula
Pre
Aurikular
Fistula
Stenosis
Canalis
Auditorius
Eksternus
Kasus
Kelainan ukuran telinga + - - - -
Kelainan bentuk telinga - + - - -
Lubang pada krus helix - - + - -
Tuli Konduksi - - - + -
II. Inflamasi
Tanda dan
Gejala
Bakterial
Fungal Kajian
Kasus
Otitis Eksterna Akut
ErisipelasOtitis
Eksterna
sirkumskripta
Otitis
Eksterna
difusa
Otalgia + + - + +
Demam +/- +/- + - -
Furunkel + - - - -
Trismus + + - +/- -
Penurunan
pendengaran
+ - - +/- -
Edema pada
kulit kanal
+ + + - -
Ear
discharge
+ + - + -
Regional
limfadenitis
- +/- - - -
Gatal - - - + +
6
Serbuk
berwarna
putih
- - - + +
Cotton like
growth
- - - + +
Wet
newspaper
mass
- - - + +
Tinnitus
III. Infeksi
Tanda dan
Gejala
Viral Alergi
Kajian
Kasus
Herpes
zoster
oticus
Miringitis
bullosa
hemoragika
Eczematous
otitis
eksterna
Otitis
eksterna
seborroik
Dermatitis
Otalgia + + - - - +
Edema - + + - - -
Gangguan
pendengaran
- + - - - -
Gatal - - - + + +
Parese + - - - - -
Bulla - + - - - -
Eksim dan
krusta
- - + + - -
Fissura dan
skuama
- - + - - -
Stenosis
umum
- - + - - -
Vesikula + - - - - -
IV. Neoplasma 1
7
Tanda dan
Gejala
Karsinoma
Kulit
Kanalis
Fibroma Osteoma Osteosarkoma Kajian
Kasus
Sekresi
serosanguinosa
kronis
+ - - - -
Nyeri di liang
telinga
+ - - - +
Pembengkakan
di liang telinga
+ - - - -
Benjolan
keras, tunggal,
bundar
- - + - -
Lesi seperti
kista
- + - - -
Ekspansi
lambat
- + - - -
V. Miscellaneous
Tanda dan Gejala Corpus Alineum Cerumen
obturans
Keratosis
Obliterans
Kajian
Kasus
Riwayat sebelumnya + + - -
Terlihat benda asing + - - -
Otalgia + + + +
Otorea + - + -
Granulasi kanal + - - -
Telinga tersumbat - + - +
Gangguan pendengaran + + + -
Tinnitus - + - -
8
Massa coklat kehitaman
pada kanal
- + + -
Massa putih pada kanal - - - +
9
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Telinga bagian luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar (pars
kartilago), sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang (pars
osseus). Panjangnya kira-kira 21/2 – 3 cm.1
Telinga bagian luar berfungsi dalam menyalurkan suara sampai ke membran
timpani. Pinna bagian pada telinga yang terbentuk dari tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, berfungsi dalam mengumpulkan dan menyalurkan suara sampai ke liang
telinga.
Liang telinga pada manusia terdiri dari bagian luar dan dalam. Pada bagian luar dari
liang telinga terdapat kulit yang memiliki folikel rambut, disertai dengan kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea yang bersama-sama membentuk kotoran telinga
(serumen). Rambut halus yang tumbuh di bagian luar liang telinga dan serumen
berfungsi sebagai pelindung dan disinfektan pada telinga.2,1
10
Kulit dari kanal akustikus eksternus berkembang seperti kuku pada jari yaitu
dari bagian yang paling dalam ke bagian yang paling luar. Sehingga kulit yang sudah
berganti kulit menjadi satu dengan serumen di bagian luar dari liang telinga. Kulit
dari kanal akustikus eksternus tersusun atas stratified squamous epithelium yang
kontinu. Kulit dari pinna dan epitel bersatu melapisi membran timpani. Lapisan
subkutan dari pars kartilago mengandung rambut, kelenjar sebasea, kelenjar serumen
(keringat), dan memiliki ketebalan sampai dengan 1 mm. Kulit dari pars osseus tidak
memiliki lapisan subkutan sehingga hanya memiliki ketebalan sekitar 0.2 mm.3,1
Perdarahan liang telinga luar berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna,
yaitu A. Temporalis superfisial. Cabang auricular dalam dari A. maksilaris mendarahi
kulit bagian anterior liang telinga luar. Sedangkan bagian posterior dari liang
telingaluar mendapat perdarahan dari cabang auricular dari A. Aurikularis posterior.
Sensasi kepada aurikula dan kanalis akustikus eksternus berasal dari cabang
aurikulotemporal nervus trigeminal (V), facial (VII), glossopharyngeal (IX), dan
vagus (X) dan nervus auricular mayor dari pleksus servikalis (C2-3). M. vestigial
ekstrinsik, anterior, superior, dan posterior auricular dipersarafi oleh nervus facial
(VII). Kelenjar serumen adalah hasil modifikasi dari kelenjar keringat yang
dikelilingi oleh sel mioepitel. Serumen mencegah laserasi pada liang telinga dan
memiliki zat antibacterial, serta memiliki pH asam yang menciptakan suasana
lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan bakteri.4,1
II. Definisi
Otomikosis adalah infeksi jamur di liang telinga yang dipermudah oleh
lingkungan yang memiliki kelembaban tinggi. Otomikosis sering terjadi pada daerah
tropis. Keluhan yang sangat menonjol adalah rasa gatal yang hebat disertai rasa penuh
di telinga atau rasa pekak dengan penumpukan debris basah di dalam liang telinga.5,1
III. Etiologi dan Faktor Risiko
Otomikosis paling sering disebabkan oleh pityrosporum, aspergillus albus,
aspergillus nigra, dan candida albicans. Semua jamur memiliki 3 syarat untuk
tumbuh, yaitu lembab, hangat, dan gelap. Candida merupakan jamur terbanyak yang
11
ditemui pada otomikosis pada temperatur biasa, sedangkan aspergillus merupakan
jamur paling banyak ditemui pada temperatur panas.2,2
Faktor resiko yang mendukung terjadinya infeksi jamur antara lain,
peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor
sistemik (imunosupresi, konsumsi kortikosteroid, antibiotic, neoplasma), faktor
lingkungan (panas, lembab, hangat, gelap), dan riwayat terjadinya otomikosis
sebelumnya.5,2
IV. Epidemiologi
1 dari 8 kasus insfeksi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90% infeksi jamur ini
disebabkan oleh aspergillus sp, dan selebihnya adalah Candida sp. Angka
prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami
gejala dan tanda otitis eksterna.3,2 Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan
jarang terjadi pada anak-anak.4.2
V. Patofisiologi
Serumen terdiri dari lemak (46-73%), protein, asam amino, ion-ion mineral,
dan juga mengandung lysozyme, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai
ganda. Asam lemak ini memperkuat ketahanan kulit sehingga tidak mudah
dipenetrasi oleh benda asing. Oleh karena bersifat hidrofobik, serumen dapat
membuat permukaan liang telinga menjadi impermeable, kemudian mencegah
terjadinya laserasi dan kerusakan epitel. Serumen sendiri memiliki pH byang berkisar
4-5 yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Berenang dan
berselancar sering menyebabkan keluarnya serumen sehingga kanalis auditorius
menjadi lebih kering. Liang telinga yang kering menyebabkan rasa gatal yang
membuat penderita sering menggaruk dan menyebabkan laserasi pada liang telinga.
Hal ini menyebabkan infeksi mikroorganisme lebih mudah terjadi.4,3
VI. Gejala Klinis
Gejala otomikosis yang paling umum dirasakan oleh pasien adalah rasa gatal
yang hebat. Pasien juga mengeluhkan rasa tidak nyaman pada telinga (ear
12
discomfort), nyeri telinga (ear pain), secret cairan berbau apek dan berwarna coklat
kehitaman, telinga terasa tersumbat, serta terjadinya penurunan pendengaran.3,3
VII. Diagnosis
Anamnesis, Pasien dengan otomikosis akan mengeluhkan rasa gatal, telinga
terasa penuh, dan penurunan pendengaran. Dari kajian faktor resiko dapat diperoleh
informasi mengenai infeksi telinga sebelumnya, iklim lingkungan tempat tinggal dan
riwayat telinga kemasukan air.3,4
Pemeriksaan fisik, Pada pemeriksaan otoskop, tampak skuama, massa
berwarna putih/coklat/hitam yang menyerupai kertas basah (wet newspaper like
mass). Bila massa diambil akan terlihat kulit hiperemis dan lembut seperti kapas
(cotton-like growth). Jamur Aspergillus niger akan tampak sebagai bitnik hitam pada
debris atau sebagai filamen-filamen yang menonjol di dinding liang telinga (black
head). A. fumigatus akan tampak berwarna biru pucat atau hijau, dan Candida berupa
deposit putih atau krim. Pada kulit liang telinga akan tampak basah, edema, dan
kemerahan.4,4
Pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan KOH atau kultur merupakan diagnosa
pasti dari otomikosis. Pemeriksaan KOH dengan preparat langsung dilakukan dengan
cara mengambil skuama dari kerokan kulit liang telinga, Kemudian ditetesi KOH
10%. Tampak hifa lebar, berseptum, dan kadang ditemukan spora kecil berdiameter
2-3u. Pada pemeriksaan kultur, skuama dibiakkan pada agar Saboraud, dan
didiamkan dalam suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam 1 minggu berupa koloni
filamen berwarna putih. Dengan mikroskop akan tampak hifa-hifa lebar dan pada
ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya.7
VIII. Tatalaksana
Terapi pilihan untuk infeksi fungal meliputi debridemen diikuti dengan
penggunaan obat topikal agen antifungal. Pengasaman kanalis akustikus eksternus
dengan membersihkan liang telinga (ear toilet) dengan larutan asam asetat 2% dalam
alkohol, dapat membantu menginhibisi pertumbuhan jamur dan bakteri. Menjaga
13
kekeringan kanal dengan menjaga kebersihan, menghindari kemasukan air sangat
penting untuk mencegah infeksi jamur rekuren.6
Walaupun telah dilakukan berbagai studi untuk menilai efektifitas dari agen
antifungal, sejauh ini Antiseptik topikal yang sering digunakan antara lain adalah :
o Asam borat sering digunakan sebagai antiseptic dan insektida. Asam borat
dapat digunakan untuk mengobati infeksi fungal yang diakibatkan oleh
Candida Albicans
o Gentian violet dipersiapkan dalam konsentrasi rendah (1%) dalam air.
Gentian violet digunakan untuk mengobati otomikosis karena
mengandung aniline dye dengan perforasi membrane timpani karena dapat
menyebabkan SNHL transien. Lebih jauh lagi, gentian violet bersifat
vestibulotoksik dan menimbulkan inflamasi pada telinga tengah dalam
percobaan dengan hewan.
Antifungal topical untuk otitis eksterna adalah:
o Nistatin menginhibisi sintesa sterol dalam membrane sitoplasma. Banyak
jamur yang sensitive terhadap nystatin termasuk spesies Candida.
Keuntungan utama dalam menggunakan nystatin adalah tidak diabsorbsi
oleh kulit dengan syarat kulit tersebut masih intak.
o Golongan azole adalah agen sintetik yang mengurangi konsentrasi
ergosterol yang merupakan sterol penting dalam membran sitoplasma.
Contoh golongan azole adalah:
a) Clotrimazole adalah agen azole topikal yang paling sering
digunakan karena juga memiliki efek antibakteri. Hal ini menjadi
keuntungan bagi para klinisi yang menghadapi pasien dengan
infeksi gabungan antara fungal dan bakteri. Clotrimazole juga
tidak memiliki efek ototoksik.
b) Ketoconazole memiliki efek luas (broad spectrum). Ketoconazole
memiliki efektifitas tinggi terhadap Aspergillus dan Candida
albicans.
c) Mikonazole krim 2% efektif dalam 90% kasus
14
d) Bifonazole adalah antifungal yang sudah digunakan sejak tahun
1980. Potensi dari bifonazole 1% mirip dengan clotrimazole dan
miconazole.
15
Pengobatan dengan salep miliki keunggulan dibandingkan tetes telinga
karena salep dapat bertahan dalam liang telinga lebih lama. Salep lebih aman
digunakan pada pasien dengan perforasi membrane timpani karena viskositas yang
tinggi menyebabkan salep tidak mudah masuk ke dalam daerah telinga tengah.4,5
Terapi antifungal oral jarang berhasil tanpa terapi topikal. Selain dengan
terapi antifungal penting juga merestorasi fisiologi dari kanal, misalnya dengan
menghindari perubahan posisi yang mendadak, menghindari obat yang mengubah
hemostasis local, dan menjaga kekeringan telinga sehingga proses penyembuhan
dapat lebih cepat.5
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorokan kepala dan leher. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007
2. Alberti. W, Peter, The anatomy and physiology of the ear and hearing, Canada, 2006
3. Edward Y, Irvandy D. Otomycosis. Departemen Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Diunduh dari
http://respiratory.unand.ac.id/17717/1/crotomycosis.pdf; 2012
4. Sukardono S. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Yogyakarta: Bagian THT-KL RS Panti
Rapih.
5. Bailey, Johnson, Newlands. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 5th Edition.
Amerika Serikat: Lippincot Williams & Wilkins; 2014
6. Hueso P, Gutierrez, et al. Presumed Diagnosis: Otomycosis; 2005
7. Trelia B. Mikosis Superficial. Diunduh dari USU Digital Library; 2003
17