ETOS BERKARAKTER KUAT, CERDAS ISLAMI MEWUJUDKAN
MASYARAKAT MADANI
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen : Bapak Drs. H. Kuswadi.,M.Ag.
Disusun Oleh :
Nama : Praphastha Jayantara
Prodi : Pendidikan Matematika
NIM/Kelas : K1313055/A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
ETOS BERKARAKTER KUAT, CERDAS ISLAMI MEWUJUDKAN
MASYARAKAT MADANI
A. Pengertian Etos Berkarakter dan Hubungannya dengan Mata Kuliah PAI
Etos berasal dari bahasa Yunani ( Ethos ) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak
saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai
yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengetian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan
dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah
atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal,
lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin.
Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan
segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap
pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama
seklai cacat dari pekerjaannya (no single defect). Sikap seperti ini dikenal
dengan ihsan, sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia dalam
bentuknya yang paling sempurna (fi ahsani taqwim). Senada dengan kata
ihsan, didalam Al-Qur’an kita temukan pula kata itqan yang berarti proses
pekerjaan yang sangat bersungguh-sungguh, akurat, dan sempurna (An-
Naml : 88).
اد� �ف�س� �غ ال �ب �ك� و�ال ت �ي ل �ه� إ �ح�س�ن� الل �م�ا أ �ح�سن� ك و�أ
دين� �م�ف�س �حب� ال �ه� ال ي ن� الل في األر�ض إ“…..Dan berbuat baiklah (ihsan) sebagaimana Allah telah berbuat
baik (ihsan) kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Al-Qashash:77)
Karena etos berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, hendaknya
setiap pribadi muslim harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang
positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiaannya
sebagai seorang muslim dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan prilaku
yang menuju atau mengarah kepada hasil yang lenih sempurna. Akibatnya,
cara dirinya mengekspresi sesuatu selalu berdasarkan semangat untuk
menuju kepada perbaikan (improvement) dan terus berupaya dengan maat
bersungguh-sungguh megnhindari yang negatif (fasad).
Etos yang juga mempunyai nilai moral adalah suatu pandangan batin
yang bersifat mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya dengan
menghasilkan pekerjaan yang terbaik, bahkan sempurna, nilai-nilai islam
yang diyakininya dapat diwujudkan. Karenanya, etos bukan sekedar
kepribadian atau sikap, melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah martabat,
harga diri, dan jati diri seseorang.
Etos menunjukkan pula sikap dan harapan seseorang (raja’). Imam Al-
Qusairi mengartikan harapan sebagai keterpaduan hati kepada yang
diinginkannya terjadi di masa yang akan datang. Perbedaan antara harapan
dengan angan-angan (tamanni) adalah bahwasanya angan-angan membuat
seseorang menjadi pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa mau
mewujudkannya.
Didalam harapan tersimpan kekuatan dahsyat di dalam hatinya yang
terus bercahaya, berbinar-binar, sehingga menyedot seluruh perhatiannya.
Mereka terobsesi, terpikat dan terus berjalan untuk memenuhi harapannya
tersebut. Mereka ingin mewujudkan harapan atau cita-citanya itu memiliki
sikap ketabahan yang sangat kuat. Mereka tidak gampang menyerah atau
berganti haluan dari arah yang telah diyakininya karena mereka menyakini
firman Allah, “ Dan, janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali…...”( An-Nahl: 92).
Kita menyaksikan begitu banyak orang yang berhasil dan mampu
mengubah wajah dunia, mereka adalah yang seluruh hidupnya diabdikan
untuk mewujudkan pengetahuan dan harapannya tersebut melalui semangat
kerja yang tak kenal kata mundur atau menyerah. Hidupnya menjadi
bermakna karena ada harapan. Pantaslah Allah SWT menyeru kita untuk
tetap memiliki harapan dan menggolongkan mereka yang berputus asa ke
dalam golongan orang-orang yang sesat, sebagaimana firmanNya,
�ون� ال الض�ال (ه إ ب ح�م�ة ر� �ط� من� ر� �ق�ن و�م�ن� ي“ Tidak ada orang yang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya
kecuali orang yang sesat.”(Al-Hijr:56). Adapun orang yang berputus asa
termasuk dalam kelompok kufur, sebagaimana Allah berfirman,
ون� �افر� �ك �ق�و�م� ال ال ال �ه إ و�ح الل �س� من� ر� �ئ �ي �ه� ال ي ن إ“ Sesungguhnya tiada putus asa dari rahmat Alloh, melainkan kaum
kafir.”(Yusuf:87)
Untuk meraih harapannya, segala kekuatan dan potensi yang ada pada
dirinya. Dia nyalakan semangat yang megilhami seluruh gerak
kehidupannya. Seakan-akan ada nyala api yang terus memantulkan cahaya
memenuhi pikiran, hati dan tindakannya. Semangat ini mendorong perilaku
yang tak kenal kata menyerah. Mereka yang pernah mengukir sejarah dunia
adalah mereka yang tidak mengenal kata “mundur”. Bila kamus
kehidupannya dibuka niscaya kamus mereka tidak lengkap karena ada satu
kata yang hilang, yaitu kata “mundur”. Mereka sadar, harapan tidak
mungkin tercapai bagi mereka yang memiliki jiwa yang mundur. Kenanglah
semangat Rosululloh ketika beliau ditawari harta, tahta, dan jabatan agar
berhenti menegakkan kebenaran. Beliau menolak segala tawaran tersebut
dan tetap teguh pada pendiriannya seraya berkata, “Walau matahari di
tangan kananku, rembulan ditangan kiri ku, tidak pernah ada kata mundur
atau berhenti dari misi suci ini……”
Begitulah obsesi dirinya untuk mewujudkan harapan (hope) sehingga
ia mengasah mata pikirannya(head), melatih ketabahan dan ketajaman
intuisinya (heart) dan membuktikannya dengan keterampilan (hand).
Kualitas bukan sekedar hasil, melainkan sebuah proses dari
keterpanggilan hati. Kualitas adalah gambaran yang menjadi obsesi bagi
setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja. Kualitas adalah proses yang
secara konsekuensi menapaki jalan yang lurus. Dalam dunia usaha, jalan
yang lurus tidak lain adalah seluruh komitmen dirinya dengan perusahaan.
Setiap karyawan yang memiliki etos kerja tidak akan mengabaikan begitu
saja seluruh prosedur yang ada karena setiap kalimat dari prosedur
merupakan hasil dari buah pemikiran dan kesepakatan. Mereka yakin bila
prosedurnya berkualitas niscaya akan berakhir dengan hasil yang berkualitas
pula. Salah satu kata kunci dari kualitas tersebut terletak pada setiap
individu dari perusahaan tersebutpun harus memiliki kualitas.
Sedangkan, karakter secara harfiyah berasal dari bahasa Latin
“character”, yang berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian atau akhlak.
Secara istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor
kehidupannya sendiri. Jadi karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat-istiadat. Karakter sama dengan akhlak dan budi pekerti.
Dengan demikian karakter yang akan saya ambil pengertiannya,
adalah karakter yang positif. Karena karekter itu akhlak dan budi pekerti,
sedangkan akhlak dan budi pekerti seseorang dapat berupa positif maupun
negative. Sehingga, untuk mewujudkan masyarakat madani, kita butuh
orang-rang yang mempunyai karakter positif.
Etos berkarakter menurut saya adalah akhlak/ budi pekrti yang baik
dan sungguh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagi seorang muslim.
Sehingga, etos berkarakter yang baik akan mudah mewujudkan masyarakat
Madani.
Dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam, itu adalah salah satu
jembatan untuk membentuk etos berkarakter yang baik. Kalau ditanya
seberapa sumbangannya? Besar. Pendidikan Agama Islam tiap minggunya
memberikan pendampingan muhasabah diri untuk menjadi lebih baik.
Banyak nasehat yang diberikan dosen adalah contoh konkrit dalam
kehidupan sehari-hari dari mulai yang detail/khusus hingga yang umum.
Misi Mata Kuliah PAI adalah terbinanya mahasiswa yang beriman
dan bertaqwa, berilmu dan berakhlak mulia serta menjadikan ajaran Islam
sebagai landasan berfikir dan berperilaku dalam pengembangan profesi.
Sebagaimana yang tertuang didalam misi tersebut, menjadikan ajaran Islam
sebagai landasan berperilaku. Jelas itu mengarah ke etos yang berkarakter
kuat untuk mewujudkan masyarakat madani yang diinginkan seperti zaman
Rasulullah SAW.
Maka dari itu, Pendidikan Agama Islam mutlak diperlukan sebagai
jembatan utama untuk mewujudkan masyarakat madani. Islam mempunyai
aturan yang dapat menyejahterakan siapa saja yang ada didalamnya dan
mengamalkan dengan benar dan sungguh-sungguh.
B. Cerdas Islami dan Hubungannya dengan Mata Kuliah PAI
Banyak orang yang beranggapan bahwa orang yang cerdas itu adalah
orang yang pandai berbicara, ada juga yang mengatakan bahwa anak yang
cerdas itu adalah anak yang memiliki prestasi yang tinggi, ada pula yang
beranggapan bahwa anak pintar itu adalah anak yang memiliki titel dan
lulusan dari sekolah terkenal, dan masih banyak lagi ciri-ciri anak cerdas
lainnya menurut perhitungan manusia.
Lalu orang seperti apakah yang termasuk kategori cerdas? Dalam
pandangan Islam seperti apakah parameter cerdas itu? Gambarannya seperti
apa kriteria cerdas yang paling benar dan mampu mendatangkan ketenangan
dalam jiwa? Dan betulkah ciri-ciri cerdas yang telah disebutkan di atas
akan mampu mencetak generasi yang kuat baik itu kuat jasmani maupun
kuat ruhani?
Ada sebuah kisah menarik yang bisa kita jadikan renungan baik itu
untuk kita sendiri ataupun sebagai bahan renungan dan evalusi terhadap
anak kita. Kisahnya adalah sebagai berikut:
"Suatu hari, Ibnu Umar Radhiyallahu‘Anhu sedang duduk bersama
Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa salam. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki
dari kalangan anshor kemudian mengucapkan salam kepada Nabi
Muhammad Shalallahu ’alaihi wa salam, lalu bertanya "Ya Rasulullah,
siapakah orang mukmin yang paling utama itu?’ Rasulullah kemudian
menjawab, "Yang paling baik akhlaknya". Kemudian ia bertanya lagi,
‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?". Lalu Beliau menjawab,
"Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam
mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas." (Hadits
Riwayat Ibnu Majah, Thabrani, dan AlHaitsamiy)
Dalam hadits tersebut terdapat dua kesimpulan dalam
menterjemahkan arti cerdas. Ciri orang yang cerdas sesuai kisah di atas
yaitu:
1. Orang yang cerdas yaitu orang yang banyak mengingat kematian
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami
menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah
(ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (QS.
Al-Anbiya`ayat 35)
“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati
kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi
kokoh.” (QS. An-Nisa`ayat 78)
Nah ini adalah ciri pertama manusia yang cerdas yaitu
mengingat kematian. Karena dengan mengingat kematian seseorang
akan berbuat dan bertindak dengan sebaik-baiknya termasuk juga
anak-anak. Karena mati itu tidak mengenal usia dan tidak mengenal
tempat. Orang tua seharusnya bisa saja meninggal terlebih dahulu,
akan tetapi pada kenyataannya banyak juga ajal menjemput saat masih
usia anak-anak.
Oleh karena itu pengenalan akan ilmu agama kepada anak-anak
harus diperhatikan dengan baik. Jangan hanya mengejar kepentingan
duniawi anak saja, akan tetapi kepentingan akherat juga harus
diajarkan kepada anak-anak sejak anak usia dini.
2. Orang yang cerdas yaitu orang yang paling baik dalam
mempersiapkan kematian tersebut.
"Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal."
(QS. Al-Baqarah ayat 197)
Hanya kebaikan dan takwa yang bisa dijadikan bekal dalam
mengarungi kehidupan setelah kematian. Banyak hal yang bisa kita
latih kepada anak tentang kebaikan. Oleh karena itu para orang tua
hendaknya memberikan contoh dan teladan yang positif kepada anak.
Karena pada hakekatnya anak hanyalah meniru apa yang dilihatnya
dan didengarnya. Ajarkan kepada anak untuk berinfak, sedekah,
zakat, shalat, berempati dan hal-hal positif lainnya sehingga anak akan
terbiasa dengan hal tersebut.
Itulah kriteria dan ciri cerdas menurut Islam dan tentunya setiap anak
akan berpeluang untuk menjadi anak yang cerdas dan bermanfaat untuk
orang banyak. Jadi anak yang cerdas itu tidak hanya sekedar berIQ tinggi
saja namun masih ada lagi parameter lainnya yang bisa digunakan sebagai
rujukan. Buat apa memiliki anak yang ber IQ tinggi akan tetapi jiwa dan
ruhaninya kering dan perilakunya jauh dari akhlak yang baik.
Melalui Pendidikan Agama Islamlah yang dapat memberikan
petunjuk, pelajaran, serta contoh bagaiamana berakhlak mulia. Contoh riil
dari orang sukses dilandasi agama yang kuat dapat membuat kita menjadi
semangat lebih untuk mendalami agama Islam yang mutlak benar ini.
Mata kuliah PAI ini mengantarkan kita untuk berfikir cerdas islami.
Dari Misinya agar terbinanya mahasiswa yang beriman dan bertaqwa,
berilmu dan berakhlak mulia serta menjadikan ajaran Islam sebagai
landasan berfikir dan berperilaku dalam pengembangan profesi. Jelas, dari
kalimat menjadikan ajaran Islam sebagai landasan berfikir. Berfikir adalah
salah satu indikator orang cerdas. Dalam mata kuliah PAI mahasiswa diajak
oleh dosen untuk berfikir dalam menghadapi statement-statement yang
dosen atau mahasiswa lain lontarkan. Dari diskusi yang terbentuk, sedikit
demi sedikit mahasiswa dilatih untuk berfikir cerdas. Cerdas dalam
mengkritisi pernyataan yang diberikan. Tidak heran kenapa dosennyapun
mengajak mahasiswa untuk cerdas, karena dosenya sendiri memang cerdas.
Beliau memberikan gambaran dan fakta-fakta kejadian di sekitar kita secara
detail.
Dari sana sudah terlihat bahwa makul PAI membawa mahasiswa
untuk cerdas. Bukan hanya cerdas secara umum yang kita ketahui, akan
tetapi cerdas yang Islami. Kita dibentuk berdasarkan ajaran Islam yang
benar dan menghormati perbedaan.
C. Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah suatu bentuk masyarakat yang dibangun
oleh Nabi Muhammad saw sendiri yang memberikan teladan ke arah
pembentukan masyarakat peradaban tersebut yang merupakan sebuah
negara yang lahir dari peristiwa hijrah. Dengan demikian masyarakat
madani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
dibangun oleh Nabi Muhammad saw di kota Madinah yang telah
berhasil dalam prakteknya dengan menerapkan Konstitusi Piagam
Madinah; memberlakukan nilai-nilai keadilan; prinsip kesetaraan hukum;
jaminan kesejahteraan bagi semua warga; serta perlindungan terhadap
kelompok minoritas. Kalangan pemikir muslim menganggap masyarakat
(kota) madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam yang
bisa dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society".
Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada
penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep
egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran
vertikal. Nabi, telah meletakan dasar-dasar masyarakat madani yang
relegius, kebebasan, meraih kebebasan, khususnya di bidang agama,
ekonomi, sosial dan politik. Masyarakat madani yang dibangun Nebi
tersebut memiliki karakteristik sebagai masyarakat beriman dan
bertaqwa; masyarakat demokratis dan beradab yang menghargai adanya
perbedaan pendapat; masyarakat yang menghargai hak-hak asasi manusia;
masyarakat tertib dan sadar hukum; masyarakat yang kreatif, mandiri dan
percaya diri; masyarakat yang memiliki semangat kompetitif dalam
suasana kooperatif, penuh persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan
semangat kemanusiaan universal (pluralistik). Sistem sosial madani ala
Nabi, memiliki ciri yang unggul; kesetaraan, istiqomah, mengutamakan
partisipasi, dan demokratisasi. Ciri-ciri yang unggul tersebut tetap
relavan dalam konteks waktu dan tempat yang berbeda, sehingga pada
dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas
berpenduduk muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan
kelompok minoritas. Nabi, telah memberi contoh yang tepat, bagaimana
sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas ini.
Dalam konteks Indonesia, tuntutan masyarakat madani oleh kaum
reformis yang anti status quo adalah masyarakat yang lebih terbuka,
pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar,
jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan
beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak
kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia. Dalam masyarakat
madani memerlukan pola interaksi baru yang memungkinkan seseorang
belajar menerima keragaman, perbedaan, dan universalitas. Pola interaksi
baru tersebut dapat dikondisikan melalui pendidikan (pembinaan) bernalar
melalui ekspresi-ekspresi yang asasi sehingga tercipta landasan pola yang
logik, etik, estetik, dan pragmatis. Sosialisasi nilai-nilai yang mendukung
pembentukan masyarakat madani perlu menjadi bagian penting dari sistem
dan strategi pendidikan.
Untuk menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia, dengan
ciri dan karakteristik tersebut, diperlukan penataan pemikiran pendidikan
yang berbasisi pada pendidikan madani. Dengan realitas dan kondisi
pendidikan yang ada sekarang ini, perlu melakukan pembaruan atau re-
pemikiran yang terkait dengan aspek filosofis, visi, misi, tujuan,
kurikulum, metodologi, serta manajemen pendidikan Islam, sebagai
berikut:
Diperlukan perumusan landasan filosofis dan teori pendidikan Islam,
dikembangkan dan dijabarkan atas dasar asumsi-asumsi yang kokoh dan
jelas tentang konsep dasar ketuhanan (ilahiyah), konsep dasar manusia
(insaniyah) dan konsep dasar alam semesta dan lingkungan, yang
didasarkan pada al-Qur’an dan Hadis yang harus dilihat secara utuh,
integratif dan interaktif. Kerangka dasar pengembangan pendidikan
Islam adalah filsafat dan teori pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam,
artinya pendidikan Islam tidak terlepas dari filsafat ketuhanan (ilahiyah)
“teosentris” sebagai sumber nilai (value), motivasi dan pemikirannya.
Relevan dengan kepentingan manusia dan umat, artinya pendidikan Islam
tidak terlepas dari filsafat manusia “antroposentir” yang dapat
membangun kehidupannya, mengembangkan potensi manusia seutuhnya
“insan kamil” yaitu manusia yang bertaqwa, berpengetahuan,
berketerampilan, merdeka, berbudaya, kristis, toleran, taat hukum dan hak
asasi. Relevan dengan lingkungan dan alam semesta, artinya
pengembangan pendidikan Islam tidak terlepas dari persoalan
lingkungan manusia dan alam semesta yang merupakan sumber kehidupan
dan lingkungan yang selalu berubah mengikuti irama perubahan. Filsafat
dan teori pendidikan harus mempertimbangkan konteks dengan supra
sistem, konteks dengan kepentingan dan kebutuhan manusia dan
masyarakat, konteks dengan bangsa dan negara, konteks dengan sosial
budaya, konteks dengan perubahan dalam menuju masyarakat madani
Indonesia.
D. Etos Berkarakter Kuat, Cerdas Islami Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam kontek masyarakat Indonesia, di mana ummat Islam adalah
mayoritas, peranan ummat Islam untuk mewujudkan masyarakat madani
sangat besar. Kondisi masyarakat Indonesia sangat bergantung pada
kontribusi yang diberikan oleh ummat Islam. Peranan ummat Islam itu dapat
direalisasikan melalui jalur hukum, sosial-politik, ekonomi, dan yang lain.
Sistem hukum, social-politik, ekonomi dan yang lain di Indonesia,
memberikan ruang kepada ummat Islam untuk menyalurkan aspirasinya
secara konstruktif bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Permasalahan pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah
kemampuan dan konsistensi ummat Islam Indonesia terhadap karakter
dasarnya, untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui jalur-jalur yang ada. Sekalipun ummat
Islam secara kuantitatif mayoritas, tetapi secara kualitatif masih rendah,
sehingga perlu pemberdayaan secara sistematis. Sikap amar ma’ruf dan nahi
munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari fenomena-
fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti angka
kriminalitas yang tinggi, korupsi yang terjadi di semua sektor, dan
kurangnya rasa aman. Jika ummat Islam Indonesia benar-benar
mencerminkan sikap hidup yang Islami, pasti bangsa Indonesia bisa menjadi
bangsa yang kuat dan sejahtera.
Dengan demikian, karena kondisi umat yang sedang lemah, perlu
disiram dengan semangat yang tinggi melalui kajian. Kajian tidak hanya
untuk masyarakat, tetapi juga Mahasiswa sebagai pemuda yang nantinya
akan memegang tongkat estafet kepemimpinan negeri ini. Kajian ataupun
kuliah sebagai sarana pendidikan yang di berikan harus sesuai tujuan dan isi
dari masyarakat madani. Intinya, membangun masyarakat madani haru ada
komponen orang-orang yang punya track record yang bagus dalam hal ini
adalah etos karakter. Dan juga orang-orang yang cerdas.
Dari uraian diatas telah jelas memiliki etos berkarakter yang kuat serta
cerdas islam dalam rangka membangun masyarakat madani, dapat dicapai
apabila ia mendapatkan pendidikan yang tepat. Salah satunya dalam mata
kuliah PAI yang dapa mengantarkan individu untuk mempunyai etos
karakter yang kuat dan cerdas secara islami, terbukti dari misi mata kuliah
dan aplikasi dalam kegiatan perkuliahan. Apabila mahasiswa dapat
menyerap ilmu dan mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan dari kuliah
tersebut, tidak mungkin kalau masyarakat madani itu tidak dapat dibentuk.
Sedikit demi sedikit secara continue, InsyaAllah akan memudahkan
membangun masyarakat madani yang diinginkan.
Daftar Pustaka
http://yosipratiwi.blogspot.com/2013/01/artikel-tantang-etos-kerja-islami.html
diakses pada 29 mei 2014 pukul 21:42
http://lenteradankehidupan.blogspot.com/2013/10/arti-cerdas-dalam-islam.html
diakses pada 31 Mei 2014 pukul 16:18
http://sanaky.com/wp-content/uploads/2010/09/PENDIDIKAN-ISLAM-
MENUJU-PEMBENTUKAN-MASYARAKAT-MADANI.pdf diakses
pada 29 mei 2014 pukul 21:45
http://saiful-jihad.blogspot.com/2009/08/viii-masyarakat-madani-dan.html diakses
pada 04 Juni 2014 pukul 14:55