Download - GA_ETT Tumor Parotis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tumor parotis maupun kanker rongga mulut (KRM) merupakan tumor di daerah
kepala leher yang termasuk jarang diketemukan.Diantara tumor kelenjar liur yang terbanyak
adalah tumor parotis (75-85%), sedangkan KRM yang terbanyak adalah kanker lidah (25-
45%).Kebanyakan penderita datang berobat sudah dalam keadaan lanjut sehingga ada
kesukaran dalam hal penanganannya, khususnya dalam segi pembedahannya.Ini disebabkan
karena prinsip pembedahan pada tumor ganas adalah eksisi yang seluas mungkin sehingga
seluruh tumornya termasuk metastasis di leher (bila ada) dapat diangkat semuanya.1,2
Tumor parotis sebagian besar jinak dan terletak di lobus superfisialis.Diantara
tumorjinak parotis yang paling sering adalah adenoma pleoformik.Tumor ganas parotis yang
seringdijumpai adalah karsinoma mukoepidermoid.Adanya N. Fasialis yang berjalan (berada)
didalam kelenjar parotis menyebabkan pembedahan tumor parotis tergolong sulit. Ini
disebabkankarena selain mengeluarkan seluruh tumornya, harus dilakukan upaya maksimal
untukmempertahankan (preservasi) N. Fasialis.1,2,3
Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang bersifat
reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesi terbagi atas tiga teknik,
yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.Untuk mencapai ketiga kondisi
trias anestesi dapatdilakukan dengan menggunakan obat anestesi tunggal seperti eter, atau
denganmengkombinasikan beberapa jenis obat anestesi. Kombinasi obat-obat yangdipakai
juga dapat bervariasi dari obat-obat anestesi inhalasi sampai penggunaanobat-obat anestesi
intravena. 4,5
Anestesia umum endotrakeal merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi dan
memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu
pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.4,5,6,7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver
Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang
bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3
syarat (Trias Anestesi) yaitu :4,5,6,7,8
a. Hipnotik, hilang kesadaran
b. Analgetik, hilang perasaan sakit
c. Relaksan, relaksasi otot-otot
2.2 Anestesi Umum
Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat
pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat
diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.4,5
Indikasi Anestesi umum :6
Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh ahli
bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan
Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.
2
Sebelum dilakukan tindakan anestesia, sebaiknya dilakukan persiapan pre-
anestesia. Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum
pasien menjalani suatu tindakan operasi. Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut:6,7,8
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas.4,5
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar sangat
penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.4,5
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan
masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50 tahun sebaiknya
dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG.4,5
d. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
3
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau
IIE
Penilaian Mallampati
Dalam anestesi, skor Mallampati, digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi.
Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada
visibilitas dasar uvula, pilar faucial.Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi
4 grade :5,6,7,8
Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring
tidak terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat
4
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu :4,5
1. Stadium I (Stadium Analgesia/ Stadium Disorientasi)
Dimulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran
Ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata
2. Stadium II (Stadium Excitement/ Stadium Delirium)
Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan bernafas teratur
Ditandai dengan hilangnya refleks kelopak mata
Pada stadium ini bisa terjadi batuk, nafas panjang, melawan/ berontak dan
muntah
3. Stadium III (Stadium Surgical Anestesia)
Dimulai dari pernafasan yang teratur sampai henti nafas (respiratory arrest).
Stadium ini terdiri atas :
Plane 1 : dari permulaan nafas teratur hingga berhentinya gerakan bola mata
Plane 2 : dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan dari paralise
otot interkostal
Plane 3 : dari permulaan hingga komplit paralise dari otot-otot interkostal
Plane 4 : dari paralise otot interkostal yang komplit hingga paralise diafragma
4. Stadium IV (Stadium Overdosis)
Dimulai dari permulaan paralise diafragma hingga henti jantung (cardiac
arrest)
Stadium ini sangat berbahaya apabila terjadi. Ini terjadi karena overdosis obat-
obatan anestesi
2.3.Premedikasi Anestesia
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan
premedikasi:4,5
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
5
Menurunkan basal metabolisme tubuh
Obat-obat premedikasi yang sering digunakan4,5,6,7 :
1. Sulfas atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja berkompetisi dengan
asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang mempersyarafi organ-organ post
ganglion kolinergik
Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal
Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan membesarkan pupil
2. Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot, hipnotik kuat,
analgesi kurang
3. Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa, mendepresi pusat
pernafasan, menaikkan tekanan CSF, menimbulkan vasodilatasi, pupil
mengecil dan mulut kering
2.4.Induksi Anestesia
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Sebelum
memulai induksi anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih
cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata
STATICS4,5,6,7 :
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau
daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan
balon (cuffed)
6
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya
lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk
pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :4,5
1. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesia umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesia parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.
2. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan
dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau
cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran,
Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka,
Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol.
3. Anestesi imbang merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan kombinasi
obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi atau
kombinasi teknik anestesia umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias
anestesia secara optimal dan berimbang.
2.5. Obat-Obat Anestesi Umum
Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:4,5,6,7,8
Gas Anestesi
7
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik
iala N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat
anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih mnjadi misteri dalam farmakologi modern. 7
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:
N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan
terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen
100% selama 5-10 menit.
Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan anestetik
kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan
mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan
rumatan anestesia sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya
disesuaikan dengan klinis pasien.
Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien
menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit,
di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk
mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi
napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak
terhadap oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Desfluran
8
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan
tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk
desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat
jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen
anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.
Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan
kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi
yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran
dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia
inhalasi disamping halotan. Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari
tubuh.
Obat-obat Anestesia Intravena
Yang dimaksud dengan intravenous anestesia adalah anestesi yang diberikan dengan cara
suntikan zat (obat) anestesia melalui vena.
1. hipnosis
Golongan barbiturat (pentotal)
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat
(30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya
habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi
diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik
(untuk orang dewasa)
Benzodiazepin
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,
potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan
sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada
pasien dalam monitorng anestesi. Efek farmakologi benzodiazepine merupakan
9
akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter
penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor
GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap
neurotransmitter penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV,
Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.
Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat.
Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter
eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya sangat
kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik
pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia disosiatif.
Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi,
lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera
pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia
berlangsung sampai 1-2 jam.
2. Analgetik
Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak
begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi),
penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah
pemberian morfin dosis terapi.
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan
ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin
dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri
diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada
waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2
mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai
yamg diperlukan.
Fentanil
10
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari
kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak
digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih
singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan
relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.
Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan
klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada
morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan
sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan
dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien
tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg
BB.
3. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien
secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
a. Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot
tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik,
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi
otot lurik. Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2
mg/kgBB IV.
b. Pelumpuh otot non-depolarisasi
Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-
kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.
Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)
Long acting
1. D-tubokurarin 0,4-0,6 30-60
11
2. Pankuronium
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium
0,08-0,12
0,2-0,4
0,05-0,12
0,02-0,08
0,15-0,3
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Intermediate acting
1. Gallamin
2. Atrakurium
3. Vekuronium
4. Rokuronium
5. Cistacuronium
4-6
0,5-0,6
0,1-0,2
0,6-1,2
0,15-0,2
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Short acting
1. Mivakurium
2. Ropacuronium
0,2-0,25
1,5-2
10-15
15-30
2.6. Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan
penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.4,5,6,7
12
Indikasi intubasi endotrakeal4,5,6 :
1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tak ada
ketegangan
6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan pengisian
cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu3,4 :
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal 4,5,6,7 :
a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter.
Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang
melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan
dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan
untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat
dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
13
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa
trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
Kesulitan dalam teknik intubasi4,5:
Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
Abnormalitas pada daerah servikal
Kontraktur jaringan leher
Komplikasi pada intubasi endotrakeal4,5 :
Memar & oedem laring
Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi
Spasme bronkus
15
2.7 Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang
menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di
observasi di ruang Recovery room (RR).4,7,8
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
2.8 Definisi
Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi
sel-sel yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar Parotis adalah
kelenjar air liur terbesar yang terletak di depan telinga. Kelenjar parotis, sebagaimana halnya
16
kelenjar liur yang lain, yaitu kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual, tersusun atas sel
asinus dan duktal.Sel asinus sendiri merupakan struktur yang berfungsi untuk sekresi liur.Sel
asinus kelenjar parotis menghasilkan sekresi yang bersifat serous, sedangkan kelenjar
sublingual menghasilkan sekresi yang bersifat mukous, dan kelenjar submandibula
menghasilkan sekresi yang bersifat campuran.Meskipun sekresi cairan hanya terjadi melalui
sel asinus, protein yang terdapat pada liur dihasilkan dan dialirkan ke liur melalui sel asinus
dan juga sel ductal.1,2,3
Tumor parotis tergolong tumor yang "unik" karena banyaknya variasi sehingga
seringkali ada ketidak sesuaian antara jenis histopatologi dengan sifat / gambaran
kliniknya.Biasanya tumor terdapat pada lobus superfisial (90%), Tumor bentuk bulat di lobus
profunda dapat ekstensi ke posterior melalui celah diantara mandibula dengan ligamen
stilomandibular sehingga tampak benjolan di parafaring, disebut Dumbbell tumor.Klasifikasi
tumor parotis berdasarkan gambaran histologik masih dirasakan kurang memuaskan karena
tidak menggambarkan sifat / gambaran klinik dari tumor yaitu klinis jinak, potensial ganas
atau ganas.1,2,3
2.9 Epidemiologi dan Klasifikasi1,2,3
Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O.) melalui International Histological
Classification of Tumours telah membuat klasifikasi yang berdasarkan kombinasi gambaran
histologik dengan sifat klinik dari tumor.Klasifikasi ini yang sekarang banyak dipakai.
Klasifikasi W.H.O. untuk tumor parotis sebagai berikut :
A. Tumor epitelial
B. Tumor non epitelial
C. Tumor yang tidak dapat diklasifikasikan
D. Keadaan lain yang berhubungan dengan :
- kelainan limfoepitelial jinak
- sialosis
- onkositosis
Klasifikasi untuk tumor epitelial parotis
1. Adenoma (jinak)
17
adenoma pleomorfik (mixed tumor)
adenoma monomorfik : mis. - adenolimfoma (papillary cystadenoma
lymphomatosum, tumor Whartin) - adenoma oksifilik - adenoma jenis lain, misalnya :
adenoma tubuler, adenoma clear cell dan adenoma sel basal
2. Tumor "potensial ganas"
tumor mukoepidermoid
tumor sel asinik
3. Karsinoma (ganas)
karsinoma adenoid kistik (silindroma)
adeno karsinoma
karsinoma epidermoid
karsinoma yang tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
karsinoma pada adenoma pleomorfik
Tumor non epitelial parotis yang jinak {mis: hemangioma, fibroma dan neurofibroma}
maupun yang ganas (mis: fibro sarkoma, neuro sarkoma, hemangio sarkoma, limfoma
maligna) lebih jarang dijumpai, biasanya pada anak.
Sebagian besar (80%) tumor parotis adalah jinak, terbanyak (60-80%) adenoma
pleomorfik berupa benjolan bulat terutama disekitar liang telinga yang biasanya tumbuh
lambat meskipun kadang ada periode pendek tumor tumbuh cepat, konsistensi lunak sampai
padat, mobil, tidak nyeri dan tanpa kelainan pada nervus fasialis. Makroskopis tumor tampak
seperti berkapsul disertai tonjolan tonjolan kearah luar, berwarna putih, kadang ada
pembentukan kista atau perdarahan. Tumor jinak kedua tersering adalah tumor Warthin`s (6-
10%). Meskipun jarang, dapat ditemukan primary lymphoma of the parotid gland.. Tumor
parotis dapat ditemukan pada semua usia.
Tumor jinak sering ditemukan pada dekade ke lima, sedangkan tumor ganas pada
dekade ke enam dan tujuh. Tumor ganas parotis yang paling sering adalah karsinoma
mukoepidermoid (10%), disusul kemudian karsinoma sel asinik dan adenoid kistik karsinoma
(silindroma).Biasanya tumor tumbuh cepat atau mendadak cepat disertai nyeri dan
kelumpuhan nervus fasialis (merupakan gejala patognomonis). Pada anak, tumor jinak parotis
yang sering ditemukan adalah hemangioma, disusul kemudian adenoma pleomorfik dan
18
limfangioma.. Tumor ganas kelenjar ludah pada anak sekitar 85% diketemukan di kelenjar
parotis, terutama jenis karsinoma mukoepidermoid
2.10 Diagnosa dan Tatalaksana1,2,3
Tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa
berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pertumbuhan yang
cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan ke arah keganasan,
tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai
indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor
parotis dan prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area
retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati ruangan
parapharyngeal.Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah dapat terjadi berupa
disfagia, sakit dan gejala pada telinga.
Berbeda dengan tumor ditempat lain dimana pada umumnya dilakukan tindakan
biopsi (pra bedah) untuk menegakkan diagnosis pasti secara histopatologik, pada tumor
parotis tindakan biopsi insisional, apalagi eksisional atau enukleasi tidak dianjurkan. Ini
disebabkan karena resiko terpotongnya cabang nervus fasialis, implantasi sel sel kanker pada
daerah luka insisi kulit atau bahkan penyebaran tumor.Biopsi prabedah pada tumor parotis
tanpa tanda-tanda keganasan sebaiknya dianggap sebagai kontra indikasi, mengingat sebagian
besar tumor parotis adalah jinak sehingga tidak perlu biopsi, bahkan tindakan ini dapat
mempertinggi angka kekambuhan. Biopsi hanya dapat dibenarkan pada kasus (suspek) ganas
yang inoperabel, misalnya pada tumor besar yang telah mengadakan perlekatan luas dengan
jaringan sekitarnya , ulkus besar dikulit, infiltrasi ke dasar tengkorak atau ruang parafaring.
Cara yang lebih aman yaitu biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum halus, disebut
sebagai fine needle aspiration biopsy (FNAB). Ini merupakan sarana diagnostik yang relatif
mudah, cepat dan murah.Salah satu hambatannya adalah lokasi penusukan yang kadang tidak
tepat mengenai sasaran (false negatif) dan sedikitnya jaringan yang diperoleh.
Sampai saat ini, pembedahan (surgical excision) masih merupakan pilihan utama
dalam penanganan tumor parotis, baik yang jinak maupun kasus ganas yang belum
mengadakan perlekatan luas ke jaringan sekitarnya.Pertimbangan lainnya, oleh karena
kebanyakan tumor parotis terletak di bagian “ekor” (tail) dari kelenjar parotis, dan superfisial
dari nervus fasialis.Pengobatan lainnya seperti radiasi dan sitostatika diberikan pada kasus
19
ganas terutama pada keganasan derajat tinggi, atau sebagai ajuvan.Prinsip pembedahan pada
tumor parotis yalah mengangkat seluruh tumornya (ablasi), dan preservasi nervus fasialis.
Jenis tindakan pembedahan pada tumor parotis dapat berupa :1,2,3
Parotidektomi superfisial, yaitu mengangkat lobus superfisial parotis, sebelah
lateral nervus fasialis
Parotidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar parotis beserta
tumornya
Parotidektomi radikal, yaitu dilakukan parotidektomi total disertai
pemotongan otot maseter, ramus mandibula dan jaringan sekitarnya yang
dianggap perlu. Nervus fasialis tak diperhatikan lagi karena sudahrusak.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesia umum endotrakeal merupakan teknik anestesia dengan
mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat
anestesia inhalasi dan memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam
trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara
inhalasi.
Tumor parotis adalah pertumbuhan baru jaringan dengan multiplikasi sel-sel
yang tidak terkontrol dan progresif pada kelenjar parotis.Sebagian besar (80%) tumor
20
parotis adalah jinak, terbanyak (60-80%) adenoma pleomorfik berupa benjolan bulat
terutama disekitar liang telinga yang biasanya tumbuh lambat meskipun kadang ada
periode pendek tumor tumbuh cepat, konsistensi lunak sampai padat, mobil, tidak
nyeri dan tanpa kelainan pada nervus fasialis. Makroskopis tumor tampak seperti
berkapsul disertai tonjolan tonjolan kearah luar, berwarna putih, kadang ada
pembentukan kista atau perdarahan. Tumor jinak kedua tersering adalah tumor
Warthin`s (6-10%). Meskipun jarang, dapat ditemukan primary lymphoma of the
parotid gland.. Tumor parotis dapat ditemukan pada semua usia.
Sampai saat ini, pembedahan (surgical excision) masih merupakan pilihan
utama dalam penanganan tumor parotis, baik yang jinak maupun kasus ganas yang
belum mengadakan perlekatan luas ke jaringan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Ed 7. Jakarta : EGC
2. Lee SC dkk. Salivary gland neoplasms. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/852373-overview
3. Ungari C dkk. 2008. Parotid glands tumours: overview of a 10-years
experience with 282 patients, focusing on 231 benign epithelial neoplasms.
ERMPS.
4. Latif SA, Suryadi KA & Dachlan MR. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi 2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran UI
5. Siahaan O. 2014. Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. Dosen Anestesiologi
Fakultas Kedokteran UMI/ UNPRI Medan.
6. Aitkenhead AR, Rowbotham DJ & Smith G. 2002. Textbook of Anaesthesia.
Ed 4. United Kingdom : Elsevier Science. Pp 417-428, 460-469
21