HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I
(Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro
Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
BURHANATUT DYANA
NIM : 1111044100012
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I
(AnalisisPerbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
BURHANATUT DYANA
NIM : 1111044100012
KONSENTRASIPERADILANAGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I
(AnalisisPerbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk MemenuhiSalah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Burhanatut Dyana
NIM : 1111044100012
Di Bawah Bimbingan
Hj. Hotnidah Nasution, MA
NIP :197106301997032002
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Hak-hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Perbandingan
Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan
Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)” telah
diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi
Ahwal al Syakhshiyah (Peradilan Agama).
Jakarta, 07April 2015
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D
NIP. 196912161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
Ketua :H.Kamarusdiana, S.Ag., MH (………………...)
NIP. 197202241998031003
Sekertaris : Sri Hidayati, M.Ag (..…………….....)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing : Hj.Hotnidah Nasution, MA (………..…..…...)
NIP. 197106301997032002
Penguji I : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA (..…………..…...)
NIP. 197608072003121001
Penguji II : H. M. Riza Afwi, Lc., MA (.…………..……)
NIP. 196105201999031002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 16 Maret 2015
Burhanatut Dyana
v
ABSTRAK
Burhanatut Dyana. NIM 1111044100012. Hak-hak Isteri Pasca Cerai
Talak Raj’i (AnalisisPerbandingan Antara PutusanPengadilan Agama Tuban
Nomor1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro
Nomor154/Pdt.G/2014/PA.Bjn).Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. xi + 103 halaman + 30 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan putusan yang diberikan
oleh Majelis Hakim dalammengabulkan permohonan cerai talak yang diajukan oleh
suami terhadap isteri melalui putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan
Nomor154/Pdt.G/2014/PA.Bjn.Dalam putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
hakim tidak menghukum suami untuk memberikan hak nafkah iddah dan mut’ah
kepada mantan isterinya.Sedangkan dalam putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
hakim menggunakan hak ex officio nya untuk menghukum suami agar memberikan
nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya yang mengakui perselingkuhannya
pada saat persidangan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode Yuridis
Empiris.Pendekatan yuridis karena penelitian ini menggunakan kaidah hukum dan
peraturan yang berkaitan dengan cerai talak serta hak-hak isteri yang timbul akibat
perceraian yaitu nafkah iddah dan mut’ah.Empiris karena pendekatan bertujuan
memperoleh data mengenai putusan hakim dalam mengabulkan permohonan.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa tidak semua perkara cerai
talak mengakibatkan isteri mendapatkan nafkah iddah dan mut’ah.Majelis hakim
berpendapat bahwa nafkah iddah dan mut’ah merupakan hak isteri yang boleh
diminta atau tidak di minta.Ketika tidak diminta maka hakim bisa menggunakan hak
ex officio yang dimilikinya untuk membebankan kepada suami agar memberikan
nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isteri. Hal ini berdasarkan pada ketentuan
Pasal 41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf (a) dan
(b) Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kata Kunci : Permohonan Cerai Talak. Nafkah Iddah dan Mut’ah. Hak
Ex Officio Hakim.
Pembimbing : Hotnidah Nasution, MA
Daftar Pustaka : Tahun 1973 s.d Tahun 2014
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain persembahan
puji syukur tiada terkira kehadirat Illahi Robbi, karena atas karunia dan pertolongan-
Nya lah sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat serta
salamsemoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhamad SAW beserta
kelurga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda
Ahmad Yono dan Ibunda Nurul Hidayah yang tiada lelah dan bosan memberikan
motivasi, bimbingan, kasih sayang serta do’a bagi kedua putri putranya.Semoga
Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis
hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada
kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Phd., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag., MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Hotnidah Nasution, MA., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program studi
Ahwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada
penulis selama duduk di bangku perkuliahan.
5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan
referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Bapak Drs. Aam Amarullah, M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Tuban dan
bapak H. Moch. Tha’if AS, S.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Bojonegoro
beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Bapak Drs. H. Sholhan dan bapak Drs. Mufi Ahmad Bihaqi, M.H.,selaku hakim
yang memutus perkara yang telah penulis teliti dan telah senatiasa memberikan
wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan wawancara.
8. Do’a dan harapan penulis panjatkan kepada adinda Muhammad Nur Husna yang
senantiasa memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
viii
9. Bapak M. Hamim, pak dhe sekaligus satu-satunya orang tua di Jakarta yang tiada
kenal lelah dan bosan memberikan semangat, bantuan, membimbing, menjaga
dan melindungi serta menjadi tempat menumpahkan segala keluh kesah selama
di Jakarta. Terimakasih tiada terhingga untuk semua cinta dan kasihmu.
10. Terkhusus Nur Azizah. Terimakasih atas kesabaran dan kesetiaanya menemani
penulis dikamar berukuran 4x6 ini.
11. Sahabat - sahabat seperjuangan penulis: Arisa Dykawresa, Nur Azizah, Nabillah,
dan Luluk Muthoharoh.
12. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 16 Maret 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ............................................................ 7
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
D. Studi Review Terdahulu ............................................................................. 10
E. Metode dan Teknik Penelitian .................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................. 14
BAB II CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA
A. Definisi Cerai Talak ..................................................................................... 16
B. Dasar Hukum Cerai Talak ........................................................................... 19
x
C. Macam-macam Cerai Talak ......................................................................... 22
D. Akibat Hukum Cerai Talak .......................................................................... 24
E. Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak
di Pengadilan Agama .................................................................................... 32
F. Hak ExOfficio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Iddah dan Mut’ahdalam
Cerai Talak ................................................................................................... 41
BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PENGADILAN
AGAMA BOJONEGORO
A. Profil Pengadilan Agama
1. Pengadilan Agama Tuban ..................................................................... 45
2. Pengadilan Agama Bojonegoro ............................................................ 48
B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama
1. Pengadilan Agama Tuban ..................................................................... 51
2. Pengadilan Agama Bojonegoro ............................................................ 52
C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama .............................................. 53
D. Kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama .................................. 57
BAB IVPUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
DAN PUTUSAN NO. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
A. Profil Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn............................................. 70
xi
B. Profil Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn ............................................... 74
C. Perbandingan Putusan Antara Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
dengan Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn ............................................ 81
D. Analisis Penulis .................................................................................................... 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 93
B. Saran-saran ........................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 96
LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data/Wawancara ke PA Tuban
3. Surat Permohonan Data/Wawancara ke PA Bojonegoro
4. Surat Keterangan Riset dari PA Tuban
5. Surat Keterangan Riset dari PA Bojonegoro
6. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Tuban
7. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Bojonegoro
8. Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
9. Putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn.
10. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat (mitsaqan
ghalizhan), ikatan yang suci transenden artinya suatu perjanjian yang
mengandung makna magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau kontak
keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya hubungan
badan antara suami istri sebagai penyalur libido seksual manusia yang terhormat,
oleh karena itu hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.1 Untuk itu
perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan dapat
mewujudkan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang sejahtera
(mawaddah warahmah).
Akan tetapi untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut tidaklah
mudah dan tanpa rintangan, karena manakala setelah pernikahan dijalani ternyata
banyak duri mengahalangi, kerikil dan karang terjal menghadang, ombak dan
gelombang pasang menerjang, sehingga biduk yang bernama rumah tangga itu
pun terombang-ambing dan tercerai berai sehingga kandaslah perkawinan
tersebut dan putus ditengah perjalanan.
1 Yayan Sopyan, Islam-Negara (transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional), (Tangerang selatan: UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet. 1, h. 127
2
Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena
makna dasar sebuah perkawinan adalah akad nikah, yang berarti ikatan atau
dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak. Konsekuensinya
ia dapat lepas yang kemungkinan dapat disebut dengan talak. Adapun makna
dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian.2
Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindarkan apabila kedua
belah pihak saling terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk
didamaikan. Perceraian dalam hal ini merupakan alternatif terakhir (pintu
darurat) yang dapat dilalui oleh suami isteri bila ikatan perkawinan (rumah
tangga) tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya. Sifat alternatif
terakhir dimaksud berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk
mencari kedamaian diantara kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator)
dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh
al-Quran dan Hadis.3
Apabila langkah-langkah dan teknik yang telah diajarkan oleh al-Quran
dan Hadis tersebut telah dilaksanakan dan tidak mendapatkan titik temu untuk
mencapai kesepakatan berdamai dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan
rumah tangga, maka barulah kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ini
ke pengadilan untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
2 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004),
h. 206
3 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 73
3
Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk mempersatukan kembali
suami dan istri yang ingin bercerai dengan jalan membuka kembali upaya
perdamaian dengan cara musyawarah, yang mana hakim yang akan menjadi
penengahnya dalam upaya perdamaian ini. Bagi orang yang beragama Islam akan
membawa permasalahan ini ke Pengadilan Agama, sementara bagi orang yang
memeluk agama selain Islam maka akan membawa permasalahan ini ke
Pengadilan Negeri.
Perceraian merupakan suatu perbuatan hukum yang tentunya akan
membawa akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 144
Kompilasi Hukum Islam (KHI) perceraian dapat terjadi karena talak atau
berdasarkan gugatan perceraian. Untuk lebih lanjut lagi dijelaskan dalam pasal
selanjutnya bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan
Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 115 KHI).4
Adapun ketentuan yang mengatur tentang perceraian yang terjadi karena
adanya talak dari suami terhadap isteri telah diatur dalam Pasal 41 (c) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa, pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Pasal ini menunjukkan
4 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,( T.t., : t.p., 2001), h. 16
4
bahwasanya suami berkewajiban untuk memberikan mut’ah dan nafkah iddah
kepada mantan isterinya.
Wanita yang diceraikan oleh suaminya boleh memberikan beberapa
tuntutan kepada suaminya, karena wanita yang diceraikan tersebut memiliki
beberapa hak yang berhak dia peroleh dari mantan suaminya. Adapun hak-hak
isteri itu ialah tuntutan nafkah selama masa iddah dan mut’ah.
Secara terminologi, nafkah adalah sesuatu yang wajib diberikan kepada
mantan isteri yang berupa harta untuk mematuhi agar dapat bertahan hidup. Dari
pengertian ini terlihat bahwa yang termasuk di dalam nafkah adalah sandang,
pangan dan papan.5 Sedangkan yang termasuk mut’ah ialah uang atau benda
yang lainnya (Pasal 149 (a) KHI).
Kewajiban memberikan nafkah selama masa iddah dan mut’ah bagi isteri
yang telah ditalak oleh suaminya berdasarkan pada ketentuan dalam surat al-
Baqarah [2] ayat 241:
/2 :242
Artinya : “Kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah diberikan oleh
suaminya mut’ah menurut yang ma’ruf sebagai suatu kewajiban bagi orang-
orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah [2] : 241)
Menurut Zamakhsyari seperti halnya yang dikutip oleh Zubair Ahmad,
ayat diatas berlaku secara umum, yakni wajib memberikan suatu pemberian
kepada seluruh wanita yang ditalak. Alasan ini di dasarkan kepada huruf pada
5 Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 75
5
berarti “bagi wanita-wanita yang ditalak ada hak”. Artinya mantan للمطلقات
suaminya mempunyai kewajiban memberikan mut’ah kepada setiap isteri yang
ditalak. Kecuali itu, lanjutan ayat juga menyebutkan adanya kata حقا (ketentuan-
ketentuan yang harus dilaksanaka) yang disusul denngan huruf على yang
mempunyai makna kata kerja, yaitu kewajiban bagi (orang yang bertaqwa).6
Dalam Hadis juga dijelaskan kewajiban yang serupa yaitu kewajiban
memberikan nafkah selama iddah dan memberikan mut’ah kepada mantan isteri.
Hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan memberi
pakaian secara ma’ruf (patut)”. (HR. Muslim)
Selain peraturan yang ada dalam al-Quran dan Hadis, perintah
memberikan nafkah kepada mantan isteri selama beriddah dan mut’ah juga di
pertegas kembali di dalam peraturan yang berlaku, diantaranya Pasal 41 huruf (c)
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Pasal 81 ayat (1) serta Pasal
149 huruf (b).
Berbeda dengan realita yang ada, bahwasanya penulis telah menemukan
dua putusan hakim di dua Pengadilan Agama yang berbeda yang menyimpang
dari teori yang telah ada baik dalam al-Quran, Hadis, kitab-kitab fikih maupun
6 Zubair Ahmad dkk, Relasi Suami Isteri Dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW)
UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h. 78
7 Muslim Ibnu Al-Hajajj Abu Al-Husain Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:
al-Maktabah al-Salafiyyah, t.th., ), Juz II, h. 890
6
hukum formil. Kesenjangan ini menarik untuk diteliti sehingga penulis
mengangkatnya kedalam sebuah tulisan.
Putusan hakim yang pertama yaitu perkara yang telah diputus oleh hakim
Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn yang memutus
perkara cerai talak. Dalam amar putusannya hakim tidak menghukum suami
untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya sesuai
dengan kemampuannya. Sedangkan kedua hal tersebut merupakan hak isteri
sebagai akibat hukum dari perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri.
Persoalannya adalah ketika isteri hadir di Pengadilan Agama dengan
penuh harapan bahwa kepentingannya dapat dilindungi dan akan mendapatkan
hak-haknya (nafkah iddah dan mut’ah) sesuai hukum yang berlaku namun yang
didapatkannya hanya sekedar akta cerai. Walaupun akta cerai merupakan hal
yang urgen sebagai bukti perceraian namun itu baru sebagian dari perwajahan
asas kepastian hukum (validitas yuridis), belum menggambarkan nilai dasar
keadilan (Validitas filosifis) dan asas manfaat (validitas sosiologis).8
Berbeda dengan putusan hakim yang kedua yaitu perkara yang telah
diputus oleh hakim Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang memutus perkara cerai talak yang disebabkan
karena isteri memiliki pria idaman lain (PIL). Dalam amar putusan tersebut
8 Muh. Irfan Husaeni, “Menyoal Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama
Dalam Menetapkan Mut’ah dan Iddah”, artikel diakses pada 22 November 2014 dari http://badilag.net,
h. 6
7
hakim menghukum suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada
mantan isterinya yang secara jelas mengakui perselingkuhannya di depan
persidangan. Dalam hal ini isteri dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Hal ini
tentu saja menyimpang dari teori yang telah ada baik dalam al-Quran, Hadis,
kitab-kitab fiqih maupun hukum formil yang berlaku yang menyatakan bahwa
bagi isteri yang nusyuz tidak berhak baginya mendapatkan nafkah iddah dan
mut’ah dari mantan suaminya.
Kemudian berangkat dari latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik
untuk membahasnya serta merumuskannya dalam sebuah karya tulis dalam
bentuk skripsi dengan judul “HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK
RAJ’I (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro
Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan Agama
Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro sebagai obyek penelitian.
Mengingat banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama
tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni hanya pada putusan
mengenai hak nafkah iddah dan mut’ah kepada istri yang di cerai talak oleh
mantan suaminya perkara Nomor: 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Putusan
Nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn.
8
Menarik untuk penulis teliti dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak
meluas atau keluar dari pokok bahasan yakni sehubungan dengan beraneka
ragamnya kasus cerai talak, maka dalam skripsi ini penulis membatasi hanya
pada kasus di atas yang difokuskan pada argumentasi dan landasan hukum
hakim dalam memutus perkara tentang hak-hak isteri dalam cerai talak.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan al-Quran, Hadis, UU Perkawinan maupun KHI bahwa
perempuan yang ditalak oleh suaminya berhak mendapatkan nafkah kecuali
bagi isteri yang nusyuz. Namun dalam kenyataannya ada putusan pengadilan
yang mana hakim tidak menetapkan nafkah iddah dan mut’ah yang harus
diberikan oleh suami kepada mantan isterinya yang tidak melakukan
perbuatan nusyuz kepadanya. Sedangkan dalam putusan lain, hakim
memberikan nafkah kepada mantan isteri yang telah melakukan nusyuz
terhadap suaminya.
Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan
penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi
ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban pada Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Pengadilan Agama Bojonegoro dalam
memutus Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn?
9
b. Apa perbedaan putusan hakim Pengadilan Agama Tuban pada Perkara
No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim Pengadilan Agama
Bojonegoro pada Perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn?
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan
tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis
uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban
dalam memutus perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan
pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro dalam memutus
perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn.
b. Untuk mengetahui perbedaan antara putusan hakim Pengadilan Agama
Tuban perkara nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim
Pengadilan Agama Bojonegoro perkara nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn.
2. Manfaat penelitian
Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, antara lain:
a. Secara Teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang
hukum Islam, baik materiil maupaun formil.
10
b. Secara Praktis : sebagai referensi bagi pencari keadilan serta memberikan
kejelasan pada masyarakat umumnya tentang ketentuan hukum dan
perundang-undangan yang mengatur tentang nafkah iddah.
D. Studi Review Terdahulu
Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis
menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat pembahasan
tentang cerai talak akan tetapi mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian tersebut dintaranya:
1. Ultra Petitum Partium dan Hak Ex Officio Hakim, Studi Kasus Cerai Talakdi
Pengadilan Agama Slawi (Putusan No.0203/Pdt.G/2010/PA.Slw), Ulul
Azmi, NIM 206044103793 tahun 2011. Dalam skripsi ini membahas tentang
hak ex officio hakim yang memberikan putusan yang tidak diminta oleh
Pemohon dan Termohon dalam memutuskan perkara cerai talak di
Pengadilan Agama Slawi. Perbedaannya dalam skripsi penulis adalah
bahwasanya penulis menganalisa dua putusan di dua pengadilan yang
berbeda tentang hak ex officio hakim perihal pemberian nafkah iddah dan
mut’ah kepada istri dalam perkara cerai talak.
2. Nafkah Iddah Bagi Isteri Nusyuz (Analisa Putusan Hakim Pengadilan Agama
Bogor No. 169/Pdt.G/2011/PA.Bgr dan Putusan Hakim Pengadilan Agama
Depok Perkara No. 96/Pdt.G/2009/PA.Dpk), Iin Winiarti, NIM
108044100049, tahun 2012. Dalam skripsi ini membahas perbandingan
pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 169/Pdt.G/2011/PA.Bgr
11
dan perkara nomor 96/Pdt.G/2009/PA.Dpk tentang nafkah iddah yang
diberikan oleh hakim kepada isteri nusyuz. Perbedaanya dengan skripsi
penulis ini adalah bahwasanya penulis menganalisa perbandingan
pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn tentang hak-
hak isteri dalam cerai talak yaitu pemberian mut’ah dan nafkah bagi mantan
isteri selama masa iddah baik bagi isteri yang tidak melakukan perbuatan
nusyuz terhadap suaminya maupun yang melakukan nusyuz
E. Metode dan Teknik Penelitian
1. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan yuridis empiris merupakan
cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian
dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan
dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut
hak-hak isteri dalam cerai talak.
2. Jenis Penelitian
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara sistematika
tentang apa yang menjadi obyek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.
Metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yakni
12
menggambarkan berupa kata-kata, ungkapan, norma atau aturan-aturan dari
fenomena yang diteliti.9
Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
secara mendalam tentang “HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK
RAJ’I (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban
Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama
Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)”.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan
Agama Bojonegoro. Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan
skripsi ini adalah putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi
respondennya adalah Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan
penelitian yakni meliputi; Data Primer dan Data Sekunder.
9Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.
3.
13
1). Data Primer yang dibutuhkan untuk menjawab semua permasalahan di
atas adalah putusan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam perkara
Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim
Pengadilan Agama Bojonegoro dalam perkara Putusan Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang telah Berkekuatan Hukum Tetap serta
hasil wawancara dengan hakim yang memeriksanya dalam persidangan.
2).Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum
normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang
dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan bahan hukum
lainnya seperti buku-buku yang mendukung dan memperjelas bahan
hukum tersebut.
b. Studi Lapangan
Adapun studi lapangan ini dilakukan dengan dua tekhnik berikut;
1. Studi dokumen dengan mempelajari berkas yang berbentuk putusan
Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan
Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang
telah berkekuatan hukum tetap.
2. Wawancara yang dilakukan dengan hakim yang menyelesaikan perkara
tentang nafkah iddah di Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan
Agama Bojonegoro. Wawancara ini dilakukan dengan metode
14
wawancara tak terstruktur (open – ended) yaitu wawancara dengan
pertanyaan yang bersifat terbuka dimana responden secara bebas
menjawab pertanyaan tersebut.10
3. Observasi langsung ke lapangan dengan cara langsung datang ke
Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari
penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif.
Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma
hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitik
tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat monografis atau
berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur
klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan
maupun secara tertulis selama dalam melakukan penelitian.11
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
10
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya), h. 233.
11Koentjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: t.p., 1997), h. 269.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.” Adapun sistematika penulisannya
adalah sebagai berikut :
Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
studi review terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, memuat tentang Cerai Talak dan Hak Isteri di Pengadilan
Agama, yang isinya meliputi Definisi cerai talak, dasar hukum cerai talak,
macam-macam cerai talak, akibat hukum yang timbul akibat cerai talak, prosedur
dan penyelesaian permohonan cerai talak di Pengadilan Agama serta hak ex
officio hakim terhadap penetapan nafkah iddah dan mut’ah dalam cerai talak.
Bab Ketiga, berisi tentang Potret Pengadilan Agama Tuban dan
Pengadilan Agama Bojonegoro yang terdiri dari Profil, struktur organisasi, tugas
pokok dan fungsi serta kompetensi relatif dan absolut Pengadilan Agama.
Bab Keempat, pada bab ini penulis akan mengkomparasikan putusan
Pengadilan Agama Tuban No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan Pengadilan
Agama Bojonegoro No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang di dalamnya terdiri dari
kronologi perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
serta perbandingan kedua putusan tersebut dan dilanjutkan dengan analisa
penulis.
Bab Kelima, adalah Penutup yang berisi Kesimpulan dan saran. Dalam
bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah dibahas dalam skripsi
ini.
16
BAB II
CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA
A. Definisi Cerai Talak
Talak atau cerai merupakan terjemahan dari bahasa Arab (طلك يطلك اطاللا)
yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan pembebasan.1 Sementara
dalam kamus besar Bahasa Indonesia, talak diartikan sebagai perceraian antara
suami dan isteri; lepasnya ikatan perkawinan.2
Di dalam Ensiklopedi Indonesia, definisi talak adalah memutuskan atau
melepaskan ikatan perkawinan.3 Hal ini senada dengan pendapat Imam
Taqiyudin dalam bukunya Kifayatul Akhyar yang mendefinisikan talak sebagai
berikut:
Artinya: “Thalak menurut bahasa adalah melepas ikatan atau menceraikan”.
Selain kata talak, di dalam al-Qur‟an juga terdapat kata lain yang
memiliki makna yang sama dengannya, yaitu kata Firaq (lepas) dan kata Sirah
(pisah).5
1 Ahmad Warson Munawir, Almunawir Kamus Besar Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), Cet. 14, h. 861
2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia,
2008), Ed. 4, h. 1383
3 Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve), Jilid. 6, h.
3429
4 Imam Taqiyudin Abi Bakar bin Muhammad Al-Husaeni Addamasqi As Syafi‟i, Kifayatul
Akhyar, Terj. Mohammad Rifa‟i, dkk (Semarang: PT. Toha Putra, 1978), h. 307
17
Adapun kata Firaq (lepas) yang semakna dengan kata talak tepatnya
berada pada surat at-Talaq [65] ayat 2, yaitu:
/65 :2
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pelajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siaoa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. (QS. At-Talaq : 2)
Ayat diatas mengandung perintah yang bersifat alternatif bagi suami
untuk memilih salah satu diantara dua pilihan, yaitu mengikat kembali tali
perkawinan atau melepaskan ikatan perkawinan dengan cara yang baik.
Sedangkan kata Sirah (pisah) terdapat dalam beberapa ayat al-Qur‟an
diantaranya surat al-Ahzab [33] ayat 49 sebagai berikut,
/33 :49
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‟ah dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya”. (QS. Al-Ahzab [33]: 49)
5 Muthafa Diib Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab
Syafi‟i, Terj. D.A Pakihsati, (Solo: Media Zikir, 2009), h. 375
18
Kandungan ayat ini juga berisi perintah kepada suami untuk melepaskan
isterinya dengan cara yang ma‟ruf. Perjalanan dalam mengarungi bahtera rumah
tangga rupanya tidaklah mudah dan tanpa rintangan, karena manakala setelah
pernikahan itu dijalani ternyata banyak duri yang mengahalangi. Keadaan
tersebut adakalanya dapat diatasi dan terselesaikan, sehingga hubungan suami
isteri menjadi rukun kembali. Namun adakalanya keadaan tersebut tidak dapat
diatasi dan semakin memburuk sehingga perkawinan terpaksa harus diputus
ditengah jalan. Untuk menjaga agar hubungan antar keluarga tidak terpecah belah
dan menimbulkan permusuhan, maka Islam memberikan solusi dengan adanya
perceraian sebagai jalan keluar bagi suami isteri yang telah hancur rumah
tangganya.
Adapun pengertian talak menurut ulama adalah:
1. Madzhab Hanafi dan Madzhab Hanbali mendefinisikannya sebagai pelepasan
ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan dimasa
yang akan datang.6
2. Madzhab Syafi‟i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan
lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu.
3. Madzhab Maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami-isteri.
6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), Cet. 4, h. 53
19
4. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak yaitu melepas tali perkawinan dan
mengakhiri hubungan suami isteri.7
Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan talak sebagai ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan (Pasal 117).8 Dari berbagai macam definisi diatas, dapat ditarik satu
kesimpulan bahwasanya talak adalah suatu perbuatan memutuskan tali
perkawinan yang sah serta mengakhiri hubungan suami isteri.
B. Dasar Hukum Cerai Talak
Talak atau perceraian dalam Islam telah di atur dalam al-Quran dan
Hadis. Adapun ayat yang menjadi dasar hukum cerai talak ini diantara nya adalah
surat al-Baqarah [2] ayat 229, yaitu:
/2 :229
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (QS. Al-
Baqrah [2]: 229)
Firman Allah SWT surat al-Baqarah [2] ayat 231
/2232)
7 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Terjemah, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1996), Cet. 2, Jilid 9, h. 9
8 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (T.t., : t.p., 2001)
20
Artinya: “Apabila kamu menalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir
idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma‟ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma‟ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk
memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.
barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat dzalim terhadap
dirinya sendiri. Janganlah kamu menjadikan hukum-hukum Allah sebagai
permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu dan apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur‟an) dan al-Hikmah (as-Sunah). Allah
memberi pelajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan
bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah [2]: 231)
Ibnu Katsir mengatakan, bahwa dalam ayat tersebut, Allah menyuruh
kepada kaum laki-laki untuk berbuat baik ketika dia mentalak isterinya dengan
talak raj‟i, jika iddah nya sudah habis dan tidak ada waktu lagi kecuali sekedar
untuk ruju‟. Dalam hal ini suami dapat menahannya, yaitu mengambalikan si
isteri kedalam naungan perkawinan dengan cara yang ma‟ruf. Dia harus
mempersaksikan ruju‟nya itu kepada orang lain serta berniat menggaulinya
dengan ma‟ruf, atau si suami membiarkan hingga iddahnya habis dan dia keluar
dari rumah suaminya. Hal inipun harus dilakukan dengan cara yang ma‟ruf pula.9
Firman Allah SWT dalam surat at-Talaq [65] ayat 1
/65 :2
Artinya: “Hai nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang
9 Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu
Katsir, (Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2010), Cet. 1, h. 108
21
wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu.
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka
(diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-
hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya
sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu
hal yang baru”. (QS. At-Talaq [65] : 1)
Selain berdasarkan ayat diatas, talak juga di dasarkan pada sabda
Rasulullah SAW, yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dari Ibnu „Umar. Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:
“Perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah ialah thalaq”. (HR. abu Daud)
Jika melihat penggalan hadis diatas, terlihat sekali bahwasanya Nabi
sangat tidak senang dengan perbuatan talak ini dan menghukuminya sebagai
perbuatan yang makruh. Namun apabila dihadapkan dengan keadaan dan situasi
tertentu, maka hukum talak ini bisa berubah. Adapun hukum talak adalah sebagai
berikut:
1. Talak menjadi wajib, jika pihak hakam (juru damai) tidak berhasil
menyelesaikan perpecahan antara suami dan isteri dan tidak bisa diperbaiki
kembali hubungan mereka serta hakam (juru damai) berkeyakinan bahwa
talak merupakan salah satu-satunya jalan yang dapat menyelesaikan
perpecahan.11
10
Abu Daud Sulaiman al-Asy‟ats al-Sijistani, Sunan Abu Daud, Bab Karahiyah al-Talaq,
(Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif, t.h., ), h. 379.
11 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), Cet. 1, h. 318
22
2. Talak menjadi sunnah, jika keadaan rumah tangga sudah tidak dapat
dilanjutkan dan seandainya dipertahankan maka akan timbul banyak
kemudharatan.12
3. Talak menjadi mubah, jika isteri dapat menjaga diri dikala tidak ada
suaminya dirumah, isteri yang berbahaya terhadap suami atau yang tidak baik
akhlaknya.13
4. Talak menjadi makruh, jika suami menceraikan isteri yang taat kepadanya,
rajin beribadah dan shalilah.
5. Talak menjadi haram, jika si suami mengetahui bahwa jika dia talak isterinya
maka dia akan terjatuh ke dalam perbuatan zina akibat ketergantungannya
kepada isterinya, atau akibat ketidak mampuannya untuk menikah dengan
wanita yang selain dia.14
C. Macam-macam Cerai Talak
Ditinjau dari segi sesuai atau tidaknya dengan syariat islam, maka talak
itu terbagi:
1. Talak sunni, adalah talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama,
yaitu seseorang mentalak perempuan yang telah pernah dicampurinya
12
Amir Syarifuddin, Garis – garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Ed. 1, Cet. 2, h.
127
13 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet. 2, h. 181
14 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. 1, Jilid. 9, h. 323
23
dengan sekali talak dimasa bersih dan belum ia sentuh kembali selama masa
bersih itu.15
2. Talak bid‟i adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, seperti mentalak
tiga kali dengan sekali ucap atau mentalak tiga kali secara terpisah-pisah
dalam satu tempat, atau seorang suami mentalak isterinya dimasa isterinya
haid atau nifas atau dimasa suci sesudah ia kumpuli.16
Sedangkan apabila ditinjau dari segi hak suami atas isterinya setelah
suami menjatuhkan talak kepada isterinya, terbagi kepada:
1. Talak raj‟i yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti rujuk ialah kembali,
artinya kembali menjadi mempunyai hubungan suami isteri dengan tidak
melalui proses perkawinan lagi tetapi melalui proses yang lebih sederhana.17
2. Talak Ba‟in Kubra (KHI Pasal 120) adalah talak yang terjadi untuk yang
ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan
kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri
menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba‟da al-dukhul
dan telah melewati masa iddah.
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Moh Thalib, (Bandung: PT Alma‟arif, 1983), Cet. 2, h.
42
16 Ibid., h. 44
17 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press),
1986), Cet. 5, h. 103
24
3. Talak Ba‟in Shughra (KHI Pasal 119 ayat (1)) adalah talak yang tidak boleh
dirujuk tapi boleh dengan akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun
dalam iddah.
D. Akibat Hukum Cerai Talak
Apabila hubungan perkawinan antara suami dan isteri putus, maka hukum
yang berlaku sesudahnya adalah:
1. Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan tidak
boleh saling memandang apalagi bergaul sebagai suami istri, sebagaimana
yang berlaku antara dua orang yang saling asing. 18
Dapat dipahami bahwa
akibat dari putusnya perkawinan ini mengembalikan status halal yang
didapatnya selama perkawinan menjadi kembali kepada status semula, yaitu
haram.
2. Berlaku ketentuan iddah bagi isteri yang diceraikan.
Makna iddah secara istilah mengandung arti masa menunggu bagi
wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan
suaminya, baik itu cerai hidup ataupun cerai mati, dengan tujuan untuk
mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami untuk kembali
kepada isteri dalam ikatan perkawinan. Para ulama mendefinisikan iddah
sebagai nama waktu untuk menanti kesucian seorang isteri yang ditinggal
mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk
18
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), Ed. 1., Cet. 2., h. 301
25
dinikahkan.19
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa iddah merupakan
masa tunggu bagi isteri untuk dapat dirujuk kembali oleh suami atau untuk
dibolehkannya menikah dengan laki-laki lain.
Macam-macam iddah bagi seorang wanita dibagi menjadi lima
kategori, yaitu:
a) Iddah bagi wanita hamil adalah sampai ia melahirkan
:4
Artinya: “Dan perempuan-perempuan hamil , waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya”.(QS. At-Thalaq: 4)
b) Iddah karena kematian adalah empat bulan sepuluh hari
234)
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri, (hendaklah para isteri itu) menangguhkan
dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari”. (QS. Al-Baqarah: 234)
c) Iddah bagi wanita yang masih haidh adalah tiga kali quru‟
:228
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendakklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru‟”. (QS. Al-Baqarah: 228)
d) Iddah bagi wanita yang tidak haidh atau menopause adalah selama tiga
bulan
19
Amiur Nuruddin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media, 2004), h. 240
26
:4
Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang sudah tidak haid lagi
(menopouse) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa iddahnya), maka iddah mereka adalah tiga bulan”. (QS.
At-Thalaq: 4)
3. Keharusan memberikan nafkah iddah dan mut‟ah.
Nafkah secara etimologi berasal dari kata ( yang berarti ( النفمة
.”biaya, belanja, pengeluaran uang“ المصروف واالنفاق20
Sekilas dapat
dipahami bahwasanya nafkah berkaitan erat dengan kebutuhan pokok
kehidupan manusia sehari-hari. Kebutuhan pokok yang diperlukan oleh
manusia seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.21
Sedangkan yang dimaksud dengan mut‟ah adalah pemberian atau
hadiah yang layak yang diberikan suami kepada isterinya selama masa iddah
baik berupa uang atau benda. Pemberian mut‟ah oleh suami kepada isteri
dimaksudkan untuk membersihkan hati kaum wanita dan menghilangkan
kekhawatiran terhadap penghinaan kaum pria kepadanya.22
Kewajiban memberikan nafkah iddah dan mut‟ah telah diperintahkan
oleh Allah swt dalam firmannya QS. Al-Baqarah [2] ayat 241
20
Achmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), Ed. ke-2, h. 1449
21 Mustofa Al-khin, Mustofa Al-Bugho dan Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fikah Mazhab Syafie,
(Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005), Jilid ke-4, h. 925
22 Burmasari Siregar, Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha Tentang Wanita Muslim, Laporan
Penelitian Dosen Fakultas Syariah Uin Jkt 2001, h. 51
27
/2 :242
Artinya: “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut‟ah menurut yang makruf sebagai suatu kewajiban bagi
orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah [2]: 241)
Firman Allah SWT QS. At-Talaq [65] ayat 7
/65 :7
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.
(QS. At-Talaq [65]: 6)
Selain tercantum dalam al-Quran, kewajiban suami terhadap nafkah
selama masa iddah juga terdapat dalam beberapa hadits Nabi, diantaranya
ialah:
Artinya: “Dari Fathimah binti Qais, ia berkata: Aku pernah datang kepada
Nabi saw. Lalu aku berkata: Sesungguhnya suamiku si Fulan telah mengutus
(seseorang mengabarkan) tentang talak (yang ia jatuhkan padaku), dan
sesungguhnya aku telah menanyakan kepada keluarganya tentang nafkah
dan tempat tinggal (bagiku), tetapi mereka menolakku. Mereka berkata: Ya
23
Abi „Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu‟aib ibn „Ali al-Nasa‟i, Sunan Nasa‟i, (Riyadh:
Maktabah al-Ma‟arif, t.h., ), h. 909
28
Rasulullah, sesungguhnya suami Fathimah telah menguutus (seseorang
mengabarkan) tentang talak yang ketiga kalinya (yang ia jatuhkan pada
isterinya). Fathimah berkata: Kemudian Rasulullah saw. Bersabda:
Sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal itu bagi perempuan yang suaminya
masih mempunyai hak ruju‟ (talak raj‟i)”. (H.R. An-Nasa‟i)
Selain terdapat dalam al-Quran dan Hadis, kewajiban memberi
nafkah juga dipertegas dalam hukum formil. Akibat yuridis cerai talak
diantaranya adalah pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi
bekas isteri (Pasal 41 huruf (c) UU No.1 Tahun 1974). Sedangkan dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 dijelaskan bilamana perkawinan putus
karena talak, maka bekas suami wajib:
a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al-dukhul;
b. Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada bekas isteri selama masa
iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan
dalam keadaan tidak hamil.
Berbicara tentang nusyuz, secara terminologi kata nusyuz diartikan
sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, baik itu
dilakukan isteri maupun suami.24
Hal ini memberikan pengertian bahwa isteri
maupun suami sama-sama memiliki peluang untuk melakukan
pembangkangan atau nusyuz terhadap pasangannya karena tidak
24
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, (Jakarta:
Grahacipta, 2005), Cet. 1., h. 55
29
melaksanakan kewajiban atau melanggar hak-hak pasangannya sehingga
dapat mengganggu keharmonisan dalam berumah tangga.
Dalam hal ini penulis lebih memfokuskan perbuatan nusyuz yang
dilakukan oleh isteri terhadap suami, sehingga karena adanya perbuatan
tersebut menyebabkan isteri tidak berhak mendapatkan nafkah iddah dan
mut‟ah dari mantan suaminya. Mengenai perbuatan nusyuz isteri ini, penulis
dapat memberikan contoh, seperti: tidak mau diajak tidur bersama, isteri
bercikap acuh dan tidak peduli kepada perintah suami, anak terlantar akibat
isteri sering pergi dari rumah tanpa izin dari suami dan lain sebagainya.
Berkenaan dengan hal ini Allah swt berfirman dalam al-Quran surat
an-Nisa [4] ayat 34 tentang nusyuz isteri terhadap suami.
/4 :34
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka
ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS.
An-Nisa [4]: 34)
30
Adapun Hadis Rasulullah SAW yang membahas tentang nusyuz isteri
terhadap suami diantaranya adalah sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Hurairah R.A. berkata, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Apabila seorang suami mengajak isterinya ketempat tidur, tetapi ia
menolak untuk datang, lalu sang suami marah, sepanjang marah maka para
malikat melaknatnya (isteri) hingga datang pagi”. (H.R. Muslim)
Selain dalam al-Quran dan Hadis, nusyuz diatur pula dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 84, disana menyebutkan bahwa:
1. Isteri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
2. Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut
pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali untuk
kepentingan anaknya.
3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah
isteri nusyuz.
4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus
didasarkan atas bukti yang sah.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa nusyuz
merupakan pembangkangan, pendurhakaan atau sikap tidak patuh yang
25
Imam Abu Hasan Muslim bin Hijjaj Al-Qusairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:
Maktabah Al-Ma‟arif, t.th), Juz II, h. 585
31
dilakukan isteri kepada suami, sehingga jika tidak ditangani dengan cepat
maka dapat menimbulkan putusnya ikatan perkawinan. Jika putusnya
perkawinan ini berasal dari suami (cerai talak) yang disebabkan karena isteri
nusyuz, maka tidak berhak baginya (isteri) mendapatkan nafkah iddah dan
mut‟ah dari mantan suaminya.
Adapun untuk ukuran nafkah iddah itu sendiri, baik al-Quran, Hadis
ataupun hukum formil tidak ada yang menyebutkan dengan tegas batas
ukuran atau jumlah nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada
isterinya, baik itu batas minimal atau maksimal wajibnya memberi nafkah.
Akan tetapi Allah hanya memberikan gambaran umum bahwasanya nafkah
itu diberikan kepada isteri menurut yang patut dengan arti cukup untuk
keperluan isteri dan sesuai pula dengan penghasilan suami.26
4. Pemeliharaan terhadap anak atau hadhanah.
Dalam Undang-undang Perkawinan telah diatur bahwa jika terjadi
perceraian maka antara suami dan isteri mempunyai hak yang sama untuk
memelihara anak. Jika terjadi perselisihan, maka pengadilan dapat
memutuskan siapa yang lebih berhak menerima anak tersebut.27
26
Murni Djamal, Ilmu Fiqh, (Jakarta: t.p., 1984), Cet. 2, Jilid II, h. 189
27 Euis Amalia, Laporan Hasil Penelitian Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam
Keluarga Studio Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Kasus Perceraian,
(Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakart, 2000), h. 40
32
Namun dalam praktiknya bagi anak yang masih dibawah umur,
biasanya hak pemeliharaannya diberikan kepada ibunya. Hal ini diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 105, sedangkan bagi anak yang sudah
mumayyiz hak pemeliharaannya di serahkan kepada anak tersebut untuk
memilih hendak ikut kepada ayahnya atau ibunya. Adapun pemeliharaan
anak ditanggung oleh ayahnya.
5. Melunasi utang yang wajib dibayarnya dan belum dibayarnya selama masa
perkawinan, baik dalam bentuk mahar atau nafkah, yang menurut sebagian
ulama wajib dilakukannya bila pada waktunya dia tidak dapat membayarnya.
begitu pula mahar yang belum dibayar atau dilunasinya, harus dilunasinya
setelah bercerai.28
E. Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak Di Pengadilan Agama
Dalam Pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 jo. Pasal 113 KHI disebutkan
bahwa, perkawinan putus karena kematian, perceraian atau atas keputusan
pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat
terjadi karena talak yang diucapkan suami di depan pengadilan setelah
pengadilan mengizinkan suami mengikrarkannya melalui penetapan pengadilan
yang sudah berkekuatan hukum tetap (in cracht).29
28
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, h. 303
29 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Ed. 1, Cet. 1, h. 151
33
Adapun perceraian yang disebabkan karena cerai talak telah diatur secara
khusus dalam Pasal 66-72 UU No.7 Tahun 1989.
1. Bentuk dan Isi Permohonan Talak
Sebelum perkara cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah:
a. Mendaftar permohonan atau mengajukan permohonan secara tertulis atau
lisan kepada bagian pendaftar perkara, yaitu Sub Kepaniteraan
Permohonan.30
b. Membayar panjar biaya perkara.
Dalam perkara permohonan talak ini, kedudukan suami sebagai pihak
Pemohon sedangkan isteri sebagai pihak Termohon. Adapun formulasi atau
isi permohonan, dari ketentuan Pasal 66 ayat (1) dan (2) jo. Ayat (5) jo.
Pasal 57 UU Peradilan Agama yang perlu diperhatikan adalah:
a. Identitas Pemohon dan Termohon, yaitu:
1) Nama;
2) Umur, hal ini untuk menentukan dewasa atau belum;
3) Agama, hal ini untuk menentukan kompetensi absolut pengadilan;
dan
4) Alamat, hal ini penting untuk menentukan kompetensi relative
pengadilan.31
30
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), Ed. 1, Cet. 2, h. 119
34
b. Fundamentum Petendi atau Posita adalah dalil-dalil konkret tentang
adanya hubungan yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada
tuntutan.32
Posita ini berisi tentang hal-hal berikut:
1) Fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah
pihak.
a) Kapan suami dan isteri melangsungkan pernikahan
b) Selama pernikahan saling rukun atau tidak
c) Apakah suami isteri dikaruniai anak?
2) Alasan-alasan diajukannya permohonan cerai talak, harus
berdasarkan fakta atau peristiwa hukum.
3) Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan
suatu keharusan; Hakim yang harus melengkapi dalam penetapan
(atau putusan) nanti.33
Posita hendaknya ditulis secara singkat, kronologis, jelas, tepat dan
terarah untuk mendukung isi tuntutan.
c. Petitum atau tuntutan yaitu apa yang diminta atau diharapkan Penggugat
agar diputuskan oleh hakim.34
Misalnya:
31
Ibid., h. 120
32 Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004),
Cet. 1, h. 30
33 Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 120
34 Soeroso, Praktikum hukum Acara Perdata Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), Ed. 2. Cet. 1, h. 58
35
“Memohon kepada majelis hakim untuk menerima permohonan
Pemohon, dan mengijinkan pemohon untuk mengikrarkan talak di depan
majelis hakim”.
2. Tahapan Persidangan Permohonan Talak
Pada hari sidang yang telah ditentukan, Pemohon dan Termohon atau
kuasanya masing-masing menghadiri sidang di Pengadilan Agama, setelah
menerima surat panggilan yang sah.
Adapun susunan persidangan terdiri dari:
a. Hakim tunggal atau Hakim Majelis yang terdiri dari satu ketua dan dua
hakim anggota, yang dilengkapi oleh Panitera sebagai pencatat jalannya
persidangan.
b. Pihak Pemohon dan Termohon duduk berhadapan dengan hakim dan
posisi Termohon disebelah kanan sedangkan Pemohon disebelah kiri
hakim.35
Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan kurang
lebih 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim.
a. Sidang I (Mediasi)
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada sidang pertama ini,
yaitu:36
35
Soeroso, Praktikum hukum Acara Perdata Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), Cet. 6, h. 41
36 Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, (t.t., : t.p., t.th.,), h. 96
36
1. Pemohon tidak hadir, sedangkan Termohon hadir. Jika terjadi keadaan
seperti ini maka hakim dapat menunda persidangan sekali lagi untuk
memanggil Pemohon atau menyatakan bahwa permohonan dinyatakan
gugur (Pasal 124 HIR/Pasal 148 R.Bg).
2. Pemohon hadir, sedangkan Termohon tidak hadir. Dalam keadaaan ini
maka hakim dapat menunda persidangan untuk memanggil Termohon
sekali lagi atau menjatuhkan putusan verstek karena Termohon dinilai
ta‟azzuz atau tawari atau ghaib (Pasal 125 HIR/Pasal 149 R.Bg).
3. Termohon tidak hadir tetapi mengirim surat jawaban, maka surat
jawaban tersebut tidak perlu diperhatikan dan dianggap tidak ada,
kecuali jika surat itu berisi perlawanan (eksepsi) bahwa Pengadilan
Agama yang bersangkutan tidak berhak mengadilinya (Pasal 125 ayat
(2) HIR).
4. Pemohon dan Termohon tidak hadir dalam persidangan pertama, maka
sidang harus ditunda dan para pihak dipanggil lagi sampai dapat
dijatuhkan putusan gugur atau verstek atau perkara dapat diperiksa.
5. Pemohon dan Termohon hadir dalam sidang pertama
Jika Pemohon dan Termohon hadir di persidangan, maka Majelis
Hakim memberikan kesempatan atau berusaha agar Pemohon dan Termohon
berdamai serta kembali rukun sebagai suami isteri atau yang biasa dikenal
dengan upaya mediasi, hal ini berdasarkan pada Perma No.1 Tahun 2008.
37
Apabila usaha untuk mendamaikan ini tidak berhasil maka sidang
dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
b. Sidang II (Pembacaan Permohonan)
Pada tahap pembacaan gugatan ini terdapat beberapa kemungkinan dari
Pemohon, yaitu:37
1. Mencabut permohonan
2. Mengubah permohonan
3. Mempertahankan permohonan
Jika Pemohon tetap mempertahankan permohonannya maka sidang
dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu jawaban Termohon.
c. Sidang III (Jawaban Termohon)
Pada tahap ini, hakim memberikan kesempatan kepada Termohon atau
isteri untuk mengajukan jawaban dan mempertahankan haknya. Menurut
Pasal 121 ayat (2) HIR/Pasal 145 ayat (2) R.Bg jo Pasal 132 ayat (1)
HIR/Pasal 158 ayat (1) R.Bg Termohon dapat mengajukan jawaban secara
lisan ataupun tulisan.38
Adapun dalam penyampaian jawaban ini Termohon
harus datang secara pribadi dalam persidangan atau diwakilkan oleh kuasa
hukumnya.
37
Ibid., h, 110
38 Ibid., h. 111
38
Dalam tahap ini ada beberapa hal yang dapat diajukan langsung oleh
Termohon, yaitu: mengaku bulat-bulat, mungkir (membantah) secara mutlak,
mengaku dengan klausula, referte (jawaban berbelit-belit).39
d. Sidang IV (Replik)
Replik adalah jawaban atas jawaban, diucapkan atau diajukan secara
tertulis oleh pihak Pemohon setelah ia mendengarkan jabawan Termohon atas
permohonannya, replik ini dapat dijawab lagi oleh Termohon dengan satu
jawaban dalam babak kedua, yang dinamakan duplik.40
e. Sidang V (Duplik)
Babak terakhir dalam jawab-menjawab atas perkara perdata adalah
duplik, yakni jawaban pihak Temohon atas replik Pemohon sebelum
memasuki tahapan pemeriksaan pembuktian yang mana isinya tidak jauh
berbeda dengan replik yaitu mempertahankan dalil-dalil dan sanggahan
masing-masing pihak dengan tuntutan yang relatif tidak berubah.41
Replik dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada titik
temu antara Pemohon dan Termohon, atau sudah dianggap cukup oleh hakim.
Walaupun jawab-menjawab antara Pemohon dengan Termohon dirasa cukup,
namun masih ada hal-hal yang tidak disepakati sehingga perlu adanya
39
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 122
40 C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2000), Cet. 1, h.22
41Henny Mono, Praktik Beperkara Perdata, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), Ed. 1, h.
78
39
pembuktian atas kebenarannya. Oleh karena itu maka persidangan dilanjutkan
pada tahap pembuktian.
f. Sidang VI (Pembuktian)
Pembuktian adalah memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim
dalam pemeriksaan suatu perkara agar dapat memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan.42
Pembuktian merupakan tahap yang menentukan dalam proses perkara,
karena dari hasil pembuktian dapat diketahui benar atau tidaknya perkara.
Menurut Pasal 164 HIR dan Pasal 186 B.W ada lima macam alat bukti, yaitu:
bukti tulisan/surat, bukti saksi, bukti persangkaan, bukti pengakuan dan bukti
sumpah.43
Setelah hakim merasa pembuktian cukup, maka persidangan dapat
dilanjutkan pada tahap berikutnya.
g. Sidang VII (Kesimpulan Para Pihak)
Pada tahap ini, masing-masing pihak baik Pemohon atau Termohon diberi
kesempatan yang sama oleh hakim untuk mengajukan pendapat akhir yang
merupaka kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung.
h. Sidang VIII (Penetapan atau Putusan Hakim)
42
Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata: Class Action, Arbitrase & Alternatif Serta
Mediasi, (Bandung: Grafitri, 2007), h.67
43 Bambang Sugeng dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata Dan Dokumen Litigasi Perkara
Perdata, (Jakarta: Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 65
40
Penetapan putusan hakim merupakan tahap paling akhir di persidangan.
Pada tahap ini hakim merumuskan pertimbangan hukum terhadap suatu
perkara yang diperiksanya dan disertai dengan alasan serta dasar hukumnya,
yang kemudian diakhiri dengan putusan hakim.
Contoh kasus:44
Pada tanggal 7 Januari hakim memberikan penetapan bahwa permohonan
suami (Pemohon) untuk menjatuhkan ikrar talak diterima. Sejak penetapan ini
terdapat jangka waktu 14 hari (=14 hari kerja). Dalam jangka waktu 2 minggu
ini, Termohon dapat mengajukan permohonan banding.
Bila isteri tidak mengajukan banding maka penetapan hakim memperoleh
kekuatan hukum yang tetap. Sejak tanggal tersebut, suami atau Pemohon
dapat mengajukan permohonan untuk mengucapkan ikrar talak.
Lihat skema
Tahun 2005
Tgl. 7/1/05 25/1 25/2 25/3 25/4 25/5 25/6 25/7
Tanggal 25 Januari (hari kerja ke-14 setelah penetapan hakim berkekuatan
hukum tetap) talak belum jatuh, isteri dapat mengajukan banding. Bila isteri
(Termohon) tidak menyatakan banding, penetapan tersebut memperoleh
kekuatan hukum tetap (25/1-05). Sejak tanggal tersebut pengadilan
menentukan hari sidang untuk menyaksikan Ikrar Talak Pemohon atas
44
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 124
41
permohonan Pemohon (suami). Misalkan ditetapkan bahwa sidang untuk
mengucapkan Ikrar Talak pada tanggal 25 Maret 2005, maka suami pada hari
yang ditentukan harus datang dan mengucapkan Ikrar Talak di hadapan
Majelis Hakim dan dihadiri oleh isteri.
Undang-undang memberi kesempatan atau tenggang waktu bagi suami
atau Pemohon untuk mengucapkan Ikrar Talak dalam jangka waktu 6 bulan.
Bila dalam tenggang waktu tersebut suami tidak datang untuk mengucapkan
Ikrar Talak, maka permohonan untuk mengucapkan Ikrar Talak tersebut dapat
dinyatakan gugur oleh hakim (Pasal 70 ayat (6) UU Peradilan Agama). Jadi
(suami) belum mengucapkan Ikrar Talak, maka penetapan tersebut gugur dan
ikatan perkawinan tetap utuh.45
F. Hak Ex Officio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Iddah Dan Mut’ah
Dalam Cerai Talak
Tanggung jawab suami terhadap isteri tidak hanya berlaku ketika ia sah
menjadi suami isteri saja, tetapi setelah perceraian pun suami masih tetap
bertanggung jawab terhadap isteri yang mana hal ini merupakan hak isteri yang
harus didapatkan dari suami selama masa iddah akibat dari adanya perceraian
tersebut. Adapun hak-hak isteri ini diantaranya adalah ia berhak mendapatkan
nafkah selama masa iddah dan mut‟ah dari mantan suami bagi isteri yang ditalak
raj‟i dan tidak nusyuz.
45
Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), Cet. 3, h.
79
42
Dalam perkara cerai talak sering dijumpai Termohon yang awam hukum
tidak menuntut nafkah dan mut‟ah kepada Pemohon, padahal Pemohon cukup
berkemampuan secara materi. Peranan Pengadilan Agama dalam perceraian
bukan semata-mata dalam hal pengadministrasian atau pencatatan perceraian
yang ditandai dengan keluarnya akta cerai saja. Tetapi pengadilan juga harus
menetapkan asas keadilan serta manfaat terutama bagi pihak isteri.
Menurut Mahkamah Agung dalam Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama secara jelas menyatakan bahwa:
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar‟iyyah secara ex officio dapat
menetapkan kewajiban nafkah iddah atas suami untuk isterinya, sepanjang
isterinya tidak terbukti berbuat nusyuz, dan menetapkan kewajiban mut‟ah. (Pasal
41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b)
Kompilasi Hukum Islam).46
Kata ex officio berasal dari bahasa latin, adapun kata yang semakna
dengannya adalah ambtahalve dari Belanda yang berarti karena jabatan, tidak
berdasarkan surat penetapan atau pengangkatan, juga tidak berdasarkan suatu
permohonan.47
Jadi dapat diketahui bahwasanya yang dimaksud dengan hak ex
officio adalah hak yang melekat pada hakim karena jabatannya.
46
Mahkamah Agung RI, Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, Edisi revisi 2010, (Jakarta: t.p., 2010), h. 157
47 Subekti dan Tjitro Soedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Paramita, 1973), Cet. 2, h. 40
43
Penerapan hak ex officio dalam tulisan ini difokuskan pada hak seorang
hakim untuk membebani bekas suami atas nafkah bagi bekas isteri dalam perkara
cerai talak. hal ini berlandaskan pada ketentuan Pasal 41 huruf (c) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi “Pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”.
Dalam praktik, sekalipun hak-hak isteri akibat talak tersebut tidak dituntut
oleh Termohon (isteri), hakim secara ex officio (karena jabatannya) dapat
menghukum suami sebagai Pemohon untuk membayar nafkah dan mut‟ah
kepada Termohon. Dalam hal ini sekalipun tidak ada gugatan rekonvensi, hakim
diperbolehkan membebankan suatu kewajiban tertentu kepada suami. Dengan
demikian hakim dibenarkan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut oleh isteri
dalam petitum permohonan cerai talak.48
Akan tetapi nampaknya hak ex officio dalam praktik masih jarang
digunakan oleh sebagian hakim Pengadilan Agama dalam menetapkan mut‟ah
dan nafkah iddah sebagai akibat putusnya perceraian karena talak. Akibat hak ex
officio yang tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan tidak
48
Hartini, “Pengecualian Terhadap Penerapan Asas Ultra Petitum Dalam Beracara di
Pengadilan Agama”, jurnal di akses pada 28 Desember 2014 dari http://mimbar.hukum.ugm.ac.id, h.
387
44
dipertimbangkan dengan cermat, kepentingan para pihak tidak terakomodir
dengan baik, khususnya pihak isteri.49
49
Muh. Irfan Husaeni, “Menyoal Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama
Dalam Menetapkan Mut‟ah dan Iddah”, artikel diakses pada 22 November 2014 dari http://badilag.net,
h. 2
45
BAB III
POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PENGADILAN AGAMA
BOJONEGORO
A. Profil Pengadilan Agama
1. Pengadilan Agama Tuban
Pengadilan Agama Tuban berdiri pada pada tanggal 19 Januari 1882
berdasarkan Stbl. 1882 No. 162. Pada saat itu Pengadilan Agama Tuban berdiri
dengan nama Raad Agama Tuban. Hal ini berdasarkan bukti putusan tulisan
tangan pada tahun 1931.1
Sejak dibentuk pada tahun 1882 sampai masa penjajahan Radd Agama
Tuban belum memiliki kantor sendiri dan merupakan bagian dari
pemerintahan di Kadipaten Tuban. Adapun orang pertama yang menjadi
pemimpin atau ketua di Raad Agama Tuban adalah KH. Dahlan dan disebut
sebagai Qodhi Syar’i pertama di Raad Agama Tuban.
Sejak tahun 1957 Raad Agama Tuban berkantor di salah satu gedung
kamar bola (bekas gedung pertemuan milik Belanda) yang terletak di sebelah
barat alun-alun dan Masjid Jami’ Tuban dan dipimpin seorang ketua bernama
K.H. Moertadji. Pada tahun 1968 sampai pada tahun 1973 Pengadilan Agama
1 Sejarah Pengadilan Agama Tuban, diakses pada tanggal 28 Desember Tahun 2014 pukul
13:16 WIB dari http://www.pa-tuban.go
46
Tuban dipimpin oleh Kiai Damiri dengan tetap menempati gedung tersebut.
Adapun sebagian gedung tersebut ditempati oleh Departemen Agama Tuban.
Sejak berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974, yaitu pada
tanggal 2 Januari 1974, sistem Pengadilan Agama Tuban menjadi lebih baik.
Pada masa ini Pengadilan Agama Tuban dipimpin oleh Sudig, B.A. Pada masa
ini pula, tepatnya Pada tahun 1978, keadaan fisik Pengadilan Agama Tuban
sudah menjadi lebih baik. Hal ini ditandai dengan dibangunnya gedung baru
dijalan Sunan Kalijogo No. 27 Tuban. Kantor tersebut di bangun dengan dana
dari pemerintah pusat (Departemen Agama).
Seiring berjalannya waktu, lambat laun Pengadilan Agama Tuban pun
berkembang dan menjadi lebih baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 73 Tahun 1993 Tentang Klas Pengadilan Agama, ditetapkan bahwa
Pengadilan Agama Tuban termasuk Pengadilan Agama Kelas 1A, yaitu kelas
dalam urutan pertama dalam klasifikasi pengadilan tingkat pertama.
Pengadilan Agama Tuban merupakan pengadilan tingkat pertama
dalam wilayah yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan berpuncak
pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama Tuban
berkedudukan di ibukota Kabupaten, yakni kota Tuban, dengan alamat di
jalan Sunan Kalijogo No. 27 Telp: (0356) 321326 Fax (0356) 324939 Tuban
kode pos 62314.2
2 Laporan Tahunan 2014 Pengadilan Agama Tuban, h. 2
47
Sesuai pula dengan perkembangan Teknologi Informasi, Pengadilan
Agama Tuban telah memiliki website dengan alamat: www.pa-tuban.go.id
yang dapat diakses oleh masyarakat pencari keadilan maupun oleh masyarakat
pemerhati pengadilan dan telah disesuaikan dengan standar yang diharapkan
Mahkamah Agung RI dan selalu berupaya berbenah diri serta memperbaiki
kinerja pengadilan.
Untuk menunjang keberhasilan Pengadilan Agama Tuban agar
menjadi lebih baik, maka Pengadalian Agama Tuban membentuk sebuah visi
dan misi. Visi Pengadilan Agama Tuban mengacu pada visi Mahkamah
Agung RI sebagai puncak kekuasaan kehakiman di Negara Indonesia, yaitu
“Terwujudnya Kesatuan Hukum dan Aparatur Pengadilan Agama yang
Profesional, Efektif, Efisiens dan Akuntabel Menuju Badan Peradilan
Indonesia yang Agung”.3
Untuk mencapai visi tersebut di atas, maka Pengadilan Agama Tuban
menetapkan misi-misi sebagai berikut:
1) Menjaga kemandirian Aparatur Pengadilan Agama;
2) Meningkatkan kualitas pelayanan hukum yang berkeadilan, kredibel dan
transparan;
3) Meningkatkan pengawasan dan pembinaan;
3 Ibid., h. 7
48
4) Mewujudkan kesatuan hukum sehingga diperoleh kepastian hukum bagi
masyarakat.4
2. Pengadilan Agama Bojonegoro
Pengadilan Agama Bojonegoro diperkirakan dibentuk sekitar tahun
1908 berdasarkan Stbd. 152 Tahun 1882 yang langsung diketuai K. Mas
Ngabai Sosro Oelomo dan berlokasi di halaman Masjid Agung Bojonegoro.5
Dari awal dibentuknya hingga sekarang Pengadilan Agama
Bojonegoro telah beralih lokasi sebanyak tiga kali. Semula Pengadilan Agama
Bojonegoro bertempat di halaman Masjid Agung Bojonegoro, kemudian
pindah digedung untuk sidang di tempat MIN Bojonegoro jalan Panglima
Sudirman dan sejak tahun 1980 berkedudukan di Jalan M.H. Thamrin
Bojonegoro.
Kini Pengadilan Agama Bojonegoro Kelas IA memiliki 1 (satu)
gedung berstatus milik negara (Mahkamah Agung RI) yang berkedudukan di
Ibu Kota Kabupaten Bojonegoro dengan alamat di Jalan M.H. Thamrin No. 88
Bojonegoro, Telp: (0353) 881235 Fax (0353) 892229 Bojonegoro. Sesuai
dengan perkembangan teknologi dan informasi Pengadilan Agama
Bojonegoro telah memiliki website dengan alamat: www.pabojonegoro.com
4 Ibid., h. 8
5 Profil Pengadilan Agama Bojonegoro, diakses pada tanggal 28 Desember 2014 pukul
12:44 WIB dari http://www.pa-bojonegoro.go.id
49
yang dapat diakses oleh masyarakat pencari keadilan maupun oleh masyarakat
pemerhati pengadilan.6
Lembaga Peradilan Agama merupakan lembaga yang mandiri, dimana
kemandirinnya itu harus bebas dari intervensi oleh pihak lain diluar kekuasaan
kehakiman terutama dalam memutuskan perkara bagi setiap pencari keadilan.
Dalam proses pemeriksaan perkara ini pun harus dilakukan dengan cara yang
cepat, sederhana dan biaya ringan tanpa mengurangi ketelitian hakim atau
bahkan tidak diperbolehkan mengorbankan ketelitian untuk mencari
kebenaran dan keadilan.
Adapun visi Pengadilan Agama Bojonegoro mengacu pada visi
Mahkamah Agung RI sebagai puncak Kekuasaan Kehakiman di negara
Indonesia, yaitu: "Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung".
Penjelasan Makna dari visi ini dimaksudkan sebagai ide atau cita-cita
Pengadilan Agama Bojonegoro di masa mendatang yang diusahakan secara
terus menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai terobosan untuk
memuaskan masyarakat berkenaan dengan pelayanan hukum dan keadilan
agar menjadi pengadilan tingkat pertama yang mampu berkiprah menegakkan
hukum dan keadilan sehingga masyarakat dapat lebih percaya kepada lembaga
peradilan pada umumnya, dan khususnya Pengadilan Agama Bojonegoro, dan
pada gilirannya nanti akan mampu menciptakan produk hukum dan keadilan
6 Ibid.,
50
yang berwibawa dan memiliki martabat yang terhormat di mata masyarakat
Bojonegoro, sehingga terwujud Peradilan Agama yang Agung.7
Dari pernyataan visi tersebut Pengadilan Agama Bojonegoro
mempunyai misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan undang-undang dan peraturan,
serta memenuhi rasa keadilan masyarakat;
2. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur
tangan pihak lain;
3. Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat;
4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan;
5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, bermartabat dan
dihormati;
6. Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, tidak memihak dan
transparan.8
7 Visi dan Misi Pengadilan Agama Bojonegoro, diakses pada tanggal 28 Desember 2014
pukul 12:47 WIB dari http://www.pa-bojonegoro.go.id
8 Ibid.,
51
B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama
1. Pengadilan Agama Tuban
Hakim
Anshor, S.H
Drs. H. Nurhadi, M.H
Drs. H. Sholhan
Drs. Abdurrahman, S.H., M.H
Drs. H. Soepandi
Drs. H. Irwandi, M.H
Drs. H. M. Ubaidillah, M.Si
Dra. Hj. Laila Nurhayati, M.H
Ketua
Drs. Aam Amarullah, M.H
Wakil Ketua
Drs. H. M. Syafi’ie Thoyyib, S.H., M.H
Panitera/Sekertaris
H. Abdul Wahab, S.H
Wakil sekertaris
Umi Rofiqoh, S.H
Wakil Panitera
Drs. H. Solikin, S.H
Panitera Muda Gugatan
Durorin Humairo’, S.H
Penitera Muda Permohonan
Ilyas, S.H
Penitera Muda Hukum
Akhmad Qomarul Huda, S.H
Kepala Urusan Kepegawaian
Syaiful Anwar, S.Ag
Kepala Urusan Umum
Nasrul Huda, S.H
Kepala Urusan Keuangan
H. Masjhuri
Juru Sita Pengganti
Nasrul Huda, S.H.
H. Masjhuri
Adi Rusmin
Wawan, S.H.
Nurlailia Isnawati, A. Md.
Panitera Pengganti
Rukmiyati
Ilyas, S.H.
Umi Rofiqoh, S.H.
Syaiful Anwar, S.Ag
52
2. Pengadilan Agama Bojonegoro
Hakim
H. Moch. Tha’if AS, S.H Dra. H. kasnari, M.H.
Dra. Hj. Nur Indah H. Nur, M.H. Drs. Farihin, S.H.
Dra. Hj. Ummu Laila, M.H.I Drs. Karmin, M.H.
Drs. H. Moh. Bahrul Ulum, M.H. Drs. Imam Ahmad
Drs. Mufi Ahmad Bihaqi, M.H. Drs. Nurul Anwar
Dra. Farida Ariani, S.H. Drs. H. masduqi
Drs. H. Miftahul Fahri Drs. A. Muhtarom
Drs. Misnan Maulana
Ketua
H. Moch. Tha’if AS, S.H.
Wakil Ketua
Dra. Hj. Nur Indah H. Nur, M.H.
Panitera/Sekertaris
H. Abdul Mutholib, S.H., M.H.
Wakil sekertaris
Yeti Rianawati, S.H.
Wakil Panitera
Drs. H. Chafidz Syafiuddin, S.H.
Panitera Muda Gugatan
Hj. Siti Masithah, B.A.
Penitera Muda Permohonan
Sudardjo, S.H.
Penitera Muda Hukum
Drs. M. Nur Wachid
Kepala Urusan Kepegawaian
Yunistira Fauziyah, S.H.I
Kepala Urusan Umum
Sandhy Sugijanto, S.E., S.H
Kepala Urusan Keuangan
Syamsudi Dluha, S.Kom., M.H.I
Panitera Pengganti
H. Abdul Mutholib, S.H., M.H Sinhaji, S.H
Drs. H. Chafidz Syafiuddin, S.H Sudardjo, S.H
M. Ulin Nuha, S.Ag Ahmad Priyadi, S.H
Sandhy Sugijanto, S.E., S.H Mudakin, S.H
Endah Ratna wijaya, S.H Siti Masithah, B.A.
Yeti Rianawati, S.H Drs. M. Nur Wachid
Juru Sita Pengganti
Endah Ratna wijaya, S.H
Sandhy Sugijanto, S.E., S.H
Mudakin, S.H
Muhammad Sutrisno
Yunistira Fauziyah, S.H.I
53
C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang
bertindak menerima, memeriksa dan memutus setiap permohonan atau gugatan
pada tahap paling awal dan paling bawah yang diajukan oleh pencari keadilan
bagi orang-orang yang beragama Islam atau yang biasa dikenal dengan asas
personalitas keislaman.
Menurut Drs. Cik Hasan Bisri yang dimaksud dengan asas personalitas
keislaman adalah yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, hanya mereka yang mengaku
dirinya memeluk agama islam.9 Sedangkan menurut Prof. Abdul Ghani
Abdullah, bahwa ketentuan UU No. 7 Tahun 1989 tentang asas personalitas
keislaman lebih menekankan pada asas agama pihak pengaju perkara, tanpa
memperdulikan agama pihak lawan.10
Mengingat Pengadilan Agama ini adalah pengadilan tingkat pertama dan
paling bawah, maka semua jenis perkara harus terlebih dahulu melalui
Pengadilan Agama dalam kedudukan hierarki sebagai pengadilan tingkat pertama
dan tidak diperbolehkan mengajukan suatu gugatan atau permohonan langsung
ke Pengadilan Tinggi Agama.
9 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998),
Ed. 1, Cet. 2, h. 151
10 Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1994), h. 50
54
Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama, dilarang menolak
untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya
dengan dalih apapun. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 56 yang bunyinya:
“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan
wajib memeriksa dan memutusnya”.11
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan
pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No.35 Tahun 1999, dan terakhir telah diganti menjadi Undang-undang No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ditegaskan bahwa tujuan
penyelenggaraan peradilan sudah termasuk kekuasaan kehakiman. Sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 1 bahwa “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia”.12
Sehingga untuk mencapai visi tersebut, disusunlah tugas pokok
Pengadilan Agama yakni memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan
11
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-undang
No. 7 Tahun 1989), (t.t : Pustaka Kartini, 1997), Cet. 3., h. 105
12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, h. 2
55
perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 25 ayat 3 UU No. 48/2009).13
Adapun tugas dan fungsi Peradilan Agama dapat dipilah menjadi dua
macam, yakni tugas yudisial yang merupakan tugas pokok dan tugas non yudisial
yang merupakan tugas tambahan. Adapun yang dimaksud dengan tugas dan
fungsi yudisial adalah tugas dan fungsi memberi keadilan kepada masyarakat
pencari keadilan. Inti dari tugas ini adalah menegakkan hukum dan keadilan
dalam bentuk menerima, memeriksa, memutus/mengadili dan menyelesaikan
perkara (persengketaan) diantara orang-orang yang beragama islam yang
menyangkut persengketaan perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak,
shadaqah dan ekonomi syari’ah.14
Sedangkan yang dimaksud dengan tugas non yudisial adalah tugas diluar
tugas mengadili, seperti: memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat hukum
Islam kepada lembaga atau instansi yang memerlukannya dalam wilayah
hukumnya, memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penetuan awal bulan
pada tahun hijriyah dan memberikan pertolongan kepada masyarakat Islam yang
memohon pertolongan atau bantuan dalam pembagian harta peninggalan
(warisan) di luar sengketa.15
13
Ibid., h. 10
14 Taufik Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945, (Jakarta: Tatanusa, 2013), Cet. 1., h. 154-157
15 Ibid., h. 158-160
56
Selain dari dua tugas dan fungsi diatas, Pengadilan Agama juga memiliki
fungsi lain sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi
perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi.
2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan
peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya.16
3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di
lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan selain
biaya perkara).
4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam
pada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 jo. UU No. 50 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 7 tahun 1989.
5. Memberikan itsbat kesaksian rukyatul hilal dalam penentuan awal bulan
hijriyah, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 A UU No. 50 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
6. Memberikan bantuan atas permohonan pertolongan pembagian harta
peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam
16
Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Bojonegoro, diakses pada tanggal 28
Desember 2014 pukul 12:47 WIB dari http://www.pa-bojonegoro.go.id
57
sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) UU No. 7 tahun 1989 jo. UU
No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
7. Memberikan pengesahan akta dibawah tangan mengenai keahliwarisan atau
waarmerking untuk pengambilan deposito atau tabungan, pensiunan dan
sebagainya.
8. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,
pelayanan riset atau penelitian, bimbingan praktikum bagi mahasiswa atau
pelajar dan lain sebagainya.17
D. Kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama
Kata “kompetensi” berasal dari bahasa Belanda “Competentie”, kadang-kadang
diterjemahkan dengan “kewenangan” dan terkadang dengan “kekuasaan”.18
Kekuasaan atau kewenangan peradilan kaitanya adalah dengan hukum acara,
menyangkut dua hal, yaitu: “Kekuasaan Relatif” dan “Kekuasaan Absolut”.
a. Kompetensi Relatif Pengadilan Agama
Kekuasaan relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang satu
jenis dan satu tingkatan. Misalnya, Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan
Agama Bojonegoro. Kedua pengadilan ini sama-sama satu jenis yaitu sama-
17
Laporan Tahunan 2014 Pengadilan Agama Tuban, h. 12-13
18 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum
Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga
Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, (Jakarta: Kencana, 2010), Ed. 1.,
Cet. 2., h. 145
58
sama linkungan Peradilan Agama dan satu tingkatan, yakni sama-sama
tingkat pertama.
Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989 berbunyi: “Pengadilan
Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten”.19
Dari pernyataan
pasal ini dapat diketahui bahwasanya tiap-tiap Pengadilan Agama memiliki
wilayah hukum tertentu atau dikatakan mempunyai “yuridiksi relatif”
tertentu yang dalam hal ini meliputi satu kota madya atau satu kabupaten.
Yuridiksi relatif mempunyai arti penting sehubungan dengan ke
Pengadilan Agama mana orang akan mengajukan perkaranya dan
sehubungan dengan hak eksepsi tergugat.20
Hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi tumpang tindih antar Pengadilan yang satu dengan Pengadilan lainnya
dalam menangani perkara serta orang-orang tidak akan bingung ke
Pengadilan Agama mana dia akan mengajukan perkaranya untuk mencari
keadilan.
Berbicara tentang wilayah, maka kondisi obyektif Kabupaten Tuban
yang juga menjadi wilayah hukum atau yuridiksi Pengadilan Agama Tuban
adalah sebagai berikut:
19
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003),
Cet. 10., h. 26
20 Ibid.,
59
1. Letak geografis
Bujur Timur : 111˚30’ - 112˚35’
Lintang Selatan : 6˚40’ - 7˚18’
2. Luas dan batas-batas wilayah
Secara administrasif Kabupaten Tuban luas wilayahnya mencapai
1.839,94 Km² dengan panjang pantai 65 Km, luas lautan 22.608 Km
yang terdiri dari 20 kecamatan, 17 Kelurahan dan 311 desa dengan batas-
batas:
Utara : Laut Jawa
Timur : Kab. Lamongan
Selatan : Kab. Bojonegoro
Barat : Propinsi Jawa Tengah (Kab. Rembang)
3. Jumlah penduduk
Berdasarkan data statistik tahun 2013 (karena data tahun 2014 belum
keluar) dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tuban, jumlah penduduk
Kabupaten Tuban sebanyak 1.290.394 jiwa dengan komposisi laki-laki
645.264 jiwa, perempuan berjumlah 645.130 jiwa dan sebanyak
1.143.680 (88,63 %) jiwa beragama Islam.21
Sedangkan kondisi obyektif Pengadilan Agama Bojonegoro adalah
memiliki wilayah hukum seluas wilayah Kabupaten Bojonegoro itu sendiri,
21
Laporan Tahunan 2014 Pengadilan Agama Tuban, h. 2
60
yaitu 2.307 Km². Adapun wilayah hukum atau yuridiksi Pengadilan Agama
Bojonegoro adalah sebagai berikut:
1. Letak geografis
Bujur Timur : 111˚251’ - 112˚691’
Lintang Selatan : 6˚591’ - 7˚371’
2. Luas dan batas-batas wilayah
Secara administrasif Kabupaten Bojonegoro luas wilayahnya mencapai
2.307 Km² terdiri dari 27 kecamatan dan terdiri dari 430 desa atau
kelurahan dengan batas-batas:
Utara : Kab. Tuban
Timur : Kab. Lamongan
Selatan : Kab. Nganjuk, Madiun dan Jombang
Barat : Kab. Blora dan Ngawi
3. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro adalah 1.165.401 jiwa yang
terdiri dari Laki-laki : 582.118 jiwa dan Perempuan : 583.283 jiwa.
Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro
memiliki beberapa kesamaan, diantaranya adalah keduanya berada di
wilayah provinsi Jawa Timur, berada dibawah PTA Surabaya dan dalam
pengklasifikasian kelas yang sama yaitu Pengadilan Agama Kelas 1A.
61
Untuk menentukan kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama dasar
hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang-undang Hukum
Acara Perdata. Dalam pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 ditentukan bahwa
acara yang berlaku pada lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum. Oleh karena itu,
landasan untuk menentukan kewenangan relatif Pengadilan Agama merujuk
pada Pasal 118 HIR atau Pasal 142 R.Bg jo Pasal 66 dan Pasal 73 UU No. 7
Tahun 1989.22
Pasal 118 ayat (1) HIR menganut asas bahwa pengadilan yang
berwenang menerima dan menyelesaikan perkara adalah pengadilan tempat
kediaman Tergugat, hal ini berkaitan dengan kompetensi relatif di
Pengadilan Umum. Sedangkan menurut ketentuan pasal 66 UU No. 7 Tahun
1989 ditegaskan bahwa kompetensi relatif dalam bentuk cerai talak, pada
prinsipnya ditentukan oleh faktor kediaman Termohon. Kecuali, jika
Termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa
izin Pemohon atau bertempat tinggal diluar negeri, maka kompetensi relatif
jatuh kepada Peradilan Agama di daerah hukum tempat kediaman
Pemohon.23
Hal inilah yang membedakan Pengadilan Umum dengan
Pengadilan Agama dalam hal pengajuan perkara.
22
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), Ed. 1., Cet. 2., h. 104
23 Ibid., h. 104-105
62
b. Kompetensi Absolut Pengadilan Agama
Kekuasaan absolut artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan
dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan, dalam
perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan
pengadilan lainnya, misalnya, Pengadilan Agama berkuasa atas perkara
perkawinan bagi mereka yang beragama islam sedangkan bagi yang selain
islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum.24
Tentang kewenangan mengadili bidang-bidang apa saja yang diberikan
Negara (Undang-undang) kepada Pengadilan Agama, peraturannya tertuang
didalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas
UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah pula dengan UU No. 50 Tahun
2009.25
Sesuai dengan ketentuan pasal yang dimaksud, maka ukuran atau
patokan yang perlu diperhatikan dalam penentuan kewenangan absolut
Peradilan Agama adalah:
a) Subyeknya, yaitu orang-orangnya yang beragama Islam atau badan
hukum Islam. Atau orang-orang yang tidak beragama Islam atau badan
hukum non Islam akan tetapi menundukkan dirinya terhadap ketentuan
syari’at Islam.
24
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan Pasang
Surut, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. 1., h,204
25 Taufik Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945, h. 178
63
b) Bidang perkaranya, yaitu bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi syariah.26
Adapun yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain
meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah,
reasuransi syari’ah, reksa dana syari’ah, obligasi dan surat berharga
berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syariah,
pegadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis
syari’ah.27
Mengingat Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama
Bojonegoro merupakan Pengadilan Kelas IA, maka jumlah perkara yang
ditangani cukup lah banyak. Dalam hal ini dapat diketahui rekapitulasi
perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Tuban selama dua tahun
terakhir adalah sebagai berikut:28
26
Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama,
Buku II, Edisi Revisi 2010, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI,
(Jakarta: t.p., 2010), h. 67
27 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian Dalam
Sistem Peradilan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 1., Cet. 1, h. 250-251
28 Rekapitulasi Perkara Pengadilan Agama Tuban, diakses pada tanggal 28 Desember 2014
pukul 15:30 dari http://infoperkara.badilag.net
64
Tahun 2013 Tahun 2014
No Bulan Jumlah
Perkara No Bulan
Jumlah
Perkara
1 Januari 307 Perkara 1 Januari 298 Perkara
2 Februari 275 Perkara 2 Februari 264 Perkara
3 Maret 239 Perkara 3 Maret 276 Perkara
4 April 279 Perkara 4 April 255 Perkara
5 Mei 257 Perkara 5 Mei 200 Perkara
6 Juni 239 Perkara 6 Juni 334 Perkara
7 Juli 286 Perkara 7 Juli 241 Perkara
8 Agustus 162 Perkara 8 Agustus 240 Perkara
9 September 294 Perkara 9 September 322 Perkara
10 Oktober 263 Perkara 10 Oktober 303 Perkara
11 November 255 Perkara 11 November 249 Perkara
12 Desember 184 Perkara 12 Desember 213 Perkara
Total 3.140 Perkara Total 3.195 Perkara
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 perkara
yang telah diputus sebanyak 3.140 yang dapat dirinci menurut jenis perkara
sebagai berikut:29
1. Sisa perkara tahun lalu : 630 Pkr (Tahun 2012)
2. Perkara yang diterima : 3.129 Pkr (Tahun 2013)
3. Jumlah : 3.759 Pkr
29
Laporan Tahunan 2013 dan Rencana Kerja Tahun 2014 Pengadilan Agama Tuban, h. 43-44
65
4. Dicabut : 154 Pkr
5. Dikabulkan : 2.986 pkr
Dengan perincian sebagai berikut:
a. Perkawinan
Yang meliputi: Ijin Poligami 12 Pkr, Cerai Talak 1.264 Pkr, Cerai
Gugat 1.422 Pkr, Harta Bersama 3 Pkr, Pengasuhan Anak 12 Pkr,
Perwalian 16 Pkr, Asal-usul Anak 5 Pkr, Itsbat Nikah 2 Pkr,
Dispensasi Nikah 160 Pkr, Wali Adhol 14 Pkr.
b. P3HP/Penetapan Ahli waris : 1 Pkr
c. Lain-lain : 5 Pkr
d. Ditolak : 12 Pkr
e. Tidak diterima : 22 Pkr
f. Gugur : 27 Pkr
g. Dicoret dari Register : 9 Pkr
Sedangkan pada tahun 2014 perkara yang telah diputus sebanyak
3.195 perkara yang dapat dirinci menurut jenis perkara sebagai berikut:30
1. Sisa perkara tahun lalu : 619 Pkr (Tahun 2013)
2. Perkara yang diterima : 3.227 Pkr (Tahun 2014)
3. Jumlah : 3.846 Pkr
4. Dicabut : 192 Pkr
30
Laporan Tahunan 2014 Pengadilan Agama Tuban, h.126-127
66
5. Dikabulkan : 3.003 pkr
Dengan perincian sebagai berikut:
a. Perkawinan
Yang meliputi: Ijin Poligami 14 Pkr, Cerai Talak 1.224 Pkr, Cerai
Gugat 1.412 Pkr, Harta Bersama 4 Pkr, Pengasuhan Anak 13 Pkr,
Pengesahan Anak 4 Pkr, Perwalian 24 Pkr, Asal-usul Anak 7 Pkr,
Itsbat Nikah 10 Pkr, Dispensasi Nikah 183 Pkr, Wali Adhol 15 Pkr.
b. Kewarisan : 3 Pkr
c. P3HP/Penetapan Ahli waris : 6 Pkr
d. Lain-lain : 9 Pkr
e. Ditolak : 11 Pkr
f. Tidak diterima : 21 Pkr
g. Gugur : 36 Pkr
h. Dicoret dari Register : 7 Pkr
Adapun rekapitulasi perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama
Bojonegoro selama dua tahun terakhir adalah sebagai berikut:31
Tahun 2013 Tahun 2014
No Bulan Jumlah
Perkara No Bulan
Jumlah
Perkara
1 Januari 366 Perkara 1 Januari 331 Perkara
31
Rekapitulasi Perkara Pengadilan Agama Bojonegoro, diakses pada tanggal 28 Desember
2014 pukul 14:32 dari http://infoperkara.badilag.net
67
2 Februari 320 Perkara 2 Februari 246 Perkara
3 Maret 271 Perkara 3 Maret 272 Perkara
4 April 266 Perkara 4 April 257 Perkara
5 Mei 310 Perkara 5 Mei 199 Perkara
6 Juni 270 Perkara 6 Juni 312 Perkara
7 Juli 280 Perkara 7 Juli 276 Perkara
8 Agustus 209 Perkara 8 Agustus 219 Perkara
9 September 285 Perkara 9 September 277 Perkara
10 Oktober 342 Perkara 10 Oktober 308 Perkara
11 November 217 Perkara 11 November 255 Perkara
12 Desember 193 Perkara 12 Desember 242 Perkara
Total 3.329 Perkara Total 3.194 Perkara
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 perkara yang
telah diputus oleh Pengadilan Agama Bojonegoro sebanyak 3.329 yang dirinci
menurut jenis perkara sebagai berikut:32
1. Sisa perkara tahun lalu : 767 Pkr (Tahun 2012)
2. Perkara yang diterima : 3.262 Pkr (Tahun 2013)
3. Jumlah : 4.029 Pkr
4. Dicabut : 129 Pkr
5. Dikabulkan : 3.200 pkr
Dengan perincian sebagai berikut:
32
Laporan Perkara Putus Pengadilan Agama Bojonegoro Tahun 2013
68
a. Perkawinan
Yang meliputi: Ijin Poligami 7 Pkr, Cerai Talak 1.035 Pkr, Cerai
Gugat 1.780 Pkr, Harta Bersama 1 Pkr, Pengasuhan Anak 1 Pkr,
Perwalian 3 Pkr, Asal-usul Anak 1 Pkr, Itsbat Nikah 20 Pkr,
Dispensasi Nikah 232 Pkr, Wali Adhol 29 Pkr.
b. Kewarisan : 1 Pkr
c. P3HP/Penetapan Ahli waris : 17 Pkr
d. Lain-lain : 23 Pkr
e. Ditolak : 6 Pkr
f. Tidak diterima : 4 Pkr
g. Gugur : 35 Pkr
h. Dicoret dari Register : 5 Pkr
Sedangkan pada tahun 2014 perkara yang telah diputus sebanyak
3.194 perkara yang dirinci menurut jenis perkara sebagai berikut:33
1. Sisa perkara tahun lalu : 700 Pkr (Tahun 2013)
2. Perkara yang diterima : 3.218 Pkr (Tahun 2014)
3. Jumlah : 3.918 Pkr
4. Dicabut : 144 Pkr
5. Dikabulkan : 3.050 pkr
Dengan perincian sebagai berikut:
33
Laporan Perkara Putus Pengadilan Agama Bojonegoro Tahun 2014
69
a. Perkawinan
Yang meliputi: Ijin Poligami 8 Pkr, Pembatalan Perkawinan 1 Pkr,
Cerai Talak 994 Pkr, Cerai Gugat 1.716 Pkr, Harta Bersama 2 Pkr,
Perwalian 6 Pkr, Itsbat Nikah 13 Pkr, Dispensasi Nikah 211 Pkr,
Wali Adhol 14 Pkr
b. P3HP/Penetapan Ahli waris : 11 Pkr
c. Lain-lain : 16 Pkr
d. Ditolak : 4 Pkr
e. Tidak diterima : 3 Pkr
f. Gugur : 42 Pkr
g. Dicoret dari Register : 9 Pkr
Dapat disimpulkan, bahwa wewenang mutlak (kompetensi absolut)
Peradilan Agama tidak hanya bidang hukum keluarga bagi orang-orang yang
beragama islam saja, akan tetapi segala bentuk kegiatan usaha yang
dilakukan berdasarkan pada hukum Islam pun merupakan kewenangan
mutlak dari Pengadilan Agama.
70
BAB IV
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn DAN
PUTUSAN NOMOR 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
A. Profil Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
1. Duduk Perkara
Pemohon (Zusa Iswara bin Slamet), umur 30 tahun, tempat tinggal
Ds. Kedungrojo, Kec. Plumpang, Kab. Tuban, telah mengajukan
permohonan cerai talak satu raj’i terhadap Termohon (Indriani binti Darjo),
umur 29 tahun, tempat tinggal Ds. Sumur Jalak, Kec. Plumpang, Kab.
Tuban, melalui Pengadilan Agama Tuban yang didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.
Pemohon dan Termohon adalah suami-isteri sah yang perkawinannya
tercatat di KUA Kec. Plumpang pada tanggal 28 Desember 2013 dengan
Kutipan Akta Nikah Nomor 770/60/XII/2013. Setelah menikah Pemohon
dan Termohon membina rumah tangga dirumah orang tua Termohon selama
1 bulan, kemudian tinggal dirumah Pemohon selama 5 bulan. Jadi Pemohon
dan Termohon telah hidup berumah tangga selama 6 bulan dan telah
melakukan hubungan suami-isteri, akan tetapi belum dikaruniai anak.
Sekitar bulan Januari tahun 2014, ketentraman rumah tangga
Pemohon dengan Termohon mulai goyah yang ditandai dengan sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk didamaikan lagi. Adapun
71
penyebabnya adalah sikap Termohon yang merasa kurang atas nafkah yang
diberikan oleh Pemohon, dikarenakan Pemohon memiliki tanggungan lain
yang harus dibayar, sehingga hanya sebagian dari penghasilan Pemohon saja
yang diberikan kepada Termohon. Keadaan seperti ini terjadi terus menerus
hingga bulan Juni tahun 2014 yang mengakibatkan Termohon merasa tidak
sanggup lagi hidup bersama Pemohon dan meminta Pemohon untuk
mengantarkan Termohon pulang kerumah orang tuanya.
Sejak Termohon diantar pulang kerumah orang tuanya oleh
Pemohon, maka diantara keduanya terjadi perpisahan selama 2 bulan yang
mana hal tersebut mengakibatkan Pemohon menderita lahir batin dan tidak
sanggup lagi meneruskan rumah tangganya dengan Termohon. Oleh sebab
itulah Pemohon mengajukan permohonan cerai talak ini terhadap Termohon.
Selama proses persidangan berlangsung, Pemohon dan Termohon
hadir sendiri di persidangan. Ketua Majelis melalui mediator telah
mengusahakan perdamaian, akan tetapi tidak berhasil dan Pemohon tetap
mempertahankan permohonannya. Sedangkan Termohon pun mengakui
semua keterangan dan dalil-dalil permohonan Pemohon serta tidak keberatan
dengan permohonan talak Pemohon.
Untuk menguatkan permohonannya, Pemohon mengajukan bukti
tertulis berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah dari KUA Kec. Plumpang
Nomor 770/60/XII/2013 dan menghadirkan dua orang saksi (Muqoddar bin
72
Kardiono dan Badi’ bin Sutrisno) yang memberikan keterangannya di bawah
sumpah dan membenarkan permohonan Pemohon.
2. Pertimbangan Majelis Hakim
Berdasarkan keterangan Pemohon, jawaban Termohon dan
keterangan saksi-saksi yang didengar pada saat persidangan, maka
ditemukan fakta bahwa Pemohon dan Termohon adalah pasangan suami-
isteri yang sah dan hidup rukun selama 6 bulan serta tidak dikaruniai anak.
Sejak Januari 2014 antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi
pertengkaran terus menerus yang disebabkan oleh Termohon kurang atas
nafkah yang diberikan oleh Pemohon dikarenakan Pemohon mempunyai
tanggungan yang harus dibayar, sehingga cuma sebagian dari
penghasilannya saja yang diberikan kepada Termohon. Karena alasan
tersebut akhirnya mereka berpisah tempat tinggal selama 2 bulan dan tidak
ada komunikasi yang baik sebagaimana layaknya suami isteri.
Fakta diatas telah menjadi bukti bahwa rumah tangga Pemohon dan
Termohon sudah tidak rukun dan harmonis lagi serta tidak akan bisa
mencapai tujuan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-
undang Nomor 1/1974 jo. QS. Ar-Rum ayat 21. Oleh karenanya rumah
tangga yang demikian itu telah terbukti memenuhi Pasal 19 huruf (f) PP
Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
Selain berdasarkan aturan diatas, rumah tangga semacam ini sesuai
pula dengan Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:
73
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) adalah dua kali, maka (apabila masih
dapat diperbaiki) tahanlah dengan cara yang baik (dan bila tidak bisa
diperbaiki) pisahlah dengan cara yang baik (pula)”.
Berdasarkan atas dasar pertimbangan tersebut diatas, maka
permohonan Pemohon telah terbukti dan beralasan hukum. Oleh sebab itu
permohonan Pemohon dapat dikabulkan.
Perkara ini termasuk dalam lingkup perkawinan, maka berdasarkan
Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara harus
dibebankan kepada Pemohon.
3. Amar Putusan
Setelah melalui tahapan-tahapan dan proses pemeriksaan, Pengadilan
Agama Tuban memberikan putusan tanggal 18 September 2014 M atau 22
Zulkaidah 1435 H. Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn. yang amarnya
berbunyi sebagai berikut:
1) Mengabulkan permohona Pemohon.
2) Memberi ijin kepada Pemohon (Zusa Iswara bin Slamet) untuk
menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Indriani binti Darjo) di
depan sidang Pengadilan Agama Tuban.
74
3) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.391.000,- (tiga ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah). 1
B. Profil Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
1. Duduk Perkara
Pemohon bernama Prijo Admawanto bin Kasbi sebagai Aparat
Kelurahan (kaur umum) melawan Termohon bernama Endah Dwi Arini binti
Djaswadi sebagai ibu rumah tangga. Pemohon telah mengajukan surat
permohonan cerai talak satu raj’i kepada Termohon yang telah di daftarkan
di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bojonegoro pada tanggal 15 Januari
2014 di bawah nomor register 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn. yang pada pokoknya
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada tanggal 17 September 1997, Pemohon dan Termohon telah
melangsungkan akad nikah di tempat kediaman Pemohon di Krajan Rt.07/02
Ds. Panemon, Kec. Sugihwaras, Kab. Bojonegoro. Pernikahan tersebut
dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah KUA Kec. Sugihwaras,
Kab. Bojonegoro sebagaimana dalam Kutipan Akta Nikah Nomor
260/37/IX/1997.
Setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di
rumah orang tua Termohon selama 5 tahun, kemudian pindah kerumah
sendiri selama 11 tahun 3 bulan. Selama pernikahan Pemohon dan
1 Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn, h. 8
75
Termohon telah melakukan hubungan suami-isteri dan dikaruniai 1 anak
(Ananta).
Dalam surat permohonannya, Pemohon mengemukakan alasan
mengapa dia mengajukan cerai talak terhadap Termohon. Adapun alasan
tersebut adalah sebagaimana berikut:
a. Semula rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan
harmonis, akan tetapi sejak tahun 2013 rumah tangga tersebut mulai
goyah karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran.
b. Penyebab perselisihan dan pertengkaran tersebut adalah Termohon
merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh Pemohon, selain itu juga
Termohon telah mengakui berselingkuh dengan PIL.
c. Telah terjadi perpisahan antara Pemohon dengan Termohon sejak bulan
Januari tahun 2013 dan telah berlangsung selama 1 bulan. Selama
perpisahan tersebut tidak ada hubungan lagi diantara keduanya baik
lahir maupun batin.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Pemohon merasa sudah
tidak sanggup lagi mempertahankan rumah tangganya dengan Termohon
serta berharap kepada Pengadilan Agama Cq. Majelis Hakim yang
memeriksa permohonan ini memberikan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
76
2. Memberi ijin kepada Pemohon (Prijo Admawanto bin Kasbi) untuk
menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Endah Dwi Arini binti
Djaswadi) di depan sidang Pengadilan Agama Bojonegoro.
3. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon.2
Selama proses persidangan berlangsung, Pemohon dan Termohon
hadir sendiri di muka sidang. Ketua Majelis memerintahkan Pemohon dan
Termohon untuk menempuh proses mediasi dengan mediator Drs. H. Moch.
Bahrul Ulum, M.H., akan tetapi tidak berhasil dan Pemohon tetap
mempertahankan permohonannya. Sedangkan Termohon pun mengakui
semua keterangan dan dalil-dalil permohonan Pemohon serta tidak keberatan
dengan permohonan talak Pemohon.
Untuk menguatkan permohonannya, Pemohon mengajukan bukti
tertulis berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah dari KUA Kec. Sugihwaras
Nomor 260/37/IX/1997, fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama
Pemohon Nomor 3522070211690001 serta menghadirkan dua orang saksi
(Gatot Subroto bin Jaswadi dan Suwiji bin Kasiyan) yang memberikan
keterangannya di bawah sumpah dan membenarkan permohonan Pemohon.
2. Pertimbangan Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan (2) beserta
penjelasannya dan Pasal 66 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
2 Putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn, h. 3
77
telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
UU Nomor 50 Tahun 2009 dan sesuai bukti fotokopi KTP, maka perkara ini
menjadi kewenangan Pengadilan Agama Bojonegoro.
Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan kedua belah pihak
melalui proses mediasi diluar persidangan akan tetapi tidak berhasil. Upaya
mediasi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Nomor 7
Tahun 1989, sebagaimana ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008.
Berdasarkan bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah
Nomor 260/37/IX/1997 tanggal 17 Desember 1997 yang ditandatangani oleh
Pegawai Pencatat Nikah KUA Kec. Sugihwaras Kab. Bojonegoro, bukti
tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun
1985 dan Pasal 1888 KUHPerdata, maka terbukti antara Pemohon dan
Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah.
Adapun alasan yang melatar belakangi permohonan Pemohon untuk
menjatuhkan talak satu raj’i kepada Termohon adalah sering terjadinya
perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon yang
disebabkan Termohon merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh
Pemohon, selain itu Termohon juga mengakui perselingkuhannya dengan
PIL. Akibat dari pertengkaran tersebut maka terjadilah perpisahan tempat
tinggal hingga sekarang selama 3 bulan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut
78
dan diperkuat dengan keterangan para saksi, maka permohonan Pemohon
dinyatakan terbukti.
Melihat realita tersebut, Majelis Hakim menilai bahwa rumah tangga
Pemohon dan Termohon telah terpecah belah dan susah untuk di damaikan
kembali, sehingga tujuan di syariatkan perkawinan sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi
Hukum Islam yaitu membina rumah tangga yang bahagia lahir batin sangat
sulit diwujudkan. Oleh sebab itulah maka Majelis Hakim harus segera
memberikan jalan keluarnya yaitu perceraian (ikrar talak) sebagaimana yang
dikehendaki oleh Pemohon. Hal ini sejalan dengan petunjuk Allah dalam al-
Quran surat al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan jika mereka telah bertetap hati untuk talak maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, permohonan
Pemohon juga telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Nomor 1
Tahun 1974 dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka permohonan
Pemohon patut untuk dikabulkan.
Pasal 149 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
seorang suami yang menjatuhkan talak kepada isterinya dibebani membayar
mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda.
79
Pasal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233 dan
ayat 241 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “…dan kewajiban ayah/suami memberi nafkah para ibu/isteri
dengan cara yang ma’ruf”.
Artinya: “Kepada wanita wanita yang dicerai (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf sebagai suatu kewajiban bagi
orang-orang yang taqwa”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 149 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam
tersebut, secara ex officio Majelis Hakim membebankan kepada Pemohon
untuk membayar mut’ah terhadap Termohon. Adapun untuk mempermudah
perhitungan pembayaran mut’ah, maka Majelis Hakim mengkalkulasikannya
dalam bentuk pembayaran sejumlah uang. Terkait dengan jumlah
besarannya, Majelis Hakim mempertimbangkan lamanya pengabdian
Termohon kepada Pemohon sebagai isteri selama 11 tahun 3 bulan dan telah
dikaruniai satu orang anak. Selain itu juga mempertimbangkan pula tingkat
kebutuhan hidup di Desa Panemon, Kec. Sugihwaras serta pekerjaan
Pemohon sebagai perangkat desa (kaur umum). Maka Majelis Hakim
menilai telah memenuhi unsur kepatutan dan kelayakan untuk menghukum
Pemohon membayar mut’ah sebesar Rp.2.500.000- (dua juta lima ratus ribu
rupiah) kepada Termohon.
80
Perkara ini termasuk dalam lingkup perkawinan, maka berdasarkan
Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah UU Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009 biaya
perkara harus dibebankan kepada Pemohon.
3. Amar Putusan
Terhadap alasan sebagaimana dimaksud tersebut, permohonan
Pemohon untuk bercerai dengan Termohon cukup beralasan dan tidak
melawan hukum, dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
Majelis Hakim berpendapat permohonan Pemohon dapat diterima. Sehingga
amar putusan dari Majelis Hakim berisi sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i
terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Bojonegoro.
3. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah iddah dan mut’ah
sebesar Rp. 2.500.000- (dua juta lima ratus ribu rupiah) kepada
Termohon.
4. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sebesar Rp. 491.000-
(empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah).3
3 Ibid., h. 9
81
C. Perbandingan Putusan Antara Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
dengan Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
Dari dua perkara yang ada, yaitu perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
dan No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn, dapat diketahui sebab-sebab diajukannya
permohonan serta sumber hukum yang dijadikan pertimbangan dalam
memutuskan perkara oleh masing-masing Majelis Hakim dan bagaimana putusan
yang diberikan oleh Majelis Hakim untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Menurut analisa penulis, kedua perkara ini memiliki beberapa persamaan,
yaitu sama-sama permohonan talak raj’i yang di ajukan oleh Pemohon kepada
Termohon, sama-sama diperiksa dan diadili oleh pengadilan tingkat pertama dan
keduanya juga sama-sama putusan kontradiktoir, yaitu para pihak hadir selama
persidangan berlangsung dan hadir pula pada saat putusan dijatuhkan. Adapun
yang membedakannya adalah:
1. Pengadilan Agama yang memeriksa dan menyelesaikan.
Perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn diperiksa dan diselesaikan oleh
Pengadilan Agama Tuban, sedangkan perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
diperiksa dan diselesaikan oleh Pengadilan Agama Bojonegoro.
2. Alasan diajukannya permohonan cerai talak.
Penyebab diajukannya permohonan cerai talak dalam perkara No.
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn adalah karena Termohon merasa kurang atas
nafkah yang diberikan oleh Pemohon dikarenakan Pemohon memiliki
tanggungan lain yang harus dibayar sehingga hanya sebagian dari
82
penghasilannya saja yang diberikan kepada Termohon. Berdasarkan alasan
ini lah maka sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sulit untuk
didamaikan dan harus berakhir di pengadilan. Sedangkan latar belakang
diajukannya permohonan cerai talak dalam perkara No.
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn adalah selain Termohon merasa kurang atas nafkah
yang diberikan oleh Pemohon, Termohon juga mengakui bahwa dia telah
berselingkuh dengan pria idaman lain (PIL).
3. Putusan Majelis Hakim
Dalam perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn hakim yang menyelesaikan
perkara ini tidak menghukum Pemohon untuk membayar nafkah iddah dan
mut’ah kepada Termohon, padahal alasan pemicu terjadinya perceraian
adalah karena Termohon merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh
Pemohon saja. Sedangkan dalam perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn hakim
menggunakan hak ex officio nya untuk menghukum Pemohon agar
memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada Termohon, padahal alasan
pemicu terjadinya perceraian selain disebabkan karena Termohon merasa
kurang atas nafkah yang diberikan oleh Pemohon, Termohon juga mengakui
perselingkuhannya dengan pria idaman lain (PIL) yang menurut penulis
perbuatan tersebut dapat dikategorikan perbuatan nusyuz.
D. Analisis Penulis
Pada perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn, diketahui bahwa antara
Pemohon dan Termohon telah melangsungkan pernikahan berdasarkan syari’at
83
dan dihadapan PPN KUA Kec. Plumpang dengan Kutipan Akta Nikah Nomor
770/60/XII/2013. Pada awalnya pernikahan Pemohon dengan Termohon berjalan
rukun dan harmonis, akan tetapi ternyata kaharmonisan ini hanya belangsung
selama enam bulan saja dan harus berakhir dengan perpisahan. Adapun alasan
yang memicu terjadinya perpisahan ini adalah sering terjadi pertengkaran yang
disebabkan oleh sikap Termohon yang merasa kurang dan tidak ridho dengan
nafkah yang diberikan oleh Pemohon dikarenakan Pemohon memiliki
tanggungan lain yang harus dibayar, sehingga hanya sebagian dari
penghasilannya saja yang diberikan kepada Termohon. Keadaan ini berlangsung
terus menerus hingga akhirnya Termohon meminta Pemohon untuk
mengantarkannya pulang kerumah orang tuanya. Perbuatan Termohon tersebut
menimbulkan penderitaan bagi Pemohon, sehingga untuk mengakhiri
penderitannya maka Pemohon mengajukan permohonan cerai talak terhadap
Termohon.
Setelah penulis melakukan wawancara dengan hakim yang memutuskan
perkara ini, ternyata sikap Termohon yang merasa kurang atas nafkah yang
diberikan oleh Pemohon disini termasuk dalam kategori perbuatan nusyuz.
Hakim berpendapat demikian karena melihat sikap isteri yang memaksa
Pemohon untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuan Pemohon. Selain
itu juga Termohon tidak mau mengerti posisi Pemohon yang memiliki
tanggungan lain yang harus dibayar. Walaupun dalam persidangan tidak
terungkap yang dimaksud dengan tanggungan lain yang harus dibayar oleh
84
Pemohon itu seperti apa, dikarenakan para pihak tidak mempermasalahkan hal
ini selama persidangan berlangsung.4
Dalam hal ini penulis sependapat dengan hakim yang menyatakan bahwa
sikap Termohon tersebut dikategorikan sebagai perbuatan nusyuz. Nusyuz adalah
sikap pembangkangan atau sikap tidak patuh yang dilakukan isteri kepada suami.
Ketidaktaatan ini dapat berbentuk isteri tidak mau pindah mengikuti suami untuk
menempati rumah yang telah disediakan sesuai dengan kemampuan suami, isteri
pergi meninggalkan rumah kediaman tanpa seizin suaminya atau bepergian tanpa
ada mahram yang mendampinginya, isteri enggan diajak tidur bersama oleh
suaminya padahal ia dalam keadaan suci, menghianati suami terkait dengan
kesucian diri, memasukkan orang yang tidak disukai oleh suaminya ke dalam
rumahnya, menghambur-hamburkan harta kekayaan milik suami untuk hal yang
tidak baik serta menyebarkan rahasia suami yang seharusnya disembunyikan.5
Bahkan dalam literatur Hasyiyah al-Bajuri yang dikutip oleh Zaitunah
Subhan, dinyatakan bahwa perubahan raut muka pada isteri bisa dianggap
sebagai tindakan nusyuz, misalnya tadinya muka isteri cerah kemudian tiba-tiba
4 Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Sholhan. Tuban, 26 Januari 2015 Pukul 14:48 WIB
5 Hani Nurhanipah, “Hak Nafkah Iddah Isteri Dalam Cerai Talak Akibat Isteri Nusyuz (Studi
Komparatif Putusan No. 0033/Pdt.G/2011/PA.JT dan Putusan No. 1550/Pdt.G/2011/PA.JS)”, (Skripsi
S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 37-
39
85
kusam, atau keluar rumah bukan untuk keperluan yang benar-benar penting, bisa
dianggap bentuk nusyuz.6
Dalam hal ini penulis menganalogikan perbuatan isteri dalam putusan No.
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan pendapat Hasyiyah al-Bajuri. Perubahan raut
muka pada isteri saja bisa dianggap sebagai tindakan nusyuz apalagi sikap isteri
yang merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh suaminya yang mana akibat
dari sikap isteri tersebut dapat memicu terjadinya perselisihan dan pertengkaran.
Maka sudah bisa dipastikan bahwa sikap isteri tersebut merupakan nusyuz.
Adapun pengqiyasan yang penulis lakukan dalam hal ini di dalam usul fiqh
disebut dengan qiyas aulawi, artinya qiyas yang kadar illat yang ada pada furu’
lebih tinggi dari pada kadar illat yang ada pada asal.7
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam, pengaturan tentang nusyuz diatur
dalam Pasal 84 ayat (1) yang menjelaskan bahwa “isteri dapat dianggap nusyuz
jika ia tidak mau melaksanakan berbagai kewajibannya, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah”. Sedangkan pada ayat
(2) lebih lanjut diatur bahwa “selama isteri nusyuz, kewajiban suami terhadap
isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a (nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi isteri) dan b (biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak) tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan
6 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008),
Cet. 1, h. 292
7 A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: CV. Pepara, t.h.,), h. 125
86
anak-anaknya”. Dilanjutkan pada ayat (3) disebutkan bahwa “kewajiban suami
tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz”.
Adapun pada ayat (4) diatur bahwa “ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari
isteri harus didasarkan atas bukti yang sah”.8
Adapun mengenai nafkah iddah dan mut’ah, dalam Kompilasi Hukum
Islam Pasal 152 menyatakan bahwa bekas isteri mendapatkan nafkah iddah dari
bekas suaminya kecuali ia nusyuz.9
Selain alasan-alasan diatas, pendapat penulis ini juga berdasarkan pada
asas hukum acara perdata yang berlaku, yaitu hakim bersifat pasif (Lijdelijkeheid
van rechter). Maksud dari asas ini adalah bahwasanya yang menjadi ruang
lingkup permasalahan ditentukan oleh para pihak yang berperkara. Sedangkan
tugas hakim disini hanyalah mengawasi supaya peraturan yang telah ditetapkan
oleh Undang-undang dapat dijalankan oleh para pihak serta mencari kebenaran
yang sesuai dengan apa yang dituntut oleh para pihak dan tidak boleh lebih dari
itu.10
Jadi wajarlah jika tanggungan lain ini tidak terungkap dalam persidangan,
hal ini dikarenakan para pihak tidak mempermasalahkan tanggungan lain
tersebut. Bisa jadi tanggungan lain ini adalah tanggungan terhadap orang tua
Pemohon atau lain sebagainya. Selain itu juga Termohon tidak menuntut nafkah
8 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (T.t., : t.p., 2001), h. 12
9 Ibid., h. 20
10
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2000), Cet. VII, h. 25
87
iddah dan mut’ah selama persidangan, sehingga hakim cukup memberikan
putusan yang sesuai dengan apa yang dituntut oleh para pihak saja dan tidak
boleh lebih dari itu.
Hemat penulis, putusan yang diberikan oleh hakim sangat tepat dan telah
memenuhi asas maslahah mursalah, artinya kebaikan yang dikirimkan atau
kebaikan yang terkandung.11
Dalam putusan tersebut mengandung kebaikan bagi
kedua belah pihak. Kebaikan bagi suami, ia akan terhindar dari perbuatan yang
kemungkinan akan membawanya pada perbuatan tercela karena ingin memenuhi
keinginan isterinya dalam hal nafkah jika tetap mempertahankan pernikahannya.
Sedangkan bagi isteri, dengan adanya perceraian tersebut maka dia akan berhenti
memaksa suami untuk memberi nafkah diluar batas kemampuannya. Jadi
perceraian ini merupakan jalan terbaik bagi kedua belah pihak.
Sedangkan dalam perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn, diketahui bahwa
Pemohon dan Termohon telah menikah dan berumah tangga selama 11 tahun 3
bulan dan telah dikaruniai 1 anak. Pemohon berprofesi sebagai Aparat Kelurahan
(kaur umum), sedangkan Termohon hanya ibu rumah tangga biasa. Adapun yang
melatar belakangi Pemohon mengajukan permohonan cerai talak kepada
Termohon adalah karena sikap Termohon yang merasa kurang atas nafkah yang
diberikan oleh Pemohon. Selain itu juga Termohon mengaku telah berselingkuh
dengan pria idaman lain (PIL). Dalam perkara ini hakim memutuskan untuk
menghukum Pemohon agar memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada
11
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh, h. 131
88
Termohon, walaupun dalam hal ini nafkah iddah dan mut’ah bukan atas
permintaan Termohon.
Setelah penulis melakukan wawancara dengan hakim yang memutuskan
perkara tersebut, ternyata fakta yang ada adalah awal mula terjadinya perceraian
karena adanya sengketa nafkah dan isteri ditelantarkan oleh suaminya selama
bertahun-tahun, sehingga isteri mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri dan anak nya dengan cara mencari nafkah di luar rumah. Pada
saat mencari nafkah diluar rumah tersebut kebetulan isteri dekat dengan pria lain.
Persepsi suami kedekatan isteri dengan pria lain itu adalah selingkuh.12
Dalam hal ini penulis sangat setuju dengan putusan yang diberikan oleh
Majelis Hakim yang menghukum Pemohon untuk membayar nafkah iddah dan
mut’ah kepada Termohon. Penulis berpendapat bahwa isteri melakukan
perbuatan tersebut dikarenakan sikap suami yang melalaikan kewajibannya.
Dalam hal ini suami dapat dikategorikan sebagai suami yang nusyuz. Artinya
perlakuan isteri tersebut timbul akibat nusyuz nya suami yang tidak memberikan
nafkah kepada isteri dan anaknya.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pemahaman kata nusyuz oleh
umumnya masyarakat sesungguhnya tidak dapat dikatakan secara sembarangan.
Sebab, seorang isteri yang melakukan nusyuz perlu diketahui alasannya. Apakah
tindakan nusyuz isteri itu memang semata-mata dilakukan karena isteri
12
Wawancara Pribadi dengan Drs. Mufi Ahmad Baihaqi, M.H. hakim Pengadilan Agama
Bojonegoro, 02 Februari 2015 Pukul 10.45 WIB
89
mempunyai niat membangkang kepada suami, atau disebabkan karena isteri
ingin mengambil hak nya yang tidak diberikan suami?. Semua ini harus dilihat
secara utuh dan jernih agar tidak mudah menjatuhkan tuduhan nusyuz kepada
isteri. Ketentuan inilah yang diakomodasi dalam Pasal 84 ayat (4) pada KHI.13
Dalam hal suami tidak mau menafkahi isterinya, menurut tiga imam
madzhab, yakni Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad, mereka
berpendapat bahwa boleh hukumnya menceraikan isteri mereka.14
Pendapat ini
berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 231:
. :132
Artinya: “… Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudlaratan…” (QS. Al-Baqarah : 231)
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa apabila suami tetap
mempertahankan pernikahannya dengan isterinya tanpa mau memberikan nafkah
kepada isterinya, maka sudah tentu isteri sangat dirugikan dan akan membawa
nya pada kemudlaratan. Padahal dalam qaidah fiqhiyah dinyatakan bahwa segala
sesuatu yang membawa bahaya harus dihilangkan ( الضرر يزال ).15
Maka
perceraian merupakan langkah yang tepat untuk mengakhiri kemudlaratan
tersebut.
13
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, h, 293
14 Musthafa As Shiba’i, Al Marah Baina Fiqh Wal Qonun (Wanita dalam Pergumulan Syariat
dan Hukum Konvensional), Terj. Ali Ghufron dan Saiful Hadi, (Jakarta: Insan Cemerlang, t.h.,), h. 156
15 A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh, h. 110
90
Ketika terbukti bahwa perbuatan isteri tersebut penyebabnya adalah
karena nusyuz nya suami, dan isteri tidak menuntut nafkah iddah dan mut’ah
selama persidangan berlangsung, maka hakim mempunyai hak ex officio (hak
yang diberikan oleh Undang-undang untuk memaksa suami memenuhi
kewajibannya yang timbul akibat perceraian) atas nafkah iddah dan mut’ah
kepada isteri.
Putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim menurut penulis sangatlah
tepat. Pendapat penulis ini berdasarkan pada pendapat Mahkamah Agung dalam
Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama
yang secara jelas menyatakan bahwa: Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar’iyyah secara ex officio dapat menetapkan kewajiban nafkah iddah atas
suami untuk isterinya, sepanjang isterinya tidak terbukti berbuat nusyuz, dan
menetapkan kewajiban mut’ah. (Pasal 41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam).16
Selain berdasarkan alasan tersebut diatas, penulis juga merujuk pada
Pasal 24 ayat (2) huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang
menyatakan bahwa selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan
16
Mahkamah Agung RI , Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, Edisi revisi 2010, (Jakarta: t.p., 2010), h. 157
91
Penggugat atau Tergugat, pengadilan dapat menentukan nafkah yang harus
ditanggung oleh suami.17
Selain Pasal yang telah disebutkan diatas. Penulis juga berpendapat
bahwa keputusan yang diberikan oleh Majelis Hakim sesuai dengan asas equality
before the law. Artinya hakim memperlakukan para pihak sama di depan
persidangan dalam rangka mendapatkan putusan yang seadil-adilnya. Hakim
tidak membeda-bedakan orang, para pihak diberi hak yang sama untuk
mengajukan tuntutan.18
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 58 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yaitu:
1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang.
2. Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.19
Adapun barometer atau tolak ukur yang digunakan oleh Majelis Hakim
dalam menentukan besaran nafkah iddah dan mut’ah yang harus dibayar oleh
suami adalah berdasarkan atas nilai kelayakan dan kepatutan. Yang dimaksud
dengan kelayakan adalah beban tersebut diberikan sesuai dengan tingkat
kemampuan seorang suami dengan melihat berapa pengahasilannya, dimana
17
Pasal 24 Ayat (2) Huruf (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, h. 6
18 Muh. Irfan Husaeni, “Menyoal Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama
Dalam Menetapkan Mut’ah dan Iddah”, artikel diakses pada 22 November 2014 dari http://badilag.net,
h. 5
19 Pasal 58 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, h. 16
92
tempat tinggalnya serta berapa UMR di daerah tersebut. Sedangkan kepatutan
dinilai dari pengabdian isteri kepada suaminya selama 11 tahun 3 bulan dan telah
dikaruniai satu orang anak, selain itu penyebab keretakan rumah tangga tidak
semata-mata disebabkan oleh perbuatan isteri.20
Menurut penulis, sebenarnya KHI telah mencoba mengatur persoalan
nusyuz sebijaksana mungkin untuk menjamin hak-hak suami isteri. Namun dalam
persoalan nusyuz ini KHI masih terlihat bias gender. Sebab, masalah nusyuz
dalam KHI hanya berlaku bagi pihak isteri saja, sementara bagi suami yang
mangkir dari tanggung jawab tidak lah diatur. Oleh sebab itu, pasal ini terlihat
mengekang kebebasan hak-hak perempuan dan tidak mendudukkan hubungan
suami isteri secara seimbang.21
Untuk terciptanya kesetaraan, menurut penulis semestinya nusyuz tidak
hanya diberlakukan bagi isteri saja, tetapi juga kepada suami. Karena baik isteri
maupun suami, keduanya mempunyai peluang yang sama untuk melakukan
nusyuz. Jika isteri melakukan nusyuz, maka suami mempunyai legitimasi untuk
melakukan tindakan. Demikian sebaliknya, jika suami yang melakukan nusyuz
maka isteri pun mempunyai kewenangan untuk melakukan sesuatu.
20 Wawancara Pribadi dengan Drs. Mufi Ahmad Baihaqi, M.H. hakim Pengadilan Agama
Bojonegoro, 02 Februari 2015 Pukul 10.45 WIB
21 Musthafa As Shiba’i, Al Marah Baina Fiqh Wal Qonun (Wanita dalam Pergumulan Syariat
dan Hukum Konvensional), h. 293
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari bab 1 sampai bab IV, pada akhirnya
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutus perkara No.
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn adalah hakim berpendapat bahwasanya sikap isteri
termasuk perbuatan nusyuz, maka berdasarkan Pasal 149 huruf (b) jo. Pasal
152 KHI bekas isteri yang nusyuz tidak berhak mendapatkan nafkah iddah dan
mut’ah dari suaminya. Sedangkan pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Bojonegoro dalam memutus perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn adalah
bahwasanya perbuatan isteri tidak termasuk dalam kategori nusyuz, sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 149 huruf (a) KHI yang diberikan secara ex
officio oleh hakim, maka bekas isteri mendapatkan nafkah iddah dan mut’ah
dari suami.
2. Perbedaan putusan Perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Perkara No.
154/Pdt.G/2014/PA. Bjn diantaranya adalah:
a. Alasan diajukannya permohonan cerai talak
- Penyebab terjadinya perceraian dalam Perkara Nomor
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn adalah terjadinya perselisihan yang
disebabkan oleh sikap isteri yang merasa kurang atas nafkah yang
diberikan oleh suami.
94
- Penyebab terjadinya perceraian dalama perkara Nomor
154/Pdt.G/2014/PA.Bjn adalah selain isteri merasa kurang atas
nafkah yang diberikan oleh suami, isteri juga mengakui bahwa dia
telah berselingkuh dengan pria idaman lain (PIL).
b. Amar Putusan
- Dalam Perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn hakim tidak
menghukum suami untuk membayar nafkah iddah dan mut’ah,
sehingga isteri tidak mendapatkan nafkah iddah dan mutah dari
mantan suaminya.
- Dalam Perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn hakim memutuskan
untuk menggunakan hak ex officio nya untuk menghukum suami agar
memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya.
95
B. Saran
Bagi hakim Pengadilan Agama, hendaklah memperhatikan perlindungan
terhadap isteri dan anak dalam menyelesaikan perkara. Terutama dalam perkara
cerai talak, hakim seharusnya melindungi hak-hak isteri walaupun pada akhirnya
keyakinan hakimlah yang akan menentukan perlu atau tidaknya menetapkan
nafkah iddah dan mut’ah yang tidak dituntut oleh isteri. Putusan diserahkan
sepenuhnya kepada hakim yang memutus perkara, namun putusan tersebut harus
merefleksikan nilai dasar keadilan (validitas filosifis), manfaat (validitas
sosiologis) dan kepastian hukum (validitas yuridis).
96
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul Ghani. Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Abi „Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu‟aib ibn „Ali al-Nasa‟i. Sunan Nasa’i. Riyadh:
Maktabah al-Ma‟arif, t.h.
Abu Daud Sulaiman al-Asy‟ats al-Sijistani. Sunan Abu Daud, Bab Karahiyah al-
Talaq. Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif, t.h.
Al-Bugha, Musthafa Diib. Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-hukum Islam
Madzhab Syafi’i. Terj. D. A Pakihsati. Solo: Media Zikir, 2009.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2007
Al-khin, Mustofa, dkk. Kitab Fikah Mazhab Syafie. Kuala Lumpur: Pustaka Salam
SDN BHD, 2005. Jilid ke-4
Amalia, Euis. Laporan Hasil Penelitian Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan
Dalam Keluarga Studio Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pada Kasus Perceraian. (Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2000.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya, t.th.
As Shiba‟i, Musthafa. Al Marah Baina Fiqh Wal Qonun (Wanita dalam Pergumulan
Syariat dan Hukum Konvensional). Terj. Ali Ghufron dan Saiful Hadi. Jakarta:
Insan Cemerlang, t.h.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Jakarta: Gema Insani, 2011. Cet. 1, Jilid. 9
Bintania, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha.
Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Ed. 1, Cet. 1
Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998. Ed. 1, Cet. 2
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997. Cet. 4
97
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995. Cet. 1
Djalil, A. Basiq. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: CV. Pepara, t.h.
---------, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam,
Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang
Surut Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam
Aceh. Jakarta: Kencana, 2010. Ed. 1., Cet. 2
Djamal, Murni. Ilmu Fiqh. Jakarta: t.p., 1984. Cet. 2, Jilid II
Hamami, Taufik. Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945. Jakarta: Tatanusa, 2013. Cet.
1
Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata: Class Action, Arbitrase & Alternatif Serta
Mediasi. Bandung: Grafitri, 2007.
Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Cet. 5
Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-
undang No. 7 Tahun 1989). T.t : Pustaka Kartini, 1997. Cet. 3
Imam Abu Hasan Muslim bin Hijjaj Al-Qusairi An-Naisaburi. Shahih Muslim.
Beirut: Maktabah Al-Ma‟arif, t.th. Juz II
Imam Taqiyudin Abi Bakar bin Muhammad Al-Husaeni Addamasqi As Syafi‟i.
Kifayatul Akhyar. Terj. Mohammad Rifa‟i, dkk. Semarang: PT. Toha Putra,
1978.
Kadir Muhammad, Abdul. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2000. Cet. VII
Kamarusdiana. Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama. T.t., : t.p., t.th.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2000. Cet. 1
Koentjaraningrat. Metode- Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: t.p., 1997.
Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2006. Ed. 1, Cet. 2
98
Mahkamah Agung RI. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, Buku II, Edisi Revisi 2010. Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama Mahkamah Agung RI. Jakarta: t.p., 2010.
Makarao, Taufik. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004. Cet. 1
Manan, Abdul. Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian
Dalam Sistem Peradilan Islam. Jakarta: Kencana, 2007. Ed. 1., Cet. 1
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Mono, Henny. Praktik Beperkara Perdata. Malang: Bayumedia Publishing, 2007.
Ed. 1
Munawir, Ahmad Warson. Almunawir Kamus Besar Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997. Cet. 14
Muslim Ibnu Al-Hajajj Abu Al-Husain Al-Qusyairi Al-Naisaburi. Shahih Muslim.
Beirut: al-Maktabah al-Salafiyyah, t.th. Juz II
Nurhanipah, Hani. “Hak Nafkah Iddah Isteri Dalam Cerai Talak Akibat Isteri Nusyuz
(Studi Komparatif Putusan No. 0033/Pdt.G/2011/PA.JT dan Putusan No.
1550/Pdt.G/2011/PA.JS)”. Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Nuruddin, Amiur dan Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media, 2004.
---------, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum
Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI. Jakarta: Kencana, 2004.
Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2003. Cet. 10
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Terj. Moh Thalib. Bandung: PT Alma‟arif, 1983. Cet.2
------------, Fiqh Sunnah Terjemah. Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1996. Cet. 2, Jilid 9
Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika, 2003. Cet.3
99
Siregar, Burmasari. Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha Tentang Wanita Muslim.
Laporan Penelitian Dosen Fakultas Syariah Uin Jkt 2001.
Soeroso. Praktikum Hukum Acara Perdata Tata Cara Dan Proses Persidangan.
Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Cet. 6
Sopyan, Yayan. Islam-Negara (transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional). Tangerang selatan: UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Cet. 1
Subekti dan Tjitro Soedibio. Kamus Hukum. Jakarta: Paramita, 1973. Cet. 2
Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta: el-Kahfi,
2008. Cet. 1
Sugeng, Bambang dan Sujayadi. Hukum Acara Perdata Dan Dokumen Litigasi
Perkara Perdata. Jakarta: Kencana, 2011. Ed. 1, Cet. 1
Syarifuddin, Amir. Garis – garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana, 2003. Ed. 1, Cet. 2
----------, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2006. Ed. 1., Cet. 2
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 1986. Cet. 5
Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesi. Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve, t.h. Jilid
6.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia,
2008. Ed. 4
Wahab Abd. Muhaimin Abdul. Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam Kajian
Ibnu Katsir. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2010. Cet. 1
Zain, Muhammad dan Mukhtar Alshodiq. Membangun Keluarga Humanis. Jakarta:
Grahacipta, 2005. Cet. 1
Zubair, Ahmad, dkk. Relasi Suami Isteri Dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita
(PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004.
100
Zuhriah, Erfaniah. Peradilan Agama di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan
Pasang Surut. Malang: UIN-Malang Press, 2008. Cet. 1
Undang-undang
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, T.t., : t.p., 2001
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, T.t., : Pustaka Yayasan
Peduli Anak Negeri (YPAN), 1974
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Hasil Penelitian
Laporan Perkara Putus Pengadilan Agama Bojonegoro Tahun 2013
Laporan Perkara Putus Pengadilan Agama Bojonegoro Tahun 2014
Laporan Tahunan 2013 dan Rencana Kerja Tahun 2014 Pengadilan Agama Tuban
Laporan Tahunan 2014 Pengadilan Agama Tuban
Putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Sholhan. Tuban 26 Januari 2015
Wawancara Pribadi dengan Drs. Mufi Ahmad Baihaqi, M.H. Bojonegoro, 02
Februari 2015
101
Dokumen Elektronik Dari Internet
Hartini, “Pengecualian Terhadap Penerapan Asas Ultra Petitum Dalam Beracara di
Pengadilan Agama”. Jurnal diakses pada 28 Desember 2014 dari
http://mimbar.hukum.ugm.ac.id
Husaeni, Muh. Irfan. “Menyoal Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan
Agama Dalam Menetapkan Mut‟ah dan Iddah”. Artikel diakses pada 22
November 2014 dari http://badilag.net
Profil Pengadilan Agama Bojonegoro. Diakses pada tanggal 28 Desember 2014 dari
http://www.pa-bojonegoro.go.id
Rekapitulasi Perkara Pengadilan Agama Bojonegoro. Diakses pada tanggal 28
Desember 2014 dari http://infoperkara.badilag.net
Rekapitulasi Perkara Pengadilan Agama Tuban. Diakses pada tanggal 28 Desember
2014 dari http://infoperkara.badilag.net
Sejarah Pengadilan Agama Tuban. Diakses pada tanggal 28 Desember Tahun 2014
dari http://www.pa-tuban.go.id
Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Bojonegoro. Diakses pada tanggal 28
Desember 2014 dari http://www.pa-bojonegoro.go.id
Visi dan Misi Pengadilan Agama Bojonegoro. Diakses pada tanggal 28 Desember
2014 dari http://www.pa-bojonegoro.go.id
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARlF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM Telp. (62-21) 74711537,7401925 Fax. (62-21) 7491821 Website: www.ulnjkt.ac.id E-mail: [email protected]
Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412, Indonesia
Nomor Lampiran Perihal
: Un.01/FA/PP.01.1/ 7,-87/2014 Jakarta, 18 November 2014
: Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi
Kepada Yang Terhormat, Holnidah Nasution, MA.. (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) Di-
JAKARTA
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa :
Nama : Burhanatut Dyana NIM : 1111044100012 Prodi/Konsentrasi : Peradilan Agama
Judul Skripsi : Hak-hak Isteri Dalam Cerai Talak (Analisa Perbandingan Antara Putusan Hakim Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdf.G/2014/PA.Tbn dan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempurnaan. 2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya IImiah di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta"
Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih
Wassalamu'alaikum W. W.
Tembusa n : 1. Kasubag Akademik &kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum 2. Sekretaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyah 3. Arsip
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA...~
FAKULrrAS SYARIAH DAN HUKUM'1111 Telp. (62-21) 747 11537,7401925 Fax. (62-21) 7491821
Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412, Indonesia Website: www.uinjkt.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor Lalnpiran Hal
UI1.01/F4/KM.OO.02/ \U/2015
Perlnohonan Datal Wawancara
Ke}-"1aLia Ytl1, Ketua Pel1gaLiila11 Agal11a Tllbal1 di
Te111pat
AssalaJJlll'nlaikuJ/l VVr. Wh.
Jakarta, 06 Jal1uari 2(rI S
Dekan Fakultas Syarial1 Lial1 HukuIYl UIN Syarif HiLiavatullah Jakarta 111el1era11gkan bahvva:
Nama N Olnor Pokok Telnpat/Ta11ggalLa ~1ir
Sel11ester Jurusal1/ K011se11tras i Alalnat
Telp
Burl1al1atut Dya 1a
1111044100012 Tuba11, 08 Agustus 1993 VII (TujuI1)
: I-Iuku111 Keluarfa Islal11 / PeraLiilan Aga111i.1 . 0511 Maibit Wet]11, Rt 007/001 Kec. Rel1~L)1
Kab. Tuba11 08563382442
adalal1 bel1ar 111al1c:sisvva Fakultas Syarial1 Lia11 I-fuku111 UIN SYdrif Hidayatulla11 Jakartc ya11g seLia11g l11e11yuslll1 skripsi de11gal1 jULiul:
"Hak-Hak Ister; L;'alaI11 Cera; Talak (Anulisa Perballliingan .41l1a,.1l
Putusan Hakilll Pengadilall AgUI11U ]'uball N0l110r 1781/fJdt.g/2014/fJa.lhll Dan Putusan Hakill1 Pellgallilan Agal11u Bojonegoro /\T0I11 ()r 154/pdt.g/2014/pll. bjIJ') II.
U11tuk Inele11gkapi bal1a11 pe11u1isa11 s](ripsi, lii1110110l1 kirar ~'a
Bapak/Ibu liapat me11erima y'a11g bersa11gkutan U11tuk wavvallcara serta men1pero1el1 Liata gU11a pe11ulisa11 skril-"1si Lii111aksuLi.
Atas kerjasalna lia11 bantual111ya, kaI11i ucapka11 teri111a kasil1.
WaSSl1laJl1,
Telnbusa11 : 1. Deka11 Fakultas Syarial1 Lia11 Hl!l(U111 UIN Jakarta 2. Ka/SekproLii Hukll111 Keluarga lsla111 / PeraLiila11 Agal11a.
KEMEl\fTERIAN AGAM:A UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)·.. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
~ FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM\.1111 Telp. (62-21) 747 11537,7401925 Fax. (62-21) 7491821
Jln. Jr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412. Indonesia Website: www.uinjkt.ac.id E-mail: syar hukuin@yahoo com
Jakalta, 22 Deselnber 2014Nomar : UI1.01/F4/KM.OO.02/796z/2014 Lampiran Hal : Permohonan Data/Wa",rancara
Kepada Yth, Ketua Pengadilan Agalna Bojonegoro di
Tempat
Assalanlu'alaikurn Wr.VVb.
Dekal1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidavatullah Jakarta I11enera11gkan bahwa:
Nama Burhanatut Dya11a
Nomor Pokok 1111044100012 Tempat/Ta11ggal Lahir Tuban, 08 Agustus 1993
Semester VII (Tujuh)
Jurusal1/ K011sentrasi : Hukum Keluarga 1slaln / Peradilan Agan1a
Alamat Dsn Maibit Wetan, Rt 007/001 Kcc. Rengel
Kab. Tuban
Telp 08563382442
adala11 bel1ar Ina11asis\va Fakultas Syariah dal1 HukulTI UIN SY'arif Hidayatullah Jakarta yaJ1g sedang menyusun skripsi dengan judul:
"Hak-Hak Isteri Dalam Cerai Talak
{Analisa Perbandingan Antara Putusan Hakim Pengadilan ..-\ganla
Tuban NOlnor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Putusan Hal{iIn Pengadilan
Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)".
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/1bu dapat menerima yang bersangkutan untuk wa"vancara serta men1perolel1 data guna penulisan skripsi dimaksud.
Atas kerjasama lial1 bantuannya, kami ucapkan terin1a kasih.
Wassalanl,
Tembusan : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukuln UIN Jakarta 2. Ka/Sekprodi Hukul11 Keluarga 1slan1 / Peradilan Agan1a.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PENGADILAN AGAMA TUBAN JL. SUNAN KALIJOGO NO. 27 TELP. (0356) 321326, FAX. (0356) 324939 TUBAN 62314
Website: http://www.pa-tuban.go.id e-mail: [email protected]
SURAT KETERANGAN RISET Nomor: W13-A61 0103 1Hk.03.5/1/2015
Sesuai surat Perrnohon2n data dan wawancara Nomer
Un.01/F4/KM.OO.02/125/2015 ta.nggal 06 Januari 2015 dari Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ketua Pengadilan Agama Tuban
menerangkan bahwa :
Nama BURHANATUT DYANA
NIM 1111044100012
Tempat fTanggal Lahir Tuban, 08 Agustus 1993
Alamat Dsn Maibit Wetan, Rt 007/001 Kec. Rengel, Kabupaten
Tuban.
Judul Skripsi Hak-hak /stri da/afT1 cerai ta/ak ( ana/isa Perbandingan
antara Putusan Hakim Pengadilan Agama Tuban Nomor
1781/Pdt.g/2014/pa.tbn dan putusan Hakim Pengadilan
Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.g/2014/pa.Bjn
Waktu Wawancara Tanggal 26 - 27 Januari 2015 di Pengadilan Agama Tuban
Demikian surat keterangan ini dikeluarkan untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Tembusan: 1. Yth. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya:
2. Yth. Dekan Fak. Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Yth. Ketua Pengadilan Agama Tuban (sebagai laporan).
PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO J(n. :M:J{ 71iamrin :No. 88 Tefp. (0353) 881235 / q:akJ (0353) 892229
Website: www.pabojonegoro.com Email: [email protected]
BOJONEGORO
SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA DAN PERMOHONAN DArA
NOMOR : WI3-A5/263/PB.Ol/IV2015
Yang bertanda tangan di bawah ini, Wakil Ketua Pengadilan Agalna Bojonegoro,
menerangkan bahwa Mahasiswa yang tersebut di bawah ini :
Nalna : Burhanatut Dyana NIM : 1111 044 100012 Telnpat, tanggallahir : Tuban, 08 Agustus 1993 Stnester : VII (Tujuh) Perguruan Tinggi : Universitas Islatn Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta lurusanlkonsentrasi : Hukum Keluarga IslamlPeradilan Agama Alalnat : Dusun Maibit Wetan, Rt. 007/001 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban
Telah melaksanakan wawancara dan mohon data berkaitan dengan Skripsi yang berjudul
" Hak-Hak Isteri Dalam Cerai Talak (Analisa Perbandingan Antara Putusan Hakim
Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Putusan Hakim Pengadilan
Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2012/PA.Bjn.)", yang dilaksanakan pada tanggal2 salnpal
dengan 3 Pebruari 2015.
Demikian surat keterangan ini dibuat sebagai tindaklanjut dari surat Wakil Dekan Bidang
Akadmik tanggal 22 Desember 2014 Nomor Un.011F4/KM.00.02/7962/2014, yang kami terima
tanggal 30 Januari 2014.
Bojonegoro, 3 Pebruari 2015 Wassalam Wakil\Ketua
: \... .. ,
Tembusan Yth. Ketua Pengadilan Agama Bojonegoro (sebagai laporan);
HASIL WAWANCARA
DENGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA TUBAN
(putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn)
Narasumber : Drs. H. Sholhan
Hari / Tanggal : Senin, 26 Januari 2015
Pukul : 14.48 WIB sid selesai
Tempat : Pengadilan Agama Tuban
1. Menurut bapak, sikap isteri yang merasa kurang atas nafkah yang diberikan
oleh suami itu merupakan perbuatan nusyuz atau tidak?
Jawab : Tergantung pada keadaan, adakalanya seorang isteri itu bisa
dikatakan nusyuz kalau suami sudah memberikan nafkah
semampunya, karena tidak mampu kemudian isteri menuntut di luar
kemampuan suami maka dapat dikategorikan dalam perbuatan
nusyuz. Tapi tidak tentu juga, terkadang ada suami yang tidak jujur /
berbohong dalam penghasilannya sehingga tidak seluroh natkahnya
diberikan kepada isteri, kalau dalam hal seperti itu maka suami
dikategorikan tidak bertanggung jawab. Mestinya kan dia bisa
bekerja, tapi mungkin dia malas-malasan atau dia bekerja tapi
digunakan uotuk foya-foya dan dihabiskan untuk kepentingan dia
sendiri apalagi didaemh l'uban kan banyak seperti itu.
2. Dalam perkam ini, perceraian disebabkan karena sering terjadi pertengkaran
yang disebabkan oleh sikap isteri yang merasa kurang atas nafkah yang
diberikan oleh suami dikarenakan dia memiliki tanggungan lain yang harns
dibayar, sehingga hanya sebagian dari penghasilannya saja yang diberikan
kepada isteri. Sebenamya yang dimaksud tanggungan lain yang harns dibayar
dalarn perkara ini tanggungan yang seperti apa pak?
Jawab : Memang tidak selamanya perkara-perkara itu muncul semua di dalam
gugatan dan kita dalam menyelesaikan tidak mencari masalah, hanya
berpatokan pacta gugatan saja. Ketika masalah tidak dimunculkan
dalam persidangan, maka ya tidak perlu dicari-cari masalah itu
bahkan bisa jadi alasan perceraian itu tidak di pennasalahkan
dipersidangan, mungkin dia tidak mau repot-repot, dari awal sudah
sepakat bercerai sehingga masalah yang sebenarnya tidak ~rC~!-h'A\C ~~\ce:r persidangkan. Padahal bisa jadi seperti ini kasusnya karena suami
punya beban pada dirinya, pada ibunya, pada adik-adiknya sehingga
nafkahnya dibagi dan nafkah pada isterinya kurang. Pada saat seperti
itu harusnya isteri hams tau diri juga dan tidak bisa menuntut lebih
dari kemampuan suaminya. Apalagi untuk ukuran cukup itu kan
relatif: adakalanya seorang isteri dengan uang lima ratus ribu itu
cukup untuk satu bulan, ada bahkan kurang dari lima ratus cukup
dan bisa mengatur dengan pola kesederhanaanya, tergantung pada
individualnya.
3. Sebenarnya dalam pemberian nafkah iddah dan mut'ah itu harus diminta
(dituntut) oleh Termohon pada saat persidangan berlangsung atau bagimana?
Jawab : Adakalanya terdapat tuntutan atau rekonvensi, tapi adakalanya juga
diberikan secarn ex officio (nafkah iddah dan mut'ah diberikan
kepada isteri oleh hakim atas hak yang dimiliki oleh hakim yang
melekat karena jabatannya).
4. Bagaimana pendapat bapak tentang Pasal 41 huruf (c) UU Perkawinan dan
Pasal 149 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam?
Jawab : Kedua Pasal ini saling berkaitan. Pelaksanaan Pasal 41 huruf (c) UU
Perkawinan diatur dan sejalan dengan Pasal 149 huruf (b) Kompilasi
Hukum Islam. Kalau UU Perkawinan ini kan sifatnya masih umum
dan luas kemudian di terjemahkan secara fikih yang dikodifikasikan
dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini Kompilasi Hukum
Islam lebih bersifat aplikatif. Jadi aplikasi dari Pasal 41 huruf (c) UU
Perkawinan diatur dan dijabarkan dalam Kompilasi Hukum Islam,
bahkan secara social justice hakim bisa memberikan kewajiban lain
yang bisa lebih dari Kompilasi Hukum Islam.
Drs. H. Sbolban
BASIL WAWANCARA
DENGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO (Putus811 Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)
Narasumber : Drs. Mufi Ahmad Baihaqi, M.H
Hari / Tanggal : Senin, 02 Februari2015
Pul'lll : 10.45 WIB sid selesai
Tempat : Pengadilan Agama Bojonegoro
1. Dalam perkara ini, penyebab terjadinya perceralan adalah isteri merasa
kurang nafkah, selain itu dia juga telah melakukan perselingkuhan dengan
PIL. Menurut bapak sikap isteri semacam ini dapat dikategorikan perbuatan
llUsyuZ atau tidak?
Jawab :Jadi dalam perkara ini, awal mulanya terjadi perceraian adalah karena
adanya sengketa kurang natkah dan isteri ditelantarkan oleh
suaminya. Kemudian untuk mencukupi kebutuhannya, isteri mencari
nafkah yang lain dan kebetulan dekat dengan orang lain. Persepsi
suami perbuatan isterinya itu adalah selingkuh. Sebenarnya akibat
isteri melakukan itu adalah karena suami telah melelaikan isterinya,
tidak peduli terhadap isteri terutama dalam pemberian natka~ maka
hal ini termasuk 11US}'lIZ dari pihak suami. Artinya perlakuan isteri
tersebut disebabkan dari mlsyzlznya suami sehingga menimbulkan
perselisihan.
2. Menurut bapak kriteria 11USYUZ itu seperti apa?
Jawab : NUS}~/z itu tidak menjalankan kewajibannya masing-masing. Jadi
ketika suami tidak menjalankan kewajibannya maka suami itu
dikategorikan sebagai suami yang mISY1IZ. Demikian pula isteri,
ketika tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri, maka
isteri itu disebut nusyuz. Nusyuz itu kan artinya membangkang, tidak
memenuhi kewajiban. Jadi nuS}'Uz itu bisa berasal dari pihak suami
ataupun pihak isteri. Adapun dalam perkara ini nuS)'Uz disebabkan
oleh perilaku suami yang melalaikan kewajibannya dan berjalan
selama bertahun-tahun, akhirnya isteri mencari jalan keluar untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Sebenarnya dalam pemberian natkah iddah dan mut'ah itu hams diminta
(dituntut) oleh isteri pada saat persidangan berlangsung atau bagimana pak?
Jawab : Bisa diminta atau tidak diminta. Ketika tidak diminta hakim
memandang perlu atau tidak kepada isteri untuk diberikan natkah
iddah dan mut'ah. Ketika isteri terbukti nusyuz maka dia tidak
mendapatkan, tapi kalau terbukti penyebab rlU~YUZ itu ada seperti
kasus ini, maka hakim mempunyai hak ex officio (hak yang
diberikan oleh Undang-undang untuk memaksa suami memenuhi
kewajibannya yang timbul akibat perceraian). Jadi karena
permohonan cerai talak ini dikabulkan maka akibat yang
ditimbulkan yaitu beban natkah iddah selama 3 bulan dan mut' ah
yang hams dipenuhi. Adapun dalam kasus ini nafkah iddah dan
mut'ah yang diberikan oleh hakim bukan atas permintaan isteri.
4. Besaran nafkah iddah dan mut'ah yang diberikan oleh halcim dalam kasus ini
dinilai dari apa ya pak?
Jawab : Barometer atau tolak ukur hakim dalam menentukan besaran natkah
iddah dan mut'tah dinilai dari kelayakan dan kepatutan. Layak itu
beban diberikan pada tingkat kemampuan seorang suaml
(penghasilannya berapa, hidup dimana, terns UMR nya berapa di
daerah tersebut). Sedangkan kalau patut itu dinilai dan pengabdian
isteri kepada suaminya selama sekian tahun, retaknya rumah tangga
itu pun tidak semata-mata karena perbuatannya, dia pun sudah punya
anak.
5. Pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan perkara ini apa saja pak?
Jawab : Majelis hakim menggunakan ayat al-Qur'an tepatnya surat al
Baqarah ayat 332 dan 241 tentang nafkah iddah dan mut'al\
kemudian KHI Pasal 149 hllruf (a) secara ex officio. Berdasarkan
pertimbangan ini maka dia layak mendapatkan nafkah iddah dan
mut'ah. Adapun KHI itu kan juga bagian sumber hukum yang di
pakai di PA, tapi sumber hukum pertama yang digunakan adalah al
Qur'an dan hadits, kemudian barn ijma' qiyas dan peraturan
perundang-undangan. KHI termasuk hukum yang tidak tertulis
(tertulis tetapi kedudukannya tidak tertulis).
LINAN PUTUSAN Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn
~)I~JlIJJI~
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
----- Pengadilan Agama Tuban yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara
cerai talak antara :
ZUSA ISWARA BIN SLAMET umur 30 tahun, agama Islam, pendidikan SD,
pekerjaan Tani, tempat tinggal di Dusun Sepatrojo RT.06
RW. 02 Desa Kedungrojo Kecamatan Plumpang Kabupaten
Tuban, sebagai Pemohon ;
MELAWAN
INDRIANI BINTI DARJO umur 29 tahun, agama Islam, pendidikan SD,
pekerjaan Tani, tempat tinggal di Dusun Jalak RT.03 RW. 06
Desa Sumur Jalak Kecamatan Plumpang Kabupaten Tuban,
sebagai "Termohon";
Pengadilan Agama tersebut ;
Setelah membaca dan mempelajari surat-surat perkara;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara dan para saksi;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
----- Bahwa Pemohon dalam surat Permohonannya tertanggal 18 Agustus
2014 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Tuban, Nomor:
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn, telah mengajukan permohonan untuk melakukan
cerai talak terhadap Termohon dengan uraian/alasan sebagai berikut:
1. Bahwa pada tanggal 28 Desember 2013 Pemohon dan Termohon telah
melangsungkan perkawinan di hadapan Pejabat Kantor Urusan Agama
sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah Nomor 770/60/XII/2013
tanggal 28 Desember 2013 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama
Plumpang, Kabupaten Tuban;
1
Bahwa setelah menikah tersebut Pemohon dan Termohon membina
rumah tangga dirumah orang tua Termohon selama 1 bulan, kemudian
tinggal dirumah Pemohon selama 5 bulan;
3. Bahwa dalam perkawinan tersebut antara Pemohon dengan Termohon
telah melakukan hubungan kelamin dan Tidak dikaruniai anak ;
4. Bahwa, kemudian ketentraman rumah tangga Pemohon dengan
Termohon mulai goyah yang terjadi sekitar bulan Januari tahun 2014
yang ditandai dengan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran baik
melalui mulut maupun sikap sehingga sulit didamaikan lagi,
penyebabnya adalah:
Termohon kurang atas nafkah yang diberikan, karena Pemohon
punya tanggungan yang harus dibayar, sehingga cuma sebagian
penghasilannya yang dikasikan ke Termohon;
5. Bahwa, perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dengan
Termohon tersebut terjadi terus menerus hingga bulan Juni tahun 2014,
dan selama itu Pemohon dan Termohon sudah pernah diupayakan rukun
dan damai, namun tidak ada hasilnya, yang akibatnya Termohon minta
diantarkan pulang, kemudian Pemohon mengantarkan Termohon
kerumah orang tuanya ;
6. Bahwa, kemudian antara Pemohon dengan Termohon terjadi perpisahan
selama 2 bulan dan sehubungan dengan hal tersebut Pemohon
menderita lahir dan bathin, tidak sanggup lagi meneruskan rumah tangga
dengan Termohon dan oleh karenanya Pemohon mengajukan
permohonan talak ini;
7. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara
ini;
Bahwa berdasarkan alasan/dalil-dalil diatas, Pemohon mohon agar
Ketua Pengadilan Agama Tuban segera memeriksa dan mengadili perkara
ini yang selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut :
2
er:
Mengabulkan Permohonan Pemohon:
Memberi ijin kepada Pemohon ZUSA ISWARA BIN SLAMET untuk
mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon INDRIANI BINTI DARJO
dihadapan sidang Pengadilan Agama Tuban:
Membebankan biaya perkara kepada Pemohon;
Subsider:
Apabila Pengadilan Agama Tuban berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya;
----- Bahwa pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan, Pemohon dan
Termohon telah hadir sendiri, oleh Ketua Majelis dan melalui Mediator telah
diusahakan perdamaian namun tidak berhasil:
-----Bahwa, kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan membacakan surat
Permohonan tersebut yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon;
-----Bahwa atas Permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah
memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut :
Bahwa, benar Termohon dengan Pemohon adalah suami istri sah yang
menikah pada 28 Desember 2013;
Bahwa, benar setelah menikah Pemohon dan Termohon membina
rumah tangga dirumah orang tua Termohon selama 1 bulan, kemudian
tinggal dirumah Pemohon selama 5 bulan:
Bahwa, benar selama membina rumah tangga Termohon dengan
Pemohon sudah rukun dan harmonis layaknya suami isteri dan belum
dkaruniai anak;
Bahwa, benar keadaan rumah tangga antara Pemohon dan Termohon
sejak Januari 2014 tidak harmonis lagi karena sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran yang penyebabnya benar Termohon kurang atas
nafkah yang diberikan, karena Pemohon punya tanggungan yang harus
dibayar, sehingga cuma sebagian penghasilannya yang dikasikan ke
Termohon;
Bahwa, benar keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sulit
dirukunkan lagi karena Termohon minta diantarkan pulang ke rumah
3
orang tuanya hingga sekarang antara Pemohon dan Termohon pisah
tempat tinggal selama 2 bulan;
Bahwa, selama berpisah tersebut Pemohon dan Termohon telah
diupayakan rukun namun tidak ada hasilnya;
Bahwa, terhadap Permohonan Pemohon tersebut Termohon tidak
keberatan;
----- Bahwa untuk meneguhkan dalil Permohonannya, Pemohon telah
mengajukan bukti surat berupa :
Fotokopi Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban Nomor 770/60/XII/2013
Tanggal28 Desember 2013 (P.);
----- Bahwa disamping itu pihak berperkara juga mengajukan 2 orang saksi
yang setelah disumpah memberikan keterangan masing-masing sebagai
berikut :
1. MUQODDAR BIN KARDIONO, umur 67 tahun, agama Islam, pekerjaan
tani, tempat kediaman di Desa Sumurjalak, Kecamatan Plumpang,
Kabupaten Tuban menerangkan :
Bahwa, saksi mengenal Pemohon dan Termohon sebagai pihak yang
berperkara karena sebagai tetangga Pemohon;
Bahwa, saksi mengetahui Pemohon mengajukan Permohonan untuk
menalak Termohon;
Bahwa, saksi mengetahui setelah menikah Pemohon dan Termohon
membina rumah tangga dirumah orang tua Termohon selama 1 bulan,
kemudian tinggal dirumah Pemohon selama 5 bulan dan telah hidup
rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suami isteri Tidak dikaruniai
anak ;
Bahwa, saksi mengetahui keadaan rumah tangga Pemohon dan
Termohon sekarang ini tidak rukun dan tidak harmonis lagi sejak sekitar
bulan Januari 2014 karena terjadi perselisihan dan pertengkaran;
4
saksi mengetahui perselisihan dan pertengkaran antara
Pemohon dan Termohon, penyebabnya Termohon selalu merasa kurang
atas nafkah yang telah diberikan Pemohon;
Bahwa, sejak terjadi perselisihan dan pertengkaran tersebut akibatnya
Termohon diantarkan pulang ke rumah orang tuanya hingga sekarang
antara Pemohon dan Termohon pisah tempat tinggal selama 2 bulan;
Bahwa, saksi mengetahui para pihak telah diupayakan rukun tetapi tidak
berhasil dan Pemohon tetap bersikeras bercerai dengan Termohon;
2. BADI' BIN SUTRISNO, umur 45 tahun, agama Islam, pekerjaan tani,
tempat kediaman di Desa Sumurjalak, Kecamatan Plumpang, Kabupaten
Tuban. menerangkan :
Bahwa, saksi mengenal Pemohon dan Termohon sebagai pihak yang
berperkara karena sebagai tetangga Pemohon;
Bahwa, saksi mengetahui Pemohon mengajukan Permohonan untuk
menalak Termohon;
Bahwa, saksi mengetahui setelah menikah Pemohon dan Termohon
membina rumah tangga dirumah orang tua Termohon selama 1 bulan,
kemudian tinggal dirumah Pemohon selama 5 bulan dan telah hidup
rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suami isteri Tidak dikaruniai
anak ;
Bahwa, saksi mengetahui keadaan rumah tangga Pemohon dan
Termohon sekarang ini tidak rukun dan tidak harmonis lagi sejak sekitar
bulan Januari 2014 karena terjadi perselisihan dan pertengkaran;
Bahwa, saksi mengetahui perselisihan dan pertengkaran antara
Pemohon dan Termohon, penyebabnya nafkah yang telah diberikan oleh
Pemohon tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga;
Bahwa, sejak terjadi perselisihan dan pertengkaran tersebut akibatnya
Termohon diantarkan pulang ke rumah orang tuanya hingga sekarang
antara Pemohon dan Termohon pisah tempat tinggal selama 2 bulan;
Bahwa, saksi mengetahui para pihak telah diupayakan rukun tetapi tidak
berhasil dan Pemohon tetap bersikeras bercerai dengan Termohon;
5
oleh Pemohon dan
putusan ini, maka ditunjuk berita
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
----- Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon adalah
seperti diuraikan tersebut di atas;
----- Menimbang, bahwa Majelis Hakim dan Mediator telah berusaha
mendamaikan kedua belah pihak berperkara, namun tidak berhasil;
----- Menimbang, bahwa atas permohonan pemohon tersebut diatas,
Termohon telah memberikan jawaban yang pada pokoknya terurai
sebagaimana diatas;
----- Menimbang, bahwa selain mengajukan bukti surat (P.1) Pemohon juga
mengajukan 2 orang saksi yang telah memberikan keterangan dibawah
sumpah sebagaimana tersebut diatas:
----- Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon, dan bukti P.1.,
maka telah terbukti Pemohon dan Termohon terikat dalam perkawinan yang
sah;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon, jawaban
Termohon, dan saksi-saksi yang didengar keterangannya dalam persidangan
maka ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
Bahwa Pemohon dan Termohon telah hidup rukun selama 6 bulan
dan Tidak dikaruniai anak;
Bahwa sejak Januari 2014 antara Pemohon dengan Termohon telah
terjadi pertengkaran terus-menerus, disebabkan Termohon kurang
atas nafkah yang diberikan, karena Pemohon punya tanggungan yang
harus dibayar, sehingga cuma sebagian penghasilannya yang
diberikan kepada Termohon; ;
6
ahwa, akhirnya mereka berpisah tempat tinggal selama 2 bulan. Dan
selama berpisah tersebut antara Pemohon dengan Termohon tidak
ada komunikasi lagi sebagaimana layaknya suami isteri;
----- Menimbang, bahwa berdasarkan fakta diatas, maka telah terbukti rumah
tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak rukun dan harmonis lagi serta
tidak akan bisa mencapai tujuan perkawinan sebagaimana maksud pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 /1974 jo maksud AI-qur'an surat Ar-Rum ayat 21,
oleh karenanya rumah tangga yang demikian itu telah terbukti memnuhi
pasal 19 huruf (f) PP Nomor 9 tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam;
----- Menimbang bahwa sesuai pula dengan Firman Allah dalam surat AI
Baqarah ayat 229 yang berbunyi:
Artinya : " Talak (yang dapat dirujuk) adalah dua kali, maka (apabila masih
dapat diperbaiki) tahanlah dengan cara yang baik (dan bila tidak
bisa diperbaiki) pisahlah dengan cara yang baik (pula)":
----- Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan tersebut diatas
Permohonan Pemohon telah terbukti dan beralasan hukum, oleh sebab itu
Permohonan Pemohon dapat dikabulkan.:
----- Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 tahun 1989, biaya perkara dibebankan kepada Pemohon:
----- Mengingat, pasal 49 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989, telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, serta segala ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, dan dalil syar'i yang bersangkutan
dengan perkara ini:
7
Rincian Biaya Perkara : 1. Biaya Pendaftaran 2. Biaya ATK. Perkara 3. Biaya Panggilan 4. Biaya Redaksi 5. Materai
Jumlah
: Rp. 30.000,: Rp. 50.000,: Rp. 300.000,: Rp. 5.000,: RD. 6.000,-
Rp. 391.000,
9
bunyinya,
9ama Tuban
PUTUSAN
Nomor: 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
~ '?'~.\~,'f i \\r~"~~
OEMI KEADIlJ.\N BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Bojonegoro yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan perkara
perceraian yang diajukan oleh :
PRIJO AOMAWANTO BIN KASBI, umur 44 tahun, agama Islam, pekerjaan
Kaur Umum, tempat kediaman di Krajan RT.07 RW. 02
Desa Panemon, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten
Bojonegoro, setanjutnya disebut sebagai "Pemohon"; ---
Metawan
ENDAH OWl ARINI BINTt DJASWADI, umur 36 tahun, agama Islam,
peke~aan Ibu Rumah tangga, tempat kediaman di
Krajan RT.07 RW. 02 Desa Panemon, Kecamatan
Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro, selanjutnya disebut
sebagai liTermohon"; ------------------------------------------
Pengadilan Agama tersebut; ------------------------------------------------------
Setelah membaca surat-surat dalam berkas perkara; _
Setelah mendengar keterangan pihak yang berperkara dan saksi-saksi; --
DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal
15 Januari 2014 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Bojonegoro pada tanggal 15 Januari 2014 dengan register perkara Nomor :
Halaman 1 dari 10 Putusan nomor: 154/PdtG/2014/PABjnI'
--- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
· 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn telah mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya
sebagai berikut :
.. " . 1. Bahwa pada tanggal 17 September 1997, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro,
sebagaimana dalam Kutipan Akta Nikah Nomor : 260/37/IXl1997
tanggal 17 September 1997; ------------------------------------------------------
2. Bahwa sewaktu menikah Pemohon dan Termohon berstatus Jejaka dan
Perawan; ----------------------------------------------------------------------------------
3. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon bertempat tinggal
dirumah orangtua Termohon selama 5 tahun lalu pindah kerumah
sendin salama 11 tahun 3 bulan, dan telah berhubungan sebagaimana
layaknya suami isteri hingga dikarunia 1 anak ANANTA; -----------------
4. Bahwa alasan Pemohon mengajukan Permohonan cerai talak ini adalah
sebagaimana tersebut dibawah ini :
a. Bahwa semula rumah tangga Pemohon dengan Termohon tersebut
be~alan rukun dan harmonis, namun sejak 2013 rumah tang9a
Pemohon dan Termohon mulai goyah karena sering terjadi
perselisihan dan perten9karan; ----------------------------------------------
b. Bahwa penyebab perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon
dengan Termohon tersebut adalah Termohon merasa kurang atas
pemberian nafkah yang diberikan oleh Pemohon dan Termohon juga
telah mengakui berselingkuh dengan PIL; --------------------------------
c. Bahwa pada bulan Januari 2013 te~adi perpisahan yang hingga kini
telah ber1angsung selama 1 bulan lamanya; -----------------------------
d. Bahwa selama pisah tersebut, antara Pemohon dengan Termohon
sudah tidak ada hubungan baik lahir maupun bathin;------------------
Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Pemohon merasa sudah tidak
tahan lagi untuk meneruskan kehidupan rumah tangganya dengan
Termohon, oleh karenanya Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama
Halaman 2 dari 10 : Putusan nornor: 154/Pdt.GI2014/PA.8jn
/;:~~::~~-': : '" -. ............~ <'~II .~.// '\ /'1::;.1 ,1\ \ :',
..... I ., .. / \ ..
/'... f S:"'" \j .•"Ii I(§1<7(:~.;~~oro memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan
\\% ~:\;:~~~ yang amarnya berbunyi: -----------------------------------------
\~-t~~~~:d<>::;j·/ ..~~.... ~-:~~¥~W1 MER'.•..;;::;;:::;;.;~{ .
1. Mengabulkan permohonan Pemohon; ------------------------------------
2. Memberi ijin kepada Pemohon PRIJO ADMAWANTO BIN KASBI untuk
menjatuhkan talak satu raj'j terhadap Termohon ENDAH DWI ARINI
BINTI DJASWADI di depan sidang Pengadilan Agama Bojonegoro; -------
3. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon;--------------------------------
SUBSIDER:
Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya; ---
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Pemohon
dan Termohon hadir sendin di muka sidang; -----------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya oleh Ketua Majelis diperintahkan agar
pemohon dan termohon menempuh proses mediasi dengan mediator Drs. H.
MOCH. BAHRUL ULUM, M.H., akan tetapi sesuai dengan surat pemyataan
tertanggal 8 April 2014 yang dibacakan dalam sidang, proses mediasi
tersebut tetap tidak berhasil; ----------------------------------------------------------
Bahwa Pemohon sebagai Aparat Kelurahan (kaur umum) tatah
memperoleh izin dan atasannya, oleh karena itu pemeriksaan ini dapat
dilanjutkan;----------------------------------------------------------------------------
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon
agar rukun kembali, akan tetapi tidak berhasil, maka dimulailah pemeriksaan
perkara ini dengan membacakan surat permohonan yang isinya tetap
dipertahankan Pemohon: ---------------------------------------------------
Bahwa atas permohonan Pemohon tersebut, Termohon secara lisan
memberikan jawaban yang pada pokoknya mengakui semua keterangan dan
dalil-dalil permohonan Pemohon serta tidak keberatan dengan permohonan
talak Pemohon; -----------------------------------------------------------
Halaman 3 dan 10 : Putusan nornor: 154/Pdt.GI2014/PA.Bjn
,.. ·.Me~imbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya,
'. pemohon mengajukan bukti-bukti tertulis sebagai berikut :
1. Fotokopi Kutipan/Duplikat Akta Nikah dan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro, nornor: 260/37/1X11997,
tanggal 17 September 1997 (P. 1);---------------------------------------------
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama PRIJO ADMAWANTO BIN
KASBI (Pemohon), nomor: 3522070211690001, tanggal 08-02-2013
yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan I
Kecamatan Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro (P.2); -----------------------
Bukti-bukti surat yang berupa fotokopi tersebut tetah dicocokkan dengan
aslinya dan temyata cocoklsesuai dengan aslinya yang bermaterai cukup; --
Menimbang, bahwa selain bukti-bukti tertulis Pemohon dan Termohon
talah menghadirkan 2 orang saksi masing-masing bemama :
1. GATOT SUBROTO BIN JASWADI, umur 38 tahun, agama Islam,
pekerjaan Sapir, tempat kediaman di Krajan RT.07 RW. 02 Desa
Panemon, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro, dibawah
sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenai dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
adalah tetan9ga Pemohon; ----------------------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri sah, setelah
menikah Pemohon dan Termohon bertempat tinggal dirumah orangtua
Termohon selama 5 tahun lalu pindah kerumah sendin salama 11
tahun 3 bulan, dan telah berhubungan sebagaimana layaknya suami
isteri hingga dikarunia 1 anak ANANTA; ------------------------
- Bahwa saksi tahu rumah tangga Pemohon dan Termohon tersebut
sejak bulan Januari 2013 mulai goyah sering te~adi perselisihan dan
pertengkaran penyebabnya adalah Termohon merasa kurang atas
Halaman 4 dari 10 : Putusan nornor: 154/Pdt.G12014/PA.Bjn
petnberian nafkah yang diberikan oleh Pemohon dan Termohon juga
telah mengakui berselingkuh dengan PIL; -----------------------------
<~.. --' Bahwa saksi tahu Pemohon dan Termohon sekarang sudah tidak
rukun lagi dan sudah pisah rumah sejak bulan Januari 2013 hingga
kini sudah 3 bulan lamanya; -------------------------------------------
- Bahwa saksi sudah berusaha menasehati dan merukunkan Pemohon
dan Termohon, namun tidak berhasil dan sekarang sudah tidak
sanggup lagi merukunkan ;--------------------------------------------------
2. SUWIJI BIN KASIYAN, umur 59 tahun, agama Islam, pekerjaan tani,
tempat kediaman di Desa Tapelan, Kecamatan Kapas, Kabupaten
Bojonegoro, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenai dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
dahulu pemah menjadi tetangga Pemohon; ---------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri sah, setelah
menikah Pemohon dan Termohon bertempat tinggal dirumah orangtua
Termohon selama 5 tahun lalu pindah kerumah sendiri selama 11
tahun 3 bulan, dan telah berhubungan sebagaimana layaknya suami
isteri hingga dikarunia 1 anak ANANTA; -------------------------------------
- Bahwa saksi tahu rumah tangga Pemohon dan Termohon tersebut
sejak bulan Januari 2013 mulai goyah sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran penyebabnya adalah Terrnohon merasa kurang atas
pemberian nafkah yang diberikan oleh Pemohon dan Termohon juga
telah mengakui berselingkuh dengan PIL; -----------------------------
- Bahwa saksi tahu Pemohon dan Termohon sekarang sudah tidak
rukun lagi dan sudah pisah rumah sejak bulan Januari 2013 hingga
kini sudah 3 bulan lamanya; ------------------------------------------
Halaman 5 dan 10 : Putusan nornor: 154/PdlG/2014/PA.Bjn
i/r:~~~~\/~:: 1/ \. "'--:_) ,,\ ~ ':\If -.... i.:-:~...;:",~A."f: \,
;[:J / L... fj'.~~~,}-~: (~' ~ I' 1..I....v. C.\~J.~;y~ ;.; I hwa saksi sudah berusaha menasehati dan merukunkan Pemohon :: ~ ~A V~~ .:t1
'\..~~~~;~? gJ ~ an Termohon, namun tidak berhasil dan sekarang sudah tidak .~:.... '\;.~rt.Yh" -"~~ sanggup lagi merukunkan ;-------------------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya baik Pemohon maupun Termohon
menyatakan tidak akan menyampaikan sesuatu apapun dan tetap mohon
putusan; -------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini, maka
ditunjuk segala hal ihwal yang te~adi dalam barita acara persidangan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini; ----------------------------
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah
sebagaimana tersebut diatas; -----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan (2)
beserta penjelasannya dan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 dan sesuai bukti P.2, maka perkara ini menjadi wewenang
PengadiIan Agama Bojonegoro; -------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan
kedua belah pihak berperkara, sesuai dengan ketentuan Pasa) 82 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 maupun melalui proses
mediasi diluar persidangan sebagaimana ketentuan Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008, akan tetapi tidak berhasil;--
Menimbang, bahwa berdasarkan surat bukti fotokopi Kutipan Akta
Nikah Nomor: 260/37/1XJ1997 tanggal 17 September 1997 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro (Bukti P.1), bukti tersebut
Halaman 6 dan 10 : Putusan nomor: 154/Pdt.GI2014/PA.Bjn
.. <, ~ "I,: ~".
". ~/~/----."." ...<. . / '_". rJ\,
.... ; .. ~>~-=--.·i.-",-,'l '/',', : f<:~>/>·:~~ ;,nlemenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 , I ." .:/-, /'"1 !;'! .~~~ ~~ 985 dan Pasal 1888 KUHPerdata, maka terbukti antara Pemohon
.~~ rmohon telah terikat dalam perkawinan yang sah sejak tanggal 17
.~:'";:;':'~: . ptember 1997; --------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa yang menjadi dalil dalam posita permohonan
Pemohon adalah rumah tangga Pemohon dan Termohon sering te~adi
perselisihan dan pertengkaran yang sulit didamaikan, hat mana disebabkan
Termohon merasa kurang atas pemberian nafkah yang diberikan oleh
Pemohon dan Termohon juga telah mengakui berselingkuh dengan PIL,
akibat pertengkaran tersebut tetah te~adi perpisahan tempat tinggal hingga
sekarang tetah 3 bulan lamanya. Dan datil-dalil Pemohon tersebut sesuai
dengan keterangan saksi I dan II Pemohon. Dengan demikian. maka dalit
permohonan Pemohon dinyatakan terbukti; -------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana terurai diatas,
Majelis Hakim menilai keadaan rumah tangga antara Pemohon dengan
Termohon telah pecah sedemikian rupa, sehingga tujuan disyariatkannya
perkawinan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu membina
rumah tangga bahagia lahir batin, nampaknya sudah sulit dapat diwujudkan
didatamnya; ------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa bilamana rumah tangga tersebut dibiarkan berlarut
larut tentu akan menambah penderitaan kedua belah pihak, maka Majelis
Hakim berpendapat perJu segera mendapat jalan keJuamya dengan
perceraian yaitu ikrar talak sebagaimana yang dikehendaki oleh Pemohon,
hal ini sejalan dengan petunjuk Allah SWT dalam AI QuranSurat AI Baqarah
ayat 227 yang berbunyi:
Artinya: Dan jika mereka tetah bertetap hati untuk fa/ak, makarl
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ~.
Halama" 7 dan 10 : Putusan "ornor: 154/Pdt.G/2-.?~~~~~
/f[~;;L>, /1 ?./ '-',
'/"'; .../1 ;--. / J' . .
fJ{··~i>':;::}j-': \:,\\f! ;;; / ')/'..>~./' })({~imbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
\~(;'~:'.~•••h .. ~:·.: Pemohon telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2).. "J'.. .••.:.\~~~~~~;ermOhonan ..;,:~....~~.~~~~ g-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
...... ~o<.,;
.. ,::::::~\ emerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam, maka permohonan Pemohon patut dikabulkan; -----------------
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 149 huruf (a) yakni seorang
suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya dibebani membayar mut'ah
yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda. Serta
bersesuaian pula dengan firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 233 dan
ayat 241 masing-masing berbunyi sebagai berikut .-;:.1,) ~ ,. -ft, ~'!. :~..<. -- '.~i·· ~ ~ ~ ·-l\ ,- (332 . . 0 ~ -- ~~'-! 1..JfJ~.J ~.J...? -Y~~.J
Artinya: ".. .dan kewajiban ayahlsuami memberi makan para ibu/istri dengan
cara yang ma'ruf'
(241 ·o·~.t,) ~~1, t;.tku '--lL·'·, .. ,;JL:.U'.~ . ~ .. ~~,,"!~~ ..J
Artinya: "kepada wanita-wanita yang dicerai (hendaklah diberikan o/eh
suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf sebagai suatu kewajiban
bagi orang-orang yang taqwa"
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 149 huruf (a)
Kompilasi Hukum Islam tersebut, secara ex officio Majelis Hakim
membebankan kepada Pemohon untuk membayar muth'ah terhadap
lr~rnn()h()n;------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa untuk mempermudah perhitungan pembayaran
mut'ah, maka Majelis mengkalkulasikan dalam bentuk pembayaran sejumlah
uang, dan terkait dengan jumlah besarannya, Majelis mempertimbangkan
sebagai benkut;------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa tentang besaran mut'ah yang harus dibayar oleh
Pemohon, Majelis Hakim mempertimbangkan lamanya pengabdian
Termohon kepada Pemohon sebagai isteri salama 11 tahun 3 bulan dan
telah mempunyai seorang anak, dan Majelis Hakim mempertimbangkan pula
tingkat kebutuhan hidup di Desa Panemon, Kecamatan Sugihwaras serta
peke~aan Pemohon sebagai perangkat desa (kaur umum). Maka Majelis
Halaman 8 dan 10 : Putusan nornor: 154/Pdt.GI2014/PA.S·n
menilai,:telah memenuhi unsur kelayakan dan kepatutan untuk menghukum
Pemotion membayar mut'ah sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus
ribu rupiah) kepada Termohon;------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam lingkup perkawinan.
maka berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989,
yang telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 biaya perkara harus
dibebankan kepada Pemohon; -----------------------------------------------------------
Mengingat dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku dan hukum syara' yang berkaitan dengan perkara
ini;-------------------------------------------------------------------------------------------------
MENGADILI
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;---------------------------------------------
2. Memberi ijin kepada Pemohon (PRIJO ADMAWANTO BIN KASBI) untuk
menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon (ENDAH OWl ARINI
BINTI DJASWADI) di depan sidang Pengadilan Agama Bojonegoro;------
3. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah iddah dan muth'ah
sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus nbu rupiah) kepada
Termohon;--------------------------------------------------------------------------------
4. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sebesar Rp. 491.000,
(empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);-----------------------------------
Demikian, diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
pada hari Selasa tanggal 15 April 2014 M. bertepatan dengan tanggal 14
Jumadilakhir 1435 H., oleh kami H. MOCH. THA'IF AS, S.H. sebagai Ketua
Majelis serta Drs. H. KASNARI, M.H. dan Drs. MUFf AHMAD BAIHAQI,
M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota putusan tersebut dibacakan
dalam sidang terbuka untuk umum pada han itu juga, oleh Ketua Majelis
dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Drs. H. CHAFIDZ
Halaman 9 dan 10 : Putusan nomor: 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn
SYAFIUDDIN, S.H. sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon
dan Termohon ; --------------------------------------------------------
Hakim Anggota I, Hakim Ketua,
Ttd Ttd
Drs. H. KASNARI, M.H. H. MOCH. THA'IF AS, S.H.
Hakim Anggota II, Panitera Pengganti,
Ttd Ttd
Drs. MUFI AHMAD BAIHAQI, M.H. Drs. H. CHAFIDZ SYAFIUDDIN, S.H.
Perincian Biaya Perkara :
1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,
2. Biaya Proses Rp. 50.000,
3. Biaya Panggilan Rp. 400.000,4. Biaya Redaksi Rp. 5.000,
5. Biaya Meterai Rp. 6.000,-
Jumlah Rp. 491.000,
(empat ratus sembi/an plJ/uh satu ribu rupiah) ".
Salinan sesuai dengan aslinya O/eh : Panm ra
Pengadilan A Bojonegoro
H.ABD. HOLlS, S.H. M.H.r
Halaman 10 dan 10 : Putusan nornor: 154/Pdt.GI2014/PA.Bjn