i
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh:
ALHAPSARI ENGGAR PUSPITO
F.100150115
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
1
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan
kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk mengetahui
tingkat dukungan sosial remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan, dan untuk
mengetahui sumbangan efektif dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis
remaja yang tinggal di panti asuhan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah adanya hubungan positif antara dukungan sosial dengan kesejahteraan
psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu kuantitatif korelasi. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan skala dukungan sosial dan skala kesejahteraan psikologis.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di 7 dari 22 panti asuhan
Muhammadiyah dan Aisyiyah di Karisidenan Surakarta. Subjek dalam penelitian
ini adalah 150 orang remaja yang tinggal di panti asuhan Muhammadiyah dan
Aisyiyah yang dipilih menggunakan metode cluster random sampling. Teknik
analisis yang digunakan adalah korelasi product moment. Hasil analisis data
didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan sosial dengan
kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan. Hal ini dapat dilihat
dari hasil analisis data yang menunjukkan hasil korelasi yaitu (rxy)= 0,433 dan p =
0,000 (p < 0,01). Rerata empirik dukungan sosial adalah 101,46 dan berada pada
kategori tinggi. Rerata empirik kesejahteraan psikologi adalah 73,62 dan berada
pada kategori tinggi. Besarnya sumbangan efektif dukungan sosial untuk
kesejahteraan psikologis sebesar 18,7%. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui
uji hipotesis terbukti bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
dengan kesejahteraan psikologis.
Kata kunci : dukungan sosial, kesejahteraan psikologis, remaja, panti asuhan
Abstract
This study aims to determine the relationship between social support with the
psychological wellbeing on teenagers who living in orphanages, to know the level
of social support on teenagers who living in orphanages, to know the level of
psychological wellbeing on teenagers who living in orphanage, and to know the
donation of social support for psychological wellbeing on teenagers who living in
orphanage. The method used in this study is quantitative, while the scale of social
support and psychological wellbeing is used as a method in collecting the data.
The population of this research is teenagers who living in 7 of 22 orphanage
Surakarta Residency of Muhammadiyah and Aisyiyah. Subjects in this study were
150 teenagers who living in orphanage selected using cluster random sampling
method. The analysis technique used is product moment correlation. Result of
2
data analysis got result that there is relation between social support with
psychological wellbeing at teenagers in orphanage. This can be seen from the
result of data analysis showing correlation result that is (rxy)= 0,433 and p = 0,000
(p < 0,01). The empiric average of psychological wellbeing is 73,62 which shows
the category of psychological wellbeing is high. The empiric average of social
support is 101,46 which shows the category of social support is high. The amount
of donation of social support for the psychological wellbeing is 18,7%. From
these results it can be known to test the hypothesis proved that there is a
significant relationship between social support with the psychological wellbeing.
Keywords : social support, psychological wellbeing, teenagers, orphanage
1. PENDAHULUAN
Setiap manusia memiliki harapan untuk memiliki hidup yang bahagia, tenteram,
memliliki perasaan damai di dalam hatinya, serta berhubungan baik dengan
sekitar, termasuk juga remaja. Usia remaja menurut Santrock (2012) dimulai dari
usia 10-22 tahun. Individu yang mampu memahami tujuan hidupnya, memiliki
kontrol diri yang baik, menampilkan rasa bahagia, merasa mampu menjalani
kehidupan, serta mendapat dukungan merupakan cerminan dari seseorang yang
telah mencapai kesejahteraan psikologis (Kasturi, 2016; Hartato, Basaria,
Patmonodewo, 2017).
Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu faktor penting dalam
pertumbuhan pribadi dan sosial karena dapat mencegah terjadinya kenakalan atau
kekerasan remaja (Emadpoor, dkk, 2016; Prabowo, 2017). Berdasarkan data yang
dilansir dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011-2017
terdapat kasus anak berhadapan dengan hukum yang 116 diantaranya menjadi
pelaku kekerasan (Setyawan, 2018). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Afework Tsegaye (2013) menunjukkan bahwa 63,33% anak di Addis Ababa
memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah dan sisanya yaitu 36,66%
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1995) memiliki aspek didalamnya
yaitu self acceptance (sikap positif terhadap diri sendiri), positives relations with
others (menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, autonomy (mampu
menentukan nasib diri sendiri dan bebas), environmental mastery (mempunyai
kemampuan dalam mengelola lingkungan kehidupannya), purpose in life
3
(memiliki tujuan yang terarah didalam hidupnya), dan personal growth (memiliki
perasaan untuk terus berkembang). Selain aspek-aspek tersebut, kesejahteraan
psikologis juga memiliki faktor penting yaitu faktor demografis, dukungan sosial,
evaluasi terhadap pengalaman hidup, efikasi diri, dan optimisme (Prayogi,
Muslihati, Handarini, 2017). Adanya dukungan sosial dari keluarga dan orang
sekitar individu bertujuan untuk mengurangi pengaruh tekanan-tekanan yang
dialami individu sehingga dapat menjalani hidup yang lebih positif, meningkatnya
semangat hidup yang dimiliki, serta dapat berhubungan baik dengan orang lain
(Tarigan, 2018; Taylor, 2015).
Dukungan sosial mengarah pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan,
kepedulian, serta menerima dukungan dari orang atau kelompok lain
(Sarafino,1994). Adanya dukungan dari keluarga dan teman sebaya dapat
membantu individu untuk mengembangkan potensi dalam diri, misalnya apabila
remaja memiliki permasalahan, maka orang-orang disekitar remaja dapat
memberikan dukungan berupa semangat dan motivasi kepada remaja dalam
mencari jalan keluar atas permasalahannya (Ramadhani dan Djunaedi, 2016).
Seperti remaja yang tinggal dengan kedua orangtuanya, remaja yang
tinggal di panti asuhan juga memerlukan dukungan dari orang lain seperti teman-
teman maupun pengasuh panti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tarigan
(2018) yang menyebutkan bahwa kontribusi dukungan sosial dalam
mempengaruhi kesejahteraan pada remaja yang memiliki orangtua tunggal adalah
sebesar 33%, sedangkan 66,7% dipengaruhi oleh faktor lain seperti watak, sosial
budaya, teman sebaya, dan lain sebagainya.
Dukungan sosial memiliki aspek yaitu (a) dukungan emosi yaitu dukungan
yang diberikan oleh seseorang berupa rasa empati, kepedulian, dan perhatiannya
kepada seseorang yang sedang mengalami stres; (b) dukungan penilaian yaitu
melalui ekspresi dari orang lain mengenai hal positif kepada individu yang
bersangkutan, membesarkan hati orang lain, setuju dengan ide-ide atau perasaan
individu, dan perbandingan positif antara individu dengan individu yang lain; (c)
dukungan instrumental yaitu dukungan yang diberikan oleh orang lain yang terdiri
dari bantuan secara langsung, baik berupa bantuan berupa barang atau jasa; dan
4
(d) dukungan informasi yaitu dukungan yang diberikan oleh seseorang berupa
nasehat, saran atau umpan balik mengenai bagaimana sebaiknya yang dilakukan
orang tersebut saat mengalami masa yang membuatnya stres (Sarafino, 1994).
2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasi yang
menggunakan 2 variabel, yaitu 1 variabel tergantung dan 1 variabel bebas.
Kesejahteraan psikologis merupakan variabel tergantung, sedangkan dukungan
sosial merupakan variabel bebas. Dukungan sosial merupakan pemberian bantuan
dari individu kepada individu yang lain dengan tujuan untuk mengurangi tingkat
stres atau masalah yang sedang dihadapi. Kesejahteraan psikologis merupakan
suatu keadaan dalam diri seseorang yang memiliki kualitas hidup mandiri,
hubungan yang baik dengan orang lain, dan merasa puas terhadap apa yang ada
didalam dirinya. Penelitian ini menggunakan populasi remaja yang tinggal di 7
dari 22 panti asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang ada di Karisidenan
Surakarta dengan sampel yang diambil sebesar 150 orang subjek. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan ialah cluster random sampling. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kesejahteraan
psikologis yang di adaptasi dari skala Ariyanti (2017) berdasarkan aspek dari Ryff
tahun 1995 yang berjumlah 27 aitem dan gugur 2 aitem setelah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas sehingga total aitem berjumlah 25. Selain itu, juga
menggunakan skala dukungan sosial yang diadaptasi dari skala Mar’ati (2014)
yang disusun berdasarkan aspek dari Sarafino (1994) yang berjumlah 33 aitem
dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Koefisien validitas kesejahteraan
psikologis bergerak dari 0,6 - 0,8 dan skala dukungan sosial 0,7 - 0,8 (≥ 0,6).
Reliabilitas dengan alpha cronbach (α) skala kesejahteraan psikologis yaitu
sebesar 0,744 dan untuk skala dukungan sosial sebesar 0,838. Skala menggunakan
model Likert dengan skor SS (skor 4), S (skor 3), TS (skor 2), STS (skor 1).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi
product moment. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi
(rxy)= 0,433 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang menunjukan bahwa ada hubungan
5
positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan hasil analisis perhitungan statistik variabel kesejahteraan psikologis
diketahui bahwa rerata empirik (RE) sebesar 73,62 dan rerata hipotetik (RH) sebesar
62,5 dan termasuk dalam kategori tinggi.
Tabel 1. Hasil kategorisasi kesejahteraan psikologis
Skor Interval Kategori
Rerata
Hipotetik
(RH)
Rerata
Empirik
(RE)
Frekuensi
(∑ N)
Prosentase
(%)
25 ≤ X < 40 Sangat rendah 0 0%
40 ≤ X < 55 Rendah 0 0%
55 ≤ X < 70 Sedang 42 28%
70 ≤ X < 85 Tinggi 62,5 73,62 99 66%
85 ≤ X < 100 Sangat Tinggi 9 6%
Jumlah 150 100%
Berdasarkan hasil analisis perhitungan statistik variabel dukungan sosial diketahui
bahwa rerata empirik (RE) sebesar 101,46 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 82,5 dan
termasuk dalam kategori tinggi.
Tabel 2.. Hasil kategorisasi dukungan sosial
Skor Interval Kategori
Rerata
Hipotetik
(RH)
Rerata
Empirik
(RE)
Frekuensi
(∑ N)
Prosentase
(%)
33 ≤ X < 52,8 Sangat
rendah 0 0%
52,8 ≤ X < 72,6 Rendah 0 0%
72,6 ≤ X < 92,4 Sedang 82,5 29 19,3%
92,4 ≤ X < 112,2 Tinggi 101,46 99 66%
112,2 ≤ X < 132 Sangat
Tinggi 22 14,7%
Jumlah 150 100%
Berdasarkan hasil analisis korelasi menggunakan product moment
diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy)= 0,433 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan
kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan. Hal ini didukung
6
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prayogi, dkk (2017) pada
siswa SMK bahwa dukungan sosial memiliki taraf signifikansi 0,000 atau kurang
dari 0,05 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang
diperoleh remaja, maka semakin tinggi pula kesejahteraan psikologisnya. Tarigan
(2018) mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi pengaruh
tekanan atau stres yang dialami oleh remaja sehingga remaja dapat mencapai
kesejahteraan psikologis yang tinggi. Remaja di panti asuhan yang tidak tinggal
dengan keluarganya (sudah yatim, piatu, maupun yatim piatu) juga memerlukan
perhatian yang sama dengan remaja yang tinggal dengan kedua orangtua maupun
keluarganya. Perhatian yang diberikan bertujuan agar remaja yang tinggal di panti
asuhan dapat tumbuh, berkembang, serta mengaktualisasikan potensi dirinya
didalam kehidupan bermasyarakat.
Rerata kesejahteraan psikologis sebesar 73,62 yang berada pada kategori
tinggi. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di
panti asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah di karisidenan Surakarta. Artinya jika
remaja memiliki dukungan sosial yang tinggi, maka kesejahteraan psikologis juga
ikut tinggi. Sebaliknya, apabila dukungan sosial rendah, maka kesejahteraan
psikologis remaja juga rendah. Prosentase terbanyak berada pada kategori tinggi,
hal ini menunjukkan bahwa remaja di panti asuhan Karisidenan Surakarta mampu
mengembangkan diri, dan memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya untuk
menjalani kehidupan yang positif.
Berdasarkan hasil observasi saat penelitian bahwa salah satu kegiatan
didalam panti adalah pengajian atau kajian rutin bersama tiap hari minggu dan
juga ada kegiatan bakti sosial. Kegiatan tersebut menunjukkan bahwa pihak panti
mewadahi anak asuh agar dapat berkembang menjadi lebih baik sehingga bisa
menunjang kesejahteraan psikologis anak asuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa
remaja yang tinggal di panti asuhan di Karisidenan Surakarta cukup memenuhi
aspek-aspek yang kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff (1995)
yaitu self acceptance yaitu individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri,
positives relations with others yaitu memiiki hubungan yang baik dengan orang
7
lain, autonomy yaitu mampu menentukan nasib diri sendiri, enviromental mastery
yaitu mempunyai kemampuan untuk mengelola lingkungan kehidupannya,
purpose in life yaitu memiliki tujuan yang terarah didalam kehidupannya, dan
personal growth yaitu memiliki perasaan untuk terus berkembang.
Rerata dukungan sosial sebesar 101,46 yang berada pada kategori tinggi.
prosentase terbanyak berada pada kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa remaja di
panti asuhan mendapatkan dukungan sosial yang cukup dari orang disekitar remaja seperti
pengasuh, keluarga, dan teman-temannya. Dapat dilihat dari hasil observasi saat penelitian
bahwa ada waktu yaitu sore hari untuk anak-anak bermain bersama, sehingga hal tersebut
dapat digunakan anak untuk saling membangun keakraban. Dari keakraban tersebut,
remaja akan saling mengenal satu sama lain sehingga akan terbentuk sikap saling memberi
dukungan. Selain itu, adanya mitra usaha seperti air minum dan rumah sakit juga ikut
menunjang dukungan sosial yang diperoleh remaja. Dalam hal ini, pemenuh kebutuhan
remaja memiliki sumber yang jelas dan konsisten, tidak hanya mengandalkan pemberian
dari luar lingkup organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah. Fasilitas yang cukup
lengkap di panti asuhan seperti masjid, ruang tidur, kamar mandi, dapur, dan
diasuh oleh pengasuh yang telah berkeluarga merupakan bentuk dukungan dari
pihak panti untuk memfasilitasi remaja yang tinggal di panti asuhan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan di
Karisidenan Surakarta cukup memenuhi aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sarafino
(1994) yaitu dukungan emosi (dukungan yang diberikan oleh seseorang berupa rasa
empati, kepedulian, dan perhatiannya kepada seseorang yang sedang mengalami
stress), dukungan penilaian (ekspresi dari orang lain mengenai hal positif kepada
individu yang bersangkutan, membesarkan hati orang lain, setuju dengan ide-ide
atau perasaan individu, dan perbandingan positif antara individu dengan individu
yang lain), dukungan instrumental (dukungan yang diberikan oleh orang lain yang
terdiri dari bantuan secara langsung, baik berupa bantuan berupa barang atau jasa),
dan dukungan informasi (dukungan yang diberikan oleh seseorang berupa nasehat,
saran atau umpan balik mengenai bagaimana sebaiknya yang dilakukan orang
tersebut saat mengalami masa yang membuatnya stress).
8
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian
ini, dapat ditarik kesimpulan Ada hubungan positif yang signifikan antara
dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti
asuhan. Artinya, jika remaja memiliki dukungan sosial yang tinggi, maka
kesejahteraan psikologis juga tinggi. Sebaliknya, apabila dukungan sosial rendah,
maka kesejahteraan psikologis remaja juga rendah. Dari hasil tersebut juga
menunjukkan bahwa tingkat variabel dukungan sosial dan kesejahteraan
psikologis berada pada kategori tinggi. Besarnya sumbangan efektif (SE)
dukungan sosial untuk kesejahteraan psikologis reamaja yang tinggal di panti
asuhan yaitu 18,7%.
Bagi remaja diharapkan untuk dapat lebih mempertahankan lagi rasa
saling peduli dengan teman yang lainnya. Sehingga kebutuhan akan dukungan
sosial dapat tetap dimiliki oleh setiap remaja yang ada di panti asuhan. Dengan
demikian, kesejahteraan psikologis remaja juga dapat meningkat dari tinggi
menjadi sangat tinggi.
Bagi pengasuh panti diharapkan untuk lebih mempertahankan sikap
mendukung dan memberikan perhatian kepada remaja yang tinggal di panti
asuhan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan saran apabila
remaja memiliki masalah, memberikan pujian untuk hal positif yang dicapai oleh
remaja, menyediakan waktu untuk remaja yang ingin bercerita kepada pengasuh.
Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja.
Bagi keluarga remaja yang masih ada diharapkan untuk tetap menjalin
komunikasi dan sering menanyakan kabar kepada remaja. Agar remaja di panti
asuhan tetap merasakan perhatian dari keluarganya. Sehingga kesejahteraan
psikologis remaja dapat meningkat.
Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik
yang sama dengan penelitian ini untuk melakukan penelitian secara mendalam.
Misalnya menggunakan tambahan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait
dalam penelitian (pengasuh panti atau remaja yang tinggal di panti asuhan)
sehingga data yang diperoleh lebih mendalam.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, S. L. (2017). Hubungan Forgiveness dan Kecerdasan Emosi dengan
Psychological Well-Being pada Mahasiswa. Skripsi.
Emadpoor, L., Lavasani, M. G., & Shahcheraghi, S. M. (2016). Relationship
Between Perceived Social Support and Psychological Well-Being Among
Students Based On Mediating Role of Academic Motivation. International
Journal of Mental Health and Addiction, 14(3), 284–290.
https://doi.org/10.1007/s11469-015-9608-4
Hartato, Ivon Basaria, D. & Patmonodewo, S. (2017). Terapi Well-Being Untuk
Meningkatkan Psychological Well-Being Pada Remaja Yang. Jurnal
Psikologi Psibernetika, 10(1), 20–29.
Kasturi, T. (2016). Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Masyarakat
Indonesia : Tinjauan Psikologi Islam. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti
Muda Psikologi Indonesia, 1(1).
Mar’ati, Q. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Konsep Diri dengan
Resiliensi pada Siswa Di Panti Asuhan Se-Kecamatan Gombong Kabupaten
Kebumen. Skripsi
Prabowo, A. (2017). Gratitude dan Psychological Wellbeing Pada Remaja. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan, 05(02), 260–270.
Prayogi, F., Muslihati, Handarini, D. M. (2017). Hubungan Self Efficacy,
Optimism, Social Support Dan Psychological Well-Being Peserta Didik
Smk. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2 Nomor
4(April), 508–515. https://doi.org/OAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-
IPI
Ramadhani, T., Djunaedi, & S, A. S. (2016). Kesejahteraan Psikologis (
Psychological Well-being ) Siswa Yang Orangtuanya Bercerai ( Studi
Deskriptif yang Dilakukan pada Siswa di SMK Negeri 26 Pembangunan
Jakarta ). Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1), 108–115.
Ryff, C. D. (1995). Psychological Well-Being in Adult Life. Current Directions in
Psychological Science, 4(4), 99–104. https://doi.org/10.1111/1467-
8721.ep10772395
Santrock, J. (2012). Life-Span Development. (N. Sallama, Ed.) (13th ed.). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. New
York: Sons, Inc.
10
Setyawan, D. (2018). Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Retrieved
September, 2018, from https://www.kpai.go.id
Tarigan, M. (2018). Jurnal Diversita Hubungan Dukungan Sosial dengan
Subjective Well-Being pada Remaja yang Memiliki Orangtua Tunggal, 4(1),
1–8.
Taylor, S. E. (1997). Social Psychology. United States of America: Prentice Hall.
Taylor, S. (2015). Health Psychology. New York: McGraw Hill Education.
Tsegaye, A. (2013). A Comparative Study of Psychological Well-Being Between
Orphan and Non-Orphan Children in Addis Ababa.