Download - Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental http://url.unair.ac.id/3cb97dc0 e-ISSN 2301-7082
ARTIKEL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DAN HEALTH LOCUS OF CONTROL
DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA EMERGING ADULT
ELIZA NABILA FAJARINI & ATIKA DIAN ARIANA
Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
ABSTRAK Banyak perokok yang sudah mencoba untuk berhenti merokok namun gagal, dan banyak yang mampu berhenti tetapi tidak mampu mempertahankannya sehingga kembali merokok. Ada pula yang memiliki niatan untuk berhenti tetapi masih mengulur waktu untuk memulainya. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang kuat akan membuat upaya untuk berhenti merokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara self-efficacy dan health locus of control dengan intensi berhenti merokok pada emerging adult. Penelitian ini memiliki 210 partisipan dengan menggunakan teknik survey. Analisa data dilakukan dengan teknik korelasi Spearman’s Rho. Alat ukur yang digunakan yaitu skala MHLC form A untuk mengukur health locus of control, skala SASEQ untuk mengukur self-efficacy, dan skala intensi berhenti merokok disusun dari teori intensi perilaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara self-efficacy, IHLC, PHLC dengan intensi berenti merokok; self-efficacy dan HLC dengan intensi berhenti merokok; serta hubungan negatif antara CHLC dengan intensi berhenti merokok pada emerging adult.
Kata kunci: emerging adult, health locus of control, intensi berhenti merokok, self-efficacy
ABSTRACT Many smokers have tried to quit smoking but do not succeed, and some smokers can not maintain their progress on quitting that they come back smoking. There are also the ones who intend to quit but procrastinate to do so. Someone who has a strong self-efficacy will make an effort to stop smoking. The aim of this research is to test the correlation between self-efficacy and health locus of control with the intention to quit smoking on emerging adults. This research has 210 participants with using survey technique. The Spearman’s Rho correlation technique is applied to analyze the data. The measures used in this study are MHLC form A scale to measure health locus of control, SASEQ scale to measure self-efficacy to quit smoking, and intention to quit smoking scale based on the theory of behavior intention. The results showed that there is a positive correlation between self-efficacy, IHLC, PHLC with the intention to quit smoking; also the negative correlation between CHLC with the intention to quit smoking smoking on emerging adults.
Key words: emerging adult, health locus of control, intentions to quit smoking, self-efficacy
*Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan
Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: [email protected]
Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi, selama sumber aslinya disitir dengan baik.
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 77
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
P E N D A H U L U A N
Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia, bahkan diprediksi menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta setiap tahunnya dan tidak kurang dari 70% kematian akibat merokok ada pada negara-negara berkembang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Berdasarkan hasil Global Adults Tobacco Survey (GATS) perilaku merokok di Indonesia juga terus mengalami peningkatan, jumlah perokok dewasa di Indonesia diperkirakan mencapai 59,9 juta di mana 57,6 juta merupakan pria dan 2,3 juta merupakan wanita (World Health Organization, 2011). Menurut data WHO (2011), pada rentang usia 15-24 tahun individu juga lebih banyak membuat upaya untuk berhenti merokok dibanding pada usia-usia lain sebesar 36,5%.
Prevalensi paling tinggi dalam penyalahgunaan berbagai macam zat ada pada tahap emerging adult, yaitu individu yang berusia delapan belas sampai dua puluh lima tahun (Arnett, 2005). Pada tahap ini emerging adult akan mengeksplorasi dirinya secara penuh dengan mencoba berbagai macam hal baru di kehidupannya dan dapat menentukan apa yang ia inginkan (Arnett, 2004). Individu pada tahap ini juga mengalami ketidakstabilan hidup yang dapat menyebabkan kecemasan dan kesedihan sehingga individu memilih menggunakan zat sebagai pengobatan sendiri (Henry, dkk., 1993; Simons, dkk., 1991 dalam Arnett, 2005).
Individu juga dituntut untuk memenuhi tugas perkembangan seperti membuat pilihan dalam kehidupan percintaan, pekerjaan, dan perspektifnya terhadap dunia (Arnett, 2000). Tugas perkembangan tersebut harus dipenuhi guna mencapai transisi yang berhasil menuju tahap perkembangan menjadi individu dewasa, sehingga hal tersebut mendatangkan stres dan tekanan yang membuat individu melakukan perilaku tidak sehat (White & Jackson, 2005). Individu yang mengalami tekanan mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk merokok, rokok sendiri seringkali dijadikan pelarian individu karena dianggap dapat meringankan stres yang dialami dan sebagai usaha pengatasan masalah yang berhubungan dengan emosional (Parrot, 1999; Komalasari dan Helmi, 2000).
Fakta tentang bahaya merokok yang sangat besar ternyata masih kurang dipahami oleh masyarakat luas di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Rokok lebih banyak memberi dampak negatif dibanding dampak positif. Beberapa dampak negatif merokok seperti dampak fisik yaitu kanker, diabetes, jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, asma, stroke, PPOK, diabetes, dan lain-lain (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013); dampak ekonomi yaitu biaya yang harus dikeluarkan perokok lebih besar (Wulandari & Santoso, 2012); dampak sosial yaitu rokok dapat membahayakan perokok pasif dan mempengaruhi teman, keluarga, dan rekan kerja (Wulandari & Santoso, 2012); serta dampak psikologis yaitu kecanduan mengkonsumsi merokok merupakan bentuk dari perilaku adiktif (Hamdan, 2015).
Banyak perokok yang mengaku bahwa berhenti merokok bukanlah hal yang mudah (Wulandari & Santoso, 2012), banyak perokok yang sudah mencoba berhenti merokok akan tetapi gagal dan yang lain mampu berhenti tetapi kembali merokok karena tidak dapat mempertahankannya (Sandek & Astuti, 2007), ada pula yang sudah memiliki niat untu berhenti namun masih mengulur waktu untuk memulai berhenti merokok. Dalam beberapa penelitian, terdapat banyak alasan yang membuat seseoran memutuskan untuk berhenti merokok atau melakukan upaya berhenti merokok seperti adanya dukungan dari keluarga besar, keyakinan untuk bisa berhenti merokok (Ardini & Hendriani, 2012), alasan kesehatan dan ingin hidup sehat, faktor organisasi keagamaan (Fawzani & Triratnawati, 2005), berbagai dampak yang sudah didapatkan, serta niat dan berkomitmen untuk tidak merokok (Wulandari & Santoso, 2012).
Keberhasilan seseorang dalam berhenti merokok ditentukan oleh besarnya niat (intensi) untuk berhenti karena intensi dapat secara akurat mampu memprediksi kecenderungan seseorang melakukan suatu perilaku dengan mengemukakan seberapa siap seseorang melakukan perilaku tertentu dan dianggap sebagai anteseden munculnya suatu perilaku (Ajzen, 1988; Sandek & Astuti, 2007; Caulfield, 2007). Ajzen dan Fishbein menyatakan bahwa hampir setiap perilaku manusia didahului oleh adanya intensi untuk berperilaku. Intensi dikatakan kuat dan berpotensi untuk
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 78
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
diwujudkan dalam suatu perilaku jika perilaku tersebut dinilai baik untuk dilakukan dan merasa mampu untuk mewujudkan perilaku (Ajzen, 1988). Intensi berhenti merokok merupakan keinginan kuat dari dalam diri individu untuk dapat menghentikan perilaku merokoknya dan dilakukan secara sadar (Sandek & Astuti, 2007). Prediktor ini dianggap penting sebagai upaya menghentikan kebiasaan merokok individu (Sandek & Astuti, 2007).
Intensi berhenti merokok terbentuk dari beberapa determinan seperti attitude toward behavior (sikap), subjective norms (norma subjektif), dan perceived behavioral control (kontrol perilaku) (Conner & Norman, 2003). Sikap merupakan fungsi dari keyakinan-keyakinan terhadap objek sikap, keyakinan positif terhadap objek akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek sikap dan sebaliknya. Norma subjektif berhubungan dengan norma sosial yang berpengaruh terhadap individu mengenai dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tertentu. Kontrol perilaku merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam mengatur setiap dorongan negatif yang timbul dari dalam diri diarahkan ke dorongan yang lebih sehat dan positif (Ajzen, 1985 dalam Sandek & Astuti, 2007). Ketiga komponen tersebut berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan muncul sebagai suatu perilaku.
Salah satu faktor yang mempengaruhi intensi berhenti merokok adalah self-efficacy (Kumalasari, 2014). Self-efficacy merupakan kepercayaan individu terhadap kemampuannya untuk melakukan dan mempertahankan periaku tententu dalam situasi tertentu (Spek, et al., 2013). Konsep self-efficacy dianggap sangat relevan untuk berhenti merokok, orang-orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan mereka cenderung lebih sering berhasil untuk dapat berhenti merokok dan lebih jarang kambuh setelah upaya berhenti karena self-efficacy adalah konstruksi psikologis yang penting dengan relevansi dan implikasi praktis untuk berhenti merokok (Spek, et al., 2013).
Penelitian yang pernah dilakukan pada perokok dewasa di Malaysia dan Thailand menemukan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi dan niat yang kuat untuk berhenti dapat membuat upaya untuk berhenti merokok (Li, et al., 2010). Individu dengan self-efficacy tinggi dapat menangani secara efektif situasi yang mereka hadapi dan yakin dapat melewati rintangan, tidak menghindari permasalahan, gigih, dan memiliki percaya diri yang tinggi (Septiady & Suhana, 2015). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tipe situational self efficacy, karena dinilai sebagai tipe yang paling menggambarkan self-efficacy pada perilaku berhenti merokok (Condiotte & Lichtenstein, 1981 dalam Dijkstra & Vries, 2000).
Perilaku yang muncul dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari individu maupun dari luar individu, dalam psikologi kesehatan dikenal dengan Health Locus of Control (HLC). Menurut Norman & Bennet (dalam Imanuel, 2008) HLC merupakan alat yang baik dalam memprediksi perilaku sehat individu apabila dikaitkan dengan penilaiannya terhadap kesehatan. HLC adalah derajat keyakinan seseorang apakah kesehatannya ditentukan oleh faktor internal (internal HLC) atau faktor eksternal (powerful others HLC dan chance HLC) (Wallston & Wallston, 1982). Internal HLC merupakan keyakian bahwa individu tersebut yang akan bertanggung jawab terhadap kesehatannya, powerful others HLC merupakan keyakinan bahwa kesehatan individu di kontrol oleh orang lain (dokter, keluarga, atau ahli kesehatan), dan chance locus of control merupakan keyakinan bahwa nasib turut mengontrol kesehatan individu (Wallston, Wallston, & DeVellis, 1978).
Prediktor HLC terbukti dapat mempengaruhi proses berhenti merokok (Stuart, Borland, & McMurray, 1994). HLC juga ditemukan berkorelasi dengan perilaku sehat seperti berhenti merokok (Kaplan & Cowless, 1978). Ketika seseorang memiliki HLC internal atau eksternal yang kuat dapat mempertahankan perubahan perilaku mereka, karena mereka memiliki sumber daya pribadi atau dukungan dari orang lain untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka (Stuart, Borland, & McMurray, 1994).
Penelitian ini memiliki lima hipotesis, yakni adanya hubungan antara self-efficacy dengan intensi berhenti merokok, adanya hubungan antara IHLC dengan intensi berhenti merokok, adanya hubungan antara PHLC dengan intensi berhenti merokok, adanya hubungan antara CHLC dengan intensi berhenti merokok, serta adanya hubungan antara self-efficacy dan health locus of control
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 79
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
dengan intensi berhenti merokok pada emerging adult. Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai hubungan antara self-efficacy dan healh locus of control dengan intensi berhenti merokok pada emerging adult, yang dapat digunakan untuk mengembangkan kajian psikologi klinis sebagai bagian dari ilmu psikologi klinis.
M E T O D E
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan tipe penelitian kuantitatif-eksplanatori. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel dependen yaitu intensi berhenti merokok; variabel independen 1 yaitu self-efficacy, dan variabel independen 2 yaitu health locus of control. Subjek dalam penelitian ini merupakan laki-laki atau wanita emerging adult berusia 18-25 tahun dan merupakan perokok aktif selama satu tahun ata lebih. Alat ukur yang digunakan yaitu intensi berhenti merokok yang disusun dari teori intensi perilaku oleh Warshaw & Davis (1985) dan telah ditranslasi oleh Caesaria, Monica I. (2017) sebanyak 12 aitem, Multidimensional Health Locus of Control (MHLC) oleh Wallston, Wallston, & DeVellis (1978) sebanyak 18 aitem, dan Smoking Abstinance Self Efficacy Questionnaire (SASEQ) milik Spek, et al., (2013) dan telah ditranslasi oleh Caesaria, Monica I. (2017) sebanyak 6 aitem. Teknik pengumpulan data menggunakan metode skala dalam bentuk kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi dengan menggunakan aplikasi bantuan SPSS 22.0 for Windows dan menggunakan korelasi dari spearman’s rho correlation.
H A S I L P E N E L I T I A N
Data Demografis Subjek
Subjek dalam penelitian ini merupakan laki-laki dan perempuan yang termasuk dalam
usia emerging adult dan merupakan seorang perokok aktif. Lokasi pengambilan datanya
bervariasi menurut teknik penelitiannya yaitu purposive sampling, peneliti mendapat
cukup banyak perokok berdomisili dari beberapa provinsi di Indonesia. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan 210 responden perokok yang memenuhi
kriteria. Subjek kemudian diklasifikasikan berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan,
domisili, dan kategori jumlah batang rokok perhari. Berikut merupakan gambaran profil
demografis subjek dalam penelitian ini:
Tabel 1. Karakteristik Demografis Partisipan Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Usia 18 Tahun 7 3,3 19 Tahun 19 9,0 20 Tahun 26 12,4 21 Tahun 70 33,3 22 Tahun 39 18,6 23 Tahun 21 10,0 24 Tahun 11 5,2 25 Tahun 17 8,1
Total 210 100,0 Jenis Kelamin Laki – Laki 176 83,8
Perempuan 34 16,2 Total 210 100,0
Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa 160 76,2 Bekerja 50 23,8
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 80
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
Total 210 100,0
Domisili Jawa Timur 162 77,1 DKI Jakarta 17 8,1 DI Yogyakarta 10 4,8 Jawa Barat 6 2,9 Bali 3 1,4 Gorontalo 2 1,0 Aceh 1 0,5 Banten 1 0,5 Jawa Tengah 1 0,5 Lampung 1 0,5 Maluku 1 0,5 Nusa Tenggara Barat 1 0,5 Nusa Tenggara Timur 1 0,5 Papua 1 0,5 Sumatera Barat 1 0,5 Sumatera Selatan 1 0,5
Total 210 100,0 Kategori
Pengguna Perokok Ringan 91 43,3
Perokok Sedang 91 43,3 Perokok Berat 28 13,4
Total 210 100,0
Uji Korelasi
Setelah melakukan uji asumsi diketahui bahwa data tidak berdistribusi normal
tetapi linier, sehingga menggunakan uji korelasi dengan menggunakan teknik korelasi
non-parametrik, yaitu Spearman’s Rho. Berikut merupakan tabel uji korelasi pada
penelitian ini:
Tabel 2. Uji Korelasi
Uji Korelasi Spearman’s Rho
Multiple Corelation
R2
Sig
Self-Efficacy dengan Intensi Berhenti Merokok
0,315 0,000
IHLC dengan Intensi Berhenti Merokok
0,178 0.010
PHLC dengan Intensi Berhenti Merokok
0,180 0,009
CHLC dengan Intensi Berhenti Merokok
-0,187 0,006
Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok
0,510 0,260 0,000
Variabel self-efficacy dengan intensi berhenti merokok memiliki signifikansi 0,000
dengan koefisien korelasi sebesar 0,315 yang artinya terdapat hubungan positif antar
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 81
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
kedua variabel dan besifat cukup kuat. Pada variabel HLC dengan intensi berhenti
merokok pada dimensi internal HLC memiliki nilai signifikansi 0,010 dengan koefisien
korelasi sebesar 0,178 yang artinya terdapat hubungan positif dan bersifat lemah;
powerful others HLC memiliki nilai signifikansi 0,009 dengan koefisien korelasi sebesar
0,180 yang artinya terdapat hubungan positif dan bersifat lemah; dan chance HLC memiliki
nilai signifikansi 0,006 dengan koefisien korelasi sebesar -0,187 yang artinya terdapat
hubungan negatif dan bersifat lemah.
Peneliti juga melakukan uji korelasi ganda untuk mengetahui hubungan antara
self-efficacy dan HLC dengan intensi berhenti merokok. Diketahui nilai signifikansi sebesar
0,000; dengan koefisien korelasi sebesar 0,510 yang artinya memiliki hubungan yang
signifikan dan bersifat kuat. Adapun koefisien determinasi R²=0,260 yang berate hanya
26% nilai variabel intensi berhenti merokok yang dapat dijelaskan secara langsung oleh
variabel self efficacy dan HLC. Sisanya harus dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang
tidak turut diteliti dalam penelitian ini.
D I S K U S I
Hubungan positif yang kuat pada variabel self-efficacy dan intensi berhenti
merokok menunjukkan bahwa individu emerging adult yang memiliki self-efficacy tinggi
juga akan memiliki intensi berhenti merokok yang tinggi, namun jika individu memiliki
self-efficacy yang rendah maka akan memiliki intensi berhenti merokok yang rendah.
Individu juga mempercayai kemampuanya untuk dapat melakukan dan mempertahankan
perubahan perilakunya seperti berhenti merokok dalam situasi tertentu.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Prochaska, dan kawan – kawan (1991), bahwa
individu yang memulai usaha untuk berhenti merokok memiliki self-efficacy yang lebih
besar. Self-efficacy yang tinggi mempunyai peran penting dalam meningkatkan pencapaian
individu dan merubah perilaku yang tidak diinginkan (Smith & Liehr, 2013 dalam
Elshatarat, dkk., 2016). Hal ini juga didukung oleh penelitian Li, dan kawan – kawan
(2010) di mana mereka melakukan penelitian perokok dewasa di negara Malaysia dan
Thailand, ditemukan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi dan niat kuat
untuk berhenti merokok akan lebih membuat upaya untuk berhenti merokok.
Hubungan positif pada dimensi IHLC dan intensi berhenti merokok menunjukkan
bahwa emerging adult yang memiliki kepercayaan internal yang tinggi maka akan memiliki
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 82
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
intensi berhenti merokok yang tinggi dengan mengandalkan diri mereka, begitu pun
sebaliknya. Mereka yang memiliki IHLC tinggi akan lebih aktif untuk bertanggung jawab
terhadap kesehatannya dan sebagai hasilnya mereka akan lebih peduli pada aktivitas yang
berkaitan dengan kesehatannya (Norman & Bennett, 1995), seperti berhenti merokok.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah & Rahmatika
(2017) bahwa individu dengan IHLC akan lebih memiliki keyakinan untuk mengontrol
perasaan-perasaan negatif dalam dirinya yang dapat mempengaruhi mereka untuk
merokok seperti perasaan marah, stress, dan depresi. Serta bagi individu yang memegang
kepercayaan HLC internal dan yang sangat menghargai kesehatan adalah yang paling
berhasil dalam mencapai dan mempertahankan perubahan dalam perilaku merokok
mereka (Kaplan & Cowless, 1978). Dengan begitu emerging adult yang memiliki keyakinan
internal yang tinggi dapat digunakan untuk memprediksi perilaku mereka melakukan
intensi berhenti merokok karena terkait dengan penilaian kesehatan mereka.
Hubungan positif pada dimensi PHLC dan intensi berhenti merokok ini
menunjukkan bahwa emerging adult yang memiliki kepercayaan powerful others yang
tinggi maka akan memiliki intensi berhenti merokok yang tinggi karena terdapat orang
lain (seperti: keluarga, teman, profesional kesehatan) yang turut menjaga perilaku mereka
agar mengarah pada kesehatan. Individu yang memiliki keyakinan ini percaya bahwa
orang lain dapat mempengaruhi keyakinan mereka dalam berperilaku (Norman & Bennett,
1995), seperti berhenti merokok. Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Tsalist
(2012 dalam Nurjanah & Rahmatika, 2017) menyatakan bahwa dukungan teman sebaya
mampu membuat seseorang menjadi memiliki keinginan untuk berhenti merokok,
disebabkan individu mempercayai bahwa teman sebaya memiliki kontribusi yang besar
terhadap perilaku sehatnya.
Dalam penelitian ini, dimensi CHLC memiliki hubungan negatif dengan intensi
berhenti merokok, yang artinya semakin tinggi keyakinan CHLC pada emerging adult maka
semakin rendah keinginan mereka untuk melakukan intensi berhenti merokok, dan
sebaliknya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan (Norman & Bennett, 1995), bahwa
individu dengan CHLC akan cenderung pasrah terhadap kesehatan dirinya, dengan tidak
terlalu memikirkan perilaku mereka karena mereka percaya apabila mereka ditakdirkan
sakit, mereka akan sakit dan apabila mereka ditakdirkan sembuh atau sehat, mereka akan
tetap sembuh atau sehat.
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 83
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
Bagi individu yang memiliki HLC eksternal juga cenderung kurang berhasil untuk
bisa berhenti merokok dan memiliki kecenderungan untuk kembali merokok. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2017) individu yang memiliki CHLC
tinggi cenderung kurang menunjukkan perilaku sehat karena mereka beranggapan bahwa
sehat atau tidak perilakunya, tidak turut mempengaruhi besar terhadap kesehatannya.
Selain itu, penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Norman, dkk., (1998
dalam Armitage, 2003) di mana chance health locus of control merupakan prediktor yang
signifikan terhadap perilaku merokok.
Dari ketiga dimensi health locus of control semuanya memiliki hubungan yang
lemah dengan intensi berhenti merokok, baik yang memiliki hubungan positif maupun
negatif. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Norman, Bennett, Smith, dan Murphy
(1998 dalam Armitage, 2003) bahwa peran HLC dalam memprediksi perilaku kesehatan
adalah salah satu yang lemah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki
IHLC, atau PHLC, atau CHLC merasa bahwa bukan hanya mereka sendiri, orang lain,
maupun takdir menjadi pemegang kendali atas kesehatan mereka, akan tetapi health locus
of control juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan budaya,
demografis, dan kondisi kesehatan (Lawson, Waddell, & Webb, 2011); sedangkan intensi
berhenti merokok juga dapat dipengaruhi oleh faktor kesehatan, ekonomi, dukungan
keluarga, larangan merokok, pengaruh lingkungan, dan self-efficacy (Kumalasari, 2014).
Hubungan kuat dan bersifat positif pada variabel self-efficacy dan HLC dengan
intensi berhenti merokok, menunjukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy dan HLC pada
emerging adult maka semakin tinggi pula intensi berhenti merokok, begitu pun sebaliknya.
Menurut Norman dan Bennet (dalam Imanuel, 2008) health locus of control merupakan
alat yang baik dalam memprediksi perilaku individu yang berkaitan dengan kesehatan
apabila dikaitkan dengan penilaian terhadap kesehatan. Self-efficacy juga dapat
memprediksi perilaku sehat, seperti berhenti merokok (Smith & Liehr dalam Elshatarat,
dkk., 2016).
Sejalan dengan penelitian Stuart, Borland, & McMurray (1994), menyatakan bahwa
individu yang memiliki self-efficacy dan HLC internal yang tinggi akan cenderung membuat
upaya karena mereka percaya bahwa mereka dapat merubah perilaku mereka dan percaya
pada kemampuan mereka untuk melakukan upaya berhenti merokok, sebaliknya untuk
seseorang yang mempunyai HLC eksternal, mereka akan cenderung bergantung pada
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 84
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
lingkungan atau orang lain untuk merubah perilaku mereka dengan membuat upaya
berheti merokok.
Keterbatasan tidak dapat hadir dalam pengisian kuesioner, sehingga penulis tidak
dapat mengontrol kuesioner yang dibagikan. Hal tersebut membuat subjek tidak dapat
mengajukan pertanyaan mengenai aitem yang mungkin tidak mereka mengerti. Selain itu
dalam penelitian ini peneliti tidak memilih subjek yang sedang berusaha untuk berhenti
merokok akan tetapi hanya sebatas perokok aktif yang telah merokok selama satu tahun
atau lebih.
S I M P U L A N
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa adanya
hubungan yang cukup kuat pada self-efficacy dengan intensi berhenti merokok
menunjukkan bahwa emerging adult mempercayai kemampuanya untuk dapat melakukan
dan mempertahankan perubahan perilakunya seperti berhenti merokok dalam situasi
tertentu. Hubungan yang lemah antara seluruh dimensi health locus of control dengan
intensi berhenti merokok pada emerging adult menunjukkan bahwa individu merasa
bukan hanya mereka sendiri, orang lain, maupun takdir menjadi pemegang kendali atas
kesehatan mereka, akan tetapi terdapat faktor-faktor eksternal lainnya; dari ketiga
dimensi dalam health locus of control diketahui bahwa dimensi internal health locus of
control yang paling mampu dapat memprediksi keberhasilan dalam mencapai dan
mempertahankan perubahan dalam perilaku merokok seseorang. Selain itu, adanya
hubungan yang kuat antara self-efficacy dan health locus of control dengan intensi berhenti
merokok pada emerging adult menunjukkan bahwa individu merasa bahwa ketika mereka
sangat mempercayai kemampuan mereka untuk dapat berhenti merokok dan memiliki
kontrol internal atau eksternal yang kuat akan mampu menghentikan kebiasaan merokok
mereka.
Saran untuk penelitian selanjutnya, peneliti diharapkan mencari faktor yang paling
signifikan terhadap intensi berhenti merokok khususnya bagi emerging adult, dan
melakukan uji coba alat ukur MHLC sebelum melakukan penelitian agar mendapat kualitas
aitem yang lebih baik. Para perokok yang ingin berhenti juga diharapkan untuk
menguatkan niatnya dalam berhenti merokok, dengan mengandalkan diri sendiri sebagai
pengontrol utama bagi kesehatan atau meminta bantuan orang lain (keluarga, teman,
dokter), serta harus yakin terhadap diri sendiri bahwa mampu untuk berhenti terlepas
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 85
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
dalam kondisi apapun dan di mana pun. Selain itu, bagi profesional kesehatan bisa
melakukan promosi kesehatan ke masyarakat luas secara berkelanjutan, terlebih bagi
perokok yang sedang berusaha berhenti merokok dengan model psikologis health belief
model sebagai bentuk prevensi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk membentuk
perilaku sehat seperti berhenti merokok.
P U S T A K A A C U A N
Ajzen, I. (1988). Attitudes, Personality, and Behavior. England: Open University Press. Ardini, R. F., & Hendriani, W. (2012). Proses Berhenti Merokok Secara Mandiri pada
Mantan Pecandu Rokok dalam Usia Dewasa Awal. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Vol. 1, No. 2.
Armitage, C. J. (2003). The Relationship Between Multidimensional Hralth Locus of Control and Perceived Behavioural Control: How Are Distal Perceptions of Control Related to Proximal Perceptions of Control? Psychology and Health, Vol. 18, No. 6, pp. 723-738.
Arnett, J. J. (2000). Emerging Adulthood: A Theory of Development from the Late Teens Through the Twenties. American Psychologist, 55 (5), 469-480.
Arnett, J. J. (2004). Emerging Adulthood: The Winding Road from The Late Teens Through The Twenties. New York: Oxford University Press.
Arnett, J. J. (2005). The Developmental Context of Substance Use In Emerging Adulthood. Journal of Drug Issues, 235-254.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Caesaria, M. I. (2017). Hubungan antara Efikasi Diri dengan Intensi Berhenti Merokok pada Dewasa Muda. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Caulfield, B. (2007). The Theory of Planned Behaviour. Retrieved from Trinity College Dublin: http://www.tcd.ie/civileng/Staff/Brian.Caulfield/T2%20-%20Transport%20Modelling/The%20Theory%20of%20Planned%20Behaviour.pdf
Conner, J. C., & Norman, P. (2003). Predicting Health Behavior: Research and Practice with Social Cognition Models 2nd ed. UK: Open University Press.
Diemert, L. M., Bondy, S. J., Brown, K. S., & Manske, S. (2013). Young Adult Smoking Cessation: Predictors of Quit Attempts and Abstinance. American Journal of Public Health, 103, 449-453.
Dijkstra, A., & Vries, H. D. (2000). Self-efficacy expectations with regard to different tasks in smoking cessation. Psychology and Health, 15, 501-511.
Elshatarat, R. A., Yacoub, M. I., Khraim, F. M., Saleh, Z. T., & Afaneh, T. R. (2016). Self-efficacy in treating tobacco use: A review article. Proceedings of Singapore Healthcare, Vol. 25(4) 243–248.
Fawzani, N., & Triratnawati, A. (2005). Terapi Berhenti Merokok (studi kasus perokok berat). Makara, Kesehatan, 15-24.
Hamdan, S. R. (2015). Pengaruh Peringatan Bahaya Rokok Bergambar pada Intensi Berhenti Merokok. Vol. 31, No. 1. (241-250).
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 86
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
Imanuel, A. (2008). Hubungan antara Persepsi Kematian dengan Health Seeking Behavior Penderita Penyakit Jantung Koroner. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Kaplan, G. D., & Cowless, A. (1978). Health Locus of Control and Health Value in the Prediction of Smoking Reduction. Health Education & Behavior, 6: 129.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan.
Komalasari, D., & Helmi, A. F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja . Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, Vol.3 No.1.
Kumalasari, I. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berhenti Merokok pada Santri Putra Kabupaten Kudus. Laporan Penelitian.
Lawson, J. M., Waddell, E. L., & Webb, A. K. (2011). Predictor of Health Locus of Control in Older Adults. Springer Science & Business Media, 173-183.
Li, L., Borland, R., Yong, H.-h., Fong, G. T., Bansal-Travers, M., Sirirassamee, B., . . . Fotuhi, O. (2010). Predictors of smoking cessation among adult smokers in Malaysia and Thailand: Findings from the International Tobacco Control Southeast Asia Survey. Nicotine & Tobacco Research, S34-S44.
Neuman, W. L. (2007). Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches (2nd Edition). Boston: Pearson Education.
Norman, P., & Bennett, P. (1995). Predicting Health Behavior. Buckingham: Open University Press.
Nurjanah, N., & Rahmatika, R. (2017). Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control pada Mahasiswa Keperawatan. SCHEMA, Vol. 3, No.2, 116-127.
Parrott, A. C. (1999). Does Cigarette Smoking cause Stress? American Psychologist Associaton, Vol 54 (10).
Prochaska, J. O., Velicer, W. F., & Guadagnoli, E. (1991). Patterns of change: Dynamic typology applied to smoking cessation. Multivariate Behavioral Research, 27, 83-107.
Rahmatika, R. (2017). Health Locus of Control pada Mahasiswa Kedokteran yang Merokok. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan, Vol 3, No.1, 112-120.
Sandek, R., & Astuti, K. (2007). Hubungan Antara Sikap Terhadap Perilaku Merokok dan Kontrol Diri dengan Intensi Berhenti Merokok.
Septiady, Y. A., & Suhana. (2015). Hubungan Antara Health Locus Of Control dengan Self-Efficacy pada Pasien Gagal Ginjal Akut yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Psikologi.
Spek, V., Lemmens, F., Chatrou, M., Kempen, S. V., Pouwer, F., & Pop, V. (2013). Development of a Smoking Abstinence Self-Efficacy Questionnaire. Intj.J. Behav, Med, 20, 444-449.
Stuart, K., Borland, R., & McMurray, N. (1994). Self-Efficacy, Health Locus of Control, and Smoking Cessation. Addictive Behaviors, Vol. 19, No.1 (1-12).
Wallston, K. A., & Wallston, B. S. (1982). Who is Responsible for Your Health: The Construct of Health Locus of Control. Social Psychology of Health and Illness, 65-95.
Wallston, K. A., Wallston, B. S., & DeVellis, R. (1978). Development of the Multidimensional Health Locus of Control (MHLC) Scales. Health Education Monographs, Vol. 6 No. 2 (160-170).
Warshaw, P. R., & Davis, F. D. (1985). Disentangling Behavioral Expectation and Behavioral Expectation. Journal of Experimental Social Psychology, 21, 213-228.
Hubungan antara Self-Efficacy dan Health Locus of Control dengan Intensi Berhenti Merokok pada Emerging Adult 87
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2019, Vol. 8, pp. 76-87
White, H. R., & Jackson, K. (2005). Social and Psychological Influences on Emerging Adult Drinking Behavior. Alcohol Research & Health, 28 (4), 182-190.
World Health Organization. (2011). Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Jakarta: National Institute of Health Research and Development Ministry of Health.
Wulandari, C. I., & Santoso, A. (2012). Pengalaman Menghentikan Kebiasaan Merokok pada Mantan Perokok. Jurnal Nursing Studies, Vol. 1, No. 1, (36 – 42).