1
Perlukah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) IV ?
Teguh Fayakun Alif,ST dan Dr.-Ing. Khafid
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) – BAKOSURTANAL
Jl.Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911
Telp. 081394910736 / 021 – 87901255
INTISARI
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) merupakan konsensus yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah no 37 tahun 2002, dengan membagi wilayah Indonesia untuk dilewati oleh 3 jalur ALKI dengan adanya keputsan IMO pada sidang Marine Safety Comitte ke-69. Pada 30-31 Mei 2008 berlangsung The 7th IISS Asia Security Summit Shangri-La Dialogue di Singapura yang merupakan wadah pertemuan informal tahunan para Menteri Pertahanan Asia Pasifik. Salah satu pembicara tetap dalam kegiatan itu adalah Menteri Pertahanan AS, pada pidatonya AS mendesak Indonesia untuk menetapkan segera ALKI Timur - Barat, ALKI IV yang membentang dari laut Arafuru – laut Jawa(Ali Helvas,2008). Menindak lanjuti hal tersebut terdapat wacana dalam suatu forum diskusi antar instansi pemerintah dan nara sumber ahli hukum laut Indonesia untuk melengkapi Alur Laut Kepulauan Indonesia dengan jalur baru, yang menghubungkan ALKI I dan ALKI II melalui perairan laut Jawa. Oleh karena itu dalam rangka mengkaji, layak tidaknya jalur ALKI baru tersebut diperlukan beberapa kajian dari sisi geospasial, pertahanan keamanan, ekonomi, politik.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan perlu tidaknya jalur ALKI baru di perairan Laut Jawa.
Kata kunci : ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia), ALKI Timur-Barat, geospasial, pertahanan keamanan, ekonomi, politik.
Pengantar
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan posisinya yang strategis terletak di
antara 2 benua, Asia dan Australia, serta di antara 2 samudera yaitu samudera Hindia
dan samudera Pasifik. Dengan Jumlah pulau lebih dari 17.0001 dan wilayahnya secara
umum kurang lebih 70% terdiri dari lautan. Pemerintah Indonesia telah
mendeklarasikan Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang isinya “…
berdasarkan pertimbangan, maka pemerintah Indonesia menyatakan segala perairan di
sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau termasuk negara Indonesia
1 Sampai saat ini sedang dilaksanakan verifikasi penamaan rupabumi, yang diperoleh hasil yaitu 13.427 pulau yang bernama di Indonesia. Hasil ini merupakan kerja tim verifikasi antar instansi ; Bakosurtanal, Kementerian Dalam Negeri,Dishidros-TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemda
2
dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian bagian yang wajar
daripada wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia ..‘’.
Gambar 1. Peta kedaulatan NKRI setelah Deklarasi Juanda’57
Pemerintah Indonesia pada tahun 1982 ikut aktif dalam konvensi Hukum Laut
Internasional, UNCLOS (United Nations Covention on the Law of the Sea) dan
dipertegas lagi dengan meratifikasinya melalui UU No 17, tahun 1985. Dengan telah di
berlakukannya UNCLOS, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan yang utuh
sesuai pada Bab IV UNCLOS 1982, yang isinya tentang prinsip dan ketentuan Hukum
Internasional, yang melandasi ‘suatu negara kepulauan dipandang sebagai sesuatu
kesatuan wilayah negara yang utuh’. Sebagai konsekuensinya, maka Indonesia
diwajibkan memberikan akses hak lintas damai sesuai dengan UNCLOS 1982 pasal 53
ayat 9, yang isinya ‘’...dalam menentukan atau mengganti skema pemisah lalu lintas,
suatu negara kepulauan harus mengajukan usul kepada organisasi internasional yang
berwenang dengan maksud untuk diterima...’’ Sesuai dengan ketentuan itu, Indonesia
mempunyai kewajiban untuk menyediakan jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia).
Pengaturan mengenai hak lintas damai dan hak lintas alur kepulauan diatur dalam UU
No. 6 Tahun 1996, yaitu selain untuk menjamin kepentingan pelayaran internasional
dan kepentingan keamanan, ketertiban dan perdamaian Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Hasibuan R, 2002). Sehingga pemerintah Indonesia telah mengajukan 3 jalur
ALKI yang diajukan ke IMO (International Maritim Organization). Melalui sidang
3
Maritime Safety Commitee ke-69 (MSC-69) pada tanggal 19 Mei 1998, dan akhirnya
rencana ini akhirnya diterima oleh IMO.
Implementasinya ditetapkanlah Peraturan pemerintah no 37 tahun 2002, yang isinya
memberikan kepastian hukum penetapan ALKI menjadi 3 jalur (lihat gambar 2), yaitu ;
ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram
(Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku, Samudera Pasifik
ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke ALKI III-A
Gambar 2. Peta Jalur ALKI di Indonesia
Meskipun Indonesia telah menyediakan 3 jalur lintas damai yang menghubungkan
samudera Hindia dan samudera Pasifik serta laut Cina Selatan,tetapi negara-negara
barat yang diprakarsai Amerika Serikat menginginkan tambahan ALKI IV yang
menghubungkan dari timur ke barat melalui laut Jawa. Keinginan ini disampaikan
menteri pertahanan Amerika Serikat pada forum The 7th IISS Asia Security Summit
Shangri-La Dialogue di Singapura tahun 2008(Ali Helvas,2008)
Diskusi mengenai perlu tidaknya ALKI IV sering dilakukan oleh para pakar Indonesia
di bidang hukum laut dengan Instans-instansi pemerintah terkait. Pada tahun 2009,
A B C
4
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan - Bakosurtanal bekerjasama dengan
P20-LIPI melakukan survei hidrografi untuk kajian ALKI IV yang membentang dari
timur ke barat dengan menghubungkan ALKI II dan ALKI I. Survei dilaksanakan
dengan kapal Baruna Jaya VIII yang dikelola P2O LIPI, pada 7 – 27 agustus 2009.
Survei dilakukan berdasar jalur yang telah ditetapkan (gambar 3).
Gambar 3. Jalur survei hidrografi untuk kajian ALKI
Pelaksaan Survei
Lokasi survei telah direncakan berdasarkan hasil Desktop Study dari data-data
penunjang. Survei dimulai dari pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara. Kemudian kapal
memasuki jalur ALKI I hingga titik paling barat kemudian kapal akan belok ke timur
hingga terkoneksikan dengan jalur ALKI II. Pada pengukuran pertama ini line survei
yang diambil merupakan centerline dan sepanjang center line ini diambil juga CTD
sebanyak 24 kali pada posisi yang berbeda sesuai dengan panjang jalur survei. Setelah
melintas hingga batas paling timur, survei diarahkan ke arah barat dengan metode
pengukuran per blok dengan jumlah 13 blok (Teguh F.Alif dkk, 2009)
Wahana dan Peralatan
Wahana yang digunakan yaitu Kapal Baruna Jaya VIII, yang dikelola oleh P2O LIPI
dan dilengkapi peralatan Multibeam Echosounder EM 1002, CTD, dan GPS.
5
Gambar 4. Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang dikelola P2O LIPI digunakan untuk survei batimetri dengan Multibeam Echosounder dan positioning D-GPS
Spesifikasi peralatan SIMRAD Multibeam EM1002 seperti berikut.
Jenis : Multibeam, 111 beams, Hull Mounted Transducer
Frekuensi dan kedalaman : 95 kHz / 3 – 1000 meter
Lingkupan : lebih dari 7.4 x kedalaman target
Software : - Data Logging : Seafloor Information System
- Post Processing : Neptune for Windows
- Processing : CFLOOR 6.3
Gambar 5. Sistem Multibeam Echosounder SIMRAD EM-1002
Sedangka penentuan posisi menggunakan Trimble DSM 132 dan sistem koreksi dari
satelit menggunakan OmniStar dengan ketelitian submeter atau kurang dari 1 meter,
Gambar 6. Sistem penentuan posisi D-GPS pada kapal Baruna Jaya VIII
6
Hasil Pengukuran Multibeam Echosounder
Pada saat pengolahan, data dibagi lagi menjadi 25 blok.Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan kedalaman sepanjang jalur survei dan memudahkan pengolahan data dalam
melakukan koreksi SVP dan pasut.
Gambar 7. Data hasil Multibeam Echosounder SIMRAD EM-1002
Survei Hidrografi dilakukan untuk menyapu area sepanjang line survei, mulai dari ujung
point yang paling timur (06° 21' 46" S ; 116° 56' 14"BT) hingga konek dengan ujung
point paling barat (04° 26' 9" S ; 108° 20' 7"BT). Salah satu contoh data blok I hasil
pengolahan dengan Cfloor
Gambar 8. Hasil Pengukuran Bathimetri pada blok I ujung paling timur
7
Analisis kajian ALKI IV dari timur ke barat
Perlukah jalur ALKI IV di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kajian
lebih mendalam dilihat dari berbagai aspek. Akan tetapi yang akan kita kaji dalam
tulisan ini adalah kajian ALKI IV dari aspek peraturan (yudridis) dan aspek spasial
data-data yang ada di lapangan.
Aspek Peraturan (yuridis)
Peraturan mengenai penentuan jalur ALKI baru diatur lebih lanjut dalam UNCLOS’82
pasal 53 ayat 1, yaitu ” suatu Negara Kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute
penerbangan yang cocok untuk digunakan lintas kapal dan pesawat udara asing yang
terus menerus langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairannya dan
laut teritorial yang berdampingan dengannya. Selain alur kepulauan, Negara
Kepulauan dapat menetapkan skema pemisah lintas untuk keperluan lintas kapal yang
aman melalui terusan yang sempit dalam alur laut kepulauan”. Namun dalam
penentuan ALKI ini tidak diwajibkan. Pemerintah Indonesia boleh saja tidak
menentukan ALKI - nya tapi yang konsekuensinya, semua kapal internasional
diperbolehkan melewati jalur-jalur navigasi yang sudah normal digunakan dalam
pelayaran dunia (routes normally used for international navigation) (UNCLOS’82 pasal
53 ayat 12).
Apabila Pemerintah Indonesia telah menentukan ALKI, maka kapal internasional
yang akan melewati jalur ALKI tersebut harus mengikuti jalur yang sudah tentukan.
Tidak boleh lagi bercabang dalam bernavigasi atau menyisir area ke daratan sesuai rute-
rute pelayaran yang terdahulu. Kapal internasional tersebut wajib mematuhi jalur
yang sudah ditetapkan.
Misalnya dalam menentukan jalur ALKI timur – barat atau ALKI IV. Selama ini, rute
pelayaran melalui laut jawa banyak cabangnya, seperti di pulau Bawean. Kapal boleh
berlayar di utara Bawean dan ada pula yang melintasi jalur di selatan pulau Bawean.
Nah, apabila tidak ditentukan ALKI timur – barat atau ALKI IV, maka semua kapal
internasional berhak melewati semua area pada jalur tersebut. Akan tetapi, apabila
telah ditentukan jalur ALKI IV ini, kemudian kita usulkan ke PBB bahwa jalur kapal
8
harus melalui sebelah utara pulau Bawean, maka semua kapal internasional yang
melewati laut jawa wajib melalui rute diutara pulau Bawean tersebut.
Terkait dengan keuntungan dan kerugian ALKI IV (ALKI timur – barat), yang butuh
jalur ALKI tersebut kelihatannya negara Amerika, Inggris atau Australia dimana
terdapat kepentingan militer ataupun perdagangan. Akan tetapi sebetulnya, yang
memerlukan jalur ALKI IV itu adalah Negara Indoneisa. Bagi Negara-negara besar
tersebut, tanpa adanya ketentuan jalur ALKI IV, kapal-kapal mereka sesukanya dapat
melewati area dimana aja selama jalur tersebut belum ditetapkan. Namun apabila jalur
ALKI IV itu ditentukan,tentunya negara-negara asing akan menghormatinya dengan
hanya melewati jalur ALKI IV yang telah ditetapkan tersebut. Sehingga bisa dilihat
dari sisi hukum internasional, dibukanya rute itu akan menguntungkan kita Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang utuh.
Aspek Spasial
Jalur pelayaran dunia pada saat ini berkorelasi dengan kepentingan dagang Negara-
negara maju, Dari asia timur ke eropa hingga amerika (Gambar 9), hampir 90%
perdagangan Internasional diangkut melalui jalur laut. Dari 40% perdagangan
Internasional itu semuanya melewati jalur ALKI.
Gambar 9. Jalur lintas perdagangan Internasional (Son Diamar,2010)
9
Akan tetapi apakah kapal Internasional itu telah sesuai melewati jalur ALKI yang telah
ditetapkan? Dapat dilihat bahwa selain melwati jalur ALKI yang telah ditetapkan, kapal
tersebut juga melewati jalur timur ke barat dimana jalur ini belum ditetapkan secara
resmi sebagai jalur ALKI IV
Gambar 10. Jalur lintas pelayaran di asia pasifik yang meleati Indonesia (Son Diamar,2010)
Selain itu dapat juga dilihat pada website NOAA(national geophysical and atmospheric
administration) http://map.ngdc.noaa.gov/website/mgg/trackline/viewer.htm.
Gambar 11. Data batimetri lintasan jalur kapal yang melewati jalur timur- barat
China
India
Australia
Indonesia
Japan
SundaTorres
Lombok
Tsugaru
MalaccaMakassar
Pacific Ocean
Indian Ocean
Equidistant Conic Projection
Sout
h Chi
na S
ea
Jalur pelayaran di luar jalur ALKI
10
Dari gambar 11, dapat dilihat bahwa kapal-kapal asing tersebut telah melewati jalur
timur – barat alur laut kepulauan di wilayah Indonesia. Dikarenakan belum adanya
aturan ALKI IV tersebut sehingga kapal-kapal tersebut bebas melewati jalur mana saja.
Seperti dalam gambar 11, jarak lintasan kapal terdekat paling selatan dengan Jepara,
Jawa Tengah yaitu 22,19 Km sedangkan jarak lintasan terdekat paling utara dengan
pantai di Kalimantan tengah yaitu 80.46 Km.
Kesimpulan dan Saran
Mengenai perlu tidak nya jalur ALKI IV di perairan Laut Jawa yang menghubung timur
ke barat, perlu dikaji dari berbagai aspek, Tetap berdasarkan data spasial dan analisa
tentang peraturan UNCLOS 1982, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
• Sebelum adanya ALKI IV timur- barat maka semua kapal-kapal Internasional
berhak melewati perairan utara laut Jawa tanpa dibatasi jalur pelayarannya dan
mengikuti rute pelayaran Internasional yang biasa digunakan.
• Dari hasil survey batimetri jalur ALKI timur- barat terdapat variasi kedalaman
sepanjang jalur survey ALKI, di wilayah barat dekat jalur ALKI I kedalaman
antara 35 – 45 m, sekitar area tengah daerah survey utara jawa tengah kedalaman
antara 50 – 60 m, sedangkan di wilayah timur dekat jalur ALKI II kedalaman
antara 60 – 600 m.
• Terdapat anomali kedalaman pada area di sekitar utara Pulau Bawean, menurut
data peta navigasi DISHIDROS terdapat gugusan karang di wilayah tersebut dan
hal tersebut sama persis dengan data hasil survey yang menunjukan potensi
terdapat gugusan karang dengan kedalaman paling dangkal hanya 14 m.
• Perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai kebutuhan jalur ALKI IV timur –
barat yang menghubungkan jalur ALKI I dan jalur ALKI II,dikarenakan
berbagai kepentingan terutama aspek pertahanan keamanan dan ekonomi.
Daftar Pustaka
UNCLOS 1982, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut,
Departemen Luar Negeri, Direktorat Perjanjian Internasional, Jakarta 24
November 1983.
11
IHO,(2002), IHO standards, for Hydrographic Surveys 4th Edition, Special
Publication No 44.
BAKOSURTANAL, (2004), NPPSS Survei Hidrografi.
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan-Bakosurtanal, (2009),
Laporan Survei Hidrografi untuk Kajian ALKI di perairan Laut Jawa.
Djalal Hasjim, Perjuangan Indonesia Di Bidang Hukum Laut, Binacipta,
Bandung, 1978.
Son Diamar, Mewujudkan Negara kepulauan yang maju,kuat dan mandiri, 2010
Helvas Ali, AS tetap tuntuy alki timur-barat, 2008
Rosmi Hasibuan, Hak lintas damai (right of innocent passage) dalam pengaturan
hukum laut internasional, 2002
http://portalmaritimindonesia.blogspot.com/2010_04_16_archive.html
http://stayaware.wordpress.com/2007/11/25/ada-apa-dengan-strategi-
pertahanan-indonesia/
http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7720
http://www.indonesiapusaka.info/alur-laut-kepulauan-indonesia-alki/
http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Gelar%20Pertahanan%2
0Indonesia%20%5Bpower%20point%5D%20-%20Andi%20Widjajanto.pdf
http://bahtiarhs.net/2009/02/justru-di-laut-kita-tidak-jaya/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0806/13/opi01.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Djuanda