7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Empati
1. Pengertian Empati
Empati perlu ditanamkan dan diterapkan terhadap siswa.
Berempati dapat menjadikan siswa memiliki keinginan untuk menolong
sesama, memahami perasaan orang lain serta menghargai serta
menghormati orang lain. Pernyataan tersebut diperkuat Carkhuff (dalam
Budiningsih, 2004: 47) mengartikan empati ialah“kemampuan untuk
mengenal, mengerti, dan merasakan perasaan orang lain dengan
ungkapan verbal dan perilaku, dan mengkomunikasikan pemahaman
tersebut kepada orang lain”. Berbeda dengan pernyataan tersebut di atas,
Baron (dalam Howe 2015: 16) menyatakan jika empati dapat
didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mengidentifikasi apa yang
sedang dipikirkan atau dirasakan oleh orang lain dalam rangka untuk
merespon pikiran dan perasaan mereka dengan sikap yang tepat”.
Konsep empati di atas, dapat dimaknai bahwa dengan
menerapkan empati, siswa memiliki keinginan untuk memahami
perasaan orang lain serta menghormati dan menghargai orang lain. siswa
tidak hanya menerapkan empati ketika di sekolah saja namun juga dalam
lingkungan sosialnya. Empati tidak hanya sebatas mengerti perasaan
orang lain saja, namun juga memahami keadaan orang lain dan mampu
7
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
8
mengkomunikasikan pemahaman tersebut dengan baik sehingga
seseorang merasa diperhatikan dan mengerti keadaannya.
Empati dalam diri siswa akan semakin meningkat bila selalu
diasah dan ditanamkan sedari dini sehingga dapat membentuk
kepribadian siswa menjadi lebih baik sejalan dengan hal ini, Sholehhudin
(dalam Danim, 2010: 219) berpendapat bahwa:
Rasa empati dapat kita lakukan asalkan kita memiliki kemauan
untuk itu, kapan saja dan dimana saja kita berada. Rasa empati
pada seseorang harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut
sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang,
tergantung dari lingkungan yang membentuknya. Empati
berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tidak heran
kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang,
memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu, dan
memahami perasaan orang lain, manusia akan menjadi egois,
hidup soliter, tidak toleran, bahkan mungkin kejam.
Pengertian empati diatas, dapat artikan bahwa empati adalah suatu
kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, memahami, serta
merasakan perasaan orang lain yang disertai dengan ungkapan dan
tindakan. Berempati dapat membuat seseorang menjadi lebih peduli dan
memahami keadaan di sekitarnya, mampu menghargai dan menghormati
perasaan orang lain serta adanya keinginan untuk menolong sesama.
Orang yang memiliki empati yang baik dapat dilihat berdasarkan
perilaku atau tindakannya, hal ini sejalan dengan pernyataan Borba
(2008: 21) bahwa “anak yang memiliki empati akan menunjukkan sikap
toleransi, kasih sayang, memahami kebutuhan orang lain, mau membantu
orang yang sedang kesulitan, lebih pengertian, penuh kepedulian, dan
lebih mampu mengendalikan kemarahannya”.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
9
Pernyataan empati di atas, dapat dimaknai bahwa seseorang yang
memiliki empati yang baik dapat dilihat dari sikapnya terhadap orang
lain. Orang yang memiliki empati, mampu memahami perasaan orang
lain dengan baik, lebih peka terhadap keadaan orang disekitarnya serta
memiliki keinginan untuk menolong dan membantu orang yang sedang
membutuhkan.
Empati dapat dijadikan sebagai sarana untuk membuat hubungan
sosial dengan orang lain menjadi baik. Berempati dapat membuat
seseorang lebih memahami perasaan orang lain sehingga konflik dalam
lingkungan sosial dapat terhindarkan. Pedersen (dalam Ioannidou 2008:
119) menyatakan bahwa:
Empathy and confidence are the basis on which any effective
relationship, understanding and communication can be built. They
are crucial in developing ideas and solutions, in problem solving,
effective communication and avoiding or preventing conflicts.
Empathy is an important capability, which all people must
develop in order to progress and continue with their life
Pengertian empati di atas, dapat di maknai bahwa berempati dapat
dijadikan sebagai dasar untuk membuat hubungan sosial dengan orang
lain menjadi baik. Berempati dapat membuat seseorang menjadi lebih
peka dan peduli teradap orang lain, memahami permasalahan orang lain
sehingga dapat mencegah dan mengihindari konflik dalam hubungan
sosial di lingkungannya.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
10
2. Indikator Empati
Berempati tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami
perasaan orang lain semata, tetapi harus dinyatakan secara verbal dan
dalam bentuk tingkah laku. Tiga tahap dalam berempati menurut Gazda
(dalam Budiningsih, 2004: 48) adalah:
a. Tahap pertama, mendengarkan dengan seksama apa yang
diceritakan orang lain, bagaimana perasaannya, apa yang
terjadi pada dirinya.
b. Tahap kedua, menyusun kata-kata yang sesuai untuk
menggambarkan perasaan dan situasi orang tersebut.
c. Tahap ketiga, menggunakan susunan kata-kata tersebut untuk
mengenali orang lain dan berusaha memahami perasaan serta
situasinya.
Indikator empati tersebut di atas, dapat di maknai bahwa
berempati terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan yaitu
memahami perasaan orang lain dan menjadi pendengar yang baik ketika
orang lain sedang berbagi cerita tentang permasalahannya. Memberikan
respon berupa kata-kata atau ungkapan yang dapat menggambarkan
situasi orang tersebut dan memahaminya sehingga orang lain akan
merasa didengarkan serta di mengerti perasaannya.
3. Faktor Penunjang dan Penghambat Empati
Empati sangat diperlukan oleh manusia agar dapat bersosialisasi
secara baik dengan orang lain. Dalam berempati terdapat faktor
penunjang dan penghambat untuk melakukannya. Sejalan dengan ini,
Borba (2008: 17) menjelaskan secara khusus faktor penunjang dan
penghambat dalam berempati seperti:
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
11
a. Faktor Penghambat Empati
1) Ketidakhadiran orang tua secara formal, banyaknya orang
tua yang bekerja membuat mereka tidak memiliki waktu
untuk bermain bersama dengan anaknya.
2) Ketiadaan keterlibatan ayah.
3) Kekerasan di media, adanya acara televisi, video,
permainan dan internet yang menunjukkan kekerasan,
kejahatan dan kekejaman dapat memengaruhi perilaku
anak.
4) Ketabuan mengungkapkan perasaan pada anak laki-laki,
orang tua lebih sering mendiskusikan perasaan dan
mengungkapkan emosinya kepada anak perempuan
mereka..
5) Kekerasan diusia balita.
b. Faktor Penunjang Empati
Untuk meningkatkan empati dalam diri seseorang perlu
adanya faktor – faktor penunjang yang dapat menyebabkan
empati menjadi meningkat. Berikut ini terdapat faktor-faktor
penunjang empati yaitu:
1) Usia, sejalan dengan meningkatnya usia anak maka
kemampuan memahami perspektif orang lain juga
meningkat sehingga semakin bertambahnya usia anak
cenderung lebih berempati.
2) Gender, anak lebih berempati pada teman yang memiliki
persamaan gender karena dianggap memiliki banyak
persamaan.
3) Intelegensia, anak yang cerdas biasanya lebih mampu
menempatkan diri untuk bersosialisasi dengan orang lain.
4) Pemahaman emosional, anak yang pintar mengekspresikan
diri akan lebih mampu untuk memahami orang lain.
5) Orang tua yang berempati, anak selalu mencontoh
perilaku dari orang tua sehingga orang tua harus menjadi
tauladan yang baik sehingga empati dalam diri anak juga
dapat meningkat.
6) Rasa aman secara emosional, anak yang mudah
menyesuaikan diri akan lebih mudah juga untuk berempati
7) Temperamen, anak yang mudah bergaul akan lebih mudah
untuk berempati
8) Persamaan kondisi, anak akan lebih mudah berempati
terhadap orang yang memiliki kondisi yang sama
dengannya.
9) Ikatan, anak lebih mudah berempati kepada orang tua atau
temannya yang sudah memiliki hubungan yang dekat.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
12
Faktor penghambat dan penunjang empati di atas, dapat diketahui
bahwa dalam meningkatkan empati dalam diri seseorang tidak semuanya
berjalan dengan lancar, ada kendala dan ada penunjangnya. Faktor-faktor
tersebut berkaitan satu sama lain sehingga dalam penerapan empati,
penting untuk diperhatikan mengenai hal apa saja yang dapat
menghambat empati seseorang dan yang dapat meningkatkannya.
4. Manfaat Empati dalam Kehidupan
Ada beberapa manfaat yang dapat ditemukan dalam kehidupan
pribadi dan sosial manakala mempunyai kemampuan berempati. Safaria
(2005 : 78) menyebutkan empati memiliki beberapa manfaat diantaranya
yaitu:
a. Menghilangkan sikap egois, orang yang telah mampu
mengembangkan kemampuan empati dapat menghilangkan
sikap egois (mementingkan diri sendiri).
b. Menghilangkan kesombongan, salah satu cara mengembangkan
empati adalah membayangkan apa yang terjadi pada diri orang
lain akan terjadi pula pada diri kita.
c. Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri,pada
dasarnya empati adalah salah satu usaha kita untuk melakukan
evaluasi diri sekaligus mengembangkan kontrol diri yang
positif.
Manfaat empati di atas, dapat dimaknai bahwa empati memiliki
manfaat-manfaat positif yang membuat kehidupan seseorang lebih
terkontrol dan menjadi lebih baik. Dengan berempati seseorang dapat
menghilangkan sikap-sikap buruknya seperti egois dan sombong.
Berempati membuat seseorang menjadi lebih peka dan peduli terhadap
lingkungan sosialnya sehingga sikap-sikap yang buruk tersebut dapat
hilang dengan sendirinya.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
13
Berbeda dengan pendapat Davis dalam Howe (2015 : 324) yang
mengemukakan manfaat empati terdiri dari:
a. Individu – individu yang baik dalam pengambilan perspektif,
melihat dan mengakui perasaan dari sudut pandang orang lain
akan membantu menjauhkan konflik sosial.
b. Empati cenderung menghasilkan komunikasi yang lebih baik,
lebih akurat dan lebih konstruktif.
c. Empati membuat orang menjadi lebih baik budi, perhatian, dan
cenderung bijaksana.
d. Para empatisan yang baik cenderung mengevaluasi hubungan-
hubungan mereka secara positif.
Manfaat empati yang diungkapkan di atas, dapat diartikan bahwa
dengan berempati seseorang akan cenderung berpikiran positif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan baik dalam keluarga maupun
ingkungan sosialnya. Berempati membuat seseorang menjadi lebih
memahami keadaan orang lain dan mampu mengkomunikasannya dengan
lebih baik.
B. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial menjadi tempat dimana seseorang melakukan
interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Lingkungan sosial berpengaruh
terhadap sikap dan tingkah laku seseorang. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Dalyono (2010: 133) menyatakan lingkungan sosial adalah “semua
orang yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial ada yang
diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh langsung
seperti dalam pergaulan sehari-hari, seperti keluarga, teman-teman, kawan
sekolah dan sepekerjaan dan sebagainya”.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
14
Pengertian lingkungan sosial seperti yang tercantum di atas, dapat
diartikan bahwa lingkungan sosial menjadi tempat dimana seseorang
melakukan interaksi dengan orang lain dalam masyarakat. Lingkungan sosial
memiliki pengaruh dalam kehidupan seseorang dalam bersikap dan
bertingkah laku, baik itu pengaruh dari keluarga, teman-teman di sekolah,
pergaulan dalam masyarakat dan lain sebagainya.
Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat
membentuk sikap dan perilaku seseorang maupun kelompok dalam
melakukan suatu tindakan. Pengaruh lingkungan sosial tidak hanya hal-hal
yang positif saja, melainkan juga meliputi hal-hal negatif. Lingkungan sosial
meliputi tiga aspek penting dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
1. Lingkungan Sosial Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal
oleh individu sejak lahir yang memiliki pengaruh besar terhadap
kehidupan seseorang. Sejalan dengan hal ini Dalyono (2010 : 130)
berpendapat bahwa”Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
berada umumnya akan menghasilkan anak yang sehat dan cepat
pertumbuhan badannya dibandingkan dengan anak dari keluarga
berpendidikan akan menghasilkan anak yang berpendidikan pula”.
Pendapat mengenai lingkungan sosial keluarga seperti tercantum
di atas, dapat dimaknai bahwa keluarga memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam membentuk tingkah laku serta kepribadian seseorang. Pada
umunya keluarga dengan latar belakang yang baik akan menghasilkan
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
15
anak yang memiliki kepribadian yang baik begitu pula sebaliknya,
keluarga dengan latar belakang buruk dapat berdampak pada perilaku
anak dan menghasilkan anak yang memiliki tingkah laku dan kepribadian
yang kurang baik.
Orang tua merupakan pendidik yang paling berperan dalam
pertumbuhan serta perkembangan jiwa anak untuk membentuk akhlak
dan perilakunya menjadi manusia yang saleh dan taat kepada kedua
orang tua. Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanah Allah yang
wajib untuk dipertanggung jawabkan sehingga keluarga merupakan inti
dari tanggung jawab itu. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Al –
Ghazali (dalam Iqbal, 2013: 76) menyatakan bahwa sesungguhnya tujuan
terpenting dalam pembentukan keluarga sebagai berikut:
1) Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah
tangga.
2) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
3) Mewujudkan sunnah Rasulullah SAW, dengan melahirkan
anak-anak yang saleh sehingga umat manusia merasa bangga
dengan kehadirannya.
4) Memenuhi cinta – kasih saying anak – anak, naluri
menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan
bersama dengan penciptaan manusia dan binatang.
Penjelasan mengenai pembentukan keluarga di atas, dapat
diartikan bahwa orang tua merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan akhlak dan kepribadian seseorang didalam keluarga. Orang
tua mendidik dan membesarkan anaknya dengan berpedoman pada
syariat Allah sehingga dengan sangat mudah anak akan mengikuti dan
mencontoh kebiasaan orang tua untuk hidup islami. Dalam keluarga,
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
16
orang tua harus mewujudkan kehidupan yang harmonis dan bahagia pada
anaknya, sehingga anak akan tumbuh dalam psikologis yang baik.
Membimbing dan mendidik anak untuk berakhlak dan berperilaku baik
akan mewujudkan salah satu sunnah Rasulullah SAW yaitu memiliki
anak yang saleh. Selain itu, cinta-kasih saying dalam keluarga juga
merupakan landasan penting untuk terciptanya akhlak dan perilaku anak
yang saleh.
2. Lingkungan Sosial Sekolah
Sekolah memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan siswa terutama dari segi kecerdasannya. Pernyataan
tersebut diperkuat dengan pendapat Syah (2010: 135) yang menyatakan
bahwa:
Lingkungan sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan
(kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru
yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam
hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat
menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Pengertian lingkungan sosial sekolah di atas, dapat dimaknai
bahwa lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan siswa khususnya pada tingkat kecerdasannya. Kepala
sekolah, guru serta siswa yang lain dapat mempengaruhi semangat
belajar siswa. Ketika guru terbiasa mencontohkan hal-hal yang baik
kepada siswanya, maka dengan sendirinya siswa akan mengikuti perilaku
gurunya. Hal ini diharapkan mampu menjadi nilai positif yang dapat di
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
17
tanamkan dalam diri siswa sehingga juga dapat berdampak pada prestasi
siswa di sekolah.
Proses belajar mengajar di sekolah juga harus mengutamakan
etika serta akhlak dalam berperilaku baik dari guru maupun murid. Al –
Ghazali (dalam Iqbal, 2013: 90) menyatakan bahwa dalam kitab Ihya’
Ulumuddin terdapat beberapa etika murid yang dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1) Seorang murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu
dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela.
2) Seorang murid hendaknya tidak banyak melibatkan diri
dalam urusan duniawi.
3) Seorang murid jangan menyombongkan diri dengan ilmu
yang dimilikinya dan jangan pula menentang guru, tetapi
menyerahkan sepenuhnya kepada guru dengan menaruh
keyakinan penuh terhadap segala hal yang dinasehatkannya,
sebagaimana orang sakit yang bodoh yakin kepada dokter
yang ahli dan berpengalaman.
4) Bagi murid permulaan, janganlah melibatkan dan mendalami
perbedaan pendapat para ulama.
5) Seorang murid janganlah berpindah dari suatu ilmu yang
terpuji kepada cabang – cabangnya kecuali ia sudah
mendalami dan memahami ilmu – ilmu sebelumnya.
Penjelasan etika siswa di atas, dapat dimaknai bahwa sorang
siswa harus memiliki akhlak yang baik dan perilaku terpuji, hal karena
ilmu merupakan ibadah hati sehingga dalam penerapannya haruslah
menggunakan jiwa yang bersih. Seorang siswa tidak boleh terlalu larut
dalam urusan duniawi karena dalam menuntut ilmu haruslah dengan
usaha serta keyakinan yang sungguh-sungguh sehingga pikiran serta hati
tidak terbagi-bagi. Siswa tidak boleh sombong hati dan berani melawan
gurunya sebab guru merupakan sumber utama dimana ilmu akan
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
18
diperoleh oleh siswa, sehingga siswa harus bersikap baik dan hormat
kepada gurunya. Bagi siswa pemula, tidak dianjurkan untuk
mencampurkan perbedaan-perbedaan pendapat guru/ulama lainnya
karena dapat mengakibatkan pikiran menjadi kacau dan susah untuk
menerapkan ilmu yang sudah didapat, sehingga alangkah lebih baiknya
siswa belajar sesuai dengan petunjuk guru terlebih dahulu. Setelah itu,
barulah siswa dapat mendengar pendapat-pendapat serupa lainnya. Lebih
labjur, siswa tidak di anjurkan untuk berpindah-pindah cabang ilmu
kecuali dia sudah memahami ilmu tersebut, karena dikhawatirkan
pemahaman siswa tentang ilmu yang sudah dipelajari menjadi kurang
maksimal.
3. Lingkungan Sosial Masyarakat
Lingkungan sosial masyarakat meliputi tetangga dan teman-teman
sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa. Kondisi masyarakat dimana
siswa tinggal dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku siswa.
Dalyono (2010 : 131) menyatakan bahwa “masyarakat adalah lingkungan
tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak tapi di luar
sekolah. Di samping itu, kondisi orang-orang di desa atau kota tempat ia
tinggal juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya”.
Pengertian lingkungan sosial masyarakat seperti tercantum di
atas, dapat dimaknai bahwa kondisi masyarakat dapat mempengaruhi
perilaku siswa. Siswa yang tinggal di lingkungan yang baik akan
menjadikan siswa tumbuh dengan perilaku yang baik juga. Misalnya
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
19
siswa yang tumbuh dalam lingkungan yang baik, akan selalu
menghormati dan menghargai orang yang lebih tua di lingkungannya.
Hal ini karena dalam lingkungan masyarakat yang baik, anak dituntut
untuk dapat saling menghormati antara teman sebaya dan juga orang
yang lebih tua. Kebiasaan ini akan selalu terbawa ketika mereka berada
di lingkungan lainnya. Berbeda dengan siswa yang tumbuh di lingkungan
yang negatif, sifat dan perilaku siswa juga akan negatif karena terbawa
oleh lingkungannya yang kurang baik.
C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Karakteristik siswa perlu dipahami karena dapat berpengaruh pada
proses pembelajaran di sekolah. Sejalan dengan pernyataan tersebut,
Budinigsih (2004: 16) menyatakan bahwa “Pemahaman tentang karakteristik
siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa
yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran”.
Pernyataan karakteristik siswa di atas, dapat dimaknai bahwa dengan
memahami secara mendalam mengenai karakteristik siswa maka dapat
memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. Ilmu yang
diberikan akan lebih mudah diterima siswa karena guru sudah memahami
bagaimana karakteristik masing-masin siswanya.
Masa siswa sekolah dasar disebut juga masa anak. Pada masa ini anak
sudah merasa besar dan tidak mau lagi dianggap sebagai anak-anak kecil.
Anak tersebut sudah lepas dari lembaga pendidikan dasar (TK). Anak ini
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
20
sudah ingin memperoleh kecakapan-kecakapan baru yang diperoleh dalam
sekolah maupun saat bermain. Anak pada masa kanak-kanak akhir sudah
memiliki lingkungan pergaulan yang semakin luas sehingga sudah banyak
bergaul dengan orang-orang diluar rumah, yaitu teman bermain disekitar
rumah dan teman di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (dalam
Djamarah, 2002: 89) bahwa:
Usia 6 tahun adalah usia yang sudah dianggap matang untuk siswa
pertama kalinya masuk dalam dunia pendidikan formal yaitu di
sekolah dasar. Saat memasuki masa usia sekolah dasar, siswa akan
mulai mengubah pola pikirnya, sikapnya serta perilakunya sebab pada
fase ini siswa akan menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan
sekitarnya.
Karakteristik siswa sekolah dasar di atas, dapat diartikan bahwa pada
masa usia 6 tahun seseorang pertama kalinya menerima pendidikan formal di
sekolah yaitu sekolah dasar. Ketika sudah masuk pada pendidikan di sekolah
dasar, siswa sudah di anggap sudah siap untuk menerima dan memperoleh
ilmu pengetahuan secara formal. Pada masa sekolah ini, siswa melakukan
adaptasi lagi dengan lingkungan sosialnya sehingga akan mengubah sikap dan
perilakunya.
Masa usia sekolah dasar memiliki fase-fase yang dapat dibedakan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suryobroto (dalam Djamarah, 2002: 90)
bahwa masa-masa sekolah dasar dapat dibedakan menjadi dua fase, yaitu:
1. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas siswa pada masa ini antara lain adalah seperti
yang disebutkan dibawah ini:
a. Memilikiketerkaitan hubungan antara pertumbuhan jasmani
dengan prestasi siswa di sekolah.
b. Lebih menyukai peraturan-peraturan permainan tradisional.
c. Kecenderungan untuk memuji diri sendiri.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
21
d. Senang memnbanding-bandingkan dirinya dengan siswa lain.
e. Jika kesulitan menyelesaikan soal, maka soal tersebut akan di
remehkan dan dianggap tidak penting.
f. Pada masa ini, siswa selalu ingin terlihat unggul dengan nilai-
nilai rapor yang tinggi tanpa melihat kemampuan dari dirinya
sendiri.
Pernyataan masa kelas rendah di atas, dapat dimaknai bahwa pada
fase kelas rendah, siswa memiliki sikap dan perilaku tertentu yang
mencerminkan pertumbuhannya sesuai dengan usia mereka. Fase kelas
rendah adalah fase saat siswa memiliki korelasi positif antara pertumbuhan
jasmani dengan prestasinya disekolah dimana semakin bertumbuhnya siswa
akan semakin mempengaruhi prestasi belajarnya. Kecenderungan ingin
memiliki nilai-nilai dan prestasi belajar yang baik supaya siswa terlihat
unggul dan layak untuk menerima pujian dari orang lain tanpa melihat apakah
prestasinya memang pantas diberi nilai yang baik atau tidak. Selain itu, siswa
pada fase kelas rendah gemar membandingkan dirinya dengan siswa lain baik
dari segi fisik maupun prestasi akademik sehingga siswa tersebut merasa
lebih hebat dari siswa lain. Sikap dan perilaku siswa pada fase kelas rendah
lebih terfokus pada keinginan untuk mementingkan dirinya sendiri dan
kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya misalnya saat siswa tidak bisa
mengerjakan soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
2. Masa Kelas-Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai
berikut.
a. Adanya kecenderungan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
lebih praktis dan mudah.
b. Rasa ingin tahu yang tinggi dengan selalu ingin belajar dan
berpikir realistis.
c. Mulai bisa memilih pelajaran-pelajaran khusus yang digemari.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
22
d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan bimbingan
dari orang dewasa.
e. Pada masa ini siswa mulai senang membuat kelompok bermain
dengan membuat peraturan sendiri dalam permainan tersebut.
Masa kelas tinggi seperti diungkapkan di atas, dapat diartikan bahwa
pada fase kelas tinggi siswa memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan
pertumbuhannya pada usia tersebut. Rasa ingin tahu lebih besar, siswa
memiliki kecenderungan untuk selalu ingin tahu, ingin belajar dan penasaran
tentang hal-hal yang terdapat pada lingkungan sekitarnya. Selain itu mulai
muncul minat untuk menyukai hal-hal khusus contohnya seperti memilih
mata pelajaran yang disenangi di sekolah hingga kira-kira umur 11 tahun
siswa mulai membutuhkan peran orang yang lebih tua untuk membimbingnya
dalam kehidupan sehari-hari baik itu guru, orang tua, maupun orang yang
lebih dewasa darinya.
D. Penelitian Relevan
Penelitian dilaksanakan oleh Muhammad Iqbal Ansari pada tahun
2015 yang berjudul “Strategi Sistem Full Day School dalam Membentuk
Empati Siswa”. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
perilaku empati bisa dibentuk dengan menggunakan strategi sistem full day
school. Beberapa kegiatan dalam pelaksanaan full day school seperti
memakan jatah makan masing-masing, berbagi makanan antar siswa, selalu
mengantri ketika berwudhu, infaq hari jumat, kunjungan ke panti asuhan dll,
merupakan tujuan dari pihak sekolah untuk membentuk empati siswa.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
23
Beberapa kegiatan tersebut telah berhasil membentuk empati siswa. Jenis
penelitian ini adalah kualitatif.
Penelitian dilaksanakan oleh Ela Destiyana pada tahun 2016 dengan
judul “Upaya Meningkatkan Sikap Empati Melalui Metode Storytelling Pada
Siswa SD Negeri Caturtunggal 3 Depok”. Penelitian dilakukan dalam dua
siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku empati dapat
ditingkatkan melalui metode storytelling. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
hasil presentase rata-rata skor pre test, post test 1dan post test II yang
mengalami peningkatan dari 58,89% menjadi 74,76% dan meningkat lagi
menjadi 72,29%. Interpretasi hasil observasi dan wawancara menunjukkan
siswa telah mampu memunculkan sikap empati. Analisis data menggunakan
data menggunakan data kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian dilaksanakan oleh Leyla Ulus pada tahun 2015 dengan
judul “Empathy and Forgiveness Relationship” yang menjelaskan bahwa
dalam beberapa tahun ini terdapat perbedaan yang signifikan antara toleransi
dalam hubungan sehingga menyebabkan empati berkurang. Penelitian ini
dilakukan untuk mengungkapkan bahwa terdapat keterkaitan antara empati
dan pemberian maaf pada individu dalam suatu hubungan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 2001, 2002 dan 2009 terdapat
pertimbangan penelitian yang menunjukkan bahwa hal itu mempengaruhi
tingkat empati seseorang terhadap orang lain dan pemberian maaf antara
individu dalam hubungan.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
24
Penelitian dilaksanakan oleh Rosmawati dengan judul “Analysis of
the Empathy Attitude of Guidance and Counseling Students (FKIP) in the
Riau University”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keseluruhan
gambaran tentang empati siswa terhadap bimbingan dan konseling,
mengetahui tentang empati melalui jenis kelamin siswa, mengetahui empati
melalui tempat tinggal siswa dan mengetahui tentang empati dari demokrasi
yang orang tua siswa lakukan. Penelitian menggunakan skala empati seperti
sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Hasil penelitian membuktikan
bahwa empati baik tentang gender, dimana siswa tinggal, atau otokrasi atau
demokrasi orang tua berada pada kategori yang lebih tinggi. Penelitian ini
adalah deskriptif.
Adanya fakta - fakta diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku empati
merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran maupun sosialisasi
dengan sesama. Upaya mengembangkan perilaku empati telah dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah penelitian ini lebih mengkaji dan mencari tahu
lebih dalam mengenai seberapa besar empati siswa di sekolah, faktor-faktor
yang mempengaruhi empati siswa dan peran guru dalam menanamkan empati
siswa di sekolah.
E. Kerangka Berpikir
Peneliti melakukan penelitian tentang analisis perilaku empati siswa
terhadap lingkungan sosial di MI Muhammadiyah Sidamulya Kemranjen.
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018
25
Pada pendidikan, proses belajar mengajar tidak hanya sebatas tentang ilmu
dan pengetahuan saja namun juga sebagai sarana dalam menanamkan nilai dan
tata krama ke dalam diri siswa sehingga dapat membentuk watak serta
perilaku yang lebih baik. Empati merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat
terinternalisasi dalam diri siswa. Keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya
terfokus pada nilai kognitif dan psikomotorik saja namun juga harus
diimbangi dengan nilai aektif. Berempati dapat meningkatkan nilai afektif
karena dengan berempati seseorang menjadi lebih peka, peduli, menghormati
dan menghargai satu sama lain sehingga nilai dan tata karma dapat terjaga
dengan baik.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Lingkungan
Sosial Sekolah Empati
Perilaku yang
baik
Keluarga
Studi Deskriptif Perilaku... Dwi Mai Sarah, FKIP UMP, 2018