Download - Koagulasi Dan Flokulasi
BAB III
KOAGULASI DAN FLOKULASI
Koagulasi
Pengertian koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat (flash mixing)
koagulan yang bertujuan untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan
suspended solid (Reynolds, 1982). Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi
didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi
termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing)
merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah
untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang
diolah. Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan
logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisisnya terjadi dalam
hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang
dibutuhkan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia
alkali, ozone, dan potasium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami
reaksi hidrolisis (Kawamura, 1991).
Menurut Kawamura (1991), keefektifan pengadukan cepat dipengaruhi :
Tipe koagulan yang digunakan
Jumlah zat kimia yang diberikan dan karakteristiknya masing-masing
Kondisi lokal, misalnya kondisi daerah, temperatur, kelayakan suplai energi dan
sebagainya
Karakteristik air baku
Tipe pengaduk zat kimia
Kehilangan tekanan (headloss) yang tersedia untuk pengadukan cepat
Variasi aliran pada instalasi
Jenis proses selanjutnya
Biaya
Dan lain-lain.
Kawamura (1991) menyebutkan bahwa pemilihan koagulan sangat penting untuk
menentukan desain kriteria pengadukan cepat dan untuk proses flokulasi dan
sedimentasi agar berjalan efektif. Koagulan yang sering digunakan adalah koagulan
garam logam seperti : alumunium sulfat, ferric chloride, dan ferric sulfate. Polimer
buatan seperti polydiallyl dimethyl ammonium (PDADMA) dan polimer kation alam
seperti chitosan (terbuat dari kulit udang) juga dapat digunakan. Perbedaan antara
koagulan logam dengan polimer kation adalah pada reaksi hidrolisnya dengan air.
Garam logam mengalami hidrolisis ketika dimasukkan ke dalam air sedangkan polimer
tidak. Reaksi hidrolisis ini menghasilkan hydroxocomplex seperti
Al(H2 )63+ ,Fe (H2O)3
3+ , AlOH 2+ dan Fe(OH )2+
.
Selain koagulan, biasanya dalam pengolahan air bersih ada penambahan zat kimia
yang dibubuhkan dalam pencampuran cepat. Zat kimia yang sering digunakan adalah
alum, polimer kationik, potasium permanganat, chlorine, powerded activated carbon
(PAC), amonia, kapur soda, serta anionic dan nonionic polymers. Pemilihan zat kimia
yang tepat sangat penting khususnya pada air baku yang tidak memiliki alkalinitas
yang cukup (Kawamura, 1991).
Jenis koagulan yang sering dipakai (Reynolds, 1982) adalah :
Alumunium Sulfat (Alum)
Alum [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena
harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan
alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan
persamaan :
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 14 H2O
Bila air tidak mengandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas perlu
ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida yaitu berupa kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi :
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan
natrium karbonat. Kebanyakan perairan memiliki alkalinitas yang cukup sehingga tidak
ada penambahan zat kimia selain alumunium sulfat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar
4,5 – 8,0.
Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar menghasilkan
reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 biasanya ditambahan untuk meningkatkan pH
sampai titik tertentu dimana ion Fe2+ diendapkan sebagai Fe(OH)3. Reaksinya adalah :
2FeSO4. 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13 H2O
Agar reaksi di atas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 9,5. Selain itu, ferrous sulfate
digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi :
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
Ferric Sulfate dan Ferric Chloride
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric
hydroxide dengan reaksi :
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu :
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah :
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
Menurut Kawamura (1991), pengadukan cepat bisa dilakukan dengan sistem difusi secara hidrolis, mekanis maupun dengan pompa. Tipe pengadukan cepat yang umum digunakan, berdasarkan keefektifan, kemudahan pemeliharaan serta biaya, urutan pilihannya adalah sebagai berikut :
Diffusion mixing dengan water jet bertekanan (Gambar 3.1)
Keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air baku tanpa penambahan zat kimia atau
sudah mengalami destabilisai sebagian bisa digunakan dalam sistem injeksi zat kimia.
Valve yang dipasang pada pompa bisa digunakan untuk mengontrol kecepatan
pemompaan dan variasi energi input untuk aliran yang bervariasi dan berjenis-jenis
zat kimia koagulasi. Sistem ini mempunyai durasi pengadukan sekitar 0,5 detik dan
nilai G sekitar 1000 detik-1 (AWWA, 1997).
Sumber : Montgomery, 1985
Gambar 3.1. Jet Injection Sistem Pengadukan Cepat
In-line static mixing (Gambar 3.2.)
Pengaduk ini dikenal dengan pengaduk statis tidak bergerak. Pengaduk ini cukup
efektif dalam proses koagulasi. Kelebihan pengaduk ini adalah (1) tidak adanya bagian
yang bergerak, (2) tidak membutuhkan energi luar untuk menjadi input (masukan) ke
dalam sistem, (3) lebih sedikit terjadinya penyumbatan daripada tipe pengadukan
difusi dengan pompa. Kekurangannya adalah bahwa tingkat dan waktu
pengadukannya merupakan fungsi debit aliran. Panjang pengadukan biasanya 1,5 – 2,5
diameter pipa. Dalam penerapannya, maksimum headloss yang melintasi unit koagulasi
adalah 0,6 m. Desain instalasi pegolahannya harus mempunyai screen pada intake di
bagian hulu dari pengaduk statis sehingga sampah-sampah besar tidak merusak
pengaduk statis (Kawamura, 1991).
Sumber :
Montgomery, 1985
Gambar 3.2. In-line Static Mixer
Nilai G dirumuskan sebagai berikut :
G=( Pμ .V )
0 . 5
Untuk pengadukan cepat dengan static mixer besarnya P dapat diperoleh melalui
persamaan (Kawamura, 1991) :
P=Qwh
h=( 0 ,009(N−1)Q2Sμ0,1
D4 )N
Dimana :
P = energi pengadukan, (Watt = N.m/s)
= viskositas absolut air (N.s/m2) = 1,336.10-3 N.s/m2 pada 10° C
V = volume zone pengadukan (m3)
Q = debit aliran (m3/s)
w = berat air = 1000,15615 kg/m3
h = tekanan jatuh (m)
S = specific gravity = 1,00
N = jumlah elemen pengadukan
Mechanical mixing (Gambar 3.3)
Pengaduk mekanis secara umum merupakan tipe pengaduk paddle atau propeller.
Lebih dari satu set blade propeller atau paddle tersedia pada sebuah shaft. Pengaduk
mekanis sering dirancang dengan penggerak shaft vertikal dengan sebuah penurun
kecepatan dan motor elektrik. Nilai desain untuk kebanyakan sistem pengaduk cepat
secara mekanis yaitu waktu detensi 10 – 60 detik dan nilai G sebesar 600 – 1000 detik-1
(AWWA, 1997).
Menurut Reynolds, 1982:
Gradien kecepatan : G2 =
Pμ .ν
Menurut Fair & Geyer, 1986:
Daya pengadukan yang dibutuhkan
- Untuk single blade :
P = 5.74 x 10-4. Cd . . (1 – K )3 n3 r3 A
- Untuk multiple blade :
P = 1.44 x 10-4 CD . . (1 – K )3 n3 b (r4 - r04 )
Cd = Koefisien Drag , harganya ditentukan sbb :
Tabel 3.1. Harga Koefisien Drag
No Panjang : Lebar Cd
1 5 1,2
2 20 1,5
3 1,9
Sumber: Reynolds, 1982
Keterangan : P : Daya pompa (watt) n : jumlah putaran permenit (rpm)
: viskositas dinamis (Ns/m2) r : jari-jari blade/impeller (m)
v : volume (m3) A : luas blade/impeller (m2)
Cd: koefisien drag b : lebar blade/impeler (m)
: berat jenis air (kg/m3) td : waktu tinggal (jam)
G : gradien kecepatan (1/dt)
k : ratio kecepatan fluida terhadap kecepatan blade/impeller
Sumber :
Montgomery, 1985
Gambar 3.3. Mechanical Mixer
In-line mechanical mixing (Gambar 3.4)
Tipe pengaduk ini menghasilkan pengadukan cepat yang lebih efisien walaupun
letaknya tetap. Keuntungan menggunakan tipe ini adalah bisa mencapai dispersi atau
penyebaran zat kimia yang cepat. Pengaduk ini beroperasi pada watu detensi yang
pendek (kurang dari satu detik) dan pada nilai G yang tinggi. Namun, hal tersebut
menjadi pertimbangan penting karena menjadi kelemahan alat ini dalam air yang
membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama dan lebih dari satu zat kimia untuk
pembentukan flok (AWWA, 1997).
Sumber : Montgomery, 1985
Gambar 3.4. In-line Mechanical Mixer
Hydraulic mixing dengan terjunan (Gambar3.5)
Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan menggunakan V-notch, saluran air,
orifice, aliran turbulen sederhana yang disebabkan oleh kecepatan dalam pipa, fitting
atau saluran. Total headloss untuk pengadukan zat kimia koagulan tidak lebih dari 3,2
m. Energi dari suatu terjunan efektif setinggi 30 cm menyediakan nilai G sebesar 1000
s-1 pada suhu 20° C (AWWA, 1997).
Gradien kecepatan (G) : 400-1000 /dt
Waktu detensi (td) : 60 detik (untuk kekeruhan tinggi)
G x td : 20.000 – 30.000
G=[ g .hυ .td ]
12
(2-11)
dimana, G =gradien kecepatan (1/detik)
g =percepatan gravitasi (m/s2)
h =tinggi terjunan
=viskositas kinematis
Gambar 3.5. Koagulasi Tipe Terjunan
Diffusion dengan pipe grid (Gambar 3.6)
Tipe pengadukan cepat ini tergantung pada turbulensi yang diciptakan oleh pipa grid.
Koagulan atau zat kimia lainnya ditambahkan ke dalam aliran melaui injeksi orifice di
dalam grid. Masalah yang umum terjadi adalah tersumbatnya orifice setelah beberapa
bulan hingga satu tahun instalasi beroperasi. Di bawah kondisi normal, pengaduk ini
tidak direkomendasikan (Kawamura, 1991).
Sumber : Montgomery, 1985
Gambar 3.6. Diffusion Flash Mixer
Salah satu jenis pengadukan cepat tipe hidrolis adalah pengadukan dalam pipa.
Panjang pipa yang diperlukan untuk pengadukan cepat berdasarkan kecepatan aliran
dan waktu pencampuran, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Darmasetiawan,
2001) :
td=L
v
L= g Hf v
υ G2
V= Q /A
Dimana :
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
= 2.5 – 4 m/detik
Q = kapasitas pengolahan (m3/detik)
td = waktu pencampuran (detik)
A = luas penampang pipa (m)
= ¼ π D2
G = gradien kecepatan (/dt)
υ = viskositas kinematik (1,306x10-6 m/s pada suhu 10oC)
Gradient kecepatan 350-1700 /dt /detik. Dengan rumus sebagai berikut :
G=( g Hfυ td )0.5
Dimana :
G = gradient kecepatan (per detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
Hf = kehilangan tinggi tekanan sepanjang aliran (m)
td = waktu pencampuran
υ = viskositas kinematis ( 1,306 x 10-6 m2/det pada temperatur 10 °C)
Peavy (1985) menjelaskan bahwa parameter desain untuk pengadukan cepat adalah
waktu pengadukan (t) dan gradien kecepatan (G). Untuk mendapatkan flok yang baik
dilakukan pengadukan yang bertahap dan gradien kecepatannya makin lama makin
menurun.
Tabel 3.2. Kriteria Desain Unit Koagulasi
NoKeterang
an
Uni
t
Kawamur
a1
Al-
Layla2
Reynold
s3
Darmaset
iawan4Peavy5
Montgome
ry6
1G dtk
-1300
700 -
1000700 - 1000
600 -
10001000
2 Td dtk 10 - 30 30 - 60 20 - 60 20 - 40 10 - 60
3G x Td
300 - 160020000 -
30.0001000 - 2000
4 pH alum
opt.4 4,5 - 8,0 5,0 - 7,5
Sumber : 1.Kawamura, 1991; 2.Al-Layla, 1980; 3.Reynolds, 1982;
4.Darmasetiawan, 2001; 5.Peavy, 1985;
6. Montgomery, 1985
Pengadukan cepat dengan in-line static mixer mempunyai kriteria desain tersendiri
yaitu (Kawamura, 1991) :
G x t = 350 – 1700 (rata-rata 1000)
t = 1 – 5 detik
3.2. Flokulasi
Menurut kawamura (1991), flokulasi merupakan pengadukan lambat yang mengiringi
dispersi koagulan secara cepat melalui pengadukan cepat. Tujuannya adalah
mempercepat tumbukan yang menyebabkan terjadinya gumpalan partikel koloid yang
tidak stabil sehingga dapat diendapkan. Istilah koagulasi-flokulasi kadang-kadang
digunakan secara bergantian dalam beberapa literatur. Namun penggumpalan partikel
ini pada prinsipnya terjadi dalam dua tahap proses.
Pemilihan proses flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini (Montgomery,
1985) :
Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi langsung, softening atau sludge
conditioning.
Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, partikel tersuspensi dan temperatur.
Tipe koagulan yang digunakan.
Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan.
Proses flokulasi bisa dilakukan melalui pengadukan mekanis maupun dengan baffle
(Kawamura, 1991) :
Pengadukan secara mekanis
Vertical shaft dengan turbin atau blade tipe propeler.
Tipe paddle dengan horizontal atau vertical shaft.
Baffled channels
Horizontal baffled channel
Vertically baffled channel
Montgomery (1985) menjelaskan bahwa tipe flokulator yang umum digunakan adalah
pengaduk mekanis. Flokulator dengan paddle digunakan untuk energi pengadukan
rendah hingga sedang. Sedangkan flokulator dengan propeler atau turbin digunakan
untuk energi pengadukan sedang hingga besar.
Pengadukan di dalam flokulator direkomendasikan dengan menggunakan pengaduk
paddle shaft vertikal karena dapat menghasilkan energi yang bervariasi terhadap
zona-zona flokulasi. Sedangkan bak flokulasi yang disarankan adalah rektangular
karena dapat menghasilkan pengadukan yang sempurna (AWWA, 1997).
Parameter desain untuk flokulasi adalah G x t (tanpa satuan). Nilai G x t yang umum
digunakan berkisar antara 104 sampai 105. Nilai G yang besar dengan waktu yang
singkat cenderung menghasilkan flok padat yang kecil, sedangkan nilai G yang rendah
dan waktu yang lama menghasilkan flok yang ringan dan lebih besar (Peavy, 1985).
Menurut Kawamura (1991), nilai gradien kecepatan masing-masing tipe flokulasi dapat
ditentukan sebagai berikut :
Baffle Channel
Persamaan yang digunakan:
G=( g .hυ . td )
12 hL=K
v2
2g
dengan: G = gradien kecepatan (1/dtk)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2)
h = headloss total (m)
υ = viskositas kinematik air (m2/dtk)
td = waktu dsetensi (dtk)
hL = headloss per belokan (m)
K = 1,5
v = kecepatan aliran air (m/dtk)
(Kawamura, 1991)
Sumber : AWWA, 1997
Gambar 3.7 Baffled Channels
2. Pengaduk mekanis dengan paddle
G=(CD Av 32νV )0.5
Dimana :
CD = koefisien drag yang tergantung pada bentuk paddle dan kondisi aliran
(nilainya 1,8)
A = luas daerah paddle (m2)
ν = viskositas kinematik fluida (m2/s) = 1,306.10-6 m2/s pada 10 °C
V = volume tangki flokulasi (m3)
v = kecepatan aliran (m/s)
Sumber : Kawamura, 1991
Gambar 3.8 Horizontal Shaft Flocculator
3. Pengadukan melalui plat berlubang, pengadukan ini memanfaatkan kontraksi pada waktu air melalui lubang.
Detail plat
Gambar 3.9. Flokulator Melalui Media Berlubang
Parameter desain untuk flokulasi adalah G x t (tanpa satuan). Nilai G x t yang umum
digunakan berkisar antara 104 sampai 105. Nilai G yang besar dengan waktu yang
singkat cenderung menghasilkan flok padat yang kecil, sedangkan nilai G yang rendah
dan waktu yang lama menghasilkan flok yang ringan dan lebih besar (Peavy, 1985).
Diffuser
Menurut Darmasetiawan (2001) pada model flokulator dengan plat berlubang kehilangan tekanan dan dapat dihitung dengan persamaan :
Hf= K . Q2
2 g N (π /4 D2 )2
Sedangkan untuk menghitung nilai G dicari dengan rumus :
G1πD2 [ 8 Q3 K
υ A L N ]0. 5
Keterangan :Hf = kehilangan tekanan (m)K = koefisien kontraksi (2 - 4)Q = debit (m3/dt)N = jumlah lubang / diffuserυ = viskositas kinematik (1.306 x 10-6 m/s2 pada suhu 10 oC)D = diameter lubang (m)A = luas plat (m2)L = jarak antar plat (m)
Tabel 3.3. Kriteria Desain Flokulator Mekanis (Horizontal Shaft dengan Paddle)
NoKeterang
anUnit
Kawamur
a1
Al-
Layla2
Reynold
s3
Darmaset
iawan4
Peavy
5
Montgomer
y6
1G dtk-
160 - 10 10 - 75 80 - 20 70 - 20 > 50
2 Td mnt 30 - 40 10 - 90 10 - 20 10 - 30 15 - 20
3G x Td
104- 105 104- 105104-
105
4Dalam
bak4,8
5Kec.
maksm/s ± 1,0
0,15 –
1,00,1 - 1,0 1
6 Luas
paddle 5 - 20 %
area bak
15 - 20
% area
bak
15 - 20
%
area
bak
≤ 20 %
area bak
Sumber : 1.Kawamura, 1991; 2.Al-Layla, 1980; 3.Reynolds, 1982; 4.Darmasetiawan,
2001; 5.Peavy, 1985; 6. Montgomery, 1985
Contoh perhitungan :
Contoh 1
Koagulasi
Aliran air = 0,05 m3/s
Diameter pipa = 8 inchi = 0,2032 m
Panjang pengadukan (L)= 2,5 X 0,2032 m ≈ 0,5 m
V = ¼ π D2.L = ¼ π (0,2032)2.(0,5)m = 0,016 m3
Dengan persamaan 2.12
h=( 0 ,009(2−1)(0 ,05 )2 (1)(1 ,336.10−3 )0,1
(0 ,2032 )4 )x 2=0 ,013m
Dengan persamaan 2.11, P=(0 ,05) x (1000 ,15615 )x (0 ,013 )=0 ,66Nm /s
Dengan persamaan 2.10
G=( Pμ .V )
0 . 5
=( 0 ,66
1 ,336 .10−3 x 0 ,016 )0,5
=175 ,7dtk−1
…(tidak memenuhi)
Dengan waktu detensi (t) = 2 detik maka nilai G x t = 175,7 x 2
= 351,4…(memenuhi)
Perhitungan kebutuhan PAC (Poly Aluminium Chloride)
Pembubuhan PAC untuk 1 (satu) line = 150 ppm = 150 mg/L
Pembubuhan PAC untuk 2 (dua) line = 300 ppm = 300 mg/L
Debit yang diolah untuk 2 (dua) line = (180+180) m3/jam = 360 m3/jam
= 360.103 L/jam
Kebutuhan PAC = 360.103 L/jam x 300 mg/L = 1,08.108 mg/jam
= 1,08.108 mg/jam x 10-6 kg/mg x 24 jam/hari
= 2592 kg/hari
Perhitungan kebutuhan NaOCl (Sodium Hypochloride)
Debit yang diolah dalam 1 (satu) line = 50 L/s
DPC (daya pengikat Chlor) = 1,2 mg/L
Sisa Chlor = 0,4 mg/L
Jadi, dosis chlor = (1,2 + 0,4) mg/L
NaOCl mengandung 17,5 % chlor, sehingga dosis NaOCl adalah
=
10017 ,5
x1,6mg /L=9 ,14mg /L≃10mg /L≃10 ppm
NaOCl yang dibutuhkan 1 (satu) line = 50 L/s x 9,14 mg/L = 457 mg/L
= 457 mg/L x 10-6 kg/mg x 3600 s/jam
= 1,6452 kg/jam = 39,4848 kg/hari
≈ 39,5 kg/hari
Flokulator
Kapasitas Instalasi = 50 L/s = 0,05 m3/s
Viskositas kinematis (ν) = 1,306.10-6 m2/s pada suhu 10°C
Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
Dimensi
Diameter flokulator = 4,8 m
Tinggi air existing = 3,6 m
Volume tangki berdasarkan tinggi air :
= ¼ π D2 x t = ¼ x (3,14) x (4,8)2 x 3,6
= 65,11 m3
Waktu detensi (td) =
VolumeQ =
65 ,11m3
0 ,05m3 /det
= 1302,2 detik = 21,70 menit…(memenuhi)
Luas lintasan paddle = 20 % luas bak = 20 % x ¼ π D2
= 20 % x ¼ (3,14) (4,8)2 = 3,62 m2
Gradien kecepatan (G) dengan kecepatan aliran 0,5 m/s (Persamaan 2.14)
=(CD Av 32νV )0 . 5
=( 1,8 .(3 ,62) .(0,5 )3
2(1 ,306 .10−6 )(65 ,11)) = 69,20 /detik…(memenuhi)
G x td = 69,20 /detik x 1302,2 detik
= 90.112,24…(memenuhi)
Contoh 2
Kriteria desain terpilih
Pengadukan dengan cara mekanis
Waktu detensi (td) : 60 dtk
Gradien kecepatan (G) : 1000 1/dtk
Kedalaman bak (H) : 1,25 x lebar bak
Diameter impeler (D) : 50% x lebar bak
Jarak impeler dari dasar : 1 x diameter impeler
Jumlah putaran (N) : 10 – 150 rpm
Jumlah bak pengaduk : 2 bak
Viskositas absolut air (μ) : 0,890 x 10-3 kg/m.dtk
Massa jenis air (ρ) : 997 kg/m3
Perhitungan
Debit tiap bak (Q’),
Q '=Q2
Q '=0 ,252
=0 ,125m3/dtk
Volume bak (V),
V=Q '×tdV=0 ,125×60V=7,5m3
Dimensi bak,
Panjang (p) = 2 m
Lebar (l) = 2 m
Kedalaman (H) = 2 m
Daya pengadukan (P),
G=( PμV )1
2
P=G2μVP= (1000 )2 (0 ,890×10−3) (7,5 )P=6675watt
Diameter impeler (Di),
Di = 50% x 2
= 1 m
Jari-jari impeler (r),
r=Di2
=0,5m
Jarak impeler dari dasar (H’),
H’ = Di
= 1 m
Jumlah putaran (N),
Untuk koagulasi pengaduk yang digunakan adalah blade menerus, dengan demikian ri = 0 dan blade ada di kedua sisi batang pengaduk, maka:
P=( 1, 44×10−4 )Cd ρb [N (1−k ) ]3 (r o4−ri4 )6675=(1 ,44×10−4 ) (1,8 ) (997 ) (0,3 ) [N (1−k ) ]3 (0,5 )4
6675=2 ,04×10−3N3
N=148 ,36 rpm
\Bak koagulan
Kriteria desain terpilih
Koagulan yang digunakan : Aluminium sulfat (Al3(SO4)3.14H2O)
Kadar alum aktif : 49 %
Massa jenis (ρ) :134 gr/100 ml (1,34 kg/l)
Konsentrasi larutan alum : 5 %
Dosis alum maksimum (Cal) : 40 mg/l
Jumlah bak koagulan : 2 bak
Waktu pencampuran (tc) : 8 jam
Perhitungan
Kebutuhan alum (M),
M=10049
QC al
M=10049
(250 ) ( 40 )
M=20408 ,16mg /dtkM=1763 ,27kg /hari
Debit koagulan (Q’),
Q '=Mρ
Q '=1763 ,271 ,34
Q '=1315 ,87 l /hari=54 ,83 l / jam
Volume alum yang dibutuhkan selama pencampuran (Val),
Val = Q’ x tc
= 54,83 x 8 = 438,64 l
Volume larutan (Vlar),
V lar=1005
×438 ,64
V lar=8772 ,8 l=8 ,77m3
Dimensi bak pembubuh
Panjang (p) = 2 m
Lebar (l) = 2 m
Kedalaman (H) = 2,4 m
Sistem pembubuhan koagulan
Sistem pembubuhan koagulan dilakukan dengan menggunakan pompa pembubuh (dosing pump). Dosing pump menyedot koagulan pada bak koagulan di ruang pembubuh kemudian menginjeksikannya ke pipa header sebelum masuk ke unit koagulasi.
Debit koagulan (Q) = 54,83 l/jam
54 ,83 l / jam×100060
=913 ,83ml/mnt
913 ,83ml /mnt95 stroke /mnt
=9 ,62ml /stroke
Berdasarkan perhitungan debit koagulan yang dibutuhkan dan besarnya volume per stroke dapat ditentukan jenis dosing pump yang digunakan serta setting panjang strokenya dengan menggunakan grafik. Dari grafik didapat jenis dosing pump DM2-48 dengan tekanan 5 bar yang disetting pada angka 10.
Flokulasi
Kriteria desain terpilih
Pengadukan dengan cara hidrolis (baffle channel vertikal)
Jumlah bak : 2 bak
Jarak antar baffle minimum : 0,75 m
Kedalaman (H) : 4 m
Jumlah channel (n) : 6 buah
Jumlah belokan (n-1) : 5 buah
Headloss (hL) : 1 – 2 ft (0,3 – 0,6 m)
Gradien kecepatan (G) : 20 – 70 1/dtk
Waktu detensi minimum (td) : 20 menit (1200 dtk)
Kecepatan aliran (v) : 0,1 – 0,4 m/dtk
Viskositas kinematik air (υ ) : 0,893 x 10-6 m2/dtk
K : 1,5
Perhitungan
Volume bak (V),
V=Q×tdV= (0 ,125 )×(1200 )=150m3
Kedalaman bak dibuat 4 m dan lebar bak dibuat 3 m, maka panjang bak (p),
p=VA
p=150( l×H )
p=1503×4
=12,5m
Headloss per channel (h),
G=( g .hυ . td )
12
h=G2υ .tdg
Tahap I (h1),
G = 70
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(70 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81
=0 ,089m
Tahap II (h2),
G = 60
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(60 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81
=0 ,066m
Tahap III (h3),
G = 50
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(50 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81
=0 ,046m
Tahap IV (h4),
G = 40
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(40 )2( 0 ,893×10−6) (200 )9 ,81
=0 ,029m
Tahap V (h5),
G = 30
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(30 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81
=0 ,016m
Tahap VI (h6),
G = 20
Td = 200 dtk
h=G2υ . tdg
h=(20 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81
=0 ,007m
Jadi headloss channel total (hchannel),
hchannel = Σh = 0,253 m
Luas bukaan (A),
A = 0,7 x 0,5
= 0,35 m2