koagulasi dan flokulasi

28
BAB III KOAGULASI DAN FLOKULASI Koagulasi Pengertian koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat (flash mixing) koagulan yang bertujuan untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan suspended solid (Reynolds, 1982). Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutuhkan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potasium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis (Kawamura, 1991). Menurut Kawamura (1991), keefektifan pengadukan cepat dipengaruhi : Tipe koagulan yang digunakan Jumlah zat kimia yang diberikan dan karakteristiknya masing- masing Kondisi lokal, misalnya kondisi daerah, temperatur, kelayakan suplai energi dan sebagainya

Upload: kartika-pratama-syafitri

Post on 24-Oct-2015

421 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

BAB III

KOAGULASI DAN FLOKULASI

Koagulasi

Pengertian koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat (flash mixing)

koagulan yang bertujuan untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan

suspended solid (Reynolds, 1982). Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi

didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi

termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing)

merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah

untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang

diolah. Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan

logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisisnya terjadi dalam

hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang

dibutuhkan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia

alkali, ozone, dan potasium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami

reaksi hidrolisis (Kawamura, 1991).

Menurut Kawamura (1991), keefektifan pengadukan cepat dipengaruhi :

Tipe koagulan yang digunakan

Jumlah zat kimia yang diberikan dan karakteristiknya masing-masing

Kondisi lokal, misalnya kondisi daerah, temperatur, kelayakan suplai energi dan

sebagainya

Karakteristik air baku

Tipe pengaduk zat kimia

Kehilangan tekanan (headloss) yang tersedia untuk pengadukan cepat

Variasi aliran pada instalasi

Jenis proses selanjutnya

Biaya

Dan lain-lain.

Kawamura (1991) menyebutkan bahwa pemilihan koagulan sangat penting untuk

menentukan desain kriteria pengadukan cepat dan untuk proses flokulasi dan

sedimentasi agar berjalan efektif. Koagulan yang sering digunakan adalah koagulan

garam logam seperti : alumunium sulfat, ferric chloride, dan ferric sulfate. Polimer

buatan seperti polydiallyl dimethyl ammonium (PDADMA) dan polimer kation alam

seperti chitosan (terbuat dari kulit udang) juga dapat digunakan. Perbedaan antara

koagulan logam dengan polimer kation adalah pada reaksi hidrolisnya dengan air.

Garam logam mengalami hidrolisis ketika dimasukkan ke dalam air sedangkan polimer

tidak. Reaksi hidrolisis ini menghasilkan hydroxocomplex seperti

Al(H2 )63+ ,Fe (H2O)3

3+ , AlOH 2+ dan Fe(OH )2+

.

Selain koagulan, biasanya dalam pengolahan air bersih ada penambahan zat kimia

yang dibubuhkan dalam pencampuran cepat. Zat kimia yang sering digunakan adalah

alum, polimer kationik, potasium permanganat, chlorine, powerded activated carbon

(PAC), amonia, kapur soda, serta anionic dan nonionic polymers. Pemilihan zat kimia

yang tepat sangat penting khususnya pada air baku yang tidak memiliki alkalinitas

yang cukup (Kawamura, 1991).

Jenis koagulan yang sering dipakai (Reynolds, 1982) adalah :

Alumunium Sulfat (Alum)

Alum [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena

harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan

alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan

persamaan :

Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 14 H2O

Bila air tidak mengandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas perlu

ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida yaitu berupa kalsium

hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi :

Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O

Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan

natrium karbonat. Kebanyakan perairan memiliki alkalinitas yang cukup sehingga tidak

ada penambahan zat kimia selain alumunium sulfat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar

4,5 – 8,0.

Ferrous Sulfate (FeSO4)

Ferrous sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar menghasilkan

reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 biasanya ditambahan untuk meningkatkan pH

sampai titik tertentu dimana ion Fe2+ diendapkan sebagai Fe(OH)3. Reaksinya adalah :

2FeSO4. 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13 H2O

Agar reaksi di atas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 9,5. Selain itu, ferrous sulfate

digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi :

3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O

Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.

Ferric Sulfate dan Ferric Chloride

Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric

hydroxide dengan reaksi :

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu :

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah :

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

Menurut Kawamura (1991), pengadukan cepat bisa dilakukan dengan sistem difusi secara hidrolis, mekanis maupun dengan pompa. Tipe pengadukan cepat yang umum digunakan, berdasarkan keefektifan, kemudahan pemeliharaan serta biaya, urutan pilihannya adalah sebagai berikut :

Diffusion mixing dengan water jet bertekanan (Gambar 3.1)

Keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air baku tanpa penambahan zat kimia atau

sudah mengalami destabilisai sebagian bisa digunakan dalam sistem injeksi zat kimia.

Valve yang dipasang pada pompa bisa digunakan untuk mengontrol kecepatan

pemompaan dan variasi energi input untuk aliran yang bervariasi dan berjenis-jenis

zat kimia koagulasi. Sistem ini mempunyai durasi pengadukan sekitar 0,5 detik dan

nilai G sekitar 1000 detik-1 (AWWA, 1997).

Sumber : Montgomery, 1985

Gambar 3.1. Jet Injection Sistem Pengadukan Cepat

In-line static mixing (Gambar 3.2.)

Pengaduk ini dikenal dengan pengaduk statis tidak bergerak. Pengaduk ini cukup

efektif dalam proses koagulasi. Kelebihan pengaduk ini adalah (1) tidak adanya bagian

yang bergerak, (2) tidak membutuhkan energi luar untuk menjadi input (masukan) ke

dalam sistem, (3) lebih sedikit terjadinya penyumbatan daripada tipe pengadukan

difusi dengan pompa. Kekurangannya adalah bahwa tingkat dan waktu

pengadukannya merupakan fungsi debit aliran. Panjang pengadukan biasanya 1,5 – 2,5

diameter pipa. Dalam penerapannya, maksimum headloss yang melintasi unit koagulasi

adalah 0,6 m. Desain instalasi pegolahannya harus mempunyai screen pada intake di

bagian hulu dari pengaduk statis sehingga sampah-sampah besar tidak merusak

pengaduk statis (Kawamura, 1991).

Sumber :

Montgomery, 1985

Gambar 3.2. In-line Static Mixer

Nilai G dirumuskan sebagai berikut :

G=( Pμ .V )

0 . 5

Untuk pengadukan cepat dengan static mixer besarnya P dapat diperoleh melalui

persamaan (Kawamura, 1991) :

P=Qwh

h=( 0 ,009(N−1)Q2Sμ0,1

D4 )N

Dimana :

P = energi pengadukan, (Watt = N.m/s)

= viskositas absolut air (N.s/m2) = 1,336.10-3 N.s/m2 pada 10° C

V = volume zone pengadukan (m3)

Q = debit aliran (m3/s)

w = berat air = 1000,15615 kg/m3

h = tekanan jatuh (m)

S = specific gravity = 1,00

N = jumlah elemen pengadukan

Mechanical mixing (Gambar 3.3)

Pengaduk mekanis secara umum merupakan tipe pengaduk paddle atau propeller.

Lebih dari satu set blade propeller atau paddle tersedia pada sebuah shaft. Pengaduk

mekanis sering dirancang dengan penggerak shaft vertikal dengan sebuah penurun

kecepatan dan motor elektrik. Nilai desain untuk kebanyakan sistem pengaduk cepat

secara mekanis yaitu waktu detensi 10 – 60 detik dan nilai G sebesar 600 – 1000 detik-1

(AWWA, 1997).

Menurut Reynolds, 1982:

Gradien kecepatan : G2 =

Pμ .ν

Menurut Fair & Geyer, 1986:

Daya pengadukan yang dibutuhkan

- Untuk single blade :

P = 5.74 x 10-4. Cd . . (1 – K )3 n3 r3 A

- Untuk multiple blade :

P = 1.44 x 10-4 CD . . (1 – K )3 n3 b (r4 - r04 )

Cd = Koefisien Drag , harganya ditentukan sbb :

Tabel 3.1. Harga Koefisien Drag

No Panjang : Lebar Cd

1 5 1,2

2 20 1,5

3 1,9

Sumber: Reynolds, 1982

Keterangan : P : Daya pompa (watt) n : jumlah putaran permenit (rpm)

: viskositas dinamis (Ns/m2) r : jari-jari blade/impeller (m)

v : volume (m3) A : luas blade/impeller (m2)

Cd: koefisien drag b : lebar blade/impeler (m)

: berat jenis air (kg/m3) td : waktu tinggal (jam)

G : gradien kecepatan (1/dt)

k : ratio kecepatan fluida terhadap kecepatan blade/impeller

Sumber :

Montgomery, 1985

Gambar 3.3. Mechanical Mixer

In-line mechanical mixing (Gambar 3.4)

Tipe pengaduk ini menghasilkan pengadukan cepat yang lebih efisien walaupun

letaknya tetap. Keuntungan menggunakan tipe ini adalah bisa mencapai dispersi atau

penyebaran zat kimia yang cepat. Pengaduk ini beroperasi pada watu detensi yang

pendek (kurang dari satu detik) dan pada nilai G yang tinggi. Namun, hal tersebut

menjadi pertimbangan penting karena menjadi kelemahan alat ini dalam air yang

membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama dan lebih dari satu zat kimia untuk

pembentukan flok (AWWA, 1997).

Sumber : Montgomery, 1985

Gambar 3.4. In-line Mechanical Mixer

Hydraulic mixing dengan terjunan (Gambar3.5)

Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan menggunakan V-notch, saluran air,

orifice, aliran turbulen sederhana yang disebabkan oleh kecepatan dalam pipa, fitting

atau saluran. Total headloss untuk pengadukan zat kimia koagulan tidak lebih dari 3,2

m. Energi dari suatu terjunan efektif setinggi 30 cm menyediakan nilai G sebesar 1000

s-1 pada suhu 20° C (AWWA, 1997).

Gradien kecepatan (G) : 400-1000 /dt

Waktu detensi (td) : 60 detik (untuk kekeruhan tinggi)

G x td : 20.000 – 30.000

G=[ g .hυ .td ]

12

(2-11)

dimana, G =gradien kecepatan (1/detik)

g =percepatan gravitasi (m/s2)

h =tinggi terjunan

=viskositas kinematis

Gambar 3.5. Koagulasi Tipe Terjunan

Diffusion dengan pipe grid (Gambar 3.6)

Tipe pengadukan cepat ini tergantung pada turbulensi yang diciptakan oleh pipa grid.

Koagulan atau zat kimia lainnya ditambahkan ke dalam aliran melaui injeksi orifice di

dalam grid. Masalah yang umum terjadi adalah tersumbatnya orifice setelah beberapa

bulan hingga satu tahun instalasi beroperasi. Di bawah kondisi normal, pengaduk ini

tidak direkomendasikan (Kawamura, 1991).

Sumber : Montgomery, 1985

Gambar 3.6. Diffusion Flash Mixer

Salah satu jenis pengadukan cepat tipe hidrolis adalah pengadukan dalam pipa.

Panjang pipa yang diperlukan untuk pengadukan cepat berdasarkan kecepatan aliran

dan waktu pencampuran, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Darmasetiawan,

2001) :

td=L

v

L= g Hf v

υ G2

V= Q /A

Dimana :

L = panjang pipa (m)

V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

= 2.5 – 4 m/detik

Q = kapasitas pengolahan (m3/detik)

td = waktu pencampuran (detik)

A = luas penampang pipa (m)

= ¼ π D2

G = gradien kecepatan (/dt)

υ = viskositas kinematik (1,306x10-6 m/s pada suhu 10oC)

Gradient kecepatan 350-1700 /dt /detik. Dengan rumus sebagai berikut :

G=( g Hfυ td )0.5

Dimana :

G = gradient kecepatan (per detik)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2)

Hf = kehilangan tinggi tekanan sepanjang aliran (m)

td = waktu pencampuran

υ = viskositas kinematis ( 1,306 x 10-6 m2/det pada temperatur 10 °C)

Peavy (1985) menjelaskan bahwa parameter desain untuk pengadukan cepat adalah

waktu pengadukan (t) dan gradien kecepatan (G). Untuk mendapatkan flok yang baik

dilakukan pengadukan yang bertahap dan gradien kecepatannya makin lama makin

menurun.

Tabel 3.2. Kriteria Desain Unit Koagulasi

NoKeterang

an

Uni

t

Kawamur

a1

Al-

Layla2

Reynold

s3

Darmaset

iawan4Peavy5

Montgome

ry6

1G dtk

-1300

700 -

1000700 - 1000

600 -

10001000

2 Td dtk 10 - 30 30 - 60 20 - 60 20 - 40 10 - 60

3G x Td

300 - 160020000 -

30.0001000 - 2000

4 pH alum

opt.4 4,5 - 8,0 5,0 - 7,5

Sumber : 1.Kawamura, 1991; 2.Al-Layla, 1980; 3.Reynolds, 1982;

4.Darmasetiawan, 2001; 5.Peavy, 1985;

6. Montgomery, 1985

Pengadukan cepat dengan in-line static mixer mempunyai kriteria desain tersendiri

yaitu (Kawamura, 1991) :

G x t = 350 – 1700 (rata-rata 1000)

t = 1 – 5 detik

3.2. Flokulasi

Menurut kawamura (1991), flokulasi merupakan pengadukan lambat yang mengiringi

dispersi koagulan secara cepat melalui pengadukan cepat. Tujuannya adalah

mempercepat tumbukan yang menyebabkan terjadinya gumpalan partikel koloid yang

tidak stabil sehingga dapat diendapkan. Istilah koagulasi-flokulasi kadang-kadang

digunakan secara bergantian dalam beberapa literatur. Namun penggumpalan partikel

ini pada prinsipnya terjadi dalam dua tahap proses.

Pemilihan proses flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini (Montgomery,

1985) :

Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi langsung, softening atau sludge

conditioning.

Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, partikel tersuspensi dan temperatur.

Tipe koagulan yang digunakan.

Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan.

Proses flokulasi bisa dilakukan melalui pengadukan mekanis maupun dengan baffle

(Kawamura, 1991) :

Pengadukan secara mekanis

Vertical shaft dengan turbin atau blade tipe propeler.

Tipe paddle dengan horizontal atau vertical shaft.

Baffled channels

Horizontal baffled channel

Vertically baffled channel

Montgomery (1985) menjelaskan bahwa tipe flokulator yang umum digunakan adalah

pengaduk mekanis. Flokulator dengan paddle digunakan untuk energi pengadukan

rendah hingga sedang. Sedangkan flokulator dengan propeler atau turbin digunakan

untuk energi pengadukan sedang hingga besar.

Pengadukan di dalam flokulator direkomendasikan dengan menggunakan pengaduk

paddle shaft vertikal karena dapat menghasilkan energi yang bervariasi terhadap

zona-zona flokulasi. Sedangkan bak flokulasi yang disarankan adalah rektangular

karena dapat menghasilkan pengadukan yang sempurna (AWWA, 1997).

Parameter desain untuk flokulasi adalah G x t (tanpa satuan). Nilai G x t yang umum

digunakan berkisar antara 104 sampai 105. Nilai G yang besar dengan waktu yang

singkat cenderung menghasilkan flok padat yang kecil, sedangkan nilai G yang rendah

dan waktu yang lama menghasilkan flok yang ringan dan lebih besar (Peavy, 1985).

Menurut Kawamura (1991), nilai gradien kecepatan masing-masing tipe flokulasi dapat

ditentukan sebagai berikut :

Baffle Channel

Persamaan yang digunakan:

G=( g .hυ . td )

12 hL=K

v2

2g

dengan: G = gradien kecepatan (1/dtk)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2)

h = headloss total (m)

υ = viskositas kinematik air (m2/dtk)

td = waktu dsetensi (dtk)

hL = headloss per belokan (m)

K = 1,5

v = kecepatan aliran air (m/dtk)

(Kawamura, 1991)

Sumber : AWWA, 1997

Gambar 3.7 Baffled Channels

2. Pengaduk mekanis dengan paddle

G=(CD Av 32νV )0.5

Dimana :

CD = koefisien drag yang tergantung pada bentuk paddle dan kondisi aliran

(nilainya 1,8)

A = luas daerah paddle (m2)

ν = viskositas kinematik fluida (m2/s) = 1,306.10-6 m2/s pada 10 °C

V = volume tangki flokulasi (m3)

v = kecepatan aliran (m/s)

Sumber : Kawamura, 1991

Gambar 3.8 Horizontal Shaft Flocculator

3. Pengadukan melalui plat berlubang, pengadukan ini memanfaatkan kontraksi pada waktu air melalui lubang.

Detail plat

Gambar 3.9. Flokulator Melalui Media Berlubang

Parameter desain untuk flokulasi adalah G x t (tanpa satuan). Nilai G x t yang umum

digunakan berkisar antara 104 sampai 105. Nilai G yang besar dengan waktu yang

singkat cenderung menghasilkan flok padat yang kecil, sedangkan nilai G yang rendah

dan waktu yang lama menghasilkan flok yang ringan dan lebih besar (Peavy, 1985).

Diffuser

Menurut Darmasetiawan (2001) pada model flokulator dengan plat berlubang kehilangan tekanan dan dapat dihitung dengan persamaan :

Hf= K . Q2

2 g N (π /4 D2 )2

Sedangkan untuk menghitung nilai G dicari dengan rumus :

G1πD2 [ 8 Q3 K

υ A L N ]0. 5

Keterangan :Hf = kehilangan tekanan (m)K = koefisien kontraksi (2 - 4)Q = debit (m3/dt)N = jumlah lubang / diffuserυ = viskositas kinematik (1.306 x 10-6 m/s2 pada suhu 10 oC)D = diameter lubang (m)A = luas plat (m2)L = jarak antar plat (m)

Tabel 3.3. Kriteria Desain Flokulator Mekanis (Horizontal Shaft dengan Paddle)

NoKeterang

anUnit

Kawamur

a1

Al-

Layla2

Reynold

s3

Darmaset

iawan4

Peavy

5

Montgomer

y6

1G dtk-

160 - 10 10 - 75 80 - 20 70 - 20 > 50

2 Td mnt 30 - 40 10 - 90 10 - 20 10 - 30 15 - 20

3G x Td

104- 105 104- 105104-

105

4Dalam

bak4,8

5Kec.

maksm/s ± 1,0

0,15 –

1,00,1 - 1,0 1

6 Luas

paddle 5 - 20 %

area bak

15 - 20

% area

bak

15 - 20

%

area

bak

≤ 20 %

area bak

Sumber : 1.Kawamura, 1991; 2.Al-Layla, 1980; 3.Reynolds, 1982; 4.Darmasetiawan,

2001; 5.Peavy, 1985; 6. Montgomery, 1985

Contoh perhitungan :

Contoh 1

Koagulasi

Aliran air = 0,05 m3/s

Diameter pipa = 8 inchi = 0,2032 m

Panjang pengadukan (L)= 2,5 X 0,2032 m ≈ 0,5 m

V = ¼ π D2.L = ¼ π (0,2032)2.(0,5)m = 0,016 m3

Dengan persamaan 2.12

h=( 0 ,009(2−1)(0 ,05 )2 (1)(1 ,336.10−3 )0,1

(0 ,2032 )4 )x 2=0 ,013m

Dengan persamaan 2.11, P=(0 ,05) x (1000 ,15615 )x (0 ,013 )=0 ,66Nm /s

Dengan persamaan 2.10

G=( Pμ .V )

0 . 5

=( 0 ,66

1 ,336 .10−3 x 0 ,016 )0,5

=175 ,7dtk−1

…(tidak memenuhi)

Dengan waktu detensi (t) = 2 detik maka nilai G x t = 175,7 x 2

= 351,4…(memenuhi)

Perhitungan kebutuhan PAC (Poly Aluminium Chloride)

Pembubuhan PAC untuk 1 (satu) line = 150 ppm = 150 mg/L

Pembubuhan PAC untuk 2 (dua) line = 300 ppm = 300 mg/L

Debit yang diolah untuk 2 (dua) line = (180+180) m3/jam = 360 m3/jam

= 360.103 L/jam

Kebutuhan PAC = 360.103 L/jam x 300 mg/L = 1,08.108 mg/jam

= 1,08.108 mg/jam x 10-6 kg/mg x 24 jam/hari

= 2592 kg/hari

Perhitungan kebutuhan NaOCl (Sodium Hypochloride)

Debit yang diolah dalam 1 (satu) line = 50 L/s

DPC (daya pengikat Chlor) = 1,2 mg/L

Sisa Chlor = 0,4 mg/L

Jadi, dosis chlor = (1,2 + 0,4) mg/L

NaOCl mengandung 17,5 % chlor, sehingga dosis NaOCl adalah

=

10017 ,5

x1,6mg /L=9 ,14mg /L≃10mg /L≃10 ppm

NaOCl yang dibutuhkan 1 (satu) line = 50 L/s x 9,14 mg/L = 457 mg/L

= 457 mg/L x 10-6 kg/mg x 3600 s/jam

= 1,6452 kg/jam = 39,4848 kg/hari

≈ 39,5 kg/hari

Flokulator

Kapasitas Instalasi = 50 L/s = 0,05 m3/s

Viskositas kinematis (ν) = 1,306.10-6 m2/s pada suhu 10°C

Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

Dimensi

Diameter flokulator = 4,8 m

Tinggi air existing = 3,6 m

Volume tangki berdasarkan tinggi air :

= ¼ π D2 x t = ¼ x (3,14) x (4,8)2 x 3,6

= 65,11 m3

Waktu detensi (td) =

VolumeQ =

65 ,11m3

0 ,05m3 /det

= 1302,2 detik = 21,70 menit…(memenuhi)

Luas lintasan paddle = 20 % luas bak = 20 % x ¼ π D2

= 20 % x ¼ (3,14) (4,8)2 = 3,62 m2

Gradien kecepatan (G) dengan kecepatan aliran 0,5 m/s (Persamaan 2.14)

=(CD Av 32νV )0 . 5

=( 1,8 .(3 ,62) .(0,5 )3

2(1 ,306 .10−6 )(65 ,11)) = 69,20 /detik…(memenuhi)

G x td = 69,20 /detik x 1302,2 detik

= 90.112,24…(memenuhi)

Contoh 2

Kriteria desain terpilih

Pengadukan dengan cara mekanis

Waktu detensi (td) : 60 dtk

Gradien kecepatan (G) : 1000 1/dtk

Kedalaman bak (H) : 1,25 x lebar bak

Diameter impeler (D) : 50% x lebar bak

Jarak impeler dari dasar : 1 x diameter impeler

Jumlah putaran (N) : 10 – 150 rpm

Jumlah bak pengaduk : 2 bak

Viskositas absolut air (μ) : 0,890 x 10-3 kg/m.dtk

Massa jenis air (ρ) : 997 kg/m3

Perhitungan

Debit tiap bak (Q’),

Q '=Q2

Q '=0 ,252

=0 ,125m3/dtk

Volume bak (V),

V=Q '×tdV=0 ,125×60V=7,5m3

Dimensi bak,

Panjang (p) = 2 m

Lebar (l) = 2 m

Kedalaman (H) = 2 m

Daya pengadukan (P),

G=( PμV )1

2

P=G2μVP= (1000 )2 (0 ,890×10−3) (7,5 )P=6675watt

Diameter impeler (Di),

Di = 50% x 2

= 1 m

Jari-jari impeler (r),

r=Di2

=0,5m

Jarak impeler dari dasar (H’),

H’ = Di

= 1 m

Jumlah putaran (N),

Untuk koagulasi pengaduk yang digunakan adalah blade menerus, dengan demikian ri = 0 dan blade ada di kedua sisi batang pengaduk, maka:

P=( 1, 44×10−4 )Cd ρb [N (1−k ) ]3 (r o4−ri4 )6675=(1 ,44×10−4 ) (1,8 ) (997 ) (0,3 ) [N (1−k ) ]3 (0,5 )4

6675=2 ,04×10−3N3

N=148 ,36 rpm

\Bak koagulan

Kriteria desain terpilih

Koagulan yang digunakan : Aluminium sulfat (Al3(SO4)3.14H2O)

Kadar alum aktif : 49 %

Massa jenis (ρ) :134 gr/100 ml (1,34 kg/l)

Konsentrasi larutan alum : 5 %

Dosis alum maksimum (Cal) : 40 mg/l

Jumlah bak koagulan : 2 bak

Waktu pencampuran (tc) : 8 jam

Perhitungan

Kebutuhan alum (M),

M=10049

QC al

M=10049

(250 ) ( 40 )

M=20408 ,16mg /dtkM=1763 ,27kg /hari

Debit koagulan (Q’),

Q '=Mρ

Q '=1763 ,271 ,34

Q '=1315 ,87 l /hari=54 ,83 l / jam

Volume alum yang dibutuhkan selama pencampuran (Val),

Val = Q’ x tc

= 54,83 x 8 = 438,64 l

Volume larutan (Vlar),

V lar=1005

×438 ,64

V lar=8772 ,8 l=8 ,77m3

Dimensi bak pembubuh

Panjang (p) = 2 m

Lebar (l) = 2 m

Kedalaman (H) = 2,4 m

Sistem pembubuhan koagulan

Sistem pembubuhan koagulan dilakukan dengan menggunakan pompa pembubuh (dosing pump). Dosing pump menyedot koagulan pada bak koagulan di ruang pembubuh kemudian menginjeksikannya ke pipa header sebelum masuk ke unit koagulasi.

Debit koagulan (Q) = 54,83 l/jam

54 ,83 l / jam×100060

=913 ,83ml/mnt

913 ,83ml /mnt95 stroke /mnt

=9 ,62ml /stroke

Berdasarkan perhitungan debit koagulan yang dibutuhkan dan besarnya volume per stroke dapat ditentukan jenis dosing pump yang digunakan serta setting panjang strokenya dengan menggunakan grafik. Dari grafik didapat jenis dosing pump DM2-48 dengan tekanan 5 bar yang disetting pada angka 10.

Flokulasi

Kriteria desain terpilih

Pengadukan dengan cara hidrolis (baffle channel vertikal)

Jumlah bak : 2 bak

Jarak antar baffle minimum : 0,75 m

Kedalaman (H) : 4 m

Jumlah channel (n) : 6 buah

Jumlah belokan (n-1) : 5 buah

Headloss (hL) : 1 – 2 ft (0,3 – 0,6 m)

Gradien kecepatan (G) : 20 – 70 1/dtk

Waktu detensi minimum (td) : 20 menit (1200 dtk)

Kecepatan aliran (v) : 0,1 – 0,4 m/dtk

Viskositas kinematik air (υ ) : 0,893 x 10-6 m2/dtk

K : 1,5

Perhitungan

Volume bak (V),

V=Q×tdV= (0 ,125 )×(1200 )=150m3

Kedalaman bak dibuat 4 m dan lebar bak dibuat 3 m, maka panjang bak (p),

p=VA

p=150( l×H )

p=1503×4

=12,5m

Headloss per channel (h),

G=( g .hυ . td )

12

h=G2υ .tdg

Tahap I (h1),

G = 70

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(70 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81

=0 ,089m

Tahap II (h2),

G = 60

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(60 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81

=0 ,066m

Tahap III (h3),

G = 50

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(50 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81

=0 ,046m

Tahap IV (h4),

G = 40

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(40 )2( 0 ,893×10−6) (200 )9 ,81

=0 ,029m

Tahap V (h5),

G = 30

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(30 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81

=0 ,016m

Tahap VI (h6),

G = 20

Td = 200 dtk

h=G2υ . tdg

h=(20 )2 (0 ,893×10−6 ) (200 )9 ,81

=0 ,007m

Jadi headloss channel total (hchannel),

hchannel = Σh = 0,253 m

Luas bukaan (A),

A = 0,7 x 0,5

= 0,35 m2

Kecepatan aliran (v),

v = Q/A

= 0,125/0,35

= 0,36 m/dtk

Headloss per belokan (hL),

hL=Kv2

2 g

hL= (1,5 ) (0 ,36 )2

2 (9 ,81 )=9,9×10−3m

Terdapat lima (5) buah belokan, maka :

hL = 5 x hL

= 0,05 m