Download - Laporan Pendahuluan Tb
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN TUBERCULOSIS
1. Definisi
- Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar basil tuberculosis menyerang paru,
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007)
- Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, 1995)
2. Etiologi
Pada 1882, Robert Koch menemukan bahwa agen penyebab TB merupakan
organisme kompleks Mycobacterium tuberculosis (Fitzpatrick & Braden, 2000). Kuman
ini berbentuk batang dan tahan asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi
pada membran selnya sehingga menyebabkan kuman ini tahan asam dan
pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet karena
itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Ukuran dari kuman tuberkulosiss ini
kurang lebih 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah
merah (Sumantri, 2008).
3. Epidemiologi
Epidemiologi tuberkulosis bervariasi nilainya di seluruh dunia. Angka tertinggi
(100/100.000 atau lebih) ditemukan di Afrika sub-Sahara, India, China, dan pulau-pulau
di Asia Tenggara dan Mikronesia. Angka intermediat tuberkulosis (26-100
kasus/100.000) muncul di Amerika Tengah dan Selatan, Eropa Timur, dan Afrika Utara.
Angka rendah (kurang dari 25 kasus per 100.000 penduduk) muncul di Amerika Serikat,
Eropa Barat, Kanada, Jepang, dan Australia . Dan diperkirakan 1 dari 14 kasus TB baru
muncul pada individu yang terinfeksi HIV, 85% kasus-kasus ini muncul di Afrika
(Horsburgh, 2010). Seperti yang disampaikan di atas, TB paru mencakup 80-85% dari
seluruh kasus aktif; sedangkan TB ekstraparu mencakup 15-20% lainnya (Fitzpatrick &
Braden, 2000).
Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan
penderita baru mencapai 9,8% dengan angka keberhasilan 89%, sehingga WHO
menggolongkan Indonesia sebagai penyelenggara program yang baik tapi ekspansi
sangat lambat (Depkes, 1999). Berdasarkan hasil Suskernas tahun 2004, prevalensi TB
di DIY dan Bali sebesar 64 per 100.000 penduduk, di Jawa 107 per 100.000, di Sumatra
160 per 100000, dan yang tertinggi daerah Indonesia Timur sebesar 210 per 100.000
penduduk.
4. Klasifikasi
Berdasarkan Depkes (2007) penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostic
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses ), dan atau
keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
5. Manifestasi klinis
Gejala-gejala tuberkulosis terdiri atas gejala umum yaitu batuk terus-menerus
dan berdahak selama tiga minggu atau lebih dan gejala lain, yang sering dijumpai yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah,
nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, serta demam/ meriang lebih dari sebulan (Depkes, 2007).
6. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat
yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit.
Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan
droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(
Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak
dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin
kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak
di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening
atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening
dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ
tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang
mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya
leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru
yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun
basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan
dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk
darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan
oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood
Al sagaff dkk:1995;85-86).
7. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):
a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ika
pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolapsspontan karena
kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit. Penderita
TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus sembuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan
pengobatan simtomatis.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
Jenis OAT
Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Sifat Harian 3x seminggu
Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
15 (12-18)
15 (15-20)
10 (8-12)
10 (8-12)
35 (30-40)
15 (12-18)
30 (20-35)
Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan prinsip - prinsip
sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
(1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
(4) Jika setelah pengobatan 2 bulan pasien TB BTA positif belum menjadi BTA
negatif (tidak konversi), maka diberikan OAT sisipan (HRZE) sama seperti
paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28
hari).
b) Tahap Lanjutan
(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Efek samping OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
1) Efek Samping Ringan Tidak ada nafsu makan mual, sakit perut , Nyeri Sendi Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki Warna kemerahan pada air seni (urine)
Rifampisin Parazinamid INH Rifampisin
Semua OAT diminum malam sebelum tidur Beri Aspirin Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg per hari Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu tapi perlu penjelasan pada pasien
2) Efek Samping Berat Gatal dan kemerahan kulit Tuli
Gangguan keseimbanga Ikterus tanpa penyebab lain Bingung dan muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat) Gangguan penglihatan Purpura dan renjatan (syok)
Semua jenis OAT Streptomisin Streptomisin Hampir semua OAT Hampir semua OAT Etambutol Rifampisin
Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat jika tidak mereda, hentikan semua OAT. Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol. Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang. Hentikan semua OAT, segeralakukan tes fungsi hati Hentikan Etambutol. Hentikan Rifampisin.
9. Pemeriksaan laboratorium
a. Radiologi
Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran infiltrat atau
nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta tuberkuloma atau
tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB primer tampak gambaran
radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai pembesaran kelenjar
limfe di bagian infiltrat berada.
b. Mikrobiologi
Pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada
basil tahan asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% –
70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena diduga tidak terlalu
sensitive
c. Biopsy jaringan
Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian lainnya, dimana
dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan tetapi bukanlah
merupakan diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang
positif adalah ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
d. Bronchoscopy
Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan dapat digunakan
untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).
e. Tes tuberkulosis
Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein Murni (PPD)
secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam 48 – 72 jam setelah dites,
dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10 mm. Gambar berikut ini
merupakan gambaran pemeriksaan tes mantouk.
10. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Berkeringat, takikardi, takipnea/dispnea, kelelahan otot, nyeri dan sesak nafas
b. Integritas ego
Adanya faktor stress yang lama, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan,
menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah tersinggung
c. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan , turgor kulit buruk, kering atau
kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak
d. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang, berhati-hati pada area yang sakit,
perilaku distraksi dan gelisah
e. Pernafasan
Batuk produktif atau tak produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis atau
terpajan pada individu terinfeksi, peningkatan prekuensi pernafasan (penyakit
luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura). Perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural). Bunyi nafas menurun/tak ada
secara bilateral atau unilateral (efusi pleura/pneumotorak). Bunyi nafas tubuler
atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Krakels tercatat di atas apek paru selama
inspirasi cepat setelah batuk pendek (krakels postusic). Karakteristik sputum
hijau/purulen, mukosit kuning, atau bercak darah dan deviasi trakea (penyebaran
bronkhogenik).
f. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV positif, demam
rendah atau sakit panas akut
g. Interaksi sosial
Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Kultur sputum
Positif atau mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
b. Tes kulit (PPD, mantoux, potongan volimer)
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 – 72 jam setelah
injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti bodi
tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif
c. Photo thorak
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium,
lesi sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB
dapat termasuk rongga atau area fibrosa
d. Biopsy jarum pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB
e. Histology atau jaringan
Positif untuk mycobacterium tuberculosis.
f. Elektrolit
Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi
g. Analisa gas darah
Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru-paru
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat;
penurunan kerja silia/statis sekret; kerusakan jaringan/tambahan infeksi; penurunan
pertahanan/ penekanan proses inflamasi; malnutrisi; terpajan lingkungan; kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
Tujuan :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran
infeksi.
2) Menunjukkan atau melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
Intervensi :
a) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah dan bicara.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang.
b) Identifikasi orang lain yang beresiko.
Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
c) Anjurkan pasien untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan sekali pakai dan tehnik mencuci tangan
yang tepat.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
d) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, misalnya masker atau isolasi pernafasan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien.
e) Awasi suhu sesuai indikasi.
Rasional : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
f) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang TB.
Rasional : Membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari atau
menurunkan insiden aksaserbasi.
g) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Infeksi berlanjut akan meningkatkan penyebaran infeksi.
h) Dorong memilih atau mencerna makanan seimbang. Berikan makanan sering, kecil
dalam jumlah makanan yang tepat.
Rasional : Adanya anoreksia/malnutrisi sebelumnya menurunkan ketahanan
terhadap proses infeksi dan membantu penyembuhan. Makanan kecil dapat
membantu meningkatkan rangsang makan.
i) Kolaborasi dalam pemberian obat anti inflamasi pada TB.
Rasional : Menghindari infeksi tidak terjadi ulang
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah; kelemahan; upaya batuk buruk; edema trakea atau faringeal.
Tujuan :
1) Mempertahankan jalan nafas klien.
2) Mengeluarkan sekret tampa bantuan.
3) Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan kebersihan jalan nafas.
4) Berpartisipasi dalam program pengobatan, sesuai tingkat kemampuan atau sanitasi.
5) Menidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
1) Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta
penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronkhi dan
mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan atot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukus/batuk efektif; catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental
atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkhial dan
dapat memerlukan evaluasi/ intervensi lanjut.
3) Berikan klien posisi semi fowler. Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : Posisi membentu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; penghisapan sesuai keperluan.
Rasional : mencegah obstruksi/ aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila
pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
6) Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu mengencerkan
sekret
7) Berikan obat-obat sesuai indikasi; agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid.
Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret,
bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkheal,
kortikosteroid berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia
c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial.
Tujuan:
1) Resiko terhadap pertukaran gas dapat dihindari.
2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
3) Bebas dari gejala distress pernafasan.
Intervensi:
1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal atau menurunnya bunyi nafas, meningkatkan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : Memantau ada tidaknya penyakit yang berlanjut.
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenisasi
organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan atau dorong bernafas selama ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/
penyempitan jalan nafas.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktifitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode
penurunan penafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan; sering
batuk atau produksi sputum dispnea, anoreksia, ketidak cukupan sumber keuangan.
Tujuan:
1) Menunjukkan berat badan meningkat dan bebas tampa malnutrisi.
2) Melakukan prilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan status nutrisi.
3) Mempertahankan BB yang tepat.
Intervensi
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, turgor kulit, BB, integritas mukosa oral,
kemampuan/ketidakmampuan menelan, riwayat mual, muntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat atau luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2) Pastikan pola diit biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan. Pertimbangan keinginan
individu dapat memperbaiki masukan diit.
3) Awasi masukan/pengeluaran BB secara periodik.
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Motivasi dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik
meningkat saat demam.
5) Berikan perawatan mulut.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
6) Makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tampa kelemahan yang tak perlu atau
kebutuhan energi dari makan makanan banyak menurunkan iritasi gaster.
7) Motivasi orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan.
8) Rujuk ke ahli diit untuk menentukan komposisi diit.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diit dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik dan diit.
9) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum dan albumin.
Rasional : Nilai rendah menunjukkan mal nutrisi dan menunjukkan kebutuhan
intervensi atau perubahan program terapi.
10) Berikan antipiretik secara tepat.
Rasional :Demam meningkat kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan:
1) Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi atau intervensi. Menyatakan
pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
2) Melakukan prilaku/perubahan pola hiduo untuk memperbaiki kesehatan umum dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien untuk belajar, mengetahui masalah, kelemahan, tingkat
partisipasi, lingkungan dan media terbaik bagi klien.
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawata, contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran dan vertigo.
Rasional : Dapat menunjukkan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit atau
efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3) Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diit karbohidrat dan
pemasukan cairan adekuat.
Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolik, membantu meminimalkan kelemahan
dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencer atau mengeluarkan
sekret.
4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama. Kaji interaksi dengan obat lain.
Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
5) Kaji efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
Rasional : Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan
terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
6) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut/masalah.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan
konsepsi/peningkatan ansietas.
7) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : Meskipun tidak merangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan
disfungsi pernafasan/bronchitis.
8) Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktifitas.
Rasional : Pengetahuan dapat menurunkan penularan dan reaktivitas ulang