Download - Lapsus Saraf Baru
Laporan Kasus Individu
“C e r e b r o V a s k u l e r A c c i d e n t ( CVA) Emboli “
Oleh:
Reni Rifanti
Pembimbing
Dr. Irawan SpS
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Lamongan
RSML
2013
1
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………........ 5
BAB 3 LAPORAN KASUS.................................................................................. 23
BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………………… 37
BAB 5 KESIMPULAN………………………………………………………. 43
Daftar Pustaka .............................................................................................. 44
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke secara definisi merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal ataupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kemarin tanpa adanya penyakit lain yang jelas
selain vaskuler. Stroke sendiri merupakan salah satu penyebab gangguan otak pada usia
produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung
pada sebagian besar negara di dunia, terutama di negara maju.
Banyak upaya penelitian yang telah dilakukan terutama dalam menemukan cara
terbaik untuk dapat mencegah timbulnya stroke, untuk mencegah agar tidak berulang
sekiranya seseorang pernah mendapat stroke, untuk mengurangi kerusakan atau kematian
yang diakibatkan oleh stroke, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan selain membahayakan
jiwa, perawatan untuk penyakit stroke sendiri membutuhkan biaya yang besar. Di Inggris
dan Belanda misalnya, setiap tahun biaya yang dikeluarkan dari anggaran kesehatan
untuk penatalaksaan penyakit stroke mencakup ±5% dari jumlah keseluruhan anggaran
Faktor risiko untuk timbulnya stroke pun bervariasi. Grau dkk pada penelitiannya
menemukan signifikansi antara hipertensi dengan penyakit stroke sebesar 67%. Hal ini
diikuti pula dengan risiko pada orang yang bukan peminum alkohol sebesar 48%,
hiperkolesterolemia 35%, diabetes mellitus 29%, merokok 28%, Aritmia jantung 26%,
penyakit jantung koroner 24%, dan terhadap orang yang rutin mengkonsumsi alkohol
sebesar 10%.
Untuk dapat mendiagnosis dan mendefinisikan tipe stroke bisa cukup sulit dan
tidak akurat bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penggunaan Head
CT-Scan sebagai baku emas dalam mendiagnosa stroke perlu dilakukan. Namun tidak 3
semua klinik memiliki Head CT-Scan. Oleh sebab itu penyusunan laporan kasus ini
bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam tentang stroke iskemik dan ditujukan untuk
dokter muda, serta praktisi klinis yang membaca laporan kasus ini. Diharapkan setelah
membaca laporan kasus ini, pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti
tentang stroke iskemik dan tentang tatalaksananya di Rumah Sakit.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler.
Stoke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak seingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari seluruh dunia, stroke merupakan penyebab kematian
tersering kedua setelah penyakit jantung koroner dan menempati urutan keenam sebagai
penyebab kecacatan. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian tersering
ketiga pada orang dewasa. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren
adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara total diperkirakan adalah 750.000 per
tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Orang Amerika keturunan Afrika
memiliki angka kejadian yang lebih tinggi 60% dibandingkan orang Kaukasian. Hal ini
mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui sebabnya)
hipertensi pada orang Amerika keturunan Afrika. Di Amerika Serikat perempuan
membentuk lebih dari separuh kasus stroke yang meninggal, lebih dari dua kali jumlah
perempuan yang meninggal akibat kanker payudara. Perempuan juga membentuk sekitar
43% kasus stroke per tahun.
5
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi
penderita stroke secara nasional. Data survey Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI
menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di
Indonesia. Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia, diperoleh gambaran bahwa
penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 18
11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data -
data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar
24,5%.
2.3 Etiologi
Iskemik dapat diakibatkan oleh 3 macam mekanisme, yaitu:
1. Trombosis. Yaitu obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi pada satu atau
lebih pembuluh darah lokal.
2. Emboli. Yaitu pembentukan material dari tempat lain di sistem vaskuler dan
tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.
3. Pengurangan perfusi sistemik umum. Bisa akibat kegagalan pompa jantung atau
proses perdarahan atau hipovolemik.
Dalam mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik hanya
berdasarkan gejala klinis sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams et al yang tergabung
dalam kelompok peneliti TOAST, pada tahun 1993 mengklasifikasikan subtipe stroke
iskemik berdasarkan profil faktor resiko, gambaran klinik, penemuan hasil pencitraan
otak CT Scan atau MRI, cardio-imaging, dupleks imejing arteri ekstrakranial, arteriografi
dan pemeriksaan laboratorium.
2.4. Patogenesis
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi
(infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut tidak
dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi bila Cerebral Blood Flow (CBF) 20%
dari normal atau kurang 2. Iskemik otak menyebabkan perubahan sel neuron secara
bertahap, sebagai berikut 1:
6
2.4.1. Tahap I
a. Penurunan aliran darah
Otak memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kapasitas sirkulasi serebral dalam
mempertahankan level secara konstan CBF terhadap perubahan-perubahan tekanan darah.
CBF normal adalah sekitar 50 ml/100gr jar.otak/menit. Sel membran dan fungsi sel akan
terganggu apabila CBF turun di bawah 10 ml/ 100gr jar.otak/menit, dan tidak akan bertahan
hidup jika aliran darah di bawah 5 ml/ 100gr jar.otak/menit.
b. Pengurangan O2
Berkurangnya aliran darah ke bagian otak yang terganggu akan mengakibatkan
berkurangnya aliran O2 ke jaringan sekitar. Keadaan hipoksia otak akan memicu
terbentuknya oxygen-free radical yang nantinya akan menuju pada disfungsi sel.
c. Kegagalan Energi
Keadaan hipoksia akan memicu proses glikolisis anaerob untuk membentuk ATP
yang disertai laktat. Produksi ATP yang lebih sedikit dan penumpukan asam laktat
mengakibatkan gangguan fungsi metabolisme sel saraf.
d. Terminal Depolarisasi & Kegagalan Homeostasis Ion
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel, sedangkan kalium akan bergerak pindah ke
ekstrasel.
2.4.2. Tahap 2
a. Eksitotoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
Pada keadaan iskemik aktivitas neurotransmitter eksitatori (glutamat, aspartat,
asam kainat) meninggi di daerah iskemik tersebut. Glutamat akan mennyebabkan sel
neuron lebih peka untuk rusak dan sifat toksik glutamat bisa mengakibatkan kematian sel.
b. Spreading Depression
Penurunan aliran darah pada lokasi tertentu akan mengakibatkan iskemik yang
bervariasi pada daerah-daerah yang mendapatkan suplai aliran darah dari pembuluh darah
tersebut. Pusat zona iskemik dengan aliran darah yang sangat rendah (0-10ml/100gr/i)
7
disebut core of infarct. Daerah pinggir zona dengan aliran darah yang lebih besar karena
adanya aliran darah kolateral (10-20ml/100gr/i) disebut penumbra. Penumbra berada pada
keadaan antara hidup dan mati, menunggu aliran darah dan oksigen yang adekuat untuk
restorasi.
c. Inflamasi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan kadar sitokin terutama yang dihasilkan oleh
mikroglia. Sitokin-sitokin ini (limfokin, IL-1β, IL-6, IL-8, TNF alfa) nantinya akan
menimbulkan proses inflamasi.
d. Apoptosis
2.5 Klasifikasi
Dalam mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik hanya
berdasarkan gejala klinis sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams dkk. (1993), kelompok
peneliti TOAST (Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment), mengklasifikasikan
subtipe stroke iskemik berdasarkan profil faktor resiko, gambaran klinik, penemuan hasil
pencitraan otak CT Scan atau MRI, cardio-imaging, dupleks imejing arteri ekstrakranial,
arteriografi dan pemeriksaan laboratorium. Klasifikasi tersebut adalah1,3 :
1. Oklusi pada Pembuluh Darah Kecil (Stroke Lakunar)
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi seteelah oklusi
atertrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi,arteri serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Thrombosis yang terjadi
di pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak dan
disebut lacuna. Gejala-gaejala mungkin sangat berat, wlaupun terisolasi dan berbatas
tegas bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum
mengalami thrombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
a. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
b. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
8
c. Stroke sensorik murni akibat infark thalamus.
d. Hemiparesis ataksik atau disartia sert gerakan tangan atau lengan yang canggung
akibat infark di pons basal.
Perubahan-perubahan pada pembuluh ini hampir selalu disebabkan oleh disfungsi
endotel karena penyakit hipertensi persisten.
2. Stroke Aterosklerosis Pembuluh Besar
Sebagian besar stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi
dan dinamika sirkular yang menurun. Gejala dan tanda yang terjadi bergantung pada lokasi
sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri
karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri
vertebralis dan basilaris. Oklusi pada pembuluh darah ini cenderung terjadi mendadak dn
total, thrombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan
berkembang dalam beberapa hari. Dari sudut pandang klinis gejala stroke ini tampak “gagap”
dengan gejala yang hilang timbul berganti-ganti secara cepat.
3. Stroke Kardioembolisme
Stroke emboli dapat berasal dari distal atau jantung (stroke kardioemboli).
Trombus mural jantung merupakan sumber tersering berupa infark miokardium, fibrilasi
atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomoipati iskemik. Dalam
hal ini penyebab tersering adalah fibrilasi atrium, penyebab lain yang penting adalah
tromboemboli yang berasal dari arteri terutama plak ateromatosa di arteri karotis.
Stroke akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologi mendadak dengan
efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Strombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami stenosis.
Stroke kardioembolik yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui
adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark
miokardium yang mendahului terjainya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.
Gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. 9
Selain itu, embolus dapat teruarai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbulkan gejala-gejala fokal.
Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi:
1. endotel pembuluh darah
2. permeabilitas pembuluh darah meningkat
3. vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah
4. iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal
Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstruksi aliran darah, yang
dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah, sehingga
dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi
baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam beberapa
menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap. Bagian
distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan metabolisme jaringan
tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida (CO2) yang
akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat
proses diatas dan tekanan aliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan
mengalami migrasi ke bagian distal.
Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari :
1. faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran dalam
proses lisis emboli.
10
2. komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama
terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (Klot) mudah
lisis.
Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling
cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar
mandi. Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia.
Pada pencitraan otak : Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a.
cerebri medial
4. Stroke Akibat Penyebab Lain yang Menentukan
Kategori ini jarang didapatkan. Penyakit seperti nonaterosklerosis vaskulopati,
hypercoagulable, states, atau kelainan hematologi dapat menyebabkan stroke iskemik.
Pemeriksaan CT-scan/ MRI menunjukkan gejala stoke, tetapi tanda-tanda kelainan
jantung untuk embolisme atau kelainan ateroskelosis arteri besar tidak ditemukan.
Pemeriksaan diagnostic lain seperti arteriografi atau tes darah dapat menunjukkan adanya
kelainan yang mendukung penyebab terjadinya stroke.
5. Stroke Akibat dari Penyakit Lain yang Tidak Menentukan (Stroke Kriptogenik)
Dikatakan stroke kriptogenik dikarenakan penyebab dari stroke ini tersembunyi,
bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan klinis yang ekstensif.
Mungkin penyebab tersebut tetap tidak jelas selama beberapa bulan atau tahun, ketika
kemudian muncul kembali gejala serupa yang penyebabnya diketahui.
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit
neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat,
mengalami perburukan yang progresif, atau menetap. Gejala umum berupa lemas
mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan
penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata;
bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya
keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas.
11
Beberapa gejala stroke berikut:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk,atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkansalah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak dapat
bersift fokal atau temporer, atau disfungsinya bisa permanen, disertai dengan kematian
jaringan dan defisit neulogik. Sulit untuk dapat memastikan secara pasti hubungan antara
gejala klinis dengan pembuluh tertentu berdasarkan manifestasi klinisnya dikarenakan
faktor-faktor berikut2 :
1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan
sirkulus Willisi.
2. Terdapat banyak anastomosis leptomeningen antara arteri serebri anterior,
media dan posterior di korteks serebrum.
3. Setiap arteri serebri memiliki sebuah daerah sentral yang mendapat darah
darinya dan suatu suplai darah perifer, atau daerah perbatasan, yang mungkin menapat
darah arteri lain.
Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam menentukan gejala
yang ditimbulkan oleh proses patologik tertentu.
2.7. Diagnosis
12
Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya ditentukan dengan 2 alur yang sejalan
yaitu berdasarkan observasi klinis dari karakteristik sindroma / kumpulan gejala dan
perjalanan penyakit, serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang
dikonfirmasi dengan data–data patologis, laboratoris, elektrofisiologi, radiologis.
2.7.1. Anamnesis Gejala dan Tanda
Anamnesa mencakup:2
1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian
mengisyaratkan stroke embolus.
2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien.
3. Riwayat Transient Ischemic Attack (TIA).
4. Faktor risko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok,
pemakaian alkohol.
5. Pemakaian obat, terutama kokain.
6. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan. Sebagai
contoh, penghentian mendadak obat anti hipertensi klonidin dapat menyebabkan rebound
hypertension yang berat.
2.7.2. Evaluasi Klinis Awal
Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada sistem
berikut2 :
1. Sistem pembuluh perifer. Melakukan auskultasi pada arteri karotis untuk
mencari adanya bising (bruit) dan pemeriksaan tekanan darah di kedua lengan untuk
diperbandingkan.
2. Jantung. Pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai dengan auskultasi
jantung dan EKG 12 sandapan. Murmur dan disritmia merupakan hal yang harus dicari,
karena pasien dengan fibrilasi atrium, infak miokardium akut, atau penyakit katup
jantung dapat mengalami embolus obstruktif.
3. Retina. Memeriksa ada tidaknya cupping pada diskus optikus, perdarahan
retina, kelainan diabetes 13
4. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda
embolus perifer
5. Pemeriksaan neurologi. Pemeriksan neurologi berupa pemeriksaan refleks
fisiologi, refleks patologi, pemeriksaan nervus kranialis, dan pemeriksaan kekuatan
motorik. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui letak dan luas suatu stroke.
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa
parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil
lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated
tromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Pemeriksaan hematologi lengkap memberikan data tentang kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan
stroke. Polisitemia merupkan nilai hematokrit yang tinggi disebabkan hiperviskositas dan
hali ini dapat memengaruhi sirkulasi darah di/ke otak. Trombositemia meningkatkan
kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia
dimana dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium,
fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik,
hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor risiko
stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi, sedangkan
D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
2.7.4. Pemeriksaan radiologis
1. Pemeriksaan X-Ray
Pemeriksaan ini merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat
mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate pada paru yang berkaitan
dengan gagal jantung kongestif.
2. CT-scan
14
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi
seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan
tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan
antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga
untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat
mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas (Gold
Standard) dalam diagnosis stroke.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan
pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli
paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur
pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang
mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien
yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
4. Ultrasonografi karotis
Pemeriksaan pada arteri karotis untuk evaluasi standar dalam mendeteksi
gangguan aliran darah pada arteri karotis dan untuk mengetahui seberapa besar
kemungkinan yang ada untuk memperbaiki penyebab stroke.
5. Angiografi serebrum
Pemeriksaan ini dapat memberi informasi penting dalam mendiagnosis penyebab
dan lokasi stroke. Secara spesifik angiografi dapat mengungkapkan lesi ulseratif,
stenosis, dysplasia fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan
thrombus di pembuluh darah besar. Saat ini, angiografi dianggap merupakan cara paling
akurat untuk mengidentifikasi dan mengukur adanya stenosis arteri otak, namun
kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang dapat terjadi pada hamper 12 %
pasien yang dicurigai mengidap stroke. Risiko utama pada prosedur ini adalah robeknya
aorta atau arteri karotis dan embolisasi dari pembuluh besar ke pembuluh kranium.
Angiografi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan gejala dan tanda lesi sirkular
posterior, karena lesi-lesi tersebut tidak dapat diakses secara bedah.
15
6. Doppler Transcranium
Pemeriksaan ini merupakan ultrasonografi yang menggabungkan citra dan suara,
memungkinkan kita untuk menilai aliran di dalam arteri dan mengedintifikasi stenosis
yang mengancam aliran darah ke otak, teknologi jenis ini dikenal dengan TCD
(Trancranial Doppler), juga dapat digunakan untuk menilai aliran darah kolateral dan
CBF total di aspek anterior dan posterior sirkulus WIllisi. Keunggulan prossedur ini
adalah dapat dapat dilakukan di tempat tidur pasien, non invasive, dan relative murah;
prosedur ini juga dapat dilakukan secara serial untuk menilai perubahan pola CBF.
7. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)
Pemeriksaan ini bermanfaat karena dapat menedintifikassi seberapa besar suatu
daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cidera. Dengan demikian
daerah-daerah yang perfusinya berkurang dapat diidentifikasi.
8. Transesophagus Echocardiogram (TEE)
Pemeriksaan ini sangat sensitive dalam mendeteksi sumber kardioembolus. TEE
telah menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke iskemik apabila dicurigai penyebab
stroke adalah kardioembolisme tetapi fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab
embolisasi.
2.7.5. Penatalaksaaan
Terapi pada CVA meliputi terapi umum yang bertujuan untuk mempercepat
kesembuhan serta mencegah komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian dan
menghambat kesembuhan, dan terapi spesifik yang sesuai dengan jenis CVA yang diderita.
Terapi umum yang biasa digunakan adalah pedoman 6B ( Breathing, blood, brain,
blader, bowel dan bone )
- Breathing artinya jalan nafas harus diperhatikankarena otak sangat
membutuhkan O2
- Blood berarti darah, pada fase akut CVA trombolik. Tekanan darah yang
tinggi tidak boleh diturunkan. Penurunan tekanan darah mungkin perlu dipertimbangkan
pada pasien dengan left ventrikuler failure yang akut dan berat, angina pectoris yang hebat,
serta ensilopati hipertensif.
16
- Brain berarti otak, bila terjadi kejang sebaiknya diberikan suntikan
dipenhidantion ( dilatin ) IV secara perlahan oedema otak diatasi dengan pemberian manitol
20 % 100 ml / 4 jam.
- Bladder artinya kandung kemih, bila terjadi retensi urine harus dipasang
kateter
- Bowel berarti pengeluaran, nutrisi dan defekasi, pasien harus
diperhatikan jangan sampai terjadi obstipasi
- Bone dalam hal ini kulit, otot dan tulang harus juga diperhatikan, jangan
sampai terjadi kontraktur sendi
Terapi spesifik, berikut ini beberapa macam obat yang sering digunakan pada pasien
CVA infark emboli :
1. Heparin
- Dilakukan segera dan monitor yang sebaik mungkin dengan bekerja sama dengan
bagian patologik klinik seksi hematologi.
Dosis 5000 - 7000 IU dengan drip automatic injektion.
- Perlu dikontrol dengn CT scan pada hari ke 3, bila infark nampak luas pemberian
heparin harus lebih berhati-hati bila perlu dihentikan.
2. Manitol
Diberikan bila timbul edema serabri, perlu diingat fungsi organ lain (jantung, ginjal,
hati, paru, dsb).
3. pemberian sintrom
dilakukan sesudah pemberian heparin dengan dosis individual yang disesuaikan
dengan APTT dan trombo test. Perlu bekerja sama dengan bagian seksi hematologi.
Pemberian obat-obat lain, hati-hati oleh karena atau hbahaya terjadi intaksi obat.
- Observasi fungsi vital.
- Observasi kesadaran dengan GCS dari tanda-tanda TIK meningkat.
- Ingat 5 pantangan yaitu.
No anti hipertensi.
No glukosa.17
No kortikosteroid.
No diuretika.
No anti koagulansia.
2.7.6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA infark
1. Dalam hal imobilisasi:
a. Infeksi pernafasan (Pneumoni),
b. Nyeri tekan pada dekubitus.
c. Konstipasi
2. Dalam hal paralisis:
a. Nyeri pada punggung,
b. Dislokasi sendi, deformitas
3. Dalam hal kerusakan otak:
a. Epilepsy
b. sakit kepala
4. Hipoksia serebral
5. Herniasi otak
6. Kontraktur
7. Depresi pasca stroke
2.7.7 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
1. Strategi kampanye nasional secara terpadu beserta program pencegahan penyakit
vaskular yang lain.
2. Membudidayakan hidup sehat dalam masyarakat :
Menghindari : Rokok, stres mental, obesitas, alkohol, konsumsi garam yang
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan lain-lain.
Mengurangi : Kolesterol, lemak, asam urat dalam makanan
18
Menganjurkan : Konsumsi gizi seimbang dan olah raga secara teratur
Mengendalikan : Hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit
atherosklerotik lainnya dengan menganjur pola hidup sehat seperti diatas.
2. Pencegahan Sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
3. Obat-obat yang digunakan
4. Tindakan Invasi
5.
2.7.8 Faktor Resiko
Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi
stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut :
a. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
b. Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan peningkatan
aterogenesis.
c. Penyakit Jantung/Kardiovaskuler berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko
ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari jantung.
d. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark cerebral.
e. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35 tahun,
perokok, dan kadar es trogen tinggi.
f. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskemia cerebral umum.19
g. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.
h. Konsumsi alkohol
Sedangkan menurut Harsono (1996), semua faktor yang menentukan timbulnya
manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor -
faktor tersebut antara lain:
a. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah
otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan
mengalami kematian.
b. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu
kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel–sel otak.
c. Penyakit Jantung Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah mati ke dalam
aliran darah.
d. Gangguan Aliran Darah Otak Sepintas Pada umumnya bentuk – bentuk gejalanya
adalah sebagai berikut : Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi
(perot), kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.
e. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL),
merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding
pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).
20
Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
f. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis,
malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
h. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
i. Kelainan pembuluh darah otak Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan
pecah dan menimbulkan perdarahan.
j. Lain–lain Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
2.7.9 Prognosis
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normal tubuhnya. 35-40% penderita lainnya dapat mengalami kelumpuhan fisik dan mental
serta tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita
yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali
memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berpikir dengan jernih dan berjalan
dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Yang
berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan
atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung
akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan. Sekitar 30-35% penderita
dapat meninggal di rumah sakit pada serangan stroke awal. Pada beberapa kasus, 5-14%
21
pasien yang telah remisi dari penyakit stroke dapat mengalami stroke ulangan dalam 5 tahun
mendatang dan sebagian kecil dalam tahun yang sama dengan tahun remisinya
BAB 3
22
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. I.H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 45 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Takerharja RT 2 RW 3 Solokuro, Lamongan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 02 April 2013
Tanggal pemeriksaan : 02 April 2013
3.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : Lemah badan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 02 April 2013 dengan
keluhan lemah badan. Lemah badan dirasakan sejak 3 hari smrs, dan memberat pada saat
pasien bangun tidur (subuh) 1 hari smrs, menurut pengakuan istri pasien, pada saat
sebelum dibawa ke RS kedua kaki dan kedua tangan pasien tidak dapat digerakkan,
pasien juga tidak dapat berbicara. Mual-, muntah-, sakit kepala sebelumnya-, kejang-.
BAK normal, BAB normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-), riwayat jatuh
sebelumnya (-), riwayat hipertensi (-), riwayat kencing manis (-). Batuk lama (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
23
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.(-)
5. Riwayat Sosial: Pasien merupakan perokok aktif, sehari bisa menghabiskan 3 pak rokok,
mengkonsumsi kopi (+), jamu-jamuan (-).
3.3 Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Somnolen
GCS : 3,X,X
Tekanan Darah : 115/70 mmHg
Nadi : 49 x/mnt
Frekuensi nafas : 18 x/mnt/ reguler
Temperatur : 36.8 C
2.4 Status Lokalis
Kepala : Normal
Mata : Conjungtiva anemis : (+)/(+)
Sklera ikterik : (-)/(-)
THT : Sekret/serumen : (-/-), Perdarahan : (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-)
Leher : Pembesaran KGB submandibular, cervical, supraclavicula : (-) Deviasi trakea: (-)
Thorax
a. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
24
Palpasi : Fremitus (+), simetris
Perkusi : Normal, tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Bentuk dada dan gerak nafas simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : NT (-), massa (-), gerak nafas teraba simetris saat statis dan dinamis,
vokal fremitus normal
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax.
Auskultasi : Vesikular simetris pada kedua hemithorax, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-), ruam kulit (-), dilatasi vena (-),
Palpasi : Supel, defence muscular (-), hepar dan lien tidak membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstrimitas atas : akral hangat +/+ , edema -/-
Ektremitas bawah : akral hangat +/+ , edema -/-,
2.5 Status Psikologis
Afek : SDE
Proses berpikir : SDE
Kecerdasan : SDE
Penyerapan : SDE
25
Kemauan : SDE
Psikomotor : SDE
2.6 Status neurologis
o Kesadaran : GCS : E3VXMX (Somnolen)
o Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky I-II (-)
o Pemeriksaan N. Cranialis
a. N. I : SDE
b. N. II Kanan Kiri
Acies visus
Campus visus
Melihat warna
b. N. III, N. IV, N. VI Kanan Kiri
Kedudukan bola mata Tengah Tengah
Pergerakan bola mata
Ke Nasal
Ke Temporal
Ke Nasal Atas
Ke Temporal Atas
Ke Temporal Bawah
Eksopthalmus (-) (-)
Ptosis (-) (-)26
SDE
SDE
Pupil
Bentuk bulat bulat
Ukuran 3mm 3mm
Isokor/Anisokor isokor
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Reflek cahaya tak lgsg (+) (+)
c. Nervus V
Sensorik
Motorik
Reflek kornea
d. Nervus VII
Mengangkat alis
Kerutan dahi
Menutup kedua mata
Mengerutkan hidung
Meringis
Tersenyum
Kembungkan pipi
Menarik sudut mulut ke bawah
27
SDE
SDE
e. N.VIII
Vestibuler
Vertigo :
Nistagmus :
Cochlear
Tuli Konduktif :
Tuli Perseptif :
f. N. IX, X
Motorik :
Sensorik :
g. N. XI
Mengangkat bahu :
Menoleh :
h. N.XII
Pergerakan lidah : tde
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Pemeriksaan Motorik
Kekuatan: sde Tonus : sde
28
SDE
SDE
SDE
SDE
Reflek Fisiologis
BPR +/+ KPR +/+
TPR +/+ APR +/+
Reflek Patologis
Hofman -/- Chaddock -/- Tromer -/- Babinsky -/-
Gordon -/- Oppenheim -/- Gonda -/- Schaefer -/-
Fungsi SSO : BAB (+), BAK (+), Keringat (+)
Reflek dinding perut: th. 9 +/+
th.10 +/+
th 11 +/+
Kolumna Vertebralis
Inspeksi : normal
Palpas : normal
Pergerakan: normal
Perkusi : normal
Trofi: (-)
Sensibilitas
Eksteroseptif
Nyeri: sde
Suhu: sde
Raba: sde
29
Propioseptif
Sikap: normal
Nyeri dalam: sde
Fungsi kortikal
Rasa diskriminasi: sde
Stereognosis: sde
Barognosia: sde
Pergerakan abnormal spontan : (-)
Gangguan koordinasi
Tes jari hidung: sde
Tes pronasi supinasi: sde
Tes tumit lutut: sde
Tes Gait: sde
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Afek/emosi: sde
Kemampuan bahasa: sde
Memori: sde
Visuospasial: sde
Intelegensia: sde
30
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Diffcount : 0/0/66/23/11
Hematokrit : 28,1 %
Hb : 8,9 mg/dl
LED : 37/65 /jam
Lekosit : 6.900
Trombosit : 378.000
OT/PT : 19/18 U/L
Clorida Serum : 106 m mol/l
Kalium serum : 3,3 m mol/l
Natrium serum : 138 m mol/l
Serum creatinin : 0,7 mg/dl
Urea : 18 mg/dl
Uric acid : 6,0 mg/dl
Cholesterol : 142 mg/dl
HDL cholesterol : 35,6 mg/dl
LDL cholesterol : 86,4 mg/dl
Trigliserida : 110 mg/dl
GDA : 85
2.8 Pemeriksaan radiologis
Foto thorax
31
2.9 Ringkasan
Pasien datang ke RS Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 02 April 2013 dengan
keluhan lemah badan. Lemah badan dirasakan sejak 3 hari smrs, dan memberat pada saat
pasien bangun tidur (subuh) 1 hari smrs, menurut pengakuan istri pasien, pada saat
sebelum dibawa ke RS kedua kaki dan kedua tangan pasien tidak dapat digerakkan,
pasien juga tidak dapat berbicara. Riwayat Sosial: Pasien merupakan perokok aktif, sehari
bisa menghabiskan 3 pak rokok, mengkonsumsi kopi (+),Keadaan umum: lemah,
kesadaran: Somnolen, GCS: 3,X,X. Tekanan Darah : 115/70 mmHg, Nadi :49x/mnt,
frekuensi nafas: 18 x/mnt/regular, Temperatur: 36.8 C, Hb: 8,9 mg/dl, Kalium serum: 3,3
m mol/l, hasil ct-scan didapatkan lesi hipodense di lobus temporal sinistra
2.10 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Malaise, Afasia global, bradikardi, anemia, hipokalemi
Diagnosis Topis : Kortex serebri , arteri serebri media
Diagnosis Etiologi : CVA emboli
Diagnosis prognosis : Dubia et Bonam
35
CT scan kepala irisan axial sejajar OM line tanpa kontras
Tampak lesi hipodense abnormal yang luas, batas tidak tegas, dilobus temporal kiri
Sulcus dan girus hemisphere kiri terlihat lebih rapat
System ventrikel kiri tampak menyempit
Orbita, mastoid, sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri tampak normal
Tulang calvaria tampak normal
2.11 Terapi
IVFD Asering 1500 cc/24 jam
Inj Metamizole 3x1 g
Inj Ranitidin 2x50 mg
Inj Piracetam 4x3 g
Consul Spesialis Saraf
Consul spesialis Jantung
Consul Fisioterapi Speec Therapy
2.12 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad funtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.13 Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang sedang
dialami, baik pengobatan yang akan diberikan, pemeriksaan penunjang, serta
prognosis dari penyakit tersebut.
2. Menjelaskan kepada pasien serta keluarga pasien untuk mengurangi
mengkonsumsi rokok, karena merupakan salah satu faktor resiko dari pada
penyakit tersebut.
36
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada kasus ini di dapatkan bahwa Tn. I.H, 45 tahun, di diagnosis sebagai stroke
atau cva infark (emboli), disertai dengan gejala afasia global, dimana pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta penunjang sesuai dengan teori.
Hal ini sesuai dengan teori, bahwa gejala cva bergantung pada jenis dan lokasi
ataupun area terjadinya, seperti: hilangnya rasa, atau sensasi abnormal, kelemahan atau
kelumpuhan, hilangnya penglihatan atau pendengaran, pemglihatan ganda, bicara pelo,
tidak dapat berbicara sama sekali ataupun tidak mengerti, sulit menelan, mulut miring,
hilangnya keseimbangan atau bahkan kehilangan kesadaran. Sedangkan pada pasien ini
ditemukan gejala seperti lemah pada tangan, kemudian lemah badan, dan pasien tidak
dapat berbicara sama sekali. Dan pada pemeriksaan ct-scan didapatkan lesi hipodense
temporal bagian kiri pada otak, hal ini pun sesuai dengan teori karena hasil ct scan yang
mengarah pada cva infark gambarannya berupa lesi hipodense.
Disebutkan bahwa emboli merupakan salah satu penyebab terbanyak cva, yaitu
sekitar 80%, dari pada trombotik.
Stroke emboli merupakan salah satu subtipe Infark yang terjadi karena oklusi
arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau melalui jantung . Hampir
90% emboli yang berasal dari jantung berakhir diotak, sehingga deficit neurologi sering
merupakan manifestasi awal dari penyakit sistemik karena emboli.
Pada pasien ini didapatkan faktor resiko berupa gejala aritmia. Aritmia adalah
gangguan irama jantung, suatu kondisi di mana jantung berdenyut tidak menentu. Irama
jantung mungkin terlalu cepat (takikardia), terlalu lambat (bradikardia) atau tidak teratur.
dimana pada pasien ini ditemukan selalu mengalami bradikardi.
Hal ini sesuai dengan teori, bahwa bila jantung berdenyut lambat, maka jumlah
darah yang mengalir disirkulasi menjadi berkurang, sehingga kebutuhan tubuh tidak
37
terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah capek, kelelahan, sesak,
keleyengan, bahkan sampai pingsan.yang berbahaya jika jumlah darah yang menuju ke
otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau perasaan
melayang. Namun pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.
Pada riwayat social, pasien adalah perokok aktif, dimana dalam sehari saja pasien
dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Rokok sendiri menjadi salah satu faktor resiko
dari stroke, dimana merokok menimbulkan gangguan dari pada jantung seperti aritmia
dll, dan pada tingkat yang lebih parah dapat mengakibatkan stroke.
Hal ini sesuai dengan teori , dimana paparan asap rokok menjadi salah satu faktor
risiko penyebab serangan jantung. Bahan kimia dalam asap rokok dapat mengiritasi
lapisan arteri sehingga menyebabkan terjadinya peradangan. Peradangan dapat
mempersempit arteri dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung. Menghirup asap
rokok juga dapat menyebabkan sel-sel dalam darah yang bertanggung jawab untuk
penggumpalan (platelet) meningkat jumlahnya, membuat darah lebih mudah membeku.
Terlalu banyak platelet dapat menyebabkan bekuan sehingga menyumbat arteri yang
menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak.
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak
atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur
kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan
antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan
orang, bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa. Afasia terjadi akibat
kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa
mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan
(kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia,
sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.
38
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit
degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa,
yaitu area Broca dan area Wernicke
Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang
luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini
ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa
patah kata yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya “baaah, baaah, baaah” atau
“maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan
menulis juga terganggu berat.
39
Hal ini sesuai dengan gejala yang di alami oleh pasien, dimana penyakit stroke
yang diderita mengakibatkan pasien mengalami afasia global, dan ini sesuai dengan lesi
yang didapat pada hasil ct-scan kepala yaitu pada hemisphere kiri terdapat lesi bagian
temporal, dimana pada bagian tersebut
Lobus temporalis tidak hanya memiliki saru fungsi, karena dalam lobus
temporalis terdapat primary auditory cortex, the secondary auditory, dan visual cortex,
limbic cortex, dan amygdala.
Tiga fungsi basis dari korteks temporal adalah memproses input auditori,
mengenali objek visual, dan penyimpanan jangka lama dari input sensori, ditambah
dengan fungsi amigdala, yaitu nada afeksi (emosi) pada input sensori dan memori. Beberapa
fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
Fungsi Keterangan
Kemampuan
Berbicara
Diatur pada bagian sebelah kiri temporal, terdapat zona
bahasa atau berbicara bernama Wernicke. Area ini
mengontrol proses termasuk komprehensif dan memori
verbal.
Memori Mengatur retensi memori jangka panjang berupa fakta,
kejadian, orang, dan tempat
Membaca Memproses suara dan kata-kata tertulis menjadi suatu
informasi sehingga menjadi ingat.
Respon emosi Berasal dari amygdala didalam lobus temporalis
Respon Primary auditory cortex(terletak pada Heschl’s gyri)
40
auditori bertanggung jawab untuk merespon frekuensi suara yang
berbeda untuk lokalisasi suara. Bagian ini bertugas untuk
peka terhadap suara.
Pemrosesan
Visual
Memunculkan perasaan yakin dan insight.
Fungsi
Penciuman
Tugas dari lobus olfaktori untuk identifikasi informasi.
Beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan seperti,
Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori.
Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat
kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada
semantik (arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang
digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan
kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.
Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks
sosial untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari
selama sesi pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para
terapis dan pasien lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya
akan sama sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta
mereka.
PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan
bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan.
sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk
menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan lukisan-
lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien
sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara
bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.
41
Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak
dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan
stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan
oleh penyebab afasia tersebut.
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan
umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih
ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional
memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat
penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat
prognosis yang buruk.
42
BAB 5
KESIMPULAN
Cerebrovascular disease, atau yang lebih dikenal dengan sebutan stroke
merupakan kegawatdaruratan dalam bidang neurologi dan merupakan salah satu
penyebab kecacatan dan kematian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena
itu diperlukan kesigapan dari para tenaga medis untuk menangani kegawatdaruratan ini.
Tatalaksana umum, yang mencakup tatalaksana dari semua jenis stroke mencakup
penanganan tingginya tekanan intrakranial, hipertensi, gula darah, elektrolit, kejang, dan
demam. Sedangkan tatalaksana khususnya bergantung pada jenis stroke.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung.
2. Price, S.A., Wilson, L.M. 2006. Penyakit Serebrovaskuler. Dalam: Patofisiolo-gi, Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol.2 ed.6. Jakarta: Penerbit EGC. 1105-1132.
3. Adams HP, Jr., Bendixen, BH, Kappelle, LJ, Biller, J, Love, BB, et.al. 1993.
Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter
clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke Journal Of
AHA. 24: 35-41.
4. Savitz S, Caplan LR. 2005. Current concepts vertebrobasilar disease. N Engl J Med.
352:2618-26.
5. Rahajuningsih DS. 2007. Patofisiologi trombosis. Dalam: Hemostasis dan trombosis.
Ed.3. Jakarta. p.39-40, 76-82.
6. Hinton R. 1998. Thrombosis and cerebrovascular disease. Med Clin N Amer. 82(3):523-
44
7. Browaeys P, Binaghi S, Meuli RA. 2006. Multislice computed tomography in acute
stroke. dalam : Knollmann F, Coakley FV, editors. Multislice CT: principles and
protocols. Philadelphia: Saunders Elsevier. p.1-16.
8. Wintermark M, Reichhart M, Cuisenaire O. 2002. Comparison of admission perfusion
computed tomography and qualitative diffusion- and perfusion-weighted magnetic
resonance imaging in acute stroke patients. Stroke. 33:2025-31.
9. Cruz-Flores, S. 2011. Ischemic Stroke in Emergency Medicine Differential Diagnoses.
dalam : Kelly, E.M. and Kulkarni, R., editors. Medscape Journal of Medicine. Didapat
dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-differential [diakses pada tanggal 28 Juli
2011]
10. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut..
dalam : Misbach, J., Lumbantobing, S.M., dkk. Guideline Stroke 2007 Edisi Revisi.
Jakarta : PERDOSSI. p. 14-30.
44
11.Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan
Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
12. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print
13. Lumbantobing SM, Neurologi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI:
Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008
14. Guyton AC, Hall JE. Bab 57: Korteks Serebri; Fungsi Intelektual Otak; dan Proses
Belajar dan Mengingat. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.
15.Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis, Evaluasi
Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1995.
16. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan
Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
17. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print
18.Wikipedia The Free Encyclopedia: Aphasia. 2010. Available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Aphasia
45