lapsus saraf stroke stelladocx · autoanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 8 september...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No RM : 072800-2015
Tanggal Lahir : 13 Juni 1954
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Wonorejo RT 04/ RW 02 Pringapus Kabupaten Semarang
Ruang Rawat : Dahlia / Kelas II
Tanggal masuk : 2 September 2019
Tanggal keluar : 9 September 2019 (8 hari perawatan)
II. DATA DASAR
Autoanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 8 September 2019
(hari perawatan ke-7).
Keluhan Utama
Pusing memutar dan kelemahan anggota gerak kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri di leher belakang sejak dua minggu sebelum
keluhan utama datang. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (Jumat, 30
Agustus 2019) pasien merasakan pusing yang didominasi dengan pusing memutar
namun terkadang pusing cekot – cekot disertai dengan tangan dan kaki sebelah
kiri terasa lemas secara tiba – tiba saat sedang berjalan kaki sepulang dari acara
kondangan. Karena kondisinya tersebut pasien bersama isterinya segera pergi ke
klinik di Demak dan didiagnosis vertigo oleh dokter klinik tersebut. Pasien
mendapat obat dari klinik tersebut namun pasien lupa nama obat yang diberikan,
2
setelah pasien mengonsumsi obat tersebut keluhan pusing memutar yang dialami
pasien hilang, namun keluhan keluhan kelemahan anggota gerak kiri tetap masih
ada. Keluhan pusing memutar kemudian muncul kembali, sementara kelemahan
anggota gerak bagian kiri tetap berlangsung hingga hari keempat (Senin, 2
September 2019) sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke RSUD
Ambarawa. Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Ambarawa pada
hari Senin tanggal 2 September 2019 pukul 04.40 WIB dengan keluhan utama
pusing memutar dan kelemahan anggota gerak tubuh bagian kiri. Keluhan yang
dialami pasien tidak disertai dengan bicara pelo, namun pasien mengeluh bahwa
pasien merasa bingung. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, sesak, ataupun
batuk. Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi namun
pasien tidak rutin kontrol ke fasilitas kesehatan dan tidak mengonsumi obat anti
hipertensi.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat stroke sebelumnya : disangkal
2. Riwayat hipertensi : diakui. Pasien memiliki riwayat hipertensi
namun tidak rutin kontrol ke fasilitas
kesehatan dan tidak mengonsumi obat anti
hipertensi.
3. Riwayat nyeri kepala kronis : disangkal
4. Riwayat vertigo : disangkal
5. Riwayat diabetes melitus : disangkal
6. Riwayat penyakit paru : disangkal
7. Riwayat penyakit jantung : disangkal
8. Riwayat mual : disangkal
9. Riwayat muntah proyektil : disangkal
10. Riwayat trauma : disangkal
11. Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat keluhan serupa : disangkal
• Riwayat stroke : disangkal
3
• Riwayat hipertensi : disangkal
• Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi
Pasien adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Pasien memiliki 3 orang anak,
yaitu 1 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Masing – masing ketiga anak pasien
sudah berkeluarga sehingga kini pasien tinggal di rumah hanya bersama seorang
isterinya. Pasien bekerja sebagai petani yang sehari - harinya menggarap sawah
milik orang lain dengan memacul. Pasien sangat gemar meminum kopi hitam
terutama saat sedang beristirahat dan selesai bertani. Saat sore hari sambil
menikmati senja pasien juga gemar mengkonsumsi kopi hitam buatan isterinya.
Pasien tidak merokok, meminum alkohol, dan mengonsumsi obat – obatan
terlarang. Pasien tidak memiliki waktu khusus untuk berolahraga secara rutin.
Anamnesis Sistem:
Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak tubuh bagian kiri
Sistem kardiovaskular : hipertensi
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 65 tahun datang diantar keluarga ke IGD RSUD
Ambarawa tanggal 2 September 2019 pukul 04.40 WIB karena merasa pusing
yang didominasi dengan pusing memutar namun terkadang pusing cekot – cekot
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (Jumat, 30 Agustus 2019) disertai dengan
tangan dan kaki sebelah kiri terasa lemas secara tiba – tiba saat sedang berjalan
kaki. Pasien sempat berobat ke klinik di Demak karena keluhannya tersebut dan
mendapat obat sehingga keluhan pusing memutar yang dialami pasien hilang,
namun keluhan keluhan kelemahan anggota gerak kiri tetap masih ada. Pasien
menyangkal adanya nyeri dada, sesak, ataupun batuk. Pasien mengatakan bahwa
pasien memiliki riwayat hipertensi namun pasien tidak rutin kontrol ke fasilitas
4
kesehatan dan tidak mengonsumi obat anti hipertensi. Pasien gemar mengonsumsi
kopi hitam. Pasien tidak merokok, meminum alkohol, dan mengonsumsi obat –
obatan terlarang. Pasien tidak memiliki waktu khusus untuk berolahraga secara
rutin.
DISKUSI I
Dari hasil data autoanamnesis ditemukan adanya pusing memutar dan cekot cekot
yang diikuti dengan kelemahan anggota gerak tubuh bagian kiri secara mendadak.
Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor pencetus yang jelas
berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya mengarah ke suatu lesi vaskuler karena onsetnya
yang mendadak. Sehingga pada penderita mengarah pada diagnosis stroke. Menurut WHO,
stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke juga
didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan fungsi otak akut akibat gangguan
suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi mendadak, berlangsung dalam atau lebih dari
24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian.
Pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak rutin kontrol ke fasilitas kesehatan
dan tidak mengonsumi obat anti hipertensi. Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba
karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka
tidak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan
karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi namun pasien tidak
rutin kontrol ke fasilitas kesehatan dan tidak mengonsumi obat anti hipertensi. Pasien
gemar mengonsumsi kopi hitam. Pengkonsumsi kopi dapat meningkatkan resiko terjadinya
stroke. Kafein pada kopi sangat berpotensi meningkatkan tekanan darah serta detak jantung.
Kaffein yang terkandung di dalam kopi dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke
haemorrhagic yang disebabkan karena meningkatnya tekanan darah. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak yang akan menyebabkan stroke
haemorhhagic.
5
STROKE
1. Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
2. Epidemiologi
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke
mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir
setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat
stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark
serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan
43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah
(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi
stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi
12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat
hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke
bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan
dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada
tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012)
3. Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai
berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
6
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah, dll
4. Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
7
II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)
5. Patofisiologi
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh
darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis
8
ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,
hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas (Sherki dkk,
2002).
Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.
(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy
in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev.
54:271-284)
9
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang
paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,
sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.
Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang
melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut.
Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,
adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal
di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 %
adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di
daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan
pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan
patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis
10
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating
arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul
karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis
(Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
6. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian
otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
• Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
• Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
• Muntah
• Pandangan ganda
• Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
• Kesulitan menelan
11
• Kesulitan menulis atau membaca
• Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik
• Kelemahan pada anggota gerak
7. Diagnosis
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik
atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah
ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai
fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat,
status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk
mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri.
Pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri
sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara
atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada
kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena
masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke
dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam
penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu
awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus
disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset,
dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%
anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke
12
iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan
kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang
mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota
gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati
rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya
gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya
inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo
dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika
makan atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel
berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika
anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu
perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum
terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.
Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab trombus, serangan biasanya
terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat aktivitas ringan yang tidak
meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat
progresif, semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke
iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang
beraktivitas berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki
dan menuruni tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak
yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
• Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai
gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan
• Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
• Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,
peningkatan TTIK)
• Sifat dan beratnya serangan
• Lokasi dan penyebarannya
13
• Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
• Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja)
• Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu
sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol,
baal)
• Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
• Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
• Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama
• Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
• Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita
v Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :
14
v Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :
Rumus skor siriraj : (2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12.
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
• Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk
mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan
berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan
adanya keterlibatan infeksi.
• Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
• Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang
telah ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
Ø GCS
Ø Pupil
Ø Tanda rangsang meningeal
Ø Nervus cranialis
15
Ø Fungsi motorik
Ø Fungsi sensorik Ø Fungsi otonom
Ø Gait dan koordinasi
III. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis,
preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras
dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold
standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada
stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya
hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto
thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks
AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
• Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb,
profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa
(GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-
dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk
16
menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan
differential count. Semakin tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin
buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena
stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang
menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup.
Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus
diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3
mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke
dan derajat hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami
metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan
menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan
terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada
keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan
dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau
pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya
glukosa ke dalam sel.
2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter
glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan
neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang
saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan
hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan
merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan
bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi
glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi
neuron pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan
terjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan neural.
Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis
relatif. Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif. Sitokin yang dilepaskan
oleh sel yang iskemik akan memanggil leukosit yang berada di marginal pool
17
dan leukosit matur di sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri
dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami
kerusakan tersebut karena menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan
infiltrasi ke sel neuron dan mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan
radikal bebas. Peningkatan leukosit pada keadaan ini disebut leukositosis
reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di dalam darah tanpa disertai
dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right) maupun ke kiri
(shift to left).
IV. Diagnosis Neurologis
Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis
dapat berupa suatu sindrom.
Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik
Gejala Peningkatan TIK
-Nyeri Kepala
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Muncul pada awal
serangan
Dapat muncul kemudian,
atau tidak muncul
Gejala Lateralisasi
-Kelemahan anggota gerak
sesisi
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK,
keringat)
Dapat muncul
kemudian, atau tidak
muncul
Muncul pada awal
serangan
2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada stroke
iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari korteks atau
subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks, kelemahan pada satu sisi anggota
gerak berbeda nilainya. Pada bagian yang dipersarafi oleh daerah yang
18
mengalami kerusakan, nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang lain.
Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi anggota gerak
sama.
Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat
berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis,
pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan
subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang
meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak
ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik,
dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat
diketahui dari anamnesis yang telah dilakukan. Untuk membedakannya
dilihat dari kelemahan anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan
pasien sebelum serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah
/ ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi,
yaitu iskemik atau hemoragik.
8. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat
diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan
utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
ü Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
ü Stabilisasi hemodinamik
ü Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
19
ü Mengendalikan kejang
ü Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
ü Manajemen cairan dan elektrolit
ü Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
ü Manajemen tekanan darah
ü Manajemen glukosa darah
ü Manajemen kejang
ü Terapi trombolitik
ü Neurosurgical intervention
Ø Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
• Antiagregasi trombosit
• Statin
• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
• Neuroprotektor
Ø Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :
• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
• Neuroprotektor
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya
yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah
rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9
mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu
dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini
mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga
hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang
cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
20
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas
darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis
15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah
dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi
atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard
baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin
dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai
1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat
molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis
hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2
x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
• Proteksi neuronal/sitoproteksi Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
21
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
Ø CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane
Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien
stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama
14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
Ø Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4
x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke
12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
Ø Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50
cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.
• Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti
oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari
arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti
oksidan.
22
2. Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah
terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti
pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg
& 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan
prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
• Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Ø Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
Ø Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama
21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan
per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah
terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah
iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila
terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter
diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central
venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan
peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg
menggunakan dopamin.
• Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
23
Lebih 70 th è tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th è pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th è operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor è tak dioperasi
Sadar/somnolen è tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan
walaupun kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi è tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
è operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang è tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm è tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka
è operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak è operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc
→ operasi
24
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
→ operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)
atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt
&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
v Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
v Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
• Menghindari rokok, obesitas, stres
• Berolahraga teratur
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : pusing, kelemahan anggota gerak tubuh bagian kiri
Diagnosis Topik : Hemisfer dextra
Diagnosis Etiologi : Vascular: stroke hemoragik dd stroke infark
25
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan saat di IGD:
§ GCS : E4M6V5
§ Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 85x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36.6°C
IV.1 Pemeriksaan Umum (8 September 2019)
o GCS : E4M6V5 o Tanda-Tanda Vital:
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 65x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,5°C
IV.2 Status generalis
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku
kuduk (-), burdzinski I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya (+ /+), refleks kornea (+/+)
Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani
sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-) Sekret (-) Napas cuping hidung
(-)
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi
(-), sianosis (-).
Thoraks
Pulmo :
• Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi (-)
26
• Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Cor :
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra
• Perkusi :
Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dekstra Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dekstra • Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop (-).
Abdomen:
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+) normal
3. Perkusi : Timpani di semua regio abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)
IV.2 Status Psikiatri
Tingkah Laku : normal
Orientasi : baik
Kecerdasan : baik
Daya Ingat : baik
IV.3 Status Neurologis 1. Sikap : Asimetris
2. Gerakan abnormal : Tidak ada gerakan abnormal
3. Cara berjalan : Tidak dilakukan
27
MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) :
Item Tes Nilai
Maksimal Nilai
1.
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa?
5
5
2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5 5
3.
REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama
benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar
dan catat jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
3
3
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
5 4
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 2
BAHASA
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, arloji) 2 2
7. Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau tetapi ” 3 2
8. Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan kanan,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
1 1
9. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kanan
anda”
1 1
10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 0
11. Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
1 0
Skor Total 30 25
Pedoman Skor kognitif global (secara umum): Nilai 24 -30: normal Nilai 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai 0-16:definite gangguan kognitif
4. Kognitif : normal (skor NMSE : 25)
5. Rangsang Meningeal : Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : >1350 | >1350
28
Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-) Brudzinsky III : (-) Brudzinsky IV : (-)
6. Saraf kranial : Saraf Kranialis Kanan Kiri
N.I Olfactorius
Hidung Tersumbat
Polip
Penghidu
(-)
(-)
Baik
(-)
(-)
Baik
N. II Optikus
Daya Penglihatan
Lapang Penglihatan
Nistagmus
Melihat Warna
normal
normal
(-)
normal
normal
normal
(-)
normal
N. III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Nistagmus
Eksoftalmus
Enoftalmus
Pupil - Besar
- Bentuk
Refleks cahaya
Melihat ganda
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
(+)
(-)
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
(+)
(-)
N.IV Trokhlearis
Pergerakan mata (ke bawah-lateral)
Srabismus konvergen
Menggigit
Membuka mulut
Baik
(-)
Normal
Normal
Baik
(-)
Normal
Normal
N.V Trigeminus
Sensibilitas muka
Reflek kornea
Trismus
Normal
(+)
(-)
Normal
(+)
(-)
N.VI Abducen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Normal
(-)
Normal
(-)
29
N.VII Fasialis
Sulcus nasolabialis
Kedipan mata
Sudut Mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Mengembungkan pipi
Daya Kecap 2/3 anterior
Baik
Baik
Simetris
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
datar
Baik
Simetris
(+)
(+)
(-)
(+)
Tidak dilakukan
N.VIII Vestibulokoklearis
Ketajaman pendengaran
Weber
Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.IX Glossofaringeus dan N.X Vagus
Daya kecap 1/3 belakang
Refleks Muntah
Arcus pharynx
Uvula di tengah
Tersedak
Sengau
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
(+)
(-)
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
(+)
(-)
(-)
N.XI Accecorius
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
Baik
Baik
Sulit
Baik
N.XII Hypoglossus
Sikap lidah
Artikulasi
Menjulurkan lidah
Tremor lidah
Fasikulasi
Trofi otot lidah
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
Eutrofi
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (+)
(-)
(-)
Eutrofi
7. Badan dan anggota gerak
a. Motorik :
G
+ ¯
K
5/5/5 4/4/4
Tn
N ¯
Tr
Eu Eu
+ ¯ 5/5/5 4/4/4 N ¯ Eu Eu
30
b. Sensorik : Kanan Kiri
• Eksteroseptif
Taktil + + Nyeri + + Suhu + +
• Propioseptif
Gerak + + Getar + +
• Diskriminatif
Gramestesia + + Barognosia + + Topognisia + +
8. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
a. Cara berjalan : Tidak dilakukan
b. Tes Romberg : Tidak dilakukan
c. Tes Romberg dipertajam : Tidak dilakukan
9. Sistem otonom
a. Miksi : Dalam Batas Normal
b. Defekasi : Dalam Batas Normal
31
10. Refleks Refleks Kanan Kiri
Fisiologis
Biseps
Triseps
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Patologis
Hoffman Tromer
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaeffer
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
11. Fungsi koordinasi dan keseimbangan
Pemeriksaan Kanan Kiri
Jari tangan – jari tangan
Jari tangan – hidung
Pronasi – supinasi
Romberg test
Baik
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Sulit
Sulit
Baik
Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah lengkap Hb 16.4 13.2 – 17.3 gr/dl Ht 44.0 40 - 52 % Eritrosit 4.86 4.4 – 5.9 juta/µL MCV 90.5 82 – 98 fL MCH 31.8 27 – 32 pg MCHC 35.1 32 – 37 gr/dL Trombosit 224000 150.000 – 400.000/µL Leukosit 10.4 3.800 –10.600/µL Hitung Jenis Eosinofil 3.33 H 0.04-0.8 % Basofil 0.083 0-0.2%
Neutrofil 4.6 1.8-7.5 %
32
Limfosit 1.66 1.0 – 4.5 ribu Monosit 0.708 0.2-1 % RDW 14.6 10-18% Kimia Klinik SGOT 25 0-50 U / L SGPT 7 0-50 IU/L Ureum 54 H 10-50 mg/dL Kreatinin 2.14 H 0.62-1.1 mg/dL HDL direct 36 37-92 LDL-cholesterol 89.4 <150 Cholesterol 145 <200 dianjurkan
200-239 resiko sedang >= 240 resiko tinggi
Trigliserida 103 70-140 Elektrolit Natrium 136 L 136-146 mmol/L Kalium 4.1 3.5-5.1 mmol/L Chlorida 107 H 98-106 mmol/L
33
2. Head CT Scan Axial Non Kontras (2 September 2019)
Gambar. Hasil CT Scan Kepala Axial
• Tampak lesi hiperdens CT number 60 – 75 HU (volume ± 22 cm3 ) disertai edem perifocal pada lobus parietal kanan, corona radiata kiri
• Sulcus corticalis region lesi menyempit dan fisura sylvii normal • Differensiasi white grey matter jelas • Ventrikel lateralis, III dan IV normal • Tak tampak midline shifting • Sisterna perimesensefalis normal • Batang otak dan cerebellum normal
Kesan :
Gambaran Haemorrhagic (volume ± 22 cm3) pada lobus parietal kanan dan
corona radiata kiri.
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4M6V5
yakni pasien dalam keadaan composmentis yaitu pasien dalam kondisi sadar
34
penuh, baik terhadap diri maupun lingkungan. Pada pemeriksaan tanda vital di
IGD ditemukan peningkatan tekanan darah yaitu 160/90 mmHg, frekuensi nadi,
frekuensi napas, dan suhu tubuh normal. Pada pemeriksaan hari perawatan ke-7
didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 65x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu tubuh 36,5°C. Refleks cahaya dan pupil pasien dalam batas normal.
Pemeriksaan nervus cranialis dapat ditemukan bahwa sulcus nasolabialis kiri
sddikit lebih datar dibandingkan kanan, saat meringispun terlihat sedikit lebih sulit
pada bagian bibir kiri, dan pada saat menjulukan lidah terlihat terdapat lateralisasi
minimal, serta pada saat diminta mengangkat bahu kiri pasien sudah bisa
melakukannya dengan lebih baik dibanding hari – hari sebelumnya. Pemeriksaan
motorik pasien saat pemeriksaan kekuatan otot anggota gerak atas dan bawah
bagian kiri mendapat skor 4 yakni pasien dapat mengkat anggota geraknya, hal ini
sudah lebih membaik disbanding hari – hari sebelumnya. Hasil CT scan
didapatkan adanya intracerebral hemoragik dengan volume ±22 cm3 pada lobus
parietal kanan dan corona radiata kiri yang tidak mendesak ventrikel lateralis kiri.
Hasil tersebut menunjukkan adanya stroke hemoragik pada pasien.
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinis : vertigo, hemiparese sinistra
Diagnosis topis : Hemisfer dekstra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik
VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
• Tirah baring
• Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
- Diagnosis pasien
- Tatalaksana yang akan dilakukan
- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
2. Medikamentosa
• Inj. Piracetam 3 x 3 gr
• Inj. Citicoline 2 x 500 mg
• Inj. Methylcobalamin 1 x 1 amp
35
• Inj. Ranitidin 2x1 tab
• PO. Paracetamol 2 x 650 mg
• PO. Flunarizin 2x5 mg
DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring dan
edukasi. Pemberian medikamentosa pada pasien ini sebagai berikut:
1. Piracetam
Piracetam meningkatkan deformabilitas eritrosit yang merupakan
elastisitas dan kemampuan sel darah merah melewati mikrovaskuler
tanpa mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Dengan meningkatnya
deformabilitas eritrosit maka akan mempermudah aliran darah
melewati pembuluh darah otak yang kecil sehingga memperbaiki
keadaan iskemia
2. Citicoline
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui
peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik
yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga
menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada
pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan
darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif
dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan
mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan
pada pasien yang mengalami gegar otak.
3. Methylcobalamin
Methylcobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin
B12 yang memiliki peran penting terhadap pembentukan sel darah merah,
metabolisme sel tubuh, sel saraf, dan produksi DNA. Suplemen
methylcobalamin digunakan untuk menangani gangguan yang muncul
akibat kekurangan vitamin B12, seperti neuropati perifer dan anemia.
36
4. Ranitidine
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk
mencegah terjadinya stress ulcer pada lambung karena obat.
5. Paracetamol
Paracetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit
fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol
(asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung Pemberian paracetamol 650 mg pada pasien ini
lebih ditujukan untuk mengatasi nyeri kepala yan dialami pasien.
6. Flunarizin
Flunarizine merupakan golongan obat calcium chanel blocker dan
memiliki aktivitas memblok histamin H1. Obat ini termasuk ke dalam
kategori anti nyeri. Obat ini digunakan untuk profilaksis migrain,
penyakit oklusi vaskular perifer, vertigo sentral dan perifer, dan dapat
digunakan sebagai adjuvan pada terapi epilepsi.
37
FOLLOW UP
02/09/2019 03/09/2019 04/09/2019 05/09/2019
S Anggota gerak kiri lemah
(+), bicara pelo (-), nyeri
kepala (+), mual (+)
Anggota gerak kiri lemah
(+), bicara pelo (-), nyeri
kepala (-), mual (-)
Anggota gerak kiri lemah
, bicara pelo (-), nyeri
kepala (-), mual (-)
Anggota gerak kiri
lemah, bicara pelo (-),
nyeri kepala (-), mual (-)
O KU : compos mentis,
GCS E4M6V5
S:36.5oC, N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
TD : 160/90 mmHg
KU : compos mentis,
GCS E4M6V5
S:36,5oC,N: 68x/mnt
RR: 20x/mnt
TD : 110/60 mmHg
KU : compos mentis,
GCS E4M6V5
S:36,5oC, N:67 x/mnt
RR: 20x/mnt
TD : 130/80 mmHg
KU : compos mentis,
GCS E4M6V5
S:36,5oC,N:67 x/mnt
RR: 20x/mnt
TD : 120/80 mmHg
A Stroke infark III Stroke infark IV Stroke infark V Stroke infark VI
P IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x 1
amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
Pemeriksaan CT Scan
Head Axial
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x 1
amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
PO. CPG 1 x 75 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500
mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x
1 amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
PO. CPG 1 x 75 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500
mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x
1 amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inf. Mannitol 4 x 125 (4)
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
PO. CPG 1 x 75 mg
38
06/09/2019 07/09/2019 08/09/2019 09/09/2019
S Kelemahan anggota gerak kiri, pusing (-)
Kelemahan anggota gerak kiri, pusing (-)
Kelemahan anggota gerak kiri, pusing (-)
Kelemahan anggota gerak kiri, pusing (-)
O TD : 150/90 RR : 20 HR : 72 S : 36.3oC
TD : 140/80 RR : 20 HR : 66 S : 36.5oC
TD : 150/90 RR : 20 HR : 66 S : 36.5oC
TD : 130/80 RR : 20 HR : 65 S : 36.5oC
A Stroke hemoragik VII CT Scan (+)
Stroke hemoragik VIII Stroke hemoragik IX Stroke hemoragik X
P IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500
mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x
1 amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inf. Manitol 4 x 125 (3)
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x 1
amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inf. Manitol 4 x 125 (3)
PO. Paracetamol 2 x 650 mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x 1
amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inj. Manitol 4 x 125 (T.A)
PO. Paracetamol 2 x 650 mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x
1 amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
PO. Paracetamol 2 x 650
mg
PO. Flunarizin 2 x 5 mg
Rencana BLPL
39
DAFTAR PUSTAKA
Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional communications inc New York, 2002
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH
Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006.
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000; 225 -306.
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth
Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533- 6.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke.
Lancet 1992, 339: 537-9.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan, Surabaya 2002.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.