Download - LP DADB
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT
A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),
serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami
diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam
beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi
(kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran
tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar
5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali
dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang
yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan
dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan
dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
Dapat disimpulkan bahwa diare adalah kondisi dimana buang air besar
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lunak/cair yang
dapat menyebabkan dehidrasi.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005)
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari,
dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi
(Wong, 2009).
2. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4
minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab
infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada
abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan
kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut,
penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi
seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare
dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih
normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang
dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare
yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare
yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep
Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,
Aeromonas)
2. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3. Parasit
a. Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
b. Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c. Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1. Keracunan bahan-bahan kimia
2. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan
cemas
E. PATOFISIOLOGI
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak
menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan
menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna
tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan
bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari
tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,
kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang,
nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi
masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam
batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang
dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena
kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock
hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;
Ciesla et al, 2003)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal
ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko
HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti
diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,
adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik,
khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20
– 40 % nya menderita infeksi C. Jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi
menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), komplikasi diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi
intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk
menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa
seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,
infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab
diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.
Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan
apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat
feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan
suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak
merak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah
positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test
standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare
osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus
diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap
feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces
(Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak
dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat)
yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya
bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap
seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah
biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi
menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan
cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED
yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan
menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin
yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk
defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan
kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali
rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi
akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison
Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s
disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi
feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining
laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan
analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi
katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak
dapat dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat
dijelaskan yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada
celiac spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan
defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi
lesi pada usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis
anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui
segala sesuatu yang terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan
flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau
enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan
interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum
treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu
1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan
imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal
dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal
aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s
disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu
mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam
mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa.
Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna
pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium
Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi
pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1. The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap
dimetabolisme di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai
jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4 gram urine setelah
pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal insufisiensi,
hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2. Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari
karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan
intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam
setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi
lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan
Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi pancreas
1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada
insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang
digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda. CO ini
mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK
intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein
dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari
duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak
adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau
jejunum proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan
kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan
pertumbuhan bakteri.
J. PENATALAKSANAAN
Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung
glukosa tidak boleh diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam
kemudian
Rehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana
A, B, C untuk melanjutkan pengobatan.
Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera :
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari
o Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan
kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa
menyebabkan edema otak
o Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
o Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas
perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung
o Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc /
jamban / sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air
minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan /
minuman terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa /
belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja
ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping obat, jumlah
cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?
c. Pola eleminasi
Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola seksual dan reproduksi
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor
situasional ( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan
melalui selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis
(inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi,
medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan
dalam mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang
menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi,
keterbatasan kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen.
M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI
1. Diare
Batasan karakteristik :
Bab > 3 x/hari
Konsistensi encer / cair
Suara usus hiperaktif
Nyeri perut Kram
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam pasien tidak me-ngalami diare / diare berkurang, dengan criteria :
Bowel Elemination (0501)
Frekuensi bab normal < 3 kali / hari
Konsistensi feses normal (lunak dan berbentuk)
Gerakan usus tidak me-ningkat (terjadi tiap 10 -30 detik)
Warna feses normal Tidak ada lendir, darah Tidak ada nyeri Tidak ada diare Tidak ada kram Gambaran peristaltic
tidak tampak Bau feses normal
(tidak amis, bau busuk)
Manajemen Diare (0460)1. Identifikasi faktor yang
mungkin me-nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan, selang makanan, dll )
2. Evaluasi efek samping obat
3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam setelah minum obat yang lain)
4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume, frekuensi, bau, konsistensi feses.
5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara bertahap)
6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu dan menghasilkan gas.
7. Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak mengandung laktosa.
8. Monitor tanda dan gejala diare
9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode diare
10. Observasi turgor kulit secara teratur
11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi
12. Ukur diare / keluaran isi usus
13. Timbang Berat Badan secara teratur
14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara
usus16. Kolaborasi dokter jika
tanda dan gejala diare menetap.
17. Anjurkan diet rendah serat
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
19. Ajari klien / keluarga bagaimana meme-lihara catatan makanan
20. Ajari klien teknik mengurangi stress
21. Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)1. Hindari makanan yang
membuat alergi2. Hindari makanan yang
tidak bisa di-toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan jenis makanan yang dibutuhkan
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-gaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410)
1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang menyebabkan diare.
2. Terangkan penyebab masalah dan alasan dilakukan tindakan.
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan dengan klien / keluarga
4. Anjurkan klien / keluarga untuk mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan air dan
keringkan setiap setelah habis bab
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering
Perawatan Perineal (1750)1. Bersihkan secara teratur
dengan teknik aseptik2. Jaga daerah perineum
selalu kering3. Pertahankan klien pada
posisi yang nyaman4. Berikan obat anti nyeri /
inflamasi dengan tepat
2. Hipertermi b.d dehidrasi, peningkatan metabolik, inflamasi usus
Batasan karakteristik :
Suhu tubuh > normal
Kejang Takikardi Respirasi
meningkat Diraba
hangat Kulit
memerah
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam suhu badan klien normal, dengan criteria :
Termoregulasi (0800) Suhu kulit normal Suhu badan 35,9˚C-
37,3˚C Tidak ada sakit kepala Tidak ada nyeri otot Tidak ada perubahan
war-na kulit Nadi, respirasi dalam
ba-tas normal Hidrasi adekuat Pasien menyatakan
nya-man Tidak menggigil Tidak iritabel /
gragapan / kejang
Pengaturan Panas (3900)1. Monitor suhu sesuai
kebutuhan2. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi3. Monitor suhu dan warna
kulit4. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala hipertermi
5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi
7. Berikan obat antipiretik8. Berikan obat untuk
mencegah atau mengontrol menggigil
Pengobatan Panas (3740)1. Monitor suhu sesuai
kebutuhan2. Monitor IWL3. Monitor suhu dan warna
kulit4. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi5. Monitor derajat
penurunan kesadaran6. Monitor kemampuan
aktivitas7. Monitor leukosit,
hematokrit8. Monitor intake dan
output9. Monitor adanya aritmia
jantung10. Dorong peningkatan
intake cairan11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi
udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral
hygiene14. Berikan obat antipiretik
untuk mencegah pasien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen17. Kompres dingin
diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan 39˚C atau lebih
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan < 39˚C
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut
20. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat
Manajemen Lingkungan (6480)
1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)1. Anjurkan klien untuk
mencuci tangan sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan perawatan
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik
8. Anjurkan koien minum antibiotik sesuai advis dokter
3. Kekurangan volume ca-iran b.d intake kurang, kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan
Batasan karakteristik :
Kelemahan Haus Penurunan
turgor kulit Membran
mucus / kulit kering
Nadi meningkat, te-kanan darah menu-run, tekanan nadi menurun
Penurunan pengisian kapiler
Perubahan status mental
Penurunan urin out-put
Peningkatan konsen-trasi urin
Peningkatan suhu tubuh
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat, dengan kriteria :
Hidrasi (0602) Hidrasi kulit adekuat Tekanan darah dalam
ba-tas normal Nadi teraba Membran mukosa
lembab Turgor kulit normal Berat badan stabil dan
dalam batas normal Kelopak mata tidak ce-
kung Fontanela tidak cekung Urin output normal Tidak demam Tidak ada rasa haus
yang sangat Tidak ada napas
pendek / kusmaul
Balance Cairan (0601) Tekanan darah normal Nadi perifer teraba Tidak terjadi ortostatik
hypotension Intake-output
seimbang dalam 24 jam Serum, elektrolit
dalam batas normal. Hmt dalam batas
Monitor Cairan (4130)1. Tentukan riwayat jenis
dan banyaknya intake cairan dan kebiasaan eleminasi
2. Tentukan faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi, diu-retik, kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare, diaporesis, terpapar panas, infeksi)
3. Menimbang BB secara teratur
4. Monitor vital sign5. Monitor intake dan
output6. Periksa serum, elektrolit
dan membatasi cairan bila diperlukan
7. Jaga keakuratan catatan intake dan output
8. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
9. Monitor warna dan jumlah urin
10. Monitor distensi vena leher, krakles, odem perifer dan peningkatan berat badan.
11. Monitor akses intravena12. Monitor tanda dan gejala
asites13. Catat adanya vertigo14. Pertahankan aliran infuse
sesua advis dokter
Hematokrit mening-kat
Kehilangan berat ba-dan mendadak.
normal Tidak ada suara
napas tambahan BB stabil Tidak ada asites,
edema perifer Tidak ada distensi
vena leher Mata tidak cekung Tidak bingung Rasa haus tidak
berlebih-an Membrane mukosa
lem-bab Hidrasi kulit adekuat
Manajemen Cairan (4120)1. Timbang berat badan
dan monitor ke-cenderungannya.
2. Timbang popok3. Pertahankan keakuratan
catatan intake dan output4. Pasang kateter bila perlu5. Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa, denyut nadi, tekanan darah)
6. Monitor vital sign7. Monitor tanda-tanda
overhidrasi / ke-lebihan cairan (krakles, edema perifer, distensi vena leher, asites, edema pulmo)
8. Berikan cairan intravena9. Monitor status nutrisi10. Berikan intake oral
selama 24 jam11. Berikan cairan dengan
selang (NGT) bila perlu12. Monitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit13. Kolaborasi dokter jika
ada tanda dan gejala kelebihan cairan
Manajemen Hipovolemia (4180)
1. Monitor status cairan intake dan output
2. Pertahankan patensi akses intravena
3. Monitor Hb dan Hct4. Monitor kehilangan
cairan (muntah dan diare)5. Monitor tanda vital6. Monitor respon pasien
terhadap perubahan cairan
7. Berikan cairan isotonic / kristaloid (Na-Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi eks-traseluler
8. Monitor tempat tusukan intravena dari tanda infiltrasi atau infeksi
9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
10. Anjurkan klien untuk menghindari meng-ubah posisi dengan cepat, dari tidur ke duduk atau berdiri
11. Monitor berat badan secara teratur
12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit menurun, pengisian kapiler lambat, membrane mukosa kering, urin output menurun, hipotensi, rasa haus meningkat, nadi lemah.
13. Dorong intake oral (distribusikan cairan selama 24 jam dan beri cairan diantara waktu makan)
14. Pertahankan aliran infus15. Posisi pasien
Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi jika perlu
Monitoring Elektrolit (2020)1. Monitor elektrolit serum2. Kolaborasi dokter jika
ada ketidak-seimbangan elektrolit
3. Monitor tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (kejang, kram perut, tremor, mual dan muntah, letargi, cemas, bingung, disorientasi, kram otot, nyeri tulang, depresi pernapasan, gangguan ira-ma jantung, penurunan kesadaran : apa-tis, coma)
Manajemen Elektrolit (2000)
1. Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung elektrolit
2. Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-tion
nasogastrik, diare, diaporesis
3. Bilas NGT dengan normal salin
4. Berikan diet makanan yang kaya kalium
5. Berikan lingkungan yang aman bagi klien yang mengalami gangguan neurologis atau neuromuskuler
6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe, penyebab, dan pengobatan ketidakse-imbangan elektrolit
7. Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap.
8. Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit
9. Monitor efek samping pemberian su-plemen elektrolit.
10. Kolaborasi dokter pemberian obat yang mengandung elektrolit (aldakton, kalsium glukonas, Kcl).
11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral, NGT, atau infus sesuai advis dokter
4. PK: Syok hipovolemia b.d dehidrasi
Setelah dilakukan tindak-an / penanganan selama 1 jam diharapkan klien mempunyai perfusi yang adekuat, dengan criteria :
Kriteria hasil : Amplitudo nadi perifer
meningkat Pengisian kapiler
singkat (< 2 detik) Tekanan darah dalam
rentang normal CVP > atau = 5 cm
H2O Frekuensi jantung
teratur
1. Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler lambat.
2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing, perubahan mental, keluaran urin menurun.
Berorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang
Keluaran urin > atau = 30 ml/jam
Akral hangat Nadi teraba Membran mukosa
lembab Turgor kulit normal Berat badan stabil dan
dalam batas normal Kelopak mata tidak
cekung Tidak demam Tidak ada rasa haus
yang sangat Tidak ada napas pen-
dek /kusmaul
3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang untuk meningkatkan aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan volume darah; 5-10 cm H2O biasanya dianggap rentang yang adekuat. Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia.
5. Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator positif terjadi, lindungi klien dari cidera dengan meninggikan pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi.
6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi jantung tidak teratur.
7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl) meninggi ; laporkan peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatremia, retensi cairan dan edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL, Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
8. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
Batasan karakteristik :
Penurunan tekanan inspirasi / ekspirasi
Penurunan ventilasi per menit
Penggunaan otot na-fas tambahan
Pernafasan nasal fla-ring
Dispneu Ortopneu Penyimpang
an dada Nafas
pendek Posisi tubuh
menun-jukkan posisi 3 poin
Nafas pursed-lip (de-ngan bibir)
Ekspirasi
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam pola nafas efektif, dengan criteria :
Respiratory status : Airway patency (0410) :
Suara napas bersih Tidak ada sianosis Tidak sesak napas Irama napas dan
frekuensi napas dalam rentang nor-mal
Pasien tidak merasa ter-cekik
Tidak ada sianosis Tidak gelisah Sputum berkurang
Respiratory status : ventilation (0403)
Respirasi dalam rentang normal
Ritme dalam batas normal
Ekspansi dada simetris Tidak ada sputum di
jalan napas Tidak ada penggunaan
otot-otot tambahan
Airway manajemen ( 3140)1 Buka jalan napas,
gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas buatan
4 Pasang mayo bila perlu5 Lakukan fisioterapi dada
bila perlu6 Keluarkan secret
dengan batuk atau suction7 Auskultasi suara napas ,
catat adanya suara tambahan
8 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
9 Monitor respirasi dan status oksigen
Respirasi Monitoring (3350)
1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi
memanjang Peningkatan
diame-ter anterior-posterior
Frekuensi nafas
Ø Bayi : < 25 atau > 60
Ø 1-4 th : < 20 atau > 30
Ø 5-14 th : < 14 atau > 25
Ø > 14 th : < 11 atau > 24
Kedalaman nafas
Ø Volume tidal de-wasa saat istira-hat 500 ml
Ø Volume tidal ba-yi 6-8 ml/kg BB
Penurunan kapasitas vital
Timing rasio
Tidak ada retraksi dada
Tidak ditemukan dispneu
Dispneu saat aktivitas ti-dak ditemukan
Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan
Tidak ditemukan taktil fremitus
Tidak ditemukan suara napas tambahan
3 Monitor crowing, suara ngorok
4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
5 Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan
6 K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crakles
7 Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
8 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
9 Catat karakteristik dan durasi batuk
10 Monitor secret di saluran napas
11 Monitor adanya krepitasi12 Monitor hasil roentgen
thorak13 Bebaskan jalan napas
dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu
14 Resusitasi bila perlu15 Berikan terapi
pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi in-halasi)
Cough Enhancement (3250)
1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi maksimal
2 Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali
3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan dan ba-tukkan di akhir ekspirasi
Terapi Oksigen (3320)1. Bersihkan secret di
mulut, hidung dan tra-
khea / tenggorokan2. Pertahankan patensi
jalan nafas3. Jelaskan pada klien /
keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt, dll
6. Monitor aliran oksigen7. Monitor selang oksigen8. Cek secara periodik
selang oksigen, air humidifier, aliran oksigen
9. Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan oksigen, air humidifier, jika habis laporkan petugas
DAFTAR PUSTAKA
AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal
preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and
Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of
Enterotoxigenic Escherichia coli in an Outbreak of Cholera Caused
by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF
CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan
LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu
Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga.
Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com