lp dadb

41
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT A. DEFINISI Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011) Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009) Dapat disimpulkan bahwa diare adalah kondisi dimana buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lunak/cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. B. KLASIFIKASI

Upload: esa-rosyida-umam

Post on 14-Jul-2016

81 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

LP DADB

TRANSCRIPT

Page 1: LP DADB

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT

A.   DEFINISI

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),

serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami

diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam

beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi

(kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.

Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran

tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar

5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali

dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang

yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan

dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan

dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)

Dapat disimpulkan bahwa diare adalah kondisi dimana buang air besar

lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lunak/cair yang

dapat menyebabkan dehidrasi.

B.   KLASIFIKASI

1.  Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :

a.    Lama waktu diare

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan

menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005)

diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek

dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari,

dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi

(Wong, 2009).

2. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

b.    Mekanisme patofisiologik

1)    Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.

Page 2: LP DADB

2)    Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.

3)    Malabsorbsi asam empedu.

4)    Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.

5)    Motilitas dan waktu transport usus abnormal.

6)    Gangguan permeabilitas usus.

7)    Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.

8)    Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

c.    Penyakit infektif atau non-infektif.

d.    Penyakit organik atau fungsional

2.  Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:

a.    Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b.    Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

c.    Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

d.    Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

3.  Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi

a.    Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4

minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab

infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada

abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan

kondisi lain.

b.    Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut,

penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi

seperti allergi dan lain-lain.

4.  Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa

berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare

dapat dibagi menjadi :

a.    Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena

frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda

dehidrasi.

b.    Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-

kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu

makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih

Page 3: LP DADB

normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas

normal.

c.    Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang

kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-

ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir

dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa

pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang

dingin dan pucat.

d.    Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh

dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan

pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak

ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,

tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai

apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat

memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

C.   ETIOLOGI

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6

besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare

yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare

yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep

Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

a.    Infeksi :

1. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,

Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,

Aeromonas)

2. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)

3. Parasit

a. Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,

Crypto Sparidium)

b. Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)

c. Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens

b.    Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.

Page 4: LP DADB

c.    Alergi: alergi makanan

d.    Keracunan :

1. Keracunan bahan-bahan kimia

2. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

a)    Jazad renik, Algae

b)    Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

e.    Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll

f.     Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan

cemas

E.   PATOFISIOLOGI

Pathway Diare

Page 5: LP DADB

F.    MANIFESTASI KLINIS

Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak

menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu

makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan

menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir  ataupun darah. Warna

tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena

tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena

seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat

banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat

diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum

atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut

meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit

(Kliegman, 2006).

Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan

bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari

tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

a. Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena

frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda

dehidrasi.

b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,

kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang,

nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi

masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam

batas normal.

c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang

kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-

ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir

dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa

Page 6: LP DADB

pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang

dingin dan pucat.

d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh

dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan

pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak

ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,

tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai

apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat

memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

G.   KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi

utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena

kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock

hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial

mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;

Ciesla et al, 2003)

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang

disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal

ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko

HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti

diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,

adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik,

khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20

– 40 % nya menderita infeksi C. Jejuni beberapa minggu sebelumnya.

Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi

mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi

menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit

diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak

RSUD Wates (2001), komplikasi diare yaitu:

Page 7: LP DADB

 Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic

 Syok

 Kejang

 Sepsis

 Gagal Ginjal Akut

 Ileus Paralitik

 Malnutrisi

 Gangguan tumbuh kembang

H.   PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai

berikut :

1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal

terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi

intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk

menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan

immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa

seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien

yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.

2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,

infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab

diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.

Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan

apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.

3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat

feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari

1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari

10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.

4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan

suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak

merak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah

positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test

standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan

pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan

malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.

Page 8: LP DADB

5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare

osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus

diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap

feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces

(Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak

dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat)

yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap

karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya

bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika

feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap

seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah

biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi

menunjukkan suatu diare osmotic.

6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya

Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan

cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.

7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED

yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan

mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.

Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan

menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin

yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk

defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau

hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan

kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali

rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi

akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.

8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat

diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison

Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s

disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).

9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi

feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining

laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan

Page 9: LP DADB

analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi

katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain

1. Biopsi Usus Halus

Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak

dapat dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat

dijelaskan yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada

celiac spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan

defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.

2. Enteroskopi Usus Halus

Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi

lesi pada usus halus.

3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa

Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus

mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis

anthraguinone laksatif.

4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus

Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui

segala sesuatu yang terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan

flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau

enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan

interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum

treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu

1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

5. Imaging

Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan

imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal

dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal

aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s

disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu

mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam

mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa.

Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna

Page 10: LP DADB

pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium

Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi

pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.

6.  Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)

a.    Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa

1. The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap

dimetabolisme di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai

jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4 gram urine setelah

pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal insufisiensi,

hipertensi portal dan penggunaan NSAID.

2. Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari

karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan

intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam

setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi

lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan

insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan

Breath hydrogen.

b.    Test Menilai Fungsi pancreas

1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk

pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada

insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang

digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda. CO ini

mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO

tidak diabsorbsi.

2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK

intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein

dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari

duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak

adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi

menunjukkan insufisiensi pancreas.

c.    Test Menilai Pertumbuhan Bakreri

Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau

jejunum proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan

Page 11: LP DADB

kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan

pertumbuhan bakteri.

J.    PENATALAKSANAAN

Rencana Pengobatan C

Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB

cairan RL, Asering atau garam  normal (larutan yang hanya mengandung

glukosa tidak boleh diberikan).

Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian

> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam

kemudian

Rehidrasi parenteral :

RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi

D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)

D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)

Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba

Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan

infuse

Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya

setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana

A, B, C  untuk melanjutkan pengobatan.

Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,

opium),  adsorben  (norit, kaolin, smekta).

Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin

 Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera :

Metronidazol 50 mg/kgBB/hari

o Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan

kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa

menyebabkan edema otak

o Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl

Page 12: LP DADB

o Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas

perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung

o Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

K.   PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.    Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.

Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini

membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih

besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.

Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric

menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi

juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

2.  Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x, muntah, diare,  kembung, demam.

3.  Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.

Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari

(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare

kronis).

4.  Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid

jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),

alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5.  Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,

porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.

kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan

makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan

cuci tangan,

6.  Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7.  Riwayat Kesehatan Lingkungan

Page 13: LP DADB

Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,

lingkungan tempat tinggal.

8.  Pemeriksaan Fisik

a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan

mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak

umur 1 tahun lebih

d. Mata : cekung, kering, sangat cekung

e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic

meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal

atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau

kelihatan bisa minum

f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis

metabolic (kontraksi otot pernafasan)

g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun

pada diare sedang .

h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu

meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary

refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24

jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress

yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan

invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian

menerima.

9.  Pola Fungsi Kesehatan

a.    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / 

jamban / sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air

minum ?

b.    Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan /

minuman terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa /

belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja

ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek  samping obat, jumlah

cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?

Page 14: LP DADB

c.    Pola eleminasi

 Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah

Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria

d.    Pola aktifitas dan latihan : travelling

e.    Pola tidur dan istirahat

f.     Pola kognitif dan perceptual

g.    Pola toleransi dan koping stress

h.    Pola nilai dan keyakinan

i.      Pola hubungan dan peran

j.      Pola persepsi diri dan konsep diri

i.    Pola seksual dan reproduksi

L.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Diare b.d factor psikologis  (tingkat stress dan   cemas tinggi), faktor 

situasional ( keracunan, penyalahgunaan laksatif,  pemberian makanan

melalui selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis

(inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)

2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi,  

medikasi

3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan

dalam mekanisme pengaturan.

4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi

5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya

6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang

menyenangkan.

7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi,

keterbatasan kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi

8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi

9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah

10. Pola nafas tidak efektif b.d  hiperventilasi

11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai

oksigen.

Page 15: LP DADB

M.   PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA  KEPERAWATAN

NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI

1. Diare

Batasan karakteristik :

          Bab > 3 x/hari

          Konsistensi encer / cair

          Suara usus hiperaktif

          Nyeri perut          Kram

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam pasien tidak me-ngalami diare / diare berkurang, dengan criteria :

Bowel Elemination (0501)

          Frekuensi bab normal < 3 kali / hari

          Konsistensi feses normal (lunak dan berbentuk)

          Gerakan usus tidak me-ningkat (terjadi tiap 10 -30 detik)

          Warna feses normal          Tidak ada lendir, darah          Tidak ada nyeri          Tidak ada diare          Tidak ada  kram          Gambaran peristaltic

tidak tampak          Bau feses normal

(tidak amis, bau busuk)

Manajemen Diare (0460)1. Identifikasi faktor yang

mungkin me-nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan, selang makanan, dll )

2. Evaluasi efek samping obat

3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smekta diberikan  1-2 jam setelah minum obat yang lain)

4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume, frekuensi, bau, konsistensi feses.

5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara bertahap)

6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu dan menghasilkan gas.

7. Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak mengandung laktosa.

8. Monitor tanda dan gejala diare

9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode diare

10. Observasi turgor kulit secara teratur

11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi

12. Ukur diare / keluaran isi usus

13. Timbang Berat Badan secara teratur

14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap.

15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara 

Page 16: LP DADB

usus16. Kolaborasi dokter jika

tanda dan gejala diare menetap.

17. Anjurkan diet rendah serat

18. Anjurkan untuk menghindari laksatif

19. Ajari klien / keluarga bagaimana meme-lihara  catatan makanan

20. Ajari klien teknik mengurangi stress

21. Monitor keamanan preparat makanan

Manajemen Nutrisi (1100)1.    Hindari makanan yang 

membuat alergi2.    Hindari makanan yang

tidak bisa di-toleransi  oleh klien

3.    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan jenis makanan yang dibutuhkan

4.    Berikan makanan secara selektif

5.    Berikan buah segar (pisang) atau jus buah

6.    Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  yang dibutuhkan kien dan ba-gaimana  cara makannya

Bowel Incontinence Care (0410)

1.    Tentukan faktor fisik atau psikis yang menyebabkan diare.

2.    Terangkan penyebab masalah dan alasan dilakukan tindakan.

3.    Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan dengan klien / keluarga

4.    Anjurkan klien / keluarga untuk  mencatat keluaran feses

5.    Cuci area perianal dengan sabun dan air dan

Page 17: LP DADB

keringkan setiap setelah habis bab

6.    Gunakan  cream di area perianal

7.    Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering

 Perawatan Perineal (1750)1.    Bersihkan secara teratur

dengan teknik aseptik2.    Jaga daerah perineum

selalu kering3.    Pertahankan klien pada

posisi yang nyaman4.    Berikan obat anti nyeri /

inflamasi dengan tepat

2. Hipertermi b.d dehidrasi, peningkatan metabolik, inflamasi usus

Batasan karakteristik :

          Suhu tubuh > normal

          Kejang          Takikardi          Respirasi

meningkat          Diraba

hangat          Kulit

memerah

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam suhu badan klien normal, dengan criteria :

Termoregulasi (0800)          Suhu kulit normal          Suhu badan 35,9˚C- 

37,3˚C          Tidak ada sakit kepala          Tidak ada nyeri otot          Tidak ada perubahan

war-na kulit          Nadi, respirasi dalam

ba-tas normal          Hidrasi adekuat          Pasien menyatakan  

nya-man          Tidak menggigil          Tidak iritabel /

gragapan /   kejang

Pengaturan Panas (3900)1.    Monitor suhu sesuai

kebutuhan2.    Monitor  tekanan darah,

nadi dan respirasi3.    Monitor suhu dan warna

kulit4.    Monitor dan laporkan

tanda dan gejala  hipertermi

5.    Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat

6.    Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang    tinggi

7.    Berikan obat antipiretik8.    Berikan obat  untuk

mencegah atau mengontrol  menggigil

Pengobatan Panas (3740)1.    Monitor suhu sesuai

kebutuhan2.    Monitor IWL3.    Monitor suhu dan warna

kulit4.    Monitor tekanan darah,

nadi dan respirasi5.    Monitor derajat

penurunan kesadaran6.    Monitor kemampuan

aktivitas7.    Monitor leukosit,

hematokrit8.    Monitor intake dan

Page 18: LP DADB

output9.    Monitor adanya aritmia

jantung10. Dorong peningkatan

intake cairan11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi

udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral

hygiene14. Berikan obat antipiretik

untuk mencegah pasien menggigil / kejang

15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam

16. Berikan oksigen17. Kompres dingin

diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan  39˚C atau lebih

18. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan  < 39˚C

19. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut 

20. Anjurkan klien memakai   baju berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)

1.    Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi

2.    Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih  dan nyaman

3.    Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)1.    Anjurkan klien untuk

mencuci tangan sebelum makan

2.    Gunakan sabun untuk mencuci tangan

3.    Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan  kegiatan perawatan 

4.    Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan  SOP

Page 19: LP DADB

5.    Berikan perawatan kulit di area yang odem

6.    Dorong klien untuk cukup istirahat

7.    Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik    

8.    Anjurkan koien minum antibiotik sesuai advis dokter                                                                                                                                                                                                                                                            

 3. Kekurangan volume ca-iran b.d  intake kurang, kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan

Batasan karakteristik :

          Kelemahan          Haus          Penurunan

turgor    kulit          Membran

mucus / kulit kering

          Nadi meningkat, te-kanan darah  menu-run, tekanan nadi menurun

          Penurunan pengisian kapiler

          Perubahan status mental

          Penurunan urin out-put

          Peningkatan konsen-trasi urin

          Peningkatan suhu tubuh

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24  jam kebutuhan  cairan dan elektrolit adekuat, dengan kriteria :

Hidrasi (0602)          Hidrasi kulit adekuat          Tekanan darah dalam

ba-tas normal          Nadi teraba          Membran mukosa

lembab          Turgor kulit normal          Berat badan stabil dan

dalam batas normal          Kelopak mata tidak ce-

kung          Fontanela tidak cekung          Urin output normal          Tidak demam          Tidak ada rasa haus

yang sangat          Tidak ada napas

pendek  / kusmaul

Balance Cairan (0601)          Tekanan darah normal          Nadi perifer teraba          Tidak terjadi ortostatik

hypotension          Intake-output

seimbang dalam 24 jam          Serum, elektrolit

dalam  batas normal.          Hmt dalam batas

  Monitor Cairan (4130)1.    Tentukan riwayat jenis

dan banyaknya intake cairan dan kebiasaan eleminasi

2.    Tentukan faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi, diu-retik, kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare, diaporesis, terpapar panas, infeksi)

3.    Menimbang BB secara teratur

4.    Monitor vital sign5.    Monitor intake dan

output6.    Periksa serum, elektrolit

dan membatasi  cairan bila diperlukan

7.    Jaga keakuratan catatan intake dan output

8.    Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan  rasa  haus

9.    Monitor warna dan jumlah urin

10. Monitor distensi vena leher, krakles,  odem perifer dan peningkatan berat badan.

11. Monitor akses intravena12.  Monitor tanda dan gejala

asites13. Catat adanya vertigo14. Pertahankan aliran infuse

sesua advis dokter

Page 20: LP DADB

          Hematokrit mening-kat

          Kehilangan berat ba-dan mendadak.

normal          Tidak ada suara

napas  tambahan          BB stabil          Tidak ada asites,

edema perifer           Tidak ada distensi

vena leher          Mata tidak cekung          Tidak bingung          Rasa haus tidak

berlebih-an          Membrane mukosa

lem-bab          Hidrasi kulit adekuat

Manajemen Cairan (4120)1.    Timbang berat badan

dan monitor ke-cenderungannya.

2.    Timbang popok3.    Pertahankan keakuratan

catatan intake dan output4.    Pasang kateter bila perlu5.    Monitor status hidrasi

(kelembaban membrane mukosa, denyut nadi, tekanan darah)

6.    Monitor vital sign7.    Monitor tanda-tanda

overhidrasi / ke-lebihan cairan (krakles, edema perifer, distensi vena leher, asites, edema pulmo)

8.    Berikan cairan intravena9.    Monitor status nutrisi10. Berikan intake oral

selama 24 jam11. Berikan cairan dengan

selang (NGT) bila  perlu12.  Monitor respon pasien

terhadap terapi elektrolit13. Kolaborasi dokter jika

ada tanda dan gejala kelebihan cairan

Manajemen Hipovolemia (4180)

1.    Monitor status cairan  intake dan output

2.    Pertahankan patensi akses intravena

3.    Monitor Hb dan Hct4.    Monitor kehilangan

cairan (muntah dan  diare)5.    Monitor tanda vital6.    Monitor respon pasien

terhadap perubahan cairan

7.    Berikan cairan isotonic  /  kristaloid (Na-Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi eks-traseluler

8.    Monitor tempat tusukan intravena dari tanda infiltrasi atau infeksi

Page 21: LP DADB

9.    Monitor  IWL (misalnya : diaporesis)

10. Anjurkan klien untuk menghindari meng-ubah  posisi dengan cepat, dari tidur ke duduk atau berdiri

11. Monitor berat badan secara teratur

12. Monitor tanda-tanda  dehidrasi ( turgor kulit menurun, pengisian kapiler lambat, membrane mukosa kering, urin output menurun, hipotensi, rasa haus meningkat, nadi lemah.

13. Dorong intake oral (distribusikan cairan selama  24 jam dan beri cairan diantara waktu makan)

14. Pertahankan aliran infus15. Posisi pasien

Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi jika perlu

Monitoring Elektrolit (2020)1.    Monitor elektrolit serum2.    Kolaborasi dokter jika

ada ketidak-seimbangan elektrolit

3.    Monitor tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (kejang, kram perut, tremor, mual dan muntah, letargi, cemas, bingung, disorientasi, kram otot, nyeri tulang, depresi pernapasan, gangguan ira-ma jantung,  penurunan kesadaran :   apa-tis, coma)

Manajemen Elektrolit (2000)

1.    Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung elektrolit

2.    Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-tion

Page 22: LP DADB

nasogastrik, diare, diaporesis

3.    Bilas NGT dengan normal salin

4.    Berikan diet makanan yang kaya kalium

5.    Berikan lingkungan yang aman bagi klien yang mengalami gangguan neurologis atau neuromuskuler

6.    Ajari klien dan keluarga tentang tipe, penyebab, dan pengobatan ketidakse-imbangan elektrolit

7.    Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap.

8.    Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit

9.    Monitor efek samping pemberian su-plemen elektrolit.

10. Kolaborasi dokter pemberian obat yang  mengandung elektrolit (aldakton, kalsium glukonas, Kcl).

11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral,  NGT, atau infus sesuai advis dokter

4. PK: Syok hipovolemia b.d dehidrasi

Setelah dilakukan tindak-an / penanganan   selama 1 jam   diharapkan klien mempunyai perfusi yang adekuat, dengan criteria :

Kriteria hasil :          Amplitudo nadi perifer 

meningkat          Pengisian kapiler

singkat (< 2 detik)          Tekanan darah dalam

rentang normal          CVP > atau = 5 cm

H2O          Frekuensi jantung

teratur

1.    Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler lambat.

2.    Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing, perubahan mental, keluaran urin menurun.

Page 23: LP DADB

          Berorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang

          Keluaran urin > atau = 30 ml/jam

          Akral hangat          Nadi teraba          Membran mukosa

lembab          Turgor kulit normal          Berat badan stabil dan

dalam batas normal          Kelopak mata tidak

cekung          Tidak demam          Tidak ada rasa haus

yang sangat          Tidak ada napas pen-

dek /kusmaul

3.    Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang untuk meningkatkan aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat.

4.    Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan volume darah; 5-10  cm H2O biasanya dianggap rentang yang adekuat. Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia.

5.    Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator positif terjadi, lindungi klien dari cidera dengan meninggikan pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi.

6.    Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi jantung tidak teratur.

7.    Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl) meninggi ; laporkan peningkatan.

8.    Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan , terutama

Page 24: LP DADB

Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatremia, retensi cairan dan edema.

9.    Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL, Asering

10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU

8. Pola nafas tidak efektif b.d  hiperventilasi

Batasan karakteristik :

          Penurunan tekanan inspirasi / ekspirasi

          Penurunan ventilasi per menit

          Penggunaan otot na-fas tambahan

          Pernafasan nasal fla-ring

          Dispneu          Ortopneu          Penyimpang

an dada          Nafas

pendek          Posisi tubuh

menun-jukkan posisi 3 poin

          Nafas pursed-lip (de-ngan bibir)

          Ekspirasi

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24  jam pola nafas efektif, dengan criteria :

Respiratory status : Airway patency (0410) :

          Suara napas bersih          Tidak ada sianosis          Tidak sesak napas          Irama napas dan

frekuensi napas dalam rentang nor-mal

          Pasien tidak merasa ter-cekik

          Tidak ada sianosis          Tidak gelisah          Sputum berkurang 

Respiratory status : ventilation (0403)

          Respirasi dalam rentang normal

          Ritme dalam batas normal

          Ekspansi dada simetris          Tidak ada sputum di

jalan napas          Tidak ada penggunaan

otot-otot tambahan

Airway manajemen ( 3140)1     Buka jalan napas,

gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2     Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

3     Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas buatan

4     Pasang mayo bila perlu5     Lakukan fisioterapi dada

bila perlu6     Keluarkan secret

dengan batuk atau suction7     Auskultasi suara napas ,

catat adanya suara tambahan

8     Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu

9     Monitor respirasi dan status oksigen

Respirasi Monitoring (3350)

1     Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas

2     Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi

Page 25: LP DADB

memanjang          Peningkatan

diame-ter anterior-posterior

          Frekuensi nafas

Ø  Bayi  :  < 25 atau > 60

Ø  1-4 th  : < 20 atau > 30

Ø  5-14 th : < 14 atau > 25

Ø  > 14 th : < 11 atau  > 24

          Kedalaman nafas

Ø  Volume tidal de-wasa saat istira-hat 500 ml

Ø  Volume tidal ba-yi 6-8 ml/kg BB

          Penurunan kapasitas vital

          Timing rasio

          Tidak ada retraksi dada

          Tidak ditemukan dispneu

          Dispneu saat aktivitas ti-dak ditemukan

          Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan

          Tidak ditemukan taktil fremitus

          Tidak ditemukan suara napas tambahan

3     Monitor crowing, suara ngorok

4     Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe

5     Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan

6     K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crakles

7     Monitor peningkatan gelisah, cemas,  air hunger

8     Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif

9     Catat karakteristik dan durasi batuk

10  Monitor secret di saluran napas

11  Monitor adanya krepitasi12  Monitor hasil roentgen

thorak13  Bebaskan jalan napas

dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu

14  Resusitasi bila perlu15  Berikan terapi

pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi in-halasi)

Cough Enhancement (3250)

1     Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi maksimal

2     Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali

3     Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan dan ba-tukkan di akhir ekspirasi

Terapi Oksigen (3320)1.    Bersihkan secret di

mulut, hidung dan tra-

Page 26: LP DADB

khea / tenggorokan2.    Pertahankan patensi

jalan nafas3.    Jelaskan pada klien /

keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen

4.    Berikan oksigen sesuai kebutuhan

5.    Pilih peralatan sesuai kebutuhan :  kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt,  dll

6.    Monitor aliran oksigen7.    Monitor selang oksigen8.    Cek secara periodik

selang oksigen, air humidifier, aliran oksigen

9.    Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll

10. Monitor tanda keracunan oksigen

11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi

12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan oksigen, air humidifier, jika habis laporkan petugas

DAFTAR PUSTAKA

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org

Page 27: LP DADB

Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal

preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and

Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.

Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of

Enterotoxigenic Escherichia coli in an Outbreak of Cholera Caused

by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF

CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan

LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.

Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu

Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan

Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga.

Jakarta: Sagung Seto.

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada

www.healthinfotranslations.com