Download - Lrutan Garam Jenuh
LAPORAN RESMI
TEKNIK PENGAWETAN KULITDosen : Titiek Anggraini, B. Sc, SE, MM
Asisten : Miftakhul khoir A. Md
Disusun Oleh:
Nama : Dede Burhanudin
No. MHS : 03.TPK.3678
Kelompok : I
Hari/Tanggal : Rabu, 20 April 2005
Acara : Pengulitan, Penyesetan dan Pengawetan kulit
Sapi dengan Garam Jenuh
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT
YOGYAKARTA
2005
PRAKTIKUM I
PENGULITAN, PENYESETAN Dan PENGAWETAN KULIT
SAPI DENGAN GARAM JENUH
I. TUJUAN
A. Tujuan Khusus Praktikum
Memahami dan mengerti tentang metode pengulitan, penyesetan dan
pengawetan kulit dengan metode garam jenuh
B. Tujuan Umum Praktikum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengerti serta mampu
mengerjakan pengulitan, penyesetan dan pengawetan kulit sapi dengan
garam jenuh meliputi :
Pengulitan kulit sapi
Penyesetan kulit sapi
Pengawetan kulit sapi
Pembuatan larutan garam jenuh
Penyimpanan dan pengawetan
II. DASAR TEORI
A. Pengulitan
Pengulitan kulit sapi adalah proses pengulitan atau melepaskan
kulit dari tubuh hewan yang dilakukan setelah proses pemotongan di RPH.
Pengulitan kulit sapi sama prosesnya dengan pengulitan kulit domba dan
kambing. Membuat ripping dipersendian kaki ( 4 kaki ) dengan cara
menyayat melingikar, diikuti irisan bagian dalam masing-masing kaki.
Ripping dilanjutkan dengan menyayat pada garis tengah tubuh hewan
lurus dari titik penyembelihan sepanjang tengah-tengah gelambir dan perut
sampai ekor. Bagian depan dikuliti sampai tulang dada ( pengulitan
dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam ) sampai bertemu
dengan sayatan yang memanjang. Sayatan kaki belakang diteruskan
sampai ke sayatan tengah kira-kira pada pertengahan anus dan scortum
atau bagian ambing ( betina ), dan bagian ekor kulit pada bagian bawahnya
sampai ujung ekor.
Pengulitan selanjutnya dilakukan degan digantung, yang
merupakan kelanjutan dari pengulitan diatas lantai. Kaki belakang
digantung dengan alat kontrol. Badan hewan belakang aikkan dengan
katrol kira-kira 1,5 m diatas lantai ( diatur bagian bahu masih menyentuh
lantai ). Kulit dilepas dari bagian ekor dengan cara menarik secara hati-
hati. Badan hewan seluruhnya dikatrol naik, lepas kulit dengan cara
menarik kebawah dari punggung hingga kebagian punuk. Pengulitan pada
bagian punuk, kedua sisi dari bagian bahu dan leher dilakukan dengan
pisau ( karena jarinanyasangat kuat ).
B. Penyesetan
Kulit yang sudah dilepas dari karkas harus diseset untuk
menghilangkan daging dan lemak, dengan mengunakan peisau seset yang
memiliki bentuk tersendiri. Kulit yang sudah diseset, disiram dengan air
bersih sambil disikat dan disiram lagi dengan air bersih hingga kotoranya
hilang. Lalu membalik kulit sehingga bulu diatas dan disiram. Selanjutnya
pengetusan kulit pada kuda-kuda + 25 menit. Setelah pengetusan, kulit
ditimbang untuk menentukan banyaknya bahan kimia yang akan
digunakan.
C. Pengawetan.
Tujuan dari pengawetan adalah melindungi kulit terhadap serangan
bakteri, jamur dan serangga yang menyebabkan kerusakan dan
pembusukan kulit mentah.
Pengawetan kulit yang biasa dilakukan ada 3 cara yaitu:
1) Pengawetan secara pengeringan (dengan sinar matahari)
2) Pengawetan secara pengasaman.
3) Pengawetan secara pengaraman.
Pengawetan secara pengaraman dibagi menjadi 2 cara yaitu:
1) Penggaraman secara garam basah ( wet salting )
2) Pengawetan secara garam kering ( dry salting )
Penggaraman basah sendiri dibagi dalam 2 cara yaitu:
1) Secara garam jenuh
2) Secara garam kulit
Pengawetan kulit dengan garam jenuh adalah pengawetan kulit
dengan mengunakan garam dapur, tetapi garam dapur tersebut dibuat dalam
bentuk larutan garam jenuh, yang mempunyai kepekatan 20 – 24o Be (Boume
meter).Pengawetan kulit dengan garam jenuh ini lebih tahan lama daripada
dengan metode garam tabur, namun membutuhkan garam yang lebih banyak,
karena pada pengawetan garam jenuh dilakukan juga penaburan garam.
Metode ini juga lebih lama pelaksanaanya dibanding metode garam tabur,
karena harus direndam ke dalam larutan garam jenuh 1-2 malam.
III. BAHAN Dan ALAT
Bahan yang digunakan:
Bahan baku: Kaulit sapi jawa mentah segar 14 kg
Bahan pembantu: Garam dapur (NaCL) teknis ukuran 1-3 mm.
Desinfectan atau racun (preventol/moleskal)
Peralatan yang digunakan
Pisau seset
Ember
Gayung plastik
Tempat pencucian
Baumeter
Pengaduk dari kayu
Drum
Timbangan
Sikat
Sarung tangan
Kuda-kuda
IV. CARA KERJA
A. Pengulitan
1) Menyiapkan hewan sapi yang akan dipotong, lalu memotong
(membunuh) sapi yang dilakukan oleh modin di RPH.
2) Memotong kepala sapi.
3) Membuat ripping dipersendian kaki (4 kaki) dengan cara menyayat
melingkar, lalu mengiris sisi bagian dalam masing-masing kaki.
4) Menyayat garis tengah, lurus dari titik penyembelihan sepanjang
tengah-tengah gelambir dan perut sampai ekor.
5) Mneguliti bagian kaki depan sampai tulang dada sampai menemukan
sayatan yang memanjang.
6) Meneruskan sayatan kaki belakang sampai ke sayatan tengah (kira-
kira) pada pertengahan anus dan scortum, atau bagian ambing
(betina).
7) Menguliti ekor pada bagian bawahnya sampai ujung ekor.
8) Menggantung kaki belakang dengan alat kontrol, badan hewan
belakang naikkan dengan katrol kira-kira 1,5 m diatas lantai (bagian
bahu masih menyentuh lantai).
9) Melepas kulit dari ekor dengan cara menarik secara hati-hati.
10) Menaikkan seluruh badan sapi dengan katrol, melepas kulit dengan
cara menarik kebawah dari punggung hingga kebagian punuk.
11) Menguliti bagian punuk, menguliti kedua bagian sisi dari bagian bahu
dan leher dengan pisau seset.
12) Menimbang kulit, yang telah terlepas dari tubuhnya.
B. Penyesetan.
1) Meletakkan kulit di alas lantai yang luas.
2) Menghilangkan sisa daging dan lemak dengan pisau seset.
3) Bagian yang agak tengah, direntangkan dengan tangan untuk
membantu penyesetan yang sempurna.
4) Setelah selesai, mebawa kulit ke gudang untuk proses pengawetan.
C. Pengawetan
I. Praktek pembuatan pelarutan dan perendaman
1) Setelah kulit sampai digudang, lalu mencuci kulit pada ember besar,
dibilas dan di kocok-kocok dengan air hingga bersih, serta dibantu
dengan menggunakan sikat.
2) Mengetuskan kulit selama + 30 menit.
3) Menimbang kulit (12 kg).
4) Membuat larutan garan jenuh pada drum..
Air 300 % dari berat kulit = 36 liter
Garam kristal 30 % dari banyaknya air yang digunakan = 10,8 kg
3 – 5 gram/liter preventol (yang dilaksanakan 5 gram) = 180 gram
5) Mengocok hingga homogen, Mengukur derajat Be dengan Baumeter.
Hingga mencapai 20 – 24O Be. Ternyata, larutan belum mencapai
dera 20 – 24O Be, sehingga ada penambahan garam.
6) Menambah garam, hingga 2 kali, 5,0 kg dan 4,0 kg.
Air = 36 liter
Garam = 10,8 kg menghasilkan 15o Be
+ 5,0 kg menghasilkan 21o Be
+ 4,0 kg menghasilkan 24o Be
Preventol 180 kg
7) Memindahkan air pada air, yang cukup untu merendam kulit untuk
efesiensi (setengahnya)
8) Memasukkan kulit pada ember, mengaduk kulit agar rata dengan
larutan.
9) Merendam kulit, selama 2 x 24 jam.
II. Praktek penggaraman kristal dan pelipatan
1) Setelah 2 hari, mengetuskan kulit pada kuda-kuda selama 30 menit.
2) Meletakkan kulit pada kuda-kuda miring.
3) Menimbang garam kristal (teknis) 30 %.
4) Menaburi garam pada kulit bagian daging.
5) Melipat kulit, pada garis punggung, bagian bulu diluar.
6) Keesokan harinya, menambah garam 20 %.
7) Dan setelah 4 hari, menambah garam lagi 20 %.
8) Proses terakhir melipat kulit.
V. PENGAMATAN
Pengamatan pada kesempatan praktikum ini, dimulai dari:
A. Proses pemotongan dan pengulitan di RPH
Teknik pemotongan yang sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
Teknik pengulitan yang baik, menghasilkan bentuk yang simetris.
B. Proses penyesetan di RPH
Teknik penyesetan yang benar, tidak membuat lubang yang
mengakibatkan penurunan kwalitas. Penggunaan pisau yang khusus untuk
penyesetan, sehingga tidak mengganggu proses penyesetan. Penyesetan
yang baik, tidak merusak kulit.
C. Proses pengawetan dengan larutan garam jenuh yang dilakukan di gudang
penyamakan.
Merupakan inti dari praktek kali ini. Pembuatan larutan yang baik,
perlakuan kulit dan perawatan kulit.
VI. PEMBAHASAN
A. Pengulitan
Pegangan Peserta Pemeriksa Daging SwastaSkema Pemotongan HewanPemotongan Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing
SAPI / KERBAU / DOMBA / KAMBING
TEMPAT / RUMAH PEMOTONGAN HEWAN
Hewan diistirahatkan
Pemeriksaan Antemortem
Jika tidak sehat Hewan tidak dipotong
Jika sehat Hewan boleh dipotong
Hewan Sehat
Pemotongan Pembuluh Darah, Esofagus danTrakhea di leher
Pengeluaran Darah
Pemisahan Kepala, Bagian Bawah Kaki
Pengulitan
Pengeluaran Isi Perut dan Isi Dada
Pemeriksaan Postmortem
Jika sehat daging boleh dijual
boleh dimakan
Jika ada kelainan daging tidak boleh
dijual dan
tidak boleh dimakan
Karkas / Daging Sehat makanan yang menyehatkan, bergizi, dan bernilai tinggi
Pemotongan adalah salah satu bagian dari proses penyembelihan atau
penjagalan, di mana pembuluh darah utama pada leher dipotong yang membuat
darah mengalir dari tubuh hewan yang menyebabkan kematian pada hewan.
Pisau pemotong harus selalu diasah. Pisau tumpul akan melamakan proses ini
dan ujung-ujung pembuluh darah tidak terpotong dengan baik.
Hal ini akan menyebabkan menggumpalan darah premature dan
menyumbat pembuluh darah, yang menyebabkan pelambatan pendarahan dan
memperpanjang waktu kematian. Proses pemotongan ini harus cepat dan tepat.
Hal ini dilakukan untuk memperpendek jarak penderitaan hewan, terutama pada
proses pemotongan yang tidak didahului dengan pemingsanan. Pemotongan
harus dilakukan sesegera mungkin setelah hewan tersebut dipingsankan atau
difiksasi, sehingga sangat sedikit waktu yang digunakan tatkala hewan itu
difiksasi.
Ada dua alasan utama mengapa hewan sesegera mungkin harus dipotong
setelah dipingsankan? Pertama, kelambatan yang berkepanjangan bisa
mengakibatkan tingkat kepingsanan, khususnya jika hewan dipingsankan
dengan cara elektrik. Sebagi contoh, babi yang dipingsankan dengan cara
elektrik akan sadarkan diri dalam waktu 1 sampai 3 menit. Umumnya
pemotongan dilakukan 15 detik setelah dipingsankan. Atau waktu di bawah
satu menit untuk segera dilakukan pemotongan setelah dipingsankan adalah
sangat baik.
Kedua, kelambatan dalam pemotongan akan mengakibatkan bertambahnya
tekanan darah, dan jaringan darah akan rusak yang akan mengakibatkan
haemorrhagie pada urat. Darah berlebihan ini pada jaringan tubuh akan
meningkatkan kerusakan pada daging yang akhirnya akan menyia-nyiakan
daging itu sendiri.
Jika sapi, domba, kambing dan babi dipingsankan dengan captive bolt
(senapan hewan) akan langsung pingsan. Hewan tetap bernapas seperti biasa,
tidak akan ada kedipan refleks jika matanya disentuh. Tanda-tanda belum
pingsan harus diperhatikan sebelum proses pemotongan, biasanya pada saat
hewaan digantung di rel pemotongan.
Penguilitan yang dilakukan di dinas kehewanan, telah menggunakan
peralatan yang sudah modern dan teknik yang baik seperti alat menaikkan
katrol, dan tempat yang luas serta kebersihan yang terjaga.
B. Penyesetan
Penyesetan yang tidak baik, akan membuat lubang-lubang pada kulit
sehingga menurunkan kwalitas kulit. Teknik penggunaan pisau, pengasahan
pisau dan teknik menyeset sangat mempengaruhi hasil penyesetan. Pisau yang
digunakan harus yang benar-benar tajam, jika tidak tajam maka akn
mempengaruhi hasil penyeset mengingat substansi kulit sangat kuat dan erat,
sisa daging dan lemak sangat kuat menempel pada kulit. Pembuangan sisa
daging dan lemak bagian kulit yang tengah dengan teknik kemiringan tertentu,
angkat keatas dan ditarik dengan ketentuan tertentu, agar penyesetan lebih
mudah.
C. Pengawetan
Pengawetan kulit sapi dengan garam jenuh adalah pengawetan kulit dengan
menggunakan garam dapur yang dibuat dalam larutan garam jenuh, dan
mempunyai kepekatan 20 -240 Be ( Baume meter ).Pengawetan kulit dengan
garam jemuh ini lebih tahan lama daripada dengan metode garam tabor, namun
membuthkan garam yang lebih banyak, karena pada pengawetan garam jenuh
juga dilakukan penaburan garam.
Metode ini juga lebih lama pelaksanaanya disbanding metode garam tabur,
karena harus direndam kedalam larutan garam jenuh selama 2 hari.
Pengguanaan desinfektan dalam pengawetan ini bertujuan untuk
meminimalisasi bakteri yang merusak pada kulit. Sehingga hasil pengawetan
akan sempurna dan sesuai yang dinginkan. Dalam mencapai kepekatan garam
jenuh, kami harus menambah garam dari yang telah dinginkan, dari 30 %
jumlah air menjadi menjadi + 55 %. Hal ini, dikarenakan garam yang
digunakan bukan garam teknis, memiliki kadar garam ( NaCl ) yang kurang.
Dari hasil pengamatan kulit awetan garam jenuh, didapkan kulit yang
cerah dan baik serta tidak ada bau busuk oleh bakteri
VII. KESIMPULAN
1. Teknik pemotongan yang umum dilakukan di Indonesia adalah teknik
potong tenggorokan.
2. pemotongan dan pengulitan hewan menentukan mutu kulit yang baik sesuai
dengan standar mutu.
3. Penyesetan merupakan proses penghilangan daging dan lemak yang
tersisa/terdapat pada kulit setelah proses pengulitan.
4. Pengulitan merupakan proses setelah pemotongan yang bertujuan
melepaskan kulit dari tubuh hewan tersebut dengan teknik tertentu.
5. Pengawetan garam jenuh adalah pengawetan yang dilakukan dengan
mencampurkan kulit kedalam larutan garam jenuh dan desinfektan,
kemudian dilakukan pengetusan dan penaburan garam kristal pada kedua
permukaanya.
6. Fungsi garam jenuh ialah agar air antar fibril dapat digantikan oleh larutan
garam jenuh dan mengaruh pengaruh dari luar.
7. Hasil pengawetan dengan garam jenuh lebih tahan lama, hingga 6 bulan
ketahananya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, titiek, B. Sc, SE, MM. Petunjuk Praktek Teknik Pengawetan Kulit, Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta, 2005
Wazah dan Sriwiyati, TH. Modul teknologi Beam House operation, Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta, 2001.
Yogyakarta, 9 Mei 2005
Asisten Dosen Praktikan
MIftakhul Khoir A. Md. Dede Burhanudin