Download - makalah agama.docx
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah
mata kuliah Pendidikan Agama yang berjudul “Konsep Ketuhanan dalam Islam.”
dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan.
Tersusunnya karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami menghaturkan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
membalas budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua pihak.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kamipun menyadari bahwa makalah
yang telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta
kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis
membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila di dalam karya ilmiah ini terdapat hal-hal yang dianggap
tidak berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Banjarbaru, 13 Oktober 2014
Tim penyusun
1 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 3
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
C. MANFAAT.................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. KETUHANAN DALAM ISLAM .............................................................. 5
B. KONSEP TUHAN ...................................................................................... 6
C. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM ........................................... 8
D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN ........................................... 10
E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN........………………... 11
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23
2 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seorang muslim yang paripurna adalah nalar dan hatinya bersinar, pandangan
akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan
Allah dan manusia, sehingga sulit diterka mana lebih dulu berperan kejujuran jiwanya
atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu
agama yang membangun kemurnian aqidah atas dasar kejernihan akal dan
membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena
dalam segi aqidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat
dapat diterima sebagai ajaran aqidah yang benar dan lurus.
Konsep ketuhanan dalam islam mulai muncul setelah wafat-Nya Rasulullah
Muhammad SAW. Karena muncul beberapa aliran yang sifatnya tradisional dan
modern. Sering sekali terjadi pendapat dan tafsiran terhadap Al-quran dan Hadits.
Ada yang melihat secara tekstual dan ada yang melihat secara kontekstual.
Dalam islam konsep ketuhanan merupakan hal utama dan paling awal yang
harus diperbaiki karena itu merupakan pondasi yang menopang kehidupan
keislamannya nanti. Pondasi itu harus benar-benar kuat dan kokoh karena kalau tidak
itu akan mengurangi hakekat keislaman seorang manusia.
Pembuktian wujud tuhan seorang islam atau pembuktian wujud Allah
sangatlah susah karena tidak ada yang pernah dan bisa melihat Allah tapi hal yang
harus kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta, dunia dan
alam ini tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta.Tidak mungkin semua hal itu bisa ada
tanpa adanya sang pencipta. Dan penciptanya itu adalah Allah. Manusia, hewan, dan
alam ini adalah akibat sedangkan akibatnya adalah Allah SWT.
3 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
B. RUMUSAN MASALAH
1. Seperti apakah ketuhanan dalam islam ?
2. Bagaimana konsep ketuhanan dalam islam ?
3. Seperti apakah filsafat ketuhanan ?
4. Bagaimana sebutan-sebutan Allah dalam Al-qur’an ?
5. Bagaimana konsep ketuhanan dalam al-qur’an ?
C. MANFAAT
1. Mengetahui ketuhanan dalam islam
2. Mengetahui konsep ketuhanan dalam islam
3. Mengetahui filsafat ketuhanan
4. Mengetahui konsep ketuhanan dalam perbandingan antar agama
5. Mengetahui pembuktian wujud tuhan dalam islam.
4 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
BAB II
PEMBAHASAN
A. KETUHANAN DALAM ISLAM
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata
dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,
dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan
Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.
Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang
paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99
nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha
Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu
tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji
keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran
Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.
Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui."
(QS al-An'am[6]:103)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga
Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang diridhai-Nya.
5 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama
yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi
(29:46). Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim.
B. KONSEP TUHAN
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan
yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga
banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan
yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif,
filosofis, bahkan mistis.
Konsep ketuhanan berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits:
Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Qur'an (Al-'Alaq [96]:1-5),
Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia
berbagai hal termasuk di antaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-
Qur'an adalah kalam Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur'an
merupakan "penuturan Allah tentang diri-Nya."
Selain itu menurut Al-Qur'an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam
diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A'raf [7]:172). Ketika masih
dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia
terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga
menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia
memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis
akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur'an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar
[39]:8 dan surah Luqman [31]:32.
6 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
Tuhan Maha Esa
Keesaan Tuhan atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan
sepenuh hati bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan
kebenaran-Nya yang tunggal dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat
yang tidak tampak dan wahid yang tidak diciptakan. Menurut al-Qur'an:
"Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki
niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-
Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan
orang-orang lain." (al-An'am [6]:133)
Menurut Vincent J. Cornell, al-Qur'an juga memberikan citra monis Tuhan
dengan menjelaskan realitas-Nya sebagai medan semua yang ada, dengan Tuhan
menjadi sebuah konsep tunggal yang akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang
ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Akhir dan Yang Batin; dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid [57]:3)" Sebagian Muslim walau begitu,
mengkritik intepretasi yang mengacu pada pandangan monis atas Tuhan sebagai
pengkaburan antara Pencipta dan dicipta, dan ketidakcocokannya dengan monoteisme
redikal Islam.
Ketidakmampuan Tuhan mengimplikasikan ketidakmahakuasaan Tuhan
dalam mengatur konsepsi universal sebagai keuniversalan moral yang logis dan
sepantasnya daripada eksistensial dan kerusakan moral (seperti dalam politeisme).
Dalam hal serupa, al-Qur'an menolak bentuk pemikiran ganda sebagai gagasan
dualitas atas Tuhan dengan menyatakan bahwakebaikan dan kejahatan diturunkan
dari perilaku Tuhan dan bahwa kejahatan menyebabkan tidak adanya daya untuk
menciptakan. Tuhan dalam Islam sifatnya universal daripada tuhan lokal, kesukuan,
atau paroki; zat mutlak yang mengajarkan nilai kebaikan dan melarang kejahatan.
Tauhid merupakan pokok bahasan Muslim. Menyamakan Tuhan dengan
ciptaan adalah satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni seperti yang disebutkan
7 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
dalam al-Qur'an. Umat Muslim percaya bahwa keseluruhan ajaran Islam bersandar
pada prinsip Tauhid, yaitu percaya "Allah itu Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Nya."
Bahkan tauhid merupakan kosep teoritis yang harus dilaksanakan karena merupakan
syarat mutlak setiap Muslim.
C. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk
menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk
dirinya sendiri:
“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda
(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di
dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
8 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan
ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,
1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan.
Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan
juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN
Dalam membaca tafsir Al-Qur’an, kita sering menjumpai bahwa Allah
Subhanahu wata’ala menyebut diri-Nya dengan tiga sebutan, ‘Aku’, ‘Kami’ dan
‘Dia’. Bagi orang yang telah belajar ilmu Al-Qur’an dan ilmu bahasa Arab dengan
baik, penyebutan semacam ini sudah dapat dimaklumi. Karena ini merupakan bukti
keluasan ilmu tata bahasa Arab. Namun bagi sebagian kita yang pengetahuan agama
kita masih belum memadai, sebutan seperti ini, tentunya akan menimbulkan tanda
tanya besar.Allah menyebut dirinya dengan sebutan ‘Aku’, itu memang seharusnya.
Karena memang sudah hak-Nya Allah. Kita tidak menganggapnya sombong. Karena
memang sombong itu pakaian Allah. Al-Kibriyau Libasi (Sombong itu pakaian-Ku)
kata Allah dalam sebuah Hadits Qudsi. Namun, ketika Allah menyebut dirinya
dengan sebutan ‘Kami’, tentu ini akan sangat menggangu keimanan kita, yang
9 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
memang masih sangat lemah. Karena dalam kaidah bahasa Indonesia, kata ‘Kami’
bermakna orang pertama jamak, yang berarti lebih dari satu. Lantas, logika kita akan
berkata “Berarti Allah tidak Esa dong…”
Apalagi ketika Allah menyebut diri-Nya dengan ‘Dia’. Pemahaman bahasa
kita, ‘Dia’ bermakna orang ketiga tunggal yang berarti Ia menyebut yang lain.
Pemahaman awam kita mengatakan bahwa “Berarti ada tuhan lain selain Allah
dong…”
Sesungguhnya tidak lah demikian adanya. Islamonline.com dengan bijak
menjelaskan hal ini kepada kita. Dalam artikel yang diposting tanggal 10 November
2011, Islamonline menjelaskan perbedaan sebutan ‘Aku’, ‘Kami’ dan ‘Dia’ sebagai
berikut,
Aku (Allah) : digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan Allah secara
mutlak dan menunjukkan proses yang dilakukan secara langsung, tanpa melibatkan
makhluk. Coba perhatikan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 33 dan Surat Thaha 14
berikut,
“Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?“
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,
Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Kami (Allah) : digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan bahwa Allah
dalam melakukan proses tersebut melibatkan unsur ciptaan yang lainnya. Contohnya,
Allah menciptakan manusia dengan mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke
dalam rahim seorang ibu, setelah itu tumbuhlah janin beberapa bulan lamanya
sehingga menjadi bayi manusia sempurna. Perhatikan Qur’an Surat Al-Mu’minun 12,
10 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah.”
Juga dalam menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya, Allah juga melibatkan
malaikat. Dan Allah menyebut diri-Nya dengan Kami, perhatikan surat Al-Hijr 9,
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya.”
ia (Allah): digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan esensi dari ke-
MAHA-ah yang dimiliki-Nya. Contoh, Dia yang Maha Esa, Dia yang Maha Kuasa,
Dia yang Maha Kekal dan lain sebagainya. Coba perhatikan Surat Al-Ikhlas 1,
“Katakanlah : “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (Maha Satu).”
E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN
Sebelum kami sebutkan ayat-ayat tentang ketuhanan dalam Qur;an, perlu
terlebih dahulu dijelaskan bahwa Qur’an tidak pernah melarang manusia
menggunakan akal, bahkan Qur'an menganjurkannya untuk menggunakan akal,
seperti ayat yang berbunyi,“Sungguh, Kami turunkan Al-Qur’an dengan (berbahasa)
Arab, agar kalian berpikir.”
Banyak lagi ayat-ayat lainnya yang diakhiri dengan kalimat “afala ta’qilun,
afala ta’lamun, atau afala yafqahun.”Selain itu, Qur’an menganggap orang yang tidak
menggunakan akalnya sebagai binatang, “Mereka memiliki akal, tetapi mereka tidak
memahami (berpikir). Mereka mempunyai mata, tapi mereka tidak melihat dan
mereka mempunyai telinga, tetapi mereka tidak mendengar. Mereka bagaikan
binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. Mereka adalah orang-orang yang
lengah.”
Al-Qur’an sendiri meminta kepada manusia untuk menguji kebenaran dirinya
dengan akal,
11 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
“Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur’an. Sekiranya ia bukan dari Allah,
pasti mereka mendapatkan perselisihan yang banyak di dalamnya.”
Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang telah meyakini wujud Allah,
namun mereka masih ragu apakah Al-Qur’an itu kalamullah atau bukan. Karenanya
Allah berfirman, “Sekiranya Al-Qur’an bukan dari Allah, maka pasti mereka
menemukan perselisihan yang banyak di dalamnya.” Oleh karena dalam Qur'an tidak
ditemukan perselisihan antara satu dengan yang ayat yang lain, maka ia benar-benar
dari Allah swt. Argumentasi semacam ini dalam istilah para ahli mantiq (logika)
disebut dengan Qiyas Istitsna’i.
Mari kita perhatikan metode-metode yang digunakan dalam Qur'an untuk
membuktikan keberadaan Tuhan yang Maha Kuasa,
1. Ayat-ayat Fitrah
Qur’an meyakini bahwa masalah Tauhid atau ketuhanan merupakan
bagian dari fitrah manusia, sehingga tidak perlu lagi dicarikan dalilnya.
Ada beberapa ayat Qur'an yang mengajak manusia agar kembali ke fitrah
ketuhanan yang berada dalam diri setiap manusia., seperti ayat,
a. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama sebagai
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada
perubahan pada ciptaan (fitrah) Allah.”
Ayat ini menjelaskan bahwa beragama merupakan fitrah
manusia atau bagian dari fitrah manusia yang tidak akan pernah
berubah. Muhammad Taqi Mishbah, seorang filusuf Islam
dalammengomentari ayat ini menyatakan bahwa ada dua
penafsiran yang dapat diambil dari ayat ini. Pertama bahwa ayat ini
ingin menjelaskan tentang prinsip-prinsip agama, seperti Tauhid
dan Hari Akhir, dan hukum-hukum agama secara global, seperti
membantu orang-orang miskin dan menegakkan keadilan, sebagai
sesuatu yang bersifat fitri. Kedua bahwa tunduk kepada Allah swt
12 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
itu mempunyai akar yang kuat dalam diri manusia, karena manusia
secara fitrah cenderung mencintai sesuatu yang sempurna mutlak.
Atau dengan kata lain penafsiran pertama mengatakan bahwa
mengenal agama adalah fitrah, sedangkan penafsiran kedua
menyatakan bahwa yang fitri itu adalah ketergantungan, kecintaan
dan menyembah kepada Yang Sempurna.
b. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak-
anak Adam keturunan mereka dan mengambil kesaksian dari
mereka atas diri mereka sendiri, Bukankah Aku ini Tuhan kalian ?
Seraya mereka menjawab, Benar (Engkau Tuhan kami), Kami
menjadi saksi. (Hal ini Kami lakukan), agar di hari kiamat nanti
kalian tidak mengatakan, Sesungguhnya kami lengah atas ini
(wujud Allah).”
Dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa setiap manusia sebelum
lahir ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya atas wujud
Tuhan, dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya dengan baik.
Kemudian, hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia. Oleh
karena itu, manusia betapapun dia besar, kuat dan kaya, namun dia
tetap tidak dapat mengingkari bahwa dirinya tidak memiliki wujud
dirinya sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus
segala urusannya. Sekiranya dia memiliki dirinya sendiri, niscaya
dia dapat mengatasi berbagai kesulitan dan kematian. Dan
sekiranya dia pun berdiri sendiri dalam mengurus segala
urusannya, maka dia tidak akan membutuhkan fasilitas-fasilitas
alam.
Kesadaran akan ketidakberdayaan dan ketergantungan manusia
kepada yang lain, merupakan bagian dari fitrah (ciptaan) manusia.
Jadi, selamanya manusia membutuhkan dan bergantung kepada
yang lain. Dan dia tidak akan mendapatkan tempat bergantung
13 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
yang sempurna, kecuali Tuhan. Itulah yang dinamakan fitrah
bertuhan (fitrah ilahiyah).
Selanjutnya ayat tersebut menyatakan bahwa dengan
dibekalinya manusia (dengan) fitrah, maka ia tidak punya alasan
untuk mengingkari wujud Tuhan. Menurut Taqi Mishbah bahwa
pengetahuan dan pengakuan manusia akan Allah, dalam ayat
tersebut merupakan pengetahuan yang sifatnya hudhuri-syuhudi
dan bukan hushuli.
c. ’’Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai anak-
anak Adam, agar kalian tidak menyembah setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh kalian yang nyata. Dan sembahlah Aku.
Itulah jalan yang lurus.”
Sebagian ulama, seperti Muthahhari berpendapat bahwa
perintah ini terjadi di alam sebelum alam dunia dan dijadikan
sebagai bukti bahwa mengenal Tuhan adalah sebuah fitrah.
d. “Dikala mereka menaiki kapal, mereka berdoa (memanggil) Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Namun, ketika Allah
menyelematkan ke daratan, mereka kembali berbuat syirik.”
Ayat ini menjelaskan bahwa fitrah bertuhan (baragama) itu
mengalami pasang surut dalam diri manusia. Biasanya fitrah itu
muncul saat manusia merasa dirinya tidak berdaya dalam
menghadapi kesulitan. Dalam kitab tafsir Namuneh disebutkan
bahwa kesulitan dan bencana dapat menjadikan fitrah tumbuh,
karena cahaya tauhid tersimpan dalam jiwa setiap manusia.
Namun, fitrah itu sendiri bisa tertutup disebabkan oleh tradisi dan
tingkah laku yang menyimpang atau pendidikan yang keliru. Lalu
ketika bencana dan kesulitan dari berbagai arah menimpanya,
sementara dia tidak berdaya menghadapinya, maka pada saat
seperti itu dia berpaling kepada Sang Pencipta.
14 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
Oleh karena itu para ahli ma’rifat dan hikmah meyakini bahwa dalam suatu
(keberadaan) Tuhan muncul kembali.
2. Ayat-ayat Àfâqî
Selain menegaskan bahwa masalah tauhid adalah fitrah, Al-Qur’an
juga berusaha mengajak manusia berpikir dengan akalnya, bahwa di balik
terciptanya alam raya dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya
terdapat bukti adanya Sang Pencipta. Menurut Allamah al Hilli, para
ulama dalam upaya membuktikan wujud Sang Pencipta menggunakan dua
pembuktian. Salah satunya adalah pembuktian âfâqî. Pembuktian ini
membuktikan wujud Allah melalui fenomena alam yang tidak lepas dari
hukum kausalitas, seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini,
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di alam
raya ini (âfâq) dan di dalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi
mereka bahwa sesungguhnya Dia itu benar (Haq).
” Ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajak kita untuk merenungkan
fenomena alam dan keunikan-keunikan makhluk yang ada di dalamnya
sangatlah banyak. Tentang hal ini, kami mencoba mengklasifikasikannya
dalam dua kelompok:
a. Ayat-ayat tentang benda-benda mati yang ada di langit dan di
bumi.
Misalnya ayat yang berbunyi, “Sesungguhnya di dalam
penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang memiliki akal.”
Atau ayat yang berbunyi,
15 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
‘’Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan apa
yang Allah ciptakan di langit dan di bumi, terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang bertakwa.”
b. Ayat ini dan ayat-ayat semacamnya memandang langit dan
seisinya serta bumi dan segala yang terkandung di dalamnya
sebagai tanda dan bukti wujud Tuhan, karena secara akal tidak
mungkin semua itu ada dengan sendirinya dan barasal dari
ketiadaan. Kecuali itu, semua yang ada di alam akan mengalami
perubahan. Kedua, Ayat-ayat tentang keunikan berbagai ragam
binatang. Diantaranya ayat yang berkenaan dengan kehidupan
lebah,
“Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah, buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, pada pohon-pohon dan tempat-
tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari berbagai
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
dimudahkan. Lalu dari perut lebah tersebut akan keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya. Padanya terdapat obat
untuk manusia. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda
bagi orang yang berpikir.”
Kemudian selain ayat-ayat fitrah dan ayat-ayat tentang âfâqî, Qur’an juga
menjelaskan tentang ketuhanan melalui pendekatan rasional, di antaranya,
1- “Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan selain Allah,
niscaya keduanya akan rusak.”
Dalam ilmu mantiq, argumentasi seperti ini disebut dengan Qiyas Istitsnâ’i.
ayat ini ingin membuktikan bahwa Tuhan itu tidak berbilang. Dia Esa dab Tunggal.
Dalilnya adalah jika Tuhan itu berbilang, maka akan terjadi kehancuran dan
kerusakan pada ala mini sejaka awal. Alam ini tidak akan teratur dan tidak
16 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
mempunyai keseimbangan. Namun, pada kenyataannya alam raya ini teratur dan
seimbang, maka Tuhan itu tidak berbilang. Dalil ini disebut oleh para teolog dan
filosof Islam dengan dalil tamânu'.
2- “Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan di samping-
Nya. (Karena jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka masing-masing
Tuhan akan membawa ciptaan-Nya sendiri dan sebagian akan lebih unggul dari
sebagian lainnya.”
Ayat ini juga menggunakan jenis argumentasi yang sama dengan ayat
sebelumnya. Maksud ayat ini ialah bahwa jika Tuhan itu banyak, maka masing-
masing dari mereka mempunyai ciptaan sendiri-sendiri sebagai bukti kekuasaannya,
dan mereka akan mengaturnya sesuai dengan kemauan mereka. Tiada yang dapat
memaksa dan menghalangi kemauan mereka.
Jika ada satu Tuhan yang mengalah atau dikalahkan kemauannya oleh yang
lainnya, maka dia sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan harus Maha Kuat dan
Maha Kuasa yang tidak mungkin terkalahkan.
Lebih jelas lagi, jika Tuhan itu banyak maka mampukah sebagian
mengalahkan yang lainnya ? Jika dapat mengalahkan, maka yang tuhan kalah bukan
tuhan. Tapi jika tidak dapat mengalahka, maka tuhan yang tidak bisa mengalahkan
tuhan yang lain sebenarnya bukanlah Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Mampu.
3- “Katakanlah, seandainya terdapat beberapa Tuhan di samping-Nya,
sebagaimana yang mereka yakini, niscaya mereka mencari jalan menuju Tuhan,
Pemilik Arsy.”
Ayat ini juga menggunakan pendekatan yang sama dengan dua ayat
sebelumnya, yaitu qiyas istitsna’i. Thabathaba’i dalam mengomentari ayat ini
berkata, “Kesimpulan dalil ini ialah bahwa jika terdapat beberapa Tuhan di samping
Allah Ta’ala, sebagaimana yang mereka yakini dan setiap tuhan dapat meraih apa
yang dimiliki-Nya, maka setiap tuhan ingin berkuasa dan akan menyingkirkan-Nya,
17 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
sehingga mereka akan lebih berkuasa. Lantaran keinginan untuk berkuasa merupakan
ciri dari segala sesuatu yang wujud. Namun tiada satupun yang dapat melakukan hal
itu. .
Dalam ayat tersebut disinggung kata-kata Arsy sebagai tempat yang sangat
agung dan tinggi, serta merupakan lambang kebesaran dan kekuasaan yang paling
tinggi. Mereka pasti ingin menguasainya sebagai bukti kebesaran mereka.
4- “Katakanlah, Tidakkah kalian perhatikan, jika Allah jadikan untuk kalian
malam terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepada kalian ? Maka apakah kalian tidak mendengar ?”
“Katakanlah, Tidakkah kalian renungkan, jika Allah jadikan untuk kalian siang terus
menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan
malam kepada kalian untuk beristirahat ? Tidakkah kalian perhatikan ?”
Kedua ayat ini dengan tegas membantah kaum musyrikin yang menganggap
patung-patung sebagai Tuhan. Andaikan patung-patung itu Tuhan, maka mereka
harus bisa mengubah hukum alam ini, karena Tuhan adalah Dzat yang Maha Kuasa.
5- “Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah mendatangkan (menerbitkan)
matahari dari ufuk timur, maka terbitkanlah ia dari ufuk barat ? Maka terdiamlah
orang kafir.”
Ayat ini menceritakan perdebatan antara Nabi Ibrahim as. dengan Raja
Namrud yang mengaku sebagai Tuhan. Beliau ingin mematahkan argumen Namrud,
dengan cara menyuruhnya agar memperlihatkan kekuasaan dan keperkasaannya
dengan menerbitkan matahari dari ufuk barat bukan dari ufuk timur. Permintaan Nabi
Ibrahim as. seperti ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh Raja Namrud, sehingga
tampak jelas di mata khalayak banyak bahwa Raja Namrud bukan Tuhan semesta
alam.
18 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai seorang Nabi yang bijak dan cerdas, yang
sering memojokkan lawan bicaranya dengan argumentasi yang sederhana namun
mematikan, sehingga lawan bicaranya dibuat tidak berkutik.
Qur'an juga mengutip perdebatan Nabi Ibrahim dengan orang-orang musyrik
surat Al-Anbiya ayat 62 sampai ayat 65.
6- “Sungguh telah kafir orang-orang yang meyakini, bahwa Tuhan itu adalah
Al-Masih putera Maryam. Katakanlah, Maka siapakah yang dapat menahan Allah,
jika hendak mematikan Al-Masih putera Maryam dan ibunya atau seluruh yang hidup
di muka bumi ini ?”
Keyakinan trinitas atau menuhankan Nabi Isa as. sudah ada sejak zaman
diturunkannya Qur’an, bahkan jauh sebelum turunnya Qur'an. Ayat ini ingin
menyatakan bahwa Isa Al-Masih as. bukanlah Tuhan, tapi seorang manusia pilihan
Allah, dan ketika Allah swt. hendak mematikan al Masih, adakah yang bisa mencegah
kehendakNya?. Kaum Nashrani sendiri meyakini bahwa Al-Masih pernah meninggal
lalu bangkit kembali. Kenyataan ini menunjukan bahwa Al-Masih itu tidak lain dari
ciptaan Allah semata, karena ciri khas Tuhan adalah kekal dan sejati.
7- “(Tuhan) Pencipta langit dan bumi, bagaimana mungkin Dia mempunyai
putera, padahal Dia tidak beristri ? Dia telah menciptakan sesuatu dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
8- “Wahai manusia, kalian adalah faqir (membutuhkan) kepada Allah,
sementara Allah adalah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Kata faqir berarti sesuatu atau seorang yang tidak mempunyai apa-apa. Allah
swt. ingin menegaskan bahwa manusia itu benar-benar faqir. Artinya ia benar-benar
membutuhkan kepada Allah swt. dalam segala perkara dan keadaan. Sedangkan kata
al-Ghani berarti yang tidak membutuhkan apapun. Sifat ghani hanya ada pada Allah
saja. Jadi hanya Allah sajalah yang tidak membutuhkan apa-apa. Ketidak
19 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
membutuhkan apa-apa (al-ghina) kepada yang lain, merupakan ciri khas Tuhan
semesta alam.
9- “Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Tampak dan Yang
Tersembunyi dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Termasuk keMaha Sempurnaan Allah adalah bahwa Dia yang paling pertama
dan terdahulu sehingga tiada yang lebih dahulu dari-Nya. Akan tetapi, pada saat yang
sama Dia yang paling akhir, sehingga tiada yang lebih akhir dari-Nya.
Demikian pula, Dia yang paling tampak dan jelas, dan tiada yang lebih jelas
dari-Nya, akan tetapi pada saat yang sama Dia yang Tersembunyi. Semua itu ada
pada-Nya, karena Dialah prima kausa untuk segala sesuatu, dan tidak tergantung
kepada selain-Nya (al-ghani), sementara segala sesuatu selain-Nya bergantung
kepada-Nya dalam segala keadaan (al-faqir).
10- “Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya.”
Ayat ini meski ringkas ingin menjelaskan tentang haqiqat wujud Allah
swt.dan bahwa tiada satupun yang menyerupai Allah dalam segala hal, karena
andaikan ada sesuatu yang menyerupai Allah, maka Dia bukan lagi Maha Esa. Dia
sangat jauh dan berbeda dengan makhluk-Nya. Tetapi pada saat yang sama, Dia
sangat dekat dengan makhluk-Nya, karena makhluk merupakan bagian dari wujud-
Nya dan dalam liputan-Nya. []
20 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. KETUHANAN DALAM ISLAM
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata
dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,
dan Hakim bagi semesta alam.
B. KONSEP TUHAN
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan
yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga
banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan
yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif,
filosofis, bahkan mistis.
C. FILSAFAT KETUHANAN
Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti,
manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-
Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu,
orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah
ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN
Dalam membaca tafsir Al-Qur’an, kita sering menjumpai bahwa Allah
Subhanahu wata’ala menyebut diri-Nya dengan tiga sebutan, ‘Aku’, ‘Kami’ dan
‘Dia’. Bagi orang yang telah belajar ilmu Al-Qur’an dan ilmu bahasa Arab dengan
baik, penyebutan semacam ini sudah dapat dimaklumi. Karena ini merupakan bukti
keluasan ilmu tata bahasa Arab
21 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN
Bahwa Qur’an tidak pernah melarang manusia menggunakan akal, bahkan
Qur'an menganjurkannya untuk menggunakan akal, seperti ayat yang
berbunyi,“Sungguh, Kami turunkan Al-Qur’an dengan (berbahasa) Arab, agar kalian
berpikir
22 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m
DAFTAR PUSTAKA
Azra,Azyumardi,dkk.2002.Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi
umum.Jakarta:Departemen Agama RI.
faridwajidi.wordpress.com/.../secuil-penjelasan-tentang-sebutan-aku-kami- dan-dia-
untuk-allah-dalam-al-quran/
Ya’kub,Hamzah.1984.Filsafat Ketuhanan.Bandung:PT Alma’rif
www.wikipedia.com
www.sahabatilmu.blogspot.com
23 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m