makalah agama.docx

35
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Agama yang berjudul “Konsep Ketuhanan dalam Islam.” dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua pihak. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kamipun menyadari bahwa makalah yang telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan- kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam karya ilmiah ini terdapat 1 | Konsep Ketuhanan dalam Islam

Upload: fachriati-hilma-kazunishihaya

Post on 09-Apr-2016

241 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah

memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah

mata kuliah Pendidikan Agama yang berjudul “Konsep Ketuhanan dalam Islam.”

dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan.

Tersusunnya karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai

pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami menghaturkan rasa hormat

dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam

pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang

membalas budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua pihak.

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kamipun menyadari bahwa makalah

yang telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta

kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis

membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan

saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan

mendatang. Dan apabila di dalam karya ilmiah ini terdapat hal-hal yang dianggap

tidak berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.

Banjarbaru, 13 Oktober 2014

Tim penyusun

1 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….... 1

DAFTAR ISI................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 3

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4

C. MANFAAT.................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. KETUHANAN DALAM ISLAM .............................................................. 5

B. KONSEP TUHAN ...................................................................................... 6

C. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM ........................................... 8

D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN ........................................... 10

E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN........………………... 11

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23

2 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seorang muslim yang paripurna adalah nalar dan hatinya bersinar, pandangan

akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan

Allah dan manusia, sehingga sulit diterka mana lebih dulu berperan kejujuran jiwanya

atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu

agama yang membangun kemurnian aqidah atas dasar kejernihan akal dan

membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena

dalam segi aqidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat

dapat diterima sebagai ajaran aqidah yang benar dan lurus.

Konsep ketuhanan dalam islam mulai muncul setelah wafat-Nya Rasulullah

Muhammad SAW. Karena muncul beberapa aliran yang sifatnya tradisional dan

modern. Sering sekali terjadi pendapat dan tafsiran terhadap Al-quran dan Hadits.

Ada yang melihat secara tekstual dan ada yang melihat secara kontekstual.

Dalam islam konsep ketuhanan merupakan hal utama dan paling awal yang

harus diperbaiki karena itu merupakan pondasi yang menopang kehidupan

keislamannya nanti. Pondasi itu harus benar-benar kuat dan kokoh karena kalau tidak

itu akan mengurangi hakekat keislaman seorang manusia.

Pembuktian wujud tuhan seorang islam atau pembuktian wujud Allah

sangatlah susah karena tidak ada yang pernah dan bisa melihat Allah tapi hal yang

harus kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta, dunia dan

alam ini tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta.Tidak mungkin semua hal itu bisa ada

tanpa adanya sang pencipta. Dan penciptanya itu adalah Allah. Manusia, hewan, dan

alam ini adalah akibat sedangkan akibatnya adalah Allah SWT.

3 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

B. RUMUSAN MASALAH

1. Seperti apakah ketuhanan dalam islam ?

2. Bagaimana konsep ketuhanan dalam islam ?

3. Seperti apakah filsafat ketuhanan ?

4. Bagaimana sebutan-sebutan Allah dalam Al-qur’an ?

5. Bagaimana konsep ketuhanan dalam al-qur’an ?

C. MANFAAT

1. Mengetahui ketuhanan dalam islam

2. Mengetahui konsep ketuhanan dalam islam

3. Mengetahui filsafat ketuhanan

4. Mengetahui konsep ketuhanan dalam perbandingan antar agama

5. Mengetahui pembuktian wujud tuhan dalam islam.

4 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

BAB II

PEMBAHASAN

A. KETUHANAN DALAM ISLAM

Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata

dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,

dan Hakim bagi semesta alam.

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan

Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.

Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang

paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama

tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99

nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha

Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).

Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu

tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji

keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran

Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.

Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat

melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui."

(QS al-An'am[6]:103)

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga

Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat

nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika

mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang

lurus, “jalan yang diridhai-Nya.

5 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama

yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi

(29:46). Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim.

B. KONSEP TUHAN

Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan

yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga

banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan

yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif,

filosofis, bahkan mistis.

Konsep ketuhanan berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits:

Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Qur'an (Al-'Alaq [96]:1-5),

Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia

berbagai hal termasuk di antaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-

Qur'an adalah kalam Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur'an

merupakan "penuturan Allah tentang diri-Nya."

Selain itu menurut Al-Qur'an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam

diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A'raf [7]:172). Ketika masih

dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia

terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga

menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia

memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis

akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur'an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar

[39]:8 dan surah Luqman [31]:32.

6 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

Tuhan Maha Esa

Keesaan Tuhan atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan

sepenuh hati bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan

kebenaran-Nya yang tunggal dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat

yang tidak tampak dan wahid yang tidak diciptakan. Menurut al-Qur'an:

"Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki

niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-

Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan

orang-orang lain." (al-An'am [6]:133)

Menurut Vincent J. Cornell, al-Qur'an juga memberikan citra monis Tuhan

dengan menjelaskan realitas-Nya sebagai medan semua yang ada, dengan Tuhan

menjadi sebuah konsep tunggal yang akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang

ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Akhir dan Yang Batin; dan Dia Maha

Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid [57]:3)" Sebagian Muslim walau begitu,

mengkritik intepretasi yang mengacu pada pandangan monis atas Tuhan sebagai

pengkaburan antara Pencipta dan dicipta, dan ketidakcocokannya dengan monoteisme

redikal Islam.

Ketidakmampuan Tuhan mengimplikasikan ketidakmahakuasaan Tuhan

dalam mengatur konsepsi universal sebagai keuniversalan moral yang logis dan

sepantasnya daripada eksistensial dan kerusakan moral (seperti dalam politeisme).

Dalam hal serupa, al-Qur'an menolak bentuk pemikiran ganda sebagai gagasan

dualitas atas Tuhan dengan menyatakan bahwakebaikan dan kejahatan diturunkan

dari perilaku Tuhan dan bahwa kejahatan menyebabkan tidak adanya daya untuk

menciptakan. Tuhan dalam Islam sifatnya universal daripada tuhan lokal, kesukuan,

atau paroki; zat mutlak yang mengajarkan nilai kebaikan dan melarang kejahatan.

Tauhid merupakan pokok bahasan Muslim. Menyamakan Tuhan dengan

ciptaan adalah satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni seperti yang disebutkan

7 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

dalam al-Qur'an. Umat Muslim percaya bahwa keseluruhan ajaran Islam bersandar

pada prinsip Tauhid, yaitu percaya "Allah itu Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Nya."

Bahkan tauhid merupakan kosep teoritis yang harus dilaksanakan karena merupakan

syarat mutlak setiap Muslim.

C. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk

menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya

dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya

sebagai Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk

dirinya sendiri:

“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan

bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa

mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun

benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam

Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda

(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak

mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,

berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia

sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di

dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan

8 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan

mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,

merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat

berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk

kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,

1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan

manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan.

Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang

dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan

juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN

Dalam membaca tafsir Al-Qur’an, kita sering menjumpai bahwa Allah

Subhanahu wata’ala menyebut diri-Nya dengan tiga sebutan, ‘Aku’, ‘Kami’ dan

‘Dia’. Bagi orang yang telah belajar ilmu Al-Qur’an dan ilmu bahasa Arab dengan

baik, penyebutan semacam ini sudah dapat dimaklumi. Karena ini merupakan bukti

keluasan ilmu tata bahasa Arab. Namun bagi sebagian kita yang pengetahuan agama

kita masih belum memadai, sebutan seperti ini, tentunya akan menimbulkan tanda

tanya besar.Allah menyebut dirinya dengan sebutan ‘Aku’, itu memang seharusnya.

Karena memang sudah hak-Nya Allah. Kita tidak menganggapnya sombong. Karena

memang sombong itu pakaian Allah. Al-Kibriyau Libasi (Sombong itu pakaian-Ku)

kata Allah dalam sebuah Hadits Qudsi. Namun, ketika Allah menyebut dirinya

dengan sebutan ‘Kami’, tentu ini akan sangat menggangu keimanan kita, yang

9 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

memang masih sangat lemah. Karena dalam kaidah bahasa Indonesia, kata ‘Kami’

bermakna orang pertama jamak, yang berarti lebih dari satu. Lantas, logika kita akan

berkata “Berarti Allah tidak Esa dong…”

Apalagi ketika Allah menyebut diri-Nya dengan ‘Dia’. Pemahaman bahasa

kita, ‘Dia’ bermakna orang ketiga tunggal yang berarti Ia menyebut yang lain.

Pemahaman awam kita mengatakan bahwa “Berarti ada tuhan lain selain Allah

dong…”

Sesungguhnya tidak lah demikian adanya. Islamonline.com dengan bijak

menjelaskan hal ini kepada kita. Dalam artikel yang diposting tanggal 10 November

2011, Islamonline menjelaskan perbedaan sebutan ‘Aku’, ‘Kami’ dan ‘Dia’ sebagai

berikut,

Aku (Allah) : digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan Allah secara

mutlak dan menunjukkan proses yang dilakukan secara langsung, tanpa melibatkan

makhluk. Coba perhatikan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 33 dan Surat Thaha 14

berikut,

“Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku

mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa

yang kamu sembunyikan?“

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,

Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

Kami (Allah) : digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan bahwa Allah

dalam melakukan proses tersebut melibatkan unsur ciptaan yang lainnya. Contohnya,

Allah menciptakan manusia dengan mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke

dalam rahim seorang ibu, setelah itu tumbuhlah janin beberapa bulan lamanya

sehingga menjadi bayi manusia sempurna. Perhatikan Qur’an Surat Al-Mu’minun 12,

10 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah.”

Juga dalam menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya, Allah juga melibatkan

malaikat. Dan Allah menyebut diri-Nya dengan Kami, perhatikan surat Al-Hijr 9,

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya

Kami benar-benar memeliharanya.”

ia (Allah): digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan esensi dari ke-

MAHA-ah yang dimiliki-Nya. Contoh, Dia yang Maha Esa, Dia yang Maha Kuasa,

Dia yang Maha Kekal dan lain sebagainya. Coba perhatikan Surat Al-Ikhlas 1,

“Katakanlah : “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (Maha Satu).”

E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN

Sebelum kami sebutkan ayat-ayat tentang ketuhanan dalam Qur;an, perlu

terlebih dahulu dijelaskan bahwa Qur’an tidak pernah melarang manusia

menggunakan akal, bahkan Qur'an menganjurkannya untuk menggunakan akal,

seperti ayat yang berbunyi,“Sungguh, Kami turunkan Al-Qur’an dengan (berbahasa)

Arab, agar kalian berpikir.”

Banyak lagi ayat-ayat lainnya yang diakhiri dengan kalimat “afala ta’qilun,

afala ta’lamun, atau afala yafqahun.”Selain itu, Qur’an menganggap orang yang tidak

menggunakan akalnya sebagai binatang, “Mereka memiliki akal, tetapi mereka tidak

memahami (berpikir). Mereka mempunyai mata, tapi mereka tidak melihat dan

mereka mempunyai telinga, tetapi mereka tidak mendengar. Mereka bagaikan

binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. Mereka adalah orang-orang yang

lengah.”

Al-Qur’an sendiri meminta kepada manusia untuk menguji kebenaran dirinya

dengan akal,

11 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

“Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur’an. Sekiranya ia bukan dari Allah,

pasti mereka mendapatkan perselisihan yang banyak di dalamnya.”

Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang telah meyakini wujud Allah,

namun mereka masih ragu apakah Al-Qur’an itu kalamullah atau bukan. Karenanya

Allah berfirman, “Sekiranya Al-Qur’an bukan dari Allah, maka pasti mereka

menemukan perselisihan yang banyak di dalamnya.” Oleh karena dalam Qur'an tidak

ditemukan perselisihan antara satu dengan yang ayat yang lain, maka ia benar-benar

dari Allah swt. Argumentasi semacam ini dalam istilah para ahli mantiq (logika)

disebut dengan Qiyas Istitsna’i.

Mari kita perhatikan metode-metode yang digunakan dalam Qur'an untuk

membuktikan keberadaan Tuhan yang Maha Kuasa,

1. Ayat-ayat Fitrah

Qur’an meyakini bahwa masalah Tauhid atau ketuhanan merupakan

bagian dari fitrah manusia, sehingga tidak perlu lagi dicarikan dalilnya.

Ada beberapa ayat Qur'an yang mengajak manusia agar kembali ke fitrah

ketuhanan yang berada dalam diri setiap manusia., seperti ayat,

a. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama sebagai

fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada

perubahan pada ciptaan (fitrah) Allah.”

Ayat ini menjelaskan bahwa beragama merupakan fitrah

manusia atau bagian dari fitrah manusia yang tidak akan pernah

berubah. Muhammad Taqi Mishbah, seorang filusuf Islam

dalammengomentari ayat ini menyatakan bahwa ada dua

penafsiran yang dapat diambil dari ayat ini. Pertama bahwa ayat ini

ingin menjelaskan tentang prinsip-prinsip agama, seperti Tauhid

dan Hari Akhir, dan hukum-hukum agama secara global, seperti

membantu orang-orang miskin dan menegakkan keadilan, sebagai

sesuatu yang bersifat fitri. Kedua bahwa tunduk kepada Allah swt

12 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

itu mempunyai akar yang kuat dalam diri manusia, karena manusia

secara fitrah cenderung mencintai sesuatu yang sempurna mutlak.

Atau dengan kata lain penafsiran pertama mengatakan bahwa

mengenal agama adalah fitrah, sedangkan penafsiran kedua

menyatakan bahwa yang fitri itu adalah ketergantungan, kecintaan

dan menyembah kepada Yang Sempurna.

b. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak-

anak Adam keturunan mereka dan mengambil kesaksian dari

mereka atas diri mereka sendiri, Bukankah Aku ini Tuhan kalian ?

Seraya mereka menjawab, Benar (Engkau Tuhan kami), Kami

menjadi saksi. (Hal ini Kami lakukan), agar di hari kiamat nanti

kalian tidak mengatakan, Sesungguhnya kami lengah atas ini

(wujud Allah).”

Dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa setiap manusia sebelum

lahir ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya atas wujud

Tuhan, dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya dengan baik.

Kemudian, hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia. Oleh

karena itu, manusia betapapun dia besar, kuat dan kaya, namun dia

tetap tidak dapat mengingkari bahwa dirinya tidak memiliki wujud

dirinya sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus

segala urusannya. Sekiranya dia memiliki dirinya sendiri, niscaya

dia dapat mengatasi berbagai kesulitan dan kematian. Dan

sekiranya dia pun berdiri sendiri dalam mengurus segala

urusannya, maka dia tidak akan membutuhkan fasilitas-fasilitas

alam.

Kesadaran akan ketidakberdayaan dan ketergantungan manusia

kepada yang lain, merupakan bagian dari fitrah (ciptaan) manusia.

Jadi, selamanya manusia membutuhkan dan bergantung kepada

yang lain. Dan dia tidak akan mendapatkan tempat bergantung

13 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

yang sempurna, kecuali Tuhan. Itulah yang dinamakan fitrah

bertuhan (fitrah ilahiyah).

Selanjutnya ayat tersebut menyatakan bahwa dengan

dibekalinya manusia (dengan) fitrah, maka ia tidak punya alasan

untuk mengingkari wujud Tuhan. Menurut Taqi Mishbah bahwa

pengetahuan dan pengakuan manusia akan Allah, dalam ayat

tersebut merupakan pengetahuan yang sifatnya hudhuri-syuhudi

dan bukan hushuli.

c. ’’Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai anak-

anak Adam, agar kalian tidak menyembah setan. Sesungguhnya

setan itu adalah musuh kalian yang nyata. Dan sembahlah Aku.

Itulah jalan yang lurus.”

Sebagian ulama, seperti Muthahhari berpendapat bahwa

perintah ini terjadi di alam sebelum alam dunia dan dijadikan

sebagai bukti bahwa mengenal Tuhan adalah sebuah fitrah.

d. “Dikala mereka menaiki kapal, mereka berdoa (memanggil) Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Namun, ketika Allah

menyelematkan ke daratan, mereka kembali berbuat syirik.”

Ayat ini menjelaskan bahwa fitrah bertuhan (baragama) itu

mengalami pasang surut dalam diri manusia. Biasanya fitrah itu

muncul saat manusia merasa dirinya tidak berdaya dalam

menghadapi kesulitan. Dalam kitab tafsir Namuneh disebutkan

bahwa kesulitan dan bencana dapat menjadikan fitrah tumbuh,

karena cahaya tauhid tersimpan dalam jiwa setiap manusia.

Namun, fitrah itu sendiri bisa tertutup disebabkan oleh tradisi dan

tingkah laku yang menyimpang atau pendidikan yang keliru. Lalu

ketika bencana dan kesulitan dari berbagai arah menimpanya,

sementara dia tidak berdaya menghadapinya, maka pada saat

seperti itu dia berpaling kepada Sang Pencipta.

14 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

Oleh karena itu para ahli ma’rifat dan hikmah meyakini bahwa dalam suatu

(keberadaan) Tuhan muncul kembali.

2. Ayat-ayat Àfâqî

Selain menegaskan bahwa masalah tauhid adalah fitrah, Al-Qur’an

juga berusaha mengajak manusia berpikir dengan akalnya, bahwa di balik

terciptanya alam raya dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya

terdapat bukti adanya Sang Pencipta. Menurut Allamah al Hilli, para

ulama dalam upaya membuktikan wujud Sang Pencipta menggunakan dua

pembuktian. Salah satunya adalah pembuktian âfâqî. Pembuktian ini

membuktikan wujud Allah melalui fenomena alam yang tidak lepas dari

hukum kausalitas, seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini,

“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di alam

raya ini (âfâq) dan di dalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi

mereka bahwa sesungguhnya Dia itu benar (Haq).

” Ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajak kita untuk merenungkan

fenomena alam dan keunikan-keunikan makhluk yang ada di dalamnya

sangatlah banyak. Tentang hal ini, kami mencoba mengklasifikasikannya

dalam dua kelompok:

a. Ayat-ayat tentang benda-benda mati yang ada di langit dan di

bumi.

Misalnya ayat yang berbunyi, “Sesungguhnya di dalam

penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat

tanda-tanda bagi orang-orang yang memiliki akal.”

Atau ayat yang berbunyi,

15 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

‘’Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan apa

yang Allah ciptakan di langit dan di bumi, terdapat tanda-tanda bagi

orang-orang yang bertakwa.”

b. Ayat ini dan ayat-ayat semacamnya memandang langit dan

seisinya serta bumi dan segala yang terkandung di dalamnya

sebagai tanda dan bukti wujud Tuhan, karena secara akal tidak

mungkin semua itu ada dengan sendirinya dan barasal dari

ketiadaan. Kecuali itu, semua yang ada di alam akan mengalami

perubahan. Kedua, Ayat-ayat tentang keunikan berbagai ragam

binatang. Diantaranya ayat yang berkenaan dengan kehidupan

lebah,

“Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah, buatlah

sarang-sarang di bukit-bukit, pada pohon-pohon dan tempat-

tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari berbagai

buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah

dimudahkan. Lalu dari perut lebah tersebut akan keluar minuman

(madu) yang bermacam-macam warnanya. Padanya terdapat obat

untuk manusia. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda

bagi orang yang berpikir.”

Kemudian selain ayat-ayat fitrah dan ayat-ayat tentang âfâqî, Qur’an juga

menjelaskan tentang ketuhanan melalui pendekatan rasional, di antaranya,

1- “Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan selain Allah,

niscaya keduanya akan rusak.”

Dalam ilmu mantiq, argumentasi seperti ini disebut dengan Qiyas Istitsnâ’i.

ayat ini ingin membuktikan bahwa Tuhan itu tidak berbilang. Dia Esa dab Tunggal.

Dalilnya adalah jika Tuhan itu berbilang, maka akan terjadi kehancuran dan

kerusakan pada ala mini sejaka awal. Alam ini tidak akan teratur dan tidak

16 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

mempunyai keseimbangan. Namun, pada kenyataannya alam raya ini teratur dan

seimbang, maka Tuhan itu tidak berbilang. Dalil ini disebut oleh para teolog dan

filosof Islam dengan dalil tamânu'.

2- “Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan di samping-

Nya. (Karena jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka masing-masing

Tuhan akan membawa ciptaan-Nya sendiri dan sebagian akan lebih unggul dari

sebagian lainnya.”

Ayat ini juga menggunakan jenis argumentasi yang sama dengan ayat

sebelumnya. Maksud ayat ini ialah bahwa jika Tuhan itu banyak, maka masing-

masing dari mereka mempunyai ciptaan sendiri-sendiri sebagai bukti kekuasaannya,

dan mereka akan mengaturnya sesuai dengan kemauan mereka. Tiada yang dapat

memaksa dan menghalangi kemauan mereka.

Jika ada satu Tuhan yang mengalah atau dikalahkan kemauannya oleh yang

lainnya, maka dia sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan harus Maha Kuat dan

Maha Kuasa yang tidak mungkin terkalahkan.

Lebih jelas lagi, jika Tuhan itu banyak maka mampukah sebagian

mengalahkan yang lainnya ? Jika dapat mengalahkan, maka yang tuhan kalah bukan

tuhan. Tapi jika tidak dapat mengalahka, maka tuhan yang tidak bisa mengalahkan

tuhan yang lain sebenarnya bukanlah Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Mampu.

3- “Katakanlah, seandainya terdapat beberapa Tuhan di samping-Nya,

sebagaimana yang mereka yakini, niscaya mereka mencari jalan menuju Tuhan,

Pemilik Arsy.”

Ayat ini juga menggunakan pendekatan yang sama dengan dua ayat

sebelumnya, yaitu qiyas istitsna’i. Thabathaba’i dalam mengomentari ayat ini

berkata, “Kesimpulan dalil ini ialah bahwa jika terdapat beberapa Tuhan di samping

Allah Ta’ala, sebagaimana yang mereka yakini dan setiap tuhan dapat meraih apa

yang dimiliki-Nya, maka setiap tuhan ingin berkuasa dan akan menyingkirkan-Nya,

17 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

sehingga mereka akan lebih berkuasa. Lantaran keinginan untuk berkuasa merupakan

ciri dari segala sesuatu yang wujud. Namun tiada satupun yang dapat melakukan hal

itu. .

Dalam ayat tersebut disinggung kata-kata Arsy sebagai tempat yang sangat

agung dan tinggi, serta merupakan lambang kebesaran dan kekuasaan yang paling

tinggi. Mereka pasti ingin menguasainya sebagai bukti kebesaran mereka.

4- “Katakanlah, Tidakkah kalian perhatikan, jika Allah jadikan untuk kalian

malam terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan

mendatangkan sinar terang kepada kalian ? Maka apakah kalian tidak mendengar ?”

“Katakanlah, Tidakkah kalian renungkan, jika Allah jadikan untuk kalian siang terus

menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan

malam kepada kalian untuk beristirahat ? Tidakkah kalian perhatikan ?”

Kedua ayat ini dengan tegas membantah kaum musyrikin yang menganggap

patung-patung sebagai Tuhan. Andaikan patung-patung itu Tuhan, maka mereka

harus bisa mengubah hukum alam ini, karena Tuhan adalah Dzat yang Maha Kuasa.

5- “Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah mendatangkan (menerbitkan)

matahari dari ufuk timur, maka terbitkanlah ia dari ufuk barat ? Maka terdiamlah

orang kafir.”

Ayat ini menceritakan perdebatan antara Nabi Ibrahim as. dengan Raja

Namrud yang mengaku sebagai Tuhan. Beliau ingin mematahkan argumen Namrud,

dengan cara menyuruhnya agar memperlihatkan kekuasaan dan keperkasaannya

dengan menerbitkan matahari dari ufuk barat bukan dari ufuk timur. Permintaan Nabi

Ibrahim as. seperti ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh Raja Namrud, sehingga

tampak jelas di mata khalayak banyak bahwa Raja Namrud bukan Tuhan semesta

alam.

18 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai seorang Nabi yang bijak dan cerdas, yang

sering memojokkan lawan bicaranya dengan argumentasi yang sederhana namun

mematikan, sehingga lawan bicaranya dibuat tidak berkutik.

Qur'an juga mengutip perdebatan Nabi Ibrahim dengan orang-orang musyrik

surat Al-Anbiya ayat 62 sampai ayat 65.

6- “Sungguh telah kafir orang-orang yang meyakini, bahwa Tuhan itu adalah

Al-Masih putera Maryam. Katakanlah, Maka siapakah yang dapat menahan Allah,

jika hendak mematikan Al-Masih putera Maryam dan ibunya atau seluruh yang hidup

di muka bumi ini ?”

Keyakinan trinitas atau menuhankan Nabi Isa as. sudah ada sejak zaman

diturunkannya Qur’an, bahkan jauh sebelum turunnya Qur'an. Ayat ini ingin

menyatakan bahwa Isa Al-Masih as. bukanlah Tuhan, tapi seorang manusia pilihan

Allah, dan ketika Allah swt. hendak mematikan al Masih, adakah yang bisa mencegah

kehendakNya?. Kaum Nashrani sendiri meyakini bahwa Al-Masih pernah meninggal

lalu bangkit kembali. Kenyataan ini menunjukan bahwa Al-Masih itu tidak lain dari

ciptaan Allah semata, karena ciri khas Tuhan adalah kekal dan sejati.

7- “(Tuhan) Pencipta langit dan bumi, bagaimana mungkin Dia mempunyai

putera, padahal Dia tidak beristri ? Dia telah menciptakan sesuatu dan Dia Maha

Mengetahui segala sesuatu.”

8- “Wahai manusia, kalian adalah faqir (membutuhkan) kepada Allah,

sementara Allah adalah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Kata faqir berarti sesuatu atau seorang yang tidak mempunyai apa-apa. Allah

swt. ingin menegaskan bahwa manusia itu benar-benar faqir. Artinya ia benar-benar

membutuhkan kepada Allah swt. dalam segala perkara dan keadaan. Sedangkan kata

al-Ghani berarti yang tidak membutuhkan apapun. Sifat ghani hanya ada pada Allah

saja. Jadi hanya Allah sajalah yang tidak membutuhkan apa-apa. Ketidak

19 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

membutuhkan apa-apa (al-ghina) kepada yang lain, merupakan ciri khas Tuhan

semesta alam.

9- “Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Tampak dan Yang

Tersembunyi dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Termasuk keMaha Sempurnaan Allah adalah bahwa Dia yang paling pertama

dan terdahulu sehingga tiada yang lebih dahulu dari-Nya. Akan tetapi, pada saat yang

sama Dia yang paling akhir, sehingga tiada yang lebih akhir dari-Nya.

Demikian pula, Dia yang paling tampak dan jelas, dan tiada yang lebih jelas

dari-Nya, akan tetapi pada saat yang sama Dia yang Tersembunyi. Semua itu ada

pada-Nya, karena Dialah prima kausa untuk segala sesuatu, dan tidak tergantung

kepada selain-Nya (al-ghani), sementara segala sesuatu selain-Nya bergantung

kepada-Nya dalam segala keadaan (al-faqir).

10- “Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya.”

Ayat ini meski ringkas ingin menjelaskan tentang haqiqat wujud Allah

swt.dan bahwa tiada satupun yang menyerupai Allah dalam segala hal, karena

andaikan ada sesuatu yang menyerupai Allah, maka Dia bukan lagi Maha Esa. Dia

sangat jauh dan berbeda dengan makhluk-Nya. Tetapi pada saat yang sama, Dia

sangat dekat dengan makhluk-Nya, karena makhluk merupakan bagian dari wujud-

Nya dan dalam liputan-Nya. []

20 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

A. KETUHANAN DALAM ISLAM

Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata

dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,

dan Hakim bagi semesta alam.

B. KONSEP TUHAN

Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan

yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga

banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan

yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif,

filosofis, bahkan mistis.

C. FILSAFAT KETUHANAN

Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti,

manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-

Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu,

orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah

ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

D. SEBUTAN ALLAH DALAM AL-QUR’AN

Dalam membaca tafsir Al-Qur’an, kita sering menjumpai bahwa Allah

Subhanahu wata’ala menyebut diri-Nya dengan tiga sebutan, ‘Aku’, ‘Kami’ dan

‘Dia’. Bagi orang yang telah belajar ilmu Al-Qur’an dan ilmu bahasa Arab dengan

baik, penyebutan semacam ini sudah dapat dimaklumi. Karena ini merupakan bukti

keluasan ilmu tata bahasa Arab

21 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

E. KONSEP KETUHANAN DALAM AL-QUR’AN

Bahwa Qur’an tidak pernah melarang manusia menggunakan akal, bahkan

Qur'an menganjurkannya untuk menggunakan akal, seperti ayat yang

berbunyi,“Sungguh, Kami turunkan Al-Qur’an dengan (berbahasa) Arab, agar kalian

berpikir

22 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m

DAFTAR PUSTAKA

Azra,Azyumardi,dkk.2002.Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi

umum.Jakarta:Departemen Agama RI.

faridwajidi.wordpress.com/.../secuil-penjelasan-tentang-sebutan-aku-kami- dan-dia-

untuk-allah-dalam-al-quran/

Ya’kub,Hamzah.1984.Filsafat Ketuhanan.Bandung:PT Alma’rif

www.wikipedia.com

www.sahabatilmu.blogspot.com

23 | K o n s e p K e t u h a n a n d a l a m I s l a m