Download - Makalah Proposal Terbaru 2013
I. JUDUL : PEMANFAATAN LIMBAH PECAHAN BATU MARMER
SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP
KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL PANAS
JENIS “ASPHALT TREAD BASE” (ATB)
II PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang di letakkan di
atas tanah dasar yang telah di padatkan. lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan mentebarkannya ke lapisan di bawahnya. beban
kendaraan di limpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa
beban terbagi rata. beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan yang disebarkan
ke tanah dasar menjadi yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Aspal tread base (ATB) merupakan jenis campuran yang digunakan untuk
jalan-jalan dengan lalu lintas sedang dan padat, dimana aspal tipe ini di gunakan
sebagai pondasi sebelum lapisan atas.lapisan ini juga biasa di gunakan sebagai lapis
sementara sebelum lapisan atas selesai dikerjakan. Lapis pondasi base course yaitu
lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapis permukaan
yang di namakan lapis pondasi atas base course. Adapun fungsi dari pondasi atas
antara lain:
Marmer merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau batuan yang
berasal dari batuan lain dan telah berubah dari perwujudan susunannya yang semula
(malihan) dari batu gamping. Limbah pecahan batu marmer adalah sisa limbah yang
dihasilkan pada saat proses pengolahan batu marmer yang dibiarkan begitu saja dan
tidak ada penanganannya. Oleh karena itu,perlu dilakukan suatu usaha untuk dapat
mengubah limbah marmer menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, salah satunya
digunakan sebagai bahan agregat kasar pengganti batu pada campuran laston
terhadap sifat Marshall.
Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan
pembuangan limbah dari marmer yang dapat digunakan sebagai material alternatif
pengganti agregat kasar, memberi kontribusi untuk perkembangan ilmu dan
teknologi tentang material Laston.
1
Berdasarkan uraian diatas maka diadakan penelitian tentang “pemanfaatan
Limbah Pecahan Batu Marmer Sebagai Agregat Kasar pada Campuran Lapisan
tead Base (ATB) terhadap Karakteristik Marshall.
2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pemanfaatan limbah pecahan batu marmer sebagai
agregat kasar pada campuran lapisan aspal treade base (ATB) terhadap
karakteristik Marshall?
2. Berapa proporsi campuran yang sesuai untuk menghasilkan perkerasan yang
baik dengan menggunakan limbah pecahan batu marmer sebagai agregat kasar
pada campuran lapisan aspal tread base (ATB)?
2.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan limbah pecahan batu Marmer
sebagai agregat kasar terhadap karakteristik Marshall pada campuran ATB.
2. Untuk mengetahui proporsi campuran yang sesuai pada campuran ATB dengan
menggunakan limbah pecahan batu marmer sebagai agregat kasar sehingga
dihasilkan perkerasan yang baik.
2.4 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan, perlu dibatasi agar
penelitian dapat dilakukan secara efektif.
Adapun penelitian ini terbatas pada :
1. Tidak membahas analisis kimia dari limbah Marmer.
2. Tidak diperhitungkan tentang analisa ekonomi dan efektifitas pekerjaan
terhadap penggunaan limbah pecahan batu marmer.
2.5 Manfaat Penelitian
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap batuan alam sehingga tidak harus
mendatangkan matrial dari daerah lain dengan memanfaatkan limbah pecahan batu
marmer, sehingga dapat mengurangi biaya pembangunan jalan terutama pada daerah
sekitar penghasil kerajinan marmer khususnya daerah Tulung Agung dan sekitarnya.
2
III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Penelitian Terdahulu
Nurul Istikhomah pada tahun 2005, meneliti nilai kinerja campuran Laston
yang menggunakan limbah pecahan marmer. Penelitian skala laboratorium campuran
Laston yaitu dengan pengujian Marshall Standart dan Marshall Immersion tanpa
modifikasi dimana kadar aspal yang digunakan adalah 4,5%; 5%; 5,5% 6%; 6,5%;
7% dan 7,5% terhadap berat total agregat.Analisa Marshall yang telah dilakukan
didapatkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6,85% untuk campuran Laston dengan
agregat halus limbah pecahan marmer sedangkan untuk campuran yang beragregat
batu pecah sebesar 6,9%.
3.2. Pengertian Perkerasan Jalan
Menurut Sukirman (2003) pembangunan jalan dimulai dari perkembangan
manusia yang selalu ingin mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan
sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan
perkembangan umat manusia. Perkembangan teknik jalan seiring dengan
berkembangnya teknologi yang ditemukan umat manusia.
Pada umumnya pembangunan jalan berdasarkan bahan pengikat. Konstruksi
perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi :
a. Konstruksi perkerasan lentur
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.lapisan-
lapisannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kontruksi perkerasan kaku
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen PC (Portland cement) sebagai
bahan pengikat. Plat beto dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar
dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah.
c. Kontruksi perkerasan komposit
Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur,dapat
berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur.
Menurut Sukirman di Indonesia biasa menggunakan 2 jenis kontruksi
perkerasan yaitu kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku
(rigid pavement). Perkerasan jalan biak lentur maupun kaku mempunyai fungsi
3
struktur dan fungsional. Perbedaan dari dua jenis perkerasan ini dapat dilihat dalam
tabel 1
Tabel 1 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku
KelakuanPerkerasan lentur (flexible
pavement)
Perkerasan kaku
(rigid pavement)
1. Bahan pengikat Aspal Semen
2. Repitisi bahan Akan timbul lendutan pada jalur
roda
Timbul retak pada
permukaan
3. Penurunan tanah dasar Jalur bergelombang (mengikuti
tanah dasar)
Bersifat sebagai balok
diatas perletakan
4. Perubahan temperature Modulus kekakuan berubah dan
timbul tegangan yang keci
Modulus kekakuan tidak
berubah timbul tegangan
dalam yang besar
Sumber: Sukirman (2003).
3.3. Bahan Penyusun Lapisan Perkerasan (ATB)
a. Aspal
Menurut Sukirman (2003), aspal didefinisikan sebagai material berwarna
coklat tua atau hitam, Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan
atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam
yang ditemukan bersama-sama material lain.
Menurut Departemen Pekerjaan UmumUji Laboratorium Bahan Jalan Untuk
Campuran Beraspal (2007), Fungsi aspal dalam campuran agregat aspal adalah
sebagai bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
sesama antara aspal pada saat penghamparan di lapangan sehingga mudah untuk
dipadatkan.
1).Jenis Aspal
Menurut Sukirman (2003), Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dapat
dibedakan atas:
a). Aspal alam, dapat dibedakan atas:
1. Aspal gunung (rock asphalt), contoh aspal dari buton. Aspal ini merupakan
campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan.
2. Aspal danau (lake asphalt), contoh aspal dari Bermudez, Trinidad.
4
b). Aspal Buatan
Aspal minyak (petroleum aspal), merupakan hasil dari penyulingan
minyakbumi. Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
1. Aspal keras / panas (asphalt cement, AC), adalah aspal digunakan dalam
keadaan cair dan panas.aspal ini berbentuk padat dalam penyimpanan
(temperetur ruang).
2. Aspal dingin / cair (cut back asphalt), adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan dingin.
3. Aspal emulsi (emultion asphalt), adalah aspal yang disediakan dalam bentuk
emulsi. Dapat digunakan dalam keadaan dingin ataupun panas.
2). Sifat Aspal
Menurut Sukirman (2003), Aspal yang digunakan dalam kontruksi perkerasan
jalan berfungsi sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.
Sehingga aspal mempunyai sifat-sifat yaitu daya tahan (durability), adhesi,
kohesi, kepekaan terhadap temperatur dan kekerasan aspal.
3). Pemeriksaan Aspal
Menurut Sukirman (2003), aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan
alam, sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di laboratorium dan aspal yang
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
pengikat perkerasan lentur.
Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut
penyelubung agregat dalam bentuk tebal aspal yang berperan menahan gaya geser
permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang lebih lanjut, juga berarti
mengurangi penetrasi air dalam campuran. Pemeriksaan aspal tersebut terdiri dari:
a). Pemeriksaan Penetrasi
Nilai penetrasi di dapat dari uji penetrasi dari alat penetrometer pada suhu
25° C dengan baban 100 gr selama 5 detik, dimana dilakukan sebanyak 5 kali.
(SNI 06-2456-1991)
5
b). Pemeriksaan Titik Lembek
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur nilai temperatur
dimana bola – bola baja mendesak turun lapisan aspal yang ada pada cincin,
hingga aspal tersebut menyentuh dasar pelat yang terletak dibawah cincin pada
jarak 1 (inchi), sebagai akibat dari percepatan pemanasan tertentu. Berat bola baja
3,45 – 3,55 gr dengan diameter 9,53 mm. (SNI 06-2434-1991)
c). Pemeriksaan Titik Nyala
Pemeriksaan ini untuk menentukan suhu dimana diperoleh nyala pertama
diatas permukaan aspal dan menentukan suhu dimana terjadi terbakarnya pertama
kali diatas permukaan aspal. Dengan mengetahui nilai titik nyala dan titik bakar
aspal, maka dapat diketahui suhu maksimum dalam memanaskan aspal sebelum
terbakar. (SNI 06-2433-1991)
d). Pemeriksaan Kehilangan Berat
Pemeriksaan ini berguna dalam pelaksanaan pengujian kehilangan berat
minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu yang dinyatakan
dengan berat semula. (SNI 06-2440-1991)
e). Pemeriksaan Daktilitas Aspal
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang dapat
ditarik pada cetakan yang berisi aspal sebelum putus pada suhu 25 ° C dengan
kecepatan tarik 5 cm/menit. Besarnya daktilitas aspal penetrasi 80/100 disyaratkan
minimal 100 cm. (SNI 06-2432-1991)
f). Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Berat jenis aspal merupakan perbandingan antara berat aspal dengan berat
air suling dengan volume yang sama. Persyaratan yang ditentukan untuk berat
jenis aspal adalah 1 gr/cc. (SNI 06-2441-1991)
Hasil pengujian dan persyaratan untuk aspal seperti yang tercantum dalam
Tabel.2.
6
Tabel 2 Pengujian dan Persyaratan Aspal Panas Pen. 80/100
NoSifat-sifat Metoda
Pen.80/100
SATUANMIN MAX
1
2
3
4
5
6
7
Penetrasi (25 °C,100 gr,5 detik)
Titik lembek (ring and ball test)
Titik nyala (clevland open cup)
Kehilangan berat (163°C,5 jam)
Kelarutan (CCl4)
Daktilitas (25°C,5 cm per menit)
Berat jenis (25 °C)
SNI 06-2456-1991
SNI 06-2434-1991
SNI 06-2433-1991
SNI 06-2440-1991
ASTM-D2042
SNI 06-2432-1991
SNI 06-2488-1991
89
46
225
-
99
100
1
99
64
0
0.6
-
-
-
0,1 mm
°C
°C
% berat
% berat
cm
gr/cm3
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, (2007).
b. Agregat
Menurut Sukiman (2003) agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi
kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan bantuan
sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar
ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan
perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat 75-
85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung,
keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain. Sifat dan kualitas agregat menentukan
kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Sifat agregat yang menentukan
kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi
3 kelompok, yaitu:
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi
oleh gradasi, ukuran maksimun, kadar lempung, kekerasa/ketahanan, bentuk
butiran dan tekstur permukaan.
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh porositas, kemungkinan
basah dan jenis agregat.
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
aman, dipengaruhi oleh tahan geser (skid resistance) dan campuran yang
memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bituminous mix workability).
7
1). Agegat Kasar
Agregat kasar harus terdiri dari material yang bersih, keras, awet dan bebas
dari kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki. Umumnya dipersyaratkan sebagai
berikut, keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putran
(PB 0206-76) harus mempunyai nilai maksimum 40%. Kelekatan terhadap aspal (PB
0205-76) harus lebih besar dari 95%. Indeks kepipihan agregat, maksimum 25%
(BS). Peresapan agregat terhadap air (PB 0202-76), maksimum 3%. Berat jenis
semu/ apparent agregat (PB 0202-76), minimum 2,50. Guplan lempung agregat
maksimum 0,25% dan bagian-bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5%.
2). Agregat Halus
Agregat halus terdiri dari partikel yang bersih, keras dan bebas dari
gumpalan lempung atau mineral lainnya yang tidak dikehendaki. Pada umumnya
dipersyaratkan sebagai berikut. Nilai Sand Equivalent (AASTHO T-76), minimum
50. Berat jenis semu/apperant (PB 003-76), minimum 2,50. Dari pemeriksaan
attarbeg (PB 0109-76), agregat haruslah non plastis. Peresapan agregat terhadap air
(PB 0202-76), maksimum 3%.
3). Bahan Pengisi (Filler)
Departemen Pekerjaan Umum, (2007), Agregat dan proses produksinya
Filler adalah material yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) dan termasuk kapur
hidrat, abu terbang, Portland semen dan abu batu. Filler dapat berfungsi untuk
mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara
dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang
menguntungkan. Jenis pengujian dan persyaratan untuk agregat dan filler tercantum
dalam Tabel. 3
8
Tabel.3 Sifat, Jenis Pengujian Serta Persyaratan Agregat
Sifat Agregat Jenis Pengujian Syarat
Kekerasan - Crushing test
- Impact test
- Abration test
-
-
Maks 40%
Keausan - polishing test -
Kelekatan terhadap aspal- Kelekatan
- stabilitas rendaman
Min 95%
Min 75%
Pelapukan - Natriun dan magnesium sulfat -
Kontribusi terhadap kekuatan - Angularitas
- Flakiness dan engolation
- Gradasi
95/90
Maks 10
Lihat spek
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (2007).
3). Marmer
Marmer atau batu pualam terjadi sebagai hasil malihan batu gamping
karena suhu dan desakan atau kedua-duanya, strukturnya kompak mempunyai
gugusan Kristal yang sama dari halus sampai kasar. Marmer dinilai dari segi
warna,kuat desak derajat keausan ,hiasan-hiasan yang terdapat didalamnya
misalnya: kerang-kerangan, mineral dan guratan – guratan (Riyanto,1991).
Didesa Besole kecamatan Campur darat kabupaten Tulungagung terdapat
gunung marmer yang berjenis marmer trotol. Pecahan marmer mempunyai
kandungan kimia yang tercantum pada tabel 4.
Tabel.4 Jenis Kandungan kimia pecahan marmer.
NO UNSUR KIMIA ( % )
1 Silicon dioksida (SiO2) 0,13
2 Alumunium dioksida (AIO2) 0,31
3 Feri oksida (FeO ) 0.04
4 Kalsium oksida (CaO) 55,07
5 Magnesium oksida (MgO) 0,36
6 Potasium oksida (K2O) 0,01
7 Sulfur trioksida (SO3 ) 0,08
8 ( lol ) 44,00
9
Sumber : Tjangroe ,dkk ,jurnal design dan konstruksi 2006.
4). Perencanaan Campuran Aspal Tead Base
Asphalt Treated Base (ATB) adalah lapis pondasi yang terletak dibawah
lapis permukaan. Merupakan salah satu jenis dari konstruksi perkerasan lentur dan
bagian dari aspal beton campur panas. Jenis perkerasan ini merupakan campuran
agregat dan pengikat yang telah dipadatkan, memiliki gradasi terbuka (open
graded) yaitu tipe campuran yang gradasi agregatnya mempunyai rongga besar,
diletakkan diatas lapisan pondasi bawah yang dan berfungsi untuk mendukung dan
menyebarkan beban serta tempat untuk meletakkan lapisan permukaan. Selain
diformulasikan juga untuk meningkatkan keawetan dan ketahanan kelelehan.
Keawetan didefinisikan sebagai kekuatan bertahannya campuran
terhadap desintegrasi akibat beban lalu lintas dan akibat lain seperti air, udara, dan
cuaca. Sedangkan faktor yang mempengaruhi keawetan adalah kekerasan,
kelekatan, gradasi agregat, kualitas dan kadar aspal serta pemadatan. Ketahanan
kelelehan adalah ketahanan dari lapis aspal dalam menerima beban berulang tanpa
terjadinya kelelehan yang berupa alur (ruting) dan retak. Dan faktor yang
mempengaruhi kelelehan adalah kadar aspal.
Sebagai lapis pondasi bawah perkerasan jalan, Asphalt Treated Base
(ATB) mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
2. Sebagai lapisan peresapan untuk pondasi bawah.
3. Sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan.
Campuran untuk ATB (Asphalt Treated Base) pada dasarnya terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal. Masing-masing fraksi agregat terlebih
dahulu diperiksa gradasinya dan selanjutnya digabungkan menurut perbandingan
yang menghasilkan agregat campuran yang memenuhi persyaratan.
5). Pemilihan Agregat Dan Penentuan Sifat-Sifatnya
Langkah ini adalah untuk menentukan pilihan agregat yang akan dipakai
dalam merencanakan campuran. Parameter-parameter yang akan dipergunakan
dalam pembuatan rencana campuran adalah berat jenis dan absorpsi agregat dan
10
gradasi dari masing-masing kelompok agregat. (Departemen Pekerjaan Umum,
2007).
Hasil pengujian akan sangat baik jika hasil pengujian diringkas dalam suatu
formulir, sehingga hasilnya siap digunakan untuk tahapan selanjutnya pada proses
rencana. Gradasi butir dari masing-masing kelompok agregat yaitu, agregat kasar,
agregat sedang, dan agregat halus/pasir digambarkan pada amplop gradasi yang
telah ditetapkan.
6). Penentuan Campuran Nominal
Rencana campuran nominal diperlukan sebagai resep awal untuk campuran
percobaan dilabolatorium yang memenuhi persyaratan gradasi dan kadar aspal
seperti yang diberikan pada spesifikasi. Rencana campuran nominal ini diperlukan
sebagai berikut:
1. Saringan tingkat pertama, apakah agregat yang tersedia dapat dipergunakan
atau tidak.
2. Resep awal untuk campuran percobaan di labolatorium yang memenuhi
persyaratan gradasi campuran dan kadar aspal seperti yang diberikan pada
spesifikasi.
Komponen-komponen campuran agregat untuk campuran dinyatakan dalam
fraksi rencana sebagai berikut:
CA = fraksi agregat kasar = persen material yang tertahan saringan no. 8 terhadap
berat total berat campuran.
FA = fraksi agregat halus = persen berat material yang lolos saringan no.8 dan
tertahansaringan no.200 terhadap berat total campuran.
FF = fraksi bahan pengisi = persen berat material yang lolos saringan no.200
terhadap berat total campuran.
Persyaratan batas-batas komposisi fraksi rencana campuran tiap jenis
campuran dapat dilihat pada tabel 5
11
Tabel 5 Pedoman proporsi campuran nominal
Komponen campuranKomponen berat total campuran (%)
ATBFraksi agregat kasar (CA) > saringan # 8
40 - 60
Fraksi agregat halus (FA) # 8 saringan - # 200
26 – 49.5
Fraksi filler (FF) < saringan # 200
4.5 – 7.5
Sumber : SilviaSukirman (2003)
12
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini di lakukuan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang.
4.2. Tahapan Studi
Adapun tahapan dari studi ini adalah sebagai berikut seperti pada gambar
13
Tidak
Ya
Gambar 4.1: Diagram Alur Metode Penelitian
14
Mulai
Pekerjaan Persiapan bahan dan peralatan
Memenuhi Sarat
Perencanaan Campuran dan pem.bendauji ATB
Pemeriksaan Bahan Agregat kasarAgregat kasar (marmer)Agregat kasar (batu) Pem. Keausan agregat dgn alat
Los Angeles Pem. Berat jenis & penyerapan
air Analisa saringan
Pemeriksaan Bahan Agregat Halus Pem. Sand equivalent Pem. Berat jenis & penyerapan
agregat halus Analisa saringan agregat
Pemeriksaan Bahan Aspal Pen. 80/100 Pem. Berat jenis Pem. Penetrasi Pem. Daktilitas Pem. Titik nyala Pem. Titik lembek Pem. Titik bakar aspal
Pengujian Campuran ATB
Kadar Aspal Optimum
Perencanaan Campuran pem.benda uji ATB dengan pecahan batu marmer
Pengujian Campuran ATB dengan pecahan batu Marmer
Pembahasan
Selesai
Studi pendahuluan
Kesimpulan dan Saran
4.3.Penyediaan Material dan Peralatan Penelitian
a. Material Penelitian
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antaralain;
1. Agregat kasar, halus, filler.
2. Menggunakan aspal Pertamina dengan Penetrasi 80/100.
3. Bahan limbah pecahan batu Marmer berasal dari Desa Besole Kecamatan
Campur darat Kabupaten Tulungangung.
b. Peralatan Penelitian
1). Alat Penguji Agregat Dan Filler
Alat yang digunakan untuk pengujian agregat antara lain, mesin Los
Angeles (tes abrasi), saringan standar (penyusunan gradasi agregat), alat
pengering (oven), timbangan berat, alat uji berat jenis (picnometer,
timbangan, pemanas), bak perendam dan tabung Sand Equivalent.
2). Alat Penguji Aspal
Alat yang digunakan untuk pengujian aspal antara lain; alat uji penetrasi,
alat uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat
uji berat jenis (picnometer dan timbangan), dan alat uji kelarutan.
3). Alat Pengujian Campuran Metode Marshall
Alat uji metode Marshall, meliputi;
1. Alat tekan Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung,
cincin penguji berkapasitas 3000 kg (6000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji
pengukur kelelehan plastis (flow meter).
2. Alat cetak benda uji berbentuk silinder diameter 10,2 cm (4 in) dengan
tinggi 7,5 cm (3 in) untuk Marshall standard dan diameter 15,24 cm (6 in)
dengan tinggi 9,52 cm untuk Marshall modifikasi dan dilengkapi dengan
plat dan leher sambung.
3. Penumbuk manual yang mempunyai permukaan rata berbentuk silinder
dengan diameter 9,8 cm (3,86 inchi), berat 4,5 kg ( 10 lbs), dengan tinggi
jatuh bebas 45,7 cm (18 inchi) untuk Marshall standar.
4. Ejektor untuk mengeluarkan benda uji setelah dipadatkan.
5. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi pengatur suhu.
15
6. Alat-alat penunjang meliputi panci pencampur, kompor pemanas,
termometer, kipas angin, sendok pengaduk, kaos tangan anti panas, sarung
tangan karet, kain lap, kaliper, spatula, timbangan dan spidol untuk
menandai benda uji.
c. Pemeriksaan Material
Pemeriksaan material adalah kegiatan untuk mengetahui kualitas material yang
kita pakai sebagai bahan penyusun campuran perkerasan. Jika secara kualitas
material tidak memenuhi syarat, maka material tersebut diganti dengan material lain
yang sesuai persyaratan campuaran aspal lain ATB. Material yang diperiksa adalah
agregat kasar, agregat halus, dan aspal. Pemeriksaan material meliputi:
1. Pemeriksaan agregat dengan mesin Los Angeles.
2. Pemeriksaan analisa saringan agregat.
3. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar.
4. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus.
Bila tidak memenuhi sarat kembali ke pekerjaan penyediaan material dan
peralatan.
4.4. Perencanaan Campuran dan Pembuatan Benda Uji (Campuran Normal)
Perhitungan pembuatan campuran ATB dilakukan dengan metode Matrix dan
dihasilkan variasi kadar aspal dalam campuran normal, Setiap variasi dibuat 15
benda uji untuk mendapatkan KAO.
4.5. Metode Pengujian
Sebelum dilakukan beberapa pengujian perlu diperhatikan kelayakan bahan -
bahan campuran yang digunakan untuk membuat benda uji serta kelayakan alat
Marshall Test untuk mendapatkan nilai stabilitas dan kelelehan benda uji.
1. Tahap Pembuatan Campuran Benda Uji.
2. Tahap Pemadatan Campuran Benda Uji.
3. Tahap Pengujian Campuran.
4.6. Perencanaan Campuran dan Pembuatan Benda Uji (Campuran Pecahan
Batu Marmer)
Perhitungan pembuatan campuran ATB dilakukan dengan metode Matrix dan
dihasilkan variasi kadar limbah pecahan batu marmer, KAO menyesuaikan dengan
hasil pengujian pada campuran normal, Setiap variasi dibuat 15 benda uji untuk
mendapatkan kadar marmer optimum.
16
.
4.7. Metode Pengujian
Sebelum dilakukan beberapa pengujian perlu diperhatikan kelayakan bahan -
bahan campuran yang digunakan untuk membuat benda uji serta kelayakan alat
Marshall Test untuk mendapatkan nilai stabilitas dan kelelehan benda uji.
1. Tahap Pembuatan Campuran Benda Uji.
2. Tahap Pemadatan Campuran Benda Uji.
3. Tahap Pengujian Campuran
4.8. Pembahasan
Dalam hal ini di jelaskan pengaruh agregat kasar dengan memanfaatkan limbah
pecahan batu marmer terhadap karakteristik marshall pada campuran (ATB).
17
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, (2001), Spesifikasi Baru Beton
Aspal Campuran Panas.
Direktorat Jendral Bina Marga, 2007a, Formula Campuran Kerja Asbuton
Campuran Beraspal Panas, Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jendral Bina Marga, 2007b, Uji Laboratorium Bahan Jalan Untuk
Campuran Beraspal, Departemen Pekerjaan Umum.
Istikomah, Nurul, 2005, Evaluasi Penggunaan Limbah Pecahan Marmer
Tulungagung Sebagai Agregat Halus Pada Campuran Laston, Tugas
Akhir Tidak Diterbitkan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang.
Sukirman, Silvia, (2003) Beton Aspal Campuran Panas. Nova, Bandung.
Setioningsih, R.2011. Pengaruh Pemanfaatan Limbah Batu Marmer Sebagai
Agregat Kuat Desak Beton. Jurnal teknik. Vol. 1 No. 2. 81-87.
Tjangroe, dkk, Juni (2006), Pecahan Marmer Sebagai pengganti Agregat Kasar
Self Compacting concrete (SCC), Jurnal Desain dn Kontruksi, Vol. 5, No.
1.
.
18