1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Industri Pariwisata Dunia
Industri pariwisata saat ini sudah diakui sebagai pendorong kunci dalam
pertumbuhan sosial ekonomi negara dengan menghasilkan devisa, menciptakan
lapangan pekerjaan dan mendorong pembangunan infrastruktur. Banyak negara
yang dijadikan industri pariwisata sebagai katalisator bagi pembangunan karena
memberikan kontribusi yang signifikan pada perekonomian negara (Morgan,
2004). Secara global industri pariwisata menjadi komoditas perdagangan yang
diandalkan sesudah minyak bumi, industri kimia dan makanan (UNWTO,
Tourism Highlights, 2012 Edition). Pentingnya peran industri pariwisata dapat
dilihat dari banyaknya negara-negara berkembang yang masih mengandalkan
industri pariwisata sebagai penghasil devisa utama.
Sesudah terjadinya krisis keuangan dunia dan resesi ekonomi dunia pada
tahun 2008 dan 2009 industri pariwisata dunia terus mengalami pemulihan yang
luar biasa. Pada tahun 2012 mayoritas destinasi wisata (tourism destination) di
seluruh dunia melaporkan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan
internasional yang positif, dengan angka pertumbuhan rata-rata seluruh dunia
sebesar 4%. Wilayah Asia dan Pasifik meraih angka pertumbuhan rata-rata
sebesar 7%, dan merupakan wilayah dengan pertumbuhan kunjungan wisatawan
internasional yang paling tinggi. Jumlah angka kunjungan wisatawan
internasional di wilayah Asia dan Pasifik mencapai 23% dari pangsa pasar
(market share) parisiwisata global (UNWTO Asia-Pacific, 2013). Industri
pariwisata dunia akan terus mengalami pertumbuhaan dalam kurun 2010-2030.
Diperkirakan pangsa pasar pariwisata global di wilayah Asia Pasifik akan
mencapai 30% pada tahun 2030 (UNWTO Tourism Highlights, 2012 Edition).
Perkiraan angka pertumbuhan industri pariwisata di wilayah Asia Pasifik ini
menunjukkan bahwa industri pariwisata di Indonesia memiliki peluang untuk
tumbuh seiring dengan pertumbuhan industri pariwisata dunia.
Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Indonesia
Industri pariwisata memegang peranan yang penting dalam pergerakan
ekonomi di Indonesia. Kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian pada
tahun 2011 adalah sebagai penghasil devisa nomor lima sesudah minyak dan gas
bumi, batubara, minyak kelapa sawit dan karet olahan (Tabel 1.1). Berdasarkan
data yang diterbitkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia (2012), nilai kontribusi industri pariwisata sebagai penghasil devisa
negara terus meningkat sejak tahun 2007.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 1.2 memperlihatkan
2
pertumbuhan angka kunjungan wisman ke Indonesia dari tahun 2007-2012.
Jumlah wisman yang berkunjung pada tahun 2007 mencapai 5.5 juta pengunjung
dengan rata-rata lama kunjungan selama sembilan hari dan rata-rata uang yang
dibelanjakan setiap wisman mencapai US$ 107 per hari. Pada tahun 2012, jumlah
wisman yang berkunjung mencapai 8.044 juta pengunjung dengan rata-rata lama
kunjungan antara tujuh sampai delapan hari dan rata-rata uang yang dibelanjakan
setiap wisman mencapai US$ 147 per hari. Jumlah total devisa yang diterima
Indonesia dari industri pariwisata pada tahun 2012 mencapai US$ 9,120.89 juta
(Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2012).
Tabel 1.1 Ranking devisa pariwisata terhadap komoditas ekspor lainnya
tahun 2008-2011
Tahun
Peringkat Jenis KomoditiNilai (juta
USD)Jenis Komoditi
Nilai (juta
USD)
1 Minyak & gas bumi 29,126.30 Minyak & gas bumi 19,018.30
2 Minyak kelapa sawit 12,375.57 Batubara 13,817.15
3 Batubara 10,485.18 Minyak kelapa sawit 10,367.62
4 Karet olahan 7,579.66 Pariwisata 6,298.02
5 Pariwisata 7,377.00 Pakaian Jadi 5,735.60
6 Pakaian Jadi 6,092.06 Biji Tembaga 5,101.28
7 Alat listrik 5,253.74 Karet olahan 4,870.68
8 Tekstil 4,127.97 Alat listrik 4,580.18
9 Kertas dan barang dari kertas 3,796.91 Tekstil 3,602.78
10 Biji Tembaga 3,344.58 Audio Visual 3,431.98
11 Besi/Baja 3,334.58 Kertas dan barang dari kertas 3,405.01
Tahun
Peringkat Jenis KomoditiNilai (juta
USD)Jenis Komoditi
Nilai (juta
USD)
1 Minyak & gas bumi 28,039.60 Minyak & gas bumi 41,477.10
2 Batubara 18,499.39 Batubara 27,221.80
3 Minyak kelapa sawit 13,468.97 Minyak kelapa sawit 17,261.30
4 Karet olahan 9,314.97 Karet olahan 14,258.20
5 Pariwisata 7,603.45 Pariwisata 8,554.40
6 Biji Tembaga 6,882.17 Pakaian Jadi 7,801.50
7 Pakaian Jadi 6,598.11 Alat listrik 7,364.30
8 Alat listrik 6,337.50 Tekstil 5,563.30
9 Tekstil 4,721.77 Makanan olahan 4,802.10
10 Kertas dan barang dari kertas 4,241.79 Bahan kimia 4,630.00
11 Audio Visual 4,241.79 Kertas dan barang dari kertas 4,214.40
2008 2009
2010 2011
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
3
Tabel 1.2 Perkembangan wisatawan mancanegara tahun 2007-2012
Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
Kota-kota Tujuan Wisata Internasional di Dunia
Berdasarkan data yang diterbitkan Euromonitor International, Singapura
merupakan kota kedua di dunia yang paling banyak dikunjungi wisatawan
internasional pada 2012 dengan jumlah kunjungan sebesar 21.35 juta pengunjung.
Jumlah ini meningkat sebesar 7.7 persen dari tahun 2011 (Euromonitor, 2014).
Didalam daftar 100 kota di dunia yang paling banyak dikunjungi wisman pada
tahun 2012, terdapat sejumlah ibu kota beberapa negara ASEAN lainnya, antara
lain Bangkok, Kuala Lumpur, Jakarta, Hanoi dan Manila (Euromonitor
International’s Top 100 City Destinations Ranking, 2014). Bangkok berada di
peringkat ke tiga dengan jumlah wisman mencapai hampir 16 juta pengunjung.
Kuala Lumpur berada di peringkat ke enam dengan jumlah wisman mencapai 13.3
juta pengunjung. Bangkok dan Kuala Lumpur mengalami peningkatan jumlah
wisman pada tahun 2012 sebesar 14.6 persen dan 6.7 persen dari jumlah wisman
pada tahun 2011. Jakarta menduduki peringkat ke 75 di dunia sebagai kota tujuan
wisata internasional. Angka kunjungan wisman ke Jakarta pada tahun 2012
mencapai 2.1 juta pengunjung, meningkat sebesar 5.0 persen dari tahun 2011.
Hanoi dan Manila berada di peringkat ke 77 dan 79 dengan jumlah wisman
masing-masing mencapai 2.0 juta pengunjung. Peningkatan jumlah wisman pada
tahun 2012 sebesar 10.0 persen dan 15.6 persen dari jumlah wisman pada tahun
2011. Angka kunjungan wisman ke Jakarta pada tahun 2012 jauh lebih kecil
dibandingkan Bangkok dan Kuala Lumpur, dan sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan Hanoi dan Manila. Angka pertumbuhan kunjungan wisman ke Jakarta
pada tahun 2011-2012 lebih kecil dibandingkan Singapore, Bangkok, Kuala
Lumpur, Hanoi dan Manila. Tabel 1.3 memperlihatkan sepuluh kota dengan
jumlah kunjungan wisatawan asing paling tinggi di dunia dan delapan kota lain di
Asia yang termasuk dalam peringkat 100 kota di dunia yang paling banyak
dikunjungi wisatawan asing.
Persaingan dalam usaha menarik wisatawan internasional di wilayah Asia
Tenggara cukup ketat. Beberapa negara di wilayah ini sudah menyadari
pentingnya menciptakan nilai baru yang unik secara berkesinambungan untuk
menarik pengunjung internasional, baik pengunjung bisnis maupun pengunjung
JumlahPertumbuh
an (%)Per Hari
Per
Kunjungan
Jumlah
(juta US$)
Pertumbuhan
(%)
2007 5,505,759 13.02 9.02 107.70 970.98 5,345.98 20.19
2008 6,234,497 13.24 8.58 137.38 1,178.54 7,347.60 37.44
2009 6,323,730 1.43 7.69 129.57 995.93 6,287.99 -14.29
2010 7,002,944 10.74 8.04 135.01 1,085.75 7,603.45 20.73
2011 7,649,731 9.24 7.84 142.69 1,118.26 8,554.39 12.51
2012 8,044,462 5.16 7.70 147.22 1,133.81 9,120.89 6.62
Rata-rata Pengeluaran
Per Orang (US$)Tahun
Wisatawan
Mancanegara
Rata-rata
Lama
Tinggal
(hari)
Penerimaan Devisa
4
non-bisnis (Kotler, Hamlin, Rein & Heider, 2002). Hong Kong dan Singapura
mengeluarkan dana investasi yang sangat besar untuk membangun infrastruktur
moderen dan daya tarik baru seperti pusat budaya (Hong Kong International
Convention Center) dan Disneyland di Hong Kong, pusat konferensi (Suntec
City), Marina Sands Resort Sky Deck dan Universal Studios Singapore di
Singapura. Hong Kong dan Singapura menjanjikan fasilitas yang moderen untuk
aktifitas bisnis, kegiatan wisata dan rekreasi keluarga. Malaysia membangun
Multimedia Super Corridor (MSC), yaitu pusat teknologi informasi yang sangat
luas di luar kota Kuala Lumpur dan Menara Kembar Petronas yang menjadi daya
tarik karena merupakan salah satu menara tertinggi di dunia.
Tabel 1.3 Kota-kota di dunia yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing
pada tahun 2012
Kota Peringkat Jumlah
wisatawan (juta)
Pertumbuhan
2011/2012
(persen)
Hong Kong 1 23.77 6.5
Singapura 2 21.35 7.7
Bangkok 3 15.82 14.6
London 4 15.46 2.3
Macau 5 13.36 3.4
Kuala Lumpur 6 13.34 6.7
Shenzhen 7 12.10 9.6
New York City 8 11.62 8.9
Antalya 9 11.62 -1.6
Paris 10 9.78 3.3
Pukhet 15 7.22 14.7
Pattaya 17 6.56 24.8
Ho Chi Minh City 33 3.92 6.5
Denpasar 51 2.96 6.0
Chiang Mai 70 2.22 20.0
Jakarta 75 2.10 5.0
Hanoi 77 2.00 10.0
Manila 79 2.00 15.6
Sumber: Euromonitor International’s Top 100 City Destinations Ranking (2014)
Bangkok dan Jakarta memiliki daya tarik wisata budaya dan sejarah, tetapi
juga memiliki masalah dalam mengatasi kemacetan di jalan raya yang
menghubungkan berbagai tempat di ibu kota. Pemerintah Thailand membangun
BTS Skytrain, Mass Rapid Transit subway dan Airport Rail Link yang
menghubungkan pelabuhan udara internasional Suvarnabhumi dengan pusat kota
Bangkok untuk mengatasi kemacetan di kota Bangkok. Upaya ini memperlihatkan
hasil yang memuaskan. Tersedianya fasilitas transportasi ini menyediakan
kemudahan bagi wisatawan internasional untuk mengunjungi berbagai atraksi
wisata di Bangkok. Pemerintah DKI Jakarta melakukan upaya untuk mengatasi
masalah kemacetan ini dengan memperkenalkan Bus Rapid Transit Transjakarta
pada tahun 2004, tetapi upaya ini dinilai masih belum mampu mengurangi
5
masalah kemacetan di Jakarta. Jakarta saat ini masih menghadapi masalah
kemacetan lalu lintas yang cukup kronis.
Jakarta Sebagai Kota Destinasi Wisata
Jakarta adalah kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara. Jakarta adalah
kota Republik Indonesia dan merupakan kota terbesar dan paling moderen di
Indonesia. Pembangunan ibu kota untuk mencapai status kota berstandard
internasional mendapatkan prioritas dari pemerintah sebagai usaha untuk menarik
investasi asing. Berdasarkan data hasil olah cepat sensus penduduk Indonesia
yang diselenggarakan pada bulan Mei 2010, Daerah Khusus Ibu kota Jakarta
adalah propinsi dengan kepadatan paling tinggi di Indonesia (Katalog BPS:
9199017, 2011). Sebagai daerah khusus ibu kota, Jakarta merupakan pusat dari
pemerintahan dan pusat kegiatan perekonomian Indonesia. Sebagian besar
perusahaan dan organisasi nasional maupun internasional yang melakukan
aktivitas bisnis di Indonesia membuka kantor pusat atau kantor cabang di Jakarta
untuk kemudahan aktivitas bisnis mereka. Negara-negara asing yang memiliki
hubungan politik dan ekonomi dengan Indonesia juga menempatkan perwakilan
mereka di Jakarta.
Jakarta merupakan kota yang mencerminkan kebanggaan bangsa Indonesia
dan menjadi pintu gerbang negara bagi wisatawan mancanegara yang berkunjung
ke Indonesia. Jakarta menjadi pusat yang menghubungkan sebagian besar kota-
kota di Indonesia. Berbagai sarana transportasi domestik untuk perjalanan darat,
laut dan udara tersedia dari Jakarta dengan tujuan kota-kota lain di Indonesia.
Tersedianya infrastruktur untuk perjalanan darat seperti jalan bebas hambatan dan
jalan kereta api yang menghubungkan Jakarta dengan beberapa kota disekitarnya
membantu meningkatkan mobilitas penduduk melalui transportasi darat. Jakarta
juga memiliki bandara udara yang menyediakan transportasi udara untuk tujuan
dalam dan luar negeri dan memiliki pelabuhan laut yang menyediakan sarana
transportasi laut untuk tujuan dalam dan luar negeri.
Karakteristik dari daya tarik sebuah destinasi wisata dapat ditentukan
berdasarkan atribut fisik, atribut sosial, atribut sejarah, atribut estetika dan
sebagainya. Atribut yang menjadi daya tarik Jakarta mencerminkan keunikan
yang membedakan Jakarta dengan tempat-tempat lain di Indonesia, dan bisa
berupa atribut yang positif maupun yang negatif. Atribut-atribut ini harus menjadi
kekuatan daya tarik Jakarta sebagai destinasi wisata yang memberikan nilai bagi
wisatawan yang berkunjung. Konsumen akan mempertimbangkan citra positif dan
citra negatif dalam proses pengambilan keputusan ketika menentukan destinasi
wisata yang akan dikunjunginya. Apabila atribut positif lebih dominan dari pada
atribut negatif, citra yang terbentuk untuk destinasi wisata akan positif. Sehingga
pengelolaan atribut menjadi hal yang penting dalam menciptakan citra terhadap
ibu kota Jakarta.
Atribut positif dari Jakarta antara lain sebagai kota dengan populasi dan
pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Indonesia, kota metropolitan dan paling
moderen di Indonesia, merupakan tempat berkumpulnya (melting pot) orang-
6
orang dari berbagai suku/bangsa, pusat pemerintahan dan perputaran
perekonomian Indonesia, memiliki sejarah sebagai pusat pemerintahan Hindia
Belanda. Penduduk Jakarta merupakan warga yang ramah, memiliki sikap
optimis dan positif, dan dibandingkan dengan banyak ibu kota lain di dunia,
tingkat kejahatan di Jakarta sangat rendah (Jakarta). Atribut negatif dari Jakarta
antara lain adalah memiliki masalah kemacetan jalan raya yang sangat kronis,
memiliki perbedaan kesenjangan sosial yang lebar yang menunjukkan adanya
masalah kemiskinan yang menyebabkan tingginya tingkat kriminalitas, masalah
banjir yang melanda beberapa tempat di ibu kota pada saat musim hujan (Hogan
& Houston, 2001).
Jakarta memiliki berbagai daya tarik wisata yang berkaitan dengan budaya,
sejarah, hiburan, belanja, kuliner, olah raga, keindahan alam dan sebagainya.
Tabel 1.4 memperlihatkan berbagai contoh dari potensi daya tarik wisata yang
dapat ditemui di Jakarta.
Tabel 1.4 Daya tarik dan atraksi wisata di Jakarta
Daya tarik Contoh atraksi wisata
Budaya Taman Mini Indonesia Indah, Museum Batik, Museum Wayang,
Pasar Seni Ancol, Setu Babakan (Kebudayaan Betawi)
Sejarah Kawasan wisata Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum
Nasional, Monumen Nasional
Hiburan Rekreasi pantai (Taman Impian Jaya Ancol), Hiburan malam
(disco, bar, night-clubs), Water Park, Kebun Binatang Ragunan
Belanja Pusat perbelanjaan moderen (Mal dan Plaza), Sentra belanja grosir
(Tanah Abang, Mangga Dua), Pusat belanja barang elektronik
(Glodok), Pasar barang antik (Jalan Surabaya)
Kuliner Restauran yang menawarkan berbagai jenis kuliner nasional
(Jawa, Sunda, Betawi, Manado, Palembang, Padang, Aceh, Bali,
dan sebagainya) dan kuliner internasional (Eropa, Asia, Amerika,
Afrika dan Australia), Café dan Bar.
Olah raga Golf, diving, olah raga air (jet ski)
Keindahan alam Kepulauan Seribu, Ekowisata Kapuk, Taman Wisata Alam Muara
Angke
Pada bulan Oktober 2012 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
menyatakan bahwa kawasasan wisata Kota Tua – Sunda Kelapa dan kawasan
Kepulauan Seribu termasuk dalam 16 kawasan strategis pariwisata nasional yang
akan mendapatkan prioritas pembangunan untuk waktu 3-5 tahun ke depan
sebagai kawasan budaya-pusaka. Pemerintah akan mengarahkan investasi untuk
meningkatkan daya tarik wisata, meningkatkan kualitas wisatawan yang
berkunjung, meningkatkan lama tinggal dan jumlah uang yang dibelanjakan di
kedua tempat wisata tersebut.
7
Wisatawan Mancanegara di Jakarta
Berdasarkan data yang diterbitkan dalam buletin bulanan Berita Resmi
Statistik BPS Propinsi DKI Jakarta, Jakarta merupakan pintu masuk wisman
nomor dua sesudah Bali. Jumlah wisman yang berkunjung ke Jakarta sejak tahun
2002 sampai tahun 2010 berkisar antara 20% - 27% dari jumlah total wisman
yang berkunjung ke Indonesia.
Tabel 1.5 Data jumlah kunjungan wisman Indonesia ke Jakarta dan persentase
wisman Jakarta terhadap Indonesia tahun 2002 - 2011
Tahun Jumlah Wisman ke
Indonesia
Jumlah Wisman ke
Jakarta Proporsi (%)
2002 5,033,400 1,267,295 25.18
2003 4,467,021 1,125,168 25.19
2004 5,321,165 1,065,495 20.02
2005 5,002,101 1,168,656 23.36
2006 4,871,351 1,216,132 24.96
2007 5,570,000 1,216,057 21.83
2008 6,429,027 1,534,785 23.87
2009 6,323,730 1,451,914 22.96
2010 7,002,944 1,892,866 27.03
2011 7,649,731 1,998,193 26.12
2012 8,044,462 2,120,018 26.35 aData dihimpun dan diolah dari Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Proponsi DKI Jakarta
Tabel 1.4 menunjukkan bahwa persentase jumlah wisman yang masuk ke
Jakarta cukup besar dan terjadi peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun
meskipun terjadi penurunan jumlah wisman yang berkunjung pada tahun 2009
sebagai dampak dari aksi teror bom yang terjadi di Jakarta. Hal ini menunjukkan
bahwa Jakarta mempunyai peluang yang tinggi untuk mengembangkan sektor
pariwisata bagi wisatawan internasional. Sepuluh kebangsaan tertinggi yang
datang berkunjung ke Jakarta pada tahun 2012 adalah Malaysia (14.6%),
Tiongkok (9.8%), Jepang (9.2%), Singapura (8.4%), Korea Selatan (4.5%),
Australia (4.0%), Saudi Arabia (3.9%), Amerika (3.7%), India (3.0%) dan
Belanda (2.9%). Wisman masuk ke Jakarta melalui Pelabuhan Udara Soekarno-
Hatta, Pelabuhan Laut Tanjung Priok dan Pelabuhan Udara Halim Perdana
Kusumah (Jumlah Kunjungan Wisatawan, 2012)
8
Manajemen Merek (Branding Management) Destinasi Wisata
Studi yang berkaitan dengan pembentukan merek destinasi (destination
branding) merupakan bidang yang baru. Artikel jurnal internasional pertama
mengenai destination branding diterbitkan pada akhir tahun 1990, konferensi
akademis pertama dilakukan pada tahun 1996, dan buku pertama diterbitkan pada
tahun 2002 (Pike, 2005). Pada saat melakukan studi literatur untuk penelitian ini,
peneliti belum berhasil menemukan literatur ilmiah yang berkaitan dengan
manajemen merek destinasi kota Jakarta. Fokus penelitian ini adalah mempelajari
peran kepuasan wisatawan dan brand experience, dan juga dimensi-dimensi
ekuitas merek dalam membangun loyalitas merek sebuah destinasi terkait dengan
pengaruhnya dalam membangun ekuitas merek destinasi kota Jakarta.
Destinasi wisata tidak terbatas hanya pada lokasi geografis seperti suatu
negara, pulau atau kota. Destinasi merupakan kombinasi dari berbagai produk,
layanan jasa dan pengalaman yang disuguhkan kepada wisatawan di sebuah
tempat tujuan wisata, dan dikonsumsi wisatawan dibawah nama merek sebuah
destinasi (Buhalis, 2000). Destinasi wisata terdiri dari elemen-elemen dasar
seperti daya tarik wisata, fasilitas pendukung, aksesibilitas, citra dan karakter,
harga dan sumber daya manusia yang menjadi daya tarik wisatawan untuk datang
berkunjung (UNWTO Asia Pacific Newsletter, 2011).
Dalam persaingan ekonomi global saat ini, wisatawan dihadapkan kepada
berbagai pilihan destinasi wisata yang memiliki kemiripan daya tarik dan berbagai
penawaran berlibur yang menarik. Hal ini menyebabkan persaingan pasar
destinasi wisata semakin ketat dan kota-kota harus bersaing satu sama lainnya
untuk menarik wisatawan, pelaku bisnis, penanam modal, pelajar, budayawan,
pentas budaya dan sebagainya (Altinbasak & Yalcin, 2010).
Salah satu aspek penting yang diperlukan oleh sebuah destinasi wisata untuk
memenangkan persaingan ini adalah dengan melakukan strategi pembentukan
merek (branding strategy) yang efektif. Pembentukan merek destinasi
(destination brand) dan ekuitas merek (brand equity) merupakan strategi untuk
menciptakan perbedaan sebagai hasil dari penambahan nilai terhadap pengalaman
berkunjung yang ditawarkan kepada wisatawan. Merek destinasi yang kuat akan
membuat sebuah destinasi dikenal masyarakat dunia, meningkatkan kepercayaan
konsumen terhadap kualitas pengalaman berkunjung dan mengurangi resiko akan
kekecewaan terhadap destinasi tersebut. Kedekatan hubungan emosional antara
wisatawan dengan sebuah destinasi akan mendorong wisatawan untuk berkunjung
dan melakukan kunjungan ulang ke tempat tersebut walaupun banyak destinasi
wisata yang menawarkan hal yang sama (Morgan, Pritchard & Piggott, 2002).
Prinsip-prinsip manajemen merek (brand management) harus diterapkan
untuk membangun merek dari tempat-tempat wisata (place branding) dalam
upaya untuk memasarkan tempat-tempat wisata tersebut ke pasar yang lebih
kompetitif. Konsep pembentukan merek (branding) merupakan landasan dari
kegiatan pemasaran untuk layanan jasa di abad ke 21. Pengelolaan merek
destinasi secara strategis meliputi rancangan dan implementasi program-program
pemasaran destinasi wisata, berkaitan dengan seluruh aktifitas untuk membangun,
mengelola dan mengevaluasi ekuitas merek destinasi. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka dapat dikatakan bahwa persaingan dalam pasar destinasi wisata di
9
masa yang akan datang adalah persaingan untuk memenangkan perhatian
wisatawan, yang merupakan ranah dari persaingan merek.
Menurut Keller (2003) lokasi geografis dapat diberi merek dengan tujuan
untuk membuat orang-orang sadar akan lokasi tersebut dan untuk
menghubungkan asosiasi yang diinginkan untuk menciptakan citra yang
menguntungkan untuk menarik bagi pengunjung dan bisnis. Relevansi dan nilai
dari merek sudah diterapkan terhadap produk, korporasi, destinasi (destination)
dan lokasi. Merek membedakan satu produk atau layanan jasa dengan produk atau
layanan jasa lainnya. Nama merek menyatakan banyak hal kepada konsumen,
berfungsi sebagai sumber informasi, membantu mengurangi resiko dan
mempermudah proses pengambilan keputusan (Davis, 2007).
Pembanguan merek sebuah destinasi akan memberikan keuntungan
pemasaran bagi destinasi tersebut. Menurut Clarke (2000) beberapa keuntungan
merek destinasi antara lain mengurangi efek intangibility ketika wisatawan
melakukan proses pemilihan destinasi wisata, mengurangi kesulitan yang dihadapi
wisatawan pada saat menentukan destinasi wisata yang akan dikunjungi,
mengurangi resiko kekecewaan yang dialami wisatawan akibat pemilihan
destinasi wisata yang tidak tepat, merek destinasi merupakan janji wisata yang
ditawarkan sebuah destinasi, dan merek destinasi menjanjikan kepuasan wisata
bagi wisatawan.
Merek dapat dimiliki dan dikelola secara aktif sehingga konsumen akan
mengingat perbedaan yang ditawarkan dalam jangka waktu panjang (Aaker,
2003). Merek secara langsung memberikan identitas yang membedakan dengan
produk lain, dan menjanjikan standard kualitas produk yang konsisten dan dapat
diandalkan (Kaynak, Salman & Tatoglu, 2008). Sehingga merek memberikan
nilai tambah bagi konsumen dan produsen produk atau layanan jasa. Merek
sebuah destinasi membantu wisatawan dalam menentukan pilihan destinasi yang
akan dikunjungi, menjanjikan manfaat, kualitas dan konsistensi dari pengalaman
berkunjung yang berbeda dari destinasi lain.
Pembentukan merek destinasi menjadi alat pemasaran yang ampuh dengan
meningkatnya persaingan, adanya kemiripan produk dan tersedianya produk
pengganti dalam pasar pariwisata (Usakli & Baloglu, 2011). Pengelolaan merek
berkaitan dengan pengelolaan aspek-aspek tangible dan intangible dari sebuah
merek (Kaynak et al., 2008). Merek yang kuat akan meningkatkan kepercayaan
pelanggan untuk pembelian produk tidak berwujud (intangible). Merek yang kuat
membantu pelanggan untuk mengerti dan mendapatkan gambaran dari produk
intangible, dan mengurangi kekhawatiran pelanggan akan resiko secara finansial,
sosial dan keamanan (Berry, 2000). Prinsip-prinsip branding yang dibuat untuk
produk tangible tidak bisa diterapkan secara langsung untuk produk jasa karena
akan menyesatkan, sehingga diperlukan pengukuran merek yang lebih ketat (So &
King, 2010). Dalam layanan jasa konsumen berhubungan dengan pembelian
produk yang tidak berwujud (intangible), namun ada komponen-komponen
berwujud (tangible) yang dapat membantu pelanggan dalam menilai layanan jasa
(de Chernatony, 2011).
Merek yang memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat akan
memberikan keuntungan kompetitif melalui angka penjualan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak bermerek. Membangun konsep brand equity dari
sudut pandang pelanggan akan sangat berguna karena dapat dijadikan panduan
10
untuk strategi dan taktik pemasaran dan menentukan area penelitian yang berguna
dalam membantu pengambilan keputusan manajemen (Keller, 1993).
Bagi pelanggan, merek layanan jasa yang kuat menjanjikan kepuasan
pelanggan dan meningkatkan kepercayaan pelanggan terkait dengan pembelian
produk yang tak berwujud, membantu pelanggan untuk mendapat gambaran dan
memahami produk tak berwujud tersebut (Berry, 2000). Dalam bidang pariwisata,
peran penting merek adalah untuk mengkonsolidasi dan memperkuat kemampuan
pelanggan untuk mengingat kembali kenangan berwisata di sebuah destinasi
wisata (Ritchie & Ritchie, 1998).
Upaya untuk memperkenalkan sebuah destinasi wisata tidak hanya terbatas
pada strategi pembentukan merek sebuah negara seperti yang sudah dilakukan
oleh Singapura dengan slogan pariwisata “Your Singapore”, Malaysia dengan
slogan pariwisata “Malaysia Truly Asia”, Thailand dengan slogan pariwisata
“Amazing Thailand, Always Amazes You”, Vietnam dengan slogan pariwisata
“Vietnam Timeless Charm” dan Filipina dengan slogan pariwisata “It’s More Fun
in The Philippines”. Pembentukan merek dapat dilakukan terhadap sebuah kota
seperti Chicago di USA dengan slogan “Second to None”, Brisbane di Australia
dengan “Australia’s New World City”, Hong Kong dengan slogan “Asia’s World
City”, dan Bangkok di Thailand dengan slogan “Expeditionary ASEAN”. Lebih
lanjut lagi, pembentukan merek juga dilakukan terhadap tempat berbelanja seperti
Sogo Department Store dan taman bermain seperti Dunia Fantasi.
Jakarta memiliki slogan pariwisata “Enjoy Jakarta” yang diperkenalkan
oleh Gubernur DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata Propinsi DKI Jakarta pada bulan
Maret 2005, dan masih digunakan sampai saat ini. Tujuan dari peluncuran slogan
pariwisata tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisman pada
tahun 2005 menjadi sebanyak 2.2 juta pengunjung, atau dua kali lipat dari jumlah
wisman yang berkunjung ke Jakarta pada tahun 2004 (Rumata, 2011). Upaya
tersebut tidak berhasil untuk mencapai target yang ditentukan, dengan jumlah
kunjungan wisman ke Jakarta pada tahun 2005 sebanyak 1.16 juta wisatawan
(Tabel 1.5). Kegagalan dari upaya menggunakan merek destinasi wisata untuk
meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Jakarta terus berlangsung, dimana
target jumlah kunjungan wisman sebesar 2.2 juta wisatawan baru tercapai pada
tahun 2012.
Intangibility dalam Destinasi Wisata
Produk dan jasa memiliki tiga kualitas, yaitu kualitas search, experience
dan credence (Nelson dan Darby & Karni dalam Zeithaml 1981) . Kebanyakan
produk tangible memiliki kualitas search (dapat dicari) berupa atribut seperti
warna, model, harga, ukuran, rasa, aroma yang tinggi yang digunakan untuk
penilaian sebelum pelanggan membeli produk. Penilaian terhadap produk tangible
dengan kualitas search yang tinggi lebih mudah dilakukan dengan adanya atribut
yang melekat pada produk. Produk intangible dengan kualitas credence (dapat
dipercaya) yang tinggi memiliki karakteristik yang sangat sulit untuk dinilai
secara langsung setelah pelanggan membeli dan mengkonsumsi produk karena
11
keterbatasan pengetahuan dan keterampilan pelanggan untuk menilai produk.
Untuk mengatasi kesulitan menilai produk yang memiliki kualitas search dan
credence yang tinggi, penggunaan merek dapat berfunsi sebagai sinyal untuk
mengenali kualitas dan karakteristik produk tersebut.
Destinasi wisata merupakan produk yang memiliki kombinasi sifat tangible
dan intangible, dan memiliki kualitas experience (pengalaman) karena penilaian
terhadap destinasi wisata dapat dilakukan sesudah atau pada saat wisatawan
mendapat pengalaman di tempat tersebut. Kualitas pengalaman berwisata sangat
tergantung pada partisipasi dan interaksi antara penyedia dan penerima layanan
jasa, kondisi fisik fasilitas, fasilitas pendukung dan sebagainya, sehingga kualitas
experience akan mempengaruhi keputusan wisatawan dalam menentukan
destinasi yang akan dikunjungi.
Manajemen pariwisata sebuah kota metropolitan membutuhkan wilayah
perkotaan untuk membangun dan mengembangkan produk-produk dan atraksi-
atraksi wisata, layanan jasa dan pengalaman-pengalaman yang bersifat natural dan
memiliki nilai budaya untuk memenuhi permintaan pasar pariwisata (UNWTO
Asia-Pacific, 2013). Dalam pembangunan dan pengembangan fasilitas dan produk
pariwisata kota harus ada hubungan yang jelas antara produk-produk yang sudah
ada dengan permintaan pasar, sehingga menyocokan antara produk-produk
pariwisata yang sudah ada dengan permintaan pasar menjadi tantangan yang
utama. Banyak keputusan pembangunan pariwisata di wilayah perkotaan di
negara-negara Asia yang terbukti tidak berhasil karena dibangun tidak
berdasarkan informasi yang berdasarkan permintaan pasar (market-based).
Rumusan Masalah
Tingkat kunjungan wisatawan internasional ke Jakarta yang jauh lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat kunjungan wisatawan internasional ke
Singapura dan ibu kota negara-negara ASEAN seperti Bangkok dan Kuala
Lumpur menunjukkan bahwa efektifitas strategi pemasaran kota Jakarta sebagai
destinasi wisata harus ditingkatkan. Upaya untuk membangun merek destinasi
kota Jakarta sudah dilakukan, tetapi upaya ini belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Slogan pariwisata “Enjoy Jakarta” belum mampu meningkatkan
jumlah kunjungan wisman ke Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa merek
destinasi Jakarta masih lemah sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk
membangun merek destinasi yang kuat. Apabila Jakarta memiliki merek destinasi
yang kuat, maka diharapkan merek tersebut akan mampu merubah penilaian dan
sikap wisatawan internsional terhadap Jakarta. Selain itu, merek yang kuat akan
meningkatkan efektifitas dari berbagai program pemasaran yang mendukung
strategi pemasaran pariwisata kota Jakarta.
Dalam penilaian ekuitas merek kota Jakarta dari sudut pandang wisatawan,
penelitian ini menggunakan model penelitian yang merupakan gabungan konsep
brand equity yang diajukan Aaker (1991) dan konsep brand experience yang
diajukan Schmitt (2008). Pariwisata merupakan industri yang tidak bisa
dipisahkan dari pengalaman wisatawan selama berada di sebuah destinasi wisata
12
dan kepuasan wisatawan dari pengalaman yang didapatkan selama berada di
destinasi tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut maka penelitian ini
menggabungkan dimensi brand equity dengan brand experience dan kepuasan
wisatawan. Konsep pemikiran ini menjadi dasar tujuan penelitian ini, yaitu untuk
meneliti bagaimana hubungan antar dimensi brand equity kota Jakarta (kesadaran
merek, persepsi kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek) dengan brand
experience dan kepuasan wisatawan dalam membangun ekuitas merek destinasi
kota Jakarta.
Lebih lanjut lagi, keberhasilan sebuah destinasi wisata untuk meningkatkan
daya tarik wisata tidak lepas dari kemampuan destinasi tersebut dalam
menciptakan pengalaman positif yang unik dan mengesankan, dan memberikan
kepuasan kepada wisatawan. Untuk itu pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
DKI Jakarta harus menawarkan produk-produk atraksi wisata yang menarik dan
sesuai dengan sumber-sumber potensi wisata yang dimiliki Jakarta kepada pangsa
pasar pariwisata tertentu (segmented market). Sehingga dengan menggabungkan
aspek pengalaman wisatawan selama berwisata di Jakarta dan aspek kepuasan
dirasakan wisatawan ke dalam model ini, penelitian ini juga bertujuan untuk
meneliti apakah aspek-aspek tersebut sudah memberikan pengaruh terhadap
loyalitas wisatawan terhadap kota Jakarta sebagai sebuah destinasi wisata.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh dimensi-dimensi brand equity (kesadaran wisatawan
terhadap merek kota Jakarta, persepsi wisatawan terhadap kualitas kota
Jakarta dan asosiasi wisatawan terhadap kota Jakarta) terhadap loyalitas
merek wisatawan terhadap Jakarta sebagai destinasi wisata.
2. Menguji pengaruh aspek pengalaman merek wisatawan terhadap loyalitas
merek wisatawan terhadap Jakarta sebagai destinasi wisata.
3. Menguji peran kepuasan wisatawan berkaitan dengan pengaruh pengalaman
merek wisatawan terhadap loyalitas merek.
4. Menguji pengaruh loyalitas wisatawan terhadap pembentukan ekuitas merek
Jakarta sebagai destinasi wisata.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan membantu pihak-pihak terkait dalam industri
pariwisata ibu kota Jakarta untuk membentuk strategi pemasaran yang lebih baik
dan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan bidang ilmu manajemen
pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan branding sebuah destinasi
13
wisata. Penelitian ini menguji secara empiris model Ekuitas Merek
Destinasi dari kota Jakarta. Harapan dari penelitian ini adalah membuktikan
bahwa loyalitas merek berpengaruh terhadap ekuitas merek destinasi,
dimana loyalitas merek tidak saja dipengaruhi oleh dimensi-dimensi yang
membentuk ekuitas merek, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek pengalaman
wisatawan terhadap “merek destinasi” dan aspek kepuasan wisatawan.
2. Memberikan masukan bagi pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI
Jakarta, terkait dengan perumusan kebijakan pemerintah provinsi DKI yang
tepat dan efektif sehubungan dengan peningkatan potensi pariwisata ibu
kota dan perumusan strategi pemasaran untuk meningkatkan daya tarik ibu
kota Jakarta sebagai destinasi wisata bagi wisatawan internasional.
3. Memberikan masukan bagi pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Republik Indonesia dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan
strategi pemasaran untuk meningkatkan daya tarik ibu kota Jakarta sebagai
destinasi wisata internasional dan menjadikan kegiatan kepariwisataan di
Jakarta sebagai salah satu sumber Devisa Negara.
4. Memberikan masukan bagi pihak pelaku bisnis yang mendukung industri
pariwisata seperti agen perjalanan/penyedia sarana transportasi, pengelola
hotel/sarana akomodasi, pengelola restoran, pengelola atraksi/tempat wisata,
pengrajin barang-barang cindera mata dan sebagainya.
5. Meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup warga ibu kota dengan adanya
peningkatan lapangan pekerjaan di dalam industri pariwisata di Jakarta.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan kepada wisman yang sedang melakukan
kunjungan wisata di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
survei melalui wawancara terstruktur (structured interview) secara langsung
kepada wisman. Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara
perorangan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan
(semi-structured interview). Wawancara dilakukan di beberapa lokasi destinasi
wisata di ibu kota Jakarta.
Kebaruan Penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan pembentukan ekuitas merek destinasi yang
merupakan area penelitian yang relatif baru dan jumlahnya masih terbatas.
Kebaruan penelitian ini adalah melakukan pengujian empiris terhadap pengaruh
brand experience dan kepuasan wisatawan terhadap loyalitas merek sebuah
destinasi terkait dengan pembentukan ekuitas merek destinasi tersebut. Penelitian
mengenai ekuitas merek dalam industri pariwisata belum banyak dilakukan.
14
Penelitian terkait merek destinasi wisata di Indonesia belum ditemukan. Selain itu
belum ditemukan penelitian yang mempelajari dan menguji peran kepuasan
wisatawan dan brand eperience dalam bidang pariwisata, terkait dengan
pembentukan ekuitas merek destinasi wisata.