Download - Neuropati Headache
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO
SEMESTER 5 MODUL 18 (SARAF DAN RESEPTOR SENSORIK)
SKENARIO 2
TELAPAK TANGAN YANG ATROFI
Seorang perempuan berumur 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
punggung tangan dan telapak tangan atrofi. mula-mula tangan terasa sakit dan
kebas-kebas yang dialaminya sejak 6 bulan yang lalu, dan beberapa hari ini pasien
selalu mengeluhkan kepalanya sakit, frekuensi nya 2x per hari sifatnya berdenyut
dan leher terasa tegang
1.2 LEARNING OBJECTIVE
Neuropati
Cephalgia/ Headache
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 NEUROPATI
Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association forThe Study
of Pain (IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau
disfungsi dari sistem saraf” dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari
nervus oleh suatu tumor, tergantung di mana lesi atau disfungsi terjadi.
Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya
yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya,yakni nyeri neuropatik akut
dan kronik. Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif
yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak
ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri.
Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik diperlukan anamnesis
yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya maupun derajat
dari nyeri tersebut.
ETIOLOGI
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau
kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di
2
sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan
eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh
kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel
neuron.
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat
bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di
jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri
sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu
nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada pasien
post-strok, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan penyakit Parkinson.
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang
berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf
perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar
dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah
neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-
limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi. 5, 7
Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik
Nyeri Neuropatik Sentral Nyeri Neuropatik Perifer
• Mielopati kompresif dengan
stenosis spinalis
• Poliradikuloneuropati demielinasi
inflamasi akut dan kronik
3
• Mielopati HIV
• Multiple sclerosis
• Penyakit Parkinson
• Mielopati post iskemik
• Mielopati post radiasi
• Nyeri post stroke
• Nyeri post trauma korda spinalis
• Siringomielia
• Polineuropati alkoholik
• Polineuropati oleh karena
kemoterapi
• Sindrom nyeri regional kompleks
(complex regional pain syndrome)
• Neuropati jebakan (misalnya,
carpal tunnel syndrome)
• Neuropati sensoris oleh karena
HIV
• Neuralgia iatrogenik (misalnya,
nyeri post mastektomi atau nyeri post
thorakotomi)
• Neuropati sensoris idiopatik
• Kompresi atau infiltrasi saraf oleh
tumor
• Neuropati oleh karena defisiensi
nutrisional
• Neuropati diabetik
• Phantom limb pain
4
• Neuralgia post herpetic
• Pleksopati post radiasi
• Radikulopati (servikal, thorakal,
atau lumbosakral)
• Neuropatik oleh karena paparan
toksik
• Neuralgia trigeminus (Tic
Doulorex)
• Neuralgia post trauma
(Tabel 1: Dikutip dari kepustakaan 8)
Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling
sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga
dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri
neuropatik adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien
kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan
saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi. 8
PATOMEKANISME
Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor (reseptor nyeri) disalurkan melalui salah
satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis
5
dan termal disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin
dengan kecepatan sampai 30 meter/detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor
polimodal (kimia) diangkut olehserat C yang kecil dan tidak bermielin dengan
kecepatan yang jauh lebih lambat sekitar 12 meter/detik (jalur nyeri lambat). Secara
teori, nyeri neuropati terutama (jika tidak disertai penyakit lain) disebabkan oleh
gangguan fungsi dari akson yang tidak bermielin (serat C) dan akson yang
bermielin tipis (serat A-delta). 9, 10
Ketika terdapat kerusakan pada jalur saraf yang mengirimkan informasi nyeri,
sensasi nyeri yang dirasakan akan berkurang. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan dari ambang batas nyeri dan penurunan intensitas rasa pada stimulus
noksius (stimulus yang merusak jaringan). Akan tetapi, pada beberapa kasus
kerusakan jalur sensori, terjadi hal yang berbeda. Pada pasien nyeri neuropati,
akibat kerusakan sensibilitas pada stimulus noksius, juga terdapat spontaneous
pain (nyeri spontan). Nyeri yang mungkin dirasakan oleh pasien, timbul pada area
yang anastesi. Nyeri ini sering kali dirasakan berat dan sulit untuk diobati.11
Penjelasan yang sederhana untuk nyeri pada cedera saraf yaitu : cedera
menyebabkan deafferentation (penghalangan serabut saraf sensori) pada transmisi
nyeri di saraf spinalis dan penghalangan ini menyebabkan peningkatan aktifitas
saraf tersebut. Meskipun berlawanan, konsep ini bukan tanpa dasar ilmiah.
Faktanya, aktifitas yang berlebihan dari SSP dari penghilangan saraf telah diuji
cobakan. Hal ini dengan sangat jelas terlihat pada pasien dengan cedera pleksus
brachialis. Nyeri berat yang menetap sering ditemukan, terutama pada robekan total
pleksus brakhialis (brachial plexus avulsion).11
6
Nyeri yang dirasakan pada robekan pleksus brakhialis sering digambarkan seperti
terbakar, dan disertai sensasi tertusuk “peniti dan jarum” atau “sengatan listrik”.
Beberapa sensasi abnormal, disebutparesthesiae atau jika rasa sangat tidak
enak, dysesthesiae biasanya dengan cedera jalur sensori terdapat pada salah satu
dari sistem saraf tepi atau SSP. 11
Untuk nyeri spontan, pasien dengn cedera saraf melaporkan variasi gangguan
sensori lain, yaitu terdapat hyperalgesia (respon yang berlebih pada stimulus
noksius) dan allodynia (rasa nyeri yang dihasilkan oleh stimulus yang non-noksius).
Ketika intensitas yang sama pada stimulus noksius dan berulang kali pada area kulit
yang dipersarafi oleh saraf yang rusak, intensitas dari nyeri meningkat dengan
stimulus yang beruturut-turut (summation) dan nyeri akan menetap setelah stimulus
dihentikan (after-reaction). Summation dan after-reaction didapatkan pada
beberapa cedera yang luas di kulit dengan persarafan normal, tetapi berlebihan pada
pasien dengan nyeri akibat cedera saraf. 11
Serat aferen bermielin yang primer, termasuk nosiseptor A-delta dan A-alfa
mekanoreseptor, menghambat penjalaran nyeri saraf kornu posterior spinalis yang
diaktivasi oleh nosiseptor yang tidak bermielin. Jadi ketika serat bermielin
mengalami kerusakan, aktivitas di serat tidak bermielin menghasilkan pelepasan
yang lebih besar pada sel kornu posterior. Agaknya, peningkatan pelepasan pada sel
kornu posterior akan dirasakan sebagai nyeri hebat.11
7
Berdasarkan teori ini, interaksi antara masukan serat bermielin dan tidak bermielin
ke korda spinalis terjadi pada dua tempat : penghambatan interneuron di substansia
gelatinosa (lamina II) dan penjalaran nyeri saraf kornu posterior. Kedua serat aferen
primer bermielin dan tidak bermielin dimaksudkan memberikan aksi rangsangan
pada penjalaran nyeri (sel T). Sel substansia gelatinosa dimaksudkan untuk
menghambat penjalaran dari kedua kelas aferen primer, jadi presinaps menghambat
semua masukan ke sel penjalaran nyeri. Aferen yang bermielin memberikan
rangsangan ke saraf inhibisi substansia gelatinosa, dengan cara demikian,
menurunkan masukan ke sel T dan sebagai akibatnya menghambat rasa nyeri. Hal
ini didukung oleh pengamatan klinik yang menyatakan beberapa stimulasi pada
serat myelin yang berdiameter besar dapat menghasilkan analgesik. Secara berbeda,
aktifitas pada nosiseptor yang tidak bermielin menghambat inhibisi dari sel
substansia gelatinosa, menyebabkan peninggian penjalaran dari aferen primer ke sel
T dan akibatnya meningkatkan intensitas rasa nyeri. Dengan begitu, aferen yang
tidak bermielin memiliki dua efek rangsangan yaitu penjalaran nyeri pada kornu
posterior (rangsangan secara langsung) dan hambatan pada inhibitory sel substansia
gelatinosa (rangsangan secara tidak langsung).11
Penelitian pada percobaan cedera saraf perifer telah mengindikasikan bagaimana
kerusakan aferen primer yang tidak bermielin dapat menyebabkan rasa nyeri.
Ketika akson saraf perifer mengalami kerusakan maka akson yang rusak ini akan
menumbuhkan tunas-tunas baru (serat) yang tumbuh di sekitar struktur saraf tepi
yang tadinya dipersarafi. Apabila tempat masuk saraf pada jaringan yang
menyambung tadi masih intak atau dekat pada bagian saraf distal, akson akan
8
masuk dan melanjutkan pertumbuhan tunasnya ke jaringan tersebut. Jika tempat
masuk tersebut rusak, maka pertumbuhan tunas akson akhirnya tidak terkendali dan
seperti bola kusut yang disebut neuroma. Secara histologi tampak tunas dari akson
yang memasuki neuroma yang berbeda dengan akson yang normal pada saraf
perifer. Kebanyakan memiliki diameter sangat kecil (<0,5 mikrometer) dan berasal
dari akson yang tidak bermielin, sekitar 80 persen dari akson aferen primer yang
tidak bermielin dan sisanya adalah eferen postganglion simpatis.11
Sifat fisiologi dari regenerasi aferen primer ini juga berbeda dari aferen yang
normal di beberapa segi. Pertama, area dari pertumbuhan tunas menjadi lebih
sensitif terhadap stimulasi mekanik langsung. Ini mungkin juga dirasakan
sebagai shooting pain yang biasanya timbul akibat pergerakan yang menekan saraf.
Kedua, yaitu spontaneous activity (aktifitas yang spontan). Pelepasan yang spontan
dan peningkatan sensitifitas terhadap mekanik.
Kerusakan aferen didapatkan paling sedikit pada dua tempat yang berbeda:
regenerasi tunas yang dekat dengan lokasi cedera, dan dekat dengan cell
body pada dorsal root ganglion (DRG). Sensitifitas mekanik pada bagian yang
dekat dengan DRG mungkin memperbesar penjalaran nyeri yang dihasilkan pada
dermatom ketika bagian saraf (nerve roots) tertekan oleh penonjolan diskus
intervertebralis (nyeri radikuler padasciatica).11
Pada tempat pertumbuhan tunas dan daerah DRG, impuls ektopik dapat juga
dihasilkan dari bagian yang rusak (tidak bermielin) pada akson bermielin. Jika
9
akson yang tidak bermielin adalah nosiseptor, maka rangsangan hebat mungkin
menghasilkan nyeri tusukan yang pendek. Seperti mekanisme yang temukan
pada syndrome of tic douloureux. Yang memeliki karateristik nyeri pendek hebat
yang berulang-ulang. Pasien dengan multiple sclerosis, penyakit ini terdapat akson
rusak yang tidak bermielin sampai SSP.11
DIAGNOSIS
a. Kriteria diagnostik
Penatalaksanaan yang sistematik bergantung kepada diagnosis yang
tepat. Diagnosis dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit
yang tepat dan pemeriksaan fisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau
LANSS scoring mungkin berguna, karakteristik dari nyeri neuropatik dapat
dimasukkan dalam beberapa kriteria yakni:
1. Spontan (stimulus yang tidak berrgantung faktor dari luar)
a. Sensasi terbakar
b. Intermiten
c. Nyeri seperti disengat listrik
d. Hipostesia atau anastesia (Kurang atau tidak dapat merasakan
terhadap rangsang normal
e. Disestesia (Abnormal dan sensasi tidak menyenangkan)
10
f. Parastesia (Abnormal dan bukan sensasi yang tidak menyenangkan)
2. Nyeri yang dipicu oleh rangsang dari luar
a. Hiperalgesia (Respon yang meningkat untuk rangsang nyeri yang normal)
b. Allodinia (Nyeri terhadap rangsang yang pada orang normal tidak
menimbulkan nyeri)
c. Dinamis yang dipicu oleh sentuhan
d. Statis yang dipicu oleh tekanan
e. Allodinia dingin (nyeri yang dipicu oleh rangsang yang dingin)12,13
Neuropati, hal yang mendasar pada nyeri neuropatik perifer, dapat bersifat
fokal, multifokal atau distribusi yang difuse, yang bersifat fokal dapat berasal dari
saraf, akar saraf atau kadang-kadang dari plexus. Adakalanya, nyeri neuropatik
sentral (medula spinalis maupun otak) juga dapat menyebabkan nyeri yang bersifat
fokal. Di negara berkembang, kebanyakan kasus yang dijumpai adalah demyelisasi.
Neuralgia atau yang berasal dari radiks saraf cenderung untuk mengikuti distribusi
dari dermatom dan memiliki ciri tertentu dari distribusinya, distribusi nyeri
bagaimanapun juga, tidak selalu merupakan indikator dalam menunjukkan asal dari
nyeri tersebut. Distribusi dari parestesia dapat menjadi indikator yang efektif dalam
menunjukkan asal dari suatu lesi nyeri neuropatik13
11
DIAGNOSIS BANDING
1. Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) diklasifikasikan sebagai akut atau
kronik, DPN akut merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai
bagian bawah dan penyakit ini menyusahkan dan adakalanya menyebabkan
ketidakmampuan pada penderita. Kondisi akut ini terjadi oleh karena kontrol
glukosa darah yang kurang baik atau perbaikan kontrol yang cepat. DPN kronik
didefinisikan sebagai gejala yang telah tejadi minimal 6 bulan.8
DPN telah digunakan untuk menggambarkan besarnya penyebaran dan sindrom
neuropatik fokal yang menyebabkan kerusakan dari serat saraf autonom dan
somatik perifer. Sindrom ini temasuk bagian distal, polineuropatik sensorimotorik
yang simetris, neuropatik autonom, neuropatik motorik tungkai bagian proksimal
yang simetris (amyotrophy), neuropatik kranial, radikulopatik, neuropatik
entrapment, dan neuropatik motorik tungkai yang asimetris. Gejala pada pasien
dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin digambarkan sebagai salah
satu yang negatif ( kehilangan rasa) atau positif (rasa nyeri terbakar atau kelemahan
otot). Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini mungkin
mempengaruhi untuk terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN
mungkin juga mengalami carpal tunnel syndrome atau meralgia paresthetica dan
atau rasa nyeri yang tersebar pada saraf lateral femoral cutaneus. Gejala dari DPN
mungkin akan memburuk pada malam hari, dan akan menggangu tidur pasien yang
menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan disfungsi otot wajah.8
Diagnosis klinik pada DPN, terutama sekali pada pasien dengan polineuropatik
sensorimotorik mungkin akan sulit, karena gejala yang ada sangat bervariasi, mulai
12
dari nyeri yang tidak ada dengan penyakit yang mungkin digambarkan hanya oleh
ulkus kaki yang tidak berasa sampai nyeri yang sangat berat. Tanda dan gejala
sensori dari DPN sering kali muncul daripada gejala motorik. Akan tetapi
belakangan terakhir mungkin terdapat penurunan refleks pergelangan kaki
(Achilles) dan atau sedikit kelemahan otot bagian distal.8
2. Post Herpetic Neuralgia merupakan nyeri yang menetap untuk jangka waktu
yang lama setelah muncul ruam pada penyakit herpes zoster. Meskipun definisi
yang ada bervariasi, American Academy of Neurologymemberikan definisi PHN
adalah rasa nyeri yang menetap lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada
penyakit herpes zoster. Etiologi dari PHN belum diketahui secara pasti, akan tetapi,
pada pasien dengan PHN telah mengalami kerusakan dari saraf sensori, dorsal root
ganglia (DRG), dan kornu posterior spinalis. Diperkirakan telah terjadi penyebaran
partikel-partikel dari virus di tempat-tempat ini setelah tereaktivasi dan ini disertai
oleh inflamasi, repon imun, perdarahan, dan kerusakan pada saraf sensori perifer
dan prosesnya. Diketahui juga bahwa infeksi VZV ini dapat menyerang korda
spinalis dan SSP disertai pembuluh darah menyebabkan gejala neurologik yang
meluas.8
Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4
hari dan mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning
dysesthesias dan gatal sepanjang dermatom yang terinfeksi. Rasa nyeri merupakan
alasan tersering yang dirasakan pasien hingga mencari pengobatan. Rasa nyeri ini
seringkali digambarkan seperti rasa terbakar atau rasa tersengat dan umumnya
berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah bagian toraks, tetapi dapat juga
13
terjadi pada dermatom lain. Nervus trigeminus bagian ophtalmicus adalah saraf
kranialis yang sering terkena pada pasien infeksi ini. Pada kebanyakan pasien,
gejala akut ini akan membaik sendiri setelah ruam yang timbul mengalami
penyembuhan. Tetapi sebagian kecil pasien (terutama pada usia lanjut),
berkembang menjadi gejala-gejala PHN. 8
Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri
neuropatik. Gejala ini dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul
dengan adanya stimulus dari luar, dimana pasien mungkin merasakannya sering kali
pada malam hari atau ketika perhatian pasien tidak terfokus pada suatu aktivitas.
Pasien dengan PHN juga merasakan nyeri pada sentuhan yang ringan, walaupun
hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa pasien dengan PHN mungkin juga
mengeluhkan nyeri lancinating(nyeri hebat karena sentakan yang cepat). Gejala
motorik dan autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya pada pasien dapat
muncul nyeri tulang atau nyeri pleura atau neurogenic bladder or
rectum setelah infeksi herpes zoster. 8
PENATALAKSANAAN
Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik,
termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya karbamazepin,
fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin, penobarbital, fenitoin,
topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi loncatan listrik pada neuron
melalui blokade dari voltage dependent sodium dan kalsium channel. Obat lainnya
14
(mis, penobarbital, tiagabine, topiramate, vigabatrine, valproat) bekerja dengan
meningkatkan inhibisi neurotransmitter atau secara langsung turut campur dalam
transmisi eksitatorik.14
Duloxetine
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang
berhubungan dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri
belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya
untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,
duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu
duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120
mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya, tapi tidak ada bukti yang
nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki keuntungan yang signifikan,
dan pada dosis yang lebih tinggi kurang dapat ditoleransi dengan baik
Gabapentin
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa,
molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmittergamma-amino
butyric acid, namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan dengan
neurotransmitter yang lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin dalam
mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami dengan baik, namun salah satu
sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit dari voltage-
activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan influks
15
ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk
glutamat dan norepinephrin.14
Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan
dosis tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua
dosis), dan 900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat
dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800
hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan
usia lanjut dosisnya dikurangi.14
Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan
juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun
diyakini sama dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits
dari voltage activated calsium channels, memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan
mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis
maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari
(300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis
seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan
hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari
penderita. Dosis pregabalin sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal. Pada penderita PHN, dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75
hingga 150 mg 2 kali sehari atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari).
Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali
sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300
16
mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi penderita, jika
nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan
hingga 600 mg/hari.14
2.2 HEADACHE
Nyeri kepala (headache atau chepalgia) merupakan keluhan yang sangat umum
pada pasien. Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling
utama pada manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit
dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon
stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut. Karena nyeri kepala sering menyertai pada penyakit-
penyakit lainnya, terkadang pasien mengobati sendiri nyeri kepalanya, padahal
banyak nyeri kepala yang disebabkan karena penyakit serius seperti infeksi dan
tumor intracranial, meningitis, infeksi akut, cedera kepala, hipoksia serebral, atau
penyakit kronis dan akut pada mata, hidung, dan tenggorokan. Nyeri kepala terjadi
ketika area sensitif pada kepala distimulus kemudian diproyeksikan ke permukaan
dan dirasakan di daerah distribusi syaraf yang bersangkutan. Area-area tersebut
diantaranya kulit kepala, periosteum, syaraf kranial V, IX, X, daerah
meningen(Tarwono,2007)
17
Klasifikasi
1. Berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari International
Headache Society (IHS) yang terbaru tahun 2004, nyeri kepala Primer terdiri atas
Migraine, Tension type Headache, Cluster Headache dan other trigeminal-
autonomic cephalalgias dari Other Primary.
2. Pembagian klinis nyeri kepala (Anthony, 1988)
A. Sakit kepala akut
• Intrakranial
– Meningitis / ensefaliti
– Perdarahan subaraknoid
– Hematoma subdural
– Tumor intrakranial
• Ekstrakranial
– Migren
– Sakit kepala tandan (cluster)
– Sakit kepala post trauma
– Glaucoma
– Neuritis optika
18
– Insufisiensiserebro-vaskuler
Dalam hal ini yang dibahas hanya sebatas migren, tension, dan cluster
a. Migren
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyer biasanya sesisi
(unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperhebat
oleh aktivitas dan dapat disertai mual dan atau muntah dan perubahan visual.
Fotopobia, dan fonofobia.
Secara umum migren dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Migren tanpa aura (migren umum), pada migren yang jenis ini tidak ditemukan
aura, tetepi dapat ditemukan adanya gejala prodromal.
Migren dengan aura (migren klasik), pada migren jenis ini nyeri kepala didahului
oleh adanya gejala neurology fokal yang berlangsung sementara atau disebut juga
aura. Aura dapat berupa gangguan visual, hemisensorik, hemiparesis atau disfasia,
ataupun kombinasi dari semua gangguan tadi
b. Tension type headache (Nyeri kepala tegang,seperti di tekan atau di ikat)
Tension-type headache adalah suatu keadaan yang melibatkan sensasi leher atau
rasa tidak nyaman di kepala, kulit kepala, atau leher yang biasanya berhubungan
dengan ketegangan otot di daerah ini.
Tension type headache dapat diklasifikasikan menjadi:
19
1. Episodic Tension-type Headache
Sekurang-kurangnya terdapat 10 serangan nyeri kepala yang memenuhi kriteria di
bawah ini dan dengan jumlah hari nyeri kepala <15 hari/bulan. Nyeri kepala
berlangsung antara 30 menit hingga 7 hari. Sekurang-kurangnya terdapat 2
karakteristik nyeri di bawah ini:
Terasa seperti ditekan atau diikat namun tidak berdenyut.
Intensitasnya ringan ataupun sedang (dapat menganggu aktivitas tetapi tidak
menghalangi aktivitas).
Lokalisasinya bilateral.
Tidak bertambah berat saat naik tangga ataupun aktivitas fisik yang rutin dilakukan.
Tidak ada mual ataupun muntah.
Fotopobia dan fonofobia tidak ada atau hanya salah satu.
Tidak ada nyeri kepala akibat sebab lain.
2.Chronic Tension-type Headache
Frekuensi dan rata-rata nyeri kepala > 15 hari/bulan dan berlangsung > 6 bulan
serta memenuhi kriteria diatas.
3. Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan nyeri kepala vaskuler, dikenal dengan istilah nyeri
kepala Harton,nyeri kepala histamine, migren merah. Nyeri kepala ini dirasakan
20
sesisi seperti ditusuk-tusuk pada separuh kepala, pada area bola mata, pipi, hidung,
langit-langit, gusi, dan menjalar ke frontal, temporal, dan oksipital. Sisi yang
terkena konjungtivanya menjadi merah, timbulnya lakrimasi, ptosis, edema mata,
sebelah hidung tersumbat, dan hipersaliva.
Nyeri kepala ini terjadi pada waktu-waktu tertentu, umumnya pada dini
harri dan biasanya pasien akan terbangun karena nyeri. Serangan ini berlangsung 15
menit sampai 5 jam dan terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Factor pencetus
nyeri kepala cluster adalah makanan dan minuman yang beralkohol.
ETIOLOGI
a. Migren
Faktor-faktor pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya migren:
Perubahan hormone. Estrogen dan progesterone merupakan hormone utama yang
berkaitan dengan serangan migren, baik pada saat maupun di luar periode
menstruasi. Penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron pada fase luteal siklus
menstruasi merupakan saat terjadinya serangan migren. Nyeri kepala migrain dipicu
oleh turunnya kadar 17-b estradiol plasma saat akan haid. Serangan migrain
berkurang selama kehamilan karena kadar estrogen yang relatif tinggi dan konstan,
sebaliknya minngu pertama post partum, 40% pasien mengalami serangan yang
hebat, karena turunnya kadar estradiol. Pemakaian pil kontrasepsi juga
meningkatkan serangan migrain.
21
Makanan. Makanan yang sering menyebabkan nyeri kepala pada beberapa orang
antara lain: makanan yang bersifat vasodilator (histamin, contoh: anggur merah,
natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin, contoh: keju; feniletilamin, contoh: coklat;
kafein), dan zat tambahan pada makanan (natrium nitrit, monosodiaum
glutamat/MSG, dan aspartam).
Stres
Rangsangan sensorik.
Sinar yang terang dan sinar yang menyilaukan.
Bau menyengat, termasuk bau yang tidak menyenangkan seperti tinner dan asap
rokok.
Faktor fisik.
Kegiatan fisi yang berlebihan termasuk aktivitas seksual.
Perubahan pola tidur, termasuk terlalu banyak tidur atau terlalu sedikit tidur, dan
gangguan saat tidur.
Perubahan lingkungan. Seperti: cuaca, musim, tingkat dataran tinggi, tekanan
barometer, atau zona waktu.
Alkohol.
Merokok.
b. Tension type headache (Nyeri kepala tegang)
22
Peristiwa stres tertentu
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus sekitar 87%,
exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time
depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya
defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.
depresi
kecemasan
kurang tidur atau perubahan pola tidur rutin
Jadwal tidur yang berubah juga bisa membuat sakit kepala, misalnya tidur
terlambat. Sebisa mungkin tidur teratur.
tidak makan
Hindari makan atau minum sesuatu yang sensitif, khususnya sebelum
melakukan kegiatan fisik. Rasa lapar juga bisa membuat kita sakit kepala. Pasalnya,
pembuluh darah akan melebar setiap kali kadar gula darah turun. Jadi, sebisa
mungkin makan secara teratur.
Posisi tubuh yang salah saat tidur
Sakit kepala karena tegang. Gejalanya diawali dengan ketegangan di otot leher,
bahu, dan tengkorak akibat tekanan emosional. Sakitnya selalu berawal dari kepala
belakang, merambat ke depan, lalu ke kedua sisi kepala.
Bekerja dalam posisi yang tidak enak
23
Leher tegang akibat bekerja sambil duduk yang terlalu lama, misalnya mengetik
dengan komputer.
kurangnya aktifitas fisik
kegiatan fisik yang intens, termasuk aktifitas seksual, perubahan hormonal yang
berhubungan dengan menstruasi, kehamilan, atau penggunaan hormon,
penggunaan obat untuk sakit kepala yang berlebihan.
c. Cluster
Penyebab pasti sakit kepala cluster tidak diketahui, tetapi ketidak normalan pada
hypothalamus sepertinya berperan. Serangan cluster terjadi seperti rutinitas harian,
dan siklus periode cluster sering mengikuti musim dalam setahun. Pola ini
menunjukkan pola jam biologis tubuh terlibat. Pada manusia, jam biologis tubuh
terdapat pada hypothalamus, yang berada di dalam pada tengah otak.
Ketidaknormalan hypothalamus menerangkan waktu dan siklus alami sakit kepala
cluster. Penelitian mendeteksi peningkatan aktifitas pada hypothalamus menajdi
sumber sakit kepala cluster. Faktor lain yang mungkin juga terlibat adalah:
Hormon
Orang dengan sakit kepala cluster memiliki ketidaknormalan tingkat hormon
tertentu, seperti melatonin dan cortisol, terjadi saat periode cluster.
Neurotransmitter
24
Berubahnya tingkat beberapa reaksi kimia yang membawa impuls syaraf pada otak
(neurotransmitter), seperti serotonin, mungkin memiliki peran dalam tumbuhnya
sakit kepala cluster.
Tidak seperti migrain atau sakit kepala karena ketegangan, sakit kepala cluster
umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan hormon atau
stress. Tapi sekali periode cluster mulai, mengkonsumsi alkohol dapat dengan cepat
memicu pecahnya sakit kepala karena alkohol adalah pemicu tercepat terjadinya
sakit kepala selama periode klaster dan juga dapat memiliki efek bahkan sebelum
minuman pertama selesai. Untuk alasan ini, banyak orang dengan sakit kepala
cluster menghindari alkohol pada saat durasi periode cluster. Pemicu lain yang
mungkin juga termasuk adalah penggunaan obat medis, seperti nitroglycerin, obat
yang digunakan untuk penyakit jantung.
MANIFESTASI KLINIS
A. Migren
Tanda dan gejala migren bervariasi di antara penderita. Terdapat 4 fase yang umum
terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak harus selalu dialami oleh
penderita. (Wikipedia)
Fase-fase tersebut antara lain:
Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa
perubahan mood, iritabel, depresi atau euforia, perasaan lemah, letih, lesu, tidur
25
berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (coklat) dan gejala lainnya.
Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase in
memberi pertanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan
migren.
Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migren. Fase ini mucul bertahap selama 5-20 menit, dan
bertahan kurang dari 60 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik,
motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% kasus dan merupakan gejala neurologis yang paling
umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma: tampak bintik-
bintik kecil yang banyak, gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi
lapangan pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan
(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adnya skotoma ( fenomena
negatif) yang bisa timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena
ini bisa timbul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang
dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul
nyeri kepala. Walaupun ada juga yang melaporkan tanpa periode laten.
Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya
berlokasi di daerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam
menyebar secara difus ke arah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam
pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak berlangsung pada 1-48 jam.
Intensitas nyeri nerkisar dari sedang sampai berat dan dapat mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
26
Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, iritabel, konsentrasi terganggu, dan
perubahan mood. Akan tetapi, beberapa orang merasa ‘segar’ atau euforia setelah
serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan lemas.
B. Tension type headache (Nyeri kepala tegang)
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada tension-typeheadache adalah:
Tidak ada gejala prodnormal atupun aura.
Nyeri dapat ringan hingga sedang maupun berat.
Tumpul, seperti ditekan atau diikat. Tidak berdenyut.
Menyeluruh atau difus (tidak hanya pada satu titik atau satu sisi), nyeri lebih hebat
di daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher.
Terjadi secara spontan.
Memburuk atau dicetuskan oleh stres dan kelelahan.
Adanya insomnia.
Iritabilitas.
Gangguan konsentrasi.
Kadang-kadang disertai vertigo.
Beberapa orang mengeluh rasa tidak nyaman didaerah leher, rahang, dan
temporomandibular.
Cluster
27
Tanda dan gejala kususnya adalah :
Sakit yang mengerikan, biasanya terdapat pada atau sekitar mata, tapi dapat
merambat pada area lain di wajah, kepala, leher dan pundak.
Sakit pada satu sisi
Kegelisahan
Keluar air mata secara berlebihan
Mata merah sebagai efek samping
Lendir atau basah pada lubang hidung sebagai efek samping pada wajah
Berkeringat, kulit pucat pada wajah
Bengkak di sekitar mata sebagai efek samping pada wajah
Ukuran pupil yang mengecil
Kelopak mata yang layu
PATOFISILOGI
a. Migren
Migren headache merupakan gangguan nyeri kepala ditandai dengan adanya
serangan nyeri yang berkepanjangan dan tiba-tiba dengan vasokonstriksi yang
diikuti dengan vasodilatasi. Migren headache dapat diawali dengan adanya aura
atau berbagai sensasi prodromal seperti silau, penglihatan ganda dsb dimana ini
28
merupakan indikasi adanya disfungsi serebral fokal. Berkenaan dengan migren ini
dikatakan bahwa kemungkinan disebabkan oleh ketegangan emosional yang
berkepanjangan. Ini akan menyebabkan reflek vasospasmus dari beberapa arteri di
kepala termasuk arteri yang mensuplai otak. Vasospasmus akan menyebabkan
sebagian otak menjadi iskemik dan menyebabkan gejala prodromal. Iskemik yang
berkepanjangan menyebabkan dinding vaskular menjadi flasik dan tidak mampu
mempertahankan tonus vaskular. Desakan darah menyebabkan pembuluh darah
berdilatasi dan terjadi peregangan dinding arteri sehingga menyebabkan nyeri atau
migren.
b. Tension type headache (Nyeri kepala tegang)
Tension headache merupakan nyeri kepala yang pada umumnya disebabkan
oleh ketegangan dan kontraksi otot-otot leher dan kepala. Ini akan menyebabkan
tekanan pada serabut syarafdan konstriksi pembuluh darah pada dasar leher yang
pada gilirannya akan makin menambah tekanan dan menyebabkan buangan sisa
(asam laktat) menumpuk. Akumulasi ini menyebabkan timbulnya nyeri.
Ketegangan otot ini pada umumnya merupakan reaksi yang tidak disadari terhadap
stres. Akan tetapi, aktifitas-aktifitas yang membutuhkan kepala harus bertahan pada
satu posisis dapat menyebabkan nyeri kepala jenis ini, ataupun tidur dengan letak
leher yang tidak benar(tegang)dapat merpakan penyebab tension headache.
c. Cluster
Focus patofisiologi di arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus
perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus
29
trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia
sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif di dan sekitar
pleksus membawa impuls-impuls ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di
daerah periorbital, retroorbital dan dahi.
PENATALAKSANAAN
a. Migren
Terdiri dari 2 macam, yaitu:
Pengobatan akut/segera (abortif). Jenis obat yang dipakai adalah:
Aspirin dan NSAID dosis tinggi (900 mg) untuk serangan ringan serta sedang.
Kombinasi analgesik dan antiemetik, contoh: aspirin dengan metoklopramid atau
parasetamol dengan domperidon untuk serangan ringan sampai sedang.
Analgesik yang mengandung opiat, contoh: almotriptan, eletriptan, frovatriptan,
naratriptan, sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan yang terdapat dalam bentuk
sediaan oral, semprotan hidung, subkutan, dan rektal supositoria. Sediaan oral
sesuai untuk intensitas nyeri kepala ringan sampai sedang untuk menjaga
absorbsinya. Obat ini harus diberikan dengan dosis optimal dan sebaiknya diulang
setiap 2 jam (untuk naratriptan setiap 4 jam), sampai nyeri kepala hilang
sepenuhnya atau telah mecapai dosis maksimal. Golongan triptan sebaiknya tidak
digunakan dalam 24 jam setelaj pemakaina triptan jenis lain.
30
Dihidroergotamin (DHE) untuk semua jenis serangan.
Pengobatan preventif (profilaksis). Macam-macam obat pilihan pertama yang
dianggap efektif dalam pengobatan preventif adalah:
Penyekat-ß misalnya atenolol, bisoprolol, metoprolol, nadolol, propanolol, dan
timolol.
Pemakaian penyekat –β dikontraindikasikan pada sinus bradikardi, penyakit paru
obstruktif (asma), dan DM.
Antagonis serotonin (5-HT2), misalnya: metisergid dan siproheptadin.
Antidepresan trisiklik, misalnya amitriptilin.
Penyekat-Ca, misalnya: flunarisin dan verapramil
Meningkatkan ambang rangsang nyeri .
Antikomvulsan, misalnya:Na valproat dan topiramat.
b. Tension type headache (Nyeri kepala tegang)
Terapi Non-farmakologi
melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit
perubahan posisi tidur
pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain
Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah :
31
Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau
saat menonton televisi
Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Contoh :
Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,
misalnya karena anxietas atau depresi pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti
amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis
memicu rebound headache
c. Cluster
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
Obat-obat terapi abortif:
Oksigen
Ergotamin
32
Dosis sama dengan dosis untuk migrain
Sumatriptan
Obat-obat untuk terapi profilaksis:
Verapamil
Litium
Ergotamin
Metisergid
Kortikosteroid
Topiramat
Terapi Nonfarmakologi headache:
Terapi Akupuntur
Penggunaan akupuntur dilakukan di titik-titik yang direkomendasikan
menggunakan 10 sampai 12 jarum, 30 menit per minggu, selama 10 hingga 12
minggu.
Latihan fisik
Latihan fisik mengurangi intensitas dan bahkan membebaskan sakit kepala sebagian
pasien hingga enam bulan. Selain itu juga bisa dilakukan latihan olahraga yang
mengarah pada otot-otot bahu dan leher, masing-masing selama 100 kali, dan
ditambah pula dengan mengayuh sepeda ergonomik serta peregangan.
33
Latihan relaksasi
Latihan relaksasi mencakup latihan pernapasan, teknik mengendalikan stres, serta
bagaimana bersikap rileks selama beraktivitas dan dalam menjalani hidup sehari-
hari.
34
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik
perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi,
toksis (akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi
misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada
neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga
kombinasi.
Sakit Kepala merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi. Beberapa
orang sering mengalami sakit kepala, sedangkan yang lainnya hampir tidak pernah
merasakan sakit kepala.
Sekarang ini banyak sekali obat-obat sakit kepala yang dijual bebas di toko-toko
obat atau apotik. Di televisi juga banyak iklan yang menawarkan obat sebagai
solusi sakit kepala. Namun hampir semua obat tersebut tidaklah mampu mengatasi
sakit kepala dengan sebenar-benarnya. Memang untuk reaksinya sangat cepat dalam
meredakan sakit kepala, namun di lain waktu ia akan kambuh kembali. Akibatnya
kita menjadi ketergantungan dan bila dikonsumsi terus penerus dapat menyebabkan
pembuluh darah kian tersumbat.
35
DAFTAR PUSTAKA
Andrea C. Adams, MD (2008). Mayo Clinic Essential Neurology. Mayo
Foundation
Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The
American Journal of Managed Care. Juni 2006. p256-61.
Romanoff ME. Neuropathic Pain. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers
JN. Decision Making in Pain Management. 2nd ed. Philadelphia: Mosby,
2006: p86-89
36