OPTIMASI CAMPURAN ASAM SITRAT–ASAM TARTRAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN
GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Lucia Esti Purwandari NIM : 038114061
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
OPTIMASI CAMPURAN ASAM SITRAT–ASAM TARTRAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN
GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Lucia Esti Purwandari NIM : 038114061
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dunia ini penuh dengan kebaikan..........
Hal-hal kecil yang mendatangkan kesenangan..........
Namun Kristus memenuhi hidup kita dengan sukacita,
Yang melampaui segala harta dunia
Tuhan, kiranya aku menjadi cahaya gemilang,
Dalam segala perkataan dan perbuatan,
Kasih-Mu yang terpancar melalui hidupku,
Kiranya menuntun seseorang kepada-Mu
(Sper)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk : Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku
Bapak‐ibu tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku….. Adikku Anggara dan Sinta Teman‐teman angkatan 2003
Sahabat‐sahabatku untuk segala dukungannya Almamaterku
v
PRAKATA
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, dan penyertaan yang dilimpahkan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) pada program studi ilmu
farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Agatha Busi Susiana Lestari, S.Si., Apt., yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis.
5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
vi
6. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. Si., Apt., selaku dosen yang telah
memberikan arahan, saran, dan bantuan kurkumin baku hasil sintesis.
8. Bapak Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen yang telah meluangkan
waktu untuk memberi pengarahan dan saran kepada penulis demi
kesempurnaan skripsi ini.
9. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen yang telah meluangkan
waktu untuk memberi pengarahan dan saran kepada penulis demi
kesempurnaan skripsi ini.
10. Bapak Musrifin, Mas Agung, Bapak Iswandi, Bapak Sukiran, Mas Ottok, Mas
Wagiran, dan Mas Andri, selaku laboran yang telah memberikan bantuan
selama penelitian ini berlangsung.
11. Rekan-rekan kelompok effervescent (Tyas Ayu Puspita dan Made Dwi
Rantiasih ), atas kerja sama dan kebersamaannya mulai dari awal penelitian
sampai akhir penyusunan skripsi ini. Nunuk yang telah banyak memberikan
bantuan selama penelitian berlangsung.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.
Namun, penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun,
vii
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Harapan penulis skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
viii
ix
INTISARI
Temulawak termasuk jenis temu-temuan yang mempunyai banyak khasiat. Granul effervescent dipilih sebagai alternatif bentuk sediaan karena dapat memberikan sensasi yang menyegarkan, nyaman, mudah digunakan, dan penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat dapat dilakukan dalam waktu seketika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan uji sifat fisik granul effervescent yang berlaku, mengetahui efek yang paling dominan dalam menentukan masing-masing sifat fisik granul effervescent, dan mencari komposisi optimum yang dapat menghasilkan granul effervescent yang baik. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode desain faktorial, dengan 2 faktor dan 2 level. Sifat fisik granul effervescent yang diuji untuk melihat faktor yang paling dominan adalah kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. Uji sifat fisik tersebut digunakan untuk menentukan area komposisi optimum formula granul effervescent yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa granul effervescent yang dihasilkan memenuhi persyaratan uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. Natrium bikarbonat berpengaruh dominan terhadap semua sifat fisik granul effervescent. Pada level yang diteliti diperoleh area komposisi optimum campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan sifat fisik yang dikehendaki. Kata kunci : asam sitrat, asam tartrat, natrium bikarbonat, granul effervescent,
ekstrak rimpang temulawak, metode desain faktorial
x
ABSTRACT
Turmeric was claimed of having many indications. Effervescent granules were chosen as the alternative of dosage form because effervescent granules gave the fresh sensation, comfortable, easy to use, and preparation of liquid with accurate dosage could be done as soon as possible. This research was aimed to find out whether effervescent granules which was produced could fulfill the requirement of valid effervescent granules’ physical properties test, to know the most dominant effect in defining each of effervescent granules’ physical properties, and to find out the optimum composition which could produce good effervescent granules. This research was done according to factorial design method, with two factors and two levels. The effervescent granules’ physical properties that are tested to find out the most dominant factors are flow rate, moisture content, and dissolution time. These physical properties tests were used to get to know the most optimum composition area of granules formula produced. The result of this research showed that effervescent granules which were produced had fulfilled the test requirement of flow rate, moisture content, and dissolution time. sodium bicarbonate had a dominant effect toward the entire physical properties of effervescent granules. At this researched level, the optimum composition of combination between citric acid-tartaric acid and sodium bicarbonate which was produced a certain physical properties of effervescent granules was found. Keywords: citric acid, tartaric acid, sodium bicarbonate, effervescent granules,
turmeric extract, factorial design method.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v
PRAKATA…………………………………………………………………….. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………. ix
INTISARI……………………………………………………………………… x
ABSTRACT……………………………………………………………………. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………xvii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. xx
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang......……………………………………………………… 1
1. Permasalahan...…………………………………………………....... 4
2. Keaslian penelitian..……………………………………………....... 4
3. Manfaat penelitian.............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Temulawak
1. Nama ………..…………………………………………………….... 7
xii
2. Morfologi…………………………………………………………... 7
3. Kandungan kimia…………………………………………………... 8
4. Sifat dan khasiat……………………………………………………. 8
B. Kurkumin……………………………………………………………….. 9
C. Ekstrak………………………………………………………………….. 10
D. Maserasi………………………………………………………………… 11
E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri………………………… 12
F. Granul Effervescent…………………………………………………….. 14
G. Metode Pembuatan Granul Effervescent
1. Metode kering……………………………………………………… 16
2. Metode basah………………………………………………………. 16
H. Bahan Tambahan pada Pembuatan Granul Effervescent
1. Sumber asam………………………………………………………. 18
2. Sumber karbonat…………………………………………………… 19
3. Bahan pengisi………………………………………………………. 19
4. Bahan pengikat………………………………………………......... 19
I. Pemerian Bahan
1. Asam sitrat……………………………………………………........ 19
2. Asam tartrat………………………………………………………... 20
3. Natrium bikarbonat………………………………………………… 20
4. Laktosa…………………………………………………………….. 20
5. Aspartam…………………………………………………………… 21
6. Polivinil pirolidon (PVP)………………………………………….. 22
xiii
J. Sifat Fisik Granul Effervescent
1. Sifat alir…………………………………………………………….. 23
2. Kandungan lembab granul……………………………………......... 24
3. Waktu larut……………………………………………………......... 25
K. Desain Faktorial………………………………………………………… 25
L. Landasan Teori………………………………………………………….. 28
M. Hipotesis………………………………………………………………… 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 30
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian…………………………………………………… 30
2. Definisi operasional………………………………………………….. 31
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian……………………………………………………… 33
2. Alat penelitian………………………………………………………... 34
D. Skema Jalannya Penelitian……………………………………………… 35
E. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan rimpang temulawak…………………………………. 36
2. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak…………………...... 36
3. Pembuatan simplisia dan pembuatan serbuk simplisia rimpang
temulawak………………………………………………………...... 36
4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan
pelarut etanol 96%.............................................................................. 37
xiv
5. Standarisasi ekstrak rimpang temulawak………………………....... 38
6. Perhitungan dosis………………………………………………....... 41
7. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat
dan natrium bikarbonat…………………………………………….. 41
8. Optimasi formula granul effervescen t ekstrak rimpang
temulawak………………………………………………………….. 41
9. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi basah....... 42
10. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak……. 43
11. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area
komposisi…………………………………………………………… 43
12. Analisis hasil……………………………………………………….. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak……………………………… 45
B. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Serbuk Temulawak……................ 45
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak……………………….. 46
D. Penetapan Kadar Kurkumin
1. Pembuatan kurva baku kurkumin…...……………………………… 48
2. Penetapan recovery dan koefisien variasi………………………….. 49
3. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang
temulawak menggunakan KLT densitometri ………………............ 49
E. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak
1. Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak………........ 50
2. Hasil uji daya lekat……………………………………………........ 51
xv
3. Hasil uji viskositas………………………………………………….. 52
4. Hasil uji kandungan lembab………………………………………… 53
5. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)……………………......... 53
F. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent………………………... 57
G. Hasil Uji Sifat Fisik Granul Effervescent
1. Kecepatan alir…………………………………………………......... 60
2. Kandungan Lembab………………………………………………… 63
3. Waktu larut……………………………………………………......... 66
H. Contour Plot Sifat Fisik Granul………………………………………… 69
I. Penentuan Area Formula Granul Effervescent Optimum......................... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………... 75
B. Saran……………………………………………………………………. 75
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 76
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 80
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………………..105
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor
dan 2 level....………………………………………………… 26
Tabel II Level rendah dan level tinggi formula granul effervescent
ekstrak rimpang temulawak………………………………….. 41
Tabel III Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak…… 42
Tabel IV Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area
kromatogram……………..……………………………… 48
Tabel V Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab
ekstrak rimpang temulawak………………………………….. 50
Tabel VI Hasil uji deteksi bercak kurkumin baku, kurkumin dalam ekstrak
rimpang temulawak, dan demetoksikurkumin dalam ekstrak
rimpang temulawak secara KLT..……..................................... 56
Tabel VII Hasil pengukuran uji sifat fisik granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak………….………………………………. 60
Tabel VIII Hasil perhitungan efek sifat fisik granul berdasarkan
desain faktorial……………………………………….....……. 60
Tabel IX Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area
kromatogram………...……………………………………….. 81
Tabel X Hasil recovery 0,12 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XI Hasil recovery 0,14 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XII Hasil recovery 0,18 µg/µl………………………..…………… 82
xvii
Tabel XIII Hasil recovery 0,23 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XIV Hasil recovery 0,35 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XV Kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak.... 83
Tabel XVI Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak…………...... 85
Tabel XVII Hasil uji viskositas ekstrak rimpang temulawak……………... 85
Tabel XVIII Hasil penimbangan ekstrak dalam uji kandungan lembab…… 85
Tabel XIX Hasil uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak…… 86
Tabel XX Hasil uji kecepatan alir granul effervescent………………….. 92
Tabel XXI Hasil uji kandungan lembab granul effervescent…………….. 92
Tabel XXII Hasil uji waktu larut granul effervescent…………………….. 92
Tabel XXIII Respon kecepatan alir granul effervescent…………………… 93
Tabel XXIV Respon kandungan lembab granul effervescent……………… 96
Tabel XXV Respon waktu larut granul effervescent………………………. 97
Tabel XXVI Pengaruh asam terhadap kecepatan alir………………………. 98
Tabel XXVII Pengaruh basa terhadap kecepatan alir……………………….. 98
Tabel XXVIII Pengaruh asam terhadap kandungan lembab…………………. 98
Tabel XXIX Pengaruh basa terhadap kandungan lembab.…………………. 98
Tabel XXX Pengaruh asam terhadap waktu larut…………………………. 99
Tabel XXXI Pengaruh basa terhadap waktu larut….………………………. 99
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur kurkumin……………………………………………….... 9
Gambar 2 Struktur demetoksikurkumin…………………………………….. 9
Gambar 3 Skema jalannya penelitian………………………………………… 35
Gambar 4 Kurva hubungan antara kadar kurkumin standar dengan area
kromatogram……………………………………………………… 48
Gambar 5 Foto hasil KLT pada UV 254 nm…………………………………. 54
Gambar 6 Foto hasil KLT pada UV 365 nm…………………………………. 55
Gambar 7 Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kecepatan
alir granul effervescent……………………………………………. 61
Gambar 8 Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kandungan
lembab granul effervescent………………………………………... 64
Gambar 9 Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap waktu
larut granul effervescent………………………………………... 67
Gambar 10 Contour plot kecepatan alir granul effervescent………………….. 70
Gambar 11 Contour plot kandungan lembab granul effervescent…………….. 71
Gambar 12 Contour plot waktu larut granul effervescent…………………...... 72
Gambar 13 Contour plot super imposed granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak………………………………………………………… 74
Gambar 14 Kromatogram kurva baku…………………………………………. 84
Gambar 15 Kromatogram sampel…………………………………………….. 86
Gambar 16 Foto tanaman temulawak………………………………………… 100
xix
Gambar 17 Foto rimpang temulawak………………………………………… 101
Gambar 18 Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalam
penelitian…………………………………………………………. 102
Gambar 19 Foto granul dan larutan granul effervescent formula 1………….. 103
Gambar 20 Foto granul dan larutan granul effervescent formula a………….. 103
Gambar 21 Foto granul dan larutan granul effervescent formula b………….. 104
Gambar 22 Foto granul dan larutan granul effervescent formula ab………… 104
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat pengesahan determinasi tanaman temulawak…………… 80
Lampiran 2 Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area
kromatogram untuk pembuatan kurva baku……………………. 81
Lampiran 3 Hasil recovery………………………………………………….. 82
Lampiran 4 Hasil penetapan kadar kurkumin dalam sampel……………….. 83
Lampiran 5 Perhitungan dosis ekstrak rimpang temulawak………………... 84
Lampiran 6 Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak
rimpang temulawak………………............................................. 85
Lampiran 7 Perhitungan nilai Rf kurkumin baku, kurkumin dalam sampel
ekstrak, dan demetoksikurkumin dalam sampel ekstrak
berdasarkan hasil KLT…………………………………………. 87
Lampiran 8 Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat
dan natrium bikarbonat………………………………………… 88
Lampiran 9 Hasil uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut
granul effervescent …………………………………………….. 92
Lampiran 10 Perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul effervescent.... 93
Lampiran 11 Hasil perhitungan nilai kecuraman kurva (slope) berdasarkan
perhitungan regresi linier………………………………………. 98
Lampiran 12 Foto tanaman temulawak………………………………………. 100
Lampiran 13 Foto rimpang temulawak………………………………………. 101
xxi
Lampiran 14 Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalam
pembuatan granul effervescent………………………………… 102
Lampiran 15 Foto granul dan larutan granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak…………………………………………………….. 103
xxii
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Temulawak termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan merupakan tanaman asli
Indonesia (Dalimarta, 2003). Banyak khasiat dari rimpang temulawak, misalnya
sebagai obat batu empedu, mengobati radang kronis kandung empedu, mengobati
gangguan fungsi hati, dan penambah nafsu makan.
Penggunaan temulawak sebagai obat tradisional mempunyai kelemahan,
antara lain kurang tepat dosis dan mempunyai keterbatasan dalam hal bentuk
sediaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan formulasi untuk
menghasilkan bentuk sediaan yang sesuai yang dapat diterima oleh masyarakat.
Granul effervescent dipilih sebagai alternatif bentuk sediaan yang sesuai karena
dapat memberikan sensasi yang menyegarkan, nyaman, mudah digunakan, dan
penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat dapat dilakukan dalam waktu
seketika. Granul effervescent merupakan granul yang mengandung campuran
asam dan basa, yang bila ditambah dengan air, asam dan basanya akan bereaksi
menghasilkan karbondioksida. Dengan demikian, obat yang diberikan dalam
bentuk sediaan granul effervescent akan memberikan sensasi yang menyegarkan
yang disebabkan oleh pelepasan karbondioksida (Ansel, 1989).
Telah dilakukan suatu penelitian oleh Sari (2006) tentang optimasi
formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan kombinasi asam
1
2
sitrat dan asam tartrat aplikasi metode desain faktorial. Dalam penelitian tersebut
diuji sifat fisik granul effervescent yang dibuat dengan kombinasi asam (asam
sitrat dan asam tartrat). Basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Namun,
penelitian tersebut tidak membahas pengaruh natrium bikarbonat dalam
menentukan sifat fisik granul effervescent yang dibuat. Berdasarkan penelitian
tersebut, dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti kombinasi asam dan basa
yang digunakan sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak. Basa (natrium bikarbonat) mempunyai peranan penting
dalam memformulasi suatu sediaan effervescent karena natrium bikarbonat
merupakan sumber karbondioksida utama (sebesar 52% CO2) yang menentukan
sistem effervescent yang dihasilkan. Sifat natrium bikarbonat yang tidak
higroskopis akan mencegah terjadinya penyerapan lembab yang berlebih, dimana
lembab yang terkandung dalam natrium bikarbonat adalah kurang dari 1% pada
suhu kamar.
Dalam formulasi granul effervescent ini, pemilihan kombinasi asam
sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sesuai dengan formulasi garam
effervescent resmi yang masih ada (Ansel, 1989). Sediaan effervescent biasanya
diolah dari kombinasi asam sitrat dan asam tartrat dan tidak dari asam tunggalnya,
karena penggunaan asam tunggal akan menimbulkan kesukaran. Jika hanya
digunakan asam sitrat saja, maka akan menghasilkan campuran yang lekat dan
sukar menjadi granul. Jika hanya asam tartrat sebagai asam tunggal, maka granul
effervescent yang dihasilkan akan mudah menggumpal dan akan menghasilkan
reaksi effervescent yang prematur (Ansel, 1989). Asam tartrat lebih mudah larut
3
daripada asam sitrat. Asam sitrat mempunyai kekuatan asam yang tinggi, sifat alir
bagus, tidak begitu higroskopis dibandingkan dengan asam tartrat, dan relatif
murah. Kandungan lembab diminimalkan dengan tetap menjaga kondisi
percobaan, yaitu dilakukan pada ruangan dengan kelembaban relatif antara 50-
53%. Dengan demikian, penggunaan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan
natrium bikarbonat sangat penting dalam pembuatan granul effervescent. Oleh
karena itu, perlu dilakukan optimasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium
bikarbonat untuk menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode desain faktorial.
Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui efek asam sitrat-asam
tartrat, efek natrium bikarbonat, atau efek interaksi asam sitrat-asam tartrat dan
natrium bikarbonat yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent. Efek-efek tersebut dilihat untuk mengetahui faktor mana yang paling
dominan dalam menentukan perubahan respon, kombinasi asam sitrat-asam
tartrat, natrium bikarbonat, atau interaksi asam sitrat-asam tartrat dan natrium
bikarbonat. Juga dapat diketahui area komposisi optimum asam sitrat-asam tartrat
dan natrium bikarbonat berdasarkan contour plot super imposed, dimana area
tersebut diprediksi sebagai formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak dengan kombinasi asam sitrat–asam tartrat dan natrium bikarbonat,
terbatas pada level yang diteliti.
4
1. Permasalahan
a. Apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan
kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang
baik?
b. Efek manakah yang paling dominan, efek campuran asam sitrat-asam tartrat,
efek natrium bikarbonat, atau efek interaksi, dalam menentukan kecepatan
alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik?
c. Apakah campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat dengan
komposisi tertentu dapat menghasilkan area yang optimum untuk pembuatan
granul effervescent ekstrak rimpang temulawak?
2. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian mengenai sediaan effervescent ekstrak rimpang
temulawak yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. optimasi formula tablet effervescent ekstrak rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dengan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat : aplikasi
metode desain faktorial (Wulandari, 2006).
2. optimasi formula granul effervescent ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dengan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat aplikasi
metode : desain faktorial (Sari, 2006).
3. optimasi campuran asam tartrat dan asam fumarat sebagai eksipien pada
pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) secara granulasi basah : aplikasi desain faktorial
(Chrystyani, 2005).
5
4. optimasi natrium sitrat dan asam fumarat dalam pembuatan granul effervescent
ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara granulasi basah
(Natalia, 2006).
Sejauh pustaka yang telah ditelusuri peneliti, penelitian mengenai
optimasi campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sebagai
eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) secara granulasi basah dengan metode desain
faktorial belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Dari penelitian ini diharapkan ada manfaat teoritis yang dicapai yaitu
memperkaya pengetahuan ilmu kefarmasian, khususnya mengenai penggunaan
campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat serta pengaruhnya
terhadap sifat fisik granul effervescent.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu menghasilkan
suatu sediaan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang berkhasiat,
mudah digunakan, praktis, dan dapat diterima oleh masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi
persyaratan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul
effervescent yang baik.
6
2. Mengetahui apakah efek campuran asam sitrat-asam tartrat, efek natrium
bikarbonat, atau efek interaksi yang dominan dalam menentukan kecepatan
alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik.
3. Mengetahui ada tidaknya area komposisi optimum campuran asam sitrat-asam
tartrat dan natrium bikarbonat yang dapat menghasilkan granul effervescent
yang memenuhi persyaratan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu
larut.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Temulawak
1. Nama
a. Nama tanaman : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
b. Sinonim : C. zerumbed majus Rumph.
c. Nama daerah : Sumatera : temulawak. Jawa : koneng gede, temu raya, temu
besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak. Madura : temulobak. Bali : Tommo.
Sulawesi Selatan : tommon. Ternate : karbanga
d. Nama simplisia : Curcumae Rhizoma (rimpang temulawak)
(Dalimarta, 2003).
2. Morfologi
Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun
berbatang semu yang dapat mencapai ketinggian 2–2,5 m. Tiap rumpunnya terdiri
atas beberapa tanaman dan tiap tanaman memiliki 2–9 helai daun. Daun tanaman
temulawak berbentuk panjang dan agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu tulang
daun bergaris hitam. Panjang daun sekitar 50–55 cm, lebarnya 18 cm, dan tiap
helai daun melekat pada tangkai daun yang posisinya menutupi secara teratur
(Anonim, 1979 b). Perbungaan bentuk bulir, daun pelindung bentuk corong,
kelopak berwarna putih, mahkota bentuk tabung warna putih kekuningan, benang
sari kuning muda, kepala sari putih, putik kuning keputihan. Buah kotak warna
putih kekuningan (Soedibyo, 1998).
7
8
Rimpang temulawak dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang
cabang. Rimpang induk (empu) bentuknya jorong atau gelendong, berwarna
kuning tua atau coklat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga coklat. Rimpang
cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuh ke arah
samping, bentuknya bermacam-macam, warnanya lebih muda. Akar-akar di
bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil. Rimpang temulawak
termasuk yang paling besar di antara semua rimpang marga Curcuma.
Rimpangnya dipanen jika bagian-bagian tanaman yang ada di atas tanah sudah
mulai kering dan mati. Biasanya sekitar 9 – 24 bulan (Dalimarta, 2003).
3. Kandungan kimia
Kandungan kimia dari temulawak antara lain : minyak atsiri, kurkumin,
zat pati, dan xantorhizol (Soedibyo, 1998). Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma
yang khas dan tidak toksik, terdiri dari kurkumin yang mempunyai aktivitas
antiradang dan demetoksikurkumin (Dalimarta , 2003). Kandungan kurkumin
dalam rimpang temulawak berkisar antara 1,6%-2,22% dihitung berdasarkan berat
kering (Rukmana, 1994).
4. Sifat dan khasiat
Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Rimpang
temulawak digunakan untuk pengobatan dan mengatasi : hepatitis, sakit kuning
(jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung empedu (kolesistitis kronik),
meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung, tidak nafsu makan
(anoreksia), demam, pegal linu, rematik, memulihkan kesehatan setelah
melahirkan, sembelit, diare, batu empedu (kolelitiasis), kolesterol darah tinggi
9
(hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di muka, jerawat, wasir, dan
produksi ASI sedikit (Dalimarta, 2003).
B. Kurkumin
Fraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak terdiri dari kurkumin dan
desmetoksikurkumin (Dalimarta, 2003). Fraksi kurkuminoid dari rimpang
temulawak yang mempunyai aktivitas farmakologi utama adalah kurkumin.
Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar antara 1,6-2,22%
dihitung berdasarkan berat kering. Kurkumin mempunyai khasiat yaitu
meningkatkan sekresi empedu, menghilangkan nyeri sendi, menurunkan kadar
kolesterol darah, antibakteri, mencegah perlemakan sel hati, antihepatotoksik, dan
antioksidan (Rukmana, 1994).
Struktur kurkuminoid (Stahl, 1985) yaitu :
HO
H3CO
CH
CH
C
O
H2C C
O
CH
CH
OH
OCH3 Gambar 1. Struktur kurkumin
HO
H
CH
CH
C
O
H2C C
O
CH
CH
OH
OCH3 Gambar 2. Struktur demetoksikurkumin
Nama kimia dari kurkumin adalah 1,7-bis (4-hidroksi-3-metoksifenil)-
1,6-heptadiene-3,5-dione dengan rumus molekul C21H20O6 dan mempunyai bobot
10
molekul 368,4. Dalam bentuk murni, kurkumin berwarna orange kekuningan dan
berbentuk hablur. Kurkumin bersifat tidak larut dalam air, eter, tetapi relatif lebih
mudah larut dalam pelarut organik seperti etanol, methanol, asam asetat glasial.
Kurkumin sangat peka terhadap cahaya, baik dalam bentuk padatan maupun
larutan. Degradasinya akan berjalan lebih cepat di bawah sinar ultraviolet
(Tonnesen dan Karisen, 1985).
Kelarutan kurkumin dalam air adalah 0,1 mg/ml (Anonim, 2006).
Kurkumin yang mempunyai titik lebur 184oC– 185oC diisolasi pertama kali pada
tahun 1815. Kurkumin tersebut tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan
aseton. Pada tahun 1910, kurkumin tersedia dalam bentuk kristalin (Majeed,
Badmaev, Shivakumar, dan Rajendran, 1995).
C. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh
cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyari, digunakan air, eter, atau
campuran etanol dan air (Anonim, 1979 a).
Pada ekstrak tumbuhan (umumnya konsentrasi etanolnya berbeda-beda),
jika bahan pengekstraksinya diuapkan sebagian atau seluruhnya, maka diperoleh
ekstrak yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi :
1. ekstrak encer (extractum tenue). Sediaan seperti itu memiliki konsistensi madu
dan dapat dituang.
11
2. ekstrak kental (extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan
tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat
ini pada umumnya juga tidak sesuai lagi dengan persyaratan masa kini.
Tingginya kandungan air menyebabkan suatu instabilitas sediaan obat
(kontaminasi bakteri) dan bahkan instabilitas bahan aktifnya (penguraian
secara kimia). Selain itu, ekstrak kental sulit untuk ditakar (penimbangan dan
sebagainya) .
3. ekstrak kering (extractum siccum). Ekstrak ini memiliki konsistensi kering dan
mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan
terbentuk suatu produk yang memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4. ekstrak cair (extractum fluidum). Merupakan suatu ekstrak yang dibuat
sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sebanding dengan dua
(kadang – kadang lebih) bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).
D. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
merendam serbuk dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
larut dan dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
dan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar. Cairan penyari
yang digunakan dapat berupa air, etanol, atau campuran air dan etanol (Anonim,
1986). Maserasi merupakan proses yang paling tepat dimana obat yang sudah
halus memungkinkan untuk direndam dalam cairan penyari sampai meresap dan
12
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel,
1989).
Dilihat dari sisi teknologi farmasinya, maserasi merupakan pilihan
metode ekstraksi yang tepat, karena proses operasional metode ini mudah
dilakukan dan bisa menghasilkan ekstrak secara maksimal. Proses maserasi tidak
membutuhkan operator khusus karena metode ini bisa dikerjakan oleh kebanyakan
orang berdasarkan prosedur kerja yang ada. Proses yang dilakukan dalam
maserasi bisa dikontrol dengan menyamakan kondisi semua percobaan. Secara
ekonomis, maserasi merupakan metode ekstraksi yang membutuhkan biaya lebih
murah daripada metode ekstraksi yang lain. Dengan demikian, proses ekstraksi
yang dilakukan akan lebih terstandar karena proses maserasi dapat dikontrol
dengan mudah (Ansel, 1989).
E. Kromatografi Lapis Tipis Densitometri
Ada dua cara dasar untuk melakukan KLT kuantitatif. Pada cara
pertama, senyawa yang akan ditetapkan kadarnya diukur langsung pada lapisan.
Pada cara kedua, senyawa diambil dari lapisan dan diukur, biasanya secara
spektrofotometri. KLT densitometri merupakan salah satu metode analisis
kuantitatif dengan cara kerja yang sederhana dan cepat (Gritter, Bobit, dan
Scwarting, 1991). Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan
dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT,
dan dibandingkan dengan kerapatan bercak senyawa standar yang dielusi
bersama-sama (Hardjono, 1985).
13
KLT densitometri juga digunakan untuk pemisahan kurkumin dari
turunan demetoksinya. KLT densitometri mengandung zat penyerap berupa
serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng, yang disebut sebagai fase diam. Fase
geraknya berupa medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase
gerak bergerak di dalam fase diam. Harga Rf diidentifikasikan sebagai
perbandingan perambatan suatu zat terhadap jarak perambatan (Anonim, 1995).
Kurkumin dapat ditetapkan kadarnya dengan teknik KLT densitometri pada 265
nm, namun sensitivitasnya hanya 0,4 μg. Pada penetapan kadar kurkumin dalam
kunyit oleh Martono (1996), diperoleh bahwa metode KLT densitometri mampu
menghitung kadar sampai 0,009 μg. Metode analisis ini cukup valid karena dapat
menghasilkan nilai recovery mendekati 100% dengan koefisien variasi kurang
dari 5%, serta limit of determination sebesar 0,009 μg (Martono, 1996).
Ada dua cara penetapan kadar dengan alat densitometer. Pertama, setiap
kali penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan
dielusi bersama dalam satu lempeng, kemudian luas daerah di bawah kurva
(AUC) sampel dibandingkan dengan harga AUC zat baku. Yang kedua, dengan
membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku
diperoleh dengan membuat totolan zat baku pada pelat KLT dengan bermacam-
macam konsentrasi (minimal tiga macam konsentrasi). Bercak yang diperoleh
dicari AUCnya dengan alat densitometer (Supardjan, 1987).
14
F. Granul Effervescent
Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar
sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran kering, biasanya terdiri dari
campuran natrium bikarbonat, asam sitrat, dan asam tartrat yang bila ditambahkan
dengan air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan karbondioksida (CO2)
sehingga menghasilkan buih. Granul effervescent sangat cocok untuk produk
dengan rasa yang pahit dan asin karena akan menutupi rasa tersebut (Ansel,
1989).
Granul effervescent dimaksudkan terlarut dalam air sebelum diberikan
kepada pasien (Allen, 2002). Kelembaban relatif dalam pembuatan granul
effervescent sangat penting karena penyerapan lembab dapat mempengaruhi
terjadinya reaksi effervescent. Kelembaban relatif untuk pembuatan granul
effervescent yaitu 25% pada temperatur 25oC atau kurang. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mencegah terserapnya uap air dari udara oleh bahan kimia
sehingga menimbulkan reaksi effervescent yang prematur (Mohrle, 1980).
Granul effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan
asam tartrat daripada hanya dengan menggunakan satu macam asam saja, karena
penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila asam
tartrat digunakan sebagai asam tunggal, maka granul yang dihasilkan akan mudah
kehilangan kekuatannya dan akan mudah menggumpal, sedangkan jika asam sitrat
saja akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar untuk digranul (Ansel,
1989).
15
Keuntungan granul effervescent sebagai suatu bentuk sediaan adalah
nyaman dan mudah dilakukan, penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat
yang dapat dilakukan dalam waktu yang seketika. Granul effervescent dapat
menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang dapat membantu
memperbaiki rasa beberapa obat tertentu. Pembuatan bentuk sediaan granul
effervescent dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada sediaan tablet
effervescent, dimana adanya kandungan lembab selama proses pentabletan dapat
menyebabkan terjadinya reaksi effervescent dini sehingga tablet tidak stabil secara
kimia (Lindberg, Engfors, dan Ericsson, 1992).
Kerugian dari granul effervescent adalah kesulitan untuk menjaga
kualitas granul effervescent karena pada saat penyimpanan memerlukan
pengemasan secara khusus di dalam kantong lembaran aluminium kedap udara
(Lachman dan Lieberman, 1989). Harga granul effervescent relatif mahal karena
mahalnya eksipien yang digunakan dan diperlukannya fasilitas produksi yang
khusus (Lindberg dkk., 1992).
G. Metode Pembuatan Granul Effervescent
Ada dua macam metode pengolahan granul effervescent yaitu metode
kering dan metode basah. Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan
formula yang tepat untuk sediaan yang akan menghasilkan pembuihan yang
efektif dan penggunaan asam–basa yang tersedia secara efisien, granul yang
stabil, dan produk yang rasanya nyaman serta manjur (Ansel, 1989).
16
1. Metode kering
Metode kering dilakukan dengan cara granulasi kering. Granulasi kering
disempurnakan dengan menggunakan peralatan khusus yang disebut roller
compactor. Prosedur granulasi kering yang lain adalah slugging dimana slugs
akan dikempa dengan menggunakan alat pengempa tablet. Kedua prosedur
tersebut digunakan untuk bahan-bahan yang tidak bisa dibuat dengan metode
granulasi basah. Metode ini akan meningkatkan kerapatan (Mohrle, 1980).
Cara ini membutuhkan lebih sedikit waktu sehingga lebih ekonomis
daripada granulasi basah. Campuran serbuk dialirkan ke dalam cetakan tablet
yang besar kemudian dikempa. Massa kompak ini disebut sebagai slugs. Slugs
dihancurkan dengan dilewatkan pada sebuah kassa untuk menghasilkan bentuk
granul dengan sifat alir yang lebih seragam daripada bentuk campuran serbuk
masing-masing (Rubinstein, 1994).
2. Metode basah
Metode basah pada pembuatan granul effervescent dilakukan dengan
cara granulasi basah. Granulasi basah meliputi pencampuran bahan-bahan kering
dengan granulating fluid untuk menghasilkan massa granul. Granulasi basah
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemanasan, dengan cairan
nonreaktif, dan dengan cairan reaktif.
a. Dengan pemanasan. Metode klasik dalam granulasi effervescent meliputi
pelepasan air dari formulasi bahan hidrat pada temperatur rendah untuk
membentuk massa granul. Bahan yang sering digunakan untuk tujuan ini adalah
asam sitrat. Jika jumlah air yang ada dalam asam sitrat maksimal, maka persentase
17
kandungan air dalam asam sitrat adalah 8,5 % (Mohrle, 1980). Sumber asam,
karbonat, dan bahan aktif dicampur dan dipanaskan hingga seluruh komponen di
dalamnya melepaskan air yang dimilikinya dan granul dapat terbentuk.
Pengadukan yang berulang-ulang diperlukan untuk menghasilkan keseragaman
komponen dalam formulasi. Kemudian granul diayak dengan cepat dan
dikeringkan dengan hati-hati (Wolfram, Tritthart, Psikerning, Andre, Kolb, dan
Gottfried, 1999).
b. Dengan cairan nonreaktif. Granulating fluid secara perlahan-lahan
ditambahkan ke dalam campuran komponen formula hingga granulating fluid
tersebut terdistribusi merata. Bahan pengikat larut alkohol seperti PVP dilarutkan
ke dalam granulating fluid kemudian ditambahkan ke dalam campuran
komponen. Massa yang terbentuk dikeringkan dalam oven. Setelah granul kering,
diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang diperlukan (Mohrle, 1980).
c. Dengan cairan reaktif. Granulating fluid yang sering digunakan dalam
metode ini adalah air. Proses ini sulit dikendalikan saat massa granul yang
terbentuk harus cepat dikeringkan untuk menghentikan reaksi effervescent yang
terjadi. Bahan-bahan yang dipilih harus dengan cepat melepaskan air yang telah
diserap. Setelah formulasi lengkap, granul langsung dapat dihasilkan (Mohrle,
1980).
H. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Granul Effervescent
Pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent lebih
sulit dibandingkan dengan pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul
18
konvensional. Kesulitan ini terkait dengan adanya kandungan lembab dalam
granul effervescent. Granul effervescent mudah hancur karena sumber asam dan
sumber karbonat akan bereaksi menghasilkan gas karbondioksida dengan adanya
air. Keberadaan air sangat mempengaruhi reaksi effervescent yang terjadi. Jika
penyerapan air terjadi setelah proses pembuatan granul, akan menyebabkan granul
menjadi tidak stabil. Bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang
sedikit atau tidak menyerap air dan bentuk hidrat yang stabil. Sifat lain yang
penting dalam pembuatan granul adalah kelarutan. Jika bahan penyusun granul
yang digunakan tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan granul akan
sulit hancur (Mohrle, 1980). Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam
pembuatan granul effervescent antara lain :
1. sumber asam
Sumber asam yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent
tersedia dari tiga sumber, yaitu food acid, anhidrida asam, dan garam asam.
Food acid paling banyak digunakan. Food acid tersedia di alam dan
digunakan untuk bahan tambahan makanan yang dapat dikonsumsi. Yang
termasuk food acid yaitu asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat, asam malat,
asam adipat, dan asam suksinat. Bentuk anhidrat dari food acid dapat
digunakan dalam produk effervescent. Ketika bercampur dengan air, asam
anhidrat terhidrolisis menjadi bentuk asamnya yang akan bereaksi dengan
sumber karbonat menghasilkan reaksi effervescent (Mohrle, 1980).
19
2. sumber karbonat
Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sebagai
sumber gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang
biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat
(NaHCO3) dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980).
3. bahan pengisi
Pada pembuatan sediaan obat dalam jumlah yang sangat kecil, diperlukan
bahan pengisi untuk memungkinkan suatu formulasi, karena bahan pengisi ini
menjamin granul mempunyai ukuran dan massa yang dibutuhkan (Voigt,
1994).
4. bahan pengikat
Bahan pengikat merupakan suatu bahan yang dapat mengikat bahan-
bahan lain menjadi satu. Bahan pengikat diperlukan untuk membantu
menghasilkan suatu granul. Bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan
granul effervescent harus bersifat larut dalam air. Contoh bahan pengikat larut
air yaitu polyvinylpyrrolidone atau polyvinylpyrrolidone-poly (vinyl acetat)-
copolymer (Lindberg dkk., 1992).
I. Pemerian Bahan
1. Asam sitrat
Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : hablur bening, tidak
berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis
20
tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Anonim,
1995). Asam sitrat tersedia dalam bentuk anhidrat atau monohidrat. Dalam
penelitian ini digunakan asam sitrat anhidrat sebagai sumber asam. Asam sitrat
sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Lindberg dkk., 1992).
2. Asam tartrat
Pemerian : hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur halus sampai
granul, warna putih; tidak berbau; rasa asam dan stabil di udara (Anonim, 1995).
Asam tartrat sangat mudah larut dalam air, yaitu larut dalam kurang dari satu
bagian air dan dalam 2,5 bagian alkohol (Lindberg dkk., 1992).
3. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian: serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab
secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok,
bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan,
digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutan : larut dalam air, tidak larut dalam
etanol (Anonim, 1995). Ukuran partikel bervariasi dari serbuk sampai granul.
Natrium bikarbonat bersifat tidak higroskopis dan pada temperatur ruangan
mempunyai kandungan lembab kurang dari 1% (Lindberg, 1992).
4. Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat
atau mengandung satu molekul air (hidrat). Pemerian : serbuk atau massa hablur,
keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara
21
tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan : mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air
dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995).
5. Aspartam
Aspartam mempunyai rasa manis yang intensif. Aspartam stabil ketika
kering. Aspartam akan terdegradasi dengan pemanasan yang lama. Hal ini dapat
diatasi dengan pemanasan menggunakan temperatur tinggi dan waktu yang
singkat, kemudian dilakukan pendinginan dengan cepat (Allen, 2002).
Aspartam termasuk golongan tiga pemanis yang paling banyak
digunakan dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam
merupakan pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Keunggulannya
dibandingkan sukrosa dan sakarin adalah rasa yang timbul sesudah dicoba, yaitu
tidak menimbulkan rasa pahit (Ansel, 1989).
Berdasarkan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia nomor : HK. 00.05.5.1.4547 tentang persyaratan penggunaan
bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan, aspartam masih
dapat digunakan sebagai bahan pemanis buatan. Aspartam masih dapat digunakan
karena aspartam masih dinyatakan aman sebagai bahan pemanis buatan untuk
ditambahkan ke dalam bahan pangan. Pada sediaan yang menggunakan aspartam
sebagai pemanis buatan harus diberi label peringatan fenilketonuria (Anonim,
2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
722/Menkes/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, aspartam merupakan
22
pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari/kg BB atau termasuk ADI
(Acceptable Daily Intake). Dosis yang masih dapat digunakan adalah 0-40 mg/kg
BB. Dengan demikian, untuk orang yang mempunyai berat badan 50 kg dapat
mengkonsumsi aspartam dengan dosis maksimal 2000 mg/hari (Anonim, 1994).
6. Polivinil pirolidon (PVP)
Polivinil pirolidon merupakan bahan pengikat yang paling efektif untuk
granul effervescent. Bahan ini biasanya ditambahkan ke dalam serbuk untuk
digranul, kemudian dibasahi dengan granulating fluid, atau dengan larutan berair,
alkohol atau hidroalkoholik granulating fluid (Mohrle, 1980). Polivinil pirolidon
mudah larut dalam air, dapat meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air dan
tidak meninggalkan residu. Polivinil pirolidon dalam larutan dengan konsentrasi
0,5–3% dapat sekaligus meningkatkan kelarutan granul (Voigt, 1994).
Polivinil pirolidon atau povidon adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-
2-on. Dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot
molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Berupa serbuk putih kekuningan,
berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik. Mudah larut dalam air, dalam etanol
(95%) dan dalam kloroform P. Kelarutannya tergantung dari bobot molekul rata-
rata. Praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
J. Sifat Fisik Granul Effervescent
Pemeriksaan terhadap sifat fisik granul penting untuk dilakukan, sebab
akan menentukan kualitas granul yang dihasilkan. Pemeriksaan sifat fisik granul
yang dilakukan yaitu sifat alir, kandungan lembab granul, dan waktu larut granul.
23
1. Sifat alir
Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari beberapa gaya, antara lain gaya
gesekan, tegangan permukaan, mekanik, elektrostatik, dan Van der Waals. Sifat
alir granul sangat penting untuk memastikan pencampuran granul yang efisien.
Ada tiga macam uji yang dapat digunakan untuk penentuan sifat alir, yaitu uji
kecepatan alir, sudut diam, dan pengetapan (Banker dan Anderson, 1986).
a. Kecepatan alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong
yang ujung tangkainya tertutup. Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul
dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat
tutup dibuka sampai seluruh granul habis keluar. Granul dikatakan mengalir baik
apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk keluar dari corong
tidak lebih lama dari 10 detik (Guyot, cit., Fudholi, 1983).
b. Sudut diam. Ditimbang 100 gram granul kemudian dimasukkan ke dalam alat
penguji sudut diam berupa tabung kaca yang tengahnya dilengkapi dengan suatu
lingkaran, sementara lubang bagian bawah ditutup. Setelah permukaan tabung
terisi rata oleh granul, tutup bagian bawah dibuka dan granul dibiarkan keluar
sampai berhenti. Tinggi kerucut yang terbentuk dicatat. Sudut diam granul
dihitung dengan rumus :
Tg β = h / r
β = sudut diam, h = tinggi kerucut, dan r = jari-jari kerucut
Granul dikatakan mengalir baik jika sudut diamnya berkisar antara 25o-45o
(Wadke, Serajuddin, dan Jacobson, 1980).
24
c. Pengetapan. Pengetapan menunjukkan penurunan volume sejumlah granul
atau serbuk akibat hentakan dan getaran.
Indeks pengetapan (T) = Vo
VtVo −
Vo = volume awal, Vt = volume setelah pengetapan
Kriteria sifat alir dan indeks pengetapan
% Indeks pengetapan Deskripsi sifat alir 5 – 15 Excellent (free flowing granules) 12 – 16 Good (free flowing powdered granules) 18 – 21 Fair (powdered granules) 23 – 28 Poor (very fluid powdered) 28 – 35 Poor (fluid cohesive powdered) 35 – 38 Very poor (fluid cohesive powdered)
>40 Extremely poor (cohesive powdered)
2. Kandungan lembab granul
Bahan-bahan obat menunjukkan kecenderungan menyerap lembab.
Kandungan air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat.
Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran, kekerasan granul, serta
stabilitas obat. Kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui untuk
melihat apakah terjadi reaksi effervescent yang prematur, sehingga dapat
mengakibatkan jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan berkurang, sehingga
berpengaruh pada kenyamanan orang yang mengkonsumsi sediaan effervescent.
Selain itu, kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui karena
kandungan lembab akan mempengaruhi sifat alir granul effervescent yang
dihasilkan (Wadke dkk., 1980). Persyaratan kandungan lembab granul
effervescent yaitu 0,4–0,7% (Dash, 2000).
25
3. Waktu larut
Waktu larut sediaan effervescent merupakan salah satu karakteristik yang
penting. Salah satu keunggulan dari sediaan effervescent adalah memiliki waktu
larut yang cepat, yaitu kurang dari 120 detik (Mohrle, 1980). Granul effervescent
membentuk larutan yang jernih dengan residu dari bahan-bahan yang tidak
terlarut terbentuk seminimal mungkin (Lindberg dkk., 1992).
K. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental yang dilakukan
dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel
lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan.
Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon
(Bolton, 1990).
Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,
efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt,
1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan
desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level
tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor.
Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi
rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan
yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990)
26
Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu
teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu
atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa
persamaan matematika (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal
sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda,
yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain
percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan
terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor
memberikan pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah faktor I memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon?
b. Apakah faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon?
c. Apakah interaksi faktor I dan faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap
suatu respon ? (Bolton, 1990).
Notasi formula desain faktorial dengan dua faktor dan dua level :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor I Faktor II Interaksi
1 - - + a + - - b - + - ab + + +
Keterangan :
- = level rendah
+ = level tinggi
27
formula 1 = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah
formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi
formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level tinggi
Optimasi campuran dua bahan (dua faktor) dengan dua level desain faktorial (two
level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana :
Y = respon hasil yang diamati
b0, b1, b2, dan b12 = koefisien yang dihitung dari data hasil percobaan
A dan B = level bagian A dan B yang nilainya dari –1 sampai +1
(Bolton, 1990).
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Perhitungan efek :
Efek faktor I = ( ) ( )2
1+−+ baba
Efek faktor II = ( ) ( )2
1+−+ abab
Efek interaksi = ( ) ( )2
1 baab +−+
Adanya interaksi dapat dilihat dari grafik hubungan respon dan level.
Jika grafik menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada
interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika grafik menunjukkan garis
yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam
menentukan respon (Bolton, 1990).
28
L. Landasan Teori
Temulawak telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu bahan baku
obat tradisional. Kurkumin yang terkandung dalam temulawak mempunyai
banyak khasiat. Granul effervescent merupakan salah satu hasil dari
pengembangan formulasi. Granul effervescent mengandung komponen asam dan
basa sehingga akan bereaksi melepaskan karbondioksida ketika terjadi kontak
dengan air.
Kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat digunakan
sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
Reaksi effervescent yang menghasilkan sensasi menyegarkan sangat dipengaruhi
oleh basa yang digunakan. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida
utama (sebesar 52% CO2) yang menentukan sistem effervescent yang dihasilkan.
Asam sitrat–asam tartrat perlu dikombinasikan karena penggunaan asam tunggal
saja akan menimbulkan kesukaran pada pembuatan granul effervescent. Jika
hanya digunakan asam sitrat saja, maka akan menghasilkan campuran yang lekat
dan sukar menjadi granul. Jika hanya asam tartrat sebagai asam tunggal, maka
granul effervescent yang dihasilkan akan mudah menggumpal dan akan
menghasilkan reaksi effervescent yang prematur (Ansel, 1989). Dengan demikian,
penggunaan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sangat
penting dalam pembuatan granul effervescent dan perlu dilakukan optimasi asam
sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat untuk menghasilkan granul effervescent
yang memenuhi persyaratan.
29
Untuk memprediksi formula optimum granul effervescent dapat
digunakan metode desain faktorial. Dengan desain faktorial dapat didesain
percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan
terhadap suatu respon. Dengan desain faktorial dapat diketahui area komposisi
optimum berdasarkan contour plot super imposed, terbatas pada level yang
diteliti.
M. Hipotesis
Diduga antara asam sitrat-asam tartrat, natrium bikarbonat, dan interaksinya
terdapat faktor dominan yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak yang memenuhi persyaratan. Pada komposisi tertentu,
campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat diduga dapat
menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian menggunakan aplikasi desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
1) Level campuran asam sitrat-asam tartrat
Level rendah campuran asam sitrat-asam tartrat : 500 mg (asam sitrat
316 mg, asam tartrat 184 mg)
Level tinggi campuran asam sitrat-asam tartrat : 800 mg (asam sitrat 505
mg, asam tartrat 295 mg)
2) Level natrium bikarbonat
Level rendah natrium bikarbonat : 585 mg
Level tinggi natrium bikarbonat : 936 mg
b. Variabel tergantung : sifat fisik granul, meliputi : kecepatan alir, kandungan
lembab, dan waktu larut.
c. Variabel pengacau terkendali, meliputi : kelembaban relatif ruangan, suhu
ruangan, dan sifat fisik ekstrak.
30
31
d. Variabel pengacau tak terkendali : kondisi penyimpanan bahan yang
digunakan dalam pembuatan granul effervescent.
2. Definisi operasional
a. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak adalah suatu bentuk sediaan
padat yang tersusun atas serbuk kasar sampai kasar sekali, mengandung
ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan kombinasi asam sitrat-
asam tartrat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber
basa. Sumber asam dan sumber basa akan bereaksi membebaskan
karbondioksida dengan adanya air.
b. Ekstrak rimpang temulawak adalah sediaan kental yang dibuat dengan
menyari rimpang temulawak menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode
maserasi, kemudian dilakukan proses penguapan etanol.
c. Eksipien adalah bahan tambahan pada pembuatan granul effervescent ekstrak
temulawak. Eksipien yang digunakan pada penelitian ini yaitu : asam sitrat-
asam tartrat sebagai sumber asam, natrium bikarbonat sebagai sumber basa,
laktosa sebagai bahan pengisi dan pengering, PVP sebagai bahan pengikat,
dan aspartam sebagai pemanis.
d. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang menentukan baik
tidaknya granul yang dibuat, meliputi kecepatan alir, kandungan lembab, dan
waktu larut.
e. Kecepatan alir adalah kecepatan yang diperlukan granul effervescent dengan
bobot 100 gram untuk mengalir melewati corong Hopper. Kandungan lembab
adalah jumlah lembab yang terkandung dalam granul effervescent. Waktu larut
32
adalah waktu yang diperlukan oleh granul effervescent untuk larut dalam 200
ml air dengan pengadukan ringan sebanyak 20 kali.
f. Desain faktorial adalah suatu desain yang dapat digunakan untuk menentukan
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan
dan mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap
suatu respon.
g. Level dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam sitrat-
asam tartrat yaitu 500 mg dan 800 mg, serta level rendah dan level tinggi
natrium bikarbonat yaitu 585 dan 936 mg.
h. Respon adalah hasil percobaan yang perubahannya dapat diamati secara
kuantitatif. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisik granul (kecepatan
alir, kandungan lembab, waktu larut)
i. Efek adalah perubahan pengaruh faktor terhadap respon karena adanya variasi
level yang dapat dihitung secara matematis dengan metode desain faktorial
dengan menghitung selisih antara rata-rata respon level tinggi dan rata-rata
respon level rendah. Efek pada penelitian ini adalah efek asam sitrat–asam
tartrat, efek natrium bikarbonat, dan efek interaksi.
j. Formula optimum granul effervescent adalah komposisi asam sitrat–asam
tartrat dan natrium bikarbonat yang dapat menghasilkan sifat fisik granul
effervescent yang memenuhi persyaratan, yaitu kecepatan alir granul lebih dari
10 gram/detik, waktu larut granul 60-120 menit dengan disertai pengadukan
sebanyak 20 kali, dan kandungan lembab granul 0,4-0,7%.
33
k. Contour plot sifat fisik granul effervescent adalah grafik yang memuat nilai
respon sifat fisik granul effervescent berdasarkan persamaan desain faktorial.
l. Contour plot super imposed adalah gabungan dari masing-masing contour plot
sifat fisik granul effervescent yang digunakan untuk menentukan area
komposisi optimum.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
a. Bahan pembuatan ekstrak temulawak
Rimpang temulawak yang diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta
dengan umur 2 tahun, etanol 96 % (kualitas teknis), aquadest, dan heksan (kualitas
teknis).
b. Bahan pembuatan granul effervescent
Ekstrak rimpang temulawak, asam sitrat (kualitas farmasetis), asam tartrat
(kualitas farmasetis), natrium bikarbonat (kualitas farmasetis), laktosa (kualitas
farmasetis), aspartam (kualitas farmasetis), polivinil pirolidon (kualitas
farmasetis), dan etanol 70 % (kualitas teknis).
c. Bahan untuk analisis KLT Densitometri
Etanol (pro analisis), kloroform (pro analisis), aquadest, kurkumin baku hasil
sintesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, TLC Aluminium sheets precoated
silica gel 60 F254 (20 x 20 cm) tebal 0,2 mm (E. Merck)
34
2. Alat penelitian
Neraca analitik (Metler Toledo 603002), mesin penyerbuk (Cross Brath
Mill Merk Retch Mitamura Riken Yoga, Jerman), alat untuk maserasi (bejana
Stainless), waterbath (Memmert), Termometer (Celcius), stopwatch (Alba Sport
Timer), seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis Densitometer : Dual
Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930 digabungkan dengan data
recorder Shimadzu DR-2, Direct Reading Microbalance Shimadzu Type LM-20
(Readibility 0,01 mg), pipet Gilson, seperangkat alat uji daya lekat, oven
(Memmert), alat pengukur waktu alir granul (berupa corong dan tutupnya),
dehumidifier (AOSIS D125), pengayak granul (Laboratory Sieve Mesh 12, 14,
16), viscotester (TipeVT-04 E), alat-alat gelas (Pyrex) : Erlenmeyer, Bekker glass,
gelas ukur, cawan Petri, batang pengaduk.
35
D. Skema Jalannya Penelitian
Pengumpulan bahan dan determinasi tanaman temulawak
Pembuatan simplisia dan pembuatan serbuk simplisia rimpang temulawak
Pembuatan ekstrak rimpang temulawak
Pengujian ekstrak rimpang temulawak yang meliputi organoleptis, viskositas,
kandungan lembab, daya lekat, dan KLT-Densitometri
Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak secara granulasi basah
Pembuatan granul asam Pembuatan granul basa
Keringkan dalam oven (45oC, 3 hari) Keringkan dalam oven (45oC, 3 hari)
Campur granul asam dan granul basa
Uji sifat fisik granul yang meliputi waktu larut, kandungan lembab, dan kecepatan alir
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 3. Skema jalannya penelitian
36
E. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan rimpang temulawak
Simplisia rimpang temulawak diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo,
Yogyakarta sebanyak 200 kilogram.
2. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak
Determinasi tanaman temulawak dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan acuan buku Atlas Tumbuhan
Obat Indonesia (Dalimarta, 2003). Hasil determinasi digunakan untuk memastikan
bahwa tanaman yang diteliti adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb.
3. Pembuatan simplisia dan pembuatan serbuk simplisia rimpang
temulawak
a. Sortasi basah. Rimpang temulawak dipisahkan dari bahan-bahan pencemar
seperti tanah dan rimpang lain selain temulawak.
b. Pencucian. Dilakukan pencucian rimpang temulawak pada air mengalir,
sambil disikat untuk menghilangkan tanah yang masih menempel.
c. Perajangan. Sebelum dipotong, rimpang temulawak terlebih dahulu
dibersihkan kulitnya, selanjutnya rimpang dipotong dengan ketebalan kurang
lebih 3 mm dengan arah melintang.
d. Pengeringan. Rimpang yang sudah dipotong dijemur di bawah sinar matahari
dan ditutup dengan kain hitam. Untuk memaksimalkan pengeringan, setelah agak
kering, simplisia tersebut kembali dikeringkan dalam oven dengan suhu kurang
lebih 50oC.
37
e. Sortasi kering. Simplisia yang sudah cukup kering dipilih kembali untuk
memisahkan simplisia dari bahan-bahan asing yang mungkin mencemari dan
untuk memilih simplisia temulawak yang bagus (tidak ditumbuhi kapang).
f. Penyerbukan. Setelah simplisia cukup kering, yang ditandai dengan mudah
patah atau hancur saat diremas, simplisia tersebut diserbuk dengan menggunakan
mesin penyerbuk. Selanjutnya serbuk diayak dengan pengayak no. 8/24.
g. Penyimpanan. Simplisia yang sudah diserbuk kemudian ditempatkan dalam
wadah plastik yang diluarnya ditutup dengan alumunium foil agar tidak ditembus
cahaya, serta diberi silica gel sebagai pengering dan pengawet.
4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan pelarut
etanol 96%
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%. Serbuk ditimbang sebanyak 12 kg dimaserasi dengan 60 liter etanol
96% selama 4 hari. Setelah 4 hari, maserat yang dihasilkan disaring dengan
menggunakan kain penyaring. Pada maserat ditambahkan etanol 96% hingga
volume ekstrak sama seperti volume awal (ditambah etanol 96% ad 60 liter).
Maserat didiamkan selama 2 hari dan didekantasi untuk memisahkan amilum.
Kemudian dilakukan purifikasi dengan corong pisah menggunakan pelarut
heksan. Jumlah heksan yang digunakan sama dengan banyaknya maserat hasil
dekantasi. Lapisan bawah (bagian etanol) yang mengandung ekstrak rimpang
temulawak diambil, sedangkan lapisan atas (bagian heksan) dibuang. Maserat
yang dihasilkan diuapkan di atas Waterbath pada suhu 50-60oC hingga berat
ekstrak tinggal 1/9 dari berat serbuk yang diekstrak. Ekstrak yang diperoleh
38
kemudian ditimbang, lalu ditempatkan di dalam wadah gelap dan disimpan di
tempat sejuk.
5. Standarisasi ekstrak rimpang temulawak
a. Pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau,
rasa, dan konsistensi ekstrak.
b. Kandungan lembab. Ekstrak rimpang temulawak ditimbang sebanyak 10
gram, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian
ditimbang. Masukkan kembali ke dalam oven dan tiap 1 jam ditimbang sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim,
1995).
Kandungan lembab ditentukan dengan rumus :
MC = ekstrakakhirbobot
ekstrakakhirbobotekstrakawalbobot − x 100 %
c. Uji viskositas. Uji dilakukan dengan menggunakan viscotester Tipe VT-04 E.
Viscotester dipasang pada statip. Ekstrak dimasukkan ke dalam bejana stainless
steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi ekstrak. Rotor dipasang
pada alat uji dan diatur hingga rotor tercelup ke dalam ekstrak lalu alat uji
dihidupkan. Ketika rotor mulai jalan, indikator viskositas akan menunjukkan nilai
viskositas dari sampel yang diuji. Pembacaan viskositas sesuai dengan standar
kalibrasi, dimana untuk tipe VT-04 digunakan satuan dPa.S. Skala yang
ditunjukkan oleh jarum rotor dicatat sesuai dengan nomor yang dipakai.
d. Uji daya lekat. Uji dilakukan dengan menggunakan dua gelas objek. Gelas
objek ditandai seluas 2,5 x 2,5 cm kemudian ditentukan titik tengahnya. Kurang
39
lebih 50 mg ekstrak diletakkan pada titik tengah tersebut kemudian ditutup dengan
gelas objek lain dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas
objek yang sudah saling melekat dipasang pada alat uji dengan diberi beban 80
gram. Dicatat waktu yang digunakan hingga kedua gelas objek terpisah.
e. Uji kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis. 25 mg ekstrak dilarutkan
dalam 5 ml etanol (pro analisis), kemudian ditotolkan sebanyak 1 μl pada
lempeng silica gel 60 F254. Jarak pengembangan 6,5 cm. Silica gel 60 F254
digunakan sebagai fase diam, sedangkan fase geraknya adalah campuran
kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Deteksi bercak dilakukan dengan
menggunakan sinar ultraviolet pada λ 254 nm dan 365 nm. Kemudian dihitung
nilai Rf dengan rumus :
Rf = )(
)(tancmbercakanpengembangjarak
cmbercakperambajarak
f. Uji kuantitatif ekstrak rimpang temulawak.
1) Pembuatan kurva baku kurkumin
Dibuat larutan induk kurkumin dengan menimbang 25,0 mg kurkumin
baku hasil sintesis, larutkan dalam etanol (pro analisis) ad 25,0 ml.
Kemudian dibuat seri larutan baku dengan mengencerkan larutan induk
hingga diperoleh larutan yang mengandung kurkumin 0,12; 0,14; 0,18;
0,23; dan 0,35 µg/µl (masing-masing sebanyak 4 kali). Semua seri
larutan baku harus terlindung dari cahaya. Seri larutan baku ditotolkan
sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254 kemudian segera
dikembangkan dalam bejana yang telah dijenuhi dengan campuran
40
kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Pengembangan
dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silika gel,
dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420
nm. Kemudian dihitung persamaan garis regresi linier untuk digunakan
sebagai persamaan garis regresi kurva baku. Pada 3 replikasi yang lain
dihitung kadar kurkumin (yang diperoleh kembali) dengan menggunakan
persamaan garis regresi kurva baku. Selanjutnya dihitung nilai perolehan
kembali dan koefisien variasinya.
2) Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak
Penetapan kadar kurkumin dilakukan dengan melarutkan 25,0 mg
sampel dalam 5,0 ml etanol (pro analisis). Kadar kurkumin dalam
ekstrak dihitung berdasarkan kromatogram yang memiliki nilai Rf sama
dengan Rf kurkumin baku menggunakan persamaan regresi kurva baku.
Sampel ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254,
kemudian segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhi dengan campuran kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 :
0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan
lempeng silica gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan
densitometer pada λ 420 nm. Dilakukan perhitungan kadar kurkumin
dalam sampel berdasarkan persamaan regresi kurva baku yang telah
diperoleh.
41
6. Perhitungan dosis
Dosis kurkumin dalam ekstrak temulawak sebagai perangsang penciutan
kandung empedu pada penelitian efek kurkumin pada kandung empedu manusia
adalah 20 mg (Lelo, Rasyid, Zain-Hamid, 1998).
Berdasarkan hasil KLT densitometri, kadar kurkumin rata-rata yang
terkandung dalam ekstrak rimpang temulawak adalah sebesar 6,11 ± 0,39%. Jika
dosis tiap formula granul effervescent 1 x minum sebesar 20 mg, maka berat
ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:
327,33mg mg1006,11mg20mg
=x ≈ 327 mg
7. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan
natrium bikarbonat
Tabel II. Level rendah dan level tinggi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Formula Asam sitrat (mg) Asam tartrat (mg) Natrium bikarbonat (mg)
1 316 184 585 a 505 295 585 b 316 184 936 ab 505 295 936
8. Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak
Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam empat
formula dengan variasi sumber asam (asam sitrat-asam tartrat) dan sumber basa
(natrium bikarbonat).
42
Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak temulawak
Formula Bahan 1 a b ab Ekstrak temulawak 327 mg 327 mg 327 mg 327 mg Asam tartrat 184 mg 295 mg 184 mg 295 mg Asam sitrat 316 mg 505 mg 316 mg 505 mg Natrium bikarbonat 585 mg 585 mg 936 mg 936 mg Laktosa 884 mg 884 mg 884 mg 884 mg Polivinil pirolidon 3 % 10 mg 10 mg 10 mg 10 mg Aspartam 100 mg 100 mg 100 mg 100 mg
9. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi basah
Timbang bahan-bahan sesuai dengan formula masing-masing.
Penimbangan bahan dilakukan untuk 100 kemasan granul. Dilakukan pembuatan
granul effervescent pada kelembaban relatif (Rh) antara 50-53%. Buat larutan
PVP 3% yang dilarutkan dalam etanol 70%. Buat granul asam, dengan
mencampurkan asam sitrat dan asam tartrat, kemudian tambahkan laktosa dan
aspartam, aduk secara merata. Tambahkan ekstrak rimpang temulawak ke dalam
campuran asam dan campur secara merata. Tambahkan PVP 3% sedikit demi
sedikit dan secukupnya sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan
dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul asam diayak dengan ayakan no.
mesh 16. Buat granul basa dengan mencampur natrium bikarbonat dengan PVP
3% sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan
dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul basa diayak dengan ayakan no.
mesh 16. Campur granul asam dengan granul basa. Kemudian lakukan uji sifat
fisik granul.
43
10. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
a. Sifat alir
Uji sifat alir granul effervescent dilakukan dengan uji kecepatan alir. Ditimbang
100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup.
Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai
habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat tutup dibuka sampai seluruh granul
habis keluar (Guyot, cit., Fudholi, 1983).
b. Kandungan lembab granul
Lima gram granul diletakkan pada cawan petri dan dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105oC, yang sebelumnya telah dipanaskan selama 15 menit. Bobot
granul mula-mula dan sesudah pemanasan dihitung (Ansel, 1989). Granul
dipanaskan sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25% (Anonim, 1995).
MC = granulakhirbobot
granulakhirbobotgranulawalbobot − x 100 %
c. Waktu larut
Masukkan granul sesuai bobot granul pada tiap formula ke dalam gelas yang
berisi 200 ml air. Catat waktu yang diperlukan granul untuk larut dalam air
dengan stopwatch (Mohrle, 1980).
11. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi
Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan persamaan desain
faktorial, Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana :
Y = respon hasil percobaan yang diamati
a = level faktor I : asam sitrat–asam tartrat
44
b = level faktor II : natrium bikarbonat
ab = level faktor I (asam sitrat–asam tartrat) dikalikan level faktor II
(natrium bikarbonat)
b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
12. Analisis hasil
Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis secara matematis
menggunakan persamaan desain faktorial. Dari persamaan desain faktorial ini
akan dibuat contour plot sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak. Dari masing-masing contour plot disatukan menjadi contour plot
super imposed untuk mengetahui area komposisi optimum asam sitrat–asam
tartrat dan natrium bikarbonat, terbatas pada level yang diteliti.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak
Penelitian tentang pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak ini diawali dengan melakukan determinasi tanaman dan rimpang
temulawak yang akan digunakan sebagai sumber zat aktif dalam sediaan granul
effervescent. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan kunci determinasi.
Determinasi dilakukan dengan menggunakan acuan buku Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia (Dalimarta, 2003). Tujuan determinasi adalah untuk memastikan bahwa
tanaman yang diteliti adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benar-benar temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
B. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Serbuk Rimpang Temulawak
Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
daerah Samigaluh, Kulonprogo pada bulan Oktober 2005. Rimpang yang
digunakan ini kurang lebih berumur 2 tahun.
Langkah awal dalam pembuatan serbuk rimpang temulawak adalah
melakukan pencucian terhadap rimpang temulawak yang akan diserbuk.
Pencucian dilakukan di bawah air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan
45
46
semua kotoran yang masih melekat. Rimpang kemudian dikupas dan diiris tipis-
tipis kurang lebih setebal 2,5 mm lalu dikeringkan. Pengeringan dilakukan di
bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Tujuan pengeringan adalah
untuk mengurangi kandungan lembab yang ada dalam rimpang temulawak. Hal
ini akan mencegah terjadinya pembusukan rimpang oleh cendawan, sehingga
kualitas simplisia tidak menurun dan tidak rusak. Setelah simplisia kering yang
ditandai dengan mudahnya simplisia untuk dipatahkan, selanjutnya dilakukan
penyerbukan. Serbuk yang dihasilkan diayak dengan ayakan no. 8/24. Pembuatan
serbuk bertujuan untuk memperluas kontak antara permukaan serbuk simplisia
dengan cairan penyari yang akan digunakan dalam proses ekstraksi. Dari hasil
pembuatan serbuk diperoleh bahwa kurang lebih 180 kg rimpang dapat
menghasilkan kurang lebih 15 kg serbuk.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak
Ekstraksi serbuk rimpang temulawak dilakukan dengan metode
maserasi. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Maserasi merupakan
cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan dengan adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang
terpekat akan terdesak keluar.
Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Penggunaan etanol
sebagai pelarut akan bisa menyari kurkumin, karena kurkumin bersifat larut dalam
47
etanol. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, karena maserasi dapat
mengekstrak bahan dalam jumlah yang besar, sehingga ekstraksi dapat dilakukan
sekaligus. Selain itu, maserasi juga dapat digunakan untuk menstandarisasi
ekstrak, terkait dengan banyaknya kurkumin yang dapat tersari, sehingga ekstrak
yang dihasilkan juga reprodusibel. Dengan demikian, ekstraksi dengan proses
yang sama akan dapat mengekstrak kurkumin dengan jumlah yang kurang lebih
sama.
Maserasi dilakukan selama 4x24 jam pada suhu kamar (27oC). Serbuk
yang telah terekstrak disaring dengan menggunakan kain untuk memisahkan
ekstrak dari ampasnya. Ekstrak cair yang dihasilkan didiamkan selama 2 hari,
kemudian didekantasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghilangkan amilum
yang terkandung dalam ekstrak. Kemudian dilakukan purifikasi dengan ekstraksi
pelarut menggunakan pelarut heksan. Heksan merupakan pelarut nonpolar,
sehingga semua komponen nonpolar yang terkandung dalam ekstrak akan masuk
ke dalam fase heksan, sedangkan kurkumin akan lebih banyak masuk ke dalam
fase etanol. Tujuan purifikasi adalah untuk menghilangkan senyawa-senyawa
nonpolar seperti oleoresin yang tidak dikehendaki dalam pembuatan ekstrak ini.
Ekstrak yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan penguapan di atas
waterbath. Pemekatan dilakukan sampai bobot akhir ekstrak tinggal 1/9 dari bobot
awal serbuk.
Dari ekstraksi yang dilakukan diperoleh bahwa kurang lebih 12 kg
serbuk dapat menghasilkan kurang lebih 600 gram ekstrak.
48
D. Penetapan Kadar Kurkumin
1. Pembuatan kurva baku kurkumin
Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram
untuk pembuatan kurva baku disajikan dalam gambar dan tabel berikut :
0.1
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Gambar 4. Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram
Tabel IV. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram
Are
a K
rom
atog
ram
x 1
05
Y = 4,1110X -0,2369
Kadar kurkumin (µg/µl)
Kadar kurkumin (µg/µl) Area (x 105) 0,12 0,27107 0,14 0,32107 0,18 0,50799
0,23 0,70440 0,35 1,20423
49
Dari hasil analisis hubungan antara kadar kurkumin vs kromatogram
dengan persamaan korelasi, diperoleh persamaan garis regresi untuk kurva baku,
yaitu Y= 4,1110X - 0,2369 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9995. Nilai
koefisien korelasi yang diperoleh memenuhi persyaratan data linieritas, yaitu lebih
dari 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003). Dengan demikian, kurva baku yang
dihasilkan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan penetapan
kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak.
2. Penetapan recovery dan koefisien variasi
Hasil perhitungan recovery menunjukkan bahwa perolehan kembali
kurkumin pada kadar 0,12 µg/µl sebesar 98,67% dengan koefisien variasi sebesar
0,34%, pada kadar 0,14 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 101,38%
dengan koefisien variasi sebesar 0,35%, pada kadar 0,18 µg/µl perolehan kembali
yang dihasilkan adalah 99,65% dengan koefisien variasi sebesar 1,62%, pada
kadar 0,23 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 99,48% dengan
koefisien variasi sebesar 0,74%, pada kadar 0,35 µg/µl perolehan kembali yang
dihasilkan adalah 100,94% dengan koefisien variasi sebesar 0,96% . Hasil yang
diperoleh tersebut masuk dalam rentang nilai perolehan kembali yaitu pada
rentang 98-102% dan nilai koefisien variasi yang kurang dari 2% (Mulja dan
Hanwar, 2003).
3. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak
menggunakan KLT densitometri
Metode analisis kurkumin yang terkandung dalam sampel ekstrak
rimpang temulawak dilakukan secara KLT densitometri. Teknik pengukuran
50
dengan KLT densitometri didasarkan pada refleksi, dimana sinar yang datang
sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang
direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut sebagai photomultiplier
yang akan diteruskan ke pencatat atau recorder untuk diubah menjadi puncak atau
kromatogram. Luas puncak atau tinggi puncak sesuai dengan konsentrasi senyawa
pada noda yang diukur kerapatannya (Mintarsih, 1990).
Hasil uji penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang
temulawak menunjukkan bahwa kadar rata-rata kurkumin dalam ekstrak rimpang
temulawak yang dihasilkan adalah sebesar 6,11% dengan nilai SD sebesar 0,39.
E. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak
Tabel V. Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak
Uji ekstrak Nilai ( X ± SD)
Daya lekat (detik) 0,34 ± 0,01
Viskositas (dPa.S) 1,68 ± 0,06
Kandungan lembab (%) 32,88 ± 7,56
Standarisasi ekstrak rimpang temulawak dilakukan agar ekstrak yang
dihasilkan menjadi terstandar, baik prosedur uji maupun kualitas bahan yang
digunakan. Hasil standarisasi ekstrak yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak
Pemeriksaan awal yang dilakukan dalam standarisasi ekstrak rimpang
temulawak adalah pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan yang dilakukan
51
meliputi konsistensi ekstrak, bau, warna, dan rasa ekstrak. Hasil sari pemeriksaan
organoleptis ekstrak adalah sebagai berikut :
Konsistensi : agak kental
Warna : coklat kehitaman
Bau : khas aromatis
Rasa : pahit
2. Hasil uji daya lekat
Daya lekat ekstrak rimpang temulawak diketahui dengan menghitung
waktu rata-rata yang dibutuhkan ekstrak untuk melepaskan kedua object glass
yang saling berlekatan. Uji daya lekat dilakukan dengan tujuan agar ekstrak
rimpang temulawak yang dihasilkan mempunyai kualitas yang sepadan untuk
digunakan sehingga kualitas granul effervescent yang dihasilkan juga sepadan. Uji
daya lekat ekstrak rimpang temulawak merupakan hasil dari kemampuan ekstrak
untuk melekat. Semakin besar waktu lekat ekstrak, maka akan semakin tinggi pula
daya lekatnya.
Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, daya
lekat mempengaruhi daya ikat granul yang dihasilkan. Ekstrak dengan daya lekat
yang besar akan menghasilkan granul dengan daya ikat yang besar juga.
Kelengketan ekstrak rimpang temulawak pada formulasi berperan sebagai
pengikat. Dari data yang diperoleh, hasil uji daya lekat ekstrak temulawak sebesar
0,34±0,01 detik, dihitung dari waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan object
glass.
52
3. Hasil uji viskositas
Uji viskositas ekstrak dilakukan dengan menggunakan viscotester tipe
VT-04 E. Dari data yang diperoleh, hasil uji viskositas ekstrak temulawak sebesar
1,68 ± 0,06 dPa.S terhitung dari nilai yang ditunjukkan oleh jarum pada
viscotester. Uji daya lekat perlu dilakukan dengan tujuan sebagai standarisasi
ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Sifat fisik ekstrak yang berbeda akan
menghasilkan granul dengan sifat fisik yang berbeda pula. Dengan standarisasi
ekstrak ini diharapkan jika menggunakan ekstrak dengan standar yang sama maka
granul effervescent yang dihasilkan kurang lebih juga sama. Viskositas suatu
cairan menunjukkan kecepatan mengalirnya cairan. Viskositas ekstrak
mencerminkan kekentalan ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Semakin
kental suatu cairan, semakin besar gaya yang diperlukan untuk membuatnya
mengalir pada kecepatan tertentu (Martin, 1993).
Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak temulawak, viskositas
akan mempengaruhi pencampuran bahan-bahan saat granulasi. Viskositas ekstrak
yang terlalu tinggi akan mempersulit proses granulasi. Hal ini terjadi karena
ekstrak yang terlalu kental akan semakin sulit untuk bercampur homogen dengan
bahan-bahan yang lain. Viscotester tipe VT-04E bekerja dengan berdasarkan
prinsip hambatan pemutaran rotor oleh ekstrak yang diuji. Semakin kental ekstrak
yang dihasilkan, semakin besar pula daya hambat ekstrak terhadap permutaran
rotor. Bentuk dan ukuran rotor disesuaikan dengan ekstrak yang dihasilkan
sehingga rotor tetap dapat berputar dalam ekstrak yang diuji. Dalam penelitian ini
digunakan rotor nomor 3.
53
4. Hasil uji kandungan lembab
Uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak dilakukan
menggunakan oven sebagai alat pemanas dengan cara menimbang ekstrak
sebelum dan setelah pemanasan. Pemanasan dilakukan pada suhu 105oC. Selisih
antara dua penimbangan berat ekstrak sesudah pemanasan berturut-turut tidak
lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). Berkurangnya berat ekstrak dianggap sebagai
hilangnya pelarut yang ada dalam ekstrak akibat pemanasan. Dengan demikian
akan diketahui persentase kandungan lembab yang ada dalam ekstrak dengan
membandingkan selisih berat ekstrak sebelum dan setelah pemanasan terhadap
berat akhir ekstrak. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak yang dipanaskan
selama 14 jam mempunyai kandungan lembab rata-rata sebesar 32,88±7,56 %.
Pada saat melakukan uji, selisih berat dua kali penimbangan selalu konstan,
bahkan lebih besar, padahal uji sudah dilakukan selama berhari-hari. Hal ini
mungkin disebabkan karena sudah terjadi penguraian ekstrak, dimana ekstrak
yang berasal dari bahan tumbuhan mengandung komponen karbon yang dapat
mengalami penguraian menjadi H2O dan CO2 dengan adanya pemanasan (Voigt,
1994). Adanya H2O dari hasil penguraian akan meningkatkan kandungan lembab
ekstrak. Hal inilah yang menyebabkan penurunan selisih dua kali penimbangan
terus-menerus konstan. Uji dihentikan pada saat selisih dua kali penimbangan
berat ekstrak mendekati 0,25% yaitu pada jam ke-14.
5. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Fase diam : Silica gel 60 F254
Fase gerak : kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04)
54
Standar : kurkumin baku hasil sintesis
Jarak pengembangan : 6,5 cm
Deteksi bercak dilakukan pada UV 254 nm dan UV 365 nm untuk
memastikan bahwa bercak yang dimaksud adalah bercak tunggal kurkumin. Dari
deteksi yang dilakukan diketahui bahwa bercak yang dihasilkan adalah bercak
tunggal kurkumin karena memiliki warna bercak yang sama dengan warna bercak
kurkumin baku. Hasil deteksi bercak kurkumin baku , kurkumin dan demetoksi
kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak dapat dilihat dalam gambar
5, 6, dan tabel VI.
S1 S2 S3 X1 X2 X3 S4 S5 S6
Gambar 5. Foto hasil KLT pada UV 254 nm
Keterangan gambar :
S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl
S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl
55
S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl
S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl
S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl
X1 : sampel 1
X2 : sampel 2
X3 : sampel 3
2 2 2
1 1 1
S1 S2 S3 X1 X2 X3 S4 S5 S6
Gambar 6. Foto hasil KLT pada UV 365 nm
Keterangan gambar :
1 : bercak demetoksikurkumin
2 : bercak kurkumin
S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl
S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl
S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl
56
S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl
S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl
X1 : sampel 1
X2 : sampel 2
X3 : sampel 3
Tabel VI. Hasil uji deteksi bercak kurkumin baku, kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak, dan demetoksikurkumin dalam ekstrak rimpang
temulawak secara KLT
Bercak Rf Visual Deteksi UV 254nm
Deteksi UV365nm
Kurkumin baku 0,54 Kuning Coklat kekuningan
Kuning kehijauan
Kurkumin 0,54 Kuning Coklat kekuningan
Kuning kehijauan
Demetoksikurkumin 0,39 Kuning Coklat kekuningan
Kuning kehijauan
Uji kualitatif kurkumin bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak
temulawak yang digunakan sebagai bahan aktif pembuatan granul mengandung
kurkumin. Dalam pembuatan granul effervescent ini, kurkumin merupakan bahan
aktif yang berkhasiat sebagai perangsang penciutan kandung empedu. Dari hasil
uji KLT densitometri diperoleh dua bercak. Pada bercak pertama, dari hasil
pengamatan secara visual, dengan deteksi UV 254 nm, dan dengan deteksi UV
365 nm, dihasilkan bahwa antara bercak kurkumin baku dan bercak ekstrak
rimpang temulawak mempunyai harga Rf dan warna bercak yang sama, sehingga
dapat dikatakan bahwa ekstrak rimpang temulawak yang dibuat ini mengandung
kurkumin. Bercak lain yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak yang
57
mempunyai harga Rf lebih rendah daripada Rf kurkumin baku dan mempunyai
warna yang sama dengan kurkumin baku diduga merupakan bercak turunan
kurkumin yang lain, yaitu demetoksikurkumin.
F. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent
Setelah diperoleh ekstrak rimpang temulawak, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan formulasi untuk mendapatkan formula granul effervescent.
Studi formulasi suatu sediaan obat mempunyai cakupan yang cukup luas, meliputi
pemilihan bahan-bahan baik dari bahan aktif sampai bahan tambahan lainnya,
bentuk sediaan, cara produksi, pemilihan alat produksi, lingkungan, serta
packagingnya. Kondisi bahan baku yang berbeda, seperti ekstrak kental, ekstrak
kering akan mempengaruhi komposisi formulasinya. Dalam formulasi ini
digunakan bahan baku ekstrak rimpang temulawak yang mempunyai konsistensi
agak kental, dengan bentuk sediaan granul effervescent. Sediaan effervescent
penggunaannya praktis, mudah, dan menyenangkan dibandingkan dengan bentuk
sediaan yang lain. Penggunaan sediaan granul effervescent ini dapat disiapkan
dalam waktu yang seketika dengan dosis yang tepat, sehingga bentuk sediaan ini
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bentuk sediaan obat dari bahan
alam.
Formula yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan variasi jumlah
sumber asam dan basa yang digunakan. Granul effervescent biasanya diolah dari
suatu kombinasi asam, misalnya asam sitrat dan asam tartrat, karena penggunaan
asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran (Ansel, 1989). Sumber asam
58
yang digunakan adalah campuran asam sitrat dan asam tartrat, sedangkan sumber
basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat merupakan
bagian terbesar sumber karbonat dengan kelarutan yang sangat baik di dalam air,
tidak higroskopis, serta tersedia secara komersil mulai dari bentuk bubuk sampai
granul (Ansel, 1989). Penggunaan asam dan basa dalam formulasi sediaan
effevescent sangat penting, karena dengan penambahan air pada bahan-bahan
asam akan menyebabkan asam-asam tersebut terhidrolisis kemudian akan
melepaskan asam yang dalam proses selanjutnya akan bereaksi dengan bahan
karbonat dan terbentuk gas CO2, sehingga terjadi reaksi effervescent.
Adapun reaksi antara asam sitrat maupun asam tartrat dengan natrium
bikarbonat adalah sebagai berikut :
Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat :
3NaHCO + H3C6H5O7 → Na3C6H5O7 + 3H20 + 3CO2
natrium bikarbonat asam sitrat
Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam tartrat :
2NaHCO3 + H2C4H4O6 → Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
natrium bikarbonat asam tartrat
Jumlah campuran asam yang digunakan dalam formulasi ini dihitung
dari perbandingan optimum antara asam sitrat dan asam tartrat berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2006). Terlebih dahulu ditetapkan bobot
granul yang akan dibuat. Persentase asam dalam suatu tablet effevescent adalah
25-40% digunakan untuk menghitung jumlah level asam. Dari hasil perhitungan
diperoleh bahwa level rendah campuran asam yang digunakan adalah 500 mg
59
(184 mg asam tartrat dan 316 mg asam sitrat). Level tinggi campuran asam yang
digunakan adalah 800 mg (295 mg asam tartrat dan 505 mg asam sitrat).
Perhitungan level basa dilakukan berdasarkan perhitungan secara stoikhiometri.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa level rendah basa yang digunakan adalah
585 mg, sedangkan level tinggi basa yang digunakan adalah 936 mg.
Setelah penentuan level campuran asam dan basa selesai, maka
dilanjutkan dengan pembuatan granul effervescent. Pembuatan granul asam dan
granul basa dipisah agar tidak terjadi reaksi effervescent yang prematur. Pada
granul asam mengandung ekstrak temulawak yang ditambah dengan sumber asam
(asam sitrat dan asam tartrat), PVP sebagai bahan pengikat, aspartam sebagai
bahan pemanis, dan laktosa sebagai bahan pengisi, sedangkan pada granul basa
hanya mengandung natrium bikarbonat yang ditambah dengan PVP sebagai bahan
pengikat.
Semua proses yang dilakukan, baik formulasi maupun uji sifat fisik
granul effervescent dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban relatif antara 50-
53% dengan tujuan untuk menghindari pengaruh kelembaban terhadap reaksi
asam dan basanya.
G. Hasil Uji Sifat Fisik Granul Effervescent
Setelah dilakukan pembuatan granul effervescent, dilanjutkan dengan uji
sifat fisik granul effervescent yang meliputi uji kecepatan alir, kandungan lembab,
dan waktu larut. Hasil uji yang diperoleh adalah sebagai berikut :
60
Tabel VII. Hasil pengukuran uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Sifat fisik granul F(1) F(a) F(b) F(ab)
Kecepatan alir (g/dt) 64,89±1,39 65,09±0,96 65,10±1,34 65,39±1,38
Kandungan lembab (%) 0,69±0,06 0,67±0,12 0,66±0,08 0,64±0,14
Waktu larut (detik) 97,96±1,26 119,09±0,54 94,90±2,60 84,64±2,73
Hasil yang telah diperoleh tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan aplikasi desain faktorial. Dari perhitungan besarnya masing-masing
efek, diperoleh hasil seperti yang tertera pada tabel VIII :
Tabel VIII. Hasil perhitungan efek berdasarkan desain faktorial
Sifat fisik granul Efek A Efek B Efek interaksi
Kecepatan alir 0,24 0,25 0,04
Kandungan lembab |-0,02| |-0,03| 1,99x10-3
Waktu larut 5,43 |-18,76| |-15,70|
Keterangan :
Efek A : efek campuran asam sitrat-asam tartrat
Efek B : efek natrium bikarbonat
Efek interaksi : efek interaksi antara campuran asam sitrat-asam tartrat dan
natrium bikarbonat
1. Kecepatan alir
Pengukuran sifat alir pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung
kecepatan alir granul effervescent yang dibuat. Pengukuran kecepatan alir
merupakan metode penentuan sifat alir secara langsung dengan menggunakan
61
corong ukur dan stopwatch. Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu
yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir keluar dari corong pengukur
waktu alir. Kecepatan alir granul yang baik diperlukan untuk memberikan
kemudahan pada saat pengepakan (packaging). Berdasarkan acuan Guyot dalam
Fudholi (1983), waktu alir untuk 100 gram granul sebaiknya tidak melebihi 10
detik. Dengan kata lain bahwa granul yang baik mempunyai kecepatan alir tidak
kurang dari 10 gram/detik. Berdasarkan data pada tabel VII, keempat formula
granul yang dihasilkan mempunyai kecepatan alir lebih dari 10 gram/detik.
Dengan demikian, granul effervescent ekstrak temulawak yang dihasilkan dalam
penelitian ini memenuhi syarat kecepatan alir granul yang baik.
Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran
asam (asam sitrat-asam tartrat) dan level basa terhadap kecepatan alir granul
effervescent, dapat dilihat dalam grafik berikut :
a b
Gambar 7. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kecepatan alir granul effervescent
Peningkatan kecepatan alir pada penggunaan basa level tinggi lebih
tajam dibandingkan pada penggunaan basa level rendah. Dengan meningkatnya
Pengaruh asam terhadap kecepatan alir
64.864.9
6565.165.265.3
65.465.5
500 550 600 650 700 750 800
Asam (mg)
Kec
epat
an a
lir
(g/d
etik
)
level rendah basa level tinggi basa
Pengaruh basa terhadap kecepatan alir
64.8
64.9
65
65.165.2
65.3
65.4
65.5
585 635 685 735 785 835 885 935
Basa (mg)
Kec
epat
an a
lir (g
/det
ik)
level rendah asam level t iggi asam
`
62
level campuran asam, perubahan kecepatan alir granul effervescent lebih
dipengaruhi oleh penggunaan basa level tinggi daripada penggunaan basa level
rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7a bahwa pada penggunaan basa level
tinggi menghasilkan kurva perubahan kecepatan alir yang lebih curam
dibandingkan pada penggunaan basa level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai kecuraman (slope) pada basa level tinggi (9,5556 x 10-4) lebih besar daripada
slope pada basa level rendah (6,6667 x 10-4).
Peningkatan kecepatan alir granul effervescent pada penggunaan
campuran asam level tinggi lebih tajam dibandingkan pada penggunaan campuran
asam level rendah. Dengan meningkatnya level basa, perubahan kecepatan alir
granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level
tinggi daripada penggunaan campuran asam level rendah. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 7b bahwa pada penggunaan campuran asam level tinggi
menghasilkan kurva perubahan kecepatan alir yang lebih curam dibandingkan
pada penggunaan campuran asam level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
kecuraman (slope) pada asam level tinggi (8,4520 x 10-4) lebih besar daripada
slope pada asam level rendah (5,9829 x 10-4).
Gambar 7a dan 7b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada
masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan
basa terjadi interaksi dalam menentukan kecepatan alir granul effervescent.
Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 7a dan 7b dapat dijelaskan
melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial kecepatan
alir granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam adalah 0,24, efek
63
basa adalah 0,25, dan efek interaksinya 0,04. Dapat dilihat bahwa campuran asam,
basa, dan interaksi campuran asam dan basa masing-masing memiliki efek
meningkatkan kecepatan alir granul effervescent, namun efek basa lebih besar
dibandingkan dengan efek campuran asam maupun efek interaksinya. Dengan
demikian diprediksi bahwa basa lebih dominan dalam menentukan kecepatan alir
granul effevescent. Hal ini disebabkan karena penggunaan natrium bikarbonat
akan mempengaruhi kerapuhan granul yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, semakin banyak jumlah natrium bikarbonat yang digunakan akan
menghasilkan granul effervescent yang semakin tidak rapuh. Semakin tidak rapuh
granul yang dihasilkan, maka granul tersebut akan semakin tahan terhadap
goncangan mekanis sehingga fine partikel yang dihasilkan akan semakin sedikit.
Dengan kata lain, granul akan semakin mudah mempertahankan ukuran granul
yang dihasilkan sehingga kecepatan alir yang diperoleh juga akan semakin baik.
2. Kandungan lembab
Pada penelitian ini dilakukan uji kandungan lembab untuk mengetahui
kandungan lembab pada granul effervescent kering. Kandungan lembab dalam
granul dapat mempengaruhi sifat alir dan stabilitas granul selama penyimpanan.
Kandungan lembab granul yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi
effervescent yang prematur sehingga granul menjadi tidak stabil. Kandungan
lembab granul yang terlalu rendah dapat menyebabkan granul menjadi rapuh,
sedangkan kandungan granul yang terlalu tinggi dapat menyebabkan granul sulit
mengalir dan tidak stabil selama penyimpanan (Voigt, 1994). Granul effervescent
yang baik memiliki kandungan lembab 0,4-0,7% (Dash, 2000). Pengukuran
64
kandungan lembab pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan oven pada
suhu 105oC. Hasil pengukuran kandungan lembab granul effervescent dapat
dilihat dalam tabel VII. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa keempat formula
granul yang dihasilkan memiliki kandungan lembab 0,4-0,7%. Dengan demikian,
keempat formula granul memenuhi syarat kandungan lembab granul yang baik,
terbatas pada level yang diteliti.
Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran
asam (asam sitrat-asam tartrat) dan level basa terhadap kandungan granul
effervescent, dapat dilihat dalam grafik berikut :
Pengaruh asam terhadap kandungan lembab
0.630.640.650.660.670.680.69
0.7
500 550 600 650 700 750 800
Asam (mg)
Kan
dung
an le
mba
b
level rendah basa level tinggi basa
Pengaruh basa terhadap kandungan lembab
0.630.640.650.660.670.680.69
0.7
585 635 685 735 785 835 885 935
Basa (mg)
Kan
dung
an le
mba
b
level rendah asam level tinggi asam
a b Gambar 8. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap
kandungan lembab granul effervescent
Dengan meningkatnya level campuran asam, perubahan kandungan
lembab granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan basa level rendah
daripada penggunaan basa level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8a
bahwa pada penggunaan basa level rendah menghasilkan kurva perubahan
kandungan lembab yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan basa level
65
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada basa level rendah
(-7,8667 x 10-5) lebih besar daripada slope pada basa level tinggi (-6,5389 x 10-5).
Dengan meningkatnya level basa, perubahan kandungan lembab granul
effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level rendah
daripada penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 8b bahwa pada penggunaan campuran asam level rendah menghasilkan
kurva perubahan kandungan lembab yang lebih curam dibandingkan pada
penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
kecuraman (slope) pada asam level rendah (-9,5204 x 10-5) lebih besar daripada
slope pada asam level tinggi (-8,3856 x 10-5).
Gambar 8a dan 8b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada
masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan
basa terjadi interaksi dalam menentukan kandungan lembab granul effervescent.
Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 8a dan 8b dapat dijelaskan
melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial
kandungan lembab granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam
adalah |-0,02|, efek basa adalah |-0,03|, dan efek interaksi campuran asam dan basa
adalah 1,19x10-3. Dapat dilihat bahwa campuran asam, basa, masing-masing
memiliki efek menurunkan kandungan lembab granul effervescent, sedangkan
interaksi campuran asam dan basa memiliki efek meningkatkan kandungan
lembab granul effervescent. Efek basa lebih besar dibandingkan dengan efek
campuran asam maupun efek interaksinya. Dengan demikian diprediksi bahwa
basa lebih dominan dalam menentukan kandungan lembab granul effevescent.
66
Sumber asam dan basa yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam dan basa
anhidrat. Tipe anhidrat dapat meminimalkan kandungan lembab granul
effervescent yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa granul
effervescent yang dihasilkan memiliki kandungan lembab. Hal ini mungkin terjadi
karena selama penyimpanan terjadi penyerapan lembab oleh bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan granul effervescent. Kemampuan natrium bikarbonat
dalam menyerap lembab selama penyimpanan lebih kecil daripada campuran
asam, sehingga lembab yang terkandung dalam natrium bikarbonat lebih sedikit
daripada lembab yang terkandung dalam campuran asam. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah natrium bikarbonat yang digunakan dalam pembuatan
granul efferverscent akan semakin menurunkan kandungan lembab granul
effervescent yang dihasilkan.
3. Waktu larut
Pengamatan waktu larut granul effervescent dilakukan dengan
melarutkan sejumlah granul sesuai dengan bobot masing-masing formula ke
dalam 200 ml air. Waktu larut granul effervescent menggambarkan cepat atau
lambatnya granul efferverscent larut di dalam air. Proses larutnya granul
effervescent diawali dengan adanya penetrasi air ke dalam granul effervescent.
Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian in adalah PVP 3% (Polivinil
Pirolidon). PVP mempunyai sifat hidrofilik yang akan mempermudah terjadinya
penetrasi air ke dalam granul effervescent, sehingga akan mempercepat larutnya
granul effervescent di dalam air.
67
Adanya penetrasi air ke dalam granul effervescent akan menyebabkan
terjadinya reaksi antara asam dan basa yang melepaskan CO2 yang lama-kelamaan
akan menyebabkan granul menjadi hancur, dan akhirnya terlarut. Menurut Mohrle
(1980), waktu larut granul effervescent yang baik adalah kurang dari 120 detik dan
membentuk larutan yang jernih, sehingga residu yang tidak terlarut dalam air
harus seminimal mungkin.
Hasil uji waktu larut granul effervescent dapat dilihat dalam tabel VII.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa hasil uji waktu larut dari
keempat formula granul effervescent telah memenuhi syarat waktu larut granul
effervescent yang baik, yaitu kurang dari 120 detik, dengan menghasilkan larutan
yang berwarna kuning.
Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran
asam dan level basa terhadap perubahan waktu larut granul effervescent, dapat
dilihat dalam grafik berikut :
a b Gambar 9. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap
waktu larut granul effervescent
Pengaruh asam terhadap waktu larut
80859095
100105110115120
500 550 600 650 700 750 800Asam (mg)
Wak
tu la
rut
level rendah basa level tinggi basa
Pengaruh basa terhadap waktu larut
80859095
100105110115120
585 635 685 735 785 835 885 935
Basa (mg)
Wak
tu la
rut
level rendah asam level tinggi asam
68
Dengan meningkatnya level campuran asam, perubahan waktu larut
granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan basa level rendah daripada
penggunaan basa level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gamba 9a bahwa pada
penggunaan basa level rendah menghasilkan kurva perubahan waktu larut yang
lebih curam dibandingkan pada penggunaan basa level tinggi. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai kecuraman (slope) pada basa level rendah (0,0704) lebih besar
daripada slope pada basa level tinggi (-0,0342).
Dengan meningkatnya level basa, perubahan waktu larut granul
effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level tinggi
daripada penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 9b bahwa pada penggunaan campuran asam level tinggi menghasilkan
kurva perubahan waktu larut yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan
campuran asam level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope)
pada asam level tinggi (-0,0982) lebih besar daripada slope pada asam level
rendah (-8,7085 x 10-3).
Gambar 9a dan 9b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada
masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan
basa terjadi interaksi dalam menentukan waktu larut granul effervescent.
Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 9a dan 9b dapat dijelaskan
melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial waktu
larut granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam adalah 5,43, efek
basa adalah |-18,76|, dan efek interaksi campuran asam dan basa adalah |-15,70|.
Dapat dilihat bahwa campuran asam memiliki efek memperlama waktu larut
69
granul effervescent, sedangkan basa dan interaksi campuran asam dan basa
masing-masing memiliki efek mempersingkat waktu larut granul effervescent.
Efek basa lebih besar dibandingkan dengan efek campuran asam maupun efek
interaksinya. Dengan demikian diprediksi bahwa basa lebih dominan dalam
menentukan waktu larut granul effevescent. Semakin banyak jumlah natrium
bikarbonat yang digunakan, kandungan lembab granul effervescent yang
dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini akan mempengaruhi waktu larut granul
effervescent yang dihasilkan. Saat granul dimasukkan ke dalam air, semakin
rendah kandungan lembab granul, maka akan semakin mudah untuk menarik air
yang ada di sekitarnya sehingga granul akan mudah pecah dan akhirnya terlarut.
Dengan demikian, semakin banyak jumlah basa yang digunakan, maka waktu
larut granul yang dihasilkan juga akan semakin cepat.
H. Contour Plot Sifat Fisik Granul
Dari masing-masing uji sifat fisik granul yang dilakukan akan diperoleh
persamaan berdasarkan desain faktorial. Persamaan desain faktorial tersebut
digunakan untuk membuat contour plot masing-masing sifat fisik granul,
kemudian dipilih kurva yang dikehendaki dan dibuat grafik super imposed dalam
suatu contour plot. Area formula granul yang optimum ditentukan berdasarkan
grafik super imposed dari gabungan sifat fisik granul.
Dari hasil pengujian kecepatan alir granul effervescent diperoleh suatu
persamaan berdasarkan desain faktorial, yaitu Y = 64,4457 + 0,0002 (A) + 0,0002
(B) + 8,2305 x 10-7 (A)(B), dimana Y adalah kecepatan alir (gram/detik), A
70
adalah level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat), dan B adalah level basa.
Berdasarkan persamaan desain faktorial tersebut dibuat suatu contour plot.
Kecepatan alir
585
635
685
735
785
835
885
935
500 550 600 650 700 750 800
Asam (mg)
Bas
a (m
g)
64,9 g/dt 65 g/dt 65,1 g/dt 65,2 g/dt 65,3 g/dt
Gambar 10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent
Dari contour plot di atas dapat ditentukan komposisi campuran asam dan
basa yang diinginkan untuk menghasilkan kecepatan alir granul effervescent
tertentu. Karena nilai dari kecepatan alir yang dihasilkan memenuhi syarat
kecepatan alir granul effervescent yang baik menurut Guyot (1983) yaitu tidak
kurang dari 10 gram/detik, maka dari contour plot dapat ditentukan komposisi
campuran asam dan basa yang diinginkan untuk menghasilkan kecepatan alir
granul effervescent tertentu, terbatas pada level yang diteliti. Semua area dipilih
sebagai area optimum untuk menghasilkan kecepatan alir seperti yang
dikehendaki, sehingga diperoleh area yang cukup luas yang memenuhi syarat
kecepatan alir granul yang baik pada level yang diteliti.
71
Dari hasil pengujian kandungan lembab granul effevescent diperoleh
suatu persamaan berdasarkan desain faktorial, yaitu Y = 0,7998 - 0,0001 (A) -
0,0001 (B) + 3,7828 x 10-8 (A)(B), dimana Y adalah kandungan lembab granul
effervescent (%), A adalah level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat), dan B
adalah level basa. Berdasarkan persamaan desain faktorial tersebut dapat dibuat
suatu contour plot. Dari contour plot di bawah ini dapat ditentukan komposisi
campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa yang diinginkan untuk
menghasilkan kandungan lembab granul effervescent tertentu, terbatas pada level
yang diteliti.
Kandungan lembab
585
635
685
735
785
835
885
935
500 550 600 650 700 750 800
Asam (mg)
Bas
a (m
g)
0,645 % 0,655 % 0,665 %0,675 % 0,685 % 0,69 %
Gambar 11. Contour plot kandungan lembab granul effervescent
Berdasarkan kurva di atas, ternyata semuanya memenuhi persyaratan
kandungan lembab granul effervescent yang baik menurut Dash (2000) yaitu 0,4-
0,7%. Oleh karena itu semua area dipilih sebagai area yang optimum untuk
menghasilkan kandungan lembab granul effervescent seperti yang diinginkan,
72
sehingga diperoleh area yang cukup luas yang memenuhi syarat kandungan
lembab granul yang baik pada level yang diteliti.
Dari hasil perhitungan desain faktorial waktu larut granul effervescent
diperoleh persamaan Y = -19,3870+0,2449 (A)+0,1404 (B)-0,0003 (A)(B),
dimana Y adalah waktu larut granul effevescent (detik), A adalah level campuran
asam (asm sitrat-asam tartrat), dan B adalah level basa. Berdasarkan persamaan
tersebut dibuat suatu contour plot waktu larut granul effervescent.
Waktu larut
585
635
685
735
785
835
885
935
500 550 600 650 700 750 800Asam (mg)
Bas
a (m
g)
85 dtk 90 dtk 95 dtk100 dtk 110 dtk 115 dtk
Gambar 12. Contour plot waktu larut granul effervescent
Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area komposisi optimum
granul effervescent untuk memperoleh respon waktu larut granul seperti yang
dikehendaki, terbatas pada level yang diteliti. Waktu larut granul effervescent
yang dikehendaki adalah kurang dari 120 detik (Mohrle, 1980). Oleh karena itu
semua area dipilih sebagai area yang optimum untuk menghasilkan waktu larut
73
granul effervescent seperti yang diinginkan, sehingga diperoleh area yang cukup
luas yang memenuhi syarat waktu larut granul yang baik pada level yang diteliti
I. Penentuan Area Formula Granul Effervescent Optimum
Dari contour plot masing-masing uji sifat fisik granul yang sudah
ditentukan area optimumnya, dibuat suatu contour plot super imposed dengan
menggabungkan area optimum dari masing-masing contour plot uji sifat fisik
granul effervescent, kemudian ditentukan area komposisi optimum campuran
asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa (natrium bikarbonat) sebagai formula
otimum granul effervescent, terbatas pada level yang diteliti.
Formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dapat
diprediksi dengan mencari area komposisi optimum untuk seluruh uji sifat fisik
granul effervescent yang dilakukan. Kurva area optimum uji sifat fisik granul
effervescent yang telah dipilih digabungkan dalam suatu contour plot super
imposed. Pada level yang diteliti ditemukan area komposisi optimum campuran
asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa (natrium bikarbonat) untuk semua uji
sifat fisik granul effervescent.
74
Gambar 13. Contour plot super imposed granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak
Dari hasil contour plot super imposed tersebut dapat ditemukan area
yang diprediksi sebagai area komposisi optimum granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak pada level yang diteliti.
585
635
685
735
785
835
885
935
500 550 600 650 700 750 800Asam (mg)
Bas
a (m
g)
kecepatan alir (65,1 g/dt) kandungan lembab (0,645 %)waktu larut (90 dtk) kecepatan alir (65 g/dt)kandungan lembab (0,685 %)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. granul effervescent dari setiap formula yang dihasilkan memenuhi syarat uji
kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut.
2. natrium bikarbonat diprediksi berpengaruh dominan terhadap semua uji sifat
fisik yang dilakukan dalam penelitian ini.
3. pada level yang diteliti, diperoleh area komposisi optimum campuran asam
sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul
effervescent dengan sifat fisik yang dikehendaki.
B. Saran
Meninjau penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk dilakukan
penelitian lanjutan untuk membuat tablet effervescent ekstrak rimpang temulawak
dengan menggunakan komposisi optimum hasil penelitian ini.
75
76
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E., 2003, Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit, 1-3, 12-13, Agromedia Pustaka, Jakarta
Allen, V.L., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding, 2nd Ed, 99-101, American Pharmaceutical Assosiation, Washington D.C
Anonim, 1979a, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-9, 782, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1979b, Materia Medika Indonesia, Edisi III, 63-67, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1986, Sediaan Galenika, 5-20, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 1994, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4-6, 48, 53, 488, 515, 601, 771,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2004, Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia,http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Kep.Ka.BPOM-Pemanis, Diakses pada 17 April 2006
Anonim, 2006, Product Information Curcumin, http://www.caymanchem.com,
Diakses pada 19 September 2006 Ansel, H.C., 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 147-148, 214, 244-245, 249, 255, 261-264, Indonesia University Press, Jakarta
Banker, G.S., and Anderson, N.R., 1986, Tablet, in Lacman, L., Lieberman, H.A.,
and Kanig, L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Jilid II, Ed. III, 463-737, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Application,
2nd Ed., 308-337, Marcel Dekker , Inc., New York
77
Chrystyani, N.B., 2005, Optimasi Campuran Asam Tartrat dan Asam Fumarat Sebagai Eksipien Pada Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah : Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Dalimarta, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 182-185, Trubus
Agriwidya, Jakarta Dash, K.A., 2000, Evaluation of Quick Disintegrating Calcium Carbonate
Tablets, http://www.pharmscitech.com, Diakses pada 03 Maret 2006 Fassihi and Kanfer, 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow Properties
on Tablet Weight Variation in Drug Development and Industrial Pharmacy, 12th , Marcel Dekker, Afrika
Fudholi, A., 1983, Metode Formulasi dalam Kompresi Direk, Medika no. 7, 586-
593 Gritter, R.J., Bobit, J.M., dan Scwarting, A.G., 1991, Pengantar Kromatografi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II, 147-154, Institut Teknologi Bandung, Bandung
Hardjono, S., 1985, Kromatografi, 32-34, Laboratorium Analisa Kimia Fisika
Pusat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Lachman, L., dan Lieberman, H.A., 1989, The Teory and Practice of Industrial
Pharmacy, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Jilid II, Edisi III, 3-5, 43-54, 141-143, 158-166, 643-644, 648-658, 673-732, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Lelo, A., Rasyid, A., Misra, Hamid, Z., 1998, Efek Kurkumin pada Kandung
Empedu Manusia : Dalam Bentuk Sediaan Tablet, Kapsul, dan Bubuk, Majalah Kedokteran UNIBRAW, vol. XIV, No. 3, 131-132
Lindberg, N., Engfors, H., Ericsson, T., 1992, Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology, Effervescent Pharmaceutical in Swarbricck, J., Boylan, J.C., Vol 5, 45-71, Marcel Dekker, Inc., New York
Majeed, M., Badmaev, V., Shivakumar, U., Rajendran, R., 1995, Curcuminoid
Antioxidant Phytonutriens, Nutriscience Publisher Inc., Piscataway, New Jersey
Martin, Alfred, 1993, Farmasi Fisik, edisi III, Jilid II, Edisi III, 1077-1193,
Universitas Indonesia Press, Jakarta
78
Martono, S., 1996, Penentuan Kadar Kurkumin Secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mintarsih, E.R.R., 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kinnina Dalam Akar, Batang,
dan Daun Chinchona succirubra Pavon et Klotzch Dari Daerah Kaliurang Secara Spektrodensitometri (TLC-Scanner), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Mohrle, R., 1980, Effervescent Tablet, in Lieberman, H.A., Lachman, L., (eds),
Pharmaceutical Dosage Form, Tablet, Vol. I, 284-362, Penerbit Warner Lambert Company, Morris Pliains, New Jersey
Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium Yang
Baik, Majalah Farmasi Airlangga, III, 2, 31-36 Natalia, L., 2006, Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan
Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Rubinstein, M.H., 1994, Tablet in Aulton, Michael E., Pharmaceutics The Science
of Dosage Form Design, 304-308, ELBS with Curchill Livingtone, Hongkong
Rukmana, R., 1994, Temulawak Tanaman Rempah dan Obat , 16, Kanisius,
Yogyakarta Sari, Y.P., 2006, Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat Aplikasi Metode : Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Soedibyo, B.B.A., Mooryati, 1998, Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan
Kegunaan, 368-370, Balai Pustaka, Jakarta Stahl, 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan
oleh Patmawinata, K., dan Sudiro, I., 2-17, 190-195, Institut Tekhnologi Bandung, Bandung
Supardjan, A.M., 1987, Pemisahan Tetrasiklin dan Hasil Uraiannya dalam
Sediaan Tetrasiklin Secara KLT Densitometri, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian, Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
79
Tonnesen, H.H., dan Karisen, J., 1985, Studies of Curcumin and Curcuminoid V. Alkaline, Degradation of Curcumin, 132-134, 180, Z. Lebensm Unters Forsch, Departemen of Galenical Pharmacy, Norway
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, 10-11, 165-167,
172, 177,199-202, 219-224, 579-580, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wadke, D.A., Serajuddin, A.T.M., and Jacobson, H., 1980, Preformulation
Testing, in Lieberman, H.A., Lachman, L., and Schawtz, J.B., Pharmaceutical Dosage Form : Tablet, Vol I, 2nd Ed., 53-57, Marcel Dekker, Inc., New York
Wehling and Fred, 2004, Effervescent Composition Including Stevia, http://
www.Pharmcast.com, Diakses pada 16 April 2006 Wolfram, Tritthart, Psikerning, Maria Andre, Kolb, Gottfried, 1999, Effervescent
Formulation, http://www.Pharmacast.com.patents, Diakses pada 03 Maret 2006
Wulandari, F., 2006, Optimasi Formula Tablet Effervescent Ekstrak Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat : Aplikasi Metode Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
80
81
LAMPIRAN
Lampiran 2. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan areakromatogram untuk pembuatan kurva baku.
Gambar 14. Kromatogram kurva baku
Tabel IX. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan areakromatogram
Kadar kurkumin (µg/µl)Area (x 105)
0,12 0,27107
0,14 0,32107
0,18 0,50799
0,23 0,70440
0,35 1,20423
A= -0,2369
B = 4,1110
r = 0,9995
Persamaan garis regresi Y = 4,1110x - 0,2369
82
Lampiran 3. Hasil recovery
Tabel X. Hasil recovery 0,12 µg/µl
ReplikasiAUC(105)
Kadar(µg/µl)
XKadar(µg/µl)
SDCV(%)
Recovery(%)
XRecovery
(%)1 0,25323 0,1192 99,332 0,25030 0,1185 98,753 0,25113 0,1187
0,1188 0,0004 0,3498,92
98,67
Tabel XI. Hasil recovery 0,14 µg/µl
ReplikasiAUC(105)
Kadar(µg/µl)
XKadar(µg/µl)
SDCV(%)
Recovery(%)
XRecovery
(%)1 0,34572 0,1417 101,212 0,34675 0,1420 101,433 0,34986 0,1427
0,1421 0,0005 0,35101,93
101,38
Tabel XII. Hasil recovery 0,18 µg/µl
ReplikasiAUC(105)
Kadar(µg/µl)
XKadar(µg/µl)
SDCV(%)
Recovery(%)
XRecovery
(%)1 0,50084 0,1795 99,722 0,51193 0,1822 101,223 0,48841 0,1764
0,1794 0,0029 1,6298,00
99,65
Tabel XIII. Hasil recovery 0,23 µg/µl
ReplikasiAUC(105)
Kadar(µg/µl)
XKadar(µg/µl)
SDCV(%)
Recovery(%)
XRecovery
(%)1 0,71065 0,2305 100,222 0,70359 0,2288 99,483 0,69668 0,2271
0,2288 0,0017 0,7499,74
99,48
Tabel XIV. Hasil recovery 0,35 µg/µl
ReplikasiAUC(105)
Kadar(µg/µl)
XKadar(µg/µl)
SDCV(%)
Recovery(%)
XRecovery
(%)1 1,21533 0,3533 100,942 1,22949 0,3567 101,913 1,20151 0,3499
0,3533 0,0034 0,9699,97
100,94
83
Lampiran 4. Hasil penetapan kadar kurkumin dalam sampel(etanol 96% : aquadest = 100 : 0)
Tabel XV. Kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak
SampelAUC(105)
Kadar(%) X
(%)SD
CV(%)
1 1,13544 6,23
2 1,04244 6,04
3 1,04803 5,98
4 0,98238 5,50
5 1,09248 6,22
6 1,16177 6,69
6,11 0,39 6,38
Gambar 15. Kromatogram sampel
84
Lampiran 5. Perhitungan dosis ekstrak rimpang temulawak
Khasiat yang diharapkan dalam sediaan temulawak ini adalah sebagai
penciutan volume kandung empedu (kolestiasis). Zat aktif yang berperan dalam
temulawak adalah senyawa kurkumin. Untuk mengetahui berapa banyak ekstrak
rimpang temulawak yang harus dittimbang, maka perlu untuk mengetahui kadar
kurkumin yang terdapat dalam ekstrak yang digunakan.
Berdasarkan hasil KLT-densitometri didapatkan kadar rata-rata kurkumin
dalam ekstrak rimpang temulawak sebesar 6,11 ± 0,39 %. Dalam 40 gram serbuk
rimpang temulawak menjadi 4,4 gram ekstrak rimpang temulawak (1/9 berat
serbuk mula-mula), sehingga kadar kurkumin dalam rimpang kering temulawak
sebesar: %68,0serbukgram900
kurkumin6,11gram .
Dosis tiap tablet effervescent 1 x minum sebesar 20 mg untuk penciutan
volume kandung empedu (Lelo,A., Rasyid,A., Zain-Hamid,R., 1998). Dari hasil
tersebut, maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:
327,33mgmg1006,11mg
20mgx ≈ 327 mg
85
Lampiran 6. Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrakrimpang temulawak
Tabel XVI. Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak
Pengulangan uji Daya lekat (detik)
1 0,342 0,353 0,344 0,355 0,346 0,32
X 0,34SD 0,01
Tabel XVII. Hasil uji viskositas ekstrak rimpang temulawak
Pengulangan uji Viskositas (dPa.S)
1 1,752 1,703 1,604 1,605 1,706 1,70
X 1,68SD 0,06
Tabel XVIII. Hasil penimbangan ekstrak dalam uji kandungan lembab
1 2 3 4 5 6Bobot cawan (g)
84,3736 85,4820 76,4438 87,1474 96,2843 89,8713Bobot cawan +ekstrak (g)
94,4387 95,5178 86,4774 97,1568 10,.2993 99,8983
Bobot awalekstrak (g)
10,0651 10,0358 10,0336 10,0094 10,0150 10,0270
Bobot cawan +ekstrak setelah 5jam
92,2311 93,9559 85,1770 NA NA NA
Oven1 jam (g) 91,9894 93,7800 85,0150 NA NA NA2 jam (g) 91,8426 93,7316 84,9606 NA NA NA3 jam (g) 91,6044 93,5560 84,7600 NA NA NA4 jam (g) 91,5218 93,4804 84,6592 NA NA NA
86
5 jam (g) 91,4527 93,4076 84,5980 NA NA NA6 jam (g) 91,3528 93,3212 84,4858 NA NA NA7 jam (g) 91,2880 93,2639 84,4305 NA NA NA8 jam (g) 91,2281 93,1907 84,3698 NA NA NA9 jam (g) 91,1986 93,1683 84,3429 94,6349 104,1386 97,5226Bobot akhirekstrak (g)
6,8250 7,6863 7,8991 7,4875 7,8543 7,6513
Keterangan : NA = Not Available
Kandungan lembab (MC) ekstrak ditentukan dengan rumus :
MC =ekstrakakhirbobot
ekstrakakhirbobotekstrakawalbobot x 100 %
Tabel XIX. Hasil uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak
Pengulangan uji Bobot awal (g) Bobot akhir (g) Kandungan lembab (%)1 10,0651 6,8250 47,47402 10,0358 7,6863 30,56743 10,0336 7,8991 27,02214 10,0094 7,4875 33,68155 10,0150 7,8543 27,50986 10,0270 7,6513 31,0496
X 32,8841SD 7,5562
87
Lampiran 7. Perhitungan nilai Rf kurkumin baku , kurkumin dalam sampelekstrak, dan demetoksikurkumin dalam sampel ekstrakberdasarkan hasil KLT
1. Contoh perhitungan Rf kurkumin baku
Rf standar 1 =cm
cm
5,6
5,3= 0,54
2. Contoh perhitungan Rf kurkumin dalam sampel ekstrak
Rf sampel 1 =cm
cm
5,6
5,3= 0,54
3. Contoh perhitungan Rf demetoksikurkumin dalam sampel ekstrak
Rf sampel 1 =cm
cm
5,6
6,2= 0,40
88
Lampiran 8. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asamtartrat dan natrium bikarbonat
Berdasarkan penelitian Sari (2006) dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma yang berjudul Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat
Aplikasi Metode : Desain Faktorial, diperoleh perbandingan asam sitrat dan asam
tartrat yang dapat menghasilkan area optimum tanpa memperhitungkan hasil uji
kandungan lembab granul effervescent. Kompoisi optimum dicapai dengan
perbandingan asam sitrat : asam tartrat = 480 : 280. Berdasarkan perbandingan
optimum asam sitrat dan asam tartrat tersebut, dapat dihitung level rendah dan
level tinggi asam sitrat dan asam tartrat berdasarkan persentase standar sumber
asam yang digunakan dalam suatu sediaan effervescent. Level natrium bikarbonat
ditentukan berdasarkan reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat dan
asam tartrat dengan perhitungan stoikhiometri. Persentase standar untuk
penggunaan asam dalam suatu sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot
tablet (Wehling and Fred, 2004). Nilai 25% asam digunakan sebagai level rendah
dan nilai 40% asam digunakan sebagai level tinggi. Bobot granul yang ingin
dicapai adalah 2000 mg.
1. Perhitungan level rendah dan level tinggi campuran asam (asam sitrat
dan asam tartrat)
a. Level rendah untuk campuran asam
Jumlah asam yang digunakan = 25% x 2000 mg = 500 mg
89
Asam sitrat =mg
mg
760
480x 500 mg = 315,789 mg ≈ 316 mg
Asam tartrat =mg
mg
760
280x 500 mg = 184,211 mg ≈ 184 mg
Jumlah level rendah campuran asam sitrat-asam tartrat
= jumlah level rendah (asam sitrat + asam tartrat)
= (316 + 184) mg
= 500 mg
b. Level tinggi untuk campuran asam
Jumlah asam yang digunakan = 40% x 2000 mg = 800 mg
Asam sitrat =mg
mg
760
480x 800 mg = 505,263 mg ≈ 505 mg
Asam tartrat =mg
mg
760
280x 800 mg = 294,737 mg ≈ 295 mg
Jumlah level tinggi campuran asam sitrat-asam tartrat
= jumlah level tinggi (asam sitrat + asam tartrat)
= (505 + 295) mg
= 800 mg
2) Perhitungan Level Rendah dan Level Tinggi Natrium Bikarbonat
Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat :
3NaHCO3 + H3C6H5O7 Na3C6H5O7 + 3H20 + 3CO2
Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam tartrat :
2NaHCO3 + H2C4H4O6 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
90
a. Level rendah natrium bikarbonat (untuk campuran asam level rendah)
Level rendah natrium bikarbonat untuk 315,789 mg asam sitrat
mol asam sitrat = 1/3 mol natrium bikarbonat
sitratasamBM
sitratasamberatmg= 1/3 x
bikarbonatnatriumBM
bikarbonatnatriumberatmg
14,210
789,315= 1/3 x
01,84
X = 378,739 mg
Level rendah natrium bikarbonat untuk 184,211 mg asam tartrat
mol asam tartrat = ½ mol natrium bikarbonat
tartratasamBM
tartratasamberatmg= ½ x
bikarbonatnatriumBM
bikarbonatnatriumberatmg
09,150
211,184= ½ x
01,84
X = 206,217 mg
Jumlah natrium bikarbonat level rendah = 378,739 + 206,217 mg
= 584,956mg ≈ 585 mg
b. Level tinggi natrium bikarbonat (untuk campuran asam level tinggi)
Level tinggi natrium bikarbonat untuk 505,263 mg asam sitrat
mol asam sitrat = 1/3 mol natrium bikarbonat
sitratasamBM
sitratasamberatmg= 1/3 x
bikarbonatnatriumBM
bikarbonatnatriumberatmg
91
14,210
263,505= 1/3 x
01,84
X = 605,984 mg
Level tinggi natrium bikarbonat untuk 294,737 mg asam tartrat
mol asam tartrat = ½ mol natrium bikarbonat
tartratasamBM
tartratasamberatmg= ½ x
bikarbonatnatriumBM
bikarbonatnatriumberatmg
09,150
737,294= ½ x
01,84
X = 329,947 mg
Jumlah natrium bikarbonat level tinggi = 605,984 mg + 329,947 mg
= 935,931 mg ≈ 936 mg
92
Lampiran 9. Hasil uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larutgranul effervescent
Tabel XX. Hasil uji kecepatan alir granul effervescent (gram/detik)
Pengulangan uji Formula 1 Formula a Formula b Formula ab1 66,67 64,10 65,36 62,892 64,10 65,36 64,10 65,363 64,10 64,10 63,69 66,674 66,67 66,67 66,67 66,675 64,10 64,94 64,10 65,366 63,69 65,36 66,67 65,36X 64,89 65,09 65,10 65,39
SD 1,39 0,96 1,34 1,38
Tabel XXI. Hasil uji kandungan lembab granul effervescent (%)
Pengulangan uji Formula 1 Formula a Formula b Formula ab1 0,6077 0,5618 0,7249 0,59542 0,7131 0,7126 0,5889 0,55393 0,7271 0,5676 0,6653 0,51794 0,6454 0,7033 0,7333 0,54695 0,7805 0,8656 0,7059 0,76976 0,6887 0,6100 0,5437 0,8605X 0,6938 0,6702 0,6603 0,6407
SD 0,0613 0,1157 0,0778 0,1403
Tabel XXII. Hasil uji waktu larut granul (detik)
Pengulangan uji Formula 1 Formula a Formula b Formula ab1 97,81 119,32 90,89 90,002 99,25 119,57 96,00 83,973 96,50 118,66 97,84 83,504 97,51 119,60 94,15 83,875 97,00 119,15 93,38 84,316 99,68 118,25 97,15 82,17X 97,96 119,09 94,90 84,64
SD 1,26 0,54 2,60 2,73
93
Lampiran 10. Perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul effervescent
Rumusan yang berlaku dalam metode desain faktorial yaitu :
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B)
Keterangan :
Y = respon hasil percobaan atau hasil uji dari sifat fisik yang diamati
a = level campuran asam sitrat dan asam tartrat (500 mg dan 800 mg)
b = level natrium bikarbonat (585 mg dan 936 mg)
ab = level campuran asam sitrat dan asam tartrat dikalikan level natrium
bikarbonat
b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan dengan cara
eliminasi dan substitusi
Contoh perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul
Kecepatan alir granul effervescent
Tabel XXIII. Respon kecepatan alir granul effevescent
Formula Asam Basa Interaksi Respon (g/detik)1 - - + 64,89a + - - 65,09b - + - 65,10ab + + + 65,39
Keterangan :
Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800)
Basa : - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
94
Efek asam =
2
1 baba
=
2
89,6410,6539,6509,65
=2
99,12947,130
=2
48,0
= 0,24
Efek basa =
2
1 abab
=
2
89,6409,6510,6539,65
=2
98,12948,130
=2
50,0
= 0,25
Efek interaksi =
2
1 baab
=
2
10,6509,6539,6589,64
=2
19,13027,130
=2
08,0
= 0,04
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B)
(1) 64,89 = bo + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12
(a) 65,09 = b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12
(b) 65,10 = b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12
(ab) 65,39 = b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12
95
Eliminasi (1) dan (a)
64,89 = b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12
65,09 = b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12 _-0,20 = -300 b1 – 175500 b12 ……….(I)
Eliminasi (b) dan (ab)
65,10 = b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12
65,39 = b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12 _-0,29 = -300 b1 – 280800 b12 ………(II)
Eliminasi (I) dan (II)
-0,20 = -300 b1 – 175500 b12
-0,29 = -300 b1 – 280800 b12 _0,09 = 105300 b12
b12 = 8,2305 x 10-7
Substitusi b12 ke (I)
-0,2 = -300 b1 – 175500 b12
-0,2 = -300 b1 – 175500 (8,2305 x 10-7)-0,2 = -300 b1 – 0,1444-300 b1 = -0,0556b1 = 0,0001
Eliminasi (1) dan (b)
64,89 = b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12
65,10 = b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12 _-0,21 = -351 b2 – 175500 b12 ……….(III)
Eliminasi (a) dan (ab)
65,09 = b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12
65,39 = b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12 _-0,30 = -351 b2 – 280800 b12 ……….(IV)
Substitusi b12 ke (III)
-0,21 = -351 b2 – 175500 b12
-0,21 = -351 b2 – 175500 (8,2305 x 10-7)-0,21 = -351 b2 – 0,1444
96
-351 b2 = -0,0656b2 = 0,0001
Subsitusi b1, b2, b12 ke (1)
64,89 = b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12
64,89 = b0 + 500 (0,0001) + 585 (0,0001) + 292500 (8,2305 x10-7)
64,89 = b0 + 0,0926 + 0,1093 + 0,240764,89 = b0 + 0,4426b0 = 64,4457
Y = b0 + b1(A) + b2 (B) + b12 (A)(B)
Persamaan desain faktorial untuk kecepatan alir granul :
Y = 64,4457 + 0,0001 (A) + 0,0001 (B) + 8,2305 x 10-7 (A)(B)
Kandungan lembab granul effervescent
Tabel XXIV. Respon kandungan lembab granul effervescent
Formula Asam Basa Interaksi Respon (%)1 - - + 0,6938a + - - 0,6702b - + - 0,6603ab + + + 0,6407
Keterangan :
Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800)
Basa : - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
Persamaan desain faktorial untuk kandungan lembab granul :
Y = 0,7998 - 0,0001 (A) - 0,0001 (B) + 3,7828 x 10-8 (A)(B)
97
Waktu larut granul effervescent
Tabel XXV. Respon waktu larut granul effervescent
Formula Asam Basa Interaksi Respon (detik)1 - - + 97,96a + - - 119,10b - + - 94,90ab + + + 84,64
Keterangan :
Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800)
Basa : - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
Persamaan desain faktorial untuk kandungan lembab granul :
Y = -19,3870 + 0,2449 (A) + 0,1404 (B) - 0,0003 (A)(B)
98
Lampiran 11. Hasil perhitungan nilai kecuraman kurva (slope) berdasarkanperhitungan regresi linier
Tabel XXVI. Pengaruh asam terhadap kecepatan alir
Asam LR basa (585) LT basa (936)500 64,89 65,10800 65,09 65,39
A = 64,555b = 6,6667 x 10-4
r = 0,9999
A = 64,6206b = 9,5556 x 10-4
r = 0,9999
Tabel XXVII. Pengaruh basa terhadap kecepatan alir
Basa LR asam (500) LT asam (800)585 64,89 65,09936 65,10 65,39
A = 64,5383b = 5,9829 x 10-4
r = 0,9999
A = 64,5939b = 8,4520 x 10-4
r = 0,9999
Tabel XXVIII. Pengaruh asam terhadap kandungan lembab
Asam LR basa (585) LT basa (936)
500 0,6938 0,6603
800 0,6702 0,6407A = 0,7331
b = -7,8667 x 10-5
r = -1
A = 0,6930b = -6,5389 x 10-5
r = -0,9999
Tabel XXIX. Pengaruh basa terhadap kandungan lembab
Basa LR asam (500) LT asam (800)
585 0,6938 0,6702
936 0,6603 0,6407A = 0,7494
b = -9,5204 x 10-5
r = -0,9999
A = 0,7192b = -8,3856 x 10-5
r = -0,9999
99
Tabel XXX. Pengaruh asam terhadap waktu larut
Asam LR basa (585) LT basa (936)
500 97,9583 94,9017
800 119,0916667 84,6367A = 62,7361b = 0,0704r = 0,9999
A = 112,01b = -0,0342
r = -1
Tabel XXXI. Pengaruh basa terhadap waktu larut
Basa LR asam (500) LT asam (800)
585 97,9583 119,0917
936 94,9017 84,6367A = 103,0528
b = -8,7085 x 10-3
r = -1
A = 176,5167b = -0,0982r = -0,9999
100
Lampiran 12. Foto tanaman temulawak
Gambar 16. Foto tanaman temulawak
101
Lampiran 13. Foto rimpang temulawak
Gambar 17. Foto rimpang temulawak
102
Lampiran 14. Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalampembuatan granul effervescent
Gambar 18. Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalampembuatan granul effervescent
103
Lampiran 15. Gambar granul dan larutan granul effervescent ekstrakrimpang temulawak
Gambar 19. Foto granul dan larutan granul effervescent formula 1
Gambar 20. Foto granul dan larutan granul effervescent formula a
104
Gambar 21. Foto granul dan larutan granul effervescent formula b
Gambar 22. Foto granul dan larutan granul effervescent formula ab
105
BIOGRAFI PENULIS
Lucia Esti Purwandari lahir di Sleman
pada tanggal 18 November 1984, adalah putri
pertama dari 3 bersaudara, pasangan Antonius
Suparjo dan Barbara Sunarni. Penulis skripsi
berjudul “Optimasi Campuran Asam Sitrat–Asam
Tartrat dan Natrium Bikarbonat Sebagai
Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah
Dengan Metode Desain Faktorial” ini pernah menempuh pendidikan di TK
Kanisius Klepu pada tahun 1990 dan melanjutkan pendidikan di SD Kanisius
Klepu pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, kemudian di SLTP Pangudi
Luhur Moyudan hingga tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMU
Pangudi Luhur Van Lith pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Setelah
menempuh pendidikan SMU, penulis melanjutkan studi di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama studi di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, penulis memperoleh pengalaman sebagai :
1. Asisten Praktikum Farmasetika Dasar pada tahun 2004-2005, 2005-2006
2. Asisten Praktikum Farmasi Fisika pada tahun 2005-2006
3. Asisten Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Liquid Semisolid pada tahun
2005-2006
4. Asisten Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Solid pada tahun 2004-2005
5. Asisten Praktikum Farmakologi Dasar pada tahun 2004-2005
6. Asisten Praktikum Toksikologi Dasar pada tahun 2005-2006